MASALAH SEKSUAL PADA LANJUT USIA

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

MASALAH SEKSUAL PADA LANJUT USIA
LINK DOWNLOAD [277.50 KB]
BAB XXXIV
MASALAH SEKSUAL PADA LANJUT USIA
TUJUAN BELAJAR
TUJUAN KOGNITIF
Setelah membaca bab ini dengan seksama, maka anda sudah akan dapat :
1. Mengetahui seks secara umum.
2. Mengetahui fisiologis reproduksi wanita dan pria.
2.1. Penurunan fungsi organ-organ seks pada lanjut usia.
3. Mengetahui proses menua dan permasalahan seks setelah lanjut usia.
Mengetahui proses menua normal.
Mengetahui gangguan seks setelah lanjut usia.
TUJUAN AFEKTIF
Setelah membaca ini dengan penuh perhatian, maka penulis mengharapkan anda sudah akan dapat:
1. Memberi pengertian tentang seks yang benar.
2. Dapat meningkatkan kualitas hidup pada lanjut usia.
3. Membantu agar lanjut usia dapat hidup sejahtera.

I. PENDAHULUAN
Masalah seksual merupakan masalah yang dianggap pribadi bagi setiap individu, karena seksualitas tidak hanya berarti adanya
hubungan seks pada manusia secara fisik tetapi juga merupakan perpaduan antara cinta, permainan, persahabatan, juga hasrat antara
dua orang individu yang berbeda. Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan
seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat ialah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati
bersama dan tidak menimbulkan akibat buruk, baik fisik maupun psikis.
Seksualitas dalam arti yang luas ialah semua aspek badaniah, psikologik, dan kebudayaan yang berhubungan langsung dengan seks
dan hubungan seks manusia. Dalam arti sempit sebagai sarana untuk penciptaan keturunan (prokreasi) dimana dalam seks terjadi
suatu potensi alami yang mengarah pada persatuan pria dan wanita, atau dengan kata lain suatu keterarahan alami antara pria dan
wanita untuk bersatu dan menghasilkan keturunan. Di dunia ini, manusia dan hewan akan lenyap dari permukaan bumi apabila
mereka oleh alam tidak dibekali dengan naluri untuk berkembang biak (vita sexualis, sexual instinct) demi untuk meneruskan
keturunan. Dalam peradaban manusia, seks biasanya merupakan bagian dari suatu lembaga perkawinan.
Lembaga perkawinan mencakup kedua segi seks yaitu segi unitif dan segi prokeasi, dan di dalam lembaga inilah hubungan seks
dianggap sah dan diperbolehkan oleh norma-norma baik sosial maupun agama. Seks dalam perkawinan dapat menghasilkan anak.
Anak ini akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari mulai fase pembuahan, janin, kemudian lahir sebagai bayi, tumbuh
menjadi anak-anak, remaja, dewasa hingga lanjut usia. Menjadi tua dan mengalami berbagai penurunan fungsi tubuh tidak berarti
setiap kaum lansia itu renta dan berpenyakitan, sebaliknya para lansia diharapkan bisa tetap hidup sehat dan aktif berperan serta
dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam kehidupan seksualnya. beberapa hal lain seperti produksi sperma atau air mani pada
pria masih dapat berfungsi sampai usia ± 80 tahun. Penurunan yang terjadi secara bertahap mulai usia sekitar 45 tahun.
Aktivitas seksual pada lansia umumnya berkurang sesuai dengan usia yang tambah lanjut. Namun ternyata kemampuan lansia untuk

mempertahankan seks yang aktif tidak hanya mengacu pada pertambahan usia saja (fisik) melainkan bergantung pada beberapa
faktor yaitu kesehatan mental, dan eksistensi yang aktif serta pasangan yang menarik
Penelitian Kinsey, Master Johnson serta Hite mengambil kesimpulan bahwa terdapat pandangan yang bias terhadap seksualitas pada
usia lanjut. Bias tersebut tidak semata-mata terbatas pada segi seks itu sendiri tetapi juga meliputi segi sosio-ekonomi.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa :
? Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup lanjut dan aktivitas tersebut hanya dibatasi
oleh status kesehatan.
? Aktivitas dan perhatian seksual dari pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan
tersebut sebelumnya.
? Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang daripada pria, seorang lansia wanita yang ditinggal mati oleh
suaminya akan sulit untuk menemukan pasangan hidup.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

Ternyata faktor psikologik juga memegang peranan penting dalam penurunan aktivitas seksual pada lansia seperti misalnya :

1. Rasa tabu/malu bila mempertahankan kehidupan seksual sampai lansia.
2. Tradisi dan budaya yang kurang menunjang.
3. Lelah/bosan karena kehidupan yang monoton.
4. Pasangan hidup telah meninggal.
5. Perubahan hormonal atau masalah kesehatan seperti cemas,depresi,pikun dll.
Kehidupan seksual lansia memegang peranan penting dalam keseluruhan hidup lansia itu sebagai seorang individu, oleh karena itu
perawatan kesehatan seksual termasuk keluhan disfungsi seksual harus menjadi perhatian bagi praktisi medis secara umum.
II. DISFUNGSI SEKSUAL PADA LANSIA SECARA UMUM
Sebelum kita mengetahui definisi disfungsi seksual terlebih dulu kita mengerti perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses
penuaan bila ditinjau dari pembagian tahapan seksual menurut Kaplan.
Tabel 1. Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses menua berdasarkan pembagian tahapan seksual menurut Kaplan.
Fase tanggapan seksual Perubahan
Fase desire Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan kultural, kecemasan akan kemampuan seks.
Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun seiring makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi.
Interval untuk meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria meningkat serta testoteron menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun
akan mempengaruhi libido.
Fase arousal Lansia wanita: pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan flushing, elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina
dan peregangan otot-otot; iritasi uretra dan kandung kemih.
Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat; penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat
penurunan testoteron; elevasi testis ke perineum lebih lambat.

