Analisis Hukum Acara Sengketa Informasi

1

Analisis Yuridis Formil Sengketa Informasi Publik dan Perbandingannya
dengan Inggris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sumenep Nomor 14/
Pdt.Plw/2012/PN.Smp dan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama Inggris
Decision of The First-Tier Tribunal EA/2011/0024)
Oleh: Ardy Prasetyo

I.

Pendahuluan

Informasi menjadi aspek penting tidak hanya dalam perkembangan ilmu
pengetahuan, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan manusia. Setiap orang
dalam menjalani kehidupan pada dasarnya selalu berhubungan dengan informasi
termasuk dalam hal berkomunikasi. Dalam era persaingan global, entitas yang
bisa bertahan dan mengambil keuntungan dari persaingan global adalah entitas
yang menguasai sebanyak mungkin informasi. Informasi dipakai sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan, menerima dan menggunakan informasi itu untuk
memastikan pemahaman umum kita, dan menggunakannya sebagai sarana untuk
menambah pengetahuan.1

Hak atas informasi juga termasuk salah satu hak asasi manusia yang tercantum
dalam Pasal 19 Piagam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada
tahun 1946.2 Dalam DUHAM jelas terlihat bahwa hak untuk mencari dan
mendapatkan informasi merupakan bagian yang termasuk dalam kerangka
kebebasan berpendapat dan berekspresi (freedom of opinion and expression).3
Pentingnya hak atas informasi dan akses untuk mendapatkan informasi membuat
negara-negara di dunia merasa perlu untuk menciptakan serangkaian peraturanperaturan menyangkut akses informasi (Access to Information). Masing-masing
negara memiliki terminologi berbeda mengenai kebebasan informasi, seperti
1

Roger Cartwright et. al., The Handbook for Managing Resources and Information,
(New Delhi: Infinity Books, 2001).
2
Universal Declaration of Human Right 1946, Article 19: Everyone has the right to
freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without
interference and to seek, receive, and impart information and ideas through any media and
regarless of frontiers.
3
Diskusi Serial KIP dan OGP, “Transparansi Informasi dalam 3 Cara Pandang”
www.kebebasaninformasi.org/en/2013/12/03/diskusi-serial-iii-transparansi-informasi-dalam-3cara-pandang/ diakses tanggal 25 Oktober 2014.


2

Freedom of Information (FOI) di Inggris dan Amerika Serikat, Right to
Information (RTI) di Belanda dan Kanada, dan Jepang yang menggunakan istilah
Access to Information (ATI).4
Di negara-negara demokratis, pengakuan terhadap hak atas informasi sekaligus
merupakan

sarana

untuk

memantau

dan

mengawasi

penyelenggaraan


pemerintahan. Pemerintah yang demokratis akan berusaha semaksimal mungkin
membuka ruang informasi yang dibutuhkan publik. Itu sebabnya, di negara
demokratis konstitusional, keterbukaan informasi publik merupakan sarana untuk
mengoptimalkan penyelenggaraan negara secara umum, mengoptimalkan peran
dan kinerja badan-badan publik, serta segala sesuatu yang berakibat pada
kepentingan publik.5
Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu syarat terwujudnya
pemerintahan terbuka (Open Government) dan pemerintahan yang baik (Good
Governance). Pemerintahan yang terbuka mensyaratkan adanya jaminan atas lima
hal, yaitu: (i) hak untuk memantau perilaku pejabat publik; (ii) hak untuk
memperoleh informasi; (iii) hak untuk terlibat dalam pembentukan kebijakan
publik; (iv) kebebasan berekspresi antara lain kebebasan pers; dan (v) hak untuk
mengajukan keberatan terhadap penolakan atas keempat hak tersebut.6 Indonesia
mengakui keberadaan Freedom of Information dengan membuat pengaturan
tersendiri mengenai kebebasan informasi melalui Undang-undang Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang tersebut
merupakan pengejawantahan amanat konstitusi yang termaktub dalam Pasal 28F
UUD 1945.7
Penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi

yang akurat dan memadai juga merupakan suatu asas dalam menyelenggarakan
pemerintahan yang bersih. Asas Keterbukaan merupakan asas yang memiliki
pengertian asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
4

Ibid.
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, ed. 1, cet. 1 (Jakarta: Komisi Informasi Pusat
Republik Indonesia, 2009), hlm. 4.
6
Mas Achmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, (Jakarta: ICEL,
2001), hlm. 22.
7
Lih. Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945
5

3

informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,

golongan, dan rahasia negara sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 3
Angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.8
Mekanisme akses terhadap informasi pada kenyataannya tidak semudah yang
dibayangkan dan pasti akan menimbulkan sengketa. Undang-undang Keterbukaan
Informasi Publik telah mengakomodasi kesulitan tersebut dan upaya penyelesaian
sengketa informasi publik. Untuk itu, pemerintah melalui Undang-undang
Keterbukaan Informasi Publik membentuk sebuah lembaga negara yang bertugas
untuk menyelesaikan sengketa informasi publik melalui Mediasi dan/atau
Ajudikasi non-litigasi yang bernama Komisi Informasi.9 Di negara lain seperti
Inggris, negara tersebut juga memiliki pengaturan tersendiri mengenai kebebasan
infromasi yang tertuang dalam Freedom of Information Act 2000 (FOIA) yang di
dalamnya mengatur pula mengenai penyelesaian sengketa informasi melalui suatu
lembaga negara yang bernama The Information Commisioner dan penyelesaian
dengan jalur litigasi melalui The Information Tribunal.10
Dalam beracara melalui jalur litigasi atau pengadilan mengenai sengketa
informasi publik di Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah
mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan.


