Osteoporosis dan Vitamin D docx

DIETETIK PADA INFEKSI DAN DEFISIENSI
Lailla Nurrin Faizah
OSTEOPOROSIS DAN VITAMIN D
Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang paling banyak menimpa manusia,
dengan karakteristik adanya :
1. Penurunan masa tulang dan menurunnya microarsitektur tulang,
2. Menurunnya kekuatan tulang, dan
3. Meningkatnya risiko patah tulang dan morbiditas.1
Gambar di bawah ini adalah keadaan tulang yang normal dengan yang terkena
osteoporosis. Tampak gambar kiri memiliki kerapatan yang lebih daripada yang kanan
( osteoporosis ).

Gambar 01. Tulang normal dengan tulang yang mengalami osteoporosis
Salah satu kriteria kepadatan tulang ditunjukkan oleh T-score dimana klasifikasi
osteoporosis memiliki T-score sebesar -1.0
Osteopenia
(-1.0 ) – ( -2.5 )
Osteporosis
< -2.5
Severe Osteporosis

50 μmol/L ( 20 ng/Ml ). 1 Rendahnya serum 25dihydroxyvitamin D dan vitamin D-binding protein lebih umum terjadi pada ras black
Americans.7
Tabel 02.klasifikasi status vitamin D berdasarkan tingkat serum 25-hydroxyvitamin D ( 25OH-D )8

Kata “deficiency” menjelaskan kondisi dimana efek klinis dari rendahnya serum
vitamin D kronis, seperti : malabsorbsi kalsium dan phosphate sehingga terjadi
hypocalcemia, hypophosphatemia dan secondary hyperparathyroidism, proximal myopathy
dan gangguan pertumbuhan ( rickets ), rendahnya mineralisasi tulang ( osteomalacia ).
Vitamin D “insufficiency” menjelaskan kondisi dimana tingkat kekurangan vitamin D lebih
ringan yang dapat menyebabkan menurunnya absorbsi kalsium yang mengakibatkan
terjadinya mild secondary hyperparathyroidism yang mungkin menyebabkan meningkatnya
bone loss.9

Pada rickets dan osteomalacia, tingkat serum 25-hydroxyvitamin D biasanya di
bawah 20-25 nmol/L, dimana pada vitamin D “insufficiency” di atas 20-25 nmol/L. Batas
bawah tingkat serum 25-hydroxyvitamin D masih diperdebatkan, namun beberapa bukti
membuktikan antara 75-80 nmol/L.10
Faktor-faktor yang berhubungan dengan defisiensi vitamin D
Ada beberapa faktor yang dapat mengurangi sintesis vitamin D pada kulit, termasuk
kondisi iklim, pakaian yang menutupi kulit atau menghalangi sinar matahari, meningkatnya

pigmentasi pada kulit, kurang terpapar sinar matahari karena aktifitas yang banyak di rumah
atau di institusi, dan meningkatnya usia. Sintesis vitamin D pada kulit akan menurun 4x
lipat pada usia 65 dibandingkan usia 20-30 tahun. Musim, lamanya waktu siang, dan garis
lintang juga berpengaruh pada produksi vitamin D di kulit. Seseorang yang tinggal di atas
400 lintang utara atau di atas 400 lintang selatan mungkin tidak terjadi produksi vitamin D di
kulit selama 3-4 bulan di musim dingin. Seseorang yang hidup jauh dari garis lintang utara
maupun selatan mungkin tidak terjadi produksi vitamin D di kulit selama lebih dari 6
bulan.5
Faktor lain yang berhubungan dengan terjadinya defisiensi vitamin D, beberapa
diantaranya adalah sikap yang cenderung menghindari paparan sinar matahari, malabsorbsi
dan chronic renal failure.10 Sunscreen dapat menurunkan sintesis vitamin D11 tetapi tidak
berhubungan dengan defisiensi vitamin D dan tidak perlu dihindari untuk mencegah
terjadinya defisiensi.12Ketidakcukupan vitamin D pada lansia dipengaruhi oleh faktor umur
yang dapat menyebabkan bone loss sehingga meningkatkan risiko patah tulang, dan tidak
efektifnya suplemen vitamin D.13
Sumber Vitamin D


