Modul Monitoring Pesisir Ekologi dan Sos
PESISIR
Ekologi dan Sosio-ekonomi
PESISIR
Ekologi dan Sosio-ekonomi
Team leader
Akbar Ario Digdo Agustinus Wijayanto
Team member
Ami Raini Putriraya Andronicus Laely Hidayati Efra Wantah Topan Cahyono Henry Petra Jonanis
Layout
I. 1
D.4 Sasaran 30
A. 1
D.5 SMS Gateway 30
B. 1
D.5.a. Kelebihan SMS Gateway 30
C. 2
D.5.b. Manfaat dan kegunaan 30
D.
D.5.c. Fungsi SMS Gateway dalam Pengawasan 30
E.
D.5.d. HP SMS Gateway Yang Sudah Disebarkan kepada Pokmaswas oleh Ditjen PSDKP
F.
D.5.e Pengiriman Laporan melalui SMS Gateway 31
II. 3
D.5.f. Format Pengiriman Informasi 31
A. Ekosistem Pesisir 3
D.5.g. Hal Yang harus diperhatikan dalam Pengiriman Informasi melalui SMS
A.1. Terumbu Karang 4
Gateway 32
A.2. Ikan karang
III.
A.3. Lamun 5
Daftar Pustaka
A.4. Mangrove
B. Konektivitas antar ekosistem 8
C. Metode Pemantauan. 9
C.1. Aspek Ekologi. 10
C.1.a. Metode Pengamatan Terumbu Karang 10
C.1.b. Metode Pengamatan Ikan Karang 12
C.1.c. Metode Pengamatan Lamun 13
C.1.d. Metode PengamatanMangrove 16
C.2. Aspek Sosial
C.2.a. Pemanfaatan sumber daya alam pesisir 18
I. 1
D.4 Sasaran 30
A. 1
D.5 SMS Gateway 30
B. 1
D.5.a. Kelebihan SMS Gateway 30
C. 2
D.5.b. Manfaat dan kegunaan 30
D.
D.5.c. Fungsi SMS Gateway dalam Pengawasan 30
E.
D.5.d. HP SMS Gateway Yang Sudah Disebarkan kepada Pokmaswas oleh Ditjen PSDKP
F.
D.5.e Pengiriman Laporan melalui SMS Gateway 31
II. 3
D.5.f. Format Pengiriman Informasi 31
A. Ekosistem Pesisir 3
D.5.g. Hal Yang harus diperhatikan dalam Pengiriman Informasi melalui SMS
A.1. Terumbu Karang 4
Gateway 32
A.2. Ikan karang
III.
A.3. Lamun 5
Daftar Pustaka
A.4. Mangrove
B. Konektivitas antar ekosistem 8
C. Metode Pemantauan. 9
C.1. Aspek Ekologi. 10
C.1.a. Metode Pengamatan Terumbu Karang 10
C.1.b. Metode Pengamatan Ikan Karang 12
C.1.c. Metode Pengamatan Lamun 13
C.1.d. Metode PengamatanMangrove 16
C.2. Aspek Sosial
C.2.a. Pemanfaatan sumber daya alam pesisir 18 C.2.a. Pemanfaatan sumber daya alam pesisir 18
kerjasama antara YAPEKA dan GOODPLANET, diharapkan melalui Modul ini, dapat membantu pembaca dalam memahami cara memonitoring kondisi pesisir khususnya ekosistem-ekosistem penyusunnya seperti mangrove, padang lamun dan terumbu karang dengan tidak melupakan sisi sosial, ekonomi, budaya dari masyarakat yang bergantung hidup di wilayah pesisir.
Konektivitas yang sinergis antara ekosistem penyusunnya akan memunculkan pengelolaan sumber daya pesisir yang lestari. Khususnya pemanfaatan oleh masyarakat pesisir yang sesuai daya regenerasi ekosistem pesisir, akan mampu untuk menjaga kelestarian sumber daya pesisir di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu pengelolaan sumber daya pesisir yang lestari diharapkan mampu meningkatkan nilai ekonomi bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari birunya laut nusantara.
Semoga Modul Monitoring Pesisir ini dapat bermanfaat untuk pembaca, dalam kegiatan monitoring pesisir. Kami menyadari bahwa Modul Monitoring Pesisir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukkan dari semua pihak, demi penyempurnaan Modul Monitoring ini pada penerbitan selanjutnya.
Bogor, Maret 2015
kosistem di wilayah pesisir memiliki peranan yang sangat penting
dan nilai yang paling tinggi diantara ekosistem di bumi ini dalam memberikan “jasa lingkungan” berupa keseimbangan lingkungan
(Constanza et. al., 1997). Pengelolaan pesisir masih merupakan hal yang baru di Indonesia, padahal negeri ini dikenal memiliki lebih dari 17.508 pulau dan 81.000 kilometer panjang garis pantai. Namun demikian, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, daya dukung ekosistem pesisir dalam menyediakan segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan akan terancam rusak atau menurun.
Penurunan kondisi lingkungan pada suatu kawasan pesisir akan berakibat pada terganggunya berbagai macam aspek baik ekologi, sosial, maupun ekonomi. Sehingga, perlu dilakukan langkah-langkah konservatif guna menjaga kondisi wilayah perairan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui monitoring.
Pada modul ini dikemukakan dua jenis utama monitoring yaitu monitoring ekologi dan monitoring sosial-ekonomi. Mengapa demikian? Karena saat ini para penggiat konservasi pesisir masih sering memisahkan antar kedua komponen ini. Bahkan, pada sistem ekologi pun, kita masih sering memisahkan (kadang secara tidak sengaja) antar sub- komponennya, misalnya: antara mangrove, lamun dan karang. Padahal, ketiga komponen pesisir ini saling terkait satu sama lain. Monitoring ekologi meliputi monitoring sik dan biologis yang bertujuan untuk menilai status dan kecenderungan ekosistem pesisir di ekosistem mangrove, lamun dan karang. Sedangkan monitoring kondisi sosial ekonomi bertujuan untuk memahami bagaimana pengelola dan pengguna sumberdaya menggunakan, memahami serta berinteraksi dengan ekosistem. Kedua monitoring ini saling berkaitan satu sama lain, sehingga monitoring kedua aspek ini sebaiknya dilakukan pada tempat dan waktu yang sama.
A.
Latar Belakang
B.
uji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya sehingga Modul Monitoring Pesisir ini dapat terselesaikan. Modul Monitoring Pesisir tersusun atas
kerjasama antara YAPEKA dan GOODPLANET, diharapkan melalui Modul ini, dapat membantu pembaca dalam memahami cara memonitoring kondisi pesisir khususnya ekosistem-ekosistem penyusunnya seperti mangrove, padang lamun dan terumbu karang dengan tidak melupakan sisi sosial, ekonomi, budaya dari masyarakat yang bergantung hidup di wilayah pesisir.
