Profil Lembaga Studi dan Pemberdayaan Lingkungan Hidup
Profil
Lembaga Studi dan Pemberdayaan Lingkungan Hidup
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
(LSPLH-PP Muhammadiyah)
Latar Belakang
Dalam kesejarahan Indonesia, nama Muhammadiyah akan selalu nampak lekat
dalam setiap titik perjalanan. Tidak hanya pada masa setelah kemerdekaan saja, namun
pada masa perjuangan kemerdekaan pun, nama Muhammadiyah tidak terlalu sulit
ditemukan dalam perjalanan Indonesia, baik sebagai negara maupun sebagai bangsa.
Pun begitu pada saat ini, saat di mana Indonesia sudah mengalami fase
pembangunan kembali, setelah sebelumnya, mengalami dua orde panjang di bawah
kepemimpinan Soekarno dan Soeharto yang tidak memberikan kesempatan yang luas pada
elemen-elemen di luar negara untuk berpartisipasi. Di era reformasi, semenjak era Habibie,
dimana keran keterbukaan dan partisipasi—bahkan mengarah kepada proses liberalisasi,
individualisme dan relativitas radikal—dibuka, memungkinkan setiap elemen masyarakat,
dengan kesempatan yang sama, untuk turut berperan dalam proses pembangunan bangsa
dan negara. Muhammadiyah, sebagai organisasi berbasis keagamaan tidak berdiam diri,
namun juga mengambil tempat dalam proses re-developing dan re-inventing Indonesia.
Kebijakan pembangunan Indonesia di masa Orde Baru yang lebih menekankan pada
korporasi sebagai tulang punggungnya mempunyai konsekuensi yang tidak sederhana.
Selain itu, pola pemerintahan yang represif, tidak memberikan pendidikan kepada
masyarakat, bahkan hanya menyisakan ketakutan-ketakutan serta tidak membentuk sebuah
pola atau gaya hidup berdasarkan kesadaran. Ketakutan tersebut pada akhirnya akan hilang
dan menimbulkan euforia-euforia saat lepas dari belenggu sang penguasa. Fenomena itulah
yang muncul saat ini.
Pola pembangunan Orde Baru yang berbasis pada korporasi telah membawa
kosekuensi logis, dimana kepentingan ekonomis telah menjadi panglimanya. Indonesia yang
kaya akan sumber daya alam, baik yang terbarui maupun tidak, dieksploitasi habis-habisan
mengatasnamakan pembangunan dan kemakmuran. Deteriorisasi atau penurunan kualitas
lingkungan menjadi hal yang jamak terjadi, namun sangat jarang bahkan tidak pernah
dijadikan perhatian dan dibicarakan secara luas dan sungguh-sungguh. Banjir, kebakaran
hutan, tanah longsor dan kekeringan dianggap sebagai bencana alam semata. Lebih tragis
lagi, hanya dianggap sebagai ujian dari Tuhan, tidak kurang dan tidak lebih. Tidak pernah
ada penjelasan yang cukup, mengapa banjir terjadi, mengapa kekeringan telah menjadi hal
yang jamak dan nyaris terjadi setiap tahun. Munculnya fenomena gunung menjadi lembah
dan hutan menjadi padang pasir tidak pernah sampai informasinya kepada masyarakat.
Padahal persoalan seperti inilah yang memunculkan, apa yang dikatakan sebagai, bencana
alam. Selain itu pola hidup modern juga memberikan sumbangan yang tidak sedikit pada
proses deteriorisasi lingkungan.
Pola hidup modern membutuhkan banyak sumber daya alam sebagai bahan
bakunya. Menjadi persoalan ketika eksploitasi sumber daya alam ini tidak memperhatikan
kemampuan daya dukung alam. Wacana daur ulang, juga menjadi barang yang kurang
populer. Belum lagi serbuan paham kapitalisme—atau maskulinisme, yang menekankan
pada produksi, produksi dan produksi. Menganggap reproduksi adalah hal yang sia-sia.