Paparan sinar matahari
Ketika senyawa 7-dehydrocholesterol pada kulit terpapar oleh sinar ultraviolet, akan


berubah menjadi vitamin D3. Ketika paparan sinar matahari cukup, produksi vitamin D
cukup untuk memenuhi kebutuhan.5
Walaupun ergocalciferol dan cholecalciferol dapat diperoleh pada makanan atau
sinar matahari, kedua senyawa ini tidak aktif sampai masuk pada organ hati dan ginjal, baru
setelah melewati kedua organ tersebut akan berubah menjadi aktif : 1.25-dihydroxyvitamin
D ( 1.25-(OH)2)D).5Aktifasi tahap awal terjadi di hati, dimana gugus hydroxyl ( OH )

ditambahkan pada molekul sehingga menjadi 25-hydroxyvitamin D. Aktifasi atau proses
hydroxilasi tahap kedua terjadi di ginjal dimana 25-hydroxyvitamin D ditambahkan lagi
gugus OH untuk membentuk 1.25-hydroxyvitamin D. Pada pasien gagal ginjal, langkah
kedua ini akan terganggu sehingga menyebabkan penderita mengalami defisiensi vitamin D,
sehingga harus diberikan suplemen vitamin D dalam bentuk aktif, yaitu calcitriol.2

Gambar 03. Sintetis vitamin D
Radiasi ultraviolet B ( panjang gelombang 290-315 nm ) memacu sintesis vitamin D
dari 7-dehydrocholesterol di kulit.14Untuk mendapatkan 25 μg ( 1000 IU ) vitamin D 3 dari
paparan sinar ultraviolet B, orang muda dengan kulit putih membutuhkan ¼ dari minimal
dosis erythemal ( 4 menit ) dari 25% permukaan tubuh ( tangan dan kaki ), sedangkan untuk
orang tua atau orang dengan kulit gelap mungkin membutuhkan 18 menit. 15Sayangnya,

banyak efek yang merugikan dari radiasi ultraviolet B yang terkumpul setiap harinya, ¼
minimal dosis erythemal setiap hari pada musim panas meningkatkan paparan sinar
ultraviolet B yang signifikan. Untuk itulah, dermatologi menyarankan cara yang aman yaitu
mencegah paparan sinar matahari dan mengasup suplemen vitamin D.8
Efek garis lintang pada sintesis vitamin D berhubungan dengan kejadian patah
tulang: untuk setiap 100 lintang utara yang menjauhi equator, kemungkinan untuk terjadinya
patang tulang panggul meningkat sebesar 0.6%.16 Pada musim dingin, di atas 35 0 lintang
utara, sinar matahari tidak cukup mengandung radiasi ultraviolet B untuk memproduksi

vitamin D3.17Meskipun tingkat serum 25-hydroxyvitamin D pada musim panas mencapai 75
nmol/L, pada musim dingin akan menurun setengahnya.18



Makanan
Pengaruh asupan makanan pada status vitamin D sangatlah minimal ( 3.7 -5.9 μg

atau 148-236 IU setiap harinya ).19 Beberapa makanan yang merupakan sumber dari vitamin
D yaitu minyak hati ikan, daging ikan yang berlemak, hati dan lemak pada hewan mamalia
air seperti beruang kutub dan kerang.5



Suplemen
Yang berisiko rendah untuk ketidakcukupuan vitamin D adalah dewasa di bawah

umur 50 tahun tanpa kondisi komorbid yang mempengaruhi absorbsi atau fungsi vitamin D.
Untuk itu diberikan suplemen vitamin D 10-25 μg ( 400-1000 IU ) dengan memonitor
serum

25-hydroxyvitamin

D.

sedangkan

yang

berisiko

moderat


untuk

terjadi

ketidakcukupan vitamin D adalah dewasa 50 tahun ke atas, dengan atau tanpa osteoporosis,
tapi tanpa kondisi komorbid yang mempengaruhi absorbsi atau fungsi vitamin D. Untuk itu
diberikan suplemen secara rutin dengan dosis 20-50 μg ( 800-2000 IU ) setiap hari. Serum
25-hydroxyvitmin D tidak perlu dimonitor secara rutin, namun dalam terapi pharmacologi
osteoporosis perlu cek setelah 3 atau 4 bulan setelah dosis suplementasi cukup. Dan yang
berisiko tinggi terjadi ketidakcukupan vitamin D yang secara berulang terjadi patah tulang
atau bone loss, osteoporosis dengan atau tanpa kondisi komorbid yang dapat mempengaruhi
absorbsi dan fungsi vitamin D, dengan kasus ini serum 25-hydroxyvitamin D harus diukur
saat assessment, dan suplementasi vitamin D mungkin di atas batas maksimal asupan yaitu
50μg ( 2000 IU ).8
Dalam sumber lain juga menyebutkan suplementasi yang dipergunakan untuk
menangani vitamin D insufficiency adalah di atas 50 μg/ hari ( 2000 IU ) dengan di bawah
pengawasan medis.20Jika pasien dapat mengasup secara oral, severe deficiency ( rickets atau
osteomalacia ) membutuhkan dosis yan lebih tinggi yaitu 1250 μg ( 50 000 IU ) setiap hari
selama 2-4 minggu, kemudian diberikan sekali atau dua kali setiap minggunya, dengan

