ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN RI DALAM PASAL 37 B PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO 18 TAHUN 2011.

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERHENTIAN DENGAN
TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN RI DALAM PASAL 37 B
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO 18 TAHUN 2011

SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-I)
Dalam Bidang Hukum Islam

SUSANTO
NIM. C03211027

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam
Prodi Hukum Pidana Islam
SURABAYA
2016


ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap
Pemberhentian Dengan Tidak Terhormat Anggota Komisi Kejaksaan RI dalam
Pasal 37 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 18 Tahun2011”ini merupakan
hasil penelitian Kepustakaan yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang
bagaimana proses penyelesaian masalah ketika jaksa melakukan pelanggaran etik
yang berdampak terhadap pemberhentian Jaksa tersebut dari jabatan Jaksa dan
bagaimana indikator jaksa itu dikatan bersalah sesuai dengan Pasal 37 Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2011.
Data penelitian dihimpun dengan melalui data yang didapat dari bukubuku dan analisis Undang-Undang terkait proses pemberhentian secara tidak
terhormat Jaksa yang melakukan pelanggaran etik. Teknik analisis data dengan
menggunakan metode deskriptif analitis yang bertujuan untuk membuat deskripsi
atau gambaran mengenai objek penelitian seara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara Undang-Undang dengan
penerapan sangsi dari Undang-Undang Tersebut. Selanjutnya data tersebut diolah
dan dianalisis dengan pola fikir deduktif.
Hasil penelitian menjelaskan, bahwa dalam pasal 37 Peraturan Presiden
No 18 Tahun 2011 dengan tegas menyatakan menindak tegas jika ada oknum
jaksa yang melakukan pelanggaran diantaranya seperti berikut: Melanggar
sumpah jabatan, Dijatuhi pidana karena bersalah melakukan tindak pidana

kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, Melakukan perbuatan tercela, Terus menerus melalaikan kewajiban
dalam menjalankan tugas pekerjaannya; atau Melanggar larangan rangkap jabatan
sebagaimana dimaksud.
Bagi Kejaksaan Republik Indonesia, penulis mengharapkan agar seluruh
Kejaksaan dari tingkatan Kejaksaan di level kota atau kabupaten untuk
mengoptimalkan program yang menunjang berjalannya keseimbangan peradilan
untuk masyarakat agar terjadi penyetaraan dan pendewasaan dalam pemahaman
peradilan dan penegakan hukum di Indonesia. Bagi masyarakat, penulis
mengharapkan agar seluruh masyarakat lebih berperan aktif dalam mengawasi
penerapan peradilan terutama yang berkaitan tentang kinerja jaksa dalam
menangani kasus hukum, dan melaporkan Jaksa yang melakukan penyelewengan
hukum dalam melakukan tugasnya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ..............................................................................................


i

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................

iii

ABSTRAK ...........................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR .........................................................................................

vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................


viii

DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................

x

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................

xii

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah .................................................

11


C. Rumusan Masalah ........................................................................

11

D. Kajian Pustaka .............................................................................

12

E. Tujuan Penelitian..........................................................................

13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ...........................................................

13

G. Definisi Operasional .....................................................................

13


H. Metode Penelitian .........................................................................

14

I. Sistematika Pembahasan ..............................................................

18

BAB II

LANDASAN

TEORIKEDUDUKAN

DAN

FUNGSI

KEJAKSAAN

A. Pengertian Hukum Pidana Islam. .................................................

20

B. Dasar Hukum Acara Peradilan Islam. .........................................

27

C. Rangkaian Penyelidikan Jaksa Yang Melakukan Pelanggara. .....

31

D. Tugas dan Fungsi Kejaksaan. .......................................................

34

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III


DASAR

TERHORMAT

HUKUM

ANGGOTA

PEMBERHENTIAN

KEJAKSAAN

REPUBLIK

TIDAK
INDONESIA

MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011
A. Prosedur tugas dan kewenangan Jaksa. .......................................


39

B. Tindak Pidana Jaksa Dalam Melaksanakan Tugas dan Wewenang. 50
BAB

IV

ANALISIS

PEMBERHENTIAN
KOMISI

HUKUM

DENGAN

KEJAKSAAN RI

PIDANA


TIDAK

DALAM

ISLAM

TERHORMAT

PASAL 37 B

TERHADAP
ANGGOTA
PERATURAN

PRESIDEN RI NO 18 TAHUN 2011
A. Analisis hukum

terhadap pemberhentian Jaksa dengan tidak

terhormat sesuai dengan Pasal 37 PP RI No 18 Tahun 2011. .....


55

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberhentian Anggota Komisi
Kejaksaan Sesuai Perpres No 18/2011 Pasal 37. ........................

62

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan. ................................................................................

64

B. Saran............................................................................................

65

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan
negara, khususnya di bidang penuntutan dan berwenang dalam penegakan
hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh
dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan
Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya
dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh
yang tidak dapat dipisahkan.Mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun
2004 yang menggantikan UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I.,
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih
berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan
umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme (KKN). Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI
sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara
merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh
kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004). 1
Pengadilan dan kejaksaan merupakan salah satu pilar terpenting dalam
sebuah negara hukum. Pengadilan merupakan institusi utama yang memiliki
kewenangan untuk menyelesaikan sengketa antara masyarakat dengan Negara
dan antar lembaga negara ( dalam batas tertentu) demi terciptanya kepastian

1

https://www.kejaksaan.go.id. Diakses tanggal 29 Mei 2016

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

hukum yang berkeadilan. Sedangkan kejaksaan sebagai salah satu subsistem
dari suatu sistem hukum, dalam proses penyelesaian perkara pidana
kapasitasnya sebagai penuntut umwn yang mewakili negara dan kepentingan
umum, bertugas untuk memastikan agar setiap ketentuan hukum dapat
dipatuhi baik oleh masyarakat maupun oleh elemen penyelenggara negara,
sehingga tujuan yang ingin dicapai dari adanya ketentuan hukum tersebut
dapat terlaksana.
Dewasa ini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap dunia peradilan
sangat rendah. Hal ini terlihat dengan maraknya unjuk rasa di pengadilan,
angka tindakan main hakim sendiri yang meningkat serta banyaknya laporan
ke pengawas lembaga peradilan yang bersangkutan. Fenomena ini demikian
merupakan implikasi dari ketidakmampuan aparat peradilan bekerja dengan
baik yang disebabkan oleh system maupun personnya.
Peran kejaksaan dalam sistem peradilan pidana sangat sentral karena
kejaksaan merupakan lembaga yangmenentukan apakah seseorang harus
diperiksa oleh pengadilan atau tidak. Jaksa pula yang menentukan apakah
sesorang akan dijatuhi hukuman atau tidak melalui kualitas surat dakwaan dan
tuntutan yang dibuatnya.
Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan
negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang
dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung
yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung,
Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan
yang utuh yang tidak dapat dipisahkan. 2
Berdasarkan Pasal 1 angka1UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”), jaksa adalah pejabat fungsional yang
diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut
umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Tugas dan
kewenangan jaksa dalam bidang pidana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) UU
Kejaksaan antara lain: 3
a. melakukan penuntutan.
b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas
bersyarat.
d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang.
e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
Sejak ditetapkannya Undang-undang Kejaksaan Nomor 15 tahun 1961
dasar hukum tugas dan wewenang kejaksaan di bidang perdata tidak diatur
secara jelas, hanya berdasarkan pasal 2 ayat (4) yang menyatakan bahwa
2

https://www.kejaksaan.go.id. Diakses tanggal 26 May2016. Pukul,17:49.
KUHP, Tentang Kejaksaan

3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Kejaksaan melaksanakan tugas-tugas khusus lainnya yang diberikan kepadanya
oleh suatu peraturan negara. Para pembuat undang-undang tersebut tidak
menyadari dan tidak ingat bahwa Kejaksaan sebelumnya telah memiliki tugastugas perdata. Karena itulah tugas-tugas keperdataan tidak lagi diindahkan oleh
Kejaksaan, yang mengakibatkan pelaksanaan peraturan-peraturan pada jaman
Belanda tidak dipergunakan lagi.
Mengacu

pada

Undang-Undang

No.

16

Tahun

2004

yang

menggantikan UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan
sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan
dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum,
penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN). Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI
sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara
merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh
kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004). 4
Kejaksaan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dipimpin oleh
Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala
Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. UU No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa lembaga Kejaksaan
berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan
bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses
penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai
4

Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2010 Tentang Organisasi dan tata kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan
sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi
Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke
Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara
Pidana.
Pemerintah Indonesia sebagai negara sedang berkembang tentu saja
memiliki tugas yang tidak mudah terkait penegakan hukum dan perbaikan
ketatanegaraan. Sebab bagaimana pun tertib sosial tidak mungkin tanpa tertib
hukum dan ketatanegaraan. Produk hukum kita sendiri tidak hanya bersandar
semata dari hukum positif (postitif legality), tapi juga harus bertolak dari
hukum Islam. Sebab mayoritas masyarakat kita yang menganut Islam. Tidak
hanya di situ, Indonesia juga dikenal memiliki keragaman kultural dan
ekspresi-ekpresi sosial yang pluralistik. Oleh karena itu konvergensi hukum
positif, Islam dan keterkaitannya dengan sosio-kultural menjadi penting untuk
diintegrasikan dalam kehidupan berbangsa dan benegara yang berlandaskan
pada penegakan hukum yang seadil-adilnya. Hal ini jelas tercermin dalam
pikiran-pikiran politik, hukum dan ketatanegaraan sosok pemikir Islam setelah
Muhammad Natsir, yakni Yusril Ihza Mahendra. 5
Perlu ditambahkan, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi
pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam
perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam Hukum Perdata dan
Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata
dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara. Jaksa sebagai

5

Yusril Ihza Mahendra. Eksiklopedia Pemikiran Yusril Ihza Mahendra. Jakarta: Kompas.2015

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai Penuntut Umum
serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan
Undang-Undang.
Kejaksaan adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan dan penyidikan pidana khusus berdasarkan
KUHP. Pelaksanaan kekuasaan negara diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung
RI (berkedudukan di ibukota negara), Kejaksaan Tinggi (berkedudukan di
ibukota provinsi), dan Kejaksaan Negeri (berkedudukan di ibukota kabupaten).
Kejaksaan merupakan lembaga representasi pemerintah dalam menuntut
seseorang yang melakukan tindakan melawan hukum. Lembaga ini akan
menindak lanjuti BAP dari kepolisian dan akan membawa yang berperkara ke
meja hijau atau ke lembaga pengadilan untuk mendapatkan keputusan yang
adil bagi kedua belah pihak yang berperkara. Kejaksaan dapat bertindak
sebagai penggugat atau tergugat dalam perkara perdata.
Hampir seluruh negara modern di dunia ini mempunyai sebuah institusi
yang disebut dengan istilah ”kejaksaan”, yang mempunyai tugas utama
melakukan penuntutan dalam perkara pidana ke pengadilan. Istilah ”jaksa”
atau ”kejaksaan” sebagai institusi dalam bahasa Indonesia tidaklah mudah
untuk dipersamakan dengan istilah yang sama dalam berbagai bahasa. Dalam
bahasa Inggris dibedakan antara ”attorney general” dengan ”public
prosecutor”. Istilah pertama diartikan sebagai ”jaksa agung” dalam bahasa
Indonesia, sedang yang kedua diartikan sebagai ”penuntut umum”. Demikian
pula dalam Bahasa Belanda, dibedakan antara ”officer van justitie” untuk
istilah ”jaksa” dan ”openbaar aanklager” untuk ”penuntut umum”. Sementara

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

dalam Bahasa Melayu Malaysia digunakan istilah ”peguam negara” untuk
jaksa, dan ”pendakwa raya” untuk ”penuntut umum”, yang kesemuanya berada
di bawah Jabatan Peguam Negara. Jabatan ini adalah semacam Direktorat
Jenderal di bawah Kementerian Dalam Negeri.Tugas dan Fungsi Kejaksaan
yaitu:
a. Kejaksaan Agung, berkedudukan di ibukota negara Indonesia dan
daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Indonesia.
Kejaksaan Agung dipimpin oleh seorang Jaksa Agung yang
merupakan pejabat negara, pimpinan dan penanggung jawab
tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan
tugas, dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia. Jaksa Agung
diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
b. Kejaksaan tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah
hukumnya meliputi wilayah provinsi. Kejaksaan Tinggi dipimpin
oleh seorang kepala kejaksaan tinggi yang merupakan pimpinan dan
penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan
pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya.
c. Kejaksaan negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan
daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Kejaksaan
Negeri dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan negeri yang
merupakan pimpinan dan penanggung jawab kejaksaan yang
memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang
kejaksaan di daerah hukumnya. Pada Kejaksaan Negeri tertentu

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

terdapat juga Cabang Kejaksaan Negeri yang dipimpin oleh Kepala
Cabang Kejaksaan Negeri.
Pada bagian pertama Peraturan Presiden No 18 Tahun 2011 Pasal 2
tentang kedudukan menyebutkan bahwa komisi kejaksaan merupakan lembaga
non struktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat
mandiri serta komisi kejaksaan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
Fungsi dan Wewenang jaksa Menurut Undang-undang Kejaksaan No.
16 tahun 2004. Dalam Pasal 30 disebutkan :
1. Dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas
bersyarat;
d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan

yang

dalam

pelaksanaannya

dikoordinasikan

dengan penyidik.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

f. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan
kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
2. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut
meyelenggarakan kegiatan:
a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. Pengawasan peredaran barang cetakan;
d. Pengawasan

kepercayaan

yang

dapat

membahayakan

masyarakat dan negara;
e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statik kriminal.
Disamping itu kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk
menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan jiwa, atau
tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri
atau disebabkab oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain,
lingkungan, atau dirinya sendiri.
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka terutama pelaksanaan tugas
dan kewenangan di bidang penuntutan dan melaksanakan tugas dan
kewenangan di bidang penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana
korupsi dan Pelanggaran HAM berat serta kewenangan lain berdasarkan
undang-undang. Pelaksanaan kekuasaan negara tersebut diselenggarakan oleh:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10



Kejaksaan Agung, berkedudukan di ibukota negara Indonesia dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Indonesia. Kejaksaan
Agung dipimpin oleh seorang Jaksa Agung yang merupakan pejabat
negara, pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang
memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang Kejaksaan
Republik Indonesia. Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh
presiden.



Kejaksaan tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya
meliputi wilayah provinsi. Kejaksaan Tinggi dipimpin oleh seorang kepala
kejaksaan tinggi yang merupakan pimpinan dan penanggung jawab
kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan
wewenang kejaksaan di daerah hukumnya.



Kejaksaan negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Kejaksaan Negeri dipimpin
oleh seorang kepala kejaksaan negeri yang merupakan pimpinan dan
penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan
pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya. Pada
Kejaksaan Negeri tertentu terdapat juga Cabang Kejaksaan Negeri yang
dipimpin oleh Kepala Cabang Kejaksaan Negeri.

Dari latar belakang di atas, maka penulis akan melakukan sebuah
penelitianyang diberi judul “ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM
TERHADAP PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK TERHORMAT
ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN RI DALAM PASAL 37 PERATURAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO 18 TAHUN 2011“

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

B. IdentifikasiDan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas,
maka identifikasi masalah yang muncul adalah:
a.

Tugas dan wewenang

jaksa atau pengacara Negara berdasarkan

Peraturan Jaksa Agung RI No.040/A/JA/12/2010.
b.

