PEMBANGUNAN BENDUNGAN dan Pencapaian Target

PEMBANGUNAN BENDUNGAN
Pencapaian Target dan
Kebutuhan Pendanaannya
Studi Kasus : Bendungan Tanju dan Mila

Direktorat Alokasi Pendanaan Pembangunan
alokasi.pendanaan@bappenas.go.id

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Review
Dalam konteks pencapaian target prioritas Ketahanan Pangan, tidak hanya irigasi
bendungan juga memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi pangan.
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Pemerintah menargetkan 49 waduk
baru terbangun dan melanjutkan pembangunan 16 waduk yang telah dimulai
sebelum tahun 2015. Sehingga total ditargetkan pembangunan sebanyak 65 waduk
sampai dengan 2019 (29 waduk diantaranya ditargetkan selesai).

Grafik 1
Sasaran Pembangunan Bendungan 2015 - 2019

28

22

20
10

28

26

30

Selesai

11 13
5

9


8
4

2

11

11

7

8

On Going
Groundbreaking

0
2015

2016


2017

2018

2019

Sumber : Kedeputian Bidang Sarana dan Prasarana, 2018

Target pembangunan bendungan memberikan konsekuensi besar dalam
pendanaan. Pemerintah diperkirakan harus menyiapkan pendanaan sebesar Rp.
70,5 T dari tahun 2010 – 2023. Sedangkan untuk tahun 2015 – 2019 pendanaan
diperkirakan sebesar Rp. 31,0 T, dimana 50% nya atau sekitar Rp. 12,8 T diharapkan

dapat dipenuhi di tahun 2019. Kebutuhan pendanaan yang besar tersebut tentu saja
memberikan

beban

tersendiri


dalam

pengalokasian

anggaran,

mengingat

ketersediaan anggaran Belanja K/L tidak mengalami kenaikan signifikan setiap
tahunnya.
Selain permasalahan pemenuhan kebutuhan pendanaan, isu – isu lain terkait

pembangunan waduk juga menjadi faktor penentu tercapainya target tersebut. Isu –
isu tersebut antara lain permasalahan pembebasan lahan, kesiapan lahan, serta

1

integrasinya dengan irigasi sehingga waduk dapat berfungsi dengan baik setelah
dibangun.

Mempertimbangkan

hal

tersebut,

diperlukan

review

terkait

rencana

pembangunan bendungan. Review diperlukan untuk melihat perkembangan capaian
pembangunan bendungan dan sebagai rujukan dalam penyusunan perencanaan dan
penganggaran

pembangunan


bendungan

di

RKP

2019.

Sehingga

target

pembangunan bendungan dalam RPJMN 2015 – 2019 dapat tercapai secara lebih
efektif dan efisien.

1.2. Tujuan pelaksanaan Review
1. Untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan pembangunan
bendungan dalam RPJMN 2015 – 2019 dan RKP 2018 serta integrasinya
dalam prioritas ketahanan pangan.


2. Untuk mendapatkan informasi rencana kebutuhan pendanaan pembangunan
bendungan sebagai acuan atau pertimbangan untuk penyusunan pendanaan
pembangunan bendungan yang tengah berjalan dan waduk yang akan
dimulai pembangunannya untuk RKP 2019.

2. KONDISI UMUM
Merujuk Peraturan Pemerintah No. 37
tahun 2010 tentang bendungan, Waduk
adalah wadah buatan yang terbentuk
sebagai akibat dibangunnya bendungan.
Sedangkan bendungan adalah bangunan
yang berupa urukan tanah, urukan batu,

Box 1
Fakta
Potensi sumber air Indonesia sangat besar yaitu
3.9 triliun M3 namun yang dimanfaatkan baru
mencapai ± 13,8 milyar M3 atau ± 58 M3
perkapita yang dapat dikelola melalui reservoir.
Angka ini jauh lebih rendah dari Thailand 1.277

M3 perkapita dan satu tingkat di atas Ethiopia
(38 M3/Kapita).

beton, dan/atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan
menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan menampung limbah
tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk.

2.1. Tahapan dan Mekanisme Pembangunan Bendungan
Dalam membangun bendungan aspek kelayakan dalam membangun menjadi
pertimbangan, seperti kelayakan secara teknis, kelayakan ekonomi, kelayakan sosial
dan kelayakan politik (Sukardi, 1998). Sehingga sebelum dilakukannya survey
2

pembangunan penting untuk ditinjau eksistensi bendungan dari sisi ekonomis dan
sosial, tujuan pembangunan bendungan, fungsi utama bendungan, serta perkiraan
kemampuan teknis bendungan. Mekanisme pembangunan sebagaimana bagan
berikut:

Bagan 1
Mekanisme Pembangunan Bendungan


Sumber : PP No. 37 Tahun 2010 tentang Bendungan, diolah

Sedangkan tipe - tipe bendungan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Bagan 2
Pembagian Tipe Bendungan

Sumber : Sukardi, 1998, diolah

3

2.2. Pembangunan Bendungan dalam Prioritas Ketahanan Pangan
Pembangunan bendungan memiliki beberapa manfaat, diantaranya sebagai
pengendali banjir, pembangkit tenaga listrik, penyedia air baku dan irigasi. Terkait
Prioritas Ketahanan Pangan, pembangunan bendungan memberikan peranan
penting dalam mendukung peningkatan produksi pangan khususnya dalam
fungsinya sebagai sarana dan prasarana pertanian mendukung irigasi.

Bagan 3

Program dan Kegiatan Prioritas Ketahanan Pangan

Sumber : Perpres No. 79/2017 tentang RKP 2018, diolah

Fungsi bendungan sebagai salah satu sarana untuk mengairi persawahan
(irigasi) memberikan peran cukup signifikan dalam prioritas ketahanan pangan.
Bendungan memberikan kontribusi sekitar 10,71% terhadap ketersediaan air irigasi
persawahan. Selain itu, dengan selesai dibangunnya waduk sebanyak 29 pada tahun
2019 diperkirakan dapat meningkatkan kontribusi penyediaan air irigasi
persawahan sebesar 13%.

4

Grafik 2
Kontribusi Waduk Terhadap Ketersediaan Air Irigasi Persawahan
Sumber Air Sawah di Indonesia (Ha)
2,500,000
2,000,000

Luas Irigasi Permukaan 7.145.168 Ha


1,500,000

1,000,000
500,000
-

Sumatera

Jawa

Bali & NT

Kalimantan

Sulawesi

Maluku

Waduk

117,751

574,717

29,971

-

33,562

-

Papua
-

Non Waduk

1,784,194

2,280,985

599,343

480,320

988,359

152,487

39,517

Sumber : Dirjen SDA, Kementerian PU & Pera, 2016

Gambar 1
Rencana Pembangunan Waduk Tahun 2018

Keterangan : Waduk mendukung ketahanan Pangan (Font Merah)

Sumber : Kedeputian Sarana dan Prasarana, Bappenas

Meskipun bendungan dibangun dengan tujuan multipurpose, namun pada
umumnya pembangunan bendungan memiliki fungsi untuk mendukung irigasi.
Untuk tahun 2017 dan 2018 direncanakan beberapa bendungan yang menunjang
ketahanan pangan dapat diselesaikan, diantaranya Bendungan Raknamo, Tanju dan
Mila, Kuningan dan Gondang. Namun, penyelesaian pembangunan bendungan
tersebut perlu untuk diperhatikan integrasinya dengan pembangunan irigasi,
sehingga dukungan pencapaian target prioritas ketahanan pangan dapat lebih
optimal.
5

3. ANALISA PEMBANGUNAN BENDUNGAN

3.1. Rencana Kebutuhan dan Pemenuhan Pendanaan Pembangunan
Bendungan
3.1.1. Skema Pendanaan Pembangunan Bendungan
Kebutuhan pendanaan pembangunan bendungan (on – going dan baru) selama
kurun waktu 2010 – 2023 diperkirakan mencapai Rp. 70,5 T atau sekitar Rp. 31,0 T

untuk tahun 2015 – 2019 (grafik 3). Mengingat kebutuhan pendanaan
pembangunan bendungan yang besar serta untuk menjamin kesinambungan

pendanaannya, maka pemenuhan pendanaan untuk pembangunan bendungan pada
umumnya dilakukan melalui skema Multi Years Contract (MYC).

Grafik 3
Kebutuhan Pendanaan Pembangunan Bendungan 2010 – 2023

Sumber : Dirjen SDA, Kementerian PU & Pera, Januari 2017, diolah

Sebagaimana terlihat dialam grafik, melalui skema MYC, kebutuhan pendanaan
pada tahun pertama masih sangat kecil yang kemudian akan semakin meningkat di
tahun – tahun berikutnya. Dari sisi penganggaran, dengan trend penganggaran yang
terus meningkat perlu untuk diwaspadai karena dimungkinkan disuatu titik tahun

beberapa pembangunan bendungan membutuhkan pendanaan yang besar karena
sama – sama telah memasuki tahun kedua dan ketiga (rata – rata pembangunan
bendungan memerlukan waktu 5 – 6 tahun).

6

Seperti pada tahun 2019, perlu untuk menjadi perhatian adanya peningkatan
yang cukup signifikan untuk pendanaan pembangunan bendungan mengingat tahun
2019 merupakan tahun terakhir RPJMN 2015 – 2019. Pada tahun 2019 diperkirakan
kebutuhan pendanaan mencapai Rp. 12,8 T, hampir dua kali lipat dibandingkan

tahun 2018 yang hanya sebesar Rp. 7,4 T karena di tahun 2019 diharapkan dapat
diselesaikan pembanngunan 11 bendungan dan groundbreaking 8 bendungan.
Jika diamati lebih lanjut trend pendanaan dari masing – masing bendungan

terutama di tahun pertama, kebutuhan pendanaan untuk pembangunan bendungan

di tahun pertama dapat bervariasi. Pada umumnya kebutuhan pendanaan hanya
berkisar Rp. 10,0 Milyar yang biasanya digunakan antara lain untuk feasibility study
atau dapat melebihi dari Rp. 10,0 M dikarenakan beberapa pekerjaan yang
dilakukan sekaligus seperti untuk amdal, sertifikasi, DED, desain dan lain
sebagainya.
Namun dalam beberapa pembangunan bendungan pendanaan tahun pertama
dapat melebihi dari Rp. 200,0 Milyar dikarenakan adanya pembebasan lahan seperti
dalam pembangunan bendungan Raknamo. Tetapi pada umumnya, besaran alokasi
pembangunan bendungan tidak akan terlampau besar pada tahun pertama yang
kemudian akan mulai meningkat pada tahun kedua dan ketiga.