memonitor serum 25-hydroxyvitamin D setiap bulan dan 3 bulan. 8 Estimasinya adalah 1
nmol/L untuk setiap microgram vitamin D.21

Suplementasi kalsium dan vitamin D sangat berperan penting dalam pencegahan dan
treatment dari osteoporosis dan patah tulang yang disebabkan osteoporosis.Karenan dapat
meningkatkan mineralisasi tulang, menyembuhkan secondary hyperparathyroidism dan
mencegah risiko jatuh. 22
Keamanan dan tingkat keracunan suplementasi vitamin D
Karena akumulasi vitamin D yang memiliki waktu paruh yang lama pada jaringan,
asupan berlebih vitamin D memiliki efek toksik yang kronis, seperti hypercalcemia dan
kerusakan ginjal. Banyak negara menetapkan batas maksimal asupan vitamin D sebesar 50
μg ( 2000 IU ) untuk dewasa.20Namun, batas asupan ini tidak didasari penelitian yang
adekuat terhadap hubungannya dengan toksisitas dan para peneliti membuktikan bahwa
keracunan jarang terjadi sampai asupan melebihi 10.000 IU/ hari.23
Sebuah Penelitian membuktikan hypercalcemia atau hypercalciuria tidak muncul
pada orang dewasa yang mengasup lebih dari 250 μg ( 10 000 IU ) setiap hari untuk jangka
waktu yang lama. Review baru-baru ini merekomendasikan batas maksimal asupan vitamin
D mencapai 250 μg ( 10 000 IU ) setiap hari, namun penelitian masih perlu dilakukan.24
Tidak ada bukti yang menyakinkan efek buruk dari asupan 125 μg ( 5000 IU ) setiap
hari. Meskipun Women’s Health Initiative yang menggunakan 10 μg ( 400 IU ) setiap hari,

ditemukan meningkatnya insiden nephrolithiasis, tidak ada kenaikan dari serum 25hydroxyvitamin D pada jumlah kecil dari partisipan, dan calciuria tidak diukur.25
Efek vitamin D terhadap bone mineral density
Difisiensi vitamin D berhubungan dengan rendahnya bone mineral density, yang
merupakan kunci dari faktor risiko kejadian osteoporosis. 26Penelitian membuktikan
hubungan yang positif antara serum 25hydroxyvitamin D ( 40-90 nmol/L ) dan
meningkatnya kepadatan tulang.27
Pada wanita > 65 tahun, asupan vitamin D 3 17.5 atau 20 μg ( 700 atau 800 IU )
menyebabkan perubahan yang kecil namun signifikan terhadap bone mineral density pada
tulang lumbar spine dan femoral neck daripada placebo.28 Hal yang sama diungkapkan
Women’s Health Initiative bahwa 2431 wanita yang mengasup vitamin D dan kaslium
suplemen dapat meningkatkan kepadatan tulang panggul 1.06%.25
Suatu penelitian membuktikan bahwa serum vitamin D yang rendah pada anak-anak
dan remaja setelah diberikan suplementasi vitamin D akan meningkatkan kepadatan tulang

khusunya pada tulang tulang belakang dan total body bone mineral content tetapi tidak
dengan serum vitamin D yang normal.29
Penelitian menunjukkan suplementasi kalsium dan vitamin D menurunkan bone loss
pada lansia, dan menurunkan risiko terjadinya patah tulang, termasuk patah tulang di daerah
pinggul, sebesar 20-30%.1Cukup asupan vitamin D dan kalsium adalah cara yang aman,
efektif, dan murah untuk mengurangi risiko terjadinya patah tulang.30

