Konsep Dasar Kebijakan Luar Negeri dan E

Mustika K. Wardani 071012043 1
Perbandingan Politik Luar Negeri Minggu Ke 2

Konsep Dasar: Kebijakan Luar Negeri dan Evolusi dari Kebijakan Luar Negeri
Sebagai penstudi Hubungan Internasional (HI) yang erat kaitannya dengan interaksi
antar negara bangsa ataupun entitas lain yang sifatnya beyond the territory of the state, tentu
kita sudah familiar dengan istilah Kebijakan Luar Negeri (selanjutnya disingkat KLN).
Wicaksana (2014) mengatakan bahwa relasi antara ilmu HI dengan KLN adalah tak
terbantahkan. Lalu apakah yang dimaksud dengan KLN? Pada review ini, penulis akan
mencoba memaparkan mengenai apakah yang dimaksud dengan KLN dan konsep-konsep
dasar yang melingkupinya. Kendati sebenarnya tidak ada konsensus mengenai definisi dari
KLN (Dugis, 2014), KLN oleh Breuning (2007) didefinisikan sebagai keseluruhan kebijakan
suatu negara terhadap entitas diluar batas wilayahnya.
Kebijakan Luar Negeri (KLN) seringkali dimaknai sebagai hal yang rumit/
kompleks (puzzling). Selain rumit, KLN seringkali dianggap sebagai titik krusial yang
menyebabkan terjadinya peristiwa besar dan monumental seperti perang dan krisis –
walaupun tidak semua KLN ber-efek demikian– (Breuning, 2007). Pernyataan Breuning
(2007), ini dibenarkan oleh Wicaksana (2007), bahwa studi mengenai KLN adalah hal yang
kompleks. Selain itu, KLN suatu negara bangsa –apalagi jika negara tersebut adalah negara
bangsa yang besar– akan mampu menghadirkan peristiwa yang monumental dan
mempengaruhi tatanan dunia.

Kerumitan dan signifikansi suatu KLN tercermin pada peristiwa Invasi Irak yang
saat itu dipimpin oleh Saddam Hussain ke Kuwait pada tahun 1990an. Dalam kasus ini,
Amerika Serikat dibawah komando George H. W. Bush memutuskan turut campur dalam
membantu Kuwait mendepak Irak, sebuah tindakan yang diluar perhitungan Saddam Hussain.
Saddam berfikiran bahwa Invasi ‘kecil’ nya ke negara tetangga tidak akan menarik perhatian
si super power Amerika Serikat yang sedang dalam uforia kehancuran Soviet dan krisis
ekonomi setelahnya. Selain itu, keyakinan Saddam bahwa Amerika tidak akan turut campur
diperkuat oleh pernyataan duta besar Amerika untuk Irak pada masa itu, April Glaspie (t.t)
bahwa, “we have no opinion on the Arab, Arab conflicts like your border disagreement with
Kuwait.” Namun pada kenyataannya Amerika justru bertindak sebaliknya. Amerika merasa
tidak bisa membiarkan Invasi Irak ke Kuwait. Keterlibatan Amerika sebagai Hegemon
tunggal dunia membuat Irak terperangkap dalam konflik berkepanjangan dan tidak bisa
dimenangkan, yang pada akhirnya banyak memberikan kerugian ekonomi (Breuning, 2007).
Contoh kasus yang dipaparkan diatas merupakan contoh yang memperlihatkan
betapa rumitnya KLN. Marijke Breuning menuliskan dalam artikelnya, Foreign Policy
Analysis: A Comparative Introduction (2007), bahwa berdasarkan analisis para penstudi KLN
dan tinjauan ulang para sejarawan, keputusan yang diambil Saddam Hussain adalah hal yang
rumit. Hal ini dikarenakan pada saat membuat keputusan, pengambil keputusan (Saddam)
tidak benar-benar tahu posisi Irak dan medan yang sedang dihadapi. Bahkan beberapa
menganggap keputusan Saddam tersebut irasional dan merupakan tindakan orang tidak waras