Konektivitas yang sinergis antara ekosistem penyusunnya akan memunculkan pengelolaan sumber daya pesisir yang lestari. Khususnya pemanfaatan oleh masyarakat pesisir yang sesuai daya regenerasi ekosistem pesisir, akan mampu untuk menjaga kelestarian sumber daya pesisir di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu pengelolaan sumber daya pesisir yang lestari diharapkan mampu meningkatkan nilai ekonomi bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari birunya laut nusantara.
Semoga Modul Monitoring Pesisir ini dapat bermanfaat untuk pembaca, dalam kegiatan monitoring pesisir. Kami menyadari bahwa Modul Monitoring Pesisir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukkan dari semua pihak, demi penyempurnaan Modul Monitoring ini pada penerbitan selanjutnya.
Bogor, Maret 2015
kosistem di wilayah pesisir memiliki peranan yang sangat penting
dan nilai yang paling tinggi diantara ekosistem di bumi ini dalam memberikan “jasa lingkungan” berupa keseimbangan lingkungan
(Constanza et. al., 1997). Pengelolaan pesisir masih merupakan hal yang baru di Indonesia, padahal negeri ini dikenal memiliki lebih dari 17.508 pulau dan 81.000 kilometer panjang garis pantai. Namun demikian, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, daya dukung ekosistem pesisir dalam menyediakan segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan akan terancam rusak atau menurun.
Penurunan kondisi lingkungan pada suatu kawasan pesisir akan berakibat pada terganggunya berbagai macam aspek baik ekologi, sosial, maupun ekonomi. Sehingga, perlu dilakukan langkah-langkah konservatif guna menjaga kondisi wilayah perairan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui monitoring.
Pada modul ini dikemukakan dua jenis utama monitoring yaitu monitoring ekologi dan monitoring sosial-ekonomi. Mengapa demikian? Karena saat ini para penggiat konservasi pesisir masih sering memisahkan antar kedua komponen ini. Bahkan, pada sistem ekologi pun, kita masih sering memisahkan (kadang secara tidak sengaja) antar sub- komponennya, misalnya: antara mangrove, lamun dan karang. Padahal, ketiga komponen pesisir ini saling terkait satu sama lain. Monitoring ekologi meliputi monitoring sik dan biologis yang bertujuan untuk menilai status dan kecenderungan ekosistem pesisir di ekosistem mangrove, lamun dan karang. Sedangkan monitoring kondisi sosial ekonomi bertujuan untuk memahami bagaimana pengelola dan pengguna sumberdaya menggunakan, memahami serta berinteraksi dengan ekosistem. Kedua monitoring ini saling berkaitan satu sama lain, sehingga monitoring kedua aspek ini sebaiknya dilakukan pada tempat dan waktu yang sama.
A.
Latar Belakang
B.
M C. misalnya mangrove, maupun lamun. Informasi ini akan berguna sebagai
yang sacara batasan wilayah masih belum jelas. Berikut ini beberapa A. W
bahan untuk pengelolaan.
ilayah Pesisir merupakan wilayah dengan karakteristik yang
Sumber Pengkajian
unik, hingga saat ini pengertian pesisir masih menjadi
dan Pemetaan
pembicaraa, terutama mengenai ruang lingkup wilayah pesisir
D. menafsirkan dampak dari gangguan yang berskala besar ataupun juga
M pengelola dalam memahami status sumber daya yang ada, dan
onitoring juga penting bagi para pengelola untuk memahami
Ekosistem Pesisir
de nisi mengenai kawasan pesisir.
keragaman alami dan kecenderungan jangka panjang dalam
Kay dan Alder (1999) “The band of dry land adjancent ocean space
ekosistem yang dilindungi. Informasi ini akan membantu
(water and sub merged land) in wich terrestrial processes and land uses
directly affect oceanic processes and uses, and vice versa”. Menjelaskan
bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang menjadi tanda atau Status Sumberdaya dampak dari manusia. Informasi kecenderungan sumberdaya juga penting
batasan wilayah daratan dengan wilayah perairan dimana proses kegiatan dan Kecenderungan untuk menentukan apakah perubahan manajemen kawasan pesisir
dan akrivitas bumi serta penggunaan lahan masih mempengaruhi proses
Jangka Panjang
bekerja secara efektif. Sehingga monitoring rutin ini dapat memberikan
dan fungsi kelautan.
masukan untuk penentuan kebijakan manajemen adaptif.
Menurut kesepakatan terakhir internasional wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara laut dan daratan, kea rah darat mencakup wilayah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut,
panjang sosial, parameter ekonomi, budaya dan politik yang terkait M
E. dengan sumberdaya. Hal ini dapat memberikan informasi berharga
onitoring sosial-ekonomi memberikan informasi tentang orang-
dan ke arah laut meliputi paparan benua/continental shelf (Dahuri, dkk,
orang yang menggunakan sumberdaya dan stakeholder terkait
2001). Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir adalah wilayah
lainnya. Selain itu juga dapat memonitor status dan tren jangka
pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi
bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
Status dan Tren
tentang sumberdaya dan bagaimana cara pemanfaatannya. Monitoring
perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup
Jangka Panjang
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di dari Para Pengguna mengerti tentang sumber daya dan apakah mereka menganggap bahwa
juga dapat memberitahu pengelola kawasan apa yang masyarakat
darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan
ada kebutuhan untuk manajemen yang efektif.
karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
terjadi pada skala bentang alam, bahkan pada skala besar. Beberapa M
F. perubahan bersifat perlahan dan terkadang tak terasa, sehingga
emahami dampak gangguan terhadap ekosistem seperti akibat
Dari penjelasan yang diatas dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir
badai, aktivitas geologi, aktivitas manusia ataupun karena ada
merupakan wilayah tempat bertemunya daratan dan lautan yang
perubahan iklim. Perubahan akibat gangguan ini biasanya
mempengaruhi kondisi sik daerah di sekitar laut yang memiliki kontur
lebih datar. Kondisi ini menguntungkan wilayah pesisir untuk menjadi
wilayah yang potensial dalam pengembangan wilayaha secara
Memahami
diperlukan monitoring rutin untuk mengetahui ada tidaknya perubahan
keseluruhan. Banyaknya pola interaksi yang terjadi di kawasan pesisir menimbulkan beberapa karakter-karakter unik terkait interaksi
M C. misalnya mangrove, maupun lamun. Informasi ini akan berguna sebagai
yang sacara batasan wilayah masih belum jelas. Berikut ini beberapa A. W
bahan untuk pengelolaan.
ilayah Pesisir merupakan wilayah dengan karakteristik yang
Sumber Pengkajian
unik, hingga saat ini pengertian pesisir masih menjadi
dan Pemetaan
pembicaraa, terutama mengenai ruang lingkup wilayah pesisir
D. menafsirkan dampak dari gangguan yang berskala besar ataupun juga
M pengelola dalam memahami status sumber daya yang ada, dan
onitoring juga penting bagi para pengelola untuk memahami
Ekosistem Pesisir
de nisi mengenai kawasan pesisir.
keragaman alami dan kecenderungan jangka panjang dalam
Kay dan Alder (1999) “The band of dry land adjancent ocean space
ekosistem yang dilindungi. Informasi ini akan membantu
(water and sub merged land) in wich terrestrial processes and land uses
directly affect oceanic processes and uses, and vice versa”. Menjelaskan
bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang menjadi tanda atau Status Sumberdaya dampak dari manusia. Informasi kecenderungan sumberdaya juga penting
batasan wilayah daratan dengan wilayah perairan dimana proses kegiatan dan Kecenderungan untuk menentukan apakah perubahan manajemen kawasan pesisir
dan akrivitas bumi serta penggunaan lahan masih mempengaruhi proses
Jangka Panjang
bekerja secara efektif. Sehingga monitoring rutin ini dapat memberikan
dan fungsi kelautan.
masukan untuk penentuan kebijakan manajemen adaptif.
