| Retnanto | ELEMENTARY 337 1383 1 PB
STUDI KORELASI PEMBELAJARAN
KOOPERATIF DI MI MANBA’UL FALAH
SIDOREJO PAMOTAN REMBANG
Agus Retnanto
Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus
Abstract: This study aims to determine: 1) The application of
cooperative learning strategies in social studies class V in MI
Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex Academic Year 2013, 2)
Ability to think of students in social studies classes V in MI Manbaúl
Sidorejo Pamotan Apex Falah School Year 2013 , 3) Correlation
between cooperative learning strategies with students’ thinking
skills in social studies class V in MI Manbaúl Falah Sidorejo
Pamotan Apex academic year.
This study uses a quantitative method with correlation techniques.
The subjects of the study, the population in this study sebnyak
37 people by using random sampling techniques. Collecting data
by using a questionnaire to investigate the implementation of
cooperative bembelajaran strategy (X), and test instrument to
determine the students’ thinking skills (Y). To obtain objective data
questionnaire instrument / test it before using it irst tested the
validity.
From the discussion in this study it can be seen the relationship
between cooperative learning strategies with students’ thinking
skills in social studies class V in MI Manbaúl Falah Sidorejo
Pamotan Apex academic year 2013 is positive and signiicant.
This is evidenced by the level of correlation of r xy = 0804 and the
level of cooperative learning strategies on students’ thinking skills
are 0,64x100% = 64%. The relationship of cooperative learning
strategies with students’ thinking skills in social studies class V in
MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex Academic Year 2013
was very real,
Cooperative learning strategies are applicable in Subjects Social
Class V in MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex Academic
Year 2013, utilizing a variety of learning methods, learning in group
discussions to solve a problem, and help call now other as members
352
of the group have dificulty in a particular matter. In this case the
use of cooperative learning strategies in Subjects Social Class V in
MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex academic year 2013
included in both categories. Because there are at intervals of 81-85
Key words: cooperative learning strategies, students’ thinking skills
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan upaya manusia untuk meningkatkan
pola pikir dan wawasan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk
yang paling tinggi derajatnya dibanding dengan makhluk lain. Hal
ini karena manusia memiliki kemampuan berbahasa dan akal pikiran
atau rasio, sehingga manusia mampu mengembangkan dirinya
sebagai manusia yang berbudi (Nana Sujana, 1997: 2).
Dalam kehidupan suatu Negara pendidikan memegang peranan
penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara dan bangsa,
karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan
mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Namun disadari
atau tidak tampaknya praktek pembelajaran dalam pendidikan masih
menerapkan sistem sentralistik. Dalam hal ini guru dibudayakan
dan dimitoskan sebagai igur yang merupakan asal mula dari semua
bentuk ilmu yang harus diajarkan kepada siswa (Suyanto & Djihad
Hisyam, 2000: 63) Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong
untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran
di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal
informasi.
Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya
itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari–hari (Wina
Sanjaya, 2007: 1). Praktek ini lama kelamaan menjadikan siswa
menjadi pasif dan proses pembelajaran hanya berpusat pada guru
(teacher oriented). Tanpa kemampuan berpikir mustahil bagi siswa
untuk dapat memahami dan meyakini kaidah-kaidah materi pelajaran
yang disajikan. Di samping itu sulit bagi siswa untuk menangkap pesan
moral yang terkandung dalam materi pelajaran yang diikuti siswa.
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
353
Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek
dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses
pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam
mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja
akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk
mencapainya. Keaktifan anak di sini tidak hanya dituntut dari segi
isik, tetapi juga dari kejiwaan. Bila hanya isik anak yang aktif, tetapi
pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan
pembelajaran tidak tercapai (Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain,
2002: 5).
Karena itu, proses belajar mengajar yang dapat melibatkan
siswa dengan berpikir aktif adalah tepat untuk dipraktekkan dalam
kegiatan mengajar guru, sehingga tujuan pembelajaran akan dapat
tercapai. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka seorang guru
harus dapat menggunakan strategi atau metode yang baik yakni sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Dalam ilmu pendidikan dijelaskan
bahwa strategi mengajar merupakan salah satu unsur yang harus
dilaksanakan dalam upaya pencapaian tujuan pengajaran. Bagaimana
cara atau teknik guru dalam penyampaian materi kepada siswa agar
tujuan yang diharapkan tercapai (Sudirman, 1991: 3).
Strategi mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan
belajar mengajar, itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat tercapai
dengan penggunaan strategi yang tepat, sesuai dengan standar
keberhasilan yang terpatri dalam suatu tujuan. Strategi yang dapat
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar itu bermacam–macam
penggunaannya tergantung pada rumusan tujuan. Penggunaan
strategi dimaksudkan untuk menggairahkan belajar siswa, dengan
bergairahnya siswa maka tidak sukar untuk mencapai tujuan
pengajaran.
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat merangsang
kemampuan berpikir siswa adalah strategi pembelajaran kooperatif
(cooperative learning). Strategi pembelajaran kooperatif merupakan
strategi pembelajaran kelompok yang akhir–akhir ini menjadi
perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan.
Sehubungan dengan ditemukannya strategi pembelajaran
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
354
kooperatif yang salah satu tujuannya adalah untuk mengembangkan
kemampuan berpikir siswa, maka diterapkan pula strategi
pembelajaran kooperatif di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan
Rembang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Penerapan
strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS Kelas V di
MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang Tahun Pelajaran 2013,
2) Kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS Kelas V di MI
Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang Tahun Pelajaran 2013, 3)
Korelasi antara strategi pembelajaran kooperatif dengan kemampuan
berpikir siswa pada mata pelajaran IPS Kelas V di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang Tahun Pelajaran.
II. LANDASAN TEORI
A. Strategi Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran terdiri atas dua kata, yaitu strategi dan
pembelajaran. Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan
kata kerja Dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos,
merupakan gabungan kata “stratos”
(militer) dengan “ago”
(memimpin). Sebagai kata kerja, strategi berarti menggunakan (to
plan) (D. Sudjana, 2000: 5).
Secara umum strategi berarti suatu garis-garis besar haluan
untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan
(Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain: 5). Strategi adalah suatu pola
yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan
kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa
yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan, dan sarana
penunjang kegiatan (D. Sudjana: 5-6).
Strategi yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran disebut
strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran mencakup penggunaan
pendekatan, metode, dan teknik, bentuk media, sumber belajar,
pengelompokan peserta didik, untuk mewujudkan interaksi edukasi
antara pendidik dengan peserta didik, antar peserta didik, dan antara
peserta didik dengan lingkungannya serta upaya pengukuran terhadap
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
355
proses, hasil dan dampak kegiatan pembelajaran.
Menurut Wina Sanjaya, dalam bukunya yang berjudul Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, strategi
pembelajaran yaitu perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
(Wina Sanjaya, 2007: 124).
Jadi, strategi pembelajaran adalah rancangan kegiatan yang
akan dikerjakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan adanya strategi
pembelajaran, proses belajar mengajar akan berjalan dengan mudah,
sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan akan mudah dicapai.
2. Pengertian
Strategi
(Cooperative Learning )
Pembelajaran
Kooperatif
Strategi pembelajaran kooperatif (SPK) merupakan strategi
pembelajaran kelompok yang akhir–akhir ini menjadi perhatian dan
dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan
sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai
enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik,
jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen) (Wina Sanjaya,
2007: 240).
Menurut Kauchak, sebagaimana dikutip Dede Rosyada,
cooperative learning adalah: Belajar yang dilakukan bersama, saling
membantu satu sama lain, dan mereka telah menyepakati tujuan atau
kompetensi yang akan dicapai, masing-masing memiliki akuntabilitas
individual, dan masing–masing harus mempunyai kesempatan yang
sama untuk mencapai sukses (Dede Rosyada, 2004: 169).
Di dalam strategi pembelajaran kooperatif terdapat empat unsur
penting, diantaranya: (a) Peserta dalam kelompok, adalah siswa yang
melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar, (b)
Aturan kelompok, adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan
semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun
siswa sebagai anggota kelompok. Misalnya aturan tentang pembagian
tugas setiap anggota kelompok, waktu dan tempat pelaksanaan, dan
sebagainya, (c) Adanya upaya belajar dalam setiap anggota kelompok
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
356
adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuannya
yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik
kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan,
(d) Adanya tujuan yang harus dicapai, dimaksudkan untuk
memberikan arah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Melalui
tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran
setiap kegiatan belajar (Wina Sanjaya, 2007: 240).
Bellanca dan Fogarty, sebagaimana dikutip Laura Lipton dan
Deborah Hubble, menambahkan lima unsur yang harus disertakan
dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni: membangun pemikiran
tingkat tinggi, menyatukan tim, memastikan pembelajaran individu,
meninjau dan membahas, dan mengembangkan keterampilan sosial
(Laura Lipton & Deborah Hubble, 2005: 79).
Strategi pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen
utama, yaitu komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan
komponen struktur insentif kooperatif (cooperative incentive
structure). Tugas koperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan
anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok,
sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang
membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai
tujuan kelompok (Wina Sanjaya, 2007: 241).
Jadi, dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam
pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada proses kerja sama
dalam kelompok. Hal ini terlihat mulai dari pembuatan aturan
kelompok hingga pada penyelesaian tugas kelompok. Setiap individu
dalam kelompok akan saling membantu dan memotivasi, mereka
memiliki tanggung jawab terhadap kelompok, sehingga setiap siswa
akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi
demi keberhasilan kelompok.
Pengajaran kelompok kecil memungkinkan guru memberikan
perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang
lebih akrab antara guru siswa maupun antara siswa dengan siswa.
Adakalanya siswa lebih mudah belajar dari temannya sendiri, ada
pula siswa yang lebih mudah belajar karena harus mengajari atau
melatih temannya sendiri. Dalam hal ini pengajaran kelompok kecil
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
357
dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Pengajaran ini memungkinkan
siswa belajar lebih aktif, memberikan rasa tanggung jawab yang lebih
besar, berkembangnya daya kreatif, dan sifat kepemimpinan pada
siswa, serta dapat memenuhi kebutuhan siswa secara optimal (Moh.
Uzer Usman, 2002: 103).
3. Karakteristik Strategi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran
yang lain. Strategi pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik
tersendiri, antara lain:
a. Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim.
Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu,
tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota
tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b.. Didasarkan pada manajemen kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai
empat unsur pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi,
fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol (Sondang P. Siagian,
2003: 85). Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran
berjalan secara efektif. Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan, melalui langkah–langkah pembelajaran yang sudah
ditentukan termasuk ketentuan–ketentuan yang sudah disepakati
bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota
kelompok. Oleh sebab itu perlu diatur tugas–tugas dan tanggung
jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan
bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria
keberhasilan baik melalui tes maupun non tes.
c. Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok. Setiap anggota kelompok bukan
saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing–masing, akan
tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu.
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
358
d. Keterampilan bekerja sama
Kemauan untuk bekerja sama kemudian dipraktekkan
melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam
keterampilan bekerja sama. Siswa perlu didorong untuk mau dan
sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain
(Wina Sanjaya, 2007: 242 – 244).
4. Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip dalam pembelajaran kooperatif, seperti
dijelaskan di bawah ini :
a. Prinsip ketergantungan positif (Positive interdependence)
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu
penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan
setiap anggota kelompoknya. Keberhasilan penyelesaian tugas
kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing–masing anggota.
Dengan demikian semua anggota dalam kelompok akan merasa
ketergantungan.
b. Tanggung jawab perseorangan (Individual accountability)
Keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya,
maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab
sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang
terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.
c. Interaksi tatap muka (Face to face promotion interaction)
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan
yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka
saling memberikan informasi dan saling membelajarkan.
d. Partisipasi dan komunikasi (Participation and communication)
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat
mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Untuk dapat
melakukan partisipasi dan komunikasi, siswa perlu dibekali
dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi. Misalnya, cara
menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat
orang lain secara santun, dan cara menyampaikan gagasan yang
dianggapnya baik dan berguna.
5. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
359
Prosedur pembelajaran kooperatif pada dasarnya terdiri atas
empat tahap, yaitu :
a. Penjelasan materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian
pokok- pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam
kelompok. Tujuan utama dari tahap ini adalah pemahaman
siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru
memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang
harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi
dalam pembelajaran kelompok (tim). Pada tahap ini guru dapat
menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan tanya
jawab, bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan demonstrasi.
Di samping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai media
pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik
siswa.
b. Belajar dalam kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang
pokok–pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk
belajar pada kelompoknya masing–masing yang telah dibentuk
sebelumnya. Pengelompokan dalam strategi pembelajaran
kooperatif bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk
berdasarkan perbedaan–perbedaan setiap anggotanya, baik
perbedaan gender, latar belakang agama, sosial-ekonomi, dan
etnik serta perbedaan kemampuan akademik.
Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran
biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan tinggi, dua
berkemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan
akademis kurang.
Ada tiga pola yang dapat digunakan dalam belajar kelompok,
yaitu:
1). Pola bekerja paralel
Seluruh kelompok berhadapan dengan materi pelajaran yang
sama, semua kelompok merundingkan topik yang sama atau
mengerjakan hal yang sama. Hasil perundingan atau tugas yang
diberikan, dibandingkan satu sama lain W. (S. Winkel, 2004: 327).
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
360
2). Pola bekerja komplementer
Masing–masing kelompok mendapat satu topik atau tugas yang
berbeda dengan topik yang diberikan kepada kelompok lain, tetapi
masing–masing topik atau tugas merupakan suatu bagian dalam
keseluruhan materi pelajaran. Melalui laporan yang diberikan
oleh masing–masing kelompok, siswa dalam kelompok studi
lainnya juga mendapat informasi mengenai aspek atau bagian
materi pelajaran yang tidak langsung mereka hadapi (S. Winkel,
2004: 327).
3). Pola campuran paralel dan komplementer
Dua kelompok atau lebih mendapat topik atau tugas yang sama,
sedangkan dua kelompok atau lebih mendapat topik atau tugas
yang berbeda.
Melalui pembelajaran dalam tim siswa didorong untuk
melakukan tukar menukar (sharing) informasi dan pendapat,
mendiskusikan permasalahan secara bersama, membandingkan
jawaban mereka dan mengoreksi hal-hal yang kurang tepat.
a. Penilaian
Penilaian dalam strategi pembelajaran kooperatif bisa
dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik
secara individual maupun secara kelompok. Tes individual
nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa,
dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan
setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan
keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai
sama dalam kelompoknya. Hasil disebabkan nilai kelompok
adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil
kerja sama setiap anggota kelompok.
b. Pengakuan tim
Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim
yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk
kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan
pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi
tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim
lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
361
6. Metode Pembelajaran Kooperatif
Ada empat tipe yang biasa digunakan oleh guru dalam
pembelajaran kooperatif, yakni sebagai berikut :
a. Tipe STAD (Student Team Achievement Divisions)
Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan
– kawannya dari Universitas Hopkins. Tipe ini digunakan untuk
mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap
minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. Para siswa
di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing–masing
terdiri atas empat sampai lima anggota kelompok. Tiap anggota
kelompok menggunakan lembar kerja akademik, kemudian saling
membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab
atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Secara individual
atau kelompok, tiap minggu atau dua minggu dilakukan evaluasi
oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan
akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tiap kelompok
diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada
siswa secara individual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi
atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan (Kunandar,
2007: 342).
b. Tipe Numbered Head Together
Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dengan
melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup
dalam suatu pelajaran mengecek atau memeriksa pemahaman
mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti
pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan
struktur empat langkah sebagai berikut :
1). Langkah 1: Penomoran (Numbering), yaitu guru membagi para
siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan tiga
hingga lima orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap
siswa dalam kelompok tersebut memiliki nomor berbeda.
2). Langkah 2: Pengajuan pertanyaan (Questioning), yaitu guru
mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan
dapat bervariasi dari yang bersifat spesiik hingga yang bersifat
umum.
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
362
3). Langkah 3: Berpikir bersama (Head Together), yaitu para siswa
berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan
bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
4). Langkah 4: Pemberian jawaban (Answering), yaitu guru
menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban untuk seluruh kelas.
c. Tipe Decision Making
Langkah–langkah tipe Decision Making adalah sebagai
berikut:
1). Informasikan tujuan dan perumusan masalah.
2). Secara klasikal tayangkan gambar, wacana atau kasus
permasalahan yang sesuai dengan materi pelajaran atau
kompetensi yang diharapkan.
3).
Buatlah pertanyaan agar siswa dapat merumuskan
permasalahan sesuai dengan gambar, wacana, atau kasus yang
disajikan.
4). Secara kelompok siswa diminta mengidentiikasi permasalahan
dan membuat alternatif pemecahannya.
5). Secara kelompok atau individu siswa diminta mengidentiikasi
permasalahan yang terdapat di lingkungan sekitar siswa yang
sesuai dengan materi yang dibahas dan cara pemecahannya.
6). Secara kelompok atau individu siswa diminta mengemukakan
alasan mereka memilih alternatif tersebut.
7). Secara kelompok atau individu siswa diminta mencari penyebab
terjadinya masalah tersebut.
8). Secara kelompok atau individu siswa diminta mengemukakan
tindakan untuk mencegah terjadinya masalah tersebut.
Pemilihan tipe pembelajaran kooperatif di atas tentunya
akan lebih tepat jika didasarkan atas pertimbangan kemampuan
siswa dalam melaksanakan tipe pembelajaran kooperatif yang
dipilih, materi pelajaran yang akan disampaikan, serta waktu yang
diperlukan dalam pelaksanaan tipe pembelajaran tersebut.
7. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
363
Pada intinya, dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif,
guru harus dapat berperan sebagai pengatur jalannya proses
belajar mengajar (organisator), penyedia materi dan kesempatan
belajar bagi siswa (fasilitator), pembimbing siswa selama
proses pembelajaran, pemberi motivasi bagi siswa untuk belajar
(motivator) serta penilai selama proses pembelajaran (evaluator).
8. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran
Kooperatif
a. Keunggulan Strategi Pembelajaran Kooperatif
Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi
pembelajaran diantaranya :
1) Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu
menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang
lain.
2) Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata–
kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide
orang lain.
3) strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak
untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
4) Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu
memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab
dalam belajar.
5) Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi
yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik
sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa
harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang
lain, dan mengembangkan keterampilan memanage waktu.
6) Melalui
strategi
pembelajaran
kooperatif
dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat
berpraktek memecahkan masalah tanpa takut membuat
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
364
kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung
jawab kelompoknya.
b. Keterbatasan Strategi Pembelajaran Kooperatif
Di samping keunggulan, strategi pembelajaran kooperatif
juga memiliki keterbatasan, diantaranya :
1) Untuk memahami dan mengerti ilosois strategi pembelajaran
kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau
kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti
dan memahami ilsafat cooperative learning. Untuk siswa
yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka
akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang
memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat
mengganggu iklim kerja sama.
2) Ciri utama dari strategi pembelajaran kooperatif adalah bahwa
siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer
teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran
langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa
yang sebenarnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai
oleh siswa.
3) Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran
kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun
demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau
prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu atau
siswa.
4) Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan
periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin
dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali
penerapan strategi ini.
5) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan
yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas
dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan
secara individual. Oleh karena itu, idealnya melalui strategi
pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerja sama,
siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
365
diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam strategi pembelajaran
kooperatif memang bukan pekerjaan mudah.
B. Kemampuan Berpikir
1. Pengertian Berpikir
Berpikir adalah meletakkan hubungan antar bagian pengetahuan
yang diperoleh manusia. Pengetahuan di sini mencakup segala konsep,
gagasan dan pengertian yang telah dimiliki atau diperoleh manusia
(Wasty Soemanto, 1998: hlm. 31).
Sementara menurut Garret, sebagaimana dikutip Abd.
Rachman Abror, berpikir adalah tingkah laku yang sering implisit
dan tersembunyi dan biasanya dengan menggunakan simbol–simbol
(gambaran -gambaran, gagasan-gagasan, dan konsep–konsep) (Abd.
Rachman Abror, 1993, hlm. 125).
Berpikir erat kaitannya dengan daya-daya jiwa yang lain,
seperti dengan tanggapan, ingatan, pengertian, dan daya perasaan.