Grafik 4
Tren Pendanaan Pembangunan Bendungan
1200,0

12.851,5

12.761,4

RP. MILIAR

1000,0
800,0

12.000,0
10.000,0

7.432,6

8.000,0

7.260,5

600,0
400,0

14.000,0
11.022,7

4.917,5

6.000,0

3.393,4

4.006,0

2.442,3

200,0

4.000,0
2.000,0

0,0

2015
Bendungan Raknamo
Bendungan Karian

2016

2017

2018

Bendungan Paselloreng
Bendungan Napun Gete

2019

2020

2021

Bendungan Pamukkulu
Total

2022

2023
Bendungan Pelosika

Sumber : Kedeputian Bidang Sarana dan Prasarana, Bappenas, 2017, diolah

7

Melalui mekanisme MYC memungkinkan K/L untuk merubah komposisi atau
melakukan rekompoisisi antar tahun dan antar bendungan namun masih dalam
batas pagu MYC yang ditetapkan. Hal ini perlu untuk menjadi perhatian karena
dapat menyebabkan pembangunan bendungan melebihi dari batas waktu yang
direncanakan ataupun dapat menyebabkan penumpukan di tahun – tahun tertentu

dan bahkan dapat menghambat penyelesaian pembangunan bendungan. Selain itu
dalam mekanisme MYC, keterlibatan Kementerian PPN/Bappenas juga masih sangat
minim karena pengusulan dilakukan langsung kepada Kemenkeu. Penentuan
bendungan serta besaran alokasi MYC diajukan K/L langsung kepada Kemenkeu,
sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu pencapaian target prioritas.

BOX 2

Skema Pendanaan Multiyears
Skema Multi Years Contract (MYC) atau kontrak tahun jamak memungkinkan pelaksanaan
pekerjaan membebani APBN lebih dari 1 tahun anggaran. MYC diatur melalui PMK No. 238/PMK.02/2015
tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak (Multi Years Contract) dalam Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah kepada Menteri Keuangan. MYC dapat mempercepat penyerapan anggaran, karena
proses lelang hanya dilakukan di tahun pertama setelah ada izin kontrak MYC. Sedangkan pada tahun kedua
dan ketiga tidak perlu dilakukan lelang untuk proyek sama selama dalam batas pagu yang tersedia. Hal ini
menyebabkan pola MYC dianggap lebih efektif karena lelang tidak perlu dilakukan setiap tahun. Proses
pengerjaan menjadi tidak terganggu dan tidak perlu menunggu persetujuan Kementerian Keuangan
meskipun terdapat pergantian tahun anggaran proyek.
Dalam skema MYC Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan permohonan perpanjangan dan
penambahan pagu (bukan on top) apabila terjadi kejadian kahar. Namun untuk perpanjangan MYC harus
dilakukan reviu terlebih dahulu oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) K/L. Sedangkan untuk
penambahan pagu harus melalui audit oleh BPKP. Selain itu Menteri/Pimpinan Lembaga dapat melakukan
perubahan komposisi pendanaan antar tahun dalam periode Kontrak Tahun Jamak.

3.1.2. Sumber Pendanaan Pembangunan Bendungan
Sumber pendanaan pembangunan bendungan masih sangat terbatas pada Rupiah
Murni. Dari hasil identifikasi, hanya sekitar kurang dari 10% sumber pendanaan
berasal dari PHLN. Selain itu dengan scope pendanaan yang besar, pendanaan
pembangunan bendungan juga saat ini belum dapat dilakukan dengan menggunakan
Dana Transfer Khusus. Sehingga pendanaan pembangunan masih sepenuhnya
menggunakan Rupiah Murni sebagai sumber utama pendanaan. Hal ini,
menyebabkan kurangnya alternative mekanisme sumber – sumber pendanaan
pembangunan bendungan.

8

Tabel 1
Daftar Proyek PHLN Terkait Pembangunan Waduk dan Irigasi
Tahun 2017 dan 2018
Lender

Alokasi 2017
(Rp. Juta)

Alokasi 2018
(Rp. Juta)

Lender

Water Resources & Irrigation
Sector Management Project 2

303.536,7

97.133,8

Participatory Irrigation
Rehabilitation & Improvement
Management Project

30.200,0

-

Dam Operational Improvement
and Safety Project

750,0

30.012,1

Construction of Karian
Multipurpose Dam Project
Countermeasure for Sediment
in Wonogiri Multipurpose Dam
Reservoir Slice
Rentang Irrigation
Modernization Project (RIMP)

383.871,8

481.345,0

JICA

277.000,0

144.390,0

JICA

-

4.000,0

JICA

995.358,5

756.880,9

Total

WORLD BANK

ADB, JICA

WORLD BANK

Kementerian/
Lembaga
Kemendagri,
Kemen PU &
PERA,
Bappenas
Kemen PU &
PERA

Kemen PU &
PERA,
Bappenas
Kemen PU &
PERA
Kemen PU &
PERA
Bappenas

Sumber : Kedeputian Bidang Pendanaan Pembangunan, 2017, diolah

Untuk kedepan, dapat dijajaki kemungkinan pendanaan dengan mekanisme
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau melalui Availability
Payment (AP). Namun mengingat pembangunan bendungan tidak semua memiliki
keuntungan secara finansial, maka pemilihan bendungan yang dapat didanai melalui
skema ini masih sangat terbatas pada bendungan dengan skala besar yang dapat
dimanfaatkan sebagai PLTA.

3.1.3. Perkiraan Kebutuhan Pendanaan Tahun 2019
Pada tahun 2019 diperkirakan dibutuhkan pendanaan sebesar Rp. 12,8 T, atau
meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan rencana tahun 2018 sebesar Rp. 7,4
T. Dari total Rp. 12,8 T tersebut, sekitar hampir 68% nya atau Rp. 8,8 T merupakan
kebutuhan untuk pembangunan bendungan yang terkait dengan irigasi.