Menurut kesepakatan terakhir internasional wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara laut dan daratan, kea rah darat mencakup wilayah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut,
panjang sosial, parameter ekonomi, budaya dan politik yang terkait M
E. dengan sumberdaya. Hal ini dapat memberikan informasi berharga
onitoring sosial-ekonomi memberikan informasi tentang orang-
dan ke arah laut meliputi paparan benua/continental shelf (Dahuri, dkk,
orang yang menggunakan sumberdaya dan stakeholder terkait
2001). Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir adalah wilayah
lainnya. Selain itu juga dapat memonitor status dan tren jangka
pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi
bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
Status dan Tren
tentang sumberdaya dan bagaimana cara pemanfaatannya. Monitoring
perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup
Jangka Panjang
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di dari Para Pengguna mengerti tentang sumber daya dan apakah mereka menganggap bahwa
juga dapat memberitahu pengelola kawasan apa yang masyarakat
darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan
ada kebutuhan untuk manajemen yang efektif.
karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
terjadi pada skala bentang alam, bahkan pada skala besar. Beberapa M
F. perubahan bersifat perlahan dan terkadang tak terasa, sehingga
emahami dampak gangguan terhadap ekosistem seperti akibat
Dari penjelasan yang diatas dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir
badai, aktivitas geologi, aktivitas manusia ataupun karena ada
merupakan wilayah tempat bertemunya daratan dan lautan yang
perubahan iklim. Perubahan akibat gangguan ini biasanya
mempengaruhi kondisi sik daerah di sekitar laut yang memiliki kontur
lebih datar. Kondisi ini menguntungkan wilayah pesisir untuk menjadi
wilayah yang potensial dalam pengembangan wilayaha secara
Memahami
diperlukan monitoring rutin untuk mengetahui ada tidaknya perubahan
keseluruhan. Banyaknya pola interaksi yang terjadi di kawasan pesisir menimbulkan beberapa karakter-karakter unik terkait interaksi keseluruhan. Banyaknya pola interaksi yang terjadi di kawasan pesisir menimbulkan beberapa karakter-karakter unik terkait interaksi
karang merupakan ekosistem yang unik yang dide nisikan secara biologi (“Coral” Komunitas) dan secara geologi (“reef” Struktur) dibangun berasal dari batu kapur yang kemudian disekresikan sebagai bahan skeletal oleh karang. Karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan mulut berada diatas yang juga berfungsi sebagai anus (Suharsono, 2008).
Komunitas terumbu karang sangat beragam dan bervariasi, sehingga dinamika hubungan antara organisme karang dan sistem karang sendiri sangat kompleks (Froelich, 2002). Karang terjadi secara individu maupun membentuk terumbu yang besar, yang merupakan penghubung antara biota karang dengan produktivitas permukaan dimana perkembangannya dikendalikan oleh interaksi hidrogra lokal dan dinamika sedimen (Roberts et al. 2006).
kan karang merupakan organisme yang sangat mencolok di ekosistem terumbu karang sehingga mudah dan sering ditemui. Keberadaannya menjadikan terumbu karang sebagai ekosistem yang kaya di planet ini.
Dengan jumlahnya yang besar dan mengisi daerah terumbu, maka dapat dikatakan bahwa ikan karang merupakan penyokong hubungan yang ada di ekosistem ini (Nybakken, 1998). Ikan-ikan ini hidup berasosiasi dengan
Gambar 1. Terumbu karang
Sale, 1991), yaitu Labridae (wrasse), Scaridae (parrot shses), Pomacentridae (damsel shes), Acanthuridae (surgeon shes), Siganidae (rabbit shes), Zanclidae (Moorish idol), Chaetodontidae (butter y shes), Pomacanthidae (angel shes). Ikan – ikan dari kelompok tersebut mempunyai pola penyebaran yang berhubungan dengan penyebaran terumbu karang. Seluruh daur hidup selama masa post settlement (setelah masa larva menjadi dewasa) juga berlangsung di wilayah terumbu karang.
A.2. Ikan Karang
Gambar 2. Salah satu jenis ikan karang Myripristis hexagona,
ikan karang yang aktif di malam hari
amun merupakan tumbuhan berbunga yang hidup dan berkembang biak di dalam air laut dan membentuk rumpun atau padang yang luas, sehingga sering dikatakan sebagai padang lamun, ditemukan
sekitar 60 spesies lamun di lautan seluruh dunia (Government of Western Australia, 2011). Lamun tumbuh dan bereproduksi secara seksual dengan terus menerus terendam dalam air, mulai dari berbunga hingga penyerbukan selesai terjadi di bawah air. Lamun memiliki kemampuan
mengambil karbon anorganik dari air, sedangkan untuk nutrisi pertumbuhan diambil melalui akarnya, sedangkan penyerbukan terjadi bantuan arus perairan yang ditimbulkan oleh angin (Greve & Borum, 2004). Lamun memiliki akar, batang dan daun, perbedaan lamun dan rumput laut adalah lamun memiliki pembuluh darah internal serta akar sejati serta menghasilkan
A.3. Lamun
Helai daun
Tunas muda
Kelopak
daun daun
karang merupakan ekosistem yang unik yang dide nisikan secara biologi (“Coral” Komunitas) dan secara geologi (“reef” Struktur) dibangun berasal dari batu kapur yang kemudian disekresikan sebagai bahan skeletal oleh karang. Karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan mulut berada diatas yang juga berfungsi sebagai anus (Suharsono, 2008).
Komunitas terumbu karang sangat beragam dan bervariasi, sehingga dinamika hubungan antara organisme karang dan sistem karang sendiri sangat kompleks (Froelich, 2002). Karang terjadi secara individu maupun membentuk terumbu yang besar, yang merupakan penghubung antara biota karang dengan produktivitas permukaan dimana perkembangannya dikendalikan oleh interaksi hidrogra lokal dan dinamika sedimen (Roberts et al. 2006).
kan karang merupakan organisme yang sangat mencolok di ekosistem terumbu karang sehingga mudah dan sering ditemui. Keberadaannya menjadikan terumbu karang sebagai ekosistem yang kaya di planet ini.