Fase orgasmik Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil kemampuan mendapatkan orgasme
multipel berkurang.
Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.
Fase pasca orgasmik Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai timbulnya fase orgasme berikutnya
lebih sukar terjadi
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit
pada alat kelamin sewaktu masturbasi.
Disfungsi seksual pada lanjut usia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja, terdapat banyak penyebab lainnya seperti :
1. Penyebab iatrogenik. Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin membuat inadekuat
konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
2. Penyebab biologik dan kasus medis. Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak dengan
seks dan sistem reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik. Beberapa hal dapat menyebabkan masalah kehidupan
seksual, dan sebaiknya menjadi petunjuk untuk mendiagnosa banding, pengobatan, rehabilitasi dan hasil akhir.
a. Infark miokard
mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk terlibat dalam hubungan seksual karena takut
menyebabkan infark.
b. Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien mengalami anxietas akibat perubahan gambaran
diri, hilangnya kapasitas, takut akan kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas situasi.
Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat

spesifik tentang aktivitas seksual ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke, maka respon
seksual mungkin tidak terpengaruh. Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi permanent maka
diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan mungkin membatasi pengenalan orang atau benda-benda,
dalam beberapa kasus, pasien dan pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak mengalami kerusakan.
Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan mekanik, namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik ?bercinta?
alternatif. Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk berkomunikasi.
c. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik operasi maupun pengobatan mengubah citra
diri dan dapat menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

saraf.
d. Diabetes melitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan neuropati autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan

disfungsi ereksi dan disfungsi vasokonstriksi yang memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.
e. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi
secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual
f. Rokok dan alkohol
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya bila terjadi kerusakan hepar yang akan
mempengaruhi metabolisme testosteron. Merokok juga mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi
kemampuan untuk mengalami kenikmatan.
g. Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama
aktivitas seksual mungkin dapat menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan jiwa.
h. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual. Obat-obatan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Obat-obat yang dapat mempengaruhi fungsi seksual lansia
Golongan obat Contoh Pengaruh pada fase Anjuran obat pengganti
Anti hipertensi
? diuretika
? sentral
? ? blocker
? ACE inhibitor

Gol. Tiazid
Klonidin, metildopa
Propanolol
Captopril
Arousal
Arousal
Desire, arousal
Arousal
Ca antagonis
Ca antagonis
Ca antagonis
Ca antagonis
Anti psikotik Torasin, tiotiksen, haloperidol Desire, arousal, priapismus, ejakulasi retrograde
Anti anxietas Diazepam Desire, orgasme Buspiron, turunkan dosis bertahap
Antikolinergik Atropine, hidroksisin Desire, arousal Lebih ditekankan pada pemuasan
Estrogen Premarin Arousal Estrogen oral merupakan pilihan pada yang tidak bisa peroral
Progestin Provera Desire Bila ada efek samping berikan secara siklik
Antagonis reseptor H2 Simetidin Desire, arousal, orgasme Alternatif bloker H2
Narkotik Kodein Desire, arousal, orgasme Waktu pemberian sangat penting (berhubungan dengan waktu aktivitas seksual)
Sedatif Alcohol, barbiturat Desire, arousal Kenali dan obati adiksi

Lain-lain Digitalis Obati kecemasan, yakinkan ketakutan akan serangan jantung waktu aktivitas seksual
Antidepresan trisiklik Imipramin, amitriptilin Desire, arousal Prozac, zoloft
Antidepresan lain Trasodon, inhibitor MAO Priapismus, arousal, orgasme Prozac, Zoloft
III. LANSIA PRIA DAN PERMASALAHAN SEKSUAL
Pada lansia pria yang sehat waktu untuk dapat ereksi dan waktu yang diperlukan sebelum mengalami ereksi berikutnya lebih
panjang dibandingkan dengan tahun-tahun yang telah berlalu dan hal ini bersifat fisiologis. Pria mulai usia 40 tahun mengalami
kesulitan untuk mendapatkan ereksi dari waktu ke waktu.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

Beberapa studi menyatakan bahwa penurunan yang berkaitan dengan usia lebih dirasakan efeknya pada potensi seksual
dibandingkan dengan libido. Fenomena inilah yang bertanggung jawab pada libido-potency gap yang sering kali menjadi pangkal
permasalahan pada lansia pria.
Proses penuaan biasanya menimbulkan efek pada potensi baik ereksi maupun ejakulasi, biarpun perubahan ereksi sendiri secara
klinis merupakan kata-kata keluhan yang sangat penting. Respon ereksi pada pria usia 48-65 tahun enam kali lebih rendah

dibandingkan pada pria usia 19-30 tahun, hal ini diperoleh dari suatu penelitian laboratorium yang menggunakan monitor untuk
menilai perubahan bentuk penis.
A. Fisiologis reproduksi pria
Secara embrionis, testis berkembang dari gonadal ridge yang terletak di belakang rongga abdomen. Pada bulan-bulan terakhir
kehidupan janin, testis mulai perlahan-lahan turun keluar rongga abdomen melintasi kanalis inguinalis ke dalam skrotum. Testoteron
dari testis janin merupakan penyebab dari turunnya testis ke dalam skrotum.
Suhu dalam skrotum rata-rata beberapa derajat celcius lebih rendah daripada suhu tubuh (inti) normal. Penurunan testis ke
lingkungan yang lebih dingin ini sangat penting karena spermatogenesis adalah proses yang peka terhadap suhu dan tidak dapat
berlangsung pada suhu tubuh normal.
Testis berfungsi dalam menghasilkan sperma dan mengeluarkan testoteron. Sekitar 80% masa testis terdiri dari tubulus seminiferus
yang berkelok-kelok yang didalamnya berlangsung spermatogenesis. Testoteron setelah dihasilkan, sebagian diekskresikan ke dalam
darah untuk diangkut terutama terikat dengan protein plasma ke jaringan sasaran. Dan sebagian lagi mengalir ke tubulus
seminiferus, tempat hormon ini berperan penting dalam spermatogenesis.
Testoteron ini memiliki banyak efek diantaranya :
? Maskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna
? Mendorong turunnya testis ke dalam skrotum
? Mendorong pertumbuhan dan pematangan sistem reproduksi
? Spermatogenesis
? Memicu pola pertumbuhan rambut pada pria
? Menyebabkan suara menjadi berat karena pita suara menjadi tebal