Terdapat dua

kompetensi Absolut dari sengketa informasi publik, yaitu Peradilan Umum dan
Peradilan Tata Usaha Negara.11 Masing-masing peradilan menerapkan hukum
acaranya dengan ketentuan-ketentuan khusus yang diatur tersendiri dalam
Peraturan Mahkamah Agung tersebut. Sedangkan beracara melalui Mediasi
ataupun Ajudikasi Non-Litigasi dilakukan melalui Komisi Informasi dengan tata
cara yang diatur dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang
8

Indonesia, Undang-Undang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi,
Dan Nepotisme, UU No. 28 Tahun 1999, LN No. 75 Tahun 1999, TLN No. 3851, Penjelasan Pasal
3 Angka 4.
9
Indonesia, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 14 Tahun 2008, LN
No. 61, TLN No. 4846, Pasal 23.
10
United Kingdom, Freedom of Information Act 2000 Chapter 36, Section 18
11
Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa

Informasi Publik Di Indonesia, Perma No. 2 Tahun 2011, Pasal 2.

4

Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Dalam tulisan ini akan
dijabarkan mengenai prosedur dan proses beracara dalam sengketa informasi
publik yang dilakukan oleh Moh. Siddiq sebagai pemohon informasi publik
terhadap RSUD. Moh. Anwar Kab. Sumenep melalui analisis Putusan Pengadilan
Negeri Sumenep Nomor 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp serta perbandingan tata cara
penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Roger Conway melawan The
Information Comissioner dalam putusan pengadilan tingkat pertama Inggris
Information Tribunal Decision EA/2011/0024.

II.

Rumusan Masalah

Dalam tulisan ini, penulis akan merumuskan pokok permasalahan berdasarkan
latar belakang yang ada dalam pendahuluan di atas sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme permohonan informasi terhadap badan publik dan

acara penyelesaian sengketa informasi publik melalui jalur litigasi dan nonlitigasi?
2. Bagaimana penerapan ketentuan mengenai hukum acara sengketa informasi
publik terhadap kasus Putusan Nomor 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp dan
perbandingannya dengan kasus di Inggris dalam Information Tribunal
Decision EA/2011/0024?
III.

Kasus Posisi

Mohammad Siddiq adalah seorang warga negara Indonesia yang mengajukan
surat permohonan informasi publik kepada Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moh.
Anwar Kabupaten Sumenep pada tanggal 9 November 2011. Informasi yang
diminta oleh Moh. Siddiq adalah berupa:
1. Salinan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun Anggaran 2009
beserta Perubahannya;
2. Salinan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun Anggaran 2011
(PAK);

5


3. Seluruh salinan Dokumen Kontrak pada pelaksanaan kegiatan dan pekerjaan
di RSUD dr. Moh. Anwar Kabupaten Sumenep;
4. Salinan SPJ Perjalanan Dinas untuk tahun anggaran 2009 s.d. tahun anggaran
2011 termasuk di dalamnya bukti pembayaran atau kwitansi.
Atas surat permohonan Moh. Siddiq tersebut, RSUD dr. Moh. Anwar Kabupaten
Sumenep tidak memberikan tanggapan atas permohonan informasi dari pemohon
informasi tersebut. Kemudian pada tanggal 5 Desember 2011 Pemohon informasi
mengirimkan surat keberatan kepada Termohon informasi.
RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep sebagai Termohon informasi juga tidak
memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan Pemohon. Dengan demikian
Moh. Siddiq mengajukan surat permohonan penyelesaian sengketa informasi ke
Komisi Informasi Jawa Timur pada tanggal 16 Januari 2012.
Pada tanggal 21 Februari 2012 Komisi Informasi Jawa Timur telah melakukan
Mediasi untuk menyelesaikan Sengketa Informasi Publik antara Pemohon dengan
Termohon. Namun, Moh. Siddiq menarik diri dari Mediasi dengan Surat No:
800/281/435.210/2012 pada tanggal 20 Februari 2012 perihal Penarikan Diri
Mediasi sehingga penyelesaian sengketa informasi dilakukan melalui ajudikasi
non-litigasi.
Komisi Informasi Jawa Timur pada akhirnya memutus sengketa tersebut melalui
Putusan


Komisi

Informasi

Jawa

Timur

Nomor:

009/I/KI-Prov.Jatim-PS-M-A/2012 dengan amar putusan yang pada intinya
sebagai berikut:
1. Menyatakan bahwa permohonan pemohon tentang Salinan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun Anggaran 2009 dan perubahannya dan
Salinan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun Anggaran 2011
(PAK) adalah informasi yang terbuka dan dapat diakses oleh publik, tetapi jika
dalam dokumen terdapat kegiatan yang menyangkut Pasal 17 Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka kegiatan
tersebut harus dihitamkan/dikaburkan oleh Termohon disertai alasannya.