Dengan jumlahnya yang besar dan mengisi daerah terumbu, maka dapat dikatakan bahwa ikan karang merupakan penyokong hubungan yang ada di ekosistem ini (Nybakken, 1998). Ikan-ikan ini hidup berasosiasi dengan
Gambar 1. Terumbu karang
Sale, 1991), yaitu Labridae (wrasse), Scaridae (parrot shses), Pomacentridae (damsel shes), Acanthuridae (surgeon shes), Siganidae (rabbit shes), Zanclidae (Moorish idol), Chaetodontidae (butter y shes), Pomacanthidae (angel shes). Ikan – ikan dari kelompok tersebut mempunyai pola penyebaran yang berhubungan dengan penyebaran terumbu karang. Seluruh daur hidup selama masa post settlement (setelah masa larva menjadi dewasa) juga berlangsung di wilayah terumbu karang.
A.2. Ikan Karang
Gambar 2. Salah satu jenis ikan karang Myripristis hexagona,
ikan karang yang aktif di malam hari
amun merupakan tumbuhan berbunga yang hidup dan berkembang biak di dalam air laut dan membentuk rumpun atau padang yang luas, sehingga sering dikatakan sebagai padang lamun, ditemukan
sekitar 60 spesies lamun di lautan seluruh dunia (Government of Western Australia, 2011). Lamun tumbuh dan bereproduksi secara seksual dengan terus menerus terendam dalam air, mulai dari berbunga hingga penyerbukan selesai terjadi di bawah air. Lamun memiliki kemampuan
mengambil karbon anorganik dari air, sedangkan untuk nutrisi pertumbuhan diambil melalui akarnya, sedangkan penyerbukan terjadi bantuan arus perairan yang ditimbulkan oleh angin (Greve & Borum, 2004). Lamun memiliki akar, batang dan daun, perbedaan lamun dan rumput laut adalah lamun memiliki pembuluh darah internal serta akar sejati serta menghasilkan
A.3. Lamun
Helai daun
Tunas muda
Kelopak
daun daun
Menurut Makwin (2010), lamun memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
siologis dan morfologis, sehingga mampu bertahan pada habitat
· Mampu hidup pada media air asin.
intertidal yang memiliki salinitas tinggi, oksigen rendah, miskin unsur
· Tidak mempunyai stomata
hara dan substrat yang dinamis. Sehingga menyebabkan adanya
· Pada batas terendah daerah pasang
perbedaan spesies mangrove di pasang tertinggi sampai terendah (gambar
surut dekat hutan bakau atau di
dataran terumbu karang. · Mempunyai rhizome, daun dan akar sejati. · Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter (di perairan tenang dan terlindungi).
· Habitat di perairan dangkal, agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.
· Mempunyai system perakaran yang berkembang biak.
Lamun memiliki biomassa relatif rendah dibandingkan dengan ekosistem darat, namun memiliki biomassa yang sangat tinggi
Gambar 5. Zonasi jenis mangrove berdasarkan tinggi rendah
dibandingkan dengan plankton (Short et al. pasang terendah dan pasang tertinggi air laut (khas PNG dan Kepulauan Solomon).
(gra s: Langgeng A.U)
2007). Lamun dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual. Pada reproduksi
Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri atas 12
seksual, tanaman menghasilkan bunga dan
genera tumbuhan berbunga (Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp,
Gambar 4. Salah satu jenis Lamun terjadi perpindahan serbuk sari dari bunga
Bruguiera sp, Ceriops sp, Xylocarpus sp, Lumitzera sp, Laguncularia sp,
Cymodocea rotundata
jantan ke ovarium bunga betina. Sebagian
Aegiceras sp, Aegiatilis sp, Snaeda sp, dan Conocarpus sp) yang termasuk
besar bunga spesies lamun menghasilkan
ke dalam 8 famili.
bunga dari satu jenis kelamin yang berbeda
Jenis mangrove tertentu, seperti Bakau (Rhizophora sp.) dan Tancang dengan individu yang berbeda pula. Beberapa lamun memiliki siklus
(Bruguiera sp.) memiliki daur hidup yang khusus, diawali dari benih yang hidup satu tahun atau dikenal dengan “semusim”, namun lamun juga
ketika masih pada tumbuhan induk berkecambah dan mulai tumbuh di dapat tumbuh secara aseksual (vegetatif) yaitu dengan memperluas
dalam semaian tanpa istirahat. Selama waktu ini, semaian memanjang dan rimpangnya atau bercabang seperti yang terjadi pada rumput.
distribusi beratnya berubah, sehingga menjadi lebih berat pada bagian Keberadaan komunitas lamun di perairan mempunyai manfaat secara
terluar dan akhirnya lepas. Selanjutnya semaian ini jatuh dari pohon terluar dan akhirnya lepas. Selanjutnya semaian ini jatuh dari pohon
Menurut Makwin (2010), lamun memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
siologis dan morfologis, sehingga mampu bertahan pada habitat
· Mampu hidup pada media air asin.
intertidal yang memiliki salinitas tinggi, oksigen rendah, miskin unsur
· Tidak mempunyai stomata
hara dan substrat yang dinamis. Sehingga menyebabkan adanya
· Pada batas terendah daerah pasang
perbedaan spesies mangrove di pasang tertinggi sampai terendah (gambar
surut dekat hutan bakau atau di
dataran terumbu karang. · Mempunyai rhizome, daun dan akar sejati. · Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter (di perairan tenang dan terlindungi).
· Habitat di perairan dangkal, agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.
· Mempunyai system perakaran yang berkembang biak.
Lamun memiliki biomassa relatif rendah dibandingkan dengan ekosistem darat, namun memiliki biomassa yang sangat tinggi
Gambar 5. Zonasi jenis mangrove berdasarkan tinggi rendah
dibandingkan dengan plankton (Short et al. pasang terendah dan pasang tertinggi air laut (khas PNG dan Kepulauan Solomon).
(gra s: Langgeng A.U)
2007). Lamun dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual. Pada reproduksi
Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri atas 12
seksual, tanaman menghasilkan bunga dan
genera tumbuhan berbunga (Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp,
Gambar 4. Salah satu jenis Lamun terjadi perpindahan serbuk sari dari bunga
Bruguiera sp, Ceriops sp, Xylocarpus sp, Lumitzera sp, Laguncularia sp,
Cymodocea rotundata
jantan ke ovarium bunga betina. Sebagian
Aegiceras sp, Aegiatilis sp, Snaeda sp, dan Conocarpus sp) yang termasuk
besar bunga spesies lamun menghasilkan
ke dalam 8 famili.
bunga dari satu jenis kelamin yang berbeda
Jenis mangrove tertentu, seperti Bakau (Rhizophora sp.) dan Tancang dengan individu yang berbeda pula. Beberapa lamun memiliki siklus
(Bruguiera sp.) memiliki daur hidup yang khusus, diawali dari benih yang hidup satu tahun atau dikenal dengan “semusim”, namun lamun juga
ketika masih pada tumbuhan induk berkecambah dan mulai tumbuh di dapat tumbuh secara aseksual (vegetatif) yaitu dengan memperluas
dalam semaian tanpa istirahat. Selama waktu ini, semaian memanjang dan rimpangnya atau bercabang seperti yang terjadi pada rumput.
distribusi beratnya berubah, sehingga menjadi lebih berat pada bagian Keberadaan komunitas lamun di perairan mempunyai manfaat secara
terluar dan akhirnya lepas. Selanjutnya semaian ini jatuh dari pohon terluar dan akhirnya lepas. Selanjutnya semaian ini jatuh dari pohon
erminologi konektivitas ekologi (ecological connectivity) dapat dimaknai sebagai interaksi antar ekosistem yang ditunjukkan oleh pergerakan hewan (bisa larva ataupun dewasa), dan pertukaran
materi-materi organik yang membentuk bagian dari proses ekologi dalam sistem. Konsep konektivitas menjelaskan keterkaitan antar habitat dalam berbagai skala ruang dan waktu. Aplikasi dari konsep ini dapat dilihat pada keterkaitan antar komponen-komponen ekosistem di pesisir, atau CEM (Coastal Ecosystem Mosaic) (Foley et. Al., 2010; Nagelkerken, 2009; Sheaves, 2009).