Efek vitamin D terhadap kejadian patah tulang
Rendahnya serum 25-hydroxyvitamin D berhubungan dengan kejadian patah
tulang.8 Pada meta-analysis, Bischoff- Ferrari dan kolega 31 menggabungkan data dari 5
penelitian dengan n=9829 yang menggunakan 17.5 atau 20 μg ( 700-800 IU ) vitamin D 3
dengan hasil mampu menurunkan kejadian patah tulang nonvertebral sebesar 23%. Tidak
jauh beda dengan meta-analysis baru-baru ini yang menemukan bahwa asupan kalsium di
atas 1200 mg setiap hari dikombinasikan dengan 20 μg ( 800 IU ) vitamin D mampu
menurunkan risiko patah tulang dan pencegahan bone loss superior.32
Efek vitamin D terhadap kejadian jatuh
Vitamin D mampu menurunkan risiko jatuh melalui meningkatkan kekuatan otot dan
fungsi lower-extremity.31Meta-analysis dari 5 percobaan menemukan bahwa vitamin D
secara signifikan mampu menurunkan risiko jatuh sebesar 22%, namun hal ini berbeda
ketika dibatasi menjadi 3 randomized controlled trials ( odds ration 0.83, 95% CI 0.651.06 ). Efek yang berbeda-beda terhadap percobaan pengaruh vitamin D ini mungkin
disebabkan karena perbedaan populasi, dosis dan metode pengambilan data. Namun ada
bukti yang layak bahwa vitamin D3 pada dosis 20 μg ( 800 IU ) setiap hari mampu
menurunkan risiko jatuh.33

DAFTAR PUSTAKA
1. Lindsay R, Cosman F. Osteoporosis. In Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo
DL, Jameson JL, Loscalzo J (eds.), Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. New

York: McGraw-Hill; 2008, 2397–408.
2. Marcia Nelms, Kathryn Lacey, Sar Long Roth. Medical. Metabolic Disorder. Nutrition
Theraphy and Pathophsyology.2 edition. 2011 .
3. Sareen S. Gropper, Jack L. Smith, dan James L. Groff. Advanced Nutrition and Human
Metabolism. 5th ed. Canada: Wadsworth, Cengage Learning; 2009
4. Porth CM. Structure and function of the musculoskeletal system. In Porth CM, Matfi n G (eds.).
Pathophysiology: concepts of altered health status. 8th ed. Philadelphia (PA): Lippincott
Williams & Wilkins; 2009, 1454–64.
5. Standing Committee on the Scientifi c Evaluation of Dietary Reference Intakes, Food and
Nutrition Board, Institute of Medicine. Dietary Reference Intakes for Calcium, Phosphorus,
Magnesium, Vitamin D, and Fluoride. Washington (DC): National Academy Press, 1997
6. Veronica Mocano and Reinhold Vieth. Three-year follow-up of serum 25-hydroxyvitamin D,
parathyroid hormone, and bone mineral density in nursing home residents who had receive 12
months of daily bread fortification with 125 μg of vitamin D 3. Mocanu and Vieth Nutrition
Journal 2013, 12:137
7. Camille E. Powe, M.D., Michele K. Evans, M.D., Julia Wenger, M.P.H.,et al. Vitamin DBinding Protein and Vitamin D Status of Black Americans and White Americans. N Engl J Med
2013;369:1991-2000. DOI: 10.1056/NEJMoa1306357
8. David A. Hanley, Ann Cranney, Gleville Jones, et al. Vitamin D in adult health and disease: a
review and guideline statement form Osteoporosis Canada. CMAJ September 7, 2010182(12).
DOI:10.1503/cmaj.080663