atau bodoh. Namun, memberikan justifikasi siapa yang irasional dan siapa yang tidak, atau
siapa yang bodoh dan siapa yang cerdas, bukanlah fokus dari studi KLN yang tujuan
utamanya adalah memberikan pemahaman seutuhnya terhadap suatu KLN (Breuning, 2007).
Labih jauh, Breuning menjelaskan bahwa ketika hendak memahami kebijakan luar
negeri, proses analisis harus didasarkan pada asumsi bahwa kebijakan luar negeri tersebut
dibuat oleh manusia rasional, yang dengan cara rasional berusaha memberikan keputusan
terbaik bagi negaranya. Setelah itu barulah bisa dimulai tahap selanjutnya, yaitu:
menganalisis hal-hal yang motivasi pemimpin sehingga memutuskan membuat suatu
kebijakan tertentu; menganalisis pemahaman pemimpin terhadap situasi yang terjadi; dan
faktor-faktor apa yang membuat kebijakan tersebut terkotakkan menjadi kebijakan yang
gagal (Breuning, 2007).

Mustika K. Wardani 071012043 2
Perbandingan Politik Luar Negeri Minggu Ke 2

Selain itu, terdapat dua konsep penting yang perlu diberi perhatian khusus dalam
studi KLN, yaitu: (1) rasionalitas (rationality), dan (2) kebijakan yang baik (good policy). (1)
Dalam kasus yang dicontohkan, ‘kegilaan’ Saddam secara sekilas terlihat sebagai perangai
yang sulit ditutupi. Namun jika analis mencoba menelaah kasus tersebut dari sudut pandang
Saddam, mungkin akan diketahui hal-hal terselubung yang mempengaruhi Saddam saat

pengambilan kebijakan. Sehingga anggapan irasional terhadap Saddam berubah menjadi
pernyataan ‘oh ternyata cukup rasional juga’. Dari penjelasan tersebut, Breuning (2007)
mencoba memberikan eksplanasi bahwa rasionalitas adalah sesuatu yang sangat kontekstual
dan subyektif . Bisa jadi suatu keputusan yang menurut si A cukup rasional untuk dieksekusi,
menurut si B tidak cukup rasional untuk dieksekusi. (2) Sedangkan kebijakan luar negeri bisa
dikatakan sebagai kebijakan yang baik (desirable) atau tidak (disastrous), bisa dilihat
berdasarkan kajian mengenainya dimasa datang dan peristiwa yang mengikutinya. KLN
Saddam ketika menginvasi Kuwait, dalam hal ini adalah kebijakan yang disastrous. Namun
tetap saja tidak ada standar pakem dalam menentukan suatu KLN itu sukses atau tidak.
Breuning (2007: 4) menawarkan cara penilaian baik tidaknya sebuah KLN adalah dengan
berdasar pada (a) proses bagaimana kebijakan tersebut bisa dibentuk?, dan (b) apa saja faktor
yang melatarbelakangi pemimimpin sehingga memutuskan kebijakan itu? (Breuning, 2007).
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, KLN tidak cukup hanya dikelaskan dari sudut
pandang pengambil keputusan (leader/ pemimpin) saja, melainkan juga dari sudut pandang
situasi politik domestik dan internasional yang mempengaruhinya. Kompleksitas yang ada
inilah yang menjadikan studi KLN bukanlah hal yang mudah. Penjelasan terbaik dalam
menganalisis suatu KLN yang diambil suatu negara dapat ditemukan dalam banyak faktor
kompleks yang saling bertautan satu sama lain (Breuning, 2007).
Lalu sebenarnya apa pentingnya mempelajari KLN? Breuning (2007) menuliskan
bahwa tujuan paling vital dalam mempelajari KLN adalah untuk memahami perilaku dan

