BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) - PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI EFIKASI DIRI SISWA KELAS VII SMP NEG

BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)

  1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin, kooperatif adalah suatu pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok yang anggotanya 4-6 siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans mengemukakan kooperatif merupakan suatu strategi yang bertujuan untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerjasama dalam proses pembelajaran. Dan menurut Anita Lie menyebutkan kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas yang terstuktur. (Isjoni, 2010)

  Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok yang heterogen, dan saling membantu untuk memahami suatu pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman serta kegiatan lainnya dengan tujuan untuk membantu siswa yang satu dengan siswa yang lainnya agar dapat menguasai pembelajaran secara optimal.

  6

  2. Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) Menurut Slavin (2009), pembelajaran TAI termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa dikelompokan menjadi 4 sampai 5 siswa yang heterogen untuk menyelesaikan tugas kelompok, dan guru memberikan bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya.

  Dasar pemikiran dari TAI adalah mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa. Adapun perbedaan tersebut adalah para siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam. (Slavin, 2009)

  Menurut Slavin (2009), ada 8 unsur dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization), antara lain sebagai berikut: (1)

  

Tim. Para siswa dalam TAI dibagi ke dalam tim yang beranggotakan 4-5

  orang, (2) Tes Penempatan. Sebelum guru menjelaskan materi, para siswa diberikan tes awal terkait dengan materi yang akan diajarkan, (3) Materi-

  

Materi Kurikulum. Strategi penyelesaian ditekankan pada seluruh materi,

(4) Belajar Kelompok. Siswa memulai menyelesaikan soal-soal yang

  telah dipersiakan guru bersama kelompoknya, (5) Skor Tim Dan

  

Rekognisi Tim. Pada tiap akhir minggu, guru menghitung jumlah skor

  tim. Skor didasarkan pada jumlah rata-rata unit yang dicapai oleh tiap anggota tim dan jumlah tes-tes unit yang dicapai oleh tiap individu, (6)

  

Kelompok Pengajaran. Setiap hari guru memberikan pengajaran selama sepuluh sampai lima belas menit kepada dua atau tiga kelompok kecil siswa yang terdiri dari siswa-siswa dari tim yang berbeda, (7) Tes Fakta.

  Seminggu dua kali, siswa diminta mengerjakan tes-tes fakta selama tiga menit, (8) Unit Seluruh Kelas. Pada akhir tiap minggu, guru menghentikan program individual dan menghabiskan satu minggu mengajari seluruh kelas.

  Menurut Suyatno (2009) sintak pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah (1) membentuk kelompok heterogen dan memberikan bahan belajar, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai dari anggota kelompoknya secara individu, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.

  Menurut Slavin (2009), langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah: a. Guru menyiapkan materi ajar yang akan disajikan oleh para siswanya dengan mengadopsi pembelajaran TAI.

  b. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang diterapkannya pembelajaran TAI.

  c. Guru mengadakan tes awal kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan. Nilai tes awal dapat diganti dari nilai ulangan harian.

  d. Guru menjelaskan materi.

  e. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen berdasarkan nilai tes awal, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. f. Setiap kelompok mengerjakan soal latihan dari guru dan jika ada hambatan, guru memberikan bantuan secara individual bagi siswa yang memerlukan.

  g. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dan siap untuk diberi kuis oleh guru.

  h. Guru memberikan kuis untuk dikerjakan secara individual. i. Guru memasukan nilai kelompok dan kuis yang telah dikerjakan siswa secara individu. j. Menjelang akhir waktu, guru memberikan latihan pendalaman dengan menekankan strategi penyelesaian masalah.

  Menurut Slavin (2009), pembelajaran TAI memiliki kelebihan antara lain: a. Memotivasi siswa untuk saling membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetisi.

  b. Siswa yang berkemampuan rendah tidak perlu malu bertanya karena berhadapan dengan teman kelompok bukan dengan guru, sehingga antar sesama siswa tidak perlu segan untuk saling bertanya dan menjawab.

  c. Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal, dan fleksibel.

  d. Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif dengan status yang sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif terhadap siswa-siswa yang berkemampuan rendah dan di antara para siswa dari latar belakang ras atau etnik yang berbeda.

  Menurut Slavin (2009), kekurangan pembelajaran TAI diantaranya adalah a. Sulit memastikan bahwa setiap anggotanya telah memahami materi yang diberikan guru.

  b. Siswa yang pandai akan merasa dimanfaatkan tanpa mengambil manfaat apa-apa dalam kegiatan belajar koperatif karena anggota mereka dalam satu kelompok tidak lebih pandai dari dirinya, sedangkan pada siswa yang kurang pandai akan merasa hanya seperti benalu dalam kelompoknya.

B. Pembelajaran Konvensional

  Nasution (2010) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran konvensional proses pembelajaran diberikan secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu. Penyampaian materi kebanyakan menggunakan metode ceramah. Pembelajaran konvensional berorientasi pada kegiatan guru dengan mengutamakan proses mengajar, sehingga guru lebih mendominasi dan bersikap otoriter dalam kegiatan belajar mengajar. Pola mengajar pada pembelajaran konvensional adalah guru secara langsung mengajar atau menyampaikan materi matematika, memberikan contoh soal, sedangkan siswa hanya memperhatikan dan meniru.

C. Prestasi Belajar Matematika

  Menurut Arifin (2009) kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar” (achivement) berbeda dengan

  “hasil belajar” (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Sedangkan menurut Cronbach (dalam Arifin, 2009) prestasi belajar berguna sebagai umpan balik bagi guru dalam mengajar, untuk keperluan diagnostik, untuk keperluan bimbingan dan penyuluhan, untuk keperluan seleksi, untuk keperluan penempatan atau penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum, dan untuk menentukan kebijakan sekolah.

  Matematika adalah bahasa simbolis untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan, yang memudahkan manusia berpikir dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Lerner, matematika merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. (Abdurrahman, 2003)

  Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil usaha yang diperoleh siswa setelah mengalami proses belajar di sekolah berupa perubahan atau pengembangan aspek pengetahuan yang dinyatakan dengan angka.

D. Efikasi Diri

  1. Pengertian Efikasi Diri Menurut Bandura (dalam Santrock, 2009), bahwa efikasi diri merupakan faktor penting yang menentukan apakah siswa akan berprestasi atau tidak. Dale Schunck telah menerapkan konsep efikasi diri pada berbagai aspek prestasi para siswa. Para siswa yang memiliki efikasi diri yang rendah, mungkin akan menghindari berbagai tugas belajar, khususnya tugas yang menantang. Sebaliknya, para siswa dengan efikasi diri tinggi akan menghadapi tugas tersebut dengan antusias. Para siswa dengan efikasi diri tinggi cenderung akan melakukan usaha dan bertahan lebih lama dalam menyelesaikan tugas dibandingkan para siswa dengan efikasi diri rendah. Sedangkan menurut Alwisol (dalam Anasia, 2011), bahwa efikasi diri sebagai penilaian kemampuan diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, mampu atau tidak mampu mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.

  Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuannya berdasarkan penilaian kemampuan diri, dalam megelola, dan melaksanakan tindakan yang dibutuhkan serta menguasai situasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  2. Dimensi-Dimensi Efikasi Diri Menurut Bandura (dalam Pinasti, 2011), bahwa kemampuan keyakinan akan kemampuan diri seseorang dapat bervariasi pada masing- masing dimensi. Dimensi-dimensi tersebut yaitu:

  a. Level/magnitude Dimensi ini berkaitan dengan kesulitan tugas dimana seseorang merasa mampu atau tidak untuk melakukannya, sebab kemampuan diri seseorang berbeda-beda. Konsep dalam dimensi ini terletak pada keyakinan seseorang atas kemampuannya terhadap tingkat kesulitan tugas. Jika seseorang dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka keyakinannya seseorang akan terbatas pada tugas yang mudah, sedang, hingga tugas yang paling sulit, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

  Keyakinan seseorang berimplikasi pada pemilihan tingkah laku sesuai dengan tingkat kesulitan suatu tugas. Seseorang terlebih dahulu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuannya. Rentang kemampuan seseorang dapat dilihat dari tingkat kesulitan yang bervariasi dari suatu tugas tertentu.

  b. Strength Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan seseorang mengenai kemampuannya. Efikasi diri yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman yang tidak mendukung, sebaliknya efikasi diri yang tinggi mendorong seseorang tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun pernah mengalami pengalaman yang kurang mendukung.

  c. Generality Dimensi ini berkaitan dengan keyakinan seseorang akan kemampuannya melaksanakan tugas di berbagai aktivitas dan situasi tertentu. Aktivitas dan situasi yang bervariasi menuntut, apakah seseorang merasa yakin atau tidak yakin atas kemampuannya dalam melaksanakan tugas.

  3. Fungsi Efikasi Diri Menurut Bandura (dalam Anasia, 2011), bahwa efikasi diri memiliki fungsi dan berbagai dampak dari penilaian efikasi diri sebagai berikut:

  a. Pemilihan aktivitas Dalam kehidupan sehari-hari, manusia seringkali dihadapkan dengan pengambilan keputusan, meliputi pemilihan tindakan dan lingkungan sosial yang ditentukan dari penilaian efikasi dirinya sendiri. Seseorang cenderung untuk menghindar dari tugas dan situasi yang diyakini melampaui kemampuan diri mereka, dan sebaliknya mereka akan mengerjakan tugas-tugas yang dinilai mampu. Efikasi diri yang tinggi akan dapat memacu keterlibatan aktif dalam suatu kegiatan atau tugas yang akan meningkatkan kompetensi seseorang.

  Sebaliknya, seseorang yang memiliki efikasi diri rendah akan menghidar dari lingkungan dan kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya.

  b. Usaha dan daya tahan Penilaian terhadap efikasi juga menentukan seberapa besar usaha yang dilakukan seseorang dan seberapa lama akan bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Semakin tinggi efikasi diri seseorang maka semakin besar dan gigih pula usaha yang dilakukan. Ketika menghadapi kesulitan, seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi tantangan tersebut, sedangkan orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi usahanya atau bahkan menyerah sama sekali.

  c. Pola berpikir dan reaksi emosional Penilaian seseorang mengenai kemampuan dirinya sendiri akan mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosional orang tersebut. Selain itu, dipengaruhi pula oleh interaksi aktual dan lingkungannya. Seseorang yang menilai dirinya memiliki efikasi diri rendah merasa tidak mampu dalam mengatasi masalah, hanya akan terpaku pada kekurangannya sendiri dan berpikir kesulitan yang mungkin terjadi lebih berat dari kenyataannya.

  Efikasi diri juga dapat membentuk pola berpikir kausal. Dalam mengatasi kesulitan, seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan menganggap kegagalan terjadi karena kurangnya usaha yang dilakukan, sedangkan orang yang memiliki efikasi diri rendah lebih menganggap kegagalan disebabkan kurangnya kemampuan yang dimiliki.

  d. Perwujudan kemampuan Efikasi diri dapat ditingkatkan dari fungsi psikososial seseorang. Seseorang yang merasa memiliki efikasi diri tinggi akan membentuk tantangan-tantangan terhadap dirinya sendiri yang menunjukkan minat dan keterlibatan dalam kegiatan. Jika mengalami kegagalan maka akan meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan, dan menjadikan kegagalan sebagai pendorong untuk mencapai keberhasilan, serta memiliki tingkat stres yang rendah bila menghadapi situasi yang menekan. Seseorang yang merasa memiliki efikasi diri rendah biasanya akan menghindari tugas yang sulit, sedikit usaha dan mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan, dan mudah mengalami stres dalam situasi yang menekan.

  4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri Menurut Bandura (dalam Anasia, 2011), bahwa efikasi diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: a. Pengalaman penguasaan (Mastery experiences)

  Pengalaman masa lalu memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap pengubah efikasi diri. Keberhasilan dalam prestasi (masa lalu) akan membangun efikasi diri yang kuat, sedangkan kegagalan

  (masa lalu) akan melemahkan efikasi diri, khususnya jika kegagalan terjadi sebelum keyakinan pada diri terbentuk.

  b. Pengalaman orang lain (Vicarious experiences) Pengalaman orang lain yang diperoleh melalui model sosial.

  Efikasi diri seseorang akan meningkat ketika mengamati (melihat) keberhasilan orang lain yang memiliki kemampuan yang sama dengan dirinya. Begitu pula sebaliknya, efikasi diri akan menurun ketika melihat kegagalan seseorang yang memiliki kemampuan yang sama dengan dirinya. Kesan yang ditimbulkan oleh modeling pada efikasi diri dipengaruhi dengan kuat oleh kesamaan akan kemampuan yang dimiliki orang lain dan dirinya. Semakin besar kesamaan yang dimiliki seorang model maka akan semakin mempengaruhi pada efikasi diri dari orang yang mengamati. Jika seseorang melihat model sosial yang diamati sangat berbeda dengan dirinya maka efikasi diri mereka tidak akan terpengaruh.

  c. Persuasi sosial (Social persuasion) Persuasi sosial berupa pemaparan mengenai penilaian secara verbal dan tindakan dari orang lain, baik secara disengaja maupun tidak disengaja. Sumber yang dipercaya sangat penting pengaruhnya dalam meningkatkan efikasi diri, semakin dipercaya sumber persuasi sosial maka akan semakin berpengaruh pada efikasi diri begitu pun sebaliknya. d. Kondisi fisik dan emosi (Somatic and emotional state) Faktor terakhir yang mempengaruhi efikasi diri adalah kondisi fisik dan emosi (somatic and emotional state). Seseorang juga mengandalkan pada kondisi fisik dan emosi untuk menilai kemampuannya. Reaksi stres dan ketegangan akan dianggap sebagai tanda bahwa ia akan memiliki penampilan yang buruk, sehingga akan menurunkan efikasi diri mereka. Dalam aktivitas seseorang membutuhkan kekuatan dan stamina, jika seseorang menampilkan rasa kelelahan, dan rasa sakit, maka orang akan menilai kelelahan dan rasa sakit sebagai tanda dari kelemahan. Dalam hal ini bukan reaksi fisik dan emosi yang penting, tetapi bagaimana seseorang mengetahui kondisi fisik dan emosi. Seseorang yang yakin akan kondisi emosi dan fisik, akan mempunyai efikasi diri yang lebih besar, sedangkan mereka yang ragu dengan keadaan mereka maka akan melemahkan efikasi diri mereka.

  Efikasi diri memiliki empat komponen pokok yaitu (1) pengalaman penguasaan merupakan sumber yang paling berpengaruh karena kegagalan atau kesuksesan pengalaman yang lalu akan menurunkan atau meningkatkan efikasi diri seseorang; (2) pengalaman orang lain merupakan sumber informasi melalui mengamati keberhasilan orang lain yang memiliki kemampuan sama dengan dirinya yang dapat dijadikan contoh dan motivasi pribadi; (3) persuasi sosial yaitu penilaian dari orang lain yang dapat membantu mendorong untuk mencapai kesuksesan, dan (4) kondisi fisik dan emosi merupakan status fisik dan emosi yang akan mempengaruhi kemampuan seseorang.

  Dengan demikian efikasi diri dapat ditingkatkan dengan menggunkan empat sumber informasi efikasi diri yaitu pengalaman penguasaan, pengalaman orang lain, persuasi sosial, serta kondisi fisik dan emosi.

  5. Kendala Efikasi Diri Menurut Partini (2012), kendala efikasi diri dalam proses belajar banyak ditemui siswa yang malas belajar, cepat bosan sehingga tidak mampu berlangsung lama. Menurut Marthinu (2013) kendala efikasi diri juga dapat ditemui dari guru yaitu kurangnya kreativitas guru dalam memilih strategi mengajar sehingga pencapaian tujuan pembelajaran masih jauh dari harapan.

  Menurut Endang (2012), siswa merasakan ketakutan. Rasa takut akan menimbulkan rasa cemas pada dirinya. Siswa yang diliputi oleh rasa takut ini, tidak yakin dan tidak percaya diri mengenai pemikirannya sehingga akan mencari tugas yang biasa. Sehingga siswa menjadi cepat menyerah, tergantung pada orang lain, memiliki pemikiran dangkal, dan menampilkan respon menghindar karena ketidakyakinannya mengenai pemikiran dan perasaanya atau merasa cemas.

  Menurut Anasia (2011), siswa akan mengeluarkan usaha yang sedikit ketika menghadapi kesulitan untuk menyelesaikan soal dan memiliki kecenderungan menunda yang tinggi. Sehingga dapat mendorong siswa untuk menarik diri dari kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya. Dan, merasa tidak mampu dalam mengatasi masalah, hanya akan terpaku pada kekurangannya dan berpikir kesulitan yang mungkin akan terjadi lebih berat dari kenyataannya.

  Menurut Widanarti (2002), tidak adanya perhatian, penerimaan, bantuan dan dukungan dari keluarga membuat seseorang merasa tidak aman dan tidak yakin dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Pengalaman gagal dalam menyelesaikan suatu tugas karena rendahnya dukungan dari keluarga menyebabkan semakin rendahnya keyakinan dalam diri dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Dan kurangnya teman sebaya yang memiliki kompetensi yang sama yang dapat dijadikan model yang sukses. Ketika siswa melihat kesuksesan siswa lain yang mempunyai kompetensi yang sama dengannya maka efikasi diri-nya meningkat. Namun ketika siswa melihat siswa lain yang memiliki kompetensi yang sama dengannya mengalami kegagalan maka efikasi diri- nya menurun.

  Menurut pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kendala efikasi diri antara lain adanya siswa yang malas belajar, cepat bosan, mudah menyerah, suka menunda, menarik diri dari kegiatan, memiliki rasa takut, kurangnya teman sebaya yang memiliki kompetensi yang sama, tidak adanya perhatian dan dukungan dari keluarga, serta kurangnya kreativitas guru dalam memilih strategi mengajar.

E. Kerangka Berpikir

  Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan diatas salah satu yang diharapkan dalam belajar matematika adalah prestasi belajar. Dalam belajar matematika banyak pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya pembelajaran koopertif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan konvensional. Pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan pembelajaran yang mengkombinasikan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang bekerjasama dalam satu perencanaan kegiatan pembelajaran, sedangkan konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru.

  Pembelajaan kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dapat mendorong siswa untuk lebih aktif atau lebih telibat dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok heterogen, dimana siswa yang kurang pandai dapat bertanya pada teman sekelompoknya yang lebih pandai untuk menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Melalui teman sendiri, siswa akan merasa nyaman dan tidak perlu malu. Di samping itu, guru dapat memberikan bantuan individual kepada siswa yang membutuhkan. Dengan pembelajaran kooperatif tipe TAI diharapkan siswa dapat meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik, karena mendorong siswa untuk terampil bekerjasama dalam menyelesaikan tugas matematika.

  Efikasi diri adalah keyakinan siswa akan kemampuan dirinya untuk mengatur dan melakukan suatu tindakan. Efikasi diri sebagai salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar siswa dalam menghadapi tugasnya. Efikasi diri ditentukan antara lain: pengalaman penguasaan, pengalaman orang lain, persuasi sosial, serta keadaan fisik dan emosi.

  Pengalaman penguasaan adalah pengalaman masa lalu atas kesuksesan atau kegagalan yang dirasakan oleh siswa. Keberhasilan yang pernah terjadi menyebabkan siswa melakukan usaha, bertahan lebih lama, memiliki perasaan tenang dalam menghadapi tugas, serta siswa lebih percaya diri untuk menyelesaikan tugas-tugas, sedangkan kegagalan menjadikan siswa menilai dirinya tidak mampu dalam mengatasi masalah dan berpikir kesulitan yang akan timbul lebih berat dari kenyataanya akibatnya siswa mudah cemas, atau tertekan. Persuasi sosial digunakan untuk meyakinkan bahwa siswa memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan tugas sebaik mungkin. Siswa yang berhasil diyakinkan secara verbal akan menunjukkan usaha ketika menghadapi kesulitan. Pengalaman orang lain bertujuan untuk melihat atau mengamati keberhasilan siswa lain yang memiliki kemampuan sama, sehingga dapat meyakinkan diri bahwa jika siswa lain dapat melakukannya maka siswa tersebut harus dapat melakukannya.

  Siswa yang memiiki efikasi rendah, mungkin akan menghindari berbagai tugas, khususnya tugas yang menantang. Sebaliknya, para siswa dengan efikasi tinggi akan menghadapi tantangan-tantangan tugas tersebut dengan antusias. Jadi siswa yang memiliki efikasi tinggi akan lebih merasa yakin untuk mengerjakan tugas matematika yang dihadapinya, sehingga siswa yang memiliki efikasi tinggi akan memperbesar usahanya agar dapat meningkatkan prestasi.

  Siswa yang memiliki efikasi tinggi dalam mengikuti proses pembelajaran kooperatif tipe TAI menjadi siswa lebih aktif dan siswa secara individu membangun keyakinan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas matematika, sehingga akan mengurangi rasa cemas atau takut terhadap pelajaran matematika yang banyak dialami oleh siswa, dan berakibat pada meningkatnya prestasi belajar. Sedangkan pembelajaran konvensional guru lebih aktif dalam proses pembelajaran, tanpa memperhatikan siswa secara individu, sehingga siswa kurang memahami materi dan siswa pasif dalam mengikuti proses pembelajaran, mengakibatkan prestasi belajar siswa menjadi kurang optimal.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan efikasi diri berperan penting dalