BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI SIFAT FISIS GEL ANTIACNE EKSTRAK DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) DALAM BASIS KARBOPOL DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus aureus - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jerawat Jerawat (acne) adalah penyakit peradangan kelenjar sebasea yang sering

  dijumpai dan berkaitan dengan folikel rambut (disebut unit pilosebasea) . Terdapat dua jenis acne yaitu meradang dan tidak meradang. Kedua jenis acne tersebut ditandai oleh pembentukan sebum yang berlebihan. Sebum yang berlebihan tersebut tertimbun di folikel sehingga folikel membengkak. Pada acne yang meradang, folikel tersumbat oleh sebum dan bakteri yang berpoliferasi di kanal. Akhirnya, folikel mengalami ruptur dan sebum serta bakteri keluar ke dermis dan menyebabkan peradangan jaringan dermis. Pada acne nonradang, folikel tidak pecah tetapi berdilatasi. Sebelum mengalir ke permukaan kulit (blackhead, komedo terbuka) atau kanalis tetap tersumbat (whitehead, komedo tertutup). Acne sering dijumpai pada remaja, dewasa muda, dan berawal pada masa pubertas. Acne biasanya lebih sering dan parah pada anak laki-laki. Penyebab munculnya acne yaitu peningkatan tajam androgen terutama testoteron pada masa pubertas. Infeksi bakteri pada folikel yang tersumbat diperparah oleh higiene yang kurang, gizi buruk dan stres (Corwin, 2001: 598).

  Staphylococcus aureus merupakan penyebab paling umum infeksi

  Staph, berbentuk bola, sering bagian dari flora kulit yang ditemukan pada hidung dan pada kulit. Sekitar 20% dari populasi adalah pembawa jangka panjang Staphylococcus. Staphylococcus dapat menyebabkan berbagai penyakit dari infeksi kulit kecil, seperti jerawat, impetigo (juga bisa disebabkan oleh Streptococcus pyogenes), bisul (furunkel), selulitis folikulitis, carbuncles, sindrom tersiram air panas kulit dan abses, untuk penyakit yang mengancam jiwa seperti pneumonia, meningitis, osteomyelitis, endocarditis,

  

toxic shock syndrome (TSS), bakteremia, dan septicaemia (Madigan dan

Martinko, 2006).

  3 Zat anti mikrobial adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikrobial terdiri dari antijamur dan antibakteri. Zat antibakteri adalah zat yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui penghambatan pertumbuhan bakteri (Pelczar & Chan, 1986: 325). Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih zat antimikrobial kimia adalah: a. Jenis zat & mikroorganisme

  b. Konsentrasi dan intensitas zat antibakteri

  c. Jumlah organisme

  d. Suhu e. Bahan organik (Pelczar & Chan, 1986: 325).

B. Staphylococcus aureus 1. Klasifikasi

  Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut (Smith et.al, 1960: 247) : Divisi : Bacteria Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacterial Famili : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

  Spesies : Staphylococcus aureus 2.

   Deskripsi Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada kebanyakan perbenihan

  bakteriologi dalam keadaan aerobik atau mikroaerobik. Staphylococcus

  aureus tumbuh paling cepat pada suhu 37 o

  C tetapi paling baik membentuk pigmen pada suhu kamar (20

  

o

  C). Koloni pada perbenihan padat membentuk bulat, halus, menonjol dan berkilauan membentuk berbagai pigmen, berwarna kuning emas (Jawetz dkk, I995).

  Ciri-ciri Staphylococcus aureus antara lain adalah berbentuk bulat dengan diameter 0,8-l µ m, terdapat dalam bentuk sel tunggal, berpasangan atau membelah diri pada lebih dari satu bidang membentuk seperti buah anggur, termasuk gram positif. Dinding sel mengandung dua komponen utama, yaitu peptidoglikan dan asam teikoat. Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang nonmotil, tidak membentuk spora, dan kapsul.

  o

  Hidup secara aerob fakultatif dan aerob pada kisaran suhu 6,5-46 C

  o dengan suhu optimum 37 C dan pH 4,2-9,3 dengan pH optimum 7-7,5.

  Koloni pada agar berwarna putih, krem, tidak tembus pandang, datar, lembut, dan basah. Staphylococcus aureus menghasilkan enzim protease, lipase, phospolipase, lipoproteinlipase, esterase, liase, dan koagulase (Cowan, l974: l7). Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit (Madigan dan Martinko, 2006: 864-865).

C. Tanaman Gambir 1. Klasifikasi

  Klasifikasi tanaman gambir (Backer dan Bakhuizen, 1965) : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Gentianales Famili : Rubiaceae Genus : Uncaria Spesies : Uncaria gambirRoxb 2.

   Deskripsi Tanaman gambir merupakan tanaman berkayu dan bersemak.

  Memiliki akar serabut dan mempunyai batang yang merambat atau memanjat dengan ketinggian 1–2 m, mempunyai dahan dan ranting. Daun berbentuk oval sampai dengan bulat dengan ukuran panjang 10–17 cm, lebar 6–8 cm, tebal 0,25–0,5 mm. Bunganya berbentuk bonggol bulat, dengan warna waktu muda hijau sedangkan waktu mekar berwarna kuning kemerahan. Buah dan Biji termasuk buah polong, dengan jumlah polong pertangkai antara 20–60 buah. Warna buah muda, hijau sampai hijau kemerahan, sedangkan yang matang berwarna kuning kecoklatan. Biji sangat kecil dengan panjang 1–2 mm, dengan bagian luar bersayap (Ditjenbun, 2010).

  Tanaman gambir tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian sampai 900 m diatas permukaan laut. Tanaman ini membutuhkan cahaya matahari penuh serta curah hujan merata sepanjang tahun. Bagian tanaman gambir yang dipanen adalah daun dan ranting yang selanjutnya diolah untuk menghasilkan ekstrak daun gambir yang bernilai ekonomis. Panen atau pemangkasan daun dilakukan setelah tanaman berumur 1,50 tahun. Pemangkasan dilakukan 2-3 kali setahun dengan selang 4 atau 6 bulan (Zamarel dan Hadad, 1991: 7-11).

3. Kandungan Kimia

  Komponen utama gambir adalah katekin (asam katekin atau asam kateku), katekin tannat (katekin anhydrid), dan pirokatekol. Gambir juga mengandung sedikit quercetine yaitu bahan pewarna yang memiliki warna kuning (Zeijlstra, 1943 cit Hayani, 2003: 31 dan Thorpe dan Whiteley, 1990).

  Gambar 1. Rumus struktur katekin (Markham, 1988) Gambar 2. Rumus struktur pirokatekol (Harborne, 1987)

  Flavonoid adalah suatu senyawa metabolit sekunder yang tersebar dalam dunia tumbuhan dan merupakan salah satu golongan senyawa fenol yang terbesar. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pasti ditemukan juga dalam tekstrak tanaman (Markham, 1982). Beberapa fungsi flavonoid adalah pengatur fotosintesis pada tanaman, kerja antimikroba, dan antivirus (Robinson, 1995: 153).

D. Penyarian 1. Simplisia

  Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan lebih lanjut, kecuali dinyatakan lain. Simplisia adalah bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, hewani, dan pelikan atau mineral (Depkes RI, 1979).

  2. Ekstrak

  Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati, atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Dan semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstrak dapat dikelompokkan atas dasar sifatnya, antara lain:

  a. Ekstrak kering, memiliki konsentrasi kering dan mudah digosongkan yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak kurang dari 5%.

  b. Ekstrak kental, sediaan ini kuat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang, kandungan airnya berjumlah sampai 30%.

  c. Ekstrak cair, diartikan sebagai ekstrak cair yang dibuat sedemikian rupa sehingga satu bagian simplisia sesuai dengan dua bagian (kadang- kadang juga satu bagian) ekstrak cair (Voight, l995: 578). Beberapa metode dasar ekstraksi yang dapat digunakan untuk menyari yaitu : a. Maserasi

  b. Perkolasi

  c. Sokletasi Pemilihan metode tersebut disesuaikan dengan kepentingan untuk memperoleh ekstrak yang baik (Depkes RI, 1979: 9).

  3. Sokletasi

  Soklet sering digunakan dalam laboratorium penelitian untuk pengekstraksian tumbuhan. Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantong ekstraksi di bagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinue. Wadah gelas yang mengandung kantong yang diletakan antara labu penyulingan dan pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi cairan pelarut, yang menguap dan mencapai keadaan pendingin balik melalui kondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi. Larutan yang berkumpul, otomatis dipindahkan ke dalam labu. Dengan demikian zat yang diekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni berikutnya (Voight, 1995: 570).

  Keuntungan metode ini adalah jumlah pelarut yang digunakan sedikit, simplisia selalu baru, artinya cairan pelarut bebas atau tidak bercampur dengan bahan aktif, berlangsung terus menerus (sampai beberapa jam) sehingga kebutuhan energinya tinggi, selanjutnya simplisia yang berada di tengah alat pemanas langsung berhubungan dengan labu, di mana cairan pelarut menguap. Pemanasan bergantung pada lama ekstraksi, khususnya dari titik didih cairan pelarut yang digunakan, dapat berpengaruh negatif terhadap bahan tumbuhan yang peka terhadap suhu, seperti glikosida dan alkaloid (Voight, 1995: 571).

  Etanol adalah pelarut yang mudah menguap, jernih dan tidak berwarna. Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78

  ℃ mudah terbakar (Depkes RI, 1995: 63). Etanol tidak menimbulkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat yang terlarut. Keuntungan lainnya adalah sifatnya yang mampu mengendapkan albumin dan mampu menghambat kerja enzim. Umumnya yang digunakan sebagai cairan penyari adalah campuran bahan pelarut yang berlainan, khususnya campuran etanol-air (Voight,1995: 561).

E. Gel 1. Definisi

  Gel adalah sediaan semipadat yang jernih dan tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut (Lachman dkk, 1994: 1119). Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metilselulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi (Lachman dkk, 1994: 1092). Sifat gel yang khas (Lachman dkk, 1996: 401) yaitu :

  a) mengembang karena komponen pembentuk gel dapat Dapat mengabsorbsi larutan yang mengakibatkan terjadi penambahan volume.

  b) Sineresis, suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi dalam masa gel. Gel bila didiamkan secara spontan akan terjadi pengerutan dan cairan dipaksa keluar dari kapiler meninggalkan permukaan yang basah.

  c) Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.

  2. Karakteristik

  Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen farmasi lain. Pemilihan bahan pembentuk gel dalam setiap formulasi bertujuan membentuk sifat seperti padatan yang cukup baik selama penyimpanan yang dengan mudah dapat dipecah bila diberikan daya pada sistem. Misalnya, dengan pengocokan botol, memencet tube atau selama aplikasi topikal (Lieberman dkk, 1996: 400).

  3. Klasifikasi

  Klasifikasi gel didasarkan pada karakteristik dari kedua fase gel yang dikelompokkan menjadi gel organik dan anorganik. Magma bentonit merupakan contoh dari gel anorganik, sedangkan gel organik sangat spesifik mengandung polimer sebagai pembentuk gel (Martin dkk, 1993: 1170).

  Klasifikasi gel didasarkan pada sifat-sifat kimia molekul organik yang terdispersi. Sifat pelarut akan menentukan apakah gel merupakan hidrogel (dasar air) atau organogel (dengan pelarut bukan air). Sebagai contoh adalah magma bentonit dan gelatin merupakan hidrogel, sedangkan organo gel adalah plastibase yang merupakan polietilen berbobot molekul rendah yang dilarutkan dalam minyak mineral dan didinginkan secara cepat. Gel padat dengan konsentrasi pelarut rendah dikenal sebagai xero

  gel , sering dihasilkan dengan cara penguapan pelarut sehingga menghasilkan kerangka gel (Lieberman dkk, 1996: 400).

F. Uraian Bahan 1. Karbopol

  Karbopol merupakan kelompok polimer asam akrilat. Pemeriannya berwarna putih, bersifat asam, serbuk higroskopik dengan bau khas. Karakteristik karbopol yaitu larut dalam air dan setelah netralisasi larut dalam etanol (95%) dan gliserin. Karbopol dapat terdispersi di dalam air untuk membentuk larutan koloidal bersifat asam. Karbopol digunakan sebagai gelling agent pada konsentrasi 0,5-2,0% (Rowe dkk, 2003: 89).

  Gambar 3. Rumus struktur karbopol (Rowe dkk, 2003) 2.

   Trietanolamin

  Trietanolamin (TEA) adalah senyawa organik yang mempunyai gugus amin dan tri-alkohol. Tri-alkohol adalah molekul dengan tiga gugus hidroksi. Pemerian berupa cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak, higoskopik. Kelarutan: mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%), larut dalam kloroform (Depkes RI, 1979: 612-613). Trietanolamin berfungsi sebagai agen pengemulsi dan pembasa (Rowe dkk, 2003: 663).