tindakan negara baik terhadap negara lainnya maupun lingkungan internasional secara umum.
Secara tradisional, fokus studi KLN adalah untuk mencari cara paling strategis untuk
meningkatkan power dan keamanan negara. Yaitu dengan memprioritaskan beberapa hal
antara lain: mencari solusi-solusi diplomatis untuk menghindar dari terjadinya perang,
memproklamirkan peperangan jika memang perlu, dan yang terpenting adalah untuk
mempertegas integritas batas teritorial suatu negara.
Kendati demikian, fokus yang ada dalam KLN tidaklah bersifat statis. Hal ini selaras
dengan studi KLN sendiri yang evolusioner dan dinamis (Wicaksana, 2007). Walaupun
beberapa penstudi HI banyak yang berselisih pendapat mengenai penting tidaknya periodisasi
dari evolusi KLN yang berhubungan erat dengan tradisi dalam KLN itu sendiri, namun kata
‘dinamis’ sudah disepakati sebagai atribut tak terpisahkan dalam fokus KLN (Wicaksana,
2014). Breuning (2007) memaparkan bahwa dinamisnya fokus dalam studi KLN terlihat dari
mulai dijamahnya sektor ekonomi utamanya hubungan ekonomi antar negara, yaitu sejak
Perang Dingin berakhir. Interkoneksitas dalam globalisasi telah melahirkan interdependensi
tak terelakkan dalam bidang ekonomi antar negara-negara di dunia. Tidak hanya isu
keamanan dan ekonomi, studi terkait KLN terus berkembang hingga merambah pada isu
lingkungan, hak asasi manusia, pertumbuhan penduduk dan migrasi, kebijakan terkait energi
dan ketahanan pangan, bantuan luar negeri, pembangunan, serta dinamika hubungan antara
negara kaya dan miskin.
Perkembangan isu yang melingkupi studi KLN ini sekaligus berimplikasi pada

perkembangan aktor yang terlibat di dalamnya. Jika secara tradisional KLN hanya dilakukan
oleh negara dan pemimpin negara, pada era kekinian, selaras dengan munculnya kesadaran
dan ketertarikan masyarakat umum terhadap studi KLN, muncullah istilah public diplomacy
(yaitu: usaha diplomasi pemerintah terkait kebijakan tertentu yang mentargetkan masyarakat
umum dari negara sendiri maupun negara lain, dan media) dan citizen diplomacy (yaitu:

Mustika K. Wardani 071012043 3
Perbandingan Politik Luar Negeri Minggu Ke 2

usaha diplomasi masyarakat dan atau media kepada pemerintah terkait kebijakan tertentu)
(Breuning, 2007). Untuk contoh public diplomacy adalah pernyataan Bush junior kepada
publik internasional mengenai war on terrorism Amerika Serikat setelah peristiwa 9/11.
Sedangkan contoh dari citizen diplomacy dapat dilihat pada fenomena kemunculan kelompok
emistemik dan kosmopolitan yang seringkali mempunyai pengaruh signifikan pada
pengambilan kebijakan tertentu.
Wicaksana (2014), menyebutkan bahwa dalam evolusi studi KLN, terdapat
setidaknya empat periodisasi. (1) Initial Generation atau First Generation atau Ontological
Tradition. Disini, diputuskan bahwa KLN dan HI sebagai bidang studi membutuhkan satu
ruang lingkup area yang jelas. Selain itu, Ontological Tradition sendiri terbagi menjadi dua.
(a) Normative position, yaitu ketika decision maker memutuskan suatu KLN, maka keputusan

tersebut didasarkan pada kebenaran normatif atau what it should be. (b) Empirical
position,yaitu bahwa ketika decision maker memutuskan suatu KLN, maka keputusan
tersebut didasarkan pada fakta dan kenyataan tanpa mempedulikan tatanan normatif.
Selanjutnya adalah (2) Second Generation atau Epistemological Tradition. Didalam periode
ini, tidak dipermasalahkan jika seorang decision maker memilih normative position atau
empirical position dalam meutuskan suatu KLN. Apapun posisi yang dipilih, yang terpenting
adalah metode yang digunakannya jelas. Wicaksana (2014) menjelaskan, bahwa sedikitnya
terdapat lima metode pengambilan KLN. (a) Metode pengambilan KLN dengan
memperhatikan situasi dan menggunakan decision making theory. Dalam metode ini, terdapat
suatu KLN sebelum diaplikasikan akan disimulasikan terlebih dahulu. (b) Metode
pengambilan KLN dengan memperhatikan interaksi entitas domestik dengan entitas lain
diatasnya. Metode ini disebut juga sebagai metode classical realism. (c) Metode pengambilan
KLN dengan secara scientific memperhatikan interaksi antar entitas internasional (systemic
factor). (d) Metode Komparatif. Metode ini adalah metode yang paling umum digunakan
dalam pengambilan suatu KLN. Dalam metode yang bertujuan untuk menemukan keteraturan
dalam KLN, digunakan Level of Analysis. (e) Metode Key-Study. Dalam metode yang
menolak metode komparasi ini, dasarnya adalah pada asumsi bahwa tidak ada konsensus
universal yang menyepakati metode tertentu sebagai metode pakem pengambilan KLN.
Periodisasi selanjutnya dalam evolusi studi KLN adalah (3) Third Generation atau
Axiological Tradition, yang menjelaskan bahwa selama ini metode ilmiah dalam studi KLN

hanya ‘memuaskan’ penstudi KLN itu sendiri saja. Sementara science itu sendiri sebenarnya
tidak ada gunanya jika tidak memberikan manfaat yang luas. Untuk itu, dalam periode ini
para penstudi mulai membuat studi KLN bersinggungan dengan disiplin ilmu lain sehingga
membuatnya menjadi applicable. Mulai berkembangnya tradisi ini dapat dilihat dari mulai
munculnya bahasan-bahasan KLN yang bersinggungan dengan feminisme, fundamentalisme,
dll. Yang terakhir adalah (4) Fourth Generation atau Pragmatic Tradition, yaitu periode atau
tradisi yang mulai mempertanyakan apakah paradigma itu perlu dalam studi KLN dan HI.
Dalam metode ini, teori, tradisi, atau metode tidaklah lagi penting, yang paling penting
adalah nilai (value) (Wicaksana, 2014).
Selanjutnya, penulis akan memaparkan mengenai metode komparasi sebagai general
theory of foreign policy. Breuning (2007), mengatakan bahwa proses pengambilan keputusan
dalam studi komparasi seringkali ditemukan kata keputusan (decision), perilaku (behavior),
dan hasil (outcome). Ketiga hal tersebut (keputusan, perilaku, dan hasil) sebenarnya adalah
alur dari proses pengambilan keputusan itu sendiri. Ketika seorang pengambil keputusan
(pemimpin/ leader) mempunyai tujuan yang hendak dicapai diluar teritori negaranya, maka
pemimpin tersebut akan merumuskan suatu KLN yang tertuang dalam opsi-opsi yang paling
dimungkinkan untuk dijalankan. Dari banyak opsi, maka pemimpin hanya akan memilih satu.
Opsi yang dipilih disebut sebagai keputusan (decision), dan aktualisasi dari keputusan adalah
perilaku (behavior). Sedangkan hasil (outcome) adalah abstraksi lebih jauh dari keputusan.


Mustika K. Wardani 071012043 4
Perbandingan Politik Luar Negeri Minggu Ke 2

Didalam hasil (outcome), keputusan yang diaktualisasi akan terkomparasi oleh faktor-faktor
lain seperti reaksi negara lain atau reaksi entitas internasional, dll, sehingga hasil (outcome)
tidak selalu sama seperti yang tujuan awal sebagaimana direncanakan oleh decision maker.
Oleh sebab itu, seorang pengambil keputusan (pemimpin) yang strategis, akan mampu
memilih keputusan paling menguntungkan dan menimbulkan reaksi kooperatif dari pihakpihak lain supaya KLN negaranya bisa berhasil. Untuk bisa memunculkan keputusan paling
strategis tersebut, maka diperlukan analisis mendetail kepada entitas lain yang dimungkinkan
memberikan reaksi. Yaitu dengan menggunakan metode komparatif level of analysis (LoA)
yang oleh Breuning (2007) dibagi menjadi tiga: individu, negara, dan sistem.
LoA individu fokus kepada sumbangan pemimpin atau pengambil keputusan
didalam KLN. Keberadaan LoA individu ini mengasumsikan bahwa satu orang sekalipun
mempunyai andil yang besar dalam menuliskan sejarah. Fokus LoA individu adalah pada
kepribadian dan persepsi dari person terkait yang akan mempengaruhi keputusan (decision).
LoA individu banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan kelompok disekitarnya. LoA negara
fokus pada faktor-faktor internal (domestik) yang dimungkinkan bisa mempengaruhi KLN
seperti kondisi pemerintahan, keberadaan kelompok etnis skala nasional, kondisi ekonomi
domestik, budaya dan sejarah nasional, dll. LoA negara akan melahirkan perilaku (behavior)
atau aktualisasi keputusan. Yang terakhir adalah LoA sistem. LoA sistem fokus pada

perbandingan dan interaksi antar negara. Di dalam LoA ini, akan dianalisis mengenai
kepentingan serta power dari negara dalam sistem internasional yang mungkin memberikan
reaksi ketika pemimpin mengeksekusi KLN. Kedetilan analisis pada level sistem akan
berdampak pada hasil (outcome) dari KLN. Walaupun ketiga LoA mempunyai signifikansi
masing-masing, namun ketiganya saling bertautan dalam mewujudkan sebuah KLN yang
desirable (Breuning, 2007).
Dari review diatas maka dapat disimpulkan bahwa studi mengenai KLN merupakan
suatu hal yang kompleks. Untuk mendapatkan pemahaman seutuhnya mengenai suatu KLN,
maka kita harus menganalisis dari sudut pandang pengambil keputusan (pemimpin/ leader),
mengapa dia memutuskan ini, dan motivasi apa yang melatar belakanginya. Keberadaan
entitas lain baik dalam level domestik maupun internasional juga mempunyai peran yang
signifikan dalam keberhasilan suatu KLN. Untuk mempermudah dalam menganalisis KLN,
terdapat salah satu metode paling umum yang bisa digunakan, yaitu metode komparasi
dengan instrumen Level of Analysis yang terdiri dari tiga macam: individu, negara, dan
sistem. Selain sifatnya yang kompleks, sifat dari studi KLN adalah dinamis dan akan terus
berkembang sesuai perkembangan studi HI dan pengetahuan manusia. Secara umum, penulis
sependapat bahwa dalam mempelajari KLN, terdapat kompleksitas tak terelakkan. Untuk itu,
akan menjadi sangat menarik sebagai salah satu penstudi HI, setelah mempelajari konsep
dasar dan fundamental mengenai KLN akan dilanjutkan dengan konsep-konsep yang lebih
mendalam dan rinci.

Daftar Pustaka
Breuning, Marijke. 2004. “Bringing ‘Comparative’ Back to Foreign Policy Analysis”,
International Politics, (41), hal. 618-628.
Dugis, Vinsensio M.A. 2014. “Konsep Dasar: Kebijakan Luar Negeri dan Evolusi dari
Kebijakan Luar Negeri”. Dalam perkuliahan minggu ke–2 mata kuliah Perbandingan
Politik Luar Negeri 11 September 2014. Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.
Wicaksana, I.W. Wahyu. 2014. “Konsep Dasar: Kebijakan Luar Negeri dan Evolusi dari
Kebijakan Luar Negeri”. Dalam perkuliahan minggu ke–2 mata kuliah Perbandingan

Mustika K. Wardani 071012043 5
Perbandingan Politik Luar Negeri Minggu Ke 2

Politik Luar Negeri 11 September 2014. Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.
Wicaksana, I.W. Wahyu. 2007. “Epistemologi Politik Luar Negeri; ‘A Guide to Theory’”.
Global & Strategist, Th I, No. 1, hal 18-29.