Sedangkan alam membutuhkan sebagian dari hasil produksinya untuk menjadi bahan baku
pada proses produksi selanjutnya.
Dalam konteks keIndonesiaan, agama adalah hal yang sangat sulit dilepaskan dari
kehidupan rakyatnya. Agama telah menjadi way of life, jalan hidup, yang mempunyai
pengaruh sangat besar pada kehidupan rakyat Indonesia. Namun ironisnya, agama sebagai
jalan hidup yang tentunya mempunyai konsepsi-konsepsi tertentu, belum mengakomodir
atau menyediakan ruang bagaimana kita seharusnya berperilaku kepada lingkungan dan
alam sekitar kita. Hal ini tidak kita bisa lepaskan dari pemahaman masyarakat yang masih
parsial, yang menganggap persoalan lingkungan tidak mempunyai hubungan dengan
keyakinan beragama (Haedar Nashir, 2003). Secara umum pemahamam keagamaan yang
1
dominan adalah pemahaman yang masih sangat antroposentris, masih menekankan
manusia sebagai inti atau pusatnya. Mensubordinasi bagian-bagian ciptaanNya yang lain
dibawah manusia, sebagai alatnya belaka.
Muhammadiyah menjadi sangat potensial dalam konteks ini. Muhammadiyah
mempunyai struktur dan infrastruktur yang lebih dari memadai. Akan menjadi “dosa sosial”
apabila Muhammadiyah tidak mengambil bagian dalam penyelesaian persoalan lingkungan
yang telah menjadi persoalan milik bangsa. Dari sinilah mengapa Lembaga Studi dan
Pemberdayaan Lingkungan Hidup (LSPLH)-Pimpinan Pusat Muhammadiyah lahir. LSPLH tidak
hanya sekonyong-konyong lahir, tetapi didasari oleh komitmen dan keyakinan bahwa
menjadi “fardlu” bagi Muhammadiyah untuk mengambil bagian dalam merespon persoalan
lingkungan. Hal ini juga didasarkan bahwa selama ini pendekatan keagamaan jarang,
bahkan nyaris tidak pernah, menjadi bagian dari solusi persoalan lingkungan. Sedangkan
pada kondisi keIndonesiaan, pendekatan keagamaan nyaris menjadi sebuah kemutlakan.
Agama diharapkan menjadi pendorong perubahan perilaku manusia dalam merespon
persoalan lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Di samping itu
diharapkan penyelesaian persoalan lingkungan tidak menjadi kering, yakni tidak hanya
persoalan rasionalitas belaka, namun juga penuh dengan suasana keteduhan spiritualitas.
Kompleksitas yang membelit persoalan lingkungan inilah yang membuat
Muhammadiyah tergerak, mencoba mengambil sisi yang sering dilupakan dalam wacana
pengelolaan serta pelestarian lingkungan. Persoalan lingkungan adalah persoalan kolektif,
persoalan bersama. Persoalan dimana diam hanya akan membawa konsekuensi tinggal
menunggu saat kehancuran datang. Bukan persoalan yang dapat dipilahkan menjadi
persoalan kami, kita atau mereka. Persoalan lingkungan adalah persoalan peradaban.
Visi dan Misi
LSPLH memandang bahwa persoalan lingkungan berbasiskan pada persoalan
pemahaman kebergamaan yang masih parsial, yang pada persoalan teologi masih berbasis
pada antroposentrisme, yang menekankan pada manusia sebagai titik tolak pada konsepsi
keberagamaannya. Sedangkan etikanya didasarkan pada konsepsi, sebenarnya manusia
mempunyai kesempatan untuk merusak lingkungan, tetapi bagaimana membangun
kesadaran pada manusia untuk tidak merusak.