6

2. Menyatakan bahwa permohonan tentang Salinan SPJ Perjalanan Dinas untuk
tahun anggaran 2009 s.d. tahun anggaran 2011 beserta dokumen
pendukungnya adalah informasi yang terbuka dan dapat diakses oleh publik
setelah diperiksa oleh instansi yang berwenang dan telah berkekuatan hukum
tetap.
3. Menyatakan bahwa tidak mengabulkan permohonan Pemohon untuk
mendapatkan seluruh salinan dokumen kontrak pada pelaksanaan kegiatan dan
pekerjaan di RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep beserta dokumen
pendukungnya karena informasi yang diminta oleh Pemohon tidak jelas/kabur.
Pada tanggal 22 Juni 2012, RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep sebagai Termohon
informasi mengajukan Gugatan Keberatan/Perlawanan terhadap Putusan Komisi
Informasi

Jawa

Timur

Nomor:

009/I/KI-Prov.Jatim-PS-M-A/2012

di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sumenep dengan Nomor Register Perkara
14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp dan menempatkan Moh. Siddiq sebagai Terlawan dalam
gugatan tersebut.

IV.

Analisis Yuridis Hukum Acara Keterbukaan Informasi Publik
Perkara 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp

Proses awal pengajuan permohonan informasi publik adalah dengan melakukan
permohonan kepada badan publik yang bersangkutan secara tertulis atau tidak
tertulis.12 Moh. Siddiq sebagai pemohon informasi telah mengajukan surat
permohonan kepada badan publik pada tanggal 9 November 2011 yang berarti
permohoan diajukan secara tertulis. RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep
seharusnya diwajibkan untuk melakukan pemberitahuan atas permintaan
informasi tersebut dalam waktu sepuluh hari.13 Namun, pihak rumah sakit tidak
menyampaikan tanggapan apapun terhadap permintaan tersebut. Sesuai dengan
Pasal 35 ayat (1) huruf c Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, pihak
pemohon dapat mengajukan keberatan terhadap badan publik yang bersangkutan
dan Moh. Siddiq telah mengajukan keberatannya pada tanggal 5 Desember 2011,
12

Indonesia, Undang-undang Nomor Keterbukaan Informasi Publik, Op. Cit., Pasal 22

13

Ibid., Pasal 22 ayat (7).

ayat (1)

7

yaitu lebih dari jangka waktu sepuluh hari yang diberikan oleh undang-undang
kepada badan publik. Atas keberatan yang diajukan oleh Moh. Siddiq, RSUD
Kab. Sumenep pun tidak memberikan respon terhadap keberatan tersebut. Oleh
karena itu, langkah yang dapat diambil adalah upaya penyelesaian sengketa
informasi publik melalui Komisi Informasi dengan Mediasi dan/atau Ajudikasi
non-litigasi.
Komisi Informasi menerima pendaftaran sengketa informasi publik oleh Moh.
Siddiq dengan nomor register 009/KI-Prov.Jatim-PS-M/2012 dan menjalani
proses mediasi terlebih dahulu sebelum akhirnya masuk kepada proses Ajudikasi
non-litigasi dengan Komisi Informasi sebagai badan yang memiliki wewenang
untuk memutus. RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep sebagai termohon sengketa di
Komisi Informasi tidak pernah hadir dalam seluruh rangkaian proses persidangan
melalui Komisi Informasi. Komisi Informasi kemudian memutus sengketa
tersebut dengan amar putusan sebagaimana disebutkan dalam kasus posisi di atas.
Atas putusan Komisi Informasi tersebut, RSUD Moh. Anwar merasa dirugikan
dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Sumenep pada tanggal 22 Juni
2012 dengan nomor register perkara 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp dengan Moh.
Siddiq sebagai terlawan. Hak RSUD Kab. Sumenep untuk mengajukan gugatan
perlawanan terhadap Putusan Komisi Informasi adalah hak yang diatur oleh Pasal
48 ayat (1) Undang-undang Keterbukaaan Informasi Publik, Pasal 4 Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2011, Pasal 60 ayat (1) Peraturan Komisi
Informasi Nomor 1 Tahun 2013. Objek gugatan yang diajukan oleh RSUD Kab.
Sumenep adalah Putusan Komisi Informasi karena memang sesuai dengan
ketentuan pasal-pasal tersebut, hanya Putusan Mediasi atau Ajudikasi NonLitigasi dari Komisi Informasi lah yang dapat dijadikan objek gugatan sengketa
informasi publik di peradilan umum maupun peradilan tata usaha negara.
Jangka waktu yang diberikan oleh undang-undang adalah empat belas hari setelah
diterimanya Putusan Komisi Informasi oleh para pihak. Dalam kasus ini, jarak
antara tanggal Putusan Komisi Informasi dan Gugatan yang didaftarkan oleh
RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep adalah enam belas hari. Hal ini tidak
mengabaikan ketentuan empat belas hari yang diberikan undang-undang sesuai

8

Pasal 48 ayat (1) UU KIP, Pasal 4 ayat (2) PERMA Nomor 2 Tahun 2011, dan
Pasal 60 ayat (2) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 karena jangka
waktu dimulai sejak diterimanya putusan dengan suatu tanda bukti penerimaan.
Hal tersebut memang tidak memberikan suatu kepastian hukum akan waktu
diterimanya putusan tersebut, tetapi setidaknya telah memberikan rasa keadilan
melihat perbedaan jarak dan akses para pihak dalam mendapatkan salinan
putusan.
Kompetensi absolut dari penyelesaian sengketa informasi publik adalah peradilan
umum melalui pengadilan negeri dan peradilan tata usaha negara melalui
pengadilan tata usaha negara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 47 UU KIP
dan Pasal 3 PERMA Nomor 2 Tahun 2011. RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep
merupakan rumah sakit publik yang dikelola oleh pemerintah daerah dan
dilaksanakan

berdasarkan

pengelolaan

Badan

Layanan

Umum

Daerah

berdasarkan SK Bupati Sumenep Nomor: 188/459/435.013/2011 tanggal 28
Desember 2011.