Tanggapan memegang peranan penting dalam berpikir, meskipun
adakalanya dapat mengganggu jalannya berpikir. Ingatan merupakan
syarat yang harus ada dalam berpikir, karena memberikan
pengalaman-pengalaman dari pengamatan yang telah lampau.
Pengertian, meskipun merupakan hasil berpikir memberi bantuan
yang besar pula dalam suatu proses berpikir. Perasaan selalu
menyertai pula; ia merupakan dasar yang mendukung suasana hati,
atau sebagai pemberi keterangan dan ketekunan yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah atau persoalan (M. Ngalim Purwanto,
2002: 44).
Berpikir adalah proses mental seseorang yang lebih dari
sekedar mengingat dan memahami. Mengingat pada dasarnya hanya
melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu
saat dikeluarkan kembali atas permintaan. Sedangkan memahami
memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat
keterkaitan antar aspek dalam memori. Berpikir adalah istilah dari
keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga
di luar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir
seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
366
dihadapi (Wina Sanjaya, 2004: 228).
2. Proses Berpikir
Proses atau jalannya berpikir itu pada dasarnya ada tiga langkah,
yaitu:
a. Pembentukan pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis
dibentuk melalui empat tingkat :
1). Menganalisis ciri–ciri dari sejumlah objek yang dinamis
2). Membandingkan ciri–ciri tersebut untuk diketemukan ciri–ciri
mana yang sama dan tidak sama, mana yang selalu ada, mana yang
tidak selalu ada, mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki
3). Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri–cirinya
yang tidak hakiki, dan menangkap ciri–ciri yang hakiki (Sumadi
Suryabrata, 1998: 53-56).
b. Pembentukan pendapat
Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua
buah pengertian atau lebih. Pendapat dibedakan menjadi tiga macam
:
1). Pendapat airmatif (positif), yaitu pendapat yang mengiyakan,
yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu.
2). Pendapat negatif, yaitu pendapat yang menidakkan, yang secara
tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada
sesuatu hal.
3). Pendapat modalitas (kebarangkalian), yaitu pendapat yang
menerangkan
kebarangkalian,
kemungkinan-kemungkinan
sesuatu sifat pada sesuatu hal. (Sumadi Suryabrata, 1998: 56-57).
c. Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan
Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentuk
pendapat baru berdasarkan pendapat–pendapat yang telah ada. Ada
tiga macam keputusan, diantaranya :
1). Keputusan induktif, yaitu keputusan yang diambil dari pendapat–
pendapat khusus menuju ke satu pendapat umum.
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
367
2). Keputusan deduktif, yaitu keputusan yang ditarik dari hal yang
umum ke hal yang khusus.
3). Keputusan analogis, yaitu keputusan yang diambil dengan jalan
membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat–pendapat
khusus yang telah ada (Sumadi Suryabrata, 1998: 57-58).
3. Tingkatan-Tingkatan dalam Berpikir
Sesuai dengan perkembangan kemampuan kecerdasan, juga
tingkat kesadaran manusia dalam berpikir mengalami perkembangan.
Menurut Frohn, ada empat tingkat berpikir manusia :
a. Tingkat konkret
Berpikir dengan menggunakan persepsi atau tanggapan
khusus yang terjadi karena pengamatan panca indra yang bersifat
konkret. Pada tingkat ini belum ada kesadaran akan adanya
hubungan antara pengamatan yang satu dengan yang lain. Dalam
tingkat berpikir ini dialami oleh anak–anak, karena mereka
memang belum mampu menyusun pengertian. Dengan kata lain
anak–anak berpikir memerlukan peragaan benda- benda kongkrit
(Abd. Rachman Abror, 1993: 126-127).
b. Tingkat skematis
Tingkat berpikir dengan menggunakan bagan atau diagram
sebagai ganti benda–benda konkret sehingga terlihatlah hubungan
persoalan persoalan yang satu dengan yang lain dan terlihat pula
persoalannya secara keseluruhan.
c. Tingkat abstrak
Tingkat berpikir dengan menggunakan pengertian yang
terbagi ke dalam golongan–golongan. Dalam proses berpikir ini,
orang tidak lagi membayangkan benda-benda. Sebaliknya, alam
pikirannya telah terpenuhi dengan pengertian umum sebagai
bahasa, sedangkan jiwanya telah ada kekuatan jiwa yang mampu
menyusun pengertian–pengertian menurut arah yang ditentukan
oleh masalah yang harus diselesaikan. Antara pengertian tersebut
terdapat hubungan–hubungan dikuasai, seperti hubungan sebab
akibat, persamaan,perbedaan, dan sebagainya. Tingkat berpikir
yang serupa ini ada pada orang dewasa.
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
368
Tidak berbeda dengan pendapat di atas, Sujanto menyebutkan
tiga taraf perkembangan pikiran, sesuai dengan perkembangan
kesadarannya, yakni :
a. Taraf konkret, sesuatu baru dapat dipikirkannya bila sesuatu itu
konkret, nyata.
b. Taraf bagan, sesuatu yang dipikirkannya tidak perlu lagi sesuatu
yang sungguh–sungguh konkret. Seseorang sudah dapat berpikir
dengan sesuatu yang dipikirkannya, dan bagan atau kekonkretan
bahan pemikiran itu bahkan menghalangi jalan pikirannya (Agus
Sujanto, 2004: 63 -64).
Sementara menurut Syaiful Bahri Djamarah, ia menguraikan
taraf berpikir menjadi lima tingkatan, diantaranya :
a. Taraf berpikir pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau menerima
b. Taraf berpikir komprehensif, yaitu berpikir dalam konsep dan
belajar pengertian.
c.
Taraf berpikir aplikasi, yaitu berpikir menguraikan dan
menggunakan.
d. Taraf berpikir evaluasi, berpikir kreatif atau memecahkan
masalah (Syaiful Bahri Djamarah, 2002: 35).
4. Kerangka Berpikir
Belajar pada dasarnya adalah proses berpikir. Di sini guru
berkewajiban untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa,
yakni kemampuan siswa untuk mengolah berbagai informasi yang
didapatnya untuk kemudian dapat digunakan dalam penyelesaian
permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari–hari.
Salah satu strategi yang dapat digunakan guru dalam proses
pembelajaran agar kemampuan berpikir siswa dapat berkembang
adalah strategi pembelajaran kooperatif. Strategi pembelajaran
kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada
kerja sama siswa, siswa dibentuk dalam kelompok (tim) yang biasanya
beranggotakan tiga sampai enam orang yang bersifat heterogen.
Mereka akan bekerja sama dalam kelompoknya dalam menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh guru.
Ada beberapa hal yang menandakan hubungan antara strategi
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
369
pembelajaran kooperatif dengan kemampuan berpikir siswa. Pertama,
dalam strategi pembelajaran kooperatif, sebelum siswa belajar dalam
kelompoknya, mereka dituntut untuk menguasai materi yang telah
disampaikan oleh guru terlebih dahulu. Untuk itu, siswa harus dapat
mengingat dan memahami materi yang telah diterimanya. Sedangkan
berpikir adalah kegiatan yang melibatkan proses mental yang
memerlukan kemampuan mengingat dan memahami (Wina Sanjaya,
2007: 228).
Dengan demikian, jika siswa mampu mengingat dan memahami
dengan baik materi yang diterimanya, maka kemampuan berpikir
siswa pun akan menjadi lebih baik.
Kedua, dalam strategi pembelajaran kooperatif, ketika siswa
belajar dalam kelompoknya, akan terjadi interaksi tatap muka antar
anggota kelompok. Dalam interaksi tersebut, setiap siswa akan saling
memberikan informasi dan saling membelajarkan. Mereka akan
berusaha untuk memahami dan menimba informasi yang didapatnya.
Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat memberikan
rangsangan untuk berpikir.
Dengan adanya interaksi antar anggota kelompok dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir mengolah
informasi. Sehingga, jika interaksi dalam strategi pembelajaran
kooperatif berjalan dengan baik, maka kemampuan berpikir siswa
juga akan menjadi lebih baik pula.
Ketiga, adanya kerja sama di dalam kelompok dalam
menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah. Dalam hal ini
seluruh siswa dalam tim didorong untuk saling tukar menukar
(sharing) informasi dan pendapat.
Siswa saling mengemukakan pendapatnya dan bersamasama mendiskusikan permasalahan atau tugas kelompok. Secara
tidak langsung siswa akan mampu mengembangkan kemampuan
berpikirnya. Jadi apabila proses ini berjalan dengan baik, dalam
arti seluruh siswa dalam kelompok dapat berpartisipasi aktif dalam
mendiskusikan permasalahan atau tugas kelompok, maka kemampuan
berpikir siswa juga akan menjadi lebih baik.
Pada intinya, jika pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
370
berjalan dengan baik, seluruh dalam kelompok dapat bekerja sama,
serta aktif dalam mendiskusikan permasalahan atau tugas kelompok,
maka akan diikuti dengan kemampuan berpikir siswa yang menjadi
lebih baik.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini berupa penelitian ield research, yang berarti penelitian
yang dilakukan di kancah atau lapangan tempat terjadinya gejala-gejala
yang akan diteliti. Adapun lokasi penelitian ini adalah MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang dengan pendekatan kuantitatif.
Pengumpulan Data menggunakan instrumen Angket atau Kuesioner,
Tes untuk mengetahui kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran
IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang Tahun
2013. Berikutnya Observasi, instrumen ini akan penulis gunakan untuk
memperoleh data tentang madrasah, serta sarana dan prasarana yang
ada di madrasah tempat penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini juga
menggunakan teknik wawancara informal maupun dengan pendekatan
petunjuk umum wawancara secara terbuka atau menggunakan cara
terstruktur dan wawancara tak terstruktur (Noeng Muhadjir 2002: 21).
Dokumentasi juga digunakan untuk memperoleh data tentang keadaan
guru, siswa, struktur organisasi sekolah, serta data- data lain yang
diperlukan selama penelitian.
Adapun yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa kelas V MI
Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang dengan populasi siswa yang
berjumlah 40 (empat puluh) siswa. Berdasarkan masalah pada penelitian
ini maka variabel yang akan menjadi objek penelitian adalah: Variabel
bebas atau variabel yang mempengaruhi dalam penelitian ini adalah
strategi pembelajaran kooperatif, indikatornya: (1) Penjelasan materi, (2)
Belajar dalam kelompok, (3). Penilaian 4). Pengakuan tim
a. Variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi. Dalam penelitian ini
adalah kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V,
dengan indikator sebagai berikut :
1). Siswa mampu mendeskripsikan proses perumusan dasar negara
dan UUD dari materi IPS yang dipelajari.
2). Siswa mampu mendeskripsikan peristiwa sebelum proklamasi
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
371
dari materi IPS yang dipelajari.
3). Siswa mampu menghargai jasa dan peranan tokoh pejuang bangsa
dari materi IPS yang dipelajari.
3. Metode Analisis Data
Data yang telah terkumpul sebagai jawaban responden terhadap
pertanyaan yang penulis ajukan .untuk pengolahan data angket
tentang strategi pembelajaran kooperatif dan kemampuan berpikir
siswa yang telah terkumpul, maka penulis melakukan tiga tahap, yaitu
:
a. Analisis Pendahuluan
Dalam analisis awal ini penulis mengelompokkan data–data
yang telah didapat (jawaban angket dan tes) ke dalam keterangan
tabel distribusi sebagaimana bentuk pertanyaan yang penulis buat
ke dalam daftar angket dan tes.
b. Analisis Uji Hipotesis
Analisis uji hipotesis adalah tahap pembuktian kebenaran
hipotesis yang penulis ajukan. Dalam penulisan skripsi ini penulis
mengadakan perhitungan lebih lanjut pada tabel distribusi
frekuensi dengan mengkaji hipotesis.
Kemudian ada tidaknya korelasi dapat diteruskan dengan
menggunakan rumus Product Moment
c. Analisis Lanjut
Dalam analisis lanjut ini peneliti akan memberikan
interpretasi lebih lanjut dari hasil uji hipotesis yang diperoleh,
yaitu antara koeisien hitung (ro) dengan korelasi titik tabel (ri)
dengan taraf signiikan 1 % (0,01) dan 5 % dengan kemungkinan :
1). Jika r hitung lebih besar dari r tabel 1 % atau 5 %, maka hasilnya
bisa dikatakan signiikan ( hipotesa diterima )
2). Jika r hitung lebih kecil dari r tabel 1 % atau 5 %, maka hasilnya bisa
dikatakan non signiikan ( hipotesa ditolak)
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
372
IV. ANALISIS DATA
Dalam bab ini dilakukan analisis data hubungan strategi
pembelajaran kooperatif dengan kemampuan berpikir siswa pada mata
pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang.
Analisis data digunakan untuk mencapai koeisiensi antara variabel X
yaitu strategi pembelajaran kooperatif dan variabel Y yaitu kemampuan
berpikir siswa.
Setelah data terkumpul serta adanya teori yang mendukung, maka
langkah selanjutnya adalah membuktikan ada atau tidaknya hubungan
positif antara strategi pembelajaran kooperatif dengan kemampuan
berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang, melalui analisis.
Analisis data digunakan karena data bersumber dari data teoritis dan
data hasil penelitian di lapangan belum cukup atau belum membuktikan
sendiri kebenaran teori atau kebenaran hipotesis. Dalam analisis ini akan
dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu analisis pendahuluan, analisis
uji hipotesis dan analisis lanjut.
Analisis Deskriptif
Dengan melihat interval di atas dapat diketahui bahwa :
a. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS
kelas V dari 21 responden (56,7% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori sangat baik, dikarenakan mencapai interval sangat
baik (86-90)
b. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS
kelas V dari 12 responden (32,4% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori baik, dikarenakan mencapai interval baik (81-85)
c. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS
kelas V dari 3 responden (8,1% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori cukup, dikarenakan mencapai interval cukup (76-80)
d. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS
kelas V dari 1 responden (2,7% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori kurang, dikarenakan mencapai interval kurang (71-75)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
373
Tabel 2
Analisis Deskriptif Pencapaian
Strategi Pembelajaran Kooperatif Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V
Di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang
No
Interval
Kategori
F
Presentase
1
86-90
Sangat Baik
21
56,7 %
2
81-85
Baik
12
32,4 %
3
76-80
Cukup
3
8,1 %
4
71-75
Kurang
1
2,7 %
a. Analisis Hasil Tes Tentang Kemampuan Berpikir Pada Mata Pelajaran
IPS
Dalam analisis ini akan dicari nilai tingkat kemampuan berpikir
siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo
Pamotan Rembang, berdasarkan nilai tes siswa. Adapun resume nilai
tes siswa adalah sebagai berikut :
Mempersiapkan tabel interval kategori :
Tabel 3
Kriteria Penafsiran Nilai Tes Kemampuan Berpikir Siswa
Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V Di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang
NO
INTERVAL NILAI
KATEGORI
KODE
1
95 - 99
Sangat Baik
A
2
90 – 94
Baik
B
3
85 – 89
Cukup
C
4
80 - 84
Kurang
D
5
75 - 79
Sangat Kurang
E
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan
berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang dapat dikategorikan baik, dikarenakan
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
374
mean nilai angket sebesar 87,83 mencapai interval kategori cukup
(85– 89) sesuai dengan tabel di atas.
Analisis Deskriptif
Dengan melihat interval di atas dapat diketahui bahwa :
a. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas
V dari 8 responden (21,6% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori sangat baik, dikarenakan mencapai interval sangat
baik (95-99)
b. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas
V dari 13 responden (35,1% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori baik, dikarenakan mencapai interval baik (90-94)
c. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas
V dari 9 responden (24,3% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori cukup, dikarenakan mencapai interval cukup (8589)
d. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas
V dari 6 responden (16,2% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori kurang, dikarenakan mencapai interval kurang
(80-84)
e. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas
V dari 1 responden (2,7% dari seluruh responden) termasuk dalam
kategori sangat kurang, dikarenakan mencapai interval sangat
kurang (75-79)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4
Analisis Deskriptif Pencapaian Kemampuan Berpikir Siswa
Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V Di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang
No
Interval
Kategori
F
Presentase
1
95-99
Sangat Baik
12
21,6 %
2
90-94
Baik
21
35,1 %
3
85-89
Sedang
19
24,3 %
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
375
4
80-84
Rendah
8
16,2 %
5
75-79
Sangat Rendah
2
2,7 %
b. Analisis Uji Hipotesis
Analisis ini dimaksudkan untuk memasukkan data yang telah
masuk dan terkumpul dari nilai X variabel strategi pembelajaran
kooperatif dan nilai Y variabel kemampuan berpikir siswa pada
mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan
Rembang, Pada taraf signiikan 1% diperoleh :
Rt (r tabel)
= 0,33
Ro (r observasi)
= 0,80
Jadi,
ro
> rt
0,80
> 0,33
Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesa kerja (Ha) yang
diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yang berarti ada
hubungan positif yang signiikan antara variabel X dan variabel Y
Dari hasil analisis tersebut, hasilnya adalah signiikan, baik
pada taraf 5% maupun 1%, berarti ada korelasi positif dan signiikan
antara variabel X (strategi pembelajaran kooperatif) dan variabel Y
(kemampuan berpikir siswa). Dengan kata lain hipotesis yang penulis
ajukan diterima.
Adapun mengenai sifat suatu hubungan dari kedua variabel di
atas dapat diketahui pada penafsiran besarnya koeisien korelasi yang
umum digunakan adalah :
Tabel 5: Klasiikasi Kategori Penafsiran
NO
INTERVAL
KATEGORI
1
0,00 - 0,20
Korelasi rendah sekali
2
0,21- 0,40
Korelasi rendah
3
0,41 – 0,70
Korelasi sedang
4
0,71 – 0,90
Korelasi tinggi
5
0,91 – 1,00
Korelasi tinggi sekali
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
376
Berdasarkan tabel, setelah diperoleh koeisien korelasi sebesar
0,80, ternyata dalam kriteria (0,71 – 0,90). Maka dapat diartikan
tergolong dalam kategori tinggi. Jadi strategi pembelajaran kooperatif
dengan kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di
MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang mempunyai korelasi
tinggi.
c. Analisis Nilai Koeisien Determinasi
Setelah melakukan analisis nilai koeisien, selanjutnya adalah
menentukan koeisien determinasi atau variabel tertentu antara
variabel X dan variabel Y.
Selanjutnya untuk mencari nilai koeisiensi determinasi
(variabel penentu) antara variabel X dan variabel Y, maka digunakan
rumus sebagai berikut :
( R )2 =
Koeisien determinasi :
rxy × 100%
2
= (0.80)2 x 100 %
= 0,64 x 100 %
= 64%
Dengan demikian tingkat strategi pembelajaran kooperatif
pada kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di
MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang dengan nilai sebesar
64%, sedangkan sisanya 100% - 64 =36% adalah pengaruh variabel
lain yang belum diteliti.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian dan analisis data yang dilakukan oleh peneliti
tentang Strategi Pembelajaran Kooperatif dengan Kemampuan
Berpikir Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran
IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang
tahun 2013 tergolong Baik. Ini terbukti dari hasil rata-rata jawaban
angket menunjukkan nilai mean sebesar 84,21 yang terletak pada
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
377
interval 81-85 dengan kategori Baik. Jadi, pelaksanaan strategi
pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS kelas V di MI
Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun 2013 adalah
sebesar 43,2%.
2. Kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI
Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun 2013 termasuk
Cukup. Hal ini terbukti dari hasil rata-rata jawaban tes dari
responden menunjukkan nilai mean sebesar 87,83 yang terletak
pada interval 85-89 dengan kategori Cukup. Jadi, kemampuan
berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl
Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun pelajaran 2013 adalah
sebesar 24,3%.
3. Dari hasil kuantitatif menunjukkan adanya hubungan positif
dan signiikan antara strategi pembelajaran kooperatif dengan
kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V
di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun 2013,
ditemukan r hitung = 0,80, kemudian dikonsultasikan pada r tabel
pada taraf signiikan 5% diperoleh nilai r tabel = 0,254 dan pada
taraf signiikan 1% diperoleh nilai r tabel = 0,33, maka diketahui
nilai r hitung lebih besar dari r tabel baik untuk kesalahan 5%
maupun 1% (0,80 > 0,254 dan 0,80 > 0,33). Dengan demikian
berarti bahwa hipotesis yang penulis ajukan diterima. Jadi,
Strategi Pembelajaran Kooperatif dengan Kemampuan Berpikir
Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V di MI Manbaúl Fala
KOOPERATIF DI MI MANBA’UL FALAH
SIDOREJO PAMOTAN REMBANG
Agus Retnanto
Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus
Abstract: This study aims to determine: 1) The application of
cooperative learning strategies in social studies class V in MI
Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex Academic Year 2013, 2)
Ability to think of students in social studies classes V in MI Manbaúl
Sidorejo Pamotan Apex Falah School Year 2013 , 3) Correlation
between cooperative learning strategies with students’ thinking
skills in social studies class V in MI Manbaúl Falah Sidorejo
Pamotan Apex academic year.
This study uses a quantitative method with correlation techniques.
The subjects of the study, the population in this study sebnyak
37 people by using random sampling techniques. Collecting data
by using a questionnaire to investigate the implementation of
cooperative bembelajaran strategy (X), and test instrument to
determine the students’ thinking skills (Y). To obtain objective data
questionnaire instrument / test it before using it irst tested the
validity.
From the discussion in this study it can be seen the relationship
between cooperative learning strategies with students’ thinking
skills in social studies class V in MI Manbaúl Falah Sidorejo
Pamotan Apex academic year 2013 is positive and signiicant.
This is evidenced by the level of correlation of r xy = 0804 and the
level of cooperative learning strategies on students’ thinking skills
are 0,64x100% = 64%. The relationship of cooperative learning
strategies with students’ thinking skills in social studies class V in
MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex Academic Year 2013
was very real,
Cooperative learning strategies are applicable in Subjects Social
Class V in MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex Academic
Year 2013, utilizing a variety of learning methods, learning in group
discussions to solve a problem, and help call now other as members
352
of the group have dificulty in a particular matter. In this case the
use of cooperative learning strategies in Subjects Social Class V in
MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex academic year 2013
included in both categories. Because there are at intervals of 81-85
Key words: cooperative learning strategies, students’ thinking skills
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan upaya manusia untuk meningkatkan
pola pikir dan wawasan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk
yang paling tinggi derajatnya dibanding dengan makhluk lain. Hal
ini karena manusia memiliki kemampuan berbahasa dan akal pikiran
atau rasio, sehingga manusia mampu mengembangkan dirinya
sebagai manusia yang berbudi (Nana Sujana, 1997: 2).
Dalam kehidupan suatu Negara pendidikan memegang peranan
penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara dan bangsa,
karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan
mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Namun disadari
atau tidak tampaknya praktek pembelajaran dalam pendidikan masih
menerapkan sistem sentralistik. Dalam hal ini guru dibudayakan
dan dimitoskan sebagai igur yang merupakan asal mula dari semua
bentuk ilmu yang harus diajarkan kepada siswa (Suyanto & Djihad
Hisyam, 2000: 63) Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong
untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran
di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal
informasi.
Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya
itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari–hari (Wina
Sanjaya, 2007: 1). Praktek ini lama kelamaan menjadikan siswa
menjadi pasif dan proses pembelajaran hanya berpusat pada guru
(teacher oriented). Tanpa kemampuan berpikir mustahil bagi siswa
untuk dapat memahami dan meyakini kaidah-kaidah materi pelajaran
yang disajikan. Di samping itu sulit bagi siswa untuk menangkap pesan
moral yang terkandung dalam materi pelajaran yang diikuti siswa.
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
353
Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek
dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses
pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam
mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja
akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk
mencapainya. Keaktifan anak di sini tidak hanya dituntut dari segi
isik, tetapi juga dari kejiwaan. Bila hanya isik anak yang aktif, tetapi
pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan
pembelajaran tidak tercapai (Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain,
2002: 5).
Karena itu, proses belajar mengajar yang dapat melibatkan
siswa dengan berpikir aktif adalah tepat untuk dipraktekkan dalam
kegiatan mengajar guru, sehingga tujuan pembelajaran akan dapat
tercapai. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka seorang guru
harus dapat menggunakan strategi atau metode yang baik yakni sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Dalam ilmu pendidikan dijelaskan
bahwa strategi mengajar merupakan salah satu unsur yang harus
dilaksanakan dalam upaya pencapaian tujuan pengajaran. Bagaimana
cara atau teknik guru dalam penyampaian materi kepada siswa agar
tujuan yang diharapkan tercapai (Sudirman, 1991: 3).
Strategi mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan
belajar mengajar, itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat tercapai
dengan penggunaan strategi yang tepat, sesuai dengan standar
keberhasilan yang terpatri dalam suatu tujuan. Strategi yang dapat
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar itu bermacam–macam
penggunaannya tergantung pada rumusan tujuan. Penggunaan
strategi dimaksudkan untuk menggairahkan belajar siswa, dengan
bergairahnya siswa maka tidak sukar untuk mencapai tujuan
pengajaran.
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat merangsang
kemampuan berpikir siswa adalah strategi pembelajaran kooperatif
(cooperative learning). Strategi pembelajaran kooperatif merupakan
strategi pembelajaran kelompok yang akhir–akhir ini menjadi
perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan.
Sehubungan dengan ditemukannya strategi pembelajaran
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
354
kooperatif yang salah satu tujuannya adalah untuk mengembangkan
kemampuan berpikir siswa, maka diterapkan pula strategi
pembelajaran kooperatif di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan
Rembang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Penerapan
strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS Kelas V di
MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang Tahun Pelajaran 2013,
2) Kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS Kelas V di MI
Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang Tahun Pelajaran 2013, 3)
Korelasi antara strategi pembelajaran kooperatif dengan kemampuan
berpikir siswa pada mata pelajaran IPS Kelas V di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang Tahun Pelajaran.
II. LANDASAN TEORI
A. Strategi Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran terdiri atas dua kata, yaitu strategi dan
pembelajaran. Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan
kata kerja Dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos,
merupakan gabungan kata “stratos”
(militer) dengan “ago”
(memimpin). Sebagai kata kerja, strategi berarti menggunakan (to
plan) (D. Sudjana, 2000: 5).
Secara umum strategi berarti suatu garis-garis besar haluan
untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan
(Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain: 5). Strategi adalah suatu pola
yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan
kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa
yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan, dan sarana
penunjang kegiatan (D. Sudjana: 5-6).
Strategi yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran disebut
strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran mencakup penggunaan
pendekatan, metode, dan teknik, bentuk media, sumber belajar,
pengelompokan peserta didik, untuk mewujudkan interaksi edukasi
antara pendidik dengan peserta didik, antar peserta didik, dan antara
peserta didik dengan lingkungannya serta upaya pengukuran terhadap
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
355
proses, hasil dan dampak kegiatan pembelajaran.
Menurut Wina Sanjaya, dalam bukunya yang berjudul Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, strategi
pembelajaran yaitu perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
(Wina Sanjaya, 2007: 124).
Jadi, strategi pembelajaran adalah rancangan kegiatan yang
akan dikerjakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan adanya strategi
pembelajaran, proses belajar mengajar akan berjalan dengan mudah,
sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan akan mudah dicapai.
2. Pengertian
Strategi
(Cooperative Learning )
Pembelajaran
Kooperatif
Strategi pembelajaran kooperatif (SPK) merupakan strategi
pembelajaran kelompok yang akhir–akhir ini menjadi perhatian dan
dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan
sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai
enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik,
jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen) (Wina Sanjaya,
2007: 240).
Menurut Kauchak, sebagaimana dikutip Dede Rosyada,
cooperative learning adalah: Belajar yang dilakukan bersama, saling
membantu satu sama lain, dan mereka telah menyepakati tujuan atau
kompetensi yang akan dicapai, masing-masing memiliki akuntabilitas
individual, dan masing–masing harus mempunyai kesempatan yang
sama untuk mencapai sukses (Dede Rosyada, 2004: 169).
Di dalam strategi pembelajaran kooperatif terdapat empat unsur
penting, diantaranya: (a) Peserta dalam kelompok, adalah siswa yang
melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar, (b)
Aturan kelompok, adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan
semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun
siswa sebagai anggota kelompok. Misalnya aturan tentang pembagian
tugas setiap anggota kelompok, waktu dan tempat pelaksanaan, dan
sebagainya, (c) Adanya upaya belajar dalam setiap anggota kelompok
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
356
adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuannya
yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik
kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan,
(d) Adanya tujuan yang harus dicapai, dimaksudkan untuk
memberikan arah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Melalui
tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran
setiap kegiatan belajar (Wina Sanjaya, 2007: 240).
Bellanca dan Fogarty, sebagaimana dikutip Laura Lipton dan
Deborah Hubble, menambahkan lima unsur yang harus disertakan
dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni: membangun pemikiran
tingkat tinggi, menyatukan tim, memastikan pembelajaran individu,
meninjau dan membahas, dan mengembangkan keterampilan sosial
(Laura Lipton & Deborah Hubble, 2005: 79).
Strategi pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen
utama, yaitu komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan
komponen struktur insentif kooperatif (cooperative incentive
structure). Tugas koperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan
anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok,
sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang
membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai
tujuan kelompok (Wina Sanjaya, 2007: 241).
Jadi, dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam
pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada proses kerja sama
dalam kelompok. Hal ini terlihat mulai dari pembuatan aturan
kelompok hingga pada penyelesaian tugas kelompok. Setiap individu
dalam kelompok akan saling membantu dan memotivasi, mereka
memiliki tanggung jawab terhadap kelompok, sehingga setiap siswa
akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi
demi keberhasilan kelompok.
Pengajaran kelompok kecil memungkinkan guru memberikan
perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang
lebih akrab antara guru siswa maupun antara siswa dengan siswa.
Adakalanya siswa lebih mudah belajar dari temannya sendiri, ada
pula siswa yang lebih mudah belajar karena harus mengajari atau
melatih temannya sendiri. Dalam hal ini pengajaran kelompok kecil
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
357
dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Pengajaran ini memungkinkan
siswa belajar lebih aktif, memberikan rasa tanggung jawab yang lebih
besar, berkembangnya daya kreatif, dan sifat kepemimpinan pada
siswa, serta dapat memenuhi kebutuhan siswa secara optimal (Moh.
Uzer Usman, 2002: 103).
3. Karakteristik Strategi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran
yang lain. Strategi pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik
tersendiri, antara lain:
a. Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim.
Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu,
tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota
tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b.. Didasarkan pada manajemen kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai
empat unsur pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi,
fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol (Sondang P. Siagian,
2003: 85). Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran
berjalan secara efektif. Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan, melalui langkah–langkah pembelajaran yang sudah
ditentukan termasuk ketentuan–ketentuan yang sudah disepakati
bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota
kelompok. Oleh sebab itu perlu diatur tugas–tugas dan tanggung
jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan
bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria
keberhasilan baik melalui tes maupun non tes.
c. Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok. Setiap anggota kelompok bukan
saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing–masing, akan
tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu.
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
358
d. Keterampilan bekerja sama
Kemauan untuk bekerja sama kemudian dipraktekkan
melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam
keterampilan bekerja sama. Siswa perlu didorong untuk mau dan
sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain
(Wina Sanjaya, 2007: 242 – 244).
4. Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip dalam pembelajaran kooperatif, seperti
dijelaskan di bawah ini :
a. Prinsip ketergantungan positif (Positive interdependence)
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu
penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan
setiap anggota kelompoknya. Keberhasilan penyelesaian tugas
kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing–masing anggota.
Dengan demikian semua anggota dalam kelompok akan merasa
ketergantungan.
b. Tanggung jawab perseorangan (Individual accountability)
Keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya,
maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab
sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang
terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.
c. Interaksi tatap muka (Face to face promotion interaction)
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan
yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka
saling memberikan informasi dan saling membelajarkan.
d. Partisipasi dan komunikasi (Participation and communication)
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat
mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Untuk dapat
melakukan partisipasi dan komunikasi, siswa perlu dibekali
dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi. Misalnya, cara
menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat
orang lain secara santun, dan cara menyampaikan gagasan yang
dianggapnya baik dan berguna.
5. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
359
Prosedur pembelajaran kooperatif pada dasarnya terdiri atas
empat tahap, yaitu :
a. Penjelasan materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian
pokok- pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam
kelompok. Tujuan utama dari tahap ini adalah pemahaman
siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru
memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang
harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi
dalam pembelajaran kelompok (tim). Pada tahap ini guru dapat
menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan tanya
jawab, bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan demonstrasi.
Di samping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai media
pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik
siswa.
b. Belajar dalam kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang
pokok–pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk
belajar pada kelompoknya masing–masing yang telah dibentuk
sebelumnya. Pengelompokan dalam strategi pembelajaran
kooperatif bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk
berdasarkan perbedaan–perbedaan setiap anggotanya, baik
perbedaan gender, latar belakang agama, sosial-ekonomi, dan
etnik serta perbedaan kemampuan akademik.
Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran
biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan tinggi, dua
berkemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan
akademis kurang.
Ada tiga pola yang dapat digunakan dalam belajar kelompok,
yaitu:
1). Pola bekerja paralel
Seluruh kelompok berhadapan dengan materi pelajaran yang
sama, semua kelompok merundingkan topik yang sama atau
mengerjakan hal yang sama. Hasil perundingan atau tugas yang
diberikan, dibandingkan satu sama lain W. (S. Winkel, 2004: 327).
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
360
2). Pola bekerja komplementer
Masing–masing kelompok mendapat satu topik atau tugas yang
berbeda dengan topik yang diberikan kepada kelompok lain, tetapi
masing–masing topik atau tugas merupakan suatu bagian dalam
keseluruhan materi pelajaran. Melalui laporan yang diberikan
oleh masing–masing kelompok, siswa dalam kelompok studi
lainnya juga mendapat informasi mengenai aspek atau bagian
materi pelajaran yang tidak langsung mereka hadapi (S. Winkel,
2004: 327).
3). Pola campuran paralel dan komplementer
Dua kelompok atau lebih mendapat topik atau tugas yang sama,
sedangkan dua kelompok atau lebih mendapat topik atau tugas
yang berbeda.
Melalui pembelajaran dalam tim siswa didorong untuk
melakukan tukar menukar (sharing) informasi dan pendapat,
mendiskusikan permasalahan secara bersama, membandingkan
jawaban mereka dan mengoreksi hal-hal yang kurang tepat.
a. Penilaian
Penilaian dalam strategi pembelajaran kooperatif bisa
dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik
secara individual maupun secara kelompok. Tes individual
nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa,
dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan
setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan
keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai
sama dalam kelompoknya. Hasil disebabkan nilai kelompok
adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil
kerja sama setiap anggota kelompok.
b. Pengakuan tim
Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim
yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk
kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan
pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi
tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim
lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
361
6. Metode Pembelajaran Kooperatif
Ada empat tipe yang biasa digunakan oleh guru dalam
pembelajaran kooperatif, yakni sebagai berikut :
a. Tipe STAD (Student Team Achievement Divisions)
Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan
– kawannya dari Universitas Hopkins. Tipe ini digunakan untuk
mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap
minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. Para siswa
di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing–masing
terdiri atas empat sampai lima anggota kelompok. Tiap anggota
kelompok menggunakan lembar kerja akademik, kemudian saling
membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab
atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Secara individual
atau kelompok, tiap minggu atau dua minggu dilakukan evaluasi
oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan
akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tiap kelompok
diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada
siswa secara individual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi
atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan (Kunandar,
2007: 342).
b. Tipe Numbered Head Together
Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dengan
melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup
dalam suatu pelajaran mengecek atau memeriksa pemahaman
mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti
pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan
struktur empat langkah sebagai berikut :
1). Langkah 1: Penomoran (Numbering), yaitu guru membagi para
siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan tiga
hingga lima orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap
siswa dalam kelompok tersebut memiliki nomor berbeda.
2). Langkah 2: Pengajuan pertanyaan (Questioning), yaitu guru
mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan
dapat bervariasi dari yang bersifat spesiik hingga yang bersifat
umum.
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
362
3). Langkah 3: Berpikir bersama (Head Together), yaitu para siswa
berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan
bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
4). Langkah 4: Pemberian jawaban (Answering), yaitu guru
menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban untuk seluruh kelas.
c. Tipe Decision Making
Langkah–langkah tipe Decision Making adalah sebagai
berikut:
1). Informasikan tujuan dan perumusan masalah.
2). Secara klasikal tayangkan gambar, wacana atau kasus
permasalahan yang sesuai dengan materi pelajaran atau
kompetensi yang diharapkan.
3).
Buatlah pertanyaan agar siswa dapat merumuskan
permasalahan sesuai dengan gambar, wacana, atau kasus yang
disajikan.
4). Secara kelompok siswa diminta mengidentiikasi permasalahan
dan membuat alternatif pemecahannya.
5). Secara kelompok atau individu siswa diminta mengidentiikasi
permasalahan yang terdapat di lingkungan sekitar siswa yang
sesuai dengan materi yang dibahas dan cara pemecahannya.
6). Secara kelompok atau individu siswa diminta mengemukakan
alasan mereka memilih alternatif tersebut.
7). Secara kelompok atau individu siswa diminta mencari penyebab
terjadinya masalah tersebut.
8). Secara kelompok atau individu siswa diminta mengemukakan
tindakan untuk mencegah terjadinya masalah tersebut.
Pemilihan tipe pembelajaran kooperatif di atas tentunya
akan lebih tepat jika didasarkan atas pertimbangan kemampuan
siswa dalam melaksanakan tipe pembelajaran kooperatif yang
dipilih, materi pelajaran yang akan disampaikan, serta waktu yang
diperlukan dalam pelaksanaan tipe pembelajaran tersebut.
7. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
363
Pada intinya, dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif,
guru harus dapat berperan sebagai pengatur jalannya proses
belajar mengajar (organisator), penyedia materi dan kesempatan
belajar bagi siswa (fasilitator), pembimbing siswa selama
proses pembelajaran, pemberi motivasi bagi siswa untuk belajar
(motivator) serta penilai selama proses pembelajaran (evaluator).
8. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran
Kooperatif
a. Keunggulan Strategi Pembelajaran Kooperatif
Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi
pembelajaran diantaranya :
1) Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu
menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang
lain.
2) Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata–
kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide
orang lain.
3) strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak
untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
4) Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu
memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab
dalam belajar.
5) Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi
yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik
sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa
harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang
lain, dan mengembangkan keterampilan memanage waktu.
6) Melalui
strategi
pembelajaran
kooperatif
dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat
berpraktek memecahkan masalah tanpa takut membuat
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
364
kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung
jawab kelompoknya.
b. Keterbatasan Strategi Pembelajaran Kooperatif
Di samping keunggulan, strategi pembelajaran kooperatif
juga memiliki keterbatasan, diantaranya :
1) Untuk memahami dan mengerti ilosois strategi pembelajaran
kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau
kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti
dan memahami ilsafat cooperative learning. Untuk siswa
yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka
akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang
memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat
mengganggu iklim kerja sama.
2) Ciri utama dari strategi pembelajaran kooperatif adalah bahwa
siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer
teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran
langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa
yang sebenarnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai
oleh siswa.
3) Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran
kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun
demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau
prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu atau
siswa.
4) Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan
periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin
dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali
penerapan strategi ini.
5) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan
yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas
dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan
secara individual. Oleh karena itu, idealnya melalui strategi
pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerja sama,
siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
365
diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam strategi pembelajaran
kooperatif memang bukan pekerjaan mudah.
B. Kemampuan Berpikir
1. Pengertian Berpikir
Berpikir adalah meletakkan hubungan antar bagian pengetahuan
yang diperoleh manusia. Pengetahuan di sini mencakup segala konsep,
gagasan dan pengertian yang telah dimiliki atau diperoleh manusia
(Wasty Soemanto, 1998: hlm. 31).
Sementara menurut Garret, sebagaimana dikutip Abd.
Rachman Abror, berpikir adalah tingkah laku yang sering implisit
dan tersembunyi dan biasanya dengan menggunakan simbol–simbol
(gambaran -gambaran, gagasan-gagasan, dan konsep–konsep) (Abd.
Rachman Abror, 1993, hlm. 125).
Berpikir erat kaitannya dengan daya-daya jiwa yang lain,
seperti dengan tanggapan, ingatan, pengertian, dan daya perasaan.
Tanggapan memegang peranan penting dalam berpikir, meskipun
adakalanya dapat mengganggu jalannya berpikir. Ingatan merupakan
syarat yang harus ada dalam berpikir, karena memberikan
pengalaman-pengalaman dari pengamatan yang telah lampau.
Pengertian, meskipun merupakan hasil berpikir memberi bantuan
yang besar pula dalam suatu proses berpikir. Perasaan selalu
menyertai pula; ia merupakan dasar yang mendukung suasana hati,
atau sebagai pemberi keterangan dan ketekunan yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah atau persoalan (M. Ngalim Purwanto,
2002: 44).
Berpikir adalah proses mental seseorang yang lebih dari
sekedar mengingat dan memahami. Mengingat pada dasarnya hanya
melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu
saat dikeluarkan kembali atas permintaan. Sedangkan memahami
memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat
keterkaitan antar aspek dalam memori. Berpikir adalah istilah dari
keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga
di luar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir
seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
366
dihadapi (Wina Sanjaya, 2004: 228).
2. Proses Berpikir
Proses atau jalannya berpikir itu pada dasarnya ada tiga langkah,
yaitu:
a. Pembentukan pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis
dibentuk melalui empat tingkat :
1). Menganalisis ciri–ciri dari sejumlah objek yang dinamis
2). Membandingkan ciri–ciri tersebut untuk diketemukan ciri–ciri
mana yang sama dan tidak sama, mana yang selalu ada, mana yang
tidak selalu ada, mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki
3). Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri–cirinya
yang tidak hakiki, dan menangkap ciri–ciri yang hakiki (Sumadi
Suryabrata, 1998: 53-56).
b. Pembentukan pendapat
Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua
buah pengertian atau lebih. Pendapat dibedakan menjadi tiga macam
:
1). Pendapat airmatif (positif), yaitu pendapat yang mengiyakan,
yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu.
2). Pendapat negatif, yaitu pendapat yang menidakkan, yang secara
tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada
sesuatu hal.
3). Pendapat modalitas (kebarangkalian), yaitu pendapat yang
menerangkan
kebarangkalian,
kemungkinan-kemungkinan
sesuatu sifat pada sesuatu hal. (Sumadi Suryabrata, 1998: 56-57).
c. Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan
Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentuk
pendapat baru berdasarkan pendapat–pendapat yang telah ada. Ada
tiga macam keputusan, diantaranya :
1). Keputusan induktif, yaitu keputusan yang diambil dari pendapat–
pendapat khusus menuju ke satu pendapat umum.
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
367
2). Keputusan deduktif, yaitu keputusan yang ditarik dari hal yang
umum ke hal yang khusus.
3). Keputusan analogis, yaitu keputusan yang diambil dengan jalan
membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat–pendapat
khusus yang telah ada (Sumadi Suryabrata, 1998: 57-58).
3. Tingkatan-Tingkatan dalam Berpikir
Sesuai dengan perkembangan kemampuan kecerdasan, juga
tingkat kesadaran manusia dalam berpikir mengalami perkembangan.
Menurut Frohn, ada empat tingkat berpikir manusia :
a. Tingkat konkret
Berpikir dengan menggunakan persepsi atau tanggapan
khusus yang terjadi karena pengamatan panca indra yang bersifat
konkret. Pada tingkat ini belum ada kesadaran akan adanya
hubungan antara pengamatan yang satu dengan yang lain. Dalam
tingkat berpikir ini dialami oleh anak–anak, karena mereka
memang belum mampu menyusun pengertian. Dengan kata lain
anak–anak berpikir memerlukan peragaan benda- benda kongkrit
(Abd. Rachman Abror, 1993: 126-127).
b. Tingkat skematis
Tingkat berpikir dengan menggunakan bagan atau diagram
sebagai ganti benda–benda konkret sehingga terlihatlah hubungan
persoalan persoalan yang satu dengan yang lain dan terlihat pula
persoalannya secara keseluruhan.
c. Tingkat abstrak
Tingkat berpikir dengan menggunakan pengertian yang
terbagi ke dalam golongan–golongan. Dalam proses berpikir ini,
orang tidak lagi membayangkan benda-benda. Sebaliknya, alam
pikirannya telah terpenuhi dengan pengertian umum sebagai
bahasa, sedangkan jiwanya telah ada kekuatan jiwa yang mampu
menyusun pengertian–pengertian menurut arah yang ditentukan
oleh masalah yang harus diselesaikan. Antara pengertian tersebut
terdapat hubungan–hubungan dikuasai, seperti hubungan sebab
akibat, persamaan,perbedaan, dan sebagainya. Tingkat berpikir
yang serupa ini ada pada orang dewasa.
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
368
Tidak berbeda dengan pendapat di atas, Sujanto menyebutkan
tiga taraf perkembangan pikiran, sesuai dengan perkembangan
kesadarannya, yakni :
a. Taraf konkret, sesuatu baru dapat dipikirkannya bila sesuatu itu
konkret, nyata.
b. Taraf bagan, sesuatu yang dipikirkannya tidak perlu lagi sesuatu
yang sungguh–sungguh konkret. Seseorang sudah dapat berpikir
dengan sesuatu yang dipikirkannya, dan bagan atau kekonkretan
bahan pemikiran itu bahkan menghalangi jalan pikirannya (Agus
Sujanto, 2004: 63 -64).
Sementara menurut Syaiful Bahri Djamarah, ia menguraikan
taraf berpikir menjadi lima tingkatan, diantaranya :
a. Taraf berpikir pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau menerima
b. Taraf berpikir komprehensif, yaitu berpikir dalam konsep dan
belajar pengertian.
c.
Taraf berpikir aplikasi, yaitu berpikir menguraikan dan
menggunakan.
d. Taraf berpikir evaluasi, berpikir kreatif atau memecahkan
masalah (Syaiful Bahri Djamarah, 2002: 35).
4. Kerangka Berpikir
Belajar pada dasarnya adalah proses berpikir. Di sini guru
berkewajiban untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa,
yakni kemampuan siswa untuk mengolah berbagai informasi yang
didapatnya untuk kemudian dapat digunakan dalam penyelesaian
permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari–hari.
Salah satu strategi yang dapat digunakan guru dalam proses
pembelajaran agar kemampuan berpikir siswa dapat berkembang
adalah strategi pembelajaran kooperatif. Strategi pembelajaran
kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada
kerja sama siswa, siswa dibentuk dalam kelompok (tim) yang biasanya
beranggotakan tiga sampai enam orang yang bersifat heterogen.
Mereka akan bekerja sama dalam kelompoknya dalam menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh guru.
Ada beberapa hal yang menandakan hubungan antara strategi
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
369
pembelajaran kooperatif dengan kemampuan berpikir siswa. Pertama,
dalam strategi pembelajaran kooperatif, sebelum siswa belajar dalam
kelompoknya, mereka dituntut untuk menguasai materi yang telah
disampaikan oleh guru terlebih dahulu. Untuk itu, siswa harus dapat
mengingat dan memahami materi yang telah diterimanya. Sedangkan
berpikir adalah kegiatan yang melibatkan proses mental yang
memerlukan kemampuan mengingat dan memahami (Wina Sanjaya,
2007: 228).
Dengan demikian, jika siswa mampu mengingat dan memahami
dengan baik materi yang diterimanya, maka kemampuan berpikir
siswa pun akan menjadi lebih baik.
Kedua, dalam strategi pembelajaran kooperatif, ketika siswa
belajar dalam kelompoknya, akan terjadi interaksi tatap muka antar
anggota kelompok. Dalam interaksi tersebut, setiap siswa akan saling
memberikan informasi dan saling membelajarkan. Mereka akan
berusaha untuk memahami dan menimba informasi yang didapatnya.
Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat memberikan
rangsangan untuk berpikir.
Dengan adanya interaksi antar anggota kelompok dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir mengolah
informasi. Sehingga, jika interaksi dalam strategi pembelajaran
kooperatif berjalan dengan baik, maka kemampuan berpikir siswa
juga akan menjadi lebih baik pula.
Ketiga, adanya kerja sama di dalam kelompok dalam
menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah. Dalam hal ini
seluruh siswa dalam tim didorong untuk saling tukar menukar
(sharing) informasi dan pendapat.
Siswa saling mengemukakan pendapatnya dan bersamasama mendiskusikan permasalahan atau tugas kelompok. Secara
tidak langsung siswa akan mampu mengembangkan kemampuan
berpikirnya. Jadi apabila proses ini berjalan dengan baik, dalam
arti seluruh siswa dalam kelompok dapat berpartisipasi aktif dalam
mendiskusikan permasalahan atau tugas kelompok, maka kemampuan
berpikir siswa juga akan menjadi lebih baik.
Pada intinya, jika pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
370
berjalan dengan baik, seluruh dalam kelompok dapat bekerja sama,
serta aktif dalam mendiskusikan permasalahan atau tugas kelompok,
maka akan diikuti dengan kemampuan berpikir siswa yang menjadi
lebih baik.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini berupa penelitian ield research, yang berarti penelitian
yang dilakukan di kancah atau lapangan tempat terjadinya gejala-gejala
yang akan diteliti. Adapun lokasi penelitian ini adalah MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang dengan pendekatan kuantitatif.
Pengumpulan Data menggunakan instrumen Angket atau Kuesioner,
Tes untuk mengetahui kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran
IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang Tahun
2013. Berikutnya Observasi, instrumen ini akan penulis gunakan untuk
memperoleh data tentang madrasah, serta sarana dan prasarana yang
ada di madrasah tempat penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini juga
menggunakan teknik wawancara informal maupun dengan pendekatan
petunjuk umum wawancara secara terbuka atau menggunakan cara
terstruktur dan wawancara tak terstruktur (Noeng Muhadjir 2002: 21).
Dokumentasi juga digunakan untuk memperoleh data tentang keadaan
guru, siswa, struktur organisasi sekolah, serta data- data lain yang
diperlukan selama penelitian.
Adapun yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa kelas V MI
Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang dengan populasi siswa yang
berjumlah 40 (empat puluh) siswa. Berdasarkan masalah pada penelitian
ini maka variabel yang akan menjadi objek penelitian adalah: Variabel
bebas atau variabel yang mempengaruhi dalam penelitian ini adalah
strategi pembelajaran kooperatif, indikatornya: (1) Penjelasan materi, (2)
Belajar dalam kelompok, (3). Penilaian 4). Pengakuan tim
a. Variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi. Dalam penelitian ini
adalah kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V,
dengan indikator sebagai berikut :
1). Siswa mampu mendeskripsikan proses perumusan dasar negara
dan UUD dari materi IPS yang dipelajari.
2). Siswa mampu mendeskripsikan peristiwa sebelum proklamasi
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
371
dari materi IPS yang dipelajari.
3). Siswa mampu menghargai jasa dan peranan tokoh pejuang bangsa
dari materi IPS yang dipelajari.
3. Metode Analisis Data
Data yang telah terkumpul sebagai jawaban responden terhadap
pertanyaan yang penulis ajukan .untuk pengolahan data angket
tentang strategi pembelajaran kooperatif dan kemampuan berpikir
siswa yang telah terkumpul, maka penulis melakukan tiga tahap, yaitu
:
a. Analisis Pendahuluan
Dalam analisis awal ini penulis mengelompokkan data–data
yang telah didapat (jawaban angket dan tes) ke dalam keterangan
tabel distribusi sebagaimana bentuk pertanyaan yang penulis buat
ke dalam daftar angket dan tes.
b. Analisis Uji Hipotesis
Analisis uji hipotesis adalah tahap pembuktian kebenaran
hipotesis yang penulis ajukan. Dalam penulisan skripsi ini penulis
mengadakan perhitungan lebih lanjut pada tabel distribusi
frekuensi dengan mengkaji hipotesis.
Kemudian ada tidaknya korelasi dapat diteruskan dengan
menggunakan rumus Product Moment
c. Analisis Lanjut
Dalam analisis lanjut ini peneliti akan memberikan
interpretasi lebih lanjut dari hasil uji hipotesis yang diperoleh,
yaitu antara koeisien hitung (ro) dengan korelasi titik tabel (ri)
dengan taraf signiikan 1 % (0,01) dan 5 % dengan kemungkinan :
1). Jika r hitung lebih besar dari r tabel 1 % atau 5 %, maka hasilnya
bisa dikatakan signiikan ( hipotesa diterima )
2). Jika r hitung lebih kecil dari r tabel 1 % atau 5 %, maka hasilnya bisa
dikatakan non signiikan ( hipotesa ditolak)
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
372
IV. ANALISIS DATA
Dalam bab ini dilakukan analisis data hubungan strategi
pembelajaran kooperatif dengan kemampuan berpikir siswa pada mata
pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang.
Analisis data digunakan untuk mencapai koeisiensi antara variabel X
yaitu strategi pembelajaran kooperatif dan variabel Y yaitu kemampuan
berpikir siswa.
Setelah data terkumpul serta adanya teori yang mendukung, maka
langkah selanjutnya adalah membuktikan ada atau tidaknya hubungan
positif antara strategi pembelajaran kooperatif dengan kemampuan
berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang, melalui analisis.
Analisis data digunakan karena data bersumber dari data teoritis dan
data hasil penelitian di lapangan belum cukup atau belum membuktikan
sendiri kebenaran teori atau kebenaran hipotesis. Dalam analisis ini akan
dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu analisis pendahuluan, analisis
uji hipotesis dan analisis lanjut.
Analisis Deskriptif
Dengan melihat interval di atas dapat diketahui bahwa :
a. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS
kelas V dari 21 responden (56,7% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori sangat baik, dikarenakan mencapai interval sangat
baik (86-90)
b. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS
kelas V dari 12 responden (32,4% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori baik, dikarenakan mencapai interval baik (81-85)
c. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS
kelas V dari 3 responden (8,1% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori cukup, dikarenakan mencapai interval cukup (76-80)
d. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS
kelas V dari 1 responden (2,7% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori kurang, dikarenakan mencapai interval kurang (71-75)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
373
Tabel 2
Analisis Deskriptif Pencapaian
Strategi Pembelajaran Kooperatif Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V
Di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang
No
Interval
Kategori
F
Presentase
1
86-90
Sangat Baik
21
56,7 %
2
81-85
Baik
12
32,4 %
3
76-80
Cukup
3
8,1 %
4
71-75
Kurang
1
2,7 %
a. Analisis Hasil Tes Tentang Kemampuan Berpikir Pada Mata Pelajaran
IPS
Dalam analisis ini akan dicari nilai tingkat kemampuan berpikir
siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo
Pamotan Rembang, berdasarkan nilai tes siswa. Adapun resume nilai
tes siswa adalah sebagai berikut :
Mempersiapkan tabel interval kategori :
Tabel 3
Kriteria Penafsiran Nilai Tes Kemampuan Berpikir Siswa
Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V Di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang
NO
INTERVAL NILAI
KATEGORI
KODE
1
95 - 99
Sangat Baik
A
2
90 – 94
Baik
B
3
85 – 89
Cukup
C
4
80 - 84
Kurang
D
5
75 - 79
Sangat Kurang
E
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan
berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang dapat dikategorikan baik, dikarenakan
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
374
mean nilai angket sebesar 87,83 mencapai interval kategori cukup
(85– 89) sesuai dengan tabel di atas.
Analisis Deskriptif
Dengan melihat interval di atas dapat diketahui bahwa :
a. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas
V dari 8 responden (21,6% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori sangat baik, dikarenakan mencapai interval sangat
baik (95-99)
b. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas
V dari 13 responden (35,1% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori baik, dikarenakan mencapai interval baik (90-94)
c. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas
V dari 9 responden (24,3% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori cukup, dikarenakan mencapai interval cukup (8589)
d. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas
V dari 6 responden (16,2% dari seluruh responden) termasuk
dalam kategori kurang, dikarenakan mencapai interval kurang
(80-84)
e. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas
V dari 1 responden (2,7% dari seluruh responden) termasuk dalam
kategori sangat kurang, dikarenakan mencapai interval sangat
kurang (75-79)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4
Analisis Deskriptif Pencapaian Kemampuan Berpikir Siswa
Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V Di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang
No
Interval
Kategori
F
Presentase
1
95-99
Sangat Baik
12
21,6 %
2
90-94
Baik
21
35,1 %
3
85-89
Sedang
19
24,3 %
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
375
4
80-84
Rendah
8
16,2 %
5
75-79
Sangat Rendah
2
2,7 %
b. Analisis Uji Hipotesis
Analisis ini dimaksudkan untuk memasukkan data yang telah
masuk dan terkumpul dari nilai X variabel strategi pembelajaran
kooperatif dan nilai Y variabel kemampuan berpikir siswa pada
mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan
Rembang, Pada taraf signiikan 1% diperoleh :
Rt (r tabel)
= 0,33
Ro (r observasi)
= 0,80
Jadi,
ro
> rt
0,80
> 0,33
Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesa kerja (Ha) yang
diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yang berarti ada
hubungan positif yang signiikan antara variabel X dan variabel Y
Dari hasil analisis tersebut, hasilnya adalah signiikan, baik
pada taraf 5% maupun 1%, berarti ada korelasi positif dan signiikan
antara variabel X (strategi pembelajaran kooperatif) dan variabel Y
(kemampuan berpikir siswa). Dengan kata lain hipotesis yang penulis
ajukan diterima.
Adapun mengenai sifat suatu hubungan dari kedua variabel di
atas dapat diketahui pada penafsiran besarnya koeisien korelasi yang
umum digunakan adalah :
Tabel 5: Klasiikasi Kategori Penafsiran
NO
INTERVAL
KATEGORI
1
0,00 - 0,20
Korelasi rendah sekali
2
0,21- 0,40
Korelasi rendah
3
0,41 – 0,70
Korelasi sedang
4
0,71 – 0,90
Korelasi tinggi
5
0,91 – 1,00
Korelasi tinggi sekali
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
376
Berdasarkan tabel, setelah diperoleh koeisien korelasi sebesar
0,80, ternyata dalam kriteria (0,71 – 0,90). Maka dapat diartikan
tergolong dalam kategori tinggi. Jadi strategi pembelajaran kooperatif
dengan kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di
MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang mempunyai korelasi
tinggi.
c. Analisis Nilai Koeisien Determinasi
Setelah melakukan analisis nilai koeisien, selanjutnya adalah
menentukan koeisien determinasi atau variabel tertentu antara
variabel X dan variabel Y.
Selanjutnya untuk mencari nilai koeisiensi determinasi
(variabel penentu) antara variabel X dan variabel Y, maka digunakan
rumus sebagai berikut :
( R )2 =
Koeisien determinasi :
rxy × 100%
2
= (0.80)2 x 100 %
= 0,64 x 100 %
= 64%
Dengan demikian tingkat strategi pembelajaran kooperatif
pada kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di
MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang dengan nilai sebesar
64%, sedangkan sisanya 100% - 64 =36% adalah pengaruh variabel
lain yang belum diteliti.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian dan analisis data yang dilakukan oleh peneliti
tentang Strategi Pembelajaran Kooperatif dengan Kemampuan
Berpikir Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V di MI Manbaúl Falah
Sidorejo Pamotan Rembang maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran
IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang
tahun 2013 tergolong Baik. Ini terbukti dari hasil rata-rata jawaban
angket menunjukkan nilai mean sebesar 84,21 yang terletak pada
Agus Retnanto
Studi Korelasi Pembelajaran Kooperatif Di MI Manba’ul Falah Sidorejo Pamotan Rembang
377
interval 81-85 dengan kategori Baik. Jadi, pelaksanaan strategi
pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS kelas V di MI
Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun 2013 adalah
sebesar 43,2%.
2. Kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI
Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun 2013 termasuk
Cukup. Hal ini terbukti dari hasil rata-rata jawaban tes dari
responden menunjukkan nilai mean sebesar 87,83 yang terletak
pada interval 85-89 dengan kategori Cukup. Jadi, kemampuan
berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl
Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun pelajaran 2013 adalah
sebesar 24,3%.
3. Dari hasil kuantitatif menunjukkan adanya hubungan positif
dan signiikan antara strategi pembelajaran kooperatif dengan
kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V
di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun 2013,
ditemukan r hitung = 0,80, kemudian dikonsultasikan pada r tabel
pada taraf signiikan 5% diperoleh nilai r tabel = 0,254 dan pada
taraf signiikan 1% diperoleh nilai r tabel = 0,33, maka diketahui
nilai r hitung lebih besar dari r tabel baik untuk kesalahan 5%
maupun 1% (0,80 > 0,254 dan 0,80 > 0,33). Dengan demikian
berarti bahwa hipotesis yang penulis ajukan diterima. Jadi,
Strategi Pembelajaran Kooperatif dengan Kemampuan Berpikir
Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V di MI Manbaúl Fala