Menjadi tidak parsial apabila pandangan keberagamaan yang dibangun adalah
pemahaman keberagamaan yang berdasarkan atau berbasis pada teologi yang tidak
antroposentris dan juga berdasarkan etika. Kedua basis inilah yang akan memunculkan pola
kehidupan yang harmonis, yang memandang alam bukan sebagai yang lain. Sehingga juga
memunculkan sikap untuk mengkonservasi dan mengelola lingkungan sebagai konsekuensi
pemahamannya.
Untuk mewujudkannya, LSPLH menekankan pada pentingnya membangun
kesadaran, yaitu kesadaran yang baru, kesadaran yang ramah pada lingkungan, kesadaran
yang harmonis dan tidak parsial. Akan tetapi penekanan tidak hanya pada tingkat kesadaran
saja, namun juga adalah sia-sia apabila tidak mengimplementasikan kesadaran tersebut
dalam tingkat aksi.
Ruang Lingkup Aktivitas
Secara khusus adalah seluruh warga Muhammadiyah, baik yang secara struktural
duduk pada pimpinan tertentu maupun yang secara kultural berada pada komunitaskomunitas Muhammadiyah. Secara umum adalah umat Muslim yang ada di Indonesia. Lebih
luas lagi, kelompok sasaran lembaga adalah Indonesia itu sendiri sebagai bangsa dan
negara.
Program
Secara umum program-program LSPLH berbentuk:
1. Penelitian
2. Pelatihan
3. Workshop
2
4. Diskusi
5. Penerbitan
6. Pembangunan Komunitas, baik berbentuk Pendampingan maupun Pendidikan
Komunitas.
Deskripsi Program yang telah dijalankan:
1. Penelitian
“Konflik Sosial akibat Masalah Lingkungan: Pencemaran Limbah Ternak Babi,
Limbah Pabrik Bumbu Masak, Limbah Industri Furniture”. Penelitian ini merupakan
bagian dari Program “Penentuan Informasi Daerah Rawan Konflik Sosial Dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Program Penguatan Inisiatif Lokal. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Agustus 2002-April 2003. Penelitian mengambil lokasi di
empat tempat. Pertama, di Palur, Karanganyar. Mengenai pencemaran limbah air dan
udara oleh pabrik penyedap rasa yang berskala besar. Kedua, di Kawasan
Cibeunying, Kota Bandung, perihal konflik antara Pemerintah Kota Bandung dengan
para pedagang kaki lima mengenai pemanfaatan lahan tidur. Ketiga, mengambil
tempat di Gamping, Sleman. Penelitian mengenai pencemaran limbah hasil
peternakan babi yang dilakukan oleh sebagian anggota masyarakat. Keempat,
mengambil tempat di Turi, Sleman. Penelitian di lakosi ini mencoba mengamati
mengenai pencemaran udara dan suara dari pabrik furniture. Dari keempat lokasi
penelitian ini, hanya di lokasi terakhir saja yang sudah sampai pada tahap
penyelesaian.
2. Gerakan Penanaman 1912 Pohon
Program ini dilaksakan pada tanggal 25 April 2003. Penanaman dikonsentrasikan
di wilayah Kota Yogyakarta, bekerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta.
Workshop Kader Lingkungan DIY. Merupakan langkah awal dari program besar
pembangunan komunitas peduli lingkungan. Workshop ini dilaksanakan selama 3
hari, 11-13 Juli 2003, di Kaliurang, Sleman. Diikuti oleh perwakilan dari Angkatan
Muda Muhammadiyah se-DIY sebanyak kurang lebih 75 orang. Workshop ini berhasil
membentuk kantong-kantong kader lingkungan dan memetakan persoalan-persoalan
sosial yang berbasis lingkungan pada tingkat yang lebih lokal.
3. Workshop Teologi Lingkungan
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 24-25 Oktober 2003. Dihadiri oleh para
pakar lingkungan, agama dan praktisi gerakan lingkungan. Dimunculkan sebagai
jawaban atas minimnya pendekatan agama senagai alternatif solusi persoalan
lingkungan. Workshop ini berhasil menyusun draft mengenai Teologi yang berbasis
pada persoalan lingkungan. Dalam jangka panjang, output yang diharapkan nantinya
akan diterbitkan dalam bentuk buku.
Struktur Organisasi
Dewan Penasehat
Pelaksana
: 1. Prof. Dr. Sunyoto Usman, MA
2. Drs. Haedar Nashir M.Si
:
Ketua
Sekretaris
Bendahara
: Saud El Hujjaj, S.Ag,
: Arif Jamali Muis, S.Pd
: Sofriyanto Solih Mu’tasim,S.Pd
Div. Pengkajian dan
Penelitian
: Rachmawati Husein,S.S., MCP
Div. Pemberdayaan
: Taufiqurrahman, S.IP, M.A.
Staf
: 1. M. Sayuti, S.Pd.
3
2. Miftahulhaq, S.Ag.
3. Asep Purnama Bahtiar, S.Ag.
Divisi Pengkajian dan Penelitian
Mempunyai konsentrasi pada program penelitian, workshop, dan diskusi. Divisi ini begerak
lebih pada tingkatan strategis dan teoritis dan diharapkan memberikan serta memfasilitas
sumber secara konsepsional terhadap lembaga.
Divisi Pemberdayaan
Divisi ini memfokuskan pada program Penerbitan dan Pembangunan Komunitas. Bergerak di
ranah strategis dan populis dan diharapkan menjadi juru bicara lembaga yang mampu
mengkomunikasikan konsepsi lembaga sampai di tingkat bawah.
Staf
Merupakan organ lembaga yang bersifat cair dan fungsional. Staf menjadi bagian dari
lembaga agar lembaga dapat bekerja lebih cepat serta secara struktural dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan yang muncul di lapangan.
Koresponden dan Volunteer (sukarelawan aktivis)
Selain itu, walaupun tidak masuk dalam struktur, LSPLH-PP Muhammadiyah mempunyai
koresponden dan sukarelawan yang tersebar di berbagai wilayah kota. Di Jakarta, Bandung,
Makassar dan Surabaya. Koresponden dan volunteer ini bersifat cair, personal dan kultural,
sehingga dapat bergerak lebih cepat untuk melakukan kegiatan serta merespon program
yang telah disepakati di lembaga.
Jaringan Kerjasama
Ada beberapa pihak yang secara kelembagaan telah melakukan kerjasama dengan LSPLH-PP
Muhammadiyah, seperti:
1. Kementerian Lingkungan Hidup
Sejak tahun 2002 LSPLH-PP Muhammadiyah melakukan bekerjasama dengan
Kementerian Lingkungan Hidup, baik secara konseptual maupun secara finansial.
Beberapa program besar yang telah, sedang dan akan dilanjutkan yaitu program
Kader Lingkungan Hidup dan Teologi Lingkungan.
2. Pusat Studi-Pusat Studi Lingkungan Universitas
Selama ini LSPLH-PP Muhammadiyah juga telah melakukan kerjasama dengan
beberapa Pusat Studi Lingkungan di universitas, terutama yang ada di Yogyakarta,
seperti PSL UGM dan PSL IAIN. Kerjasama yang dilakukan dengan PSL masih dalam
taraf pelibatan personil dalam acara workshop yang ikut mendorong terciptanya
konsep maupun strategi gerakan lingkungan yang dilakukan oleh LSPLH.
3. Di tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta, LSPLH-PP Muhammadiyah mempunyai kontak
person yang menjadi fungsionaris kader lingkungan dan menduduki posisi yang
strategis sampai di tingkat akar rumput, terutama di organisasi otonom
Muhammadiyah, seperti Ikatan Remaja Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah.
4. Dalam melaksanakan kegiatan LSPLH-PP Muhammadiyah juga bekerjasama dengan
beberapa LSM, Institusi Pemerintah, swasta dan lain sebaginya baik dalam kegiatan
secara konseptual maupun kegiatan aksi.
5. Selain itu secara personal juga mempunyai kontak dengan para pakar lingkungan,
pakar agama dan para aktivis lingkungan.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 2 2004
4
Lembaga Studi dan Pemberdayaan Lingkungan Hidup
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
(LSPLH-PP Muhammadiyah)
Latar Belakang
Dalam kesejarahan Indonesia, nama Muhammadiyah akan selalu nampak lekat
dalam setiap titik perjalanan. Tidak hanya pada masa setelah kemerdekaan saja, namun
pada masa perjuangan kemerdekaan pun, nama Muhammadiyah tidak terlalu sulit
ditemukan dalam perjalanan Indonesia, baik sebagai negara maupun sebagai bangsa.
Pun begitu pada saat ini, saat di mana Indonesia sudah mengalami fase
pembangunan kembali, setelah sebelumnya, mengalami dua orde panjang di bawah
kepemimpinan Soekarno dan Soeharto yang tidak memberikan kesempatan yang luas pada
elemen-elemen di luar negara untuk berpartisipasi. Di era reformasi, semenjak era Habibie,
dimana keran keterbukaan dan partisipasi—bahkan mengarah kepada proses liberalisasi,
individualisme dan relativitas radikal—dibuka, memungkinkan setiap elemen masyarakat,
dengan kesempatan yang sama, untuk turut berperan dalam proses pembangunan bangsa
dan negara. Muhammadiyah, sebagai organisasi berbasis keagamaan tidak berdiam diri,
namun juga mengambil tempat dalam proses re-developing dan re-inventing Indonesia.
Kebijakan pembangunan Indonesia di masa Orde Baru yang lebih menekankan pada
korporasi sebagai tulang punggungnya mempunyai konsekuensi yang tidak sederhana.
Selain itu, pola pemerintahan yang represif, tidak memberikan pendidikan kepada
masyarakat, bahkan hanya menyisakan ketakutan-ketakutan serta tidak membentuk sebuah
pola atau gaya hidup berdasarkan kesadaran. Ketakutan tersebut pada akhirnya akan hilang
dan menimbulkan euforia-euforia saat lepas dari belenggu sang penguasa. Fenomena itulah
yang muncul saat ini.
Pola pembangunan Orde Baru yang berbasis pada korporasi telah membawa
kosekuensi logis, dimana kepentingan ekonomis telah menjadi panglimanya. Indonesia yang
kaya akan sumber daya alam, baik yang terbarui maupun tidak, dieksploitasi habis-habisan
mengatasnamakan pembangunan dan kemakmuran. Deteriorisasi atau penurunan kualitas
lingkungan menjadi hal yang jamak terjadi, namun sangat jarang bahkan tidak pernah
dijadikan perhatian dan dibicarakan secara luas dan sungguh-sungguh. Banjir, kebakaran
hutan, tanah longsor dan kekeringan dianggap sebagai bencana alam semata. Lebih tragis
lagi, hanya dianggap sebagai ujian dari Tuhan, tidak kurang dan tidak lebih. Tidak pernah
ada penjelasan yang cukup, mengapa banjir terjadi, mengapa kekeringan telah menjadi hal
yang jamak dan nyaris terjadi setiap tahun. Munculnya fenomena gunung menjadi lembah
dan hutan menjadi padang pasir tidak pernah sampai informasinya kepada masyarakat.
Padahal persoalan seperti inilah yang memunculkan, apa yang dikatakan sebagai, bencana
alam. Selain itu pola hidup modern juga memberikan sumbangan yang tidak sedikit pada
proses deteriorisasi lingkungan.
Pola hidup modern membutuhkan banyak sumber daya alam sebagai bahan
bakunya. Menjadi persoalan ketika eksploitasi sumber daya alam ini tidak memperhatikan
kemampuan daya dukung alam. Wacana daur ulang, juga menjadi barang yang kurang
populer. Belum lagi serbuan paham kapitalisme—atau maskulinisme, yang menekankan
pada produksi, produksi dan produksi. Menganggap reproduksi adalah hal yang sia-sia.
Sedangkan alam membutuhkan sebagian dari hasil produksinya untuk menjadi bahan baku
pada proses produksi selanjutnya.
Dalam konteks keIndonesiaan, agama adalah hal yang sangat sulit dilepaskan dari
kehidupan rakyatnya. Agama telah menjadi way of life, jalan hidup, yang mempunyai
pengaruh sangat besar pada kehidupan rakyat Indonesia. Namun ironisnya, agama sebagai
jalan hidup yang tentunya mempunyai konsepsi-konsepsi tertentu, belum mengakomodir
atau menyediakan ruang bagaimana kita seharusnya berperilaku kepada lingkungan dan
alam sekitar kita. Hal ini tidak kita bisa lepaskan dari pemahaman masyarakat yang masih
parsial, yang menganggap persoalan lingkungan tidak mempunyai hubungan dengan
keyakinan beragama (Haedar Nashir, 2003). Secara umum pemahamam keagamaan yang
1
dominan adalah pemahaman yang masih sangat antroposentris, masih menekankan
manusia sebagai inti atau pusatnya. Mensubordinasi bagian-bagian ciptaanNya yang lain
dibawah manusia, sebagai alatnya belaka.
Muhammadiyah menjadi sangat potensial dalam konteks ini. Muhammadiyah
mempunyai struktur dan infrastruktur yang lebih dari memadai. Akan menjadi “dosa sosial”
apabila Muhammadiyah tidak mengambil bagian dalam penyelesaian persoalan lingkungan
yang telah menjadi persoalan milik bangsa. Dari sinilah mengapa Lembaga Studi dan
Pemberdayaan Lingkungan Hidup (LSPLH)-Pimpinan Pusat Muhammadiyah lahir. LSPLH tidak
hanya sekonyong-konyong lahir, tetapi didasari oleh komitmen dan keyakinan bahwa
menjadi “fardlu” bagi Muhammadiyah untuk mengambil bagian dalam merespon persoalan
lingkungan. Hal ini juga didasarkan bahwa selama ini pendekatan keagamaan jarang,
bahkan nyaris tidak pernah, menjadi bagian dari solusi persoalan lingkungan. Sedangkan
pada kondisi keIndonesiaan, pendekatan keagamaan nyaris menjadi sebuah kemutlakan.
Agama diharapkan menjadi pendorong perubahan perilaku manusia dalam merespon
persoalan lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Di samping itu
diharapkan penyelesaian persoalan lingkungan tidak menjadi kering, yakni tidak hanya
persoalan rasionalitas belaka, namun juga penuh dengan suasana keteduhan spiritualitas.
Kompleksitas yang membelit persoalan lingkungan inilah yang membuat
Muhammadiyah tergerak, mencoba mengambil sisi yang sering dilupakan dalam wacana
pengelolaan serta pelestarian lingkungan. Persoalan lingkungan adalah persoalan kolektif,
persoalan bersama. Persoalan dimana diam hanya akan membawa konsekuensi tinggal
menunggu saat kehancuran datang. Bukan persoalan yang dapat dipilahkan menjadi
persoalan kami, kita atau mereka. Persoalan lingkungan adalah persoalan peradaban.
Visi dan Misi
LSPLH memandang bahwa persoalan lingkungan berbasiskan pada persoalan
pemahaman kebergamaan yang masih parsial, yang pada persoalan teologi masih berbasis
pada antroposentrisme, yang menekankan pada manusia sebagai titik tolak pada konsepsi
keberagamaannya. Sedangkan etikanya didasarkan pada konsepsi, sebenarnya manusia
mempunyai kesempatan untuk merusak lingkungan, tetapi bagaimana membangun
kesadaran pada manusia untuk tidak merusak.
Menjadi tidak parsial apabila pandangan keberagamaan yang dibangun adalah
pemahaman keberagamaan yang berdasarkan atau berbasis pada teologi yang tidak
antroposentris dan juga berdasarkan etika. Kedua basis inilah yang akan memunculkan pola
kehidupan yang harmonis, yang memandang alam bukan sebagai yang lain. Sehingga juga
memunculkan sikap untuk mengkonservasi dan mengelola lingkungan sebagai konsekuensi
pemahamannya.
Untuk mewujudkannya, LSPLH menekankan pada pentingnya membangun
kesadaran, yaitu kesadaran yang baru, kesadaran yang ramah pada lingkungan, kesadaran
yang harmonis dan tidak parsial. Akan tetapi penekanan tidak hanya pada tingkat kesadaran
saja, namun juga adalah sia-sia apabila tidak mengimplementasikan kesadaran tersebut
dalam tingkat aksi.
Ruang Lingkup Aktivitas
Secara khusus adalah seluruh warga Muhammadiyah, baik yang secara struktural
duduk pada pimpinan tertentu maupun yang secara kultural berada pada komunitaskomunitas Muhammadiyah. Secara umum adalah umat Muslim yang ada di Indonesia. Lebih
luas lagi, kelompok sasaran lembaga adalah Indonesia itu sendiri sebagai bangsa dan
negara.
Program
Secara umum program-program LSPLH berbentuk:
1. Penelitian
2. Pelatihan
3. Workshop
2
4. Diskusi
5. Penerbitan
6. Pembangunan Komunitas, baik berbentuk Pendampingan maupun Pendidikan
Komunitas.
Deskripsi Program yang telah dijalankan:
1. Penelitian
“Konflik Sosial akibat Masalah Lingkungan: Pencemaran Limbah Ternak Babi,
Limbah Pabrik Bumbu Masak, Limbah Industri Furniture”. Penelitian ini merupakan
bagian dari Program “Penentuan Informasi Daerah Rawan Konflik Sosial Dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Program Penguatan Inisiatif Lokal. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Agustus 2002-April 2003. Penelitian mengambil lokasi di
empat tempat. Pertama, di Palur, Karanganyar. Mengenai pencemaran limbah air dan
udara oleh pabrik penyedap rasa yang berskala besar. Kedua, di Kawasan
Cibeunying, Kota Bandung, perihal konflik antara Pemerintah Kota Bandung dengan
para pedagang kaki lima mengenai pemanfaatan lahan tidur. Ketiga, mengambil
tempat di Gamping, Sleman. Penelitian mengenai pencemaran limbah hasil
peternakan babi yang dilakukan oleh sebagian anggota masyarakat. Keempat,
mengambil tempat di Turi, Sleman. Penelitian di lakosi ini mencoba mengamati
mengenai pencemaran udara dan suara dari pabrik furniture. Dari keempat lokasi
penelitian ini, hanya di lokasi terakhir saja yang sudah sampai pada tahap
penyelesaian.
2. Gerakan Penanaman 1912 Pohon
Program ini dilaksakan pada tanggal 25 April 2003. Penanaman dikonsentrasikan
di wilayah Kota Yogyakarta, bekerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta.
Workshop Kader Lingkungan DIY. Merupakan langkah awal dari program besar
pembangunan komunitas peduli lingkungan. Workshop ini dilaksanakan selama 3
hari, 11-13 Juli 2003, di Kaliurang, Sleman. Diikuti oleh perwakilan dari Angkatan
Muda Muhammadiyah se-DIY sebanyak kurang lebih 75 orang. Workshop ini berhasil
membentuk kantong-kantong kader lingkungan dan memetakan persoalan-persoalan
sosial yang berbasis lingkungan pada tingkat yang lebih lokal.
3. Workshop Teologi Lingkungan
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 24-25 Oktober 2003. Dihadiri oleh para
pakar lingkungan, agama dan praktisi gerakan lingkungan. Dimunculkan sebagai
jawaban atas minimnya pendekatan agama senagai alternatif solusi persoalan
lingkungan. Workshop ini berhasil menyusun draft mengenai Teologi yang berbasis
pada persoalan lingkungan. Dalam jangka panjang, output yang diharapkan nantinya
akan diterbitkan dalam bentuk buku.