? Mendorong pertumbuhan otot yang menyebabkan timbulnya konfigurasi tubuh pria
? Memiliki efek anabolik protein
? Mendorong pertumbuhan tulang pada pubertas dan kemudian menutup epifisis
? Mungkin memicu perilaku agresif
Gambar 2. Efek Testoteron pada pria
B. Masalah seksual pada lansia pria
Master dan Jhonson mendeskripsikan efek penuaan pada ejakulasi dan orgasme. Mereka melaporkan adanya penurunan kekuatan
dan frekuensi kontraksi otot-otot lurik pelvis mempunyai efek penurunan dalam kekuatan pengeluaran semen.
Beberapa perubahan yang terjadi pada lansia pria adalah :
? Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan menurunkan hasrat dan kesejahteraan. Testis
menjadi lebih kecil dan kurang produktif. Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan proses
spermatogenesis, dengan penurunan jumlah sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum.
? Kelenjar prostat biasanya membesar, dimana hipertrofi prostate jinak terjadi pada 50% pria diatas usia 40 tahun dan 90% pria
diatas usia 80 tahun. Dan hipertrofi prostat jinak ini memerlukan terapi. Namun hal ini dibahas lebih lanjut dalam pembahasan
sistem traktus urinarius.
? Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang sempurna mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan
vasokongesti kantung skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot sadar dan tak sadar serta ereksi
mungkin kurang kaku dan bergantung pada sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga dibutuhkan stimulasi alat
kelamin secara langsung untuk untuk menimbulkan respon. Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih
lama sebelum mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi.

? Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas sensasi orgasme menjadi berkurang dan tekanan
ejakulasi serta jumlah cairan sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-kadang
dirasakan pada lansia pria disebut sebagai ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari kurangnya pengontrolan yang
berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa refrakter memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik frekuensinya
berkurang termasuk selama tidur.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 4/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

? Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak biasa. Frekuensi kontaksi sfingter ani selama
orgasme menurun.
? Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada umumnya 12 sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda
pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
? Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. Hal ini tampaknya berhubungan dengan semakin menurunnya
potensi seksual. Oleh karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari dapat menjadi ukuran yang dapat dipercaya tentang
potensi seksual pada seorang pria. Penelitian Kinsey, dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-rata 2,05 perminggu pada
usia 31-35 tahun dan hal ini menurun pada usia 70 tahun menjadi 0,50 perminggu.
Gambar 3.Perbedaan sistem reproduksi pria muda dan pria lanjut usia
Para lanjut usia dapat mengalami berbagai masalah disfungsi seksual diantaranya disfungsi ereksi dan andropause.
B.1. Disfungsi Ereksi (Impotensia)
Disfungsi ereksi (DE) atau impotensia adalah ketidakmampuan secara konsisten untuk mencapai dan/atau mempertahankan ereksi
sedemikian rupa sehingga mencapai aktivitas seksual yang memuaskan. (Vinik, 1998). Secara umum impotensia dibedakan menjadi
impotensia coendi (ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual), impotensia erigendi (tidak mampu ber-ereksi) dan
impotensia generandi (tidak mampu menghasilkan keturunan). Prevalensi DE sekitar 52% pada pria di antara 40-70 tahun dan
bahkan lebih besar pada pria yang lebih tua.
Untuk timbul ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa berasal dari rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik),
olfaktorik (bau-bauan) dan rangsangan sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui jalur kortiko-talamikus, limbik maupun
talamo-retikularis dan sebaliknya kemudian akan diteruskan ke susunan saraf otonom (parasimpatis) akan menyebabkan vasodilatasi
korpus kavernosa penis. Setelah aktivitas seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu terjadinya ejakulasi. Dari gambaran tersebut
dapat disimpulkan bahwa proses ereksi menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf, vascular, hormonal, psikologik dan kimiawi.
Etiologi
Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian besar sebagai berikut :
? DE organik, sebagai akibat gangguan akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler (aterosklerosis atau fibrosis).
o DE endokrinologik biasanya berupa sindroma ADAM (Androgen Deficiency in the Aging Male), yang merupakan hipogonadisme
pada lansia. DE tipe ini disebabkan oleh gangguan testikular baik primer maupun sekunder. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
penyakit yang menyebabkan hiperprolaktinemia, hipertiroid, hipotiroid dan Cushing's disease.
o DE neurogenik dapat disebabkan oleh gangguan jalur impuls terjadinya ereksi. Lesi di lobus temporalis sebagai akibat trauma atau
multiple scelrosis stroke, gangguan atau rusaknya jalur asupan sensorik misalnya pada polineuropati diabetik, tabes dorsalis atau
penyakit ganglia radiks dorsalis medula spinalis, juga pada gangguan nervus erigentes akibat pasca prostatektomi total atau operasi
rektosigmoid.
o DE vaskuler merupakan DE yang paling sering pada lansia yang mungkin berhubungan erat dengan prevalensi penyakit
aterosklerosis yang tinggi pada lansia. Gangguan aliran darah arteri ke korpus kavernosus seperti bekuan darah, aterosklerosis, atau
hilangnya kelenturan dinding pembuluh darah dapat menyebabkan DE. Selain itu DE bisa terjadi pada penyakit Leriche, yaitu
obstruksi dipangkal bifurkasio a. iliaka di daerah a.abdominalis. Serta penyakit Peyronie mengakibatkan pengisian darah tidak
sempurna yang akan menyebabkan DE.
? DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan sebagai penyebab utama DE, namun menurut penelitian hal ini tidak benar. Justru
penyebab utama DE pada lansia gangguan organik, walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan. DE jenis ini yang
berpotensi reversibel potensial biasanya yang disebabkan oleh kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan atau juga
akibat dari rasa takut akan gagal dalam hubungan seksual.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa impotensi merupakan akibat masturbasi yang dahulu atau karena terlalu sering ejakulasi atau
sebaliknya karena terlalu lama menahan dan tidak disalurkan hasrat seks-nya itu. Namun penelitian membuktikan bahwa ejakulasi
atau tidak ejakulasi dalam waktu yang lama tidak langsung mengganggu kesehatan. Masters dan Johnson mengatakan bahwa ereksi
dan ejakulasi tidak dapat dipelajari karena hal ini terjadi secara reflektoris.
Selain yang telah disebutkan diatas, sekitar 25 % DE disebabkan oleh obat-obatan terutama obat antihipertensi (Reserpin, ? blocker,
guanethidin dan metildopa), alkohol, simetidin, antipsikotik, antidepresan, lithium, hipnotik sedatif, dan hormon-hormon seperti
estrogen dan progesteron. Obat-obatan dan pengaruhnya terhadap disfungsi seksual dapat dilihat pada tabel 2 (hal. 6)
Diagnosa
Ada kemungkinan para lansia yang mengalami disfungsi ereksi akan mencari pertolongan pada dokter, hal pertama yang perlu
dilakukan dokter adalah memberikan perasaan nyaman pada pasien dengan menjelaskan bahwa disfungsi ereksi merupakan hal biasa

