1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Rudi Hartono BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB paru) merupakan salah satu masalah yang

  sampai saat ini masih belum dapat dituntaskan. Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium

  

tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi

  basil tuberkulosis (Kemenkes RI, 2015). Angka prevalensi TB paru di Dunia pada tahun 2014 menjadi sebesar 647/ 100.000 penduduk meningkat dari 272/100.000 penduduk pada tahun sebelumnya, angka insidensi tahun 2014 sebesar 399/100.000 penduduk dari sebelumnya sebesar 183/100.000 penduduk pada tahun 2013, demikian juga dengan angka mortalitas pada tahun 2014 sebesar 41/100.000 penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada tahun 2013 (WHO, Global Tuberculosis Report, 2015)

  Berdasarkan data Kemenkes RI (2016), pada tahun 2016 ditemukan jumlah kasus TB paru sebanyak 298.128 kasus mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2015 sebanyak 330.910 kasus dan tahun 2014 sebanyak 324.539 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kasus TB paru di tiga provinsi tersebut sebesar 42,4% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.

  Prevalensi TB paru di Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 sebesar 28.842 kasus (9.67%). Prevalensi TB paru tertinggi berada di Kabupaten Pekalongan

  1 sebesar 5,517 (27,24%), tertinggi kedua di Kabupaten Semarang sebesar 3.460 kasus (17,08%) dan tertinggi ketiga di Kabupaten Banyumas sebesar 3.319 kasus (16,38%). Angka notifikasi kasus baru TB paru paru pada tahun 2015 di Jawa Tengah sebesar 113,52 per 100.000 penduduk, menurun dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 114 per 100.000 penduduk (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2016).

  Berdasarkan data di atas diketahui bahwa angka kejadian TB paru di Indonesia mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya dan angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2016 masih dibawah target WHO yaitu 85%. Pada tahun 2016 angka keberhasilan pengobatan sebesar 75,4% mengalami penurunan dari tahun 2015 sebesar 85,0% dan tahun 2014 sebesar 90,5%. Sedangkan angka kesembuhan tahun 2016 sebesar 69,3% lebih kecil dibandingkan tahun 2014 sebesar 74,2% dan tahun 2013 sebesar 82,8% (Kemenkes RI, 2016).

  TB paru adalah penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan. Pengobatan TB paru dapat diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif 2 bulan pengobatan dan tahap lanjutan 4-6 bulan berikutnya. Pengobatan yang teratur pada pasien TB paru dapat sembuh secara total, apabila pasien itu sendiri mau patuh dengan aturan-aturan tentang pengobatan TB paru. Sangatlah penting bagi penderita untuk tidak putus berobat dan jika penderita menghentikan pengobatan, kuman TB paru akan mulai berkembang biak lagi yang berarti penderita mengulangi pengobatan intensif selama 2 bulan pertama (WHO, 2013).

  Keberhasilan pengobatan TB paru salah satunya dipengaruhi oleh faktor kepatuhan penderita TB paru dalam menjalani pengobatan. Ketidakpatuhan dalam pengobatan juga memberikan risiko penularan terhadap komunitas dan berdampak pada gagalnya pemberantasan TB paru secara global (Volmink, 2012). Faktor-faktor seperti kepatuhan, pengetahuan, dukungan keluarga, motivasi minum obat dan KIE yang rendah memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pengobatan TB paru.

  Menurut Smeltzer dan Bare (2012), yang menjadi alasan utama gagalnya pengobatan adalah pasien tidak mau minum obatnya secara teratur dalam waktu yang diharuskan. Pasien biasanya bosan harus minum banyak obat setiap hari selama beberapa bulan, karena itu pada pasien cenderung menghentikan pengobatan secara sepihak. Dari pendapat Smeltzer dan Bare diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu alasan utama gagalnya pengobatan atau ketidakpatuhan penderita TB paru dalam pengobatan yaitu kurangnya motivasi untuk sembuh sehingga pasien merasa bosan harus minum banyak obat setiap hari selama beberapa bulan dan juga karena efek samping OAT yang menyebabkan mual, muntah dan pusing.

  Motivasi merupakan kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu dan sangat bergantung pada kekuatan suatu harapan bahwa tindakan yang akan dilakukan kemudian akan menghasilkan output tertentu, serta nilai manfaat dan daya tarik output itu sendiri bagi individu. Motivasi dalam pendekatan teori harapan (Expectancy Theory) menerangkan bahwa kecenderungan untuk individu berperilaku patuh atau pun tidak patuh terhadap terapi dapat didasari oleh nilai keyakinan diri untuk dapat melakukan suatu upaya (expectancy), harapan terhadap hasil yang akan diperoleh dari upaya tersebut (instrumentality), serta nilai kebermanfaatan pada hasil yang akan dicapai atas upaya yang telah dilakukan (valence) (Vroom, 1964, dalam Robbins 2013).

  Motivasi merupakan tenaga penggerak, dengan motivasi manusia akan lebih cepat dan bersungguh-sungguh untuk melakukan kegiatan (Purwanto, 2010). Menurut Spencer (dalam Prasetya, 2009) bahwa perilaku yang baik didukung dari motivasi yang tinggi, tanpa motivasi orang tidak akan dapat berbuat apa-apa dan tidak akan bergerak. Motivasi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam penyembuhan pasien. Peterson dan Plowman (dalam Hasibuan, 2008), mengatakan bahwa faktor penggerak motivasi seseorang adalah keinginan untuk hidup. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Siswanto (2009), bahwa motivasi kesembuhan sebagai salah satu objek studi psikologi kesehatan akan menentukan semangat juang para pasien untuk sembuh atau setidaknya mampu bertahan dalam menghadapi penyakit yang dideritanya.

  Penelitian yang dilakukan oleh Fauziyah (2010), menyatakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita TB paru dalam mengkonsumsi OAT adalah motivasi penderita, hal ini terlihat dari hasil penelitian bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi penderita dengan kepatuhan minum OAT pada penderita TB paru. Penelitian lain yang dilakukan oleh Prasetya (2009) ada hubungan yang bermakna antara motivasi pasien TB paru dengan kepatuhan dalam program pengobatan, antara yang patuh dan tidak patuh dengan signifikansi (p value) =0,001, alpha = 0,05. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurwidji (2013), didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara motivasi kesembuhan dengan kepatuhan penatalaksanaan pengobatan pada pasien TB paru. Hasil penelitian Nurwidji (2013) menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki motivasi kesembuhan yang kuat. Responden yang mempunyai motivasi kesembuhan kuat, sebagian besar adalah responden yang mempunyai keinginan hidup dan keinginan sembuh yang tinggi.

  Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas pada tahun 2015 ditemukan kasus TB paru sebanyak 1111 kasus dengan kejadian tertinggi di Puskesmas II Kembaran sebanyak 43 kasus. Pada tahun 2015 diketahui bahwa jumlah kasus TB BTA (+) yang diobati sebanyak 833 kasus dan angka kesembuhan sebesar 784 kasus 94% dengan angka keberhasilan pengobatan sebesar 94,48%. Angka keberhasilan pengobatan di Wilayah Puskesmas Purwokerto tertinggi di Puskesmas Purwokerto Timur I dan II, Puskesmas Purwokerto Utara I dan II, Puskesmas Purwokerto Selatan sebesar 100% dan terendah di Puskesmas Purwokerto Barat sebesar 75% (DKK Kab. Banyumas, 2015).

  Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian tentang “Perbedaan motivasi berobat pada penderita TB paru pada wilayah puskesmas dengan angka kesembuhan pengobatan 100% dan kurang dari 100% di Wilayah Puskesmas Purwokerto ”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut “Adakah perbedaan motivasi berobat pada penderita TB paru pada wilayah puskesmas dengan angka kesembuhan pengobatan 100% dan kurang dari 100% di Wilayah Puskesmas Purwokerto

  ?” C.

   Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi berobat pada penderita TB paru pada wilayah puskesmas dengan angka kesembuhan pengobatan 100% dan kurang dari 100% di Wilayah Puskesmas Purwokerto.

  2. Tujuan Khusus

  a. Mengetahui karakteristik pasien TB paru berdasarkan tingkat pendidikan, umur, pendapatan dan status pekerjaan di Wilayah Puskesmas Purwokerto (keberhasilan pengobatan 100%).

  b. Mengetahui karakteristik pasien TB paru berdasarkan tingkat pendidikan, umur, pendapatan dan status pekerjaan di Wilayah Puskesmas Purwokerto (keberhasilan pengobatan kurang dari 100%).

  c. Mengetahui motivasi berobat pada penderita TB paru pada wilayah puskesmas dengan angka kesembuhan pengobatan 100% dan keberhasilan kurang dari 100% di Wilayah Puskesmas Purwokerto. d. Menganalisis perbedaan motivasi berobat pada penderita TB paru pada wilayah puskesmas dengan angka kesembuhan pengobatan 100% dan kurang dari 100% di Wilayah Puskesmas Purwokerto.

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya TB paru tentang pentingnya motivasi berobat terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB paru. Hasil penelitian dimungkinkan untuk dapat lebih didalami lagi dan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya tentang TB paru.

  2. Manfaat Praktis

  a. Bagi Ilmu Keperawatan Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu acuan serta rujukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan keperawatan komunitas terkait dengan pengendalian TB paru di Indonesia

  b. Bagi Pasien Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber informasi bagi pasien terkait pentingnya motivasi berobat terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB paru.

  c. Bagi Peneliti Sebagai pengembangan kemampuan peneliti dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dibangku kuliah dan menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam hal penelitian ilmiah.

E. Keaslian Penelitian

  cross sectional study . Populasinya

  Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif motivasi dengan kepatuhan berobat (OR = 0,67; p = 0,667) dan ada

  random sampling dari populasi

  Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan crossectional. Besar sampel sebanyak 16 pasien rawat jalan di pilih dengan teknik simple

  Hubungan motivasi, dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan berobat pada pasien TB

  3. Muna (2016)

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang yang motivasinya kuat ada 12 orang (67%), motivasinya sedang ada 6 orang (33%). Responden yang patuh ada 10 orang (56%), tidak patuh ada 8 orang (44%).Data dianalisa menggunakan Fisher Probability Exact Test yang hasilnya p value sebesar 0,032. Jadi ada hubungan antara motivasi kesembuhan dengan kepatuhan penatalaksanaan pengobatan

  adalah pasien TB paru yang berobat di Puskesmas Mojosari Kec.Mojosari Kab.Mojokerto. Besar sampel 18. Teknik sampling adalah purposive sampling . Variabel independen adalah motivasi kesembuhan, variabel dependen adalah kepatuhan penatalaksanaan pengobatan pada pasien TB paru. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner tertutup. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah design penelitian yang digunakan yaitu study comparative, teknik pengambilan sampling. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu pendekatan yang digunakan dan variabel yang digunakan yaitu kepatuhan berobat pada pasien TB.

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Nama Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil

  1. Rohmana dan Suhenda

  Hubungan antara motivasi kesembuhan dengan kepatuhan penatalaksanaan pengobatan pada pasien TB paru di wilayah kerja Puskesmas Mojosari Kec.Mojosari Kab.Mojokerto

  2. Fajri (2013)

  Hasil penelitian menunjukkan variabel tingkat pengetahuan PMO (p= 0.013, α=0.05) dan penyuluhan (p=0.000, α=0.05) berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB paru. Penyuluhan merupakan variabel dominan yang mempengaruhi 6.018 kali kepatuhan berobat penderita TB paru

  sampling. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu variabel yang digunakan yaitu kepatuhan berobat pada pasien TB.

  comparative, teknik pengambilan

  68 kontrol), teknik pengambilan sampel random sampling. Kriteria responden: PMO penderita TB paru yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah design penelitian yang digunakan yaitu study

  Desain penelitian case control, jumlah sampel minimal kasus 34 sampel, perbandingan kasus dan kontrol 1 : 2, jumlah sampel keseluruhan adalah 102 (34 kasus dan

  (2014) Faktor-faktor pada PMO yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru di kota Cirebon

  Desain yang digunakan adalah

  No Nama Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil

  Paru di Poli Paru BP4 (Balai Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Paru) Pamekasan pasien yang menjalani program pengobatan di Poli BP4 Pamekasan. Variabel independen yang diteliti meliputi motivasi dan dukungan sosial keluarga, sedangkan variabel dependen adalah kepatuhan berobat. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan lembar kuesioner, data dianalisis menggunakan analisis regresi logistik ganda. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah design penelitian yang digunakan yaitu study comparative, teknik pengambilan sampling. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu pendekatan yang digunakan dan variabel yang digunakan yaitu kepatuhan berobat dan motivasi pada pasien TB. hubungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan berobat (OR= 20,0; p= 0,027). Hasil uji multivariat ada hubungan dengan kekuatan sedang antara motivasi (OR=0,48; p=0,589), dukungan sosial keluarga (OR=21,99; p=0,028) dengan kepatuhan berobat

  4. Chani (2010)

  Factors Affecting Compliance To Tuberculosis Treatment In Andara Kavango Region Namibia

  Penelitian ini menggunakan desain deskriptif komparatif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 49 responden, intrumen penelitian menggunakan kuesioner. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu, teknik pengambilan sampling. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu design penelitian dan pendekatan yang digunakan serta responden dan tempat penelitian yang digunakan.

  Hasil penelitian didapatkan 27% mengatakan merasa sudah sembuh, 31% karena jarak, 15% karena kurangnya dukungan keluarga sebagai alasan responden tidak menyelesaikan pengobatan.

  5. Dolma (2011)

  Determinants For The Retreativient Groups Of Pulmonary Tuberculosis Patients Treated Ina Dots Programlvie In Sikkilvi, India The data was collected by carrying out a survey in all the four districts of Sikkim to identify default, failure and relapse cases. The analysis of data was carried out by case- control study design. Perbedaan

  dengan penelitian yang dilakukan adalah design penelitian yang digunakan yaitu study comparative, teknik pengambilan sampling. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu kepatuhan berobat pada pasien TB.

  Results showed significant differences in overcrowding, smoking and alcohol intake. There was a general unawareness with the disease and its treatment between the two groups. 45% of the respondents reported that tuberculosis is caused by germs. 81.4% stated that tuberculosis presents only as cough. 94.8% of the case group and 90.8% of the control group stated that it is a transmissible disease. Sharing food with tuberculosis patients (64% of case group, 55%

  No Nama Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil of the control group; p<0.05), inadequate diet (16.4% of case group, 9.6% of the control group; p<0.03) were mentioned as modes of transmission. Sixty six per cent of the case group and 56.8% of the control group mentioned the use of DOTS for prevention and control (p<0.05). Sixty three per cent of the control group regarded tuberculosis as a life threatening condition (p<0.00) [(adjusted OR=2.04, (95%CI: 1.43, 2.93)]. Tuberculosis was considered as a completely curable disease by 96.4% of the case group (p<0.05). 40.6% of the respondents agreed to be in contact with a tuberculosis infected person. 64% of the retreatment group discontinued their treatment due to frequent travelling for work

  6. Bacghi Determinants of A cross-sectional study on 538 Factors associated with (2010) Poor Adherence patients receiving DOTS I and II non-adherence were

  to Anti- regimen was conducted. Patients found to be different Tuberculosis were interviewed and clinical and among the newly- Treatment in laboratory data were collected. diagnosed patients and Mumbai, India Eighty seven patients were all the other residual considered non-adherent. groups. Smoking during Multivariable logistic regression treatment and travel- was used to determine risk factors related cost factors were associated with non-adherence. significantly associated

  Perbedaan dengan penelitian yang with non-adherence in dilakukan adalah design penelitian the newly-diagnosed yang digunakan yaitu study patients, while alcohol

  comparative, teknik pengambilan consumption and short-

  sampling. Persamaan dengan age of drugs were penelitian yang dilakukan yaitu significant in the residual pendekatan yang digunakan dan groups. variabel yang digunakan yaitu kepatuhan berobat pada pasien TB.