9

Tabel 2
Pendanaan dan Kebutuhan Pembangunan Bendungan 2015 - 2019
10.000,0

12.861,5

9.000,0

14.000,0
12.000,0

8.000,0

Rp. Miliar

7.000,0

7.422,6

9.026,4

6.000,0

8.000,0

5.000,0

4.917,5

4.000,0

1.000,0
-

6.000,0

6.156,4
3.393,4

3.000,0
2.000,0

10.000,0

1.798,8

3.835,1

4.095,8

2.442,3

2.000,0

2.437,3

643,4

956,2

821,7

1

2

3

Bendungan Irigasi

4.000,0

1.266,1
4

Bendungan Non Irigasi

5
Total

Tahun 2019 merupakan tahun terakhir RPJMN 2015 – 2019, sehingga

direncanakan akan diselesaikan pembangunan 11 bendungan (10 bendungan

irigasi), 8 bendungan akan di groundbreaking untuk mengejar target pembangunan
yang ditetapkan. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan Rp. 12,8 T dengan
rincian sebesar Rp. 1,7 T merupakan kebutuhan untuk penyelesaian bendungan, Rp.
1,9 T yang merupakan kebutuhan pendanaan pembangunan baru (groundbreaking),
dan sisanya Rp. 10,2 untuk pembangunan bendungan on – going.

Terkait dengan pencapaian target Ketahanan Pangan, setidaknya dari total Rp.

9,0 T kebutuhan pendanaan untuk penyelesaian waduk dan groundbreaking
pembangunan bendungan baru yang harus diprioritaskan atau dipastikan
pendanaannya. Kebutuhan tersebut diperkirakan sebesar Rp. 2,1 T, terdiri dari Rp.
1,7 T untuk penyelesaian bendungan dan Rp. 418, 1 M untuk groundbreaking
bendungan.

10

Tabel 3
Rencana kebutuhan Penyelesaian Pembangunan dan Pembangunan Baru
a. Rencana Penyelesaian Bendungan

b. Rencana Pembangunan Bendungan Baru

Sumber : Kedeputian Sarana dan Prasarana, diolah

3.1.4. Pengadaan Tanah Pembangunan Bendungan
Sejak tahun 2016 pendanaan pengadaan tanah untuk beberapa pembangunan
bendungan tidak lagi dialokasikan melalui Kementerian PU & Pera namun dilakukan
melalui Lembaga Management Aset Negara (LMAN)1. Kebutuhan pengadaan tanah
diperkirakan sebagaimana dalam table berikut :

Tabel 4
Kebutuhan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Bendungan

*Berdasarkan data status September 2016
** Berdasarkan estimasi (status Januari 2016)
Sumber : Dirjen SDA, Kementerian PU & Pera, Januari 2017

1

LMAN merupakan Badan Layanan Umum (BLU) berada dibawah Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara. Pada awalnya, LMAN bertugas untuk mengelola aset negara, namun institusi ini kemudian juga
mendapat tugas untuk perencanaan pendanaan dan pendayagunaan lahan landbank serta pembayaran
ganti rugi pengadaan tanah. Sehingga LMAN mempunyai fungsi tidak hanya sebagai treasurer atau
financing provider tapi juga special landbank untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum dan proyek strategis nasional.

11

Tabel 5
Rencana Pengadaan Tanah dengan LMAN
No.

Nama Bendungan

Usulan Pagu 2017
(Rp. Milyar)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Kuningan
78,6
Bendo
20,0
Gongseng
30,0
Pidekso
250
Tugu
61,8
Keureuto
12,1
Tapin
70,0
Passeloreng
150,0
Lolak
16,5
Sindang Heula
20,0
Karian
210,3
Rukoh
204,0
Way Sekampung
204,0
Kuwil Kawangkoan
202,5
Ladongi
40,0
Ciawi
157,9
Sukamahi
82,7
Leuwikeris
263,0
Cipanas
25,0
Komering II /Tigadihadji
55,0
Pamukkulu
25,0
Bener
150,0
Lausimeme
40,0
Sidan
10,0
TOTAL
2.378,4
Sumber : Dirjen SDA, Kementerian PU & Pera, Januari 2017

Melalui LMAN, pembebasan lahan menjadi lebih flexible dan tidak terikat pada
K/L tertentu dan bergantung pada penetapan APBN. Pemerintah dapat
menggunakan asset lahan yang dimiliki BLU, menggunakan dana dalam LMAN
sebagai dana talangan pembebasan lahan atau digunakan untuk pembayaran
langsung dalam pembebasan lahan. Namun proyek – proyek yang dijamin

pendanaannya melalui LMAN masih terbatas pada proyek – proyek yang termasuk

dalam Proyek Strategis Nasional yang ditetapkan melalui Perpres No. 58/2017
tentang Perubahan atas Perpres 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek
Strategis Nasional.
Untuk pembangunan bendungan, terdapat 53 bendungan yang termasuk dalam
Proyek Strategis Nasional. Namun, dari 8 bendungan yang akan di groundbreaking
tahun 2018, bendungan Jragung di Provinsi Jawa Tengah dan Lambakan di Provinsi
12

Kalimantan Timur belum termasuk dalam Proyek Strategis Nasional. Untuk itu perlu
untuk dipastikan pendanaan pengadaaan tanahnya, agar tidak mengganggu
pencapaian target RPJMN. Lebih lanjut, Bappenas perlu untuk lebih dilibatkan dalam
penentuan proyek – proyek yang akan diprioritaskan didanai dari LMAN. Hal ini
untuk memastikan sinergi antar sumber pendanaan serta untuk memastikan
pencapaian target prioritas tidak terkendala dikarenakan permasalahan lahan.