Contoh-contoh lain juga bisa dilihat pada kan-ikan karang yang diamati di Karimunjawa yang mengelompokkan ikan-ikan karang untuk menunjukkan konektivitas antar ekosistem lamun dan karang. Studi ini menggolongkan ikan menjadi resident karang, resident lamun, nursery dan generalist berdasarkan perilaku pergerakannya di ekosistem lamun dan karang. Dari 66 jenis ikan yang didapati di ekosistem lamun, memperlihatkan bahwa hanya 17% yang murni resident di lamun, sedangkan 21% lainnya merupakan jenis yang berpijah di lamun. Di
Gambar 6. Tegakan Mangrove
Selain konektivitas ekologi, kita juga harus mempertimbangkan ekosistem pesisir dan laut sebagai bagian dari sistem social ekologi (social ecological system). Sehingga konektivitas ekosistem dengan komponen sosialnya juga harus menjadi pertimbangan dalam melakukan alokasi ruang dalam perencanaan spasial. Di Indonesia, kerusakan ekosistem pesisir sering disebabkan oleh tidah harmonisnya pengelolaan sector sosial, ekonomi, pemerintahan, dan aplikasi pembangunan wilayah. Ini bertolak belang dengan kenyataan bahwa ekosistem pesisir memiliki peranan penting dalam menyediakan sumber protein murah bagi masyarakat. Untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai sistem ini, maka kita harus melihat ekosistem pesisir sebagai sebuah sistem sosial-ekologi.
Konsekuensinya, proses perencanaan dan pengelolaan harus memperhatikan keterkaitan antar elemen, baik elemen ekologi ataupun elemen sosial. Pengalokasian ruang dan pengelolaannya harus mempertimbangkan pola akses sumberdaya alam oleh masyarakat setempat pada saat ini (existing condition), untuk memastikan pola tata ruang yang ditawarkan dapat diterima dan dilaksanakan di tingkat lokal. Konektivitas ekologis harus dipastikan melalui pengalokasian ruang dan waktu yang sesuai untuk mempertahankan kesehatan ekosistem, melalui kajian-kajian terhadap komponen ekosistem yang berlangsung di dalamnya, baik secara ruang ataupun waktu (secara spasial dan secara temporal). Keseluruhan diharapkan mampu menghasilkan perencanaan kawasan pesisir dan laut yang berbasis ekosistem, mampu mendatangkan manfaat bagi ekosistem, bermanfaat bagi komponen sosial serta komponen ekonomi.
emantauan berbasis keilmuan ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah ada perubahan selama pelaksanaan proyek, dan tidak tertutup kemungkinan jika perubahan ini terus berlangsung bahkan
setelah proyek berakhir. Tidak hanya pemantauan secara ekologis, pemantauan secara sosial pun ditaksir. Mengapa demikian, karena aspek sosial kemasyarakatan tidak dapat dipisahkan dari aspek ekologis. Kedua aspek tersebut saling mempengaruhi. Manusia tidak dapat dipisahkan dari
B.
Konektivitas antar ekosistem
C.
Metode Pemantauan Metode Pemantauan
erminologi konektivitas ekologi (ecological connectivity) dapat dimaknai sebagai interaksi antar ekosistem yang ditunjukkan oleh pergerakan hewan (bisa larva ataupun dewasa), dan pertukaran
materi-materi organik yang membentuk bagian dari proses ekologi dalam sistem. Konsep konektivitas menjelaskan keterkaitan antar habitat dalam berbagai skala ruang dan waktu. Aplikasi dari konsep ini dapat dilihat pada keterkaitan antar komponen-komponen ekosistem di pesisir, atau CEM (Coastal Ecosystem Mosaic) (Foley et. Al., 2010; Nagelkerken, 2009; Sheaves, 2009).
Contoh-contoh lain juga bisa dilihat pada kan-ikan karang yang diamati di Karimunjawa yang mengelompokkan ikan-ikan karang untuk menunjukkan konektivitas antar ekosistem lamun dan karang. Studi ini menggolongkan ikan menjadi resident karang, resident lamun, nursery dan generalist berdasarkan perilaku pergerakannya di ekosistem lamun dan karang. Dari 66 jenis ikan yang didapati di ekosistem lamun, memperlihatkan bahwa hanya 17% yang murni resident di lamun, sedangkan 21% lainnya merupakan jenis yang berpijah di lamun. Di
Gambar 6. Tegakan Mangrove
Selain konektivitas ekologi, kita juga harus mempertimbangkan ekosistem pesisir dan laut sebagai bagian dari sistem social ekologi (social ecological system). Sehingga konektivitas ekosistem dengan komponen sosialnya juga harus menjadi pertimbangan dalam melakukan alokasi ruang dalam perencanaan spasial. Di Indonesia, kerusakan ekosistem pesisir sering disebabkan oleh tidah harmonisnya pengelolaan sector sosial, ekonomi, pemerintahan, dan aplikasi pembangunan wilayah. Ini bertolak belang dengan kenyataan bahwa ekosistem pesisir memiliki peranan penting dalam menyediakan sumber protein murah bagi masyarakat. Untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai sistem ini, maka kita harus melihat ekosistem pesisir sebagai sebuah sistem sosial-ekologi.
Konsekuensinya, proses perencanaan dan pengelolaan harus memperhatikan keterkaitan antar elemen, baik elemen ekologi ataupun elemen sosial. Pengalokasian ruang dan pengelolaannya harus mempertimbangkan pola akses sumberdaya alam oleh masyarakat setempat pada saat ini (existing condition), untuk memastikan pola tata ruang yang ditawarkan dapat diterima dan dilaksanakan di tingkat lokal. Konektivitas ekologis harus dipastikan melalui pengalokasian ruang dan waktu yang sesuai untuk mempertahankan kesehatan ekosistem, melalui kajian-kajian terhadap komponen ekosistem yang berlangsung di dalamnya, baik secara ruang ataupun waktu (secara spasial dan secara temporal). Keseluruhan diharapkan mampu menghasilkan perencanaan kawasan pesisir dan laut yang berbasis ekosistem, mampu mendatangkan manfaat bagi ekosistem, bermanfaat bagi komponen sosial serta komponen ekonomi.
emantauan berbasis keilmuan ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah ada perubahan selama pelaksanaan proyek, dan tidak tertutup kemungkinan jika perubahan ini terus berlangsung bahkan
setelah proyek berakhir. Tidak hanya pemantauan secara ekologis, pemantauan secara sosial pun ditaksir. Mengapa demikian, karena aspek sosial kemasyarakatan tidak dapat dipisahkan dari aspek ekologis. Kedua aspek tersebut saling mempengaruhi. Manusia tidak dapat dipisahkan dari
B.