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 5/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

yang dialami oleh para lansia pria dan berusaha mencarikan solusi yang efektif hingga hal ini akan menenangkan diri pasien. Setiap
pasien memiliki privasi, oleh karena itu perlu ditanyakan apakah pasien ingin mendiskusikan hal ini dengan atau tanpa pasangannya,
namun cara yang terbaik adalah bersama pasangan. Karena pandangan serta dukungan dari pasangan seksual mereka sangat berharga
dan dapat mengembalikan kepercayaan diri pasien untuk kembali memulai lagi fungsi seksualnya dan secara tidak langsung dapat
membantu mengatasi masalah disfungsi ereksi.
Selain dari segi psikologis perlu juga digali apakah disfungsi ereksi yang terjadi murni disfungsi ereksi psikogenik atau ada penyakit
atau kelainan lain yang menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Bila terdapat penyakit atau kelainan yang mendasari terjadinya
disfungsi ereksi maka perlu ditangani penyakit dan kelainan yang mendasarinya. Peninjauan terhadap obat-obatan yang selama ini
dikonsumsi oleh pasien juga perlu diperhatikan.
Selain dari anamnesa perlu juga diadakan suatu pemeriksaan fisik untuk mengetahui ada tidaknya disfungsi ereksi :
? apakah ada tanda-tanda penyakit vaskuler, seperti arteri femoral dan perifer berkurang atau terdengar bruit.
? Adakah perubahan kulit. Turgor menurun mengakibatkan kulit menjadi kurang elsatis.
? Adakah perubahan neuropati otonom (simpatis dan parasimpatis) seperti adanya reflek bulbo kavernosus dan kremaster.
? Adakah gejala hipotensi ortostatik.
? Adakah gejala neuropati perifer seperti DM, alkoholisme, kekurangan vitamin B1, dan lain-lain.
? Pemeriksaan genitalia, adanya atrofi testis atau dan plak pada peyronie's disease. Peyronie's disease adalah keadaan dimana terjadi
kelainan anatomis penis, berupa tumbuhnya jaringan ikat atau plak yang tidak biasa pada jaringan penis sehingga aliran darah dalam
badan kavernosa penis terganggu untuk mencapai ereksi.
? Pemeriksaan rektal untuk melihat prostate.
? Pemeriksaan laboratorium umum diperlukan untuk menentukan adanya kondisi medis penyerta, faktor resiko vaskular atau
endokrin yang abnormal.
? Pemeriksaan hormone testoteron dan prolaktin.
Terapi
Phosphodiesterase-5 (PDE5) inhibitors merupakan terapi pilihan utama (DOC) untuk disfungsi ereksi. PDE5 berada di jaringan
kavernosa penis dan akan mendegradasi cyclic 3' 5' guanosine monophosphate (cGMP) yang bila bekerja bersama nitrat oksida akan
menyebabkan relaksasi otot. Oleh karena itu dengan menghambat PDE5, obat ini berpotensi untuk mendorong terjadinya ereksi.
Namun obat ini menjadi kontra indikasi pada pasien yang mendapatkan terapi nitrogliserin atau golongan nitrat lainnya, karena
efeknya dapat menyebabkan tekanan darah turun drastis dan penurunan perfusi arteri koroner dan dapat menyebabkan miokard
infark. Pemakaian obat ini bersama obat-obatan alfa bloker.
Salah satu obat yang sangat populer di dunia untuk mengatasi DE adalah sildenafil sitrat (Viagra ®). Obat ini bekerja dengan jalan
mem-blok pemecahan GMP siklik yang mempertahankan vasodilatasi korpora kavernosa, tetapi obat ini hanya bisa diberikan bila
keadaan vaskuler penis masih intak. Seperti PDE5 obat ini juga menjadi kontraindikasi pada pemakaian obat-obatan golongan nitrat
karena dapat menyebabkan hipotensi bahkan syok (Vinik, 1998). Karena tidak menstimulasi pembentukan cGMP, melainkan hanya
memperkuat / memperpanjang daya kerjanya, sildenafil tidak efektif jika belum / tidak terdapat stimulasi atau eksitasi seksual. Efek
samping Sildenafil umumnya bersifat singkat dan tidak begitu serius, yang tersering berupa sakit kepala, muka merah, gangguan
penglihatan (buram sampai melihat segala sesuatu kebiru-biruan), dan mual, yang kesemuanya berkaitan dengan blokade PDE5
inhibitor yang terdapat di seluruh tubuh. Obat lain yang kini beredar antara lain Alprostadil (Caverject ®, Muse ®), Vardenafil
(Levitra ®), dan Tadalafil (Cialis ®).
Apomorfin (Uprima ®) adalah agonis dopamin dengan afinitas bagi reseptor-D1 dan -D2 di hipotalamus yang terkait antara lain
pada regulasi ereksi. Daya erektogennya berdasarkan efek terhadap afinitas lokal dari nitrogenmonoksida, kemudian konversi
guanyltriphosphate menjadi cGMP. Reaksi ini menimbulkan relaksasi otot-otot licin dari corpus cavernosum, yang dapat terisi darah
dan terjadilah ereksi. Setelah penggunaan sublingual kadarnya dalam darah memuncak dalam 40-60 menit dan ereksi dapat terjadi
setelah 20 menit. Efek samping yang tersering berupa nausea, sakit kepala, dan pusing-pusing.
HRT (hormon replacement therapy) diindikasikan pada pria dengan hipogonadal. Pengobatan yang aman dan efektif dengan injeksi
intra muscular jangka panjang, maupun transdermal testoteron gel. Testoteron oral sebaiknya dihindari karena kemungkinan toksik
hepatik pada penggunaan jangka lama. Pada pemakaian testoterone-containing gel sebaiknya menunggu sekitar 10 -15 menit sampai
gel tersebut diabsorbsi dan kering sebelum melakukan aktivitas seksual. Semua pria yang menggunakan terapi testoterone
replacement perlu mendapatkan pemeriksaan rektal digital dan PSA test sedikitnya 1 tahun sekali.
Pemberian testoteron dapat menyebabkan beberapa efek samping, antara lain :
? Pada laki-laki : testis mengecil, produksi sperma berkurang, ginekomastia, pembesaran prostat