Badan Layanan Umum Daerah merupakan bagian dari entitas

Pemerintah Daerah yang pendanaan kegiatannya didapatkan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dan status hukum yang tidak terpisah dari
Pemerintah Daerah.14 PPK-BLUD bukanlah BUMD yang mengedepankan profit
oriented karena akuntabilitas pengelolaan keuangan BLUD masih di dalam entitas
pemerintah daerah.

15

Dengan demikian, RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep

merupakan Badan Publik Negara sebagaimana definisinya dijelaskan dalan Pasal
1 Angka 8 PERMA Nomor 2 Tahun 2011. Tindakan RSUD mengajukan gugatan
ke pengadilan negeri adalah tepat karena tergugat dari gugatan tersebut adalah
subjek hukum individu (natuurlijk persoon) yang bukan merupakan Badan Publik
Negara.Gugatan tidak diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena yang
digugat adalah individu dan penggugat lah justru yang merupakan Badan Publik
Negara. Tidaklah mungkin tergugat dalam Pengadilan Tata Usaha Negara adalah
individu dan bukan Badan Publik Negara. Dengan demikian secara kompetensi
absolut, gugatan sengketa informasi publik yang dilayangkan oleh RSUD Moh.
14
Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, Permendagri No. 61 Tahun 2007, Pasal 2 ayat (2).
15
Dewi,
“Badan
Layanan
Umum
Daerah”
www.kemendagri.go.id/article/2013/12/02/badan-layanan-umum-daerah diakses tanggal 25
Oktober 2014.

9

Anwar adalah tepat. Hukum acara pemeriksaan perkara gugatan ke Pengadilan
Tata Usaha Negara dan Pengadilan Negeri ini dilakukan sesuai dengan hukum
acara peradilan tata usaha negara dan peradilan umum yang berlaku sepanjang
tidak menyangkut hal-hal yang telah diatur dalam UU KIP.16
Pemeriksaan sengketa informasi publik di Pengadilan pada dasarnya mengikuti
hukum acara masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan UU KIP. Oleh
karena RSUD Kab. Sumenep mengajukan gugatan di lingkungan peradilan
umum, yaitu Pengadilan Negeri, maka hukum acara yang berlaku adalah hukum
acara perdata. Akan tetapi, hukum acara penyelesaian sengketa informasi di
pengadilan yang diatur dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2011 merupakan suatu lex
specialis dari hukum acara perdata atau hukum acara tata usaha negara.
Konsekuensinya adalah dalam kasus ini diterapkannya hukum acara perdata
dengan ketentuan-ketentuan khusus yang berbeda dengan hukum acara perdata
pada umumnya.
Mengenai pemeriksaan sengketa informasi publik dalam kasus Moh. Siddiq
melawan RSUD Kab. Sumenep tersebut, Tergugat atau Terlawan mengajukan
materi eksepsi dan gugatan rekonvensi bersamaan dengan memori jawaban
Terlawan. Pelawan pun dalam gugatan perlawanannya mengajukan tuntutan
provisi. Akan tetapi, Majelis Hakim melimitasi pemeriksaan sengketa diarahkan
kepada dokumen-dokumen berkas perkara, gugatan keberatan, Putusan Komisi
Informasi, dan Jawaban atas keberatan. Hal tersebut tepat karena memang pada
dasarnya Pasal 7 ayat (1) PERMA Nomor 2 Tahun 2011 sebagai pedoman hukum
acara bagi sengketa informasi publik telah mengarahkan proses pemeriksaan
hanya sebatas Putusan Komisi Informasi, berkas perkara, gugatan keberatan, dan
Jawaban atas keberatan.17
Pada dasarnya eksepsi, gugatan rekonvensi, ataupun tuntutan provisi dikenal
dalam hukum acara perdata. Eksepsi atau tangkisan adalah jawaban yang tidak
langsung mengenai pokok perkara.18 Gugatan rekonvensi merupakan gugatan
16

Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 380.
Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik di Indonesia, Op. Cit., Pasal 7 ayat (1)
18
Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Cet. 11
(Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm. 38
17