Konektivitas antar ekosistem
C.
Metode Pemantauan Metode Pemantauan
Biasanya merupakan dasar dari bentuk
yang terjadi setiap waktu. Beberapa komponen biotik dalam ekosistem
Encrusting
ACE
acropora belum dewasa
pesisir yang akan dipantau adalah terumbu karang, ikan karang, lamun, dan mangrove dimana metode pemantauannya dapat dilihat pada
Tegak dengan bentuk seperti baji
penjelasan dibawah ini:
Submassive
ACS
Bercabang tidak lebih dari 2 °
Digitate
ACD
Bentuk seperti meja datar
CB Paling tidak 2 ° percabangan. Memiliki radial coralit
Encrusting terikat pada substrat CE
Sebagian besar
(mengerak). Paling tidak 2 ° percabangan.
Karang terikat pada satu atau lebih titik,
CF
seperti daun, atau berupa piring.
Foliose
Seperti batu besar atau gundukan
Berbentuk tiang kecil, knop atau baji
Massive
CM
Soliter, karang hidup bebas dari genera
Gambar 7. Model pencatatan data life form karang. Submassive
CS
Sumber: English et al. (1997)
Karang biru
Mushroom
CMS
C.1.a. Metode Pengamatan Terumbu Karang Karang api
Heliopora
CHL
Metode pengumpulan data persen penutupan karang menggunakan Bentuk seperti pipa-pipa kecil
Milepora
CME
metode transek titik atau point intercept trancet / PIT, yaitu metode survei
substrat dasar terumbu karang dengan mencatat jenis substrat dasar yang CTU
Tubipora
menyinggung transek garis dengan interval jarak tertentu (titik). Prosedur
Dead Coral
DC Baru saja mati, warna putih atau putih kotor
yang dilakukan yaitu: roll meter dibentangkan
sepanjang 50 meter sebanyak 3 kali ulangan pada Karang ini masih berdiri, struktur skeletal
Dead Coral with
DCA
Algae
masih terlihat
kedalaman dangkal (2 - 4 meter) dan dalam (8-10 meter). Komponen penyusun dasar terumbu karang
Soft Coral
SC
Karang bertubuh lunak
yang diamati digolongkan berdasarkan bentuk
Sponge
SP
Karang berbentuk tabung
pertumbuhan (life form) dan genera (English et al. 1997; pertumbuhan (life form) dan genera (English et al. 1997;
Biasanya merupakan dasar dari bentuk
yang terjadi setiap waktu. Beberapa komponen biotik dalam ekosistem
Encrusting
ACE
acropora belum dewasa
pesisir yang akan dipantau adalah terumbu karang, ikan karang, lamun, dan mangrove dimana metode pemantauannya dapat dilihat pada
Tegak dengan bentuk seperti baji
penjelasan dibawah ini:
Submassive
ACS
Bercabang tidak lebih dari 2 °
Digitate
ACD
Bentuk seperti meja datar
CB Paling tidak 2 ° percabangan. Memiliki radial coralit
Encrusting terikat pada substrat CE
Sebagian besar
(mengerak). Paling tidak 2 ° percabangan.
Karang terikat pada satu atau lebih titik,
CF
seperti daun, atau berupa piring.
Foliose
Seperti batu besar atau gundukan
Berbentuk tiang kecil, knop atau baji
Massive
CM
Soliter, karang hidup bebas dari genera
Gambar 7. Model pencatatan data life form karang. Submassive
CS
Sumber: English et al. (1997)
Karang biru
Mushroom
CMS
C.1.a. Metode Pengamatan Terumbu Karang Karang api
Heliopora
CHL
Metode pengumpulan data persen penutupan karang menggunakan Bentuk seperti pipa-pipa kecil
Milepora
CME
metode transek titik atau point intercept trancet / PIT, yaitu metode survei
substrat dasar terumbu karang dengan mencatat jenis substrat dasar yang CTU
Tubipora
menyinggung transek garis dengan interval jarak tertentu (titik). Prosedur
Dead Coral
DC Baru saja mati, warna putih atau putih kotor
yang dilakukan yaitu: roll meter dibentangkan
sepanjang 50 meter sebanyak 3 kali ulangan pada Karang ini masih berdiri, struktur skeletal
Dead Coral with
DCA
Algae
masih terlihat
kedalaman dangkal (2 - 4 meter) dan dalam (8-10 meter). Komponen penyusun dasar terumbu karang
Soft Coral
SC
Karang bertubuh lunak
yang diamati digolongkan berdasarkan bentuk
Sponge
SP
Karang berbentuk tabung
pertumbuhan (life form) dan genera (English et al. 1997;
pengenalan dan penghitungan jumlah dan jenis ikan yang diamati dalam suatu wilayah tertentu pada jarak dan waktu yang telah ditentukan. Transek pengamatan menggunakan garis maya yang ditarik paralel dengan transek garis membentuk luasan persegi panjang. Transek jenis ini dikenal dengan transek sabuk (Hill & Wilkinson, 2004). Metode ini digunakan untuk menghitung populasi ikan karang dan panjang totalnya, panjang transek yang digunakan pada pengamatan ini adalah sama dengan panjang transek PIT. Sensus visual ikan dapat digunakan untuk menduga keragaman, jumlah bahkan ukuran ikan. Informasi ini dapat mencerminkan kelimpahan, keragaman, dan biomasa ikan pada wilayah terumbu karang.
Pengamatan untuk biomasa ikan karang dilakukan dengan menggunakan data panjang ikan yang diambil dengan metode transek
sabuk pada kedalaman dangkal (2 – 4 m) dan dalam (8-10 meter). Transek terdiri dari 3 kali ulangan untuk transek berukuran 2 x 50 m (untuk ikan < 10 cm) dan transek berukuran 5 x 50 m (untuk ikan > 10 cm) (Gambar 3). Data frekuensi dan panjang ikan diambil dari sepanjang transek dengan dua tahap, tahap pertama dilakukan untuk mendata ikan- ikan yang lebih besar dari 10 cm, sedangkan tahap kedua untuk ikan-ikan yang lebih kecil dari 10 cm.
Identi kasi ikan karang menggunakan buku Reef Fish Tropical Paci c Identi cation (Allen et al, 2003) dan Pictorial Guide to: Indonesian Reef Fishes (Kuiter dan Tonozuka, 2001) sedangkan konstanta a dan b didapat dari shbase (www. shbase.org) dan Kulbicki, 2005.