Bagaimana proses pemberhentian jaksa.

c.

Pemberhentian anggota Kejaksa dengan tidak terhormat sesuai dengan
Pasal 37Peraturan Presiden RI No 18 Tahun 2011.

2. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus maka dibutuhkan
adanya batasan masalah. Penelitian ini terfokus pada:
a.

Bagaimana prosedur pemberhentian anggota komisi Kejaksaan RI ?

b.

Pemberhentian jaksa dengan tidak terhormat sesuai dengan Pasal
37Peraturan Presiden No 18 Tahun 2011.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang serta identifikasi dan batasan masalah di
atas, penulis mengemukakan masalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana pemberhentian anggota komisi Kejaksaan dengan tidak
terhormat salam Pasal 37 Peraturan Presiden RI No 18 Tahun 2011 ?

2.

Bagimana analisis hukum Islam terhadap pemberhentian dengan tidak
terhormat anggota komisi Kejaksaan RI dalam Pasal 37Peraturan
Presiden RI No 18 Tahun 2011 ?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi singkat tentang kajian atau penelitian
yang pernah sudah dilakukan diseputar masalah yang diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan
atau duplikasi dari kajian atau penelitian tersebut.
Di bawah ini akan disebutkan beberapa karya tulis sebelumnya yang
membahas tentang lisis Fiwh Jinayah terhadap fungsi kejaksaan dalam
mewakili Pemerintahan atau Negara dibidang Pidana diantaranya :
1. Karya ilmiah Kejaksaan Negeri pada tahun 2001 yang berjudul “ Fungsi
Kejaksaan Dalam Mewakili Negara atau Pemerintah Dibidang perdata dan
Tata Usaha Negara (Analisis Jaksa Mewakili Kepentingan Negara
dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara ).Sekripsi ini meneliti bagaimana
fungsi kejaksaan dibidang perdata dan Tata Negara. 6
2. Skripsi di Universitas Hasanuddin Makasar tahun 2011 yang disusun oleh
Ahmad Andriani dengan judul” Kedudukan Kejaksaan dalam Sistem
Ketata Negaraan Republik Indonesia ( Telaah Kritis Terhadap UndangUndang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia)”.
Skripsi ini juga menjelaskan tentang kedudukan kejaksaan Republik
Indonesia terkait dengan kemandirian Kejaksaan. 7
3. Skripsi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta tahun 2012 yang disusun
oleh Suryawan Purba yang berjudul “ Peran Jaksa dalam Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan Upaya Mengembalikan Aset Negara Hasil
6

Sutikno,SH.Fungsi Kejaksaan dalam Mewakili Negara atau P{emerintah Di Bidang Perdata dan
Tata Usaha Negara. Karya Ilmiah. 2001.
7
Ahmad Adriani. Kedudukan Kejaksaan dalam Sistem Ketata Negaraan Republik Indonesia(
Telaah kritis terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik
Indonesia. SkripsiUniversitas Hasanuddin Makasar. 2011.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

Korupsi” skripsi ini meneliti tentang peran jaksa dalam penyelidikan
tindak pidana korupsi dan penuntutan dalam upaya pengambilan kembali
kekayn dari hasil korupsi 8
E. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka peneliti memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui prosedur pemberhentian Jaksa dengan tidak terhormat.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap pemberhentian anggota
komisi Kejaksaan dengan tidak terhormat.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Studi yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik
secara teoritis maupun praktis antara lain:
1. Kegunaan Teoritis, Untuk pengembangan pengetahuan dan memperluas
cakrawala berfikir penulis selama menempuh pendidikan yang berkaitan
dengan masalah yang selalu timbul dalam bidang hukum dan
penegakannya khususnya lembaga kejaksaan di negara Indonesia
2. Kegunaan praktis,Penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai suatu
tambahan khasanah keilmuan sekaligus sebagai perbaikan dan menambah
pola kehidupan berbangsa dan bernegara.
G. Definisi Operasional
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami skripsi ini, maka penulis
akan menguraikan maksud dari variabel penelitian tersebut. Adapun yang
dijelaskan dalam definisi operasional adalah:
8

Suryawan Purba. Peran Jaksa dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Upaya
Mengembalikan Aset Negara Hasil Korupsi. Skripsi. 2012.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

a. Analisis pada penelitian ini bersifat uraian; penguraian; kupasan. 9
b. Hukum Pidana Islam yaitu suatu tindak pidana yang dilarang oleh
syara’ karena dapat menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta,
keturunan, dan akal 10. Selanjutnya, dalam penelitian ini, penulis
mengarahkan kepada wilayah jinayah hukum acara Islam.
c. Kejaksaan

Republik

Indonesia: Proses

pembelajaran

dan

pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap
warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 11
H. Metode Penelitian
Dalam

menelusuri

dan memahami

objek kajian ini

penyusun

menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian skripsi ini adalah studi kepustakaan(library research)yang
bermaksud Yaitu melalui serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data kepustakaan, membaca dan mencatat serta
mengolah bahan penelitian. 12
2. Data yang Dikumpulkan
Berdasarkan rumusan masalah seperti yang telah dikemukakan di atas,
maka data yang dikumpulkan sebagai berikut :
a. Data yang berkaitan dengan pembahasan pasal 8 ayat 5 undang-undang
no. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Tentang rangkaian proses
penyidikan terhadap jaksa yang melakukan tindak pidana.
9

Pius A Partanto Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), hlm. 29

10
11
12

Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam(Jogjakarta: Logung Pustaka, 2004), hlm.2
Undang-Undang Kejaksaan RI UU No. 16 Tahun 2004 TentangKejaksaan, hlm. 3.
Mustika Zeid.Metode Penelitian Kepustakaan.(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), hlm. 3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

b. Data yang berkaitan dengan hukum acara peradilan Islam.
c. Data yang berkaitan dengan Pasal 23 Undang-Undang No 23 Tahun
2003.
3. Sumber data
Sumber dalam literatur ini agar bisa mendapatkan data yang akurat
terkait Peran Jaksa sebagai wakil Pemerintah dalam penegakan hukum
dibidang Pidana. data primer dan sekunder, yaitu:
a. SumberPrimer, Yaitu bahan- bahan Hukum yang mengikat 13, Meliputi:
1) KUHP
2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan.
3) Undang-Undang No 18 Tahun 2005 Tentang Pemberhentian Jaksa
secara tidak terhormat.
4) Peraturan Presiden Republik Indonesia No 18 Tahun 2011 pasal 37
5) Widyonopramonoi.Himpunan

Undang-Undang

Penting

untuk

aparat Penegak Hukum.
6) Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam.
b. SumberSekunder
Sumber sekunder adalah data yang memberi penjelasan terhadap
data primer. 14 Data tersebut merupakan literatur yang terkait dengan
Fungsi kejaksaan dan data ini bersumber dari buku-buku dan catatan
atau dokumen tentang apa saja yang berhubungan dengan masalah.
1) Jurnal Hukum yang membahas tentang Kejaksaan Republik
Indonesia.
13

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 31.
14
Ibid, hal, 32

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

2) Penelitian Ilmiah yang membahas tentang Kejaksaan Republik
Indonesia.
3) Buku-buku tentang Hukum Pidana Islam
4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian skripsi adalah penelitian kepustakaan (library research).
Penelitian

ini

termasuk

kategori

penelitian

kepustakaan

(library

research),maka tehnik pengumpulan data meliputi studi bahan-bahan yang
terdiri dari bahan primer, bahan sekunder. 15 Setiap bahan penelitian yang
ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas akan diperiksa
ulang validitas dan reliabilitasnya, kemudian akan disimpulkan dan
dianalisis.
5. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data
ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu. 16
a.

Organizing,yaitu mengatur dan menyusun data primer dan data
sekunder tentang proses penyidikan terhadapjaksa yang melakukan
tindak pidana berdasarkan Pasal 37 UU No. 18 Tahun 2011 tentang
pemberhentian

Jaksaan

dengan

tidak

terhormat,sehingga

menghasilkan bahan-bahan untuk menyusun laporan penyusunan
skripsi.
b.

Editing,

yaitu

pengecekan

atau

pengkoreksian

datayang

dikumpulkan. 17 Editing dilakukan dengan cara memeriksa kembali
15

Ibid, Hal, 68.
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), 89.

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

serta mengoreksi data untuk mengetahui kelengkapan, kekurangan,
serta kesesuaian data.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh kemudian menyimpulkannya sehingga
mudah

dipahami. 18Penyusun

melakukan

analisis

data

pada

saat

pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dan
dalam periode tertentu analisis data tersebut menggunakan metode
kualitatif, yaknimencari nilai-nilai dari suatu variable yang tidak dapat
diutarakan dalam bentuk angka-angka, tetapi dalam bentuk kategorikategori. 19
Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis
data dan mengambil kesimpulan dari data yang telah terkumpul. Dalam
melakukan analisis data ini, penulis akan menggunakan metode deskriptif
analitis dengan pendekatan kualitatif dengan pola pikir deduktif yang
bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek
penelitian seara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta – fakta,
sifat- sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Kemudian data tersebut diolah dan dianalisis dengan pola fikir
deduktif, yakni bermula dari hal – hal yang bersifat umum yaitu tentang
fungsi kejaksaan, khususnya berupa data yang menjelaskan tentang fungsi
da tugas kejaksaan dalam mewakili Pemerintah dibidang hukum Pidana.
17

Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum ... , 253.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, cet IV, (Bandung: Alfabeta, 2008), 244.
19
Koenjoroningrat,
Metode-metode
Penelitian
Masyarakat,cetke9(Jakarta:Pengadilan
Tinggi.Gramedia,1989),254.
18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Dari hasil analisis inilah diharapkan bisa menjadi suatu jawaban
atas rumusan masalah di atas dan sekaligus sebagai bahan untuk
pembahasan hasil penelitian dan bisa ditarik suatu kesimpulan.
I.

Sistematika Pembahasan
Agar dalam penyusunan skripsi dapat terarah dan sesuai dengan apa
yang direncanakan atau diharapkan oleh peneliti, maka disusunlah sistematika
pembahasan yang terbagi menjadi lima bab, yaitu:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang mengantarkan seluruh
pembahasan selanjutnya.Bab ini berisi latarbelakang masalah, identifikasi dan
batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,
kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab dua akan menjelaskan tentang pemberhentian Jaksa. Bab ini
terdiri dari tiga sub bab, sub bab pertama yaitu pengertian hukum pidana
Islam.kedua, Dasar hukum acara peradilan Islam. Ketiga, rangkaian
penyelidikan Jaksa yang melakukan pelanggaran.
Bab ketiga akan menjelaskanadalah tentang dasar hukum tentang
kejaksaan. Bab ini terdiri dari dua sub bab. yaitu; pertama,prosedur tugas dan
kewenangan jaksa. Kedua, tindak pidana jaksa dalam melaksanakan tugas dan
wewenang.
Bab keempat, analisis hasil penelitian.Bab ini memuat tentang analisis
Hukum Islam terhadap dasar hukum kejaksaan , bab ini terdiri atas dua sub
bab yaitu: a. Analisis hukum pidana Islam terhadap pemberhentian jaksa
dengan tidak terhormat sesuai dengan Pasal 23 PP RI No 18 Tahun 2005. b.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Analisis hukum pidana Islam terhadap pemberhentian anggota komisi
Kejaksaan Ri sesusi Pasal 23 PP RI No 18 Tahun 2005
Bab kelima, bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan
saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Hukum Pidana Islam
Hukum pidana Islam sering disebut dengan fikih jinayah. Fikih
jinayah terdiri dari dua kata. Fikih secara bahasa berasal dari lafal faqiha,
yafqahu fiqhan, yang berarti mengerti, paham. Pengertian fikih secara
istilah yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf adalah: Fikih adalah
ilmu tentang hukum-hukum syara’ praktis yang diambil dari dalil-dalil
yang terperinci. Atau fikih adalah himpunan hukum-hukum syara’ yang
bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. 1 Sedangkan
Jinayah menurut bahasa adalah nama bagi hasil perbuatan seseorang yang
buruk dan apa yang diusahakan. Adapun jinayah secara istilah sebagai
mana yang di kemukakan oleh Abdul Qadir Audah yaitu: Jinayah adalah
suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan
tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya. 2
Beberapa pandangan intelektual lain mengartikan Hukum Pidana
Islam yaitu Sayid Sabiq memberikan definisi jinayah sebagai berikut:Yang
dimaksud dengan jinayah dalam istilah syara’ adalah setiap perbuatan
yang dilarang. Dan perbuatan yang dilarang itu adalah setiap perbuatan
yang oleh syara’ dilarang untuk melakukannya, karena adanya bahaya
terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan atau harta benda.
Menurut A. Jazuli, pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah
mengacu kepada hasil perbuatan seseorang. Biasanya pengertian tersebut

1
2

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Al Fiqh, Ad Dar Al Kuwaitiyah, cet, VIII, 1968, h. 11.
Abdul Qadir Audah,At Tasyri’ Al Jina’I Al Islami, Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Araby, tt, h. 67

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

terbatas pada perbuatan yang dilarang.Abd al Qodir Awdah bahwajinayat
adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan itu mengenai
jiwa, harta benda, atau lainnya.
Secara umum, pengertian Jinayat sama dengan hukum Pidana
pada hukum positif, yaitu hukum yang mengatur perbuatan yang yang
berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai
dan lain sebagainya.
Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa Tindak pidana
dalam hukum Islam disebut dengan jinayah yakni suatu tindakan yang
dilarang oleh syara’ (Al Qur’an dan Hadis) karena dapat menimbulkan
bahaya bagi jiwa, harta, keturunan, dan akal (intelegensia). Pengertian dari
istilah jinayah mengacu pada hasil perbuatan seseorang dan dalam
pengertian tersebut terbatas pada perbuatan yang dilarang. Umumnya para
fuqaha menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan-perbuatan
yang mengancam keselamatan jiwa seperti pemukulan, pembunuhan, dan
sebagainya. Selain itu ada fuqaha yang membatasi istilah jinayah kepada
perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan Qishash,
tidak termasuk perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman
ta’zir.. istilah lain yang sepadan dengan istila jinayah adalah jarimah, yaitu
larangan-larangan Syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had atau
ta’zir. 3
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengertian jinayah
mengacu kepada perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Syara’ dan

3

Djazuli, A, Fiqih Jinayah upaya menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2000, h. 1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

diancam dengan hukuman had atau ta’zir. Larangan-larangan atas
perbuatan-perbuatan yang termasuk kategori jinayah berasal dari
ketentuan-ketentuan (nash-nash) syara’. Artinya, perbuatan-perbuatan
manusia dapat dikategorikan sebagai jinayah jika perbuatan tersebut
diancam hukuman. Larangan-larangan berasal dari Syara’, maka laranganlarangan tersebut hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal sehat.
Hanya orang yang berakal sehat saja yang dapat menerima panggilan
(khitab), dan dengan demikian orang tersebut mampu memahami
pembebanan (taklif)dari syara’. Perbuatan-perbuatan merugikan yang
dilakukan orang gila, anak kecil tidak dapat dikategorikan sbagai jinayah,
karena mereka tidak dapat menerima khitab atau memahami taklif. Dari
sinilah dapat ditarik unsur atau rukun umum dari jinayah. Perlu kiranya
saya cantumkan Unsur atau rukun jinayah trsebut yaitu:
a.

Unsur formil yaitu, adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan
dan mengancamnya dengan hukuman.

b.

Unsur materiel yaitu, adanya tingkah laku yang membentuk tindak
pidana (Jarimah), baik berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap
tidak berbuat (negatif).

c.

Unsur moral atau pertanggungjawaban yaitu, bahwa pelaku adalah
orang yang mukallaf, yakni orang yang dapat dimintai pertanggung
jawaban atas tindak pidana yang dilakukannya.[6]

d.

Unsur formil (al-Rukun al-Syar’i)
Pada awal sejarah Islam, undang-undang hukum pidana langsung

merujuk kepada petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah. Di samping itu, Nabi
Muhammad Saw. juga bertindak sebagai hakim yang memutuskan perkara

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

yang timbul dalam masyarakat. Dalam perkara pidana, Nabi Saw.
memutuskan bentuk hukuman terhadap pelaku perbuatan pidana sesuai
dengan wahyu Allah. Setelah Nabi Saw. wafat, tugas kepemimpinan
masyarakat dan keagamaan dilanjutkan oleh “al-Kulafa’ar-Rasyidun”
sebagai pemimpin umat Islam, yang memegang kekuasaan sentral.
Masalah pidana tetap dipegang oleh khalifah sendiri.
Dalam memutuskan suatu perkara pidana, khalifah langsung
merujuk kepada al-Qur’an dan sunah Nabi Saw. Apabila terdapat perkara
yang tidak dijelaskan oleh kedua sumber tersebut, khalifah mengadakan
konsultasi dengan sahabat lain. Keputusan ini pun diambil berdasarkan
ijtihad. Pada masa ini belum ada kitab undang-undang hukum pidana yang
tertulis selain al-Qur’an. 4
Pada era Bani Umayyah (661-750) peradilan dipegang oleh
khalifah. 5 Untuk menjalankan tugasnya, khalifah dibantu oleh ulama
mujtahid. Berdasarkan pertimbangan ulama, khalifah menentukan putusan
peradilan yang terjadi dalam masyarakat. Khalifah yang pertama kali
menyediakan waktunya untuk hal ini adalah Abdul Malik bin Marwan (26
H - 86 H/647 M -705 M). Kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin
Abdul Aziz (63 H – 102 H/682 M - 720 M). Pada masa ini, belum ada
kitab undang-undang hukum pidana yang bersifat khusus. Pedoman yang
dipakai adalah al-Qur’an, sunah Nabi Saw., dan ijtihad ulama. Pengaruh
pemikiran asing juga belum memasuki pemikiran pidana Islam Perubahan

4
5

Dts. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005
H. Sulaiman Rasjid, 1994 Fiqih Islam, Sinar Baru Algensindo:Bandung.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

terjadi pada abad ke-19 ketika pemikiran Barat modern mulai memasuki
dunia Islam.
Negara yang pertama kali memasukkan unsur-unsur Barat dalam
undang-undang hukum pidananya adalah Kerajaan Turki Usmani.
Undang-undang hukum pidana yang mula-mula dikodifikasi adalah pada
masa pemerintahan Sultan Mahmud II (1785-1839) pada tahun 1839 di
bawah semangat Piagam Gulhane. Dalam undang-undang ini ditentukan
bahwa setiap perkara yang besar, putusannya harus mendapat persetujuan
Sultan. Undang-undang ini kemudian diperbarui pada tahun 1851 dan
disempurnakan pada tahun 1858. Undang-undang hukum pidana ini
disusun berdasarkan pengaruh hukum pidana Perancis dan Italia. Undangundang hukum pidana ini tidak memuat ketentuan hukum pidana Islam,
seperti kisas terhadap pembunuhan, potong tangan terhadap pencurian, dan
hukuman rajam atas tindak pidana zina.
Perumusan undang-undang hukum pidana diikuti oleh Libanon.
Diawali dengan pembentukan sebuah komisi yang bertugas membuat
rancangan undang-undang hukum pidana pada tahun 1944. Dalam
penyusunannya, Libanon banyak mengadopsi undang-undang hukum
pidana Barat seperti Perancis, Jerman dan Swis.
Allah menciptakan hukum untuk mengatur hak dan kewajiban
manusia guna menghendaki terjadinya kedamaian dengan sesama
makhluk, Hukum Pidana Islam adalah hukum yang mengatur tindak
pidana, akan tetapi hukum pidana Islam dipandang sebagai hukum yang
tidak berkembang dan telah mati karenamenyajikan qisash dan hudud yang
dianggap sebagai hukuman sadis dan tidak manusiawi.Padahal semua

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

umat Islam meyakini bahwa hukum Islam adalah hukum yang universal
rahmatan lil alamin.
Secara teori dalam mata kuliah hukum pidana islam, kita telah
mengetahui bahwa hukum pidana Islam dalam bahasa arab adalah jarimah
yang berarti dosa, kesalahan, atau kejahatan. Yang secara terminologis
adalah larangan hukum yang diancam Allah dengan hukuman had atau
ta’zir. Jariamah umumnya dipakai sebagai perbuatan dosa seperti
pencurian, pembunuhan, atau perkosaan. Dalam perbuatan jarimah ini
seseorang dalam melakukannya ada yang dilakukan secara sengaja, secara
individual, kerjasama, ataupun dengan melakukan percobaan berbuat
jarimah. Disini pemakalah akan membahas tentang percobaan melakukan
jarimah, mengenai pengertian jarimah, macam-macamnya, dan apakah
dalam melakukan percobaan jarimah akan dikenai hukuman atau tidak
menurut syariat islam.
Kata Jinayat adalah bentuk jamak dari kata jinayah, yang berarti
perbuatan dosa, kejahatan atau pelanggaran. Bab Al-jinayah dalam fiqih
Islam membicarakan bermacam-macam perbuatan pidana (jarimah) dan
hukumnya. Hukum had adalah hukuman yang telah dipastikan
ketentuannya dalam nash al-Qur’an atau Sunnah Rasul. Sedangkan hukum
ta’zir adalah hukuman yang tidak dipastikan ketentuannya dalam alQur’an dan Sunnah Rasul. Hukum ta’zir menjadi wewenang penguasa
untuk menentukannya. Hukum Pidana Islam sering disebut dalam fiqih
dengan istilah jinayat atau jarimah. Jinayat dalam istilah hukum Islam
sering disebut dengan delik atau tindak pidana. Jinahah merupakan
bentuk verbal

noun (mashdar)

dari

kata jana.

Secara

etimologi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

jana berarti

berbuat

perbuatan

dosa

dosa
atau

atau

salah,

perbuatan

sedangkan jinayah diartikan

salah.

Secara

terminologi

kata jinayat mempunyai beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan
oleh Abd al Qodir Awdah bahwajinayat adalah perbuatan yang dilarang
oleh syara’ baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.
Menurut A. Jazuli, pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah
mengacu kepada hasil perbuatan seseorang. Biasanya pengertian tersebut
terbatas pada perbuatan yang dilarang. Di kalangan fuqoha’, perkataan
Jinayat berarti perbuatan perbuatan yang dilarang oleh syara’. Meskipun
demikian, pada umunya fuqoha’ menggunakan istilah tersebut hanya untuk
perbuatan perbuatan yang terlarang menurut syara’. Meskipun demikian,
pada umumnya fuqoha’ menggunakan istilah tersebut hanya untuk
perbuatan perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa, seperti
pemukulan, pembunuhan dan sebagainya. Selain itu, terdapat fuqoha’ yang
membatasi istilah Jinayat kepada perbuatan perbuatan yang diancam
dengan hukuman hudud dan qishash, tidak temasuk perbuatan yang
diancam dengan ta’zir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayat
adalah jarimah, yaitu larangan larangan syara’ yang diancam Allah dengan
hukuman had atau ta’zir. Namun secara umum Secara umum, pengertian
Jinayat sama dengan hukum Pidana pada hukum positif, yaitu hukum yang
mengatur perbuatan yang yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan,
seperti membunuh, melukai dan lain sebagainya.
Jadi jinayah merupakan suatu tindakan yang dilarang oleh syara’
karena dapat menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta, keturunan, dan akal
(intelegensi). Dalam Undang-Undang Hukum Pidana Republik Persatuan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Arab (KUHP RPA) terdapat tiga tindak pidana yang didasarkan pada
berat-ringannya hukuman, yaitu jinayah (jinayah yang disebutkan dalam
konstitusi

dan

merupakan

tindakan

yang

paling

berbahaya.

Konsekuensinya, pelaku tindak pidana diancam dengan hukuman berat,
seperti hukuman mati, kerja keras, atau penjara seumur hidup, dalam Pasal
10 KUHP RPA). Janbah (perbuatan yang diancam dengan hukuman lebih
dari satu minggu tetapi tidak sampai kepada penjatuhan hukuman mati
atau hukuman seumur hidup, dalam pasal 11 KUHP RPA). Mukhalafah.
(jenis pelanggaran ringan yang yang ancaman hukumannya tidak lebih dari
satu minggu, dalam Pasal 12 KUHP RPA).
B. Dasar Hukum Pidana dan Acara Peradilan Islam
Peradilan Islam hadir sebagai pemenuhan perintah Allah.
Karenanya, peradilan Islam memiliki landasan yang kuat, yaitu
berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ kaum muslimin. Asas
hukum adalah suatu landasan yang mengatur tentang pelaksanaan hukum
acara agar dapat ditemukan suatu putusan yang mencerminkan keadilan
dan kepastian hukum. Landasan hukum acara peradilan Islam adalah dasar
atau prinsip yang mengatur tentang berdiri atau berlakunya suatu hukum,
Peradilan Islam hadir bukan hanya sekedar tuntutan dari sekelompok
orang, melainkan peradilan Islam hadir sebagai pemenuhan perintah Allah,
Tuhan semesta alam. Karenanya, peradilan Islam memiliki landasan yang
kuat, yaitu berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ kaum muslimin.6
Berikut kami jabarkan dasar hukum acara peradilan islam

6

Asadulloh Al-Faruq, Hukum Acara Peradilan Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009),
hal. 11-13.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

a.

Landasan hukum peradilan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis
Prinsip keadilan merupakan perinsip ketiga dalam nomokrasi
islam. Seperti halnya musyawarah, perkataan keadilan juga bersumber
dari

Al-Qur’an.

Cukup

banyak

ayat-ayat

al-Qur’an

yang

menggambarkan tentang keadilan, misalnya Dalam surah an-Nisa:135
perkataan al-Qist merupakan sinonim perkataan keadilan:
‫و ﻷ ﺮ ۚ إ