10

yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan
penggugat kepadanya.19 Mengenai gugatan rekonvensi diatur dalam Pasal 132a
HIR. Sedangkan tuntutan provisi atau gugatan provisi adalah permohonan kepada
hakim agar ada tindakan sementara mengenai hal yang tidak termasuk dalam
pokok perkara yang apabila dikabulkan oleh hakim akan disebut putusan
provisionil.20 Eksepsi pada dasarnya merupakan jawaban tergugat atas gugatan
yang tidak mengenai pokok perkara. Waktu diajukannya eksepsi adalah setelah
surat gugatan diterima oleh tergugat. Tergugat memiliki pilihan apakah akan
mengajukan eksepsi atau langsung mengajukan jawaban atas gugatan yang
langsung kepada pokok perkara. Gugatan rekonvensi biasanya diajukan
bersamaan dengan jawaban secara lisan atau tertulis mengenai pokok perkara.
Gugatan rekonvensi dalam praktek dapat diajukan selama belum dimulai
pemeriksaan bukti, artinya belum pula dimulai dengan pendengaran para saksi.21
Akan tetapi, dengan dasar pengaturan lex specialis dalam Pasal 7 ayat (1)
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2011, hak-hak tersebut dihapuskan
dalam pertimbangan Majelis Hakim karena dinilai oleh Majelis Hakim akan
melenceng dari maksud PERMA tersebut dan menjadi tidak sederhana lagi.
Menurut Majelis Hakim, jika eksepsi, gugatan rekonvensi, ataupun gugatan
provisi dipertimbangkan dalam pemeriksaan di pengadilan negeri dalam sengketa
informasi publik ini. Maka akan menyebabkan perkara tersebut tidak lagi bersifat
khusus (specialis). Ini merupakan cerminan perlakukan khusus dalam beracara
sengketa informasi publik dibandingkan dengan beracara di pengadilan perdata
pada umumnya.
Prosedur beracara di sengketa informasi publik, selain yang dijelaskan di atas,
tidak mengenal adanya proses mediasi.22 Proses mediasi dalam beracara perkara
perdata diamanatkan dalam Pasal 130 ayat (1) HIR dan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Pada
dasarnya dalam perkara perdata, proses mediasi wajib dilakukan oleh para pihak
19

Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika. 2007), hlm. 468
20
Ibid., hlm. 884
21
Retnowulan Sutantio, Op. Cit., hlm. 41
22
Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik di Pengadilan, Op. Cit., Pasal 7 ayat (2).

11

melalui hakim atau seorang mediator pada sidang pertama sebelum tergugat
memberikan jawaban atas gugatan, baik yang tidak mengenai pokok perkara
maupun yang mengenai pokok perkara.23 Tidak dilakukannya prosedur mediasi
yang diamanatkan dalam Pasal 130 ayat (1) HIR akan berakibat putusan batal
demi hukum.24 Ketentuan mengenai ketidakadaan proses mediasi dalam
penyelesaian sengketa informasi publik di pengadilan dapat diterima. Hal tersebut
dikarenakan sebelum gugatan tersebut diterima oleh pengadilan negeri, para pihak
yang bersengketa dalam sengketa informasi publik sudah melalui upaya
penyelesaian sengketa di Komisi Informasi yang merupakan bagian dari upaya
penyelesaian secara administratif (atau lebih tepatnya quasi-yudisial).25
Sebelum

RSUD

Moh.

Anwar

Kab.

Sumenep

mengajukan

gugatan

keberatan/perlawanan ke Pengadilan Negeri Sumenep, para pihak telah melalui
suatu proses upaya penyelesaian sengketa baik melalui Mediasi maupun Ajudikasi
Non-Litigasi di Komisi Informasi. Dengan demikian, hakim pengadilan negeri
yang mengadili perkara sengketa informasi publik tidak perlu mengusahakan
suatu mediasi sebelum masuk kepada pokok perkara seperti yang diamanatkan
Pasal 130 ayat (1) HIR dengan ancaman putusan batal demi hukum sesuai dengan
Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.
Setelah proses jawaban langsung mengenai pokok perkara oleh tergugat atau
terlawan, selanjutnya adalah masuk ke dalam tahap pembuktian. Alat-alat bukti
yang diatur dalam perkara perdata yang diatur dalam Pasal 164 HIR, juga
diterapkan dalam pemeriksaan dalam sengketa informasi publik. Akan tetapi,
dalam acara penyelesaian sengketa informasi publik, pemeriksaan bukti-bukti
tersebut hanya dilimitasi terhadap hal-hal yang dibantah oleh salah satu para pihak
serta jika ada bukti baru selama dipandang perlu oleh hakim. 26 Dalam kasus Moh.
Siddiq melawan RSUD Moh. Anwar Kab. Sumenep, pihak pelawan lah yang
mengajukan bantahan atas Putusan Komisi Informasi dan mengajukan bukti-bukti
berupa surat serta bukti tambahan Surat Permohonan Informasi tanggal 9
23

Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
Perma No. 1 Tahun 2008, Pasal 2 ayat (2).
24
Ibid., Pasal 2 ayat (3).
25
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 380
26
Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik di Pengadilan., Op. Cit., Pasal 7 ayat (2).