Gambar 9. Clown sh (Amphiprion ocellaris) salah satu ikan penghuni terumbu karang.
I. Ukuran >10 cm
C.1.c. Metode Pengamatan Lamun
Metode yang digunakan pada monitoring ekosistem lamun yaitu metode seagrass-watch, dengan menggunakan quadrat plot ukuran 50x50cm yang diletakkan pada transek. Dengan 50X50m “site” lokasi, letakan 3 transek (masing- masing 50 m) paralel satu dengan lainnya, 25m jauhnya dan tegak lurus dari pantai (lihat contoh gambar 13),
Gambar 11. Gambaran metode yang dipakai dalam pengamatan.
Sumber: English et al. (1997)
pengenalan dan penghitungan jumlah dan jenis ikan yang diamati dalam suatu wilayah tertentu pada jarak dan waktu yang telah ditentukan. Transek pengamatan menggunakan garis maya yang ditarik paralel dengan transek garis membentuk luasan persegi panjang. Transek jenis ini dikenal dengan transek sabuk (Hill & Wilkinson, 2004). Metode ini digunakan untuk menghitung populasi ikan karang dan panjang totalnya, panjang transek yang digunakan pada pengamatan ini adalah sama dengan panjang transek PIT. Sensus visual ikan dapat digunakan untuk menduga keragaman, jumlah bahkan ukuran ikan. Informasi ini dapat mencerminkan kelimpahan, keragaman, dan biomasa ikan pada wilayah terumbu karang.
Pengamatan untuk biomasa ikan karang dilakukan dengan menggunakan data panjang ikan yang diambil dengan metode transek
sabuk pada kedalaman dangkal (2 – 4 m) dan dalam (8-10 meter). Transek terdiri dari 3 kali ulangan untuk transek berukuran 2 x 50 m (untuk ikan < 10 cm) dan transek berukuran 5 x 50 m (untuk ikan > 10 cm) (Gambar 3). Data frekuensi dan panjang ikan diambil dari sepanjang transek dengan dua tahap, tahap pertama dilakukan untuk mendata ikan- ikan yang lebih besar dari 10 cm, sedangkan tahap kedua untuk ikan-ikan yang lebih kecil dari 10 cm.
Identi kasi ikan karang menggunakan buku Reef Fish Tropical Paci c Identi cation (Allen et al, 2003) dan Pictorial Guide to: Indonesian Reef Fishes (Kuiter dan Tonozuka, 2001) sedangkan konstanta a dan b didapat dari shbase (www. shbase.org) dan Kulbicki, 2005.
Gambar 9. Clown sh (Amphiprion ocellaris) salah satu ikan penghuni terumbu karang.
I. Ukuran >10 cm
C.1.c. Metode Pengamatan Lamun
Metode yang digunakan pada monitoring ekosistem lamun yaitu metode seagrass-watch, dengan menggunakan quadrat plot ukuran 50x50cm yang diletakkan pada transek. Dengan 50X50m “site” lokasi, letakan 3 transek (masing- masing 50 m) paralel satu dengan lainnya, 25m jauhnya dan tegak lurus dari pantai (lihat contoh gambar 13),
Gambar 11. Gambaran metode yang dipakai dalam pengamatan.
Sumber: English et al. (1997)
· Epi t adalah ganggang melekat pada lamun sehingga lamun dengan prosedur ; Foto dokumentasi
tampak berbulu. Pertama perkirakan berapa banyak dari diambil pada 5m, 25m, 45m kuadrat permukaan bilah lamun yang tertutupi dalam kuadrat (misalnya pada tiap transek; atau pada kuadrat- jika 20% dari masing-masing bilah lamun tertutupi 50% oleh kuadrat tertentu yang dipilih khusus. epi t, maka tutupan epi t 10% dalam kuadrat. Siapkan juga pensil dan sabak untuk
mencatatat pengamatan.
· Epifauna adalah binatang sessile yang melekat pada bilah lamun,
catat berapa % tutupannya dalam kolom kosong lain jangan
2. Deskripsi komposisi sediment
digabungkan dengan kolom tutupan epi t. · Masukan jari sedalam 1cm kedalam
substrat dan rasakan teksturnya,
9. Ambil spesimen penutup lamun jika diperlukan
kemudian jelaskan/deskripsikan
· Sampel lamun harus ditempatkan dalam kantong plastik berlabel
sedimen dan masukan kedalam urutan
anti air (air laut). Pilih spesimen yang mewakili semua bagian
dominansi (misalnya pasir, pasir halus,
tanaman termasuk rimpang dan akar. Kumpulkan tanaman dengan
pasir/lumpur halus).
buah-buahan dan bungan struktur jika memungkinkan.
3. Jelaskan keistimewaan lainnya dan hitung
Setelah pengambilan data lapangan, dilaksanakan mekanisme pasca
identitas makrofauna
monitoring lapangan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
· Catat dan hitung setiap
1. Cek data sheet, pastikan semua kolom terisi
keistimewaan/ciri/ tur lain yang
· Pastikan tulis nama anda, tanggal dan lokasi kuadrat dengan rinci
menarik (seperti jumlah kerang, dan jelas. Catat pula nama pengamat lain serta mulai dan teripang, bulu babi, makanan kura- berakhirnya pengamatan. kura) kemudian masukan dalam kolom
komentar.
2. Bersihkan alat-alat dari kuadrat
· Singkirkan semua pasak dan gulung
4. Perkirakan persen tutupan lamun
meteran, jika meteran terkubur pasir · Perkirakan total persen (%) tutupan atau lumpur, maka lakukan
seagrass dalam kuadrat menggunakan Gambar 13. Transek kuadrat plot seagrass watch. penggulungan di dalam air. foto persen tutupan standar (lembar
kalibrasi) sebagai panduan.
3. Bersihkan dan kemas seluruh peralatan dengan baik
5. Perkirakan komposisi jenis lamun
Bilas semua pita/ meteran, pasak dan
Identi kasi jenis lamun dalam kuadrat dan tentukan persen
kuadrat menggunakan air tawar dan
kontribusi dari masing-masing jenis (dimulai dengan yang paling
biarkan kering
melimpah). Gunakan kunci identi kasi yang telah disediakan
· Tinjau persediaan peralatan untuk
6. Hitung tinggi kanopi
pengambilan sampel berikutnya
· Epi t adalah ganggang melekat pada lamun sehingga lamun dengan prosedur ; Foto dokumentasi
tampak berbulu. Pertama perkirakan berapa banyak dari diambil pada 5m, 25m, 45m kuadrat permukaan bilah lamun yang tertutupi dalam kuadrat (misalnya pada tiap transek; atau pada kuadrat- jika 20% dari masing-masing bilah lamun tertutupi 50% oleh kuadrat tertentu yang dipilih khusus. epi t, maka tutupan epi t 10% dalam kuadrat. Siapkan juga pensil dan sabak untuk
mencatatat pengamatan.
