REDD di Siberut Teddy R

PENGELOLAAN HUTAN LESTARI DI
PULAU SIBERUT UNTUK MITIGASI
EMISI KARBON 1)
oleh
Teddy Rusolono2)

---------------------------------------------------1) Disampaikan dalam Seminar Nasional Best Practice SFM To Adress Climate
Change Issues (Road To Copenhagen), Manggala Wana Bakti, Jakarta 3 Desember
2009.
2) Dosen Fakultas Kehutanan IPB

Latar Belakang
20 % emisi GRK dunia bersumber dari
deforestasi di wilayah tropis
 Indonesia, 80% GRK dari deforestasi
& 20% dari degradasi (hutan).


Stok karbon berkurang 6% per tahun, 2/3 dari
degradasi hutan (Marklund and Schoene 2006)




Degradasi hutan lebih kecil
menyumbang emisi, ttp akibat
pengelolaan hutan yg buruk menjadi
katalis deforestasi

Latar Belakang
Belakang…….
…….
Praktek SFM berpotensi mencegah
emisi melalui pencegahan degradasi
hutan dan juga meningkat
penyimpanan karbon melalui
pertumbuhan kembali (regrowth) &
restorasi/rehabilitasi hutan.
 Sertifikasi hutan dan atau sertifikasi
karbon bisa menjadi basis
implementasi & verifikasi terjadinya
“additionality”.



Rantai penyebab penting dalam
additionality…………
additionality
…………
Degradasi sbg katalis deforestasi…


Hutan bekas tebangan 4x lebih tidak
berhutan dibanding hutan yg tidak
ditebang di wilayah Amazon, Brazil
(Asner et. al. 2006).



Konsesi hutan (comm-log) bersertifikat
FSC 20 x lebih rendah laju deforestasi &
laju kebakaran hutannya dibanding areal
yang dilindungi di Peten, Guatemala.

(Hughell and Butterfield 2008)

Degradasi hutan (definisi):
definisi):
“Pengurangan penutupan tajuk pohon
dalam jangka panjang tetapi tidak
melampaui batasan minimal tentang
hutan”
 “Penurunan stok karbon hutan yang
masih termasuk sebagai lahan hutan”
(UNFCCC)
 “emisi bersih akibat kegiatan manusia
selama periode tertentu dari hutan yg
menyebabkan berkurangnya tutupan
tajuk tetapi belum disebut sbg


Definisi Hutan (Kyoto Protocol, the
Marrakech Accords):
Luas minimum hutan : 0.05 to 1 ha

 Potential tinggi pohon minimum pada
saat dewasa mencapai 2-5 m
 Minimum tutupan tajuk pohon (atau
setara tkt stok): 10 to 30 %


Sumber emisi karbon :
dari logging & degradasi hutan
1. Pembukaan wilayah hutan (basecamp,
jalan angkutan, jalan sarad, Tpn, logyard)
2. Fragmentasi hutan (termasuk dampak di
sekitar jalan logging dan kehilangan
biomassa dari fragmentasi hutan)
3. Penebangan kayu (volume yang ditebang,
pohon rusak & dekomposisi vegetasi lain)

Emisi karbon (AGB) dari praktek logging
konvensional di beberapa negara tropis
•Emisi karbon terkait erat dengan intensitas
penebangan

•Indonesia intensitas tebang relatif tinggi

Dampak logging konvensional dari
penebangan 11, m3/ha (0,53 ph/ha)
(Republic of Kongo)
Kongo)

Kehilangan stok karbon : akibat logging
konvensional & RIL (Malaysia & Brazil)

Menghitung Emisi Karbon dari
Degradasi Hutan (GOFC
(GOFC--GOLD)
Menggabungkan:
 Luas areal hutan yang
terdegradasi
 Pengukuran kepadatan
karbon

Bagaimana memonitor

degradasi?
degradasi
?


Perlu mengetahui penyebab deforestasi
agar bisa merancang sistem monitor &
akunting —logging, kebakaran,
perladangan .. > kemampuan
pertumbuhan dll
Sistem yg berbeda diperlukan untuk penyebab
yang berbeda



Prosedur umum estimasi dampak
degradasi pada stok C dengan metode
IPCC :
Perubahan stok C dari “hutan yang masih tersisa
sebagai hutan”


Metodologi IPCC : perhitungan emisi dari
“hutan yang masih tersisa sebagai hutan”
hutan”


Memakai pendekatan “gain and loss”
∆C stock = Gain in C- Loss in C
Loss from harvest of logs, fuelwood, or disturbance
Gain from regrowth of degraded forest over multiple years








Bisa dengan metode “perbedaan stok”, tetapi
dengan inventarisasi berulang sepanjang waktu.

Bisa mencakup 5 pools C—aboveground
biomass, belowground biomass, dead wood,
litter and soil
Kayu yang menjadi produk dianggap teroksidasi
pada saat dipanen-emisi overestimate jika kayu
menjadi produk yg tahan lama.
Tidak memasukkan kehilangan karena
kerusakan tegakan, jalan sarad, jalan angkutan
dan tempat pengumpulan kayu.