12

November 2011 oleh pemohon informasi. Oleh karena itu, selama persidangan
berlangsung, pemeriksaan sangat ditekankan kepada isi dari Surat Permohonan
Informasi yang diajukan oleh pemohon informasi. Bantahan yang diajukan oleh
pelawan adalah bahwa Surat Permohonan Informasi yang diajukan terlawan
(dahulu pemohon) tidak menjelaskan tujuan yang bersifat khusus untuk apa
informasi-informasi tersebut diminta. Dengan demikian, Majelis Hakim
mempertimbangkan bunyi Pasal 4 ayat (3) UU KIP yang menyatakan bahwa
setiap pemohon informasi publik berhak mengajukan permintaan informasi publik
disertai alasan permintaan tersebut.
Pembuktian hanya dilakukan sebatas pemeriksaan surat dalam kasus tersebut
karena isi surat permohonan lah yang menjadi substansi masalah. Kemudian,
pemeriksaan sengketa informasi publik secara keseluruhan tidak boleh lebih dari
enam puluh hari sejak Majelis Hakim ditetapkan. 27 Sedangkan, hukum acara
perdata tidak mengenal pembatasan waktu seperti yang diatur secara khusus
dalam tata cara penyelesaian sengketa informasi publik tersebut. Pemeriksaan
perkara perdata dapat memakan waktu yang cukup lama bahkan sampai bertahuntahun yang mengakibatkan menjadi kurang efisiennya berperkara di pengadilan
perdata. Atas dasar itu lah, undang-undang membatasi waktu pemeriksaan perkara
sengketa informasi publik dengan alasan efektivitas dan efisiensi bagi para pihak
yang bersengketa informasi. Hal tersebut juga bertujuan untuk memberikan
kepastian hukum bagi pemohon informasi atas informasi yang diminta tersebut.
Dalam kurun waktu enam puluh hari yang diberikan oleh undang-undang dalam
menyelesaikan sengketa informasi publik, Majelis Hakim wajib memutus
sengketa tersebut sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) Perma No. 2 Tahun 2011
tersebut. Putusan memiliki dua golongan, yaitu putusan sela dan putusan akhir.
Menurut sifatnya, putusan terdiri dari tiga macam, yaitu putusan declaratoir,
putusan constitutif, dan putusan condemnatoir. 28 Putusan sela juga memiliki
beberapa macam, yaitu putusan preparatoir, putusan insidentil, dan putusan
provisionil.29 Hukum acara penyelesaian sengketa informasi publik menjelaskan
27

Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik di Pengadilan, Op. Cit., Pasal 9 ayat (1).
28
Retnowulan Sutantio, Op. Cit., hlm. 109.
29
Ibid., hlm. 110.

13

lebih jauh mengenai putusan Majelis Hakim atas sengketa informasi publik.
Diatur bahwa putusan Pengadilan dapat berupa membatalkan atau menguatkan
putusan Komisi Informasi dengan merujuk pada Pasal 49 UU KIP.30 Maksud dari
pasal tersebut adalah bahwa putusan Majelis Hakim yang mengadili sengketa
informasi publik secara umum terdiri dari dua jenis putusan tersebut. Karena
objek sengketa adalah putusan Komisi Informasi, maka putusan Majelis Hakim
memang sudah seyogyanya adalah memutus mengenai putusan Komisi Informasi
tersebut apakah dibatalkan atau dikuatkan oleh Majelis Hakim di Pengadilan.
Pengaturan putusan Majelis Hakim pada dasarnya tidak dibatasi oleh kedua jenis
putusan tersebut. Majelis Hakim dapat memutus atas sengketa informasi publik
berupa perintah kepada para pihak untuk melakukan sesuatu yang berhubungan
dengan informasi publik. Perintah tersebut dapat berupa memerintahkan badan
publik untuk memberikan seluruh atau sebagian informasi atau untuk menolak
memberikan informasi tersebut. Yang kedua adalah putusan Majelis Hakim dapat
berupa perintah kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk
melaksanakan kewajiban, menolak surat permohonan informasi, dan memutuskan
biaya penggandaan informasi.31 Dilihat dari klasifikasi putusan berdasarkan
pendapat Retnowulan Sutantio di atas, putusan Majelis Hakim terhadap sengketa
informasi publik pada dasarnya dapat berupa putusan declaratoir sekaligus
putusan condemnatoir atau putusan constitutief sekaligus putusan condemnatoir.
Maksudnya adalah selain putusan tersebut bersifat declaratoir atau constitutief,
yaitu berisi penegasan atau peniadaan keadaan hukum berdasarkan putusan
Komisi Informasi, tetapi juga putusan Pengadilan berisi konsekuensi tindakan
yang diambil atas putusan declaratoir atau constitutief tersebut, yaitu putusan
condemnatoir yang isinya memerintahkan suatu badan publik untuk memberikan
atau menolak informasi publik yang diminta oleh pemohon informasi. Dalam
Putusan Pengadilan Negeri Sumenep No. 14/Pdt.Plw/2012/PN.Smp, Majelis
Hakim menjatuhkan putusan yang berupa putusan constitutief disertai dengan
putusan condemnatoir. Putusan constitutief tercermin dalam amar putusan Majelis
Hakim yang membatalkan putusan Komisi Informasi Jawa Timur No. 009/I/KI30

Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik di Pengadilan, Op. Cit., Pasal 10 ayat (2).
31
Indonesia, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Op. Cit., Pasal 49.

14

Prov.Jatim-PS-M-A/2012 dan mengadili sendiri dengan mengabulkan sebagian
permohonan informasi. Dengan adanya amar putusan tersebut, berarti ada suatu
keadaan hukum yang ditiadakan, yaitu putusan Komisi Informasi Jawa Timur dan
adanya suatu keadaan hukum baru, yaitu putusan mengadili sendiri oleh Majelis
Hakim. Kemudian putusan condemnatoir dapat dilihat dari putusan Majelis
Hakim yang memerintahkan Pelawan untuk menyediakan beberapa informasi
yang disebutkan dalam amar putusan untuk disediakan setiap saat.
Terhadap putusan pengadilan negeri tersebut juga dapat dimintakan kasasi oleh
para pihak yang bersengketa langsung ke Mahkamah Agung dalam kurun waktu
empat belas hari sejak diterimanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap tersebut.32 Proses kasasi yang langsung tanpa upaya banding tersebut
diperbolehkan oleh undang-undang selama hal tersebut diatur oleh undangundang.33

V.