· Epifauna adalah binatang sessile yang melekat pada bilah lamun,
catat berapa % tutupannya dalam kolom kosong lain jangan
2. Deskripsi komposisi sediment
digabungkan dengan kolom tutupan epi t. · Masukan jari sedalam 1cm kedalam
substrat dan rasakan teksturnya,
9. Ambil spesimen penutup lamun jika diperlukan
kemudian jelaskan/deskripsikan
· Sampel lamun harus ditempatkan dalam kantong plastik berlabel
sedimen dan masukan kedalam urutan
anti air (air laut). Pilih spesimen yang mewakili semua bagian
dominansi (misalnya pasir, pasir halus,
tanaman termasuk rimpang dan akar. Kumpulkan tanaman dengan
pasir/lumpur halus).
buah-buahan dan bungan struktur jika memungkinkan.
3. Jelaskan keistimewaan lainnya dan hitung
Setelah pengambilan data lapangan, dilaksanakan mekanisme pasca
identitas makrofauna
monitoring lapangan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
· Catat dan hitung setiap
1. Cek data sheet, pastikan semua kolom terisi
keistimewaan/ciri/ tur lain yang
· Pastikan tulis nama anda, tanggal dan lokasi kuadrat dengan rinci
menarik (seperti jumlah kerang, dan jelas. Catat pula nama pengamat lain serta mulai dan teripang, bulu babi, makanan kura- berakhirnya pengamatan. kura) kemudian masukan dalam kolom
komentar.
2. Bersihkan alat-alat dari kuadrat
· Singkirkan semua pasak dan gulung
4. Perkirakan persen tutupan lamun
meteran, jika meteran terkubur pasir · Perkirakan total persen (%) tutupan atau lumpur, maka lakukan seagrass dalam kuadrat menggunakan Gambar 13. Transek kuadrat plot seagrass watch. penggulungan di dalam air. foto persen tutupan standar (lembar
kalibrasi) sebagai panduan.
3. Bersihkan dan kemas seluruh peralatan dengan baik
5. Perkirakan komposisi jenis lamun
Bilas semua pita/ meteran, pasak dan
Identi kasi jenis lamun dalam kuadrat dan tentukan persen
kuadrat menggunakan air tawar dan
kontribusi dari masing-masing jenis (dimulai dengan yang paling
biarkan kering
melimpah). Gunakan kunci identi kasi yang telah disediakan
· Tinjau persediaan peralatan untuk
6. Hitung tinggi kanopi
pengambilan sampel berikutnya pengambilan sampel berikutnya
(tiga) petak contoh (plot).
· Biarkan ditempat yang kering dan hangat atau tempat gelap selama Ÿ Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, identi kasi minimal 2 minggu. Untuk hasil terbaik, ganti koran setelah 2-3 setiap jenis tumbuhan mangrove yang ada, hitung jumlah individu hari. setiap jenis, dan ukur lingkaran batang setiap pohon mangrove
5. Serahkan seluruh data
pada setinggi dada (sekitar 1,3m).
· Data dapat dimasukkan kedalam MS-Excel atau gunakan data Ÿ Apabila belum diketahui nama jenis tumbuhan mangrove yang sheet yang telah ada
ditemukan, potonglah bagian ranting yang lengkap dengan
· Jadikan satu kesatuan data yaitu data sheet, foto dan herbarium daunnya, dan bila mungkin diambil pula bunga dan buahnya. sheet Bagian tumbuhan tersebut selanjutnya dipisahkan berdasarkan
jenisnya dan dimasukkan ke dalam kantong plastik atau dibuatkan
C.1.d. Metode Pengamatan Mangrove
koleksinya (herbarium) serta berikan label dengan keterangan yang Monitoring mangrove menggunakan metode transek garis kuadran (10 x
sesuai dengan yang terantum pada Tabel Form Mangrove untuk
10) meter. Transek ini merupakan metode yang digunakan untuk
masing- masing koleksi.
mengetahui keanekaragaman, kepadatan, dan obyek penting lain yang
Ÿ Pada setiap zona sepanjang transek garis, ukur parameter
berhubungan dengan kondisi hutan mangrove pada suatu tempat dan lingkungan yang ditentukan (suhu, salinitas, pH dan Eh tanah).
waktu tertentu. Dengan metode ini akan diketahui kelimpahan, jenis mangrove, penutupan mangrove, tingkat degradasi. Tahapan pengambilan
Ÿ Pada setiap petak contoh (plot), amati dan catat tipe substrat
data mangrove dengan transek garis (transect belt) yaitu:
(lumpur, lempung, pasir, dsb). Ÿ Catat fauna terestrial (serangga,
a. Penentuan Stasiun Pengamatan
burung, reptil, dsb) dan fauna akuatik
(Pengambilan Contoh)
(kepiting, kerang, ikan, dsb) yang ditemukan di setiap petak contoh
Ÿ Lokasi yang ditentukan untuk (plot). pengamatan vegetasi mangrove harus
mewakili kajian, dan juga harus dapat
Ÿ Catat dampak kegiatan manusia yang
mengindikasikan atau mewakili setiap
terjadi pada stasiun pengamatan,
zona hutan mangrove yang terdapat di
dengan memberikan skor dari 0 sampai
wilayah kajian.
dengan 4 sesuai dengan besarnya dampak (0=tidak ada dampak,
Ÿ Pada setiap lokasi ditentukan statiun-
1=dampak ringan, 2=dampak sedang,
stasiun pengamatan secara konseptual
3=dampak berat, 4=dampak sangat
berdasarkan keterwakilan lokasi kajian.
berat).
b. Prosedur Pengamatan (Pengambilan b. Prosedur Pengamatan (Pengambilan
(tiga) petak contoh (plot).
· Biarkan ditempat yang kering dan hangat atau tempat gelap selama Ÿ Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, identi kasi
minimal 2 minggu. Untuk hasil terbaik, ganti koran setelah 2-3
setiap jenis tumbuhan mangrove yang ada, hitung jumlah individu
hari.
setiap jenis, dan ukur lingkaran batang setiap pohon mangrove
5. Serahkan seluruh data
pada setinggi dada (sekitar 1,3m).
· Data dapat dimasukkan kedalam MS-Excel atau gunakan data Ÿ Apabila belum diketahui nama jenis tumbuhan mangrove yang
sheet yang telah ada ditemukan, potonglah bagian ranting yang lengkap dengan
· Jadikan satu kesatuan data yaitu data sheet, foto dan herbarium daunnya, dan bila mungkin diambil pula bunga dan buahnya.
sheet
Bagian tumbuhan tersebut selanjutnya dipisahkan berdasarkan jenisnya dan dimasukkan ke dalam kantong plastik atau dibuatkan
C.1.d. Metode Pengamatan Mangrove
koleksinya (herbarium) serta berikan label dengan keterangan yang Monitoring mangrove menggunakan metode transek garis kuadran (10 x
sesuai dengan yang terantum pada Tabel Form Mangrove untuk
10) meter. Transek ini merupakan metode yang digunakan untuk
masing- masing koleksi.
mengetahui keanekaragaman, kepadatan, dan obyek penting lain yang
Ÿ Pada setiap zona sepanjang transek garis, ukur parameter