9. Holick MF. Vitamin D deficiency. N Engl J Med 2007;357:266-81
10. Gaugris S, Heaney RP, Boonen S, et al. Vitamin D inadequacy among postmenopausal women:
a systematic review. QJM 2005;98:667-76.
11. Matsuoka LY, Wortsman J, Hollis BW. Use of topical sunscreen for the evaluation of regional
synthesis of vitamin D3. J Am Acad Dermatol 1990;22:772-5.
12. Barger-Lux MJ, Heaney RP. Effects of above average summer sun exposure on serum 25hydroxyvitamin D and calcium absorption. J Clin Endocrinol Metab 2002;87:4952-6.
13. Dawson-Hughes B. Osteoporosis. In Shils ME, Shike M, Ross AC, Cabellero B, Cousins RJ
(eds.), Modern nutrition in health and disease. 10th ed. Philadelphia (PA): Lippincott Williams
& Wilkins; 2006,1339–52
14. Hollis BW. Circulating 25-hydroxyvitamin D levels indicative of vitamin D sufficiency:
implications for establishing a new effective dietary intake recommendation for vitamin D. J
Nutr 2005;135:317-22.
15. Webb AR. Who, what, where and when — influences on cutaneous vitamin D synthesis. Prog
Biophys Mol Biol 2006;92:17-25.
16. Johnell O, Borgstrom F, Jonsson B, et al. Latitude, socioeconomic prosperity, mobile phones
and hip fracture risk. Osteoporos Int 2007;18:333-7.
17. Holick MF. Sunlight and vitamin D for bone health and prevention of autoimmune diseases,
cancers, and cardiovascular disease. Am J Clin Nutr 2004;80(Suppl): 1678S-88S.
18. Meier C, Woitge HW, Witte K, et al. Supplementation with oral vitamin D3 and calcium during
winter prevents seasonal bone loss: a randomized controlled openlabel prospective trial. J Bone
Miner Res 2004;19:1221-30.
19. Freedman DM, Looker AC, Chang SC, et al. Prospective study of serum vitamin D and cancer
mortality in the United States. J Natl Cancer Inst 2007;99:1594-602.
20. Institute of Medicine. Dietary reference intakes for calcium, phosphorus, magnesium, vitamin D
and fluoride. Washington (DC): National Academy Press; 1997
21. Cranney A, Horsley T, O’Donnell S, et al. Effectiveness and safety of vitamin D in relation to
bone health. Evidence Report/Technology Assessment No. 158 (prepared by University of

22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.

Ottawa Evidence-based Practice Center [UO-EPC] under contract 290-02-0021). AHRQ Publ.
No. 07-E013. Rockville (MD): Agency for Healthcare Research and Quality; 2007
Paul Lips, Roger Bouillon, Natasja M. van Schoor, Dirk Vanderschueren, Sabine Verschueren,
Natalia Kuchuk, Koen Milisen ,and Steven Boonen. Reducing fracture risk with calcium dan
vitamin D. Clinical Endocrinology (2010) 73, 277–285.
National Institutes of Health. Osteoporosis Prevention, Diagnosis, and Th erapy. NIH consensus
statements. 2000;17(1):1–52. Available at http:// consensus.nih.gov/cons/111/ 111_statement.pdf
Hathcock JN, Shao A, Vieth R, et al. Risk assessment for vitamin D. Am J Clin Nutr 2007; 85:
6-18.
Jackson RD, LaCroix AZ, Gass M, et al. Calcium plus vitamin D supplementation and the risk
of fractures. N Engl J Med 2006;354:669-83.
Brown JP, Josse RG. 2002 clinical practice guidelines for the diagnosis and management of
osteoporosis in Canada. CMAJ 2002;167(Suppl):S1-34.
Dawson-Hughes B, Heaney RP, Holick MF, et al. Estimates of optimal vitamin D status.
Osteoporos Int 2005;16:713-6.
Grados F, Brazier M, Kamel S, et al. Effects on bone mineral density of calcium and vitamin D
supplementation in elderly women with vitamin D deficiency. JointBone Spine 2003;70:203-8.
Tania Winzenberg, Sandi Powell, Kelly Anne Shaw,Graeme Jones. Effects of vitamin D
supplementation on bone density in healthy children: systematic review and meta-analysis. BMJ
2011;342:c7254 doi:10.1136/bmj.c7254
National Osteoporosis Foundation. Physician’s guide to prevention and treatment of
osteoporosis. Washington (DC): National Osteoporosis Foundation; 2003.
Bischoff-Ferrari HA, Willett WC, Wong JB, et al. Fracture prevention with vitamin D
supplementation: a meta-analysis of randomized controlled trials. JAMA 2005;293:2257-64.
Tang BM, Eslick GD, Nowson C, et al. Use of calcium or calcium in combination with vitamin
D supplementation to prevent fractures and bone loss in people aged 50 years and older: a metaanalysis. Lancet 2007;370:657-66.
Bischoff-Ferrari HA, Dawson-Hughes B, Willett WC, et al. Effect of vitamin D on falls: a metaanalysis. JAMA 2004;291:1999-2006.