Perbandingan dengan Hukum Acara Keterbukaan Informasi Publik
Inggris Perkara EA/2011/0024

Keterbukaan Informasi Publik di Inggris tertuang dalam Freedom of Information
Act 2000 yang mengatur tentang akses publik terhadap informasi yang dikelola
oleh otoritas publik atau badan publik.34 Sama halnya dengan yang ada di
Indonesia, pemohon informasi publik Inggris dapat meminta The Information
Commissioner untuk memutus apakah suatu permohonan informasi publik yang
diminta oleh pemohon telah memenuhi persyaratan hak pemohon informasi. 35 The
Information Commissioner akan mengeluarkan sebuah putusan yang disebut
dengan Decision Notice dalam hal terdapat permintaan penyelesaian sengketa
informasi publik tersebut. Decision Notice yang dikeluarkan oleh The Information
Commissioner dapat digugat oleh para pihak yang dirugikan dalam sengketa
informasi publik melalui pengadilan tingkat pertama Inggris atau First-Tier
32

Indonesia, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Op. Cit., Pasal 50
Indonesia, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, LN No.
157 Tahun 2009, TLN No. 5076, Pasal 26 ayat (1).
34
Information Commisioner’s Office, The Guide to Freedom of Information, version 4.3
(Chesire: Information Commissioner’s Office. 2014), hlm. 3
35
United Kingdom, Op. Cit., Section 50
33

15

Tribunal.36 Putusan First-Tier Information Tribunal Decision EA/2011/0024
merupakan putusan pengadilan tingkat pertama Inggris yang memutus kasus
sengketa informasi antara Roger Conway sebagai pemohon informasi melawan
The Information Commissioner terhadap objek sengketa, yaitu The Information
Commissioner Decision Notice FS50370481. Tergugat (respondant) dalam kasus
sengketa informasi di Inggris adalah The Information Commissioner karena objek
dari sengketa adalah Decision Notice dari komisi tersebut. Pihak-pihak lain hanya
merupakan sebagai turut tergugat atau pihak yang terlibat. Dalam kasus ini,
contohnya, tergugat adalah The Information Commissioner dan pihak badan
publik yang terlibat adalah the Somerset County Council. Berbeda dengan di
Indonesia bahwa yang menjadi tergugat adalah badan publik atau individu yang
menjadi para pihak dalam sengketa informasi publik tersebut.
Freedom of Information Act 2000 memiliki definisi tersendiri mengenai public
authority atau otoritas publik. Yang dimaksud dengan badan publik adalah badan
atau individu yang sudah ditetapkan dalam daftar badan publik, badan atau
individu yang didirikan berdasarkan perintah Secretary of State, atau perusahaan
milik publik.37 Dalam kasus Roger Conway, badan publik yang dimintakan
informasi adalah the Somerset County Council. Penolakan terhadap informasi
yang diminta oleh Roger Conway mengakibatkan pengajuan penyelesaian
sengeketa informasi oleh Conway kepada The Information Commissioner yang
pada akhirnya menegaskan posisi the Somerset County Council atas penolakannya
terhadap informasi yang diminta oleh Conway.
Pemeriksaan terhadap kasus Conway melawan The Information Commissioner
dilakukan terhadap permintaan informasi publik. Majelis Hakim memeriksa
apakah tujuan permintaan informasi yang dilakukan oleh Conway dapat
digolongkan sebagai permintaan yang dilarang oleh Freedom of Information Act
atau tidak. Sama halnya dengan pemeriksaan kasus Moh. Siddiq melawan RSUD
Kab. Sumenep. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumenep juga memeriksa
apakah surat permohonan informasi yang diajukan oleh Moh. Siddiq memiliki
tujuan khusus selain tujuan yang diamanatkan oleh undang-undang atau tujuan
36
37

Ibid., Section 57
Ibid., Section 3

16

yang dilarang oleh UU KIP. Majelis Hakim di Pengadilan dalam sengeketa
informasi publik hanya memeriksa Decision Notice yang dikeluarkan oleh The
Information Commissioner apakah putusan tersebut sesuai dengan Freedom of
Information Act 2000 atau tidak.
Majelis Hakim Inggris juga pada akhirnya akan menjatuhkan putusan Pengadilan
apakah menguatkan atau membatalkan putusan Komisi Informasi (The
Information Commissioner Decision Notice). Dalam putusan Pengadilan Tingkat
Pertama Inggris yang mengadili sengketa informai, Tribunal Judge menjatuhkan
putusan Decision EA/2011/0024 membatalkan The Information Commissioner
Decision Notice FS50370481 dan memerintahkan badan publik the Somerset
County Council untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh penggugat
atau pemohon informasi.
Terhadap putusan tersebut juga dapat diajukan banding langsung ke mahkamah
tinggi sesuai dengan yurisdiksi masing-masing sebagaimana diatur dalam
Freedom of Infromation Act 2000. Decision First-Tier Tribunal tersebut dapat
diajukan banding terhadapnya ke the High Court of England apabila alamat badan
publik tersebut berada di Inggris dan Wales, the Court of Session jika alamat
badan publik berada di Skotlandia, dan the High Court of Justice in Northern
Ireland apabila badan publik tersebut berada di Irlandia Utara.38

VI.