  Gambar 4. Rumus struktur trietanolamine (Rowe dkk, 2003)

3. Natrium Benzoat

  Pemerian butiran atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau. Kelarutan larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian etanol (95%) p. Khasiat dan penggunaan sebagai zat pengawet (Depkes RI, 1979: 395). Natrium benzoat digunakan dalam sediaan kosmetik pada konsentrasi 0,1-0,5 % (Rowe dkk, 2003: 549).

  Gambar 5. Rumus struktur natrium benzoat (Rowe dkk, 2003) G.

   Kromatografi Lapis Tipis

  Kromatografi adalah metode analisis kualitatif untuk identifikasi ada tidaknya senyawa dalam sampel uji, berdasarkan mekanisme partisi atau absorpsi cuplikan antara fase gerak dan fase diam (Sastromihardjo, 1991: 467). Fase diam yang umum digunakan adalah silika gel, alumunium oksida, kiesegur, sellulosa dan turunannya (Stahl, 1985: 4). Fase gerak adalah medium pengelusi yang terdiri dari satu atau beberapa pelarut. Pemilihan fase gerak tergantung pada sifat pelarut dan kekuatan elusi. Fase gerak yang digunakan harus bermutu analitik. Bila diperlukan sistem pelarut multi komponen, maka campuran harus sesederhana mungkin, yang terdiri atas maksimal tiga komponen, sebab campuran yang lebih kompleks cepat mengalami perubahan akibat efek temperatur (Stahl, 1985: 7).

  Efek elusi akan naik dengan cepat karena pengaruh kenaikan kepolaran pelarut. Heksana akan memiliki elusi yang lebih lama atau lemah karena sifatnya yang non polar, kloroform cukup kuat dan methanol yang polar elusinya kuat (Sastrohamidjojo, 1991: 80).

  Pengembangan adalah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan, terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa tak berwarna pada kromatogram. Deteksi untuk KLT dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk kuantitatif dapat dilakukan dengan KLT Densitometri. Uji kualitatif dapat digunakan sinar UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan pada daerah UV pendek dengan radiasi utama kira-kira pada 254 nm, atau jika senyawa ini tidak dapat dieksitasi ke fluorsensi radiasi UV gelombang pendek dan atau gelombang panjang (365 nm). Jika dengan senyawa itu tidak dapat dideteksi, harus dicoba dengan reaksi kimia (Stahl, 1985: 13).

  Nilai pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya di nyatakan dengan nilai Rf atau hRf. Rf= jarak titik pusat bercak dari titik awal

  Jarak garis titik depan dari titik awal Nilai Rf dalam range 0,00 sampai 1.00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 jika keadaan luas, misalnya kelembaban atmosfer yang tidak penyerap yang sifatnya agak menyimpang menghasilkan kromatogram yang secara umum menunjukkan nilai Rf dari berbagai komponen lebih rendah atau lebih tanggi, maka sistem pelarut harus diganti dengan yang lebih sesuai. Jika nilai Rf lebih tingi dari hRf pelarut, maka pelarut harus diubah kepolarannya, jika nilai hRf lebih rendah, maka komponen pelarut harus dinaikkan polaritasnya (Stahl, 1985: 17).

Dokumen yang terkait

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN DAN AKAR PEPAYA (Carica papaya Linn.) TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO

9 50 30

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETANOL DAUN Coleus scutellarioides TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DENGAN METODE BIOAUTOGRAFI

5 92 21

View of UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN KEREHAU (Callicarpa longifolia Lam) TERHADAP Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 1 7

UJI TOKSISITAS DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN MERAH TANAMAN PUCUK MERAH (Syzygium myrtifolium Walp.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli

0 2 6

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L) DAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli (Sebagai Alternatif Bahan Pengembangan Petunjuk Praktikum pada Materi Bakteri Kelas X Semes

1 2 109

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI DAN AKTIVITASNYA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa - repository perpustakaan

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI SEDIAAN KRIM ANTI ACNE DARI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus epidermidis DAN Propionibacterium acnes - repository perpustakaan

0 2 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH PINANG (Areca catechu L) TERHADAP Streptococcus mutans - repository perpustakaan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI DAYA IMUNOSTIMULAN DAN PROFIL KLT EKSTRAK ETANOL DAUN KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC) TERHADAP AKTIVITAS FAGOSITOSIS MAKROFAG MENCIT YANG DIINFEKSI Staphylococcus aureus - repository perpustakaan

0 0 7

UJI SIFAT FISIS GEL ANTIACNE EKSTRAK DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) DALAM BASIS KARBOPOL DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus aureus

0 0 17