ETIKA PROFESI SEORANG AKUNTAN.docx (1)

ARTIKEL
“ ETIKA PROFESI SEORANG AKUNTAN “
By : Yustika lelepadang ( 1613030), Petroyani ( 1613075 ) dan Marlina Datu Bua’
( 1613083 )
Kelas : A
Kemajuan ekonomi suatu negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong
munculnya pelaku bisnis baru sehingga menimbulkan persaingan yang cukup tajam
di dalam dunia bisnis. Hampir semua usaha bisnis betujuan untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya (profit-making) agar dapat meningkatkan
kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang
untuk mencapai tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan.Walaupun pelaku
bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral
dan etika dari bisnis itu sendiri. Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila
ditunjang dengan menerapkan prinsip-prinsip etis untuk berbisnis. Prinsip-prinsip etis
dalam berbisnis adalah merupakan suatu hukum yang mengatur kegiatan bisnis
semua pihak secara fair dan baik disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yang
adil dan efektif dalam menegakkan aturan bisnis tersebut. Dalam prinsip ini terdapat
tata cara ideal dalam pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma
dan moralitas ini dapat menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka kode etik profesi perlu diterapkan dalam
setiap jenis profesi. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi

yang harus diterapkan oleh setiap individu. Dalam prinsip akuntansi, etika akuntan
harus lebih dijaga daripada kepentingan perusahaan. Tanpa etika, profesi akuntansi
tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses
pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis, dengan berdasarkan kepentingan
banyak pihak yang terlibat dengan perusahaan. Dan bukan didasarkan pada beberapa

pihak tertentu saja. Karena itu, bagi akuntan, prinsip akuntansi adalah aturan tertinggi
yang harus diikuti. Kode etik dalam akuntansi pun menjadi barang wajib yang harus
mengikat profesi akuntan. Profesi akuntan sekarang ini dituntut untuk mampu
bertindak secara professional dan sesuai dengan etika. Hal tersebut karena profesi
akuntan mempunyai tanggung jawab terhadap apa yang diperbuat baik terhadap
pekerjaannya, organisasinya, masyarakat dan dirinya sendiri. Dengan bertindak sesuai
dengan etika maka kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan akan
meningkat. Terlebih saat ini profesi akuntan diperlukan oleh perusahaan, khususnya
perusahaan yang akan masuk pasar modal. Hal ini disebabkan setiap perusahaan yang
hendak ikut serta dalam bursa efek wajib diaudit oleh akuntan publik. Untuk
mendukung profesionalisme akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sejak tahun
1975 telah mengesahkan “Kode Etik Akuntan Indonesia” yang telah mengalami
revisi pada tahun 1986, tahun 1994 dan terakhir pada tahun 1998.
Dalam mukadimah Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 1998 ditekankan

pentingnya prinsip etika bagi akuntan yaitu keanggotaan dalam Ikatan Akuntan
Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai
kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh
hukum dan peraturan. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Akuntan Indonesia
menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik, pemakai jasa
dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku
profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan
dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Namun kenyataanya dalam praktek seharihari masih banyak terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik tersebut.
Sebagaimana sebuah metode, akuntansi juga mempunyai tahapan–tahapan yang
harus dijalani untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Secara umum laporan
keuangan yang akan didapatkan di akhir proses akuntansi adalah hasil dari semua
proses pencatatan yang dilakukan, mulai dari pencatatan transaksi sampai dengan
penyusunan laporan keuangan yang terjadi terus menerus dan berulang – ulang.

Proses inilah yang disebut dengan siklus akuntansi. Menurut C. Rollin Niswonger,
Carl S. Warren, James M. Reeve, Philip E. Fess (1999:86), siklus akuntansi
(Accounting sycle) didefinisikan sebagai berikut: Siklus akuntansi adalah prosedur
utama prinsip akuntansi yang digunakan untuk memproses transaksi selama suatu
periode. Sedangkan pengertian siklus akuntansi menurut Soemarso S.R adalah

sebagai berikut: Siklus akuntansi adalah tahapan – tahapan kegiatan mulai dari
terjadinya transaksi sampai dengan penyusunan laporan keuangan sehingga siap
untuk pencatatan transaksi periode berikutnya yang terjadi secara berulang–ulang dan
terus menerus (Soemarso, 2004:90).
Siklus akuntansi terdiri dari beberapa kegiatan-kegiatan dibawah ini :


Mendokumenkan bukti transaksi



Mencatat transaksi dalam jurnal



Posting ke buku besar



Menyusun neraca saldo




Membuat neraca laur



Menyusun ayat jurnal penyesuaian



Menyusun laporan keuangan



Menyusun jurnal penutup dan pembalik
Bila kita bicara tentang etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral

yang tinggi yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi
pegangan bagi setiap orang yang mengembangkan profesi yang bersangkutan.Aturan

ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut
yang biasanya disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap
profesi. Menurut Chua dkk (1994) menyatakan bahwa etika professional juga
berkaitan dengan perilaku moral yang lebih terbatas pada kekhasan pola etika yang
diharapkan untuk profesi tertentu. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa
pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat moral-moral
dan mengatur tentang etika professional (Agnes, 1996). Pihak-pihak yang
berkepentingan dalam etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi

akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002). Di dalam kode
etik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi kepentingan
masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dalam dua
kode etik ini yaitu Pertama, kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari
kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara disengaja maupun tidak disengaja
oleh kaum profesional. Kedua, kode etik bertujuan melindungi keluruhan profesi
tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang tertentu yang mengaku dirinya profesional
(Keraf, 1998).
Kode etik akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan
antara auditor dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi
dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan

aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di
lingkungan usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan.
Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi
Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000). Prinsip perilaku profesional seorang
akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tetapi
dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan karakteristik tertentu
yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan. Prinsip etika yang tercantum dalam kode
etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1.

Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota

harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua
kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting
dalam masyarakat.Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung
jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab

untuk


bekerja

sama

dengan

sesama

anggota

untuk

mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif
semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

2.

Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka

pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan
tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di
masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi
kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan
pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota
secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan
dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan
negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa
akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai
dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi
tersebut.Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan
publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara
terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang
tinggi.

3.

Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus

memenuhi

tanggung

jawab

profesionalnya

dengan

integritas

setinggi

mungkin.Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya

pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan
publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan
yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain,

bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi.Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan
pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4.

Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan

kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah
suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.Anggota
dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi

manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang
bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan
manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan
melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan
kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara
obyektivitas.
5.

Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,

kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa
profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten

dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui
pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya
memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman
dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa
dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi
kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau
menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota
bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai
apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk
bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6.

Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh

selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut
bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa
terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai
berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk
menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh
melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan
setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7.

Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang

baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk
menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh

anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.

Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar

teknis dan standar profesional yang relevan.Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota
adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan
yang relevan.
Mungkin kita masih ingat dengan salah satu kasus korupsi yang terjadi pada
saat Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional
(P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial.
Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat
Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun
Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training
Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang
bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil
tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih
lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olah raga tersebut.
Untuk mencari lokasi, tim verifikasi menyepakati kriteria pemilihan lokasi yaitu:
kesesuaian RUTR dengan lokasi, luas lahan lebih dari 20 hektar, jarak tidak lebih dari
70 km dari Jakarta dan dapat ditempuh kurang dari 1 jam, topografi tanah memiliki
kemiringan maksimal 15 persen, kenyamanan lingkungan udara, kondisi lahan bukan
lahan produktif, status tanah dan harga tanah per meter/segi tidak lebih dari
Rp30.000. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun
pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang.

Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang,
Citeureup, Bogor.Tim melihat, lahan di Hambalang itu sudah memenuhi semua
kriteria penilaian tersebut di atas.Sehingga lokasi tersebut dipilih untuk dibangun.
Menindaklanjuti pemilihan Hambalang, Dirjen Olahraga Depdiknas langsung
mengajukan permohonan penetapan lokasi Diklat Olahraga Pelajar Nasional kepada
Bupati Bogor. Bupati Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan Bupati
Bogor nomor 591/244/Kpes/Huk/2004 tanggal 19 Juli 2004. Sambil menunggu izin
penetapan lokasi dari Bupati Bogor tesebut, pada 14 Mei 2004, Dirjen Olahraga telah
menunjuk pihak ketiga yaitu PT LKJ untuk melaksanakan pematangan lahan dan
pembuatan sertifikat tanah dengan kontrak No.364/KTR/P3oP/2004 dengan jangka
waktu pelaksanaan sampai dengan 9 November 2004 senilai Rp4.359.521.320.
Namun, ternyata lokasi Hambalang itu masuk zona kerentanan gerakan tanah
menengah tinggi sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM. Sesuai
dengan sifat batuannya, PVMBG menyarankan untuk tidak mendirikan bangunan di
lokasi tersebut karena memiliki risiko bawaan yang tinggi bagi terjadinya bencana
alam berupa gerakan tanah. Selain itu, status tanah di lokasi dimaksud masih belum
jelas, meskipun telah dikuasai sejak pelepasan/pengoperan hak garapan dari para
penggarap kepada Ditjen Olahraga setelah realisasi pembayaran uang kerohiman
kepada para penggarap sesuai Berita Acara Serah Terima Pelepasan/Pengoperan Hak
Garapan tertanggal 19 September 2004. Sejak itulah area tanah tersebut diakui
sebagai aset Ditjen Olahraga dan kemudian pada tanggal 18 Oktober 2005
diserahterimakan kepada organisasi baru yaitu Kementerian Negara Pemuda dan
Olahraga (Kemenpora) setelah Ditjen Olahraga berubah menjadi Kemenpora.
Menpora saat itu, Adhyaksa Dault mengakui bahwa untuk membangun pusat
olahraga pihaknya mengajukan anggaran sebesar Rp125 miliar.Karena proyek
tersebut awalnya bukan untuk pembangunan pusat olahraga.Melainkan hanya
pembangunan sekolah olahraga. Nilai proyek ini kemudian melejit hingga Rp2,5
triliun saat Kemenpora dipimpin oleh Menteri Andi Mallarangeng. Hal tersebut

terungkap dalam audit Hambalang, bahwa pada tanggal 8 Februari 2010 dalam Raker
antara Kemenpora dengan Komisi X, Menpora menyampaikan rencana Lanjutan
Pembangunan tahap I P3SON di Bukit Hambalang Rp625.000.000.000. Permintaan
itu diajukan karena dalam DIPA Kemenpora TA 2010 baru tersedia Rp125 miliar.
Menpora Andi Mallarangeng juga menyampaikan bahwa usulan tersebut merupakan
bagian rencana pembangunan P3SON Bukit Hambalang Sentul yang secara
keseluruhan memerlukan dana sebesar Rp2,5 triliun. Andi Mallarangeng pun
menghormati hasil audit BPK atas proyek Hambalang tersebut. Bahkan dirinya
mendukung perlu adanya pihak yang bertanggungjawab jika memang ditemukan
adanya penyimpangan."Sebagai menteri tentu saya menjalankan tugas sebaik-baiknya
termasuk dalam hal pengawasan," kata Andi kemarin. BPK pun menemukan indikasi
adanya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian
negara sekitar Rp243,6 miliar. Kepala BPK, Hadi Purnomo menjelaskan, rincian
kerugian negara sebesar Rp116,930 miliar merupakan selisih pembayaran uang muka
yang telah dilaksanakan sebesar Rp189,450 miliar, dikurangi pengembalian uang
muka pada saat pembayaran termin pada tahun 2010 dan 2011 sebesar Rp73,520
miliar. Hadi menambahkan, ada kelebihan pembayaran harga pada pelaksanaan
konstruksi sebesar Rp126,734 miliar. Kelebihan itu terdiri dari Mekanikal elektrikal
(ME) Rp75,724 miliar dan pekerjaan struktur sebesar Rp51,1 miliar. Semuanya
menjadi terbuka ketika Koordinator Anggaran Komisi X DPR RI yang juga
Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, ditangkap.Nazar mulai
mengungkap pelbagai aktifitas korupsi yang melibatkannya, salah satunya korupsi
pada proyek Hambalang yang ternyata juga melibatkan dedengkot-dedengkot Partai
Demokrat lainnya: Anas Urbaningrum, Andi Alfian Mallarangeng, dan Angelina
Sondakh. Dalam perjalanannya, muncullah kronologi sebagai berikut:
1 Agustus 2011: KPK mulai menyelidiki kasus korupsi proyek Hambalang senilai Rp
2,5 triliun. 8 Februari 2012: Nazar menyatakan bahwa ada uang Rp 100 miliar yang
dibagi-bagi, hasil dari korupsi proyek Hambalang. Rp 50 miliar digunakan untuk
pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat; sisanya Rp 50 miliar

dibagi-bagikan kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi Alfian
Mallarangeng. 9 Maret 2012: Anas membantah pernyataan Nazar. Anas bahkan
berkata dengan tegas, “Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di
Monas. 5 Juli 2012: KPK menjadikan tersangka Dedi Kusnidar, Kepala Biro
Keuangan dan Rumahtangga Kemenpora. Dedi disangkakan menyalahgunakan
wewenang sebagai pejabat pembuat komitmen proyek. 3 Desember 2012: KPK
menjadikan tersangka Andi Alfian Mallarangeng dalam posisinya sebagai Menpora
dan pengguna anggaran. Selain itu, KPK juga mencekal Zulkarnain Mallarangeng,
adik Andi, dan M. Arif Taufikurrahman, pejabat PT Adhi Karya. 22 Februari 2013:
KPK menjadikan tersangka Anas Urbaningrum. Anas diduga menerima gratifikasi
berupa barang dan uang, terkait dengan perannya dalam proyek Hambalang. Ide
pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional tercetus
sejak jaman Menteri Pemuda dan Olahraga dijabat oleh Adiyaksa Dault.Dipilihlah
wilayah untuk membangun, yaitu tanah di daerah Hambalang, Bogor, Jawa
Barat.Namun pembangunan urung terealisasi karena persoalan sertifikasi tanah.Saat
Menpora dijabat Andi Alfian Mallarangeng, proyek Hambalang terealisasi.Tender
pun dilakukan.Pemenangnya adalah PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya. Anas
Urbaningrum diduga mengatur pemenangan itu bersama Muhammad Nazaruddin,
Angelina Sondakh, dan teman dekat Anas, Mahfud Suroso.Masalah sertifikasi juga
berhasil diselesaikan.Pemenangan dua perusahaan BUMN itu ternyata tidak gratis.PT
Dutasari Citralaras menjadi subkontraktor proyek Hambalang dan mendapat jatah
senilai Rp 63 miliar.Perusahaan yang dipimpin Mahfud itu dikomisarisi oleh
Athiyyah Laila, istri Anas. Selain itu, PT Adhi Karya juga menggelontorkan dana
terima kasih senilai Rp 100 miliar. Setengah dana itu dipakai untuk pemenangan
Anas sebagai Ketua Partai Demokrat dan sisanya dibagi-bagikan oleh Mahfud kepada
anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi Mallarangeng. Selain itu, Anas
juga mendapatkan gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dari Nazar.
Kasus diatas di samping adanya oknum yang tidak bertanggung jawab, yang
dalam hal ini cukup melibatkan banyak personil, ternyata di balik semua itu, adanya

system pengelolaan keuangan yang morat marit membuat semakin rancunya urusan
hal di atas. Itu semua sudah menyalahi etika dalam profesi akuntan dengan di imingimingi komisi besar untuk mengaudit anggaran sang penyandang profesi tersebut pun
tidak perlu pikir panjang untuk mengiyakan tawaran tersebut melihat hukum di
Indonesia yang pilih kasih dalam mengadili suatu hal semacam ini, yang tidak akan
pernah di jatuhi sanksi yang tegas. Semua permasalahan di atas harus ditangani secara
serius, baik menyangkut permasalahan pejabat tinggi negara yang harusnya amanah
dalam memegang tugas kenegaraan, juga sistem kenegaraannya harus benar-benar
diganti dengan sistem yang benar-benar bisa menjaga individu-individu yang di
dalamnya bisa berlaku amanah. Mungkin juga harus di buat UU tegas untuk setiap
orang yang melakukan tindak kejahatan korupsi seperti di miskinkan seratus persen,
di penjara dalam kurun waktu yang lama (lebih dari 20 tahun) yang tidak dapat
mengajukan syarat-syarat, penangguhan, atau masa ujicoba. Bila perlu seperti di cina
menjatuhi hukuman mati kepada pelaku agar masalah seperti ini tidak akan terulang
kembali maupun yang semacamnya.
Meski sampai saat ini belum ada akuntan yang diberikan sangsi berupa
pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan akibat melanggar kode etik dan
standar profesi akuntan, tidak berarti seorang akuntan dapat bekerja sekehendaknya.
Setiap orang yang memegang gelar akuntan, wajib menaati kode etik dan standar
akuntan, utamanya para akuntan publik yang sering bersentuhan dengan masyarakat
dan kebijakan pemerintah.Etika yang dijalankan dengan benar menjadikan sebuah
profesi menjadi terarah dan jauh dari skandal. Menurut Kataka Puradireja (2008),
kekuatan dalam kode etik profesi itu terletak pada para pelakunya, yaitu di dalam hati
nuraninya. Jika para akuntan itu mempunyai integritas tinggi, dengan sendirinya dia
akan menjalankan prinsip kode etik dan standar akuntan. Dalam kode etik dan standar
akuntan dalam memenuhi standar profesionalnya yang meliputi prinsip profesi
akuntan, aturan profesi akuntan dan interprestasi aturan etika akuntan.Dan kode etik
dirumuskan oleh badan yang khusus dibentuk untuk tujuan tersebut oleh Dewan
Pengurus Nasional (DPN). Hal yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah

penerimaan tanggungjawab dalam bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena
itu tanggungjawab akuntan profesional bukan semata-mata untuk memenuhi
kebutuhan klien atau pemberi kerja, tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang
harus menaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik. Akuntan tidak independen
apabila selama periode Audit dan periode Penugasan Profesioanalnya, baik Akuntan,
Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun orang dalam KAP memberikan jasa-jasa nonaudit kepada klien, seperti pembukaan atau jasa lain yang berhubungan dengan jasa
akuntansi klien, desain sistem informasi keuangan, aktuaria dan audit internal.
Konsultasi kepada kliennya dibidang itu menimbulkan benturan kepentingan. Oleh
karena itu Akuntan Profesional diharuskan untuk mematuhi prinsip - prinsip
fundamental sebagai berikut:
1.

Integritas, Akuntan Profesional harus bersikap jujur dalam semua hubungan
professional dan bisnis.

2.

Objektivitas, Akuntan Profesional tidak boleh membiarkan hal-hal yang biasa
terjadi, tidak boleh membiarkan terjadinya benturan kepentingan, atau tidak
boleh mempengaruhi kepentingan pihak lain secara tidak pantas yang dapat
mengesampingkan pertimbangan professional atau pertimbangan bisnis.

3.

Kompetensi dan sikap kehati-hatian professional, Akuntan Profesional memiliki
kewajiban yang berkesinambungan untuk memelihara pengetahuan dan
keahlian pada suatu tingkat dimana klien atau pemberi kerja menerima jasa
profesional yang kompeten yang didasarkan pada pelatihan, perundangundangan, dan teknik terkini.

4.

Kerahasiaan, Akuntan Profesional harus menghormati kerahasiaan informasi
yang diperoleh sebagai hasil hubungan profesional dan hubungan bisnis dan
tidak boleh mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa ada
izin yang tepat dan spesifik kecuali terdapat hak dan professional untuk
mengungkapkan.

5.

Profesional, Akuntan Profesional harus mematuhi hukum dan perundangundangan yang relevan dan harus menghindari semua tindakan yang dapat
mendeskreditkan profesi.

RUU dan KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Untuk mengawasi akuntan publik, khususnya kode etik, Departemen Keuangan
(DepKeu)

mempunyai

aturan

sendiri

yaitu

Peraturan

Menteri

Keuangan

(PMK) No.17 Tahun 2008 yang mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari
kliennya berdasarkan SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) dan kode etik. SPAP
dan

kode

etik

diterapkan

oleh

asosiasi

profesi

berdasarkan

standar

Internasional.Laporan keuangan mempunyai fungsi yang sangat vital, sehingga harus
disajikan dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu, Departemen Keuangan menyusun
rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik dan RUU Laporan Keuangan.
RUU tentang Akuntan Publik didasari pertimbangan untuk profesionalisme dan
integritas profesi akuntan publik. RUU Akuntan Publik terdiri atas 16 Bab dan 60
Pasal , dengan pokok-pokok mencakup lingkungan jasa akuntan publik, perijinan
akuntan publik, sanksi administratif, Sedangkan kode etik yang disusun oleh SPAP
adalah kode etik International Federations of Accountants

(IFAC) yang

diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru.Adopsi etika oleh
Dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak jago
kandang.Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut konstitusi
adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan
standar harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara
konsisten untuk kepentingan.Seorang anggota IFAC dan KAP tidak boleh
menetapkan standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan dalam kode etik
ini.Akuntan profesional harus memahami perbedaaan aturan dan pedoman beberapa
daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau perundang-undangan.

Meski sampai saat ini belum ada akuntan yang diberikan sangsi berupa
pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan akibat melanggar kode etik dan
standar profesi akuntan, tidak berarti seorang akuntan dapat bekerja sekehendaknya.
Setiap orang yang memegang gelar akuntan, wajib menaati kode etik dan standar
akuntan, utamanya para akuntan publik yang sering bersentuhan dengan masyarakat
dan kebijakan pemerintah.Etika yang dijalankan dengan benar menjadikan sebuah
profesi menjadi terarah dan jauh dari skandal. Menurut Kataka Puradireja (2008),
kekuatan dalam kode etik profesi itu terletak pada para pelakunya, yaitu di dalam hati
nuraninya. Jika para akuntan itu mempunyai integritas tinggi, dengan sendirinya dia
akan menjalankan prinsip kode etik dan standar akuntan. Dalam kode etik dan standar
akuntan dalam memenuhi standar profesionalnya yang meliputi prinsip profesi
akuntan, aturan profesi akuntan dan interprestasi aturan etika akuntan. Hal yang
membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggungjawab dalam
bertindak untuk kepentingan publik. Akuntan tidak independen apabila selama
periode Audit dan periode Penugasan Profesioanalnya, baik Akuntan, Kantor
Akuntan Publik (KAP) maupun orang dalam KAP memberikan jasa-jasa non-audit
kepada klien, seperti pembukaan atau jasa lain yang berhubungan dengan jasa
akuntansi klien, desain sistem informasi keuangan, aktuaria dan audit internal.
Konsultasi kepada kliennya dibidang itu menimbulkan benturan kepentingan.

DAFTAR PUSTAKA
http://nelo-neloli.blogspot.com/2011/10/etika-profesi-akuntansi.html
http://sefianoarni.blogspot.com/2011/11/tulisan-etika-profesi-akuntansi_9627.html
untan, Siklus Akuntansi.
http://glhmlyn.blogspot.co.id/2014/09/makalah-etika-profesi-akuntan.html