Kesimpulan

Keterbukaan Informasi Publik menjadi sesuatu yang penting bagi negara yang
berdemokrasi. Baik Indonesia maupun Inggris menjunjung tinggi kebebasan
informasi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
di Indonesia dan Freedom of Information Act 2000 di Inggris. Pada pokoknya
konsep beracara dalam sengketa informasi publik di Indonesia dan di Inggris tidak
jauh berbeda. Pemohon informasi dapat mengajukan penyelesaian sengketa
informasi publik kepada Komisi Informasi terhadap penolakan informasi publik
38

United Kingdom, Op. Cit., Section 59.

17

tersebut. Di Indonesia, upaya administratif atau quasi-yudisial dapat ditempuh
melalui Komisi Informasi untuk menyelesaikan sengketa informasi publik. Di
Inggris, tugas the Information Commissioner-lah memutuskan apakah permintaan
informasi publik sudah sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam
Freedom of Information Act.
Komisi Informasi atau the Information Commissioner memiliki kewenangan
untuk memutus sengketa tersebut dan menentukan apakah suatu informasi
memenuhi persyaratan dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan dalam undangundang serta permohonan informasi tersebut memiliki tujuan yang jelas. Terhadap
putusan Komisi Informasi atau the Information Commissioner Decision Notice
dapat diajukan gugatan atau appeal ke Pengadilan Negeri di Indonesia dan ke
First-Tier Information Tribunal di Inggris. Yang menjadi objek sengketa adalah
putusan Komisi Informasi. Akan tetapi, perbedaannya dengan di Inggris adalah
bahwa di Inggris yang menjadi tergugat atau terlawan dalam sengketa di
Pengadilan adalah the Information Commissioner karena objek sengketanya
adalah Decision Notice dari Commissioner tersebut. Sedangkan di Indonesia, yang
menjadi tergugat atau terlawan adalah pihak lain dari sengketa informasi publik,
yaitu badan publik, baik negara maupun non negara, atau individu. Komisi
Informasi tidak ditempatkan sebagai tergugat atau terlawan dalam sengketa
informasi publik di Indonesia walaupun objek sengketanya adalah putusan Komisi
Informasi. Selanjutnya, terhadap putusan pengadilan tersebut, pihak yang
dirugikan masih memiliki upaya hukum, yaitu upaya hukum kasasi ke Mahkamah
Agung di Indonesia dan upaya hukum Appeal on Decision of Tribunal di Inggris
ke the High Court of Justice in England, the Court of Session, atau the High
Court of Justice in Northern Ireland. Keterbukaan Informasi Publik menjadi
sangat penting sehingga pengaturan terhadap mekanisme aksesnya harus diatur
dalam undang-undang serta bagaimana penyelesaian sengekta terhadapnya.
Secara garis besar, mekanisme permohonan informasi dan penyelesaian secara
litigasi atau non-litigasi yang ditempuh di Indonesia tidak jauh berbeda dengan di
Inggris. Perbedaannya terdapat pada substansinya, yaitu tolak ukur terhadap
persyaratan informasi yang diperbolehkan dan tujuan permohonan informasi
tersebut.

18

VII.

Daftar Pustaka

Cartwright, Roger. Et. al. The Handbook for Managing Resources and
Information. New Delhi: Infinity Books, 2001.
Dewi. “Badan Layanan Umum Daerah.”
www.kemendagri.go.id/article/2013/12/02/badan-layanan-umum-daerah
diakses tanggal 25 Oktober 2014.
Diskusi Serial KIP dan OGP. “Transparansi Informasi dalam 3 Cara Pandang.”
www.kebebasaninformasi.org/en/2013/12/03/diskusi-serial-iiitransparansi-informasi-dalam-3-cara-pandang/ diakses tanggal 25 Oktober
2014.
Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika,
2007.
Information Commissioner’s Office. The Guide to Freedom of Information,
version 4.3. Chesire: Informtion Commissioner’s Office, 2014.
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia. Anotasi Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, ed.1, cet.1, Jakarta:
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, 2009.
Santosa, Mas Achmad. Good Governance dan Hukum Lingkungan. Jakarta:
ICEL, 2001.
Sutantio, Retnowulan. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Cet.11.
Bandung: Mandar Maju, 2009.

VIII. Daftar Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

19

Indonesia. Undang-Undang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dari Korupsi,
Kolusi, Dan Nepotisme, UU No. 28 Tahun 1999, LN No. 75 Tahun 1999,
TLN No. 3851.
Indonesia. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 14 Tahun
2008, LN No. 61, TLN No. 4846.
Indonesia. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, LN
No, 157 Tahun 2009, TLN No. 5076.
Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Teknis Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah. Permendagri No. 61 Tahun 2007.
Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik di Pengadilan. Perma No. 2 Tahun 2011.
Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan. Perma No. 1 Tahun 2008.
Universal Declaration of Human Right 1946.
United Kingdom. Freedom of Information Act 2000.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63