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 6/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

? Pada wanita : klitoris membesar, tumbuh rambut di daerah muka, volume suara membesar
? Umum : hepatotoksik, peningkatan hematokrit darah, aterosklerosis, dan hipertrofi jantung.
Ada beberapa cara lain selain dengan terapi testoteron. Misalnya alat vakum maupun protesa. Alat vakum meningkatkan pembesaran
penis dengan membuat keadaan vakum yang menarik darah ke dalam penis. Saat terjadi ereksi, sebuah gelang karet atau cincin
konstriksi pasang pada pangkal penis dan alat vakum tersebut dilepas. Gelang tersebut dapat memperlambat aliran balik vena dan
membantu mempertahankan ereksi lebih dari 30 menit. Alat vakum ini dapat mengakibatkan petekhie dan membuat ujung penis
lebih dingin dari biasanya. Protesa pada penis mungkin membantu ketika cara lain tidak berhasil. Pembedahan revaskularisasi penis
relatif bersifat eksperimental dan belum ada kesuksesan yang tinggi.
B.2 Male Hypogonadism
Fungsi testis turun, baik produksi sel gamet (sperma) maupun hormone, atau keduanya. Penyebab hypogonadism ini dibagi atas
sejak lahir (congenital) dan didapat (acquired). Hypogonadism pada laki-laki terdiri atas :
? Hypogonadisme primer. Terjadi kerusakan pada sel leydig hingga produksi androgen dan testoteron turun atau kerusakan pada
duktus seminiferus, sehingga jumlah sperma yang keluar berkurang atau tidak sama sekali. Untuk mengimbangi penurunan hormon
ini, otak meningkatkan pengeluaran hormon gonadotropin
? Hypogonadisme sekunder. Terjadi kerusakan di hipotalamus hingga hormon gonadotropin yang dikeluarkan berkurang dan
mengakibatkan kemandulan atau impotent.
Produksi hormon androgen yang kurang, menyebabkan kesediaan hayati testoteron (bioavaibilitas testoteron /BT) berkurang yang
dapat mengakibatkan hilangnya libido, penurunan masa otot dan kekakuan otot serta perubahan energi dan kesehatan.
Gejala dan tanda
Tergantung pada beratnya kekurangan produksi hormon. Secara umum terlihat perkembangan kurang baik, misalnya testis tidak
turun, malahan kadang-kadang bentuk alat kelaminnya tidak khas.
Bila hypogonadisme terjadi pada usia puber, akan terjadi pembesaran buah dada pada laki-laki (gynecomastia), dan rambut
kemaluan kurang lebat sampai tidak tumbuh penis dan testis kecil, otot-otot kurang gempal.
Bila hypogonadisme terjadi setelah usia dewasa, akan mengakibatkan kurangnya gairah seks, terganggu ereksi penis, otot-otot
kendur tidak bertenaga, rambut rontok, merasa tertekan dan berbagai gangguan emosi lainnya.
Hypogonadisme pada lansia umumnya hanya memiliki beberapa gejala yang non-spesifik atau tanda-tanda fisik. Gejala yang paling
umum adalah penurunan libido/gairah seksual yang berhubungan langsung dengan penurunan kadar testoteron, gangguan libido
yang berat dapat menyebabkan disfungsi ereksi. Hipogonadism pada pria juga dapat menyebabkan rasa lelah, kehilangan energi,
lemah otot dan menurunkan perasaan sehat yang dapat mengarah pada depresi.
Masa otot yang menurun sejalannya dengan usia dapat berkaitan dengan kelemahan, imobilitas, gangguan cara berjalan dan
keseimbangan. Masa otot dan keseimbangan berkaitan erat dengan testoteron bebas atau yang terikat. Hilangnya jaringan tulang
sering dihubungkan dengan hipogonadisme. Hal itu mungkin karena rendahnya substrat testoteron untuk aromatisasi estrogen
memegang peranan dalam osteoporosis.
B.3. Andropause
Andropause berasal dari kata ?Andro = kejantanan? dan ?pause = istirahat?. Andropause dapat diartikan sebagai perubahan akibat
proses menua pada sistem reproduksi pria mungkin didalamnya termasuk perubahan pada jaringan testis, produksi sperma dan
fungsi ereksi.
Ada yang memberi istilah andropause sebagai klimakterium laki-laki yang berarti seorang laki-laki sedang berada pada tingkat kritis
fase kehidupannya, di mana terjadi perubahan fisik, hormon dan psikis serta penurunan aktivitas seksual. Perubahan-perubahan ini
biasanya terjadi secara bertahap. Tingkah laku, stress psikologik, alkohol, trauma, ataupun operasi, medikasi, kegemukan dan infeksi
dapat memberikan kontribusi pada onset terjadinya andropause ini.
Sebenarnya andropause bukanlah suatu fenomena baru, hal ini terjadi karena kemampuan kita untuk mendiagnosa andropause ini
sangat terbatas karena tidak ada cara untuk menprediksi siapa yang akan mengalami gejala andropause. Test yang sensitif untuk
mengetahui bioavaibilitas testoteron baru tersedia akhir-akhir ini, sehingga sebelum ada test ini andropause terlewatkan begitu saja
tanpa terdiagnosa dan tidak memperoleh penatalaksanaan.
Etiologi
Mulai sejak kira-kira usia 30 tahun, kadar testoteron dalam tubuh menurun kurang lebih 10% setiap dekadenya. Pada saat yang sama
Sex Binding Hormone Globulin (SHBG) meningkat. SHBG ini akan menangkap banyak testoteron yang bersirkulasi dan membuat
testoteron tidak tersedia untuk digunakan pada jaringan tubuh khususnya untuk terjadinya perilaku seksual yang normal dan
terjadinya ereksi.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 7/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

Faktor-faktor yang mempercepat andropause
Beberapa faktor yang dapat mempercepat proses penuaan dapat berasal dari luar tubuh dan dari dalam tubuh itu sendiri, antara lain :
a. Faktor lingkungan dan psikis
? Pencemaran lingkungan baik polutan, kimia maupun suara bising.
? Kondisi lingkungan hidup kumuh serta kurangnya penyediaan air bersih akan meningkatkan pemakaian energi tubuh untuk
meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga sel-sel kekebalan akan cepat menua.
? Pemakaian obat-obat/ jamu yang tidak terkontrol menyebabkan turunnya hormone tubuh secara langsung maupun tidak langsung
melalui mekanisme umpan balik.
? Sinar matahari dapat mempercepat penuaan kulit dengan hilangnya elastisitas dan rusaknya kolagen kulit.
? Pola hidup dan diet.
? Stress fisik dan psikis.
b. Faktor genetik sangat dipengaruhi oleh genetik orang tuanya, namun dapat berubah karena infeksi virus, radiasi, dan zat racun
dalam makanan/minuman/kulit yang diabsorbsi tubuh.
c. Faktor organik yang secara umum dapat ditemukan adalah:
? Rendahnya kebugaran.
? Pola makanan kurang sehat.
? Penurunan growth hormone, insuline-like growth factor-1 yang akan menyebabkan proses apoptosis di berbagai sel tubuh dan hal
ini akan menyebabkan proses penuaan berjalan lebih cepat.
? Penurunan testoteron yang diproduksi testis.
? Peningkatan prolaktin yang disekresi oleh kelenjar pituitary anterior. Hormon ini meningkat sejalan dengan perubahan emosi dan
stress.
Gejala dan efek yang ditimbulkan oleh andropause
Andropause berhubungan dengan kadar testoteron yang rendah. Setiap pria mengalami kemunduran bioavaibilitas testoteron, namun
berbeda kadarnya pada setiap invididu.Ketika hal ini terjadi pria akan mengalami gejala andropause.
Beberapa gejala yang dapat timbul antara lain:
? Depresi
? Kelelahan
? Iritabilitas
? Libido menurun
? Sakit dan nyeri
? Berkeringat dan flushing
? Penurunan performa seksual atau disfungsi ereksi
? Sulit berkonsentrasi
? Pelupa
? Insomnia
Setiap ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh akan menimbulkan efek tertentu, demikian juga andropause dalam jangka waktu
yang panjang dapat menyebabkan:
? Osteoporosis
? Obesitas
? Kehilangan masa otot
? Resiko menderita arteriosklerosis
? Resiko menderita kanker payudara
Terapi
Terapi yang dapat diberikan pada andropause tidak jauh berbeda dengan terapi yang diberikan pada disfungsi ereksi yaitu dengan
testoterone replacement therapy baik secara injeksi maupun oral.
Gambar 4. Pengaruh terapi hormon testoteron pada andropause
B.4. Somatopause
Somatopause adalah defisiensi Human Growth Hormone (HGH) dan Insuline Like Growth Hormone (IGF-1). Somatopause adalah
fase kemerosotan usia pertengahan didalam hidup manusia dimana terjadi pengurangan HGH, menyebabkan penurunan fungsi
fisiologi yang jelas termasuk peningkatan lemak badan, kemerosotan daya tahan, warna kulit yang berbeda daripada sebelumnya,

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 8/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

kemerosotan keinginan seksual, dan simptom-simptom lain yang lazim dikaitkan denga usia lanjut.
Menjelang usia 70 hingga 80 tahun, pada asasnya seseorang itu akan kekurangan hormon pertumbuhan, mengakibatkannya
mengalami SDS (Sindrom Defisiensi Somatotropin)
HGH biasanya dilepaskan semasa tidur dalam bentuk denyutan sebagai tindak balas terhadap isyarat positif, seperti tindakan faktor
pelepasan hormon pertumbuhan GRF (Growth Releasing Hormone) dan isyarat negatif daripada hipotalamus. Apabila pituitari
melepaskan hormon tersebut, HGH bergerak dari pituitari ke dalam aliran darah dan ia menduduki ruang penerima didalam setiap
sel, khususnya sel hati, yang sebenarnya akan menggunakan kimia ini. Apabila HGH mengaktifkan ruang penerima di dalam hati,
kimia yang dikenali IGF-1 dikeluarkan. HGH memperkuatkan kesan anabolik diseluruh tubuh melalui penghantar bersama IGF-1,
membantu pertumbuhan jaringan, tulang rawan, dan otot-otot. Justru dengan menentukan kepekatan IGF-1 di dalam darah, kita
boleh mengukur kadar rembesan HGH di dalam tubuh kita.
Gejala-gejala lain yang dapat dijumpai pada somatopause yaitu:
? Tampak menua dan kulit keriput
? Pikun
? Gairah seksual menurun
? Tekanan darah dan kadar kolesterol meningkat
? Penyembuhan luka amat lambat
? Organ mengecil (hati, ginjal, limpa)
? Tulang lemah
? Berat badan naik
? Sistem imunitas tubuh melemah
Pencegahan dan pengobatan Somatopause :
1. Senam. Dilakukan secara rutin adalah penting untuk melewatkan penuaan. Untuk meningkatkan pelepasan HGH, program latihan
ketat seperti angkat berat dan senam aerobik diperlukan.
2. Pil oral. Obat yang lazim digunakan adalah Levadopa, Hydergine, clonidine, dan dilantin yang bekerja untuk merangsang
pelepasan HGH dan meningkatkan feed back-nya. Walaupun obat-obatan ini diluluskan oleh FDA yang mana keselamatan dan
kegunaannya telah disahkan, nama tidak ada satupun telah diluluskan untuk tujuan meningkatkan kadar HGH.
IV. LANSIA WANITA DAN PERMASALAHAN SEKSUAL
Sistem reproduksi pada wanita lebih kompleks dibandingkan pada pria. Perbedaan yang sangat mencolok adalah pembentukan
sperma pada pria berlangsung terus-menerus dan sekresi testoteron yang relatif konstan, sedangkan pada wanita biasanya
berdasarkan suatu siklus menstruasi yang cukup panjang dan dari setiap siklusnya hanya satu ovum yang dikeluarkan pada ovulasi
yang siap untuk dibuahi bila tidak terjadi pembuahan maka siklus akan berulang tetapi bila terjadi pembuahan maka sistem
reproduksi akan beradaptasi sedemikian rupa sehingga zigot yang terbentuk akan tumbuh dan berkembang menjadi janin dan sampai
saatnya janin tersebut mampu hidup di luar uterus.
A. Fisiologis reproduksi wanita
Gambar 5. Perbedaan sistem reproduksi wanita muda dan wanita usia lanjut
Jumlah ovum pada wanita tidaklah sebanyak sperma yang dapat dihasilkan oleh pria sepanjang hidupnya. Seorang wanita saat
dilahirkan mempunyai ovum hanya 2 juta dan hanya terdapat 300000-400000 ovum pada pubertas. Kemudian sepanjang masa
reproduktif dari seorang wanita antara umur 13 sampai 46 tahun, kira-kira 400 folikel ini akan berkembang sehingga cukup untuk
dapat mengeluarkan ovum, satu ovum setiap bulan, sisanya berdegenerasi (menjadi atresia). Pada akhir kapasitas reproduksi, yaitu
pada masa menopause hanya beberapa folikel premordial yang tetap berada di dalam ovarium, dan bahkan folikel ini juga segera
berdegenerasi sesudahnya.
Ovarium mempunyai dua tugas yaitu menghasilkan ovum dan mengeluarkan hormon-hormon seks wanita seperti estrogen dan
progesteron. Kedua hormon ini berperan dalam mempersiapkan sistem reproduksi wanita untuk kehamilan.
Satu hal lagi yang menjadi perbedaan yang mencolok antara sistem reproduksi wanita dan pria adalah pria mempunyai potensi
reproduksi seumur hidup, sedangkan wanita berhenti pada usia pertengahan saat terjadinya menopause.
B. Disfungsi Seksual Pada Lansia Wanita
Masalah seksual pada lansia wanita tidak secara luas dipahami dengan baik seperti pada pria. Masalah pada lansia pria adalah tidak
dapat mencapai dan atau mempertahankan ereksi, tetapi begitu ereksi orgasme akan tercapai tanpa diikuti kesulitan. Sedangkan pada
wanita ada tiga tahap yang harus dilewati sebelum terjadi orgasme yaitu desire (libido), excitement (arousal) and wetness
(lubrication). Dan kita akan membahasnya satu persatu.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 9/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

a. Tahap Desire (libido)
Dari survey yang dipublikasikan baru-baru ini menunjukkan bahwa ?kurangnya minat pada seks? merupakan masalah seks yang
utama pada wanita lansia. Gangguan tahap ini dapat berupa dorongan seksual hipoaktif, yaitu lenyapnya dorongan seksual ataupun
fantasi seksual sehingga tidak bergairah untuk melakukan aktivitas seksual.
Penyebab kelainan ini antara lain :
? Penyebab organik
Disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormonal yang sering dijumpai pada operasi ovariektomi bilateral, ketegangan pre-haid,
pasca persalinan, sindroma pre-menopause dan kemoterapi. Obat-obatan yang juga dapat menjadi penyebab termasuk androgen,
antiestrogen (termasuk obat KB), sitotoksika dan psikofarmaka.
? Penyebab psikis
Penyebab utama hipoaktif seksual nampaknya karena masalah relasi dimana salah satu pasangan tidak merasa intim secara emosial
atau dekat dengan pasangan mereka. Insomnia yang menyebabkan kelelahan, serta pengalaman trauma seksual, tabu seks juga dapat
mempengaruhi kelainan ini.
b. Tahap arousal dan lubrication
Gangguan tahap ini merupakan masalah yang paling sering terjadi pada wanita setelah mengalami menopause. Reaksi seksual yang
seharusnya terjadi adalah peningkatan aliran darah ke panggul, yang akan menyebabkan terjadinya bendungan dan pembesaran pada
jaringan dinding vagina. Klitoris akan mengalami ereksi mini dan dinding vagina akan memproduksi cairan pelumas agar tidak sakit
sewaktu penetrasi.
Gangguan tahap ini bertambah buruk apabila disertai dengan diabetes, hipertensi, radioterapi pada tumor pelvis, dan penggunaan
anti-estrogen pada pengobatan kanker payudara. Vagina yang kering dan hilangnya elastisitas tidak akan bertambah buruk apalagi
sering melakukan aktivitas seksual, dalam hal ini berlaku istilah ?use it or lose it?
Hal ini dapat diatasi dengan pemberian substitusi seperti vaselin, krem estrogen atau testoteron, estrogen oral. Terkadang vitamin E
suppositoria juga efektif.
c. Tahap orgasme
Tahap ini tidak akan terjadi bila terjadi gangguan pada tahap-tahap sebelumnya. Pada beberapa wanita walau tahap-tahap
sebelumnya telah dilalui secara lengkap mereka tetap sulit memperoleh orgasme. Kegagalan ini tentu saja dapat memberikan
tekanan stres pada wanita tersebut. Selain itu dispareunia juga dapat menghambat terjadinya orgasme.
Terapi seks menyarankan wanita yang mengalami gangguan orgasme agar mulai berlatih aktif pada dirinya, misalnya dengan
masturbasi dapat membantu mereka untuk mengetahui tekanan atau ritme yang seperti apa sehingga dapat mencapai orgasme,
kemudian mereka dapat memberitahukannya pada pasangan seksual mereka.
d. Gangguan rasa sakit
Terdapat beberapa gangguan yang menimbulkan rasa sakit, antara lain :
? Dispareunia, yaitu timbulnya rasa sakit sewaktu bersenggama. Umumnya rasa sakit ini terjadi di vulva dan 1/3 luar vagina, tetapi
ada juga rasa sakit dalam namun jarang terjadi kecuali ada penyakit ginekologi. Dispareunia bisa disebabkan oleh :
o Lubrikasi vagina yang inadekuat
o Iritasi pada genitalia ekstena
o Kekeringan pada genitalia eksterna
o Vulva vaginitis
o Trauma lokal seperti episiotomi
o Uretritis
o Intromission (sudut penetrasi) yang kurang tepat
o Penyakit anorektal
o Anomali traktus genitalia wanita
? Vaginismus , yaitu vagina mengalami kontraksi bila ada benda yang masuk ke vagina (misalnya penis, jari atau tampon). Biasanya
terjadi karena dispareuni, fobia terhadap penetrasi.
? Berbagai penyakit ginekologi dapat menyebabkan rasa sakit seperti kista Bartholini, abses vagina, dan sebagainya.
Seksualitas pada menopause
Banyak penelitian berpendapat bahwa kualitas dan kuantitias aktivitas seksual pada lansia bergantung pada kualitas dan kuantitas
aktivitas seksual pada masa sebelum menginjak usia lanjut. Walaupun gejala-gejala menopause secara tidak langsung
mempengaruhi responsitivitas seksual pada lansia namun bukan berarti menopause adalah akhir dari kehidupan seksual.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 10/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