4. STUDI KASUS PEMBANGUNAN BENDUNGAN TANJU DAN MILA

4.1. Gambaran Umum Bendungan
Bendungan Tanju dan bendungan Mila dibangun di Desa Tanju Kec. Manggalewa,
Desa Matua & Desa Rababaka Kecamatan Woja Kabupaten Dompu, Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat. Luas wilayah Sumbawa lebih besar dibandingkan Lombok yakni
mencapai 2/3 dari total luas wilayah, dengan iklim yang kering dengan intensitas
curah hujan yang cenderung rendah terutama pada bulan Mei dan Oktober, bahkan
pada bulan Agustus – Oktober tidak terdapat hujan.

Lahan pertanian di Kabupaten Dompu masih mengandalkan Bendung Rababaka

yang telah dibangun sejak zaman Belanda ditahun 1920. Sungai Rababaka di
Kabupaten Dompu memiliki potensi yang besar terdiri dari Daerah Irigasi seluas
1.869 ha dengan intensitas tanam 186%, Daerah Irigasi Kambeu seluas 115 ha
dengan intensitas tanam 100% dan air baku 100 l/dt.
Namun potensi manfaat dari sungai Rababaka ini hanya dimanfaatkan oleh
penduduk di wilayah Barat Kabupaten Dompu dikarenakan infrastruktur yang
belum memadai. Debit air yang ada belum dapat dimanfaatkan secara maksimal dan
dialirkan kembali laut, bahkan di musim hujan sungai Rababaka dengan debit air
yang besar menyebabkan bencana banjir di wilayah sekitar. Untuk itulah
direncanakan dibangun Rababaka Komplek.

4.2. Rencana Pengembangan Rababaka Komplek
Pengembangan Rababaka Komplek bertujuan untuk mengoptimalkan potensi
sumber daya air secara merata dan optimal melalui pemerataan air dari wilayah
surplus (Sungai Rababaka) menuju wilayah minus air (Kawasan Tanju) dalam
rangka pengembangan irigasi dan air baku.
13

Gambar 2
Sistem Jaringan Rababaka Kompleks

Secara garis besar, rencana sistem Rababaka Komplek terdiri atas:
a.

Bendung Pengalih Rababaka (Rababaka Feeder) berfungsi untuk mengatur

b.

masuknya inflow di bendung ini menuju Saluran Hantar Rababaka – Mila - Tanju.

Saluran Hantar Rababaka – Mila - Tanju berfungsi untuk mengalirkan air dari
Bendung Pengalih Rababaka untuk mengisi waduk Mila dan waduk Tanju.

c.

Bendungan Mila berfungsi untuk menampung potensi air DAS Mila dan tambahan
air dari Saluran Hantar Rababaka yang nantinya akan digunakan untuk menambah
keandalan pengairan DI. Rababaka eksisting seluas 1.689 ha khususnya pada
musim Tanam II dan III.

d.

Bendungan Tanju berfungsi untuk menampung potensi air DAS Sori Tanju dan
tambahan air dari Saluran Hantar Rababaka yang nantinya akan digunakan untuk
mengairi Daerah Irigasi Tanju seluas 2.242,25 ha.

e.

Jaringan Irigasi Tanju merupakan system jaringan irigasi yang akan mengalirkan
air secara teknis dari Bendungan Tanju menuju rencana areal irigasi.

f.

Daerah Irigasi Rababaka merupakan daerah irigasi yang sudah ada (luas 1.689
ha) dan pada rencana pengembangan ini akan menjadi satu system dengan jaringan
irigasi Rababaka Komplek.

4.3. Rencana Integrasi Pembangunan Bendungan dan Irigasi
Rencana pembangunan bendungan Tanju dan bendungan Mila telah terintegrasi
dengan rencana pembangunan Irigasi Rababaka Komplek yang merupakan jaringan
14

interkoneksi antar DAS untuk mengoptimalkan potensi inflow serta lahan yang ada.
Pembangunan irigasi yang dilakukan merupakan pembangunan irigasi primer yang
akan mengaliri daerah irigasi Tanju seluas 2.250 Ha dan irigasi Mila 1.689 Ha.
Dua daerah irigasi direncanakan akan diintegrasikan, yaitu DI. Tanju dan
Rababaka untuk dijadikan satu sistem jaringan irigasi interkoneksi dengan
membuat saluran penghubung antar sungai (interbasin transfer). Melalui saluran
hantar, kelebihan air dari Sungai Rababaka akan dapat dibawa dan disimpan dalam
waduk Tanju untuk menambah keandalan pengairan di rencana Daerah Irigasi
Tanju. Kemudian sebagian kelebihan air Sungai Rababaka pada musim hujan akan
disimpan dalam Waduk Mila yang kemudian diharapkan dapat digunakan untuk
menambah air irigasi DI. Rababaka di musim kemarau.

Gambar 3
Peta Integrasi Pembangunan Bendungan dan Irigasi

Sumber : Dinas Kementerian Pekerjaan Umum, Balai Wilayah Sungai I, Provinsi NTB

Selain itu juga, untuk memastikan irigasi dapat mengairi seluruh area irigasi di
sekitar bendungan Tanju maka direncanakan akan dibangun siphon di saluran
irigasi

sehingga air tetap dapat mengalir melewati lembah. Meskipun sempat
15

terdapat permasalahan lahan yang belum dibebaskan, namun pembangunan irigasi
tidak mengalami kendala berat. Sehingga jika pembangunan bendungan Tanju dan
Mila dapat selesai, maka di tahun 2018 jaringan irigasi sudah terintegrasi dengan
pembangunan bendungan dan dapat beroperasi.

4.4. Progress Pembangunan
Bendungan Tanju dan Bendungan Mila termasuk dalam Proyek Strategis Nasional
yang ditetetapkan melalui Peraturan Presiden No.3 Tahun 2016. Selain itu
Bendungan Tanju dan Bendungan Mila terdapat dalam Proyek Prioritas yang
mendapat penekanan di tahun 2018. Skema pendanaan pembangunan bendungan
tanju dan Bendungan Mila direncanakan dilakukan melalui skema Multiyears
Contract (MYC) sebesar Rp. 377,8 Milyar untuk konstruksi dan Rp. 26,8 Milyar
untuk supervisi.

Tabel 6
Alokasi MYC Bendungan Tanju dan Mila

Sumber : Dinas Kementerian Pekerjaan Umum, Balai Wilayah Sungai I, Provinsi NTB

Untuk pembangunan bendungan Tanju diperkirakan diperlukan luas tanah
394,29 ha yang terdiri dari kawasan hutan 220 ha dan Non Kawasan Hutan 174,285
ha. Sedangkan untuk Bendungan Mila diperkirakan dibutuhkan luas tanah 169,78 ha
yang sepenuhnya merupakan kawasan hutan. Secara fisik di sampai dengan bulan
September 2017, pembangunan Bendungan Tanju baru mencapai sekitar 77% dari
16

rencana pembangunan yang ditargetkan sebesar sekitar 84%. Seperti halnya
bendungan Tanju, pembangunan bendungan Mila saat ini masih belum seluruhnya
terbangun sesuai dengan rencana, dari rencana pembangunan fisik 68% saat ini
baru terealisasi pembangunan fisik nya sekitar 60%.

Tabel 7
Rekapitulasi Progres Fisik

Sumber : Dinas Kementerian Pekerjaan Umum, Balai Wilayah Sungai I, Provinsi NTB

Gambar 4
Perkembangan Pembangunan Fisik Bendungan Tanju

Gambar 5
Perkembangan Pembangunan Fisik Bendungan Mila

17

Sedangkan untuk realisasi anggaran, dari total Rp. 105,8 T di tahun 2017, masih
terdapat sisa yang belum terserap sebesar Rp. 40,8 T. Khusus untuk termin ke 5 – 6

Tahun 2017, dari yang direncanakan Rp. 71,1 T baru terealisasi Rp. 65,0 T. Masih
terdapat sisa yang belum terserap di termin 5- 6 sebesar Rp. 6,0 T.

Tabel 8
Realisasi Pelaksanaan Anggaran Tahun 2017

Keterangan :


Realisasi keuangan terhadap DIPA (Rp. 65,016,799,305 termasuk PPN 10%) merupakan termin ke-5 -6 (thn
2017)



Realisasi keuangan terhadap MYC (Rp. 199,494,153,100 termasuk PPN 10%) merupakan akumulasi termin 1-6

Sumber : Dinas Kementerian Pekerjaan Umum, Balai Wilayah Sungai I, Provinsi NTB

4.5. Kendala Pelaksanaan
4.5.1. Permasalahan sosial
a. Bendungan Tanju
Permasalahan sosial menjadi kendala utama pembangunan bendungan Tanju
dan bendungan Mila. Untuk kasus bendungan Tanju, permasalahan sosial yang
dihadapi adalah permasalahan relokasi warga yang tinggal lokasi genangan.
Penduduk melakukan pemblokiran akses masuk menuju wilayah pembangunan
bendungan. Hal ini menyebabkan pembangunan bendungan terhambat selama
kurang lebih 2,5 bulan. Saat ini penduduk di daerah genangan telah direlokasi oleh
Pemerintah Daerah dengan difasilitasi oleh Kementerian PU & PERA. Sehingga
pemblokiran oleh warga pada lokasi pembangunan bendungan Tanju telah dibuka
dan kontraktor telah diizinkan untuk bekerja kembali. Namun masih perlu
diantisipasi pemblokiran lanjutan karena sampai dengan saat ini jika ganti rugi
lahan belum diterima oleh masyarakat.

18

b. Bendungan Mila
Untuk

pembangunan

bendungan

Mila,

meskipun

pada

tahap

awal

pembangunannya juga mengalami pemblokiran oleh penduduk sekitar namun saat
ini sudah tidak ada pemblokiran. Permasalahan sosial utama yang dihadapi
bendungan Mila adalah rusaknya daerah vegetasi hutan dikarenakan adanya
penebangan dan pembakaran liar oleh penduduk. Selain itu adanya kebijakan dari
pemerintah daerah kabupaten Dompu untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat, pemda mendorong masyarakat untuk mengembangkan budidaya
tanaman jagung di areal sekitar waduk. Hal ini secara tidak langsung dapat
mendorong kerusakan daerah vegetasi di areal sekitar waduk. Rusaknya daerah
vegetasi dikhawatirkan dapat menyebabkan menurunkan debit jumlah air yang
ditampung bendungan Mila.

4.5.2. Ganti Rugi Lahan
a. Bendungan Tanju
Permasalahan lain yang dihadapi untuk pembangunan bendungan Tanju yakni
permasalahan ganti rugi lahan. Pada tahun 2016 dari total 392,3 ha kebutuhan
tanah, baru 60% atau sekitar 386,5 ha yang telah diberikan ganti rugi sebesar Rp.
3.875,0 T. Masih terdapat sekitar 40% lahan yang belum dibebaskan oleh
Pemerintah Daerah Dompu dikarenakan keterbatasan APBD. Telah dilakukan
koordinasi antara Kementerian PU & PERA (Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I)
dengan Pemerintah Kabupaten Dompu, namun mengingat bendungan Tanju
merupakan Proyek Strategis Nasional maka biaya pembayaran ganti rugi lahan tidak
dapat dilakukan melalui anggaran Kementerian PU & PERA. Untuk itu kebutuhan
ganti rugi lahan sebesar Rp. 1,7 T diusulkan dipenuhi ditahun 2017 melalui skema
LMAN.
Berdasarkan informasi, pembebasan lahan bendungan Tanju belum terdapat
dalam list proyek yang akan dibebaskan lahannya oleh LMAN. Bendungan Tanju
dijadwalkan mulai dioperasikan akhir tahun 2018, dan jika ganti rugi lahan tidak
segera diselesaikan maka dikhawatirkan pembangunan bendungan akan kembali
diblokir dan menyebabkan penyelesaian pembangunan tanju kembali terhambat.

19

Tabel 9
Status Tanah Bendungan Tanju
Kebutuhan Biaya Pembebasan Tanah
Tahun 2017
Keterangan
Non Kaw.
Non Kaw.
Non Kaw.
Non Kaw. Hutan
Total
Total Kaw. Hutan
Total
Keterangan
Hutan
Hutan
Hutan
(Biaya, Rp)
(Biaya, Rp)
174,285 394,29 ha 217,68 ha 168,83 386,51 ha
20 ha Yang sudah terealisasi - Biaya administrasi :
1.833.450.000 Sudah dilakukan
pada TA. 2016 ±60% x Rp. 150.000.000
pembayaran pada bulan
51,58 (sisa 40% akan - Biaya pembebasan
November 2016 sebesar
dibayarkan pada TA.
tanah (dari daftar
Rp. 3.837.022.000. sisa
2017)
nominatif jika sudah
pembayaran
ada): Rp. 1.683.450.000
Rp.1.833.450.000 akan di
bayarkan pada Triwulan ke2 TA. 2017

Kebutuhan Tanah
Kaw.
Hutan
220 ha

Realisasi

Sisa Belum Terbebaskan

b. Bendungan Mila
Untuk

pembangunan

bendungan

Mila,

tidak

terdapat

kendala

dalam

pembebasan lahannya. Hal ini dikarenakan lokasi lahan seluas 169,8 ha yang
rencananya akan dibangun bendungan Mila berada dalam Kawasan hutan.
Koordinasi yang dilakukan hanya melibatkan Kementerian LHK. Saat ini
pembebasan lahan baru terealisasi sekitar 149 ha, untuk sisanya seluas 19,4 yang
direncanakan akan digunakan untuk lokasi spillway (3 ha), disposal 1 (11,06 ha),
disposal 2 (5,07 Ha) dan Direksi Keet (0,65 Ha) telah dilakukakan proses MoU
antara BWS dan KPHL Kabupaten Dompu.

Tabel 10
Status Tanah Bendungan Mila

4.6. Kebutuhan Pendanaan
Berdasarkan informasi yang diperoleh, pada tahun 2016 terdapat penghematan (self
blocking) untuk pembangunan bendungan Tanju dan bendungan Mila sebesar Rp.
20

31,0 Milyar dan terjadi rekomposisi antar bendungan. Hal ini menyebabkan terdapat
kekurangan pendanaan untuk penyelesaian pembangunan bendungan Tanju dan
Mila.

Tabel 11
Kebutuhan Pembangunan Bendungan Tanju dan Mila
TAHUN

DIPA AWAL (Rp. Juta)

DIPA REALISASI (Rp. Juta)

DIPA 2015

50.000,0

50.000,0

DIPA 2016

127.557,6

*96.557,6

DIPA 2017

105.790,9

105.790,9

DIPA 2018

94.456,2

**94.456,2

377.804,8

346.804,8

-

31.000,0

357.168,9

357.168,9

Jumlah
Selisih Kebutuhan
Kontrak
* Penghematan sebesar 31 Milyar

** Perkiraan Realisasi (akhir periode pembangunan)

Berdasarkan informasi yang diperoleh, saat ini sudah tidak terdapat lagi
permasalahan dalam pendanaan bendungan Tanju dan Mila karena telah dilakukan
rekomposisi. Sehingga bendungan Tanju dan Mila optimis dapat diselesaikan
dengan asumsi tidak adanya lagi permasalahan lahan/ganti rugi lahan. Namun
sebagai catatan, rekomposisi pendanaan MYC dapat berakibat pada terhambatnya
penyelesaian proyek prioritas. Untuk itu, rekomposisi pendanaan MYC hendaknya
tetap memperhatikan target – target pencapaian prioritas dalam RPJMN dan RKP.
4.7. Rencana Penyelesaian Pembangunan Bendungan Tanju dan Mila
Pembangunan bendungan Tanju dan Mila sudah memasuki tahap akhir, dan
ditargetkan untuk dilakukan pervonding (perendaman) di akhir di tahun 2017.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, beberapa hal yang perlu menjadi
perhatian agar penyelesaian pembangunan bendungan tidak terhambat adalah
sebagai berikut:

a.

Permasalahan Sosial



Perlu dilakukan sosialisasi dan pendekatan dengan berkoordinasi dengan
Pemerintah Daerah untuk memberikan pemahaman kepada warga terkait
21

pemblokiran yang dapat menghambat penyelesaian pembangunan bendungan
yang pada akhirnya akan merugikan penduduk setempat karena bendungan
tidak dapat segera dioperasikan.


Perlu dilakukan sosialisasi dan pendekatan oleh Pemerintah Daerah dan
Kementerian LHK terkait dampak penebangan pohon/pembakaran pohon di
Kawasan Hutan disekitar pembangunan bendungan Mila.

b. Penyelesaian Ganti Rugi lahan


Perlu untuk dilakukan

koordinasi

antara

Kementerian PPN/Bappenas,

Kementerian Keuangan dan Kementerian PU & PERA untuk memastikan
penggantian lahan bendungan Tanju ada dalam rencana penggantian lahan
LMAN di tahun 2017


Apabila proses penggantian lahan tidak dimungkinkan di Tahun 2017, maka
diusulkan penggantian lahan dapat dipenuhi di 2018. Hal ini untuk memastikan
target penyelesaian pembangunan bendungan dapat diselesaikan di Tahun 2018.

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. KESIMPULAN


Peraturan Presiden (Perpres) No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mengamanatkan pembangunan 65
bendungan (49 waduk baru dan 16 waduk lanjutan), 29 waduk diantaranya
ditargetkan selesai di 2019.



Pembangunan bendungan memiliki peranan dalam pencapaian target Prioritas
Nasional Ketahanan Pangan, terutama terkait fungsinya sebagai sarana dan
prasarana pertanian mendukung irigasi. Untuk itu dengan diselesaikannya
pembangunan 29 waduk di 2019 diharapkan dapat berkontribusi 13%
menyediakan air irigasi persawahan.



Target pembangunan bendungan memberikan konsekuensi besar dalam
pendanaan. Pemerintah diperkirakan harus menyiapkan pendanaan sebesar Rp.
70,5 T dari tahun 2010 – 2023. Sedangkan untuk tahun 2015 – 2019 pendanaan
diperkirakan sebesar Rp. 31,0 T.

22



Untuk

menjamin

kesinambungan

pendanaannya,

pendanaan

untuk

pembangunan bendungan dilakukan melalui skema Multi Years Contract (MYC).
Beberapa isu yang perlu menjadi perhatian melalui skema MYC :
o

Penumpukan kebutuhan pendanaan di satu titik tahun yang sama untuk
beberapa waduk karena telah memasuki siklus tahun ke 2 dan ke 3

o


Rekomposisi yang dapat menghambat penyelesaian pembangunan waduk.

Pada Tahun 2019, untuk menuntaskan RPJMN diperkirakan dibutuhkan
pendanaan sebesar Rp. 12,8 T, atau meningkat hampir dua kali lipat
dibandingkan rencana tahun 2018 sebesar Rp. 7,4 T. Dari total Rp. 12,8 T
tersebut, sekitar hampir 70,2% nya atau Rp. 9,0 T merupakan kebutuhan untuk
pembangunan bendungan yang terkait dengan irigasi dan setidaknya Rp. 2,1 T
harus dipastikan pendanaannya karena digunakan untuk penyelesaian
pembangunan dan groubreaking bendungan baru yang terkait dengan irigasi.



Terkait kebutuhan pendanaan untuk pengadaan lahan terdapat isu :
o

Belum seluruh bendungan terjamin pengadaan lahannya oleh LMAN. Hanya
bendungan yang termasuk dalam Perpres No. 58/2017 tentang Perubahan
atas Perpres 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional pembebasan lahan telah dilakukan melalui LMAN.

o

Untuk

itu

dalam

pembangunan

bendungan

baru

tetap

harus

mempertimbangkan penyediaan lahannya. Jika pengadaan lahan masih
belum terjamin maka dapat menimbulkan permasalahan sosial dan
menghambat pembangunan bendungan.


Berdasarkan studi kasus, permasalahan sosial masih menjadi kendala utama
dalam pembangunan bendungan, terutama terkait realokasi/pemukiman
kembali penduduk yang terkena dampak pembangunan bendungan serta ganti
rugi lahan.



Sampai saat ini pembangunan bendungan Tanju dan Mila masih terdapat
kendala penggantian lahan karena Bendungan Tanju dan Mila belum terdapat
dalam list LMAN. Apabila belum terdapat kepastian dalam penggantian lahan
maka dikhawatirkan akan terjadi pemblokiran oleh warga dan menyebabkan
terhambatnya penyelesaian pembangunan bendungan Tanju dan Mila.



Permasalahan lain yang muncul dari studi kasus yang dilakukan, adanya
selfblocking atau rekomposisi yang berakibat pada kekurangan pendanaan untuk
23

penyelesaian pembangunan bendungan Tanju dan Mila. Untuk kedepan
selfblocking ataupun rekomposisi harus tetap mempertimbangkan pencapaian
target prioritas RKP, sehingga tidak menghambat penyelesaian dari proyek –
proyek prioritas.

5.2. REKOMENDASI


Untuk sumber pendanaan pembangunan bendungan saat ini masih terbatas pada
rupiah murni. Hanya sekitar kurang dari 10%nya berasal dari PHLN. Dengan
terbatasnya skema pendanaan, perlu untuk dijajaki alternatif sumber pendanaan
lain seperti skema KPBU atau AP, meskipun alternatif bendungan yang layak di
KPBU masih sangat terbatas.



Tahun 2019 merupakan tahun terakhir RPJMN 2015 – 2019, untuk tahun 2019
direncanakan akan diselesaikan pembangunan 11 bendungan (10 bendungan

irigasi), 8 bendungan akan di groundbreaking. Untuk itu diperlukan prioritasi
pemenuhan kebutuhan pendanaan.


Perlu pengawalan Bappenas dalam mekanisme MYC, termasuk rekomposisi
pendanaan yang dilakukan. Rekomposisi yang dilakukan hendaknya tetap
memperhatikan target – target prioritas dalam RPJMN dan RKP sehingga tidak
mengganggu pencapaian target.



Peningkatan koordinasi antar stakeholder Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
dan Masyarakat terdampak untuk mengurangi permasalahan sosial yang dapat
menghambat pembangunan bendungan.



Perlu adanya keterlibatan Bappenas dalam menentukan proyek – proyek yang
masuk dalam list penjaminan LMAN

---000---

24