Struktur Organisasi
Dewan Penasehat
Pelaksana
: 1. Prof. Dr. Sunyoto Usman, MA
2. Drs. Haedar Nashir M.Si
:
Ketua
Sekretaris
Bendahara
: Saud El Hujjaj, S.Ag,
: Arif Jamali Muis, S.Pd
: Sofriyanto Solih Mu’tasim,S.Pd
Div. Pengkajian dan
Penelitian
: Rachmawati Husein,S.S., MCP
Div. Pemberdayaan
: Taufiqurrahman, S.IP, M.A.
Staf
: 1. M. Sayuti, S.Pd.
3
2. Miftahulhaq, S.Ag.
3. Asep Purnama Bahtiar, S.Ag.
Divisi Pengkajian dan Penelitian
Mempunyai konsentrasi pada program penelitian, workshop, dan diskusi. Divisi ini begerak
lebih pada tingkatan strategis dan teoritis dan diharapkan memberikan serta memfasilitas
sumber secara konsepsional terhadap lembaga.
Divisi Pemberdayaan
Divisi ini memfokuskan pada program Penerbitan dan Pembangunan Komunitas. Bergerak di
ranah strategis dan populis dan diharapkan menjadi juru bicara lembaga yang mampu
mengkomunikasikan konsepsi lembaga sampai di tingkat bawah.
Staf
Merupakan organ lembaga yang bersifat cair dan fungsional. Staf menjadi bagian dari
lembaga agar lembaga dapat bekerja lebih cepat serta secara struktural dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan yang muncul di lapangan.
Koresponden dan Volunteer (sukarelawan aktivis)
Selain itu, walaupun tidak masuk dalam struktur, LSPLH-PP Muhammadiyah mempunyai
koresponden dan sukarelawan yang tersebar di berbagai wilayah kota. Di Jakarta, Bandung,
Makassar dan Surabaya. Koresponden dan volunteer ini bersifat cair, personal dan kultural,
sehingga dapat bergerak lebih cepat untuk melakukan kegiatan serta merespon program
yang telah disepakati di lembaga.
Jaringan Kerjasama
Ada beberapa pihak yang secara kelembagaan telah melakukan kerjasama dengan LSPLH-PP
Muhammadiyah, seperti:
1. Kementerian Lingkungan Hidup
Sejak tahun 2002 LSPLH-PP Muhammadiyah melakukan bekerjasama dengan
Kementerian Lingkungan Hidup, baik secara konseptual maupun secara finansial.
Beberapa program besar yang telah, sedang dan akan dilanjutkan yaitu program
Kader Lingkungan Hidup dan Teologi Lingkungan.
2. Pusat Studi-Pusat Studi Lingkungan Universitas
Selama ini LSPLH-PP Muhammadiyah juga telah melakukan kerjasama dengan
beberapa Pusat Studi Lingkungan di universitas, terutama yang ada di Yogyakarta,
seperti PSL UGM dan PSL IAIN. Kerjasama yang dilakukan dengan PSL masih dalam
taraf pelibatan personil dalam acara workshop yang ikut mendorong terciptanya
konsep maupun strategi gerakan lingkungan yang dilakukan oleh LSPLH.
3. Di tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta, LSPLH-PP Muhammadiyah mempunyai kontak
person yang menjadi fungsionaris kader lingkungan dan menduduki posisi yang
strategis sampai di tingkat akar rumput, terutama di organisasi otonom
Muhammadiyah, seperti Ikatan Remaja Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah.
4. Dalam melaksanakan kegiatan LSPLH-PP Muhammadiyah juga bekerjasama dengan
beberapa LSM, Institusi Pemerintah, swasta dan lain sebaginya baik dalam kegiatan
secara konseptual maupun kegiatan aksi.
5. Selain itu secara personal juga mempunyai kontak dengan para pakar lingkungan,
pakar agama dan para aktivis lingkungan.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 2 2004
4