Hal ini didukung oleh Master dan Johnson yang mengatakan bahwa kapabilitas seksual wanita tidak menurun sampai usia tua
(sesudah 60 tahun sampai 80 tahun), namun diatas usia 60 tahun semakin sedikit wanita yang aktif seksual. Beberapa penelitian pun
menemukan bahwa menurunnya minat akan aktivitas seksual lebih disebabkan karena faktor usia dan gejala vasomotor tidak
berhubungan dengan aspek fungsi seksual.
Diagnosa menopause
Seperti telah dikatakan diatas diagnosa dibuat apa bila telah terdapat amenorea sekurang-kurangnya satu tahun dan harus
dikonfirmasikan dengan peningkatan kadar FSH dan kadar estradiol yang rendah. Dan dari anamnesa didapatkan berbagai gejala
seperti di atas.
Gambar 6. Resiko osteoporosis pada menopause dan HRT estrogen dapat
menguranginya
Terapi
Terapi dengan pemberian hormon estrogen dan progestin dapat membantu mengatasi gejala-gejala menopause yang ada dan juga
dapat mengurangi resiko terjadinya osteoporosis. Namun penelitian yang disebut Women's Health Initiative (WHI) yang dilakukan
the National Institutes of Health mengatakan bahwa terapi hormon estrogen dan progesteron meningkatkan resiko terkena stroke,
serangan jantung dan kanker payudara pada wanita. Dan sampai saat ini masih menjadi kontroversial.
Tabel 3. Terapi Hormon pada menopause
Estrogen Dosis
Oral : Conjugated estrogens
Ethenyl estradiol 0,625 ? 1,25 mg/hari
5 ? 10 µg/hari
Parenteral : Transdermal estradiol
Vaginal conjugated estrogen 0,05 ? 0,10 mg patch, 2x seminggu
0,2 ? 0,525 mg, 2-7 x seminggu
Progestin : medroxy progesterone
norethindrone 2,5 ? 5 mg sehari
5 mg sehari
Efek samping dari hormon estrogen :
? Hyperplasia endometrium
? Kanker payudara
? Kolelithiasis
? Hipertensi
? Penyakit trombo embolik
? Toleransi glukosa terganggu sehingga menyebabkan diabetes mellitus
Efek samping dari hormon progestin antara lain :
? Perdarahan abdominal
? Sakit kepala
? Perubahan suasana hati
? Jerawat
Penatalaksanaan disfungsi seksual
Pada dasarnya gangguan fungsi seksual dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis. Gangguan fungsi dapat diatasi sesuai dengan
penyebabnya. Akan tetapi hasilnya sangat bergantung pada jenis, penyebab, lama terjadinya dan ada tidaknya penyulit.
Pada prinsipnya tata cara mengatasi gangguan fungsi adalah meliputi konseling seksual, terapi obat/tindakan operatif, terapi nutrisi
dan penggunaan alat bantu. Bisa tunggal maupun kombinasi kembali kepada masalah dan keadaan individu.
V. KESIMPULAN
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup.
Hubungan sekual yang sehat ialah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama dan tidak menimbulkan akibat
buruk, baik fisik maupun psikik.
Para lanjut usia umumnya mengalami penurunan aktivitas seksual, ini merupakan proses yang alamiah,karena diakibatkan
menurunnya fungsi-fungsi seluruh tubuh akibat proses menua sehingga otomatis kemampuan organ-organ seksual juga menurun.
Selain itu faktor psikis lanjut usia juga memegang peranan penting yang dapat menyebabkan menurunnya aktivitas seks, hal ini

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 11/12 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 17:06:54 2017 / +0000 GMT

dapat mengenai lanjut usia pria maupun wanita.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup
lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan. Tapi tidak semua lansia dapat merasakan
kehidupan seksual yang harmonis.
Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama, komunikasi seksual diantara pasangan tidak baik. Kedua,
pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena gangguan fungsi seksual pada salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan
fisiologis maupun patologis.
Pada akhirnya,agar kualitas hidup tidak sampai terganggu karena masalah seksual, maka setiap disfungsi seksual harus segera diatasi
dengan cara yang benar dan ilmiah. Yang perlu diperhatikan dalam penanganan disfungsi seksual ialah pertama kita harus
menentukan jenis disfungsi seksual dengan tepat, mencari penyebabnya, memberikan pengobatan sesuai penyebab dan untuk
memperbaiki fungsi seksual.
DAFTAR PUSTAKA
Adimoelja, Arif. 2003 Organo-physical and Psychogenic Influences in Male Sexual Dysfunction. Buku kumpulan Makalah Kongres
Nasinal Gerontologi ? Paradoxical Toward Active-Ageing? Jakarta : Perhimpunan Gerontologi
Aldridge, Susan. Sexual functioning among middle-aged men. from http://www.healthandage.com
Davidson, Julian.M. 1990. Sexuality and Ageing on Principle Of Geriatric Medicine and Gerontology. USA
Elmer, Eddy M. Sexual dysfunction and aging: Multidimensional perspectives from http://www.eddyelmer.com
Gendel, Evalyn. Sex on Lange Clinical Manual of Geriatrics
Hazzard, William R. 1990. Principle Of Geriatric Medicine and Gerontology. USA : Mc. Grow-Hill.Inc
Kakialatu, Frits A. 200 Gender dan Aktivitas Seksual Pada Usia Pertengahan. Buku kumpulan Makalah Kongres Nasinal
Gerontologi ? Paradoxical Toward Active-Ageing? Jakarta : Perhinpunan Gerontologi
Martono, H.Hadi. Aspek Seksualitas Pada Golongan Usia Lanjut. Buku Ajar Geriatri. FK UI. Jakarta
Ontowirjo. 2003 Gangguan Fungsi Seksual Pada Wanita. Buku kumpulan Makalah Kongres Nasinal Gerontologi ? Paradoxical
Toward Active-Ageing? Jakarta : Perhimpunan Gerontologi
Setiabudhi, Tony dkk. 1995. Menuju Lanjut Usia Sejahtera