Kebutuhan Data:
Perkiraan dampak kegiatan logging thdp
perubahan stok karbon hutan (Winrock Intnl
Intnl.)
.)
1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.

Luas areal yang ditebang / tahun
Jumlah kayu yang dipanen/ha/tahun dan
kebutuhan PWH (camp, jalan, Tpn dll)
Jumlah limbah/ha/tahun (sisa penebangan,
pohon rusak/mati akibat penebangan)
Kematian pohon akibat jalan sarad, jalan
angkut, TPn, logyard)
Laju dekomposisi kayu yang mati
Jumlah kayu yang dipakai lama sbg produk
kayu
Laju pertumbuhan kembali tegakan pasca
logging/ha/tahun selama beberapa tahun

Aliran karbon dari proses
logging
Logging menurunkan stok “biomass
hidup” dan meningkatkan stok

“biomass mati” (dead wood & and wood
products)

Mengukur adanya perubahan
dari “Baseline atau Reference
Level”
Kesempatan :
Dengan mencegah satu bentuk degradasi
kesempatan memperoleh “additionality” dari
pencegahan berbagai bentuk degradasi &
deforestasi.
 Sertifikasi hutan bisa menjadi basis implementasi
& verifikasi terjadinya “additionality”.
Tantangan :
 Kebutuhan mutlak integrasi “ground forest
inventory” dengan remote sensing utk
mengukur additionality dari pengurangan
degradasi.
 Pengumpulan data (misalnya IHMB pd level
FMU) harus menjadi bagian dari standar NFI



Perubahan stok C : akibat
logging

Wilayah kerja IUPHHK PT Salaki
Summa Sejahtera
PADANG - TINITI

Luas : 48.420 ha (12,3% P.
Siberut)
 Bagian dari Cagar Biosfer P.
Siberut
 Buffer zone TN P. Siberut
 Ekosistem Pulau Kecil
(ekosistem yang rentan)

Zoning Pengelolaan:
 Kawasan produksi 73%
 Kawasan dilindungi 16%
 Kawasan sosial
5%
 Infrastruktur
6%

Rona lingkungan &
Implikasinya
Rawan fisik (topografi
berbukit/curam, intensitas
hujan tinggi, tanah peka
erosi, ekosistem pulau
kecil)
 Hutan hujan dataran
rendah “logged over forest”
– spesies?
 Biodiversity unik (15%
tumbuhan spesies
endemik, 4 jprimata
Endemik :Bilou/ aSiamang
Kerdil (Hylobates klosii),
Joja/Lutung Mentawai
(Presbytis potenziani),
Simakobu (Simias
concolar) dan Bokoi/Beruk
Mentawai (Macaca
Pagensis) (CITES App-I).






Rawan sosial
(masyarakat tgtg dr hutan,
hutan ulayat dikuasai
suku-suku di P. Siberut.)

Implikasi Rona Lingkungan
Lingkungan::
Pemanfaatan

Hutan
Secara Komersial
(logging) potensial
menimbulkan
dampak negatif
penting
Penting
mengedepankan
“prinsip kehatihatian”





Tujuan
pengelolaan hutan
yang berorientasi
selain kayu – NTFP
– Mekanisme PES.
Implementasi
standar SFM

Opsi Mitigasi Emisi Karbon melalui
SFM
Penerapan RIL (reduce impact
logging),
 Pembatasan intensitas penebangan :
rotasi tebang dan limit tebang
 Perbaikan sistem & teknik silvikultur
(restorasi/rehabilitasi)
 Peningkatan kawasan yang dilindungi.


Faktor--faktor pendukung
Faktor
Tutupan hutan & potensi tegakan masih
tinggi
 Illegal logging rendah
 Kawasan dilindungi & HCVF
 Keunikan biodiversity & budaya lokal


Potensial PES:


Carbon-Biodiversity-Community

Benefit carbon dari praktek
SFM

Prediksi manfaat karbon :
pembatasan intensitas tebang
(baseline : rotasi 30 th
th,, limit 40 cm up)

Potensi stok karbon
(10 plot, @ 1 ha)

Benefit karbon diperoleh dari
dari::
Pengurangan emisi praktek
konvensional logging vs RIL
 Pengurangan intensitas tebang vs
Permenhut ttg sistem silvikultur


Mitigasi emisi hanya memperhitungkan
pengurangan intensitas tebang
 Belum dihitung:
-pengurangan emisi praktek RIL
-emisi dari kerusakan penebangan, keg.
PWH (jalan sarad, jalan angkutan, Tpn)
-emisi kayu yang menjadi produk hasil
hutan
-peningkatan karbon hasil regrowth


Dampak penebangan
Intensitas tebang berpengaruh nyata
pada kerusakan tegakan tinggal
 Kerusakan akibat penebangan &
penyaradan
 % kerusakan terbesar pada pohon
diameter 20-39 cm.
 Intensitas tebang berkisar 3-12 ph/ha
dengan kerusakan 10-50% dari jumlah
tegakan tinggal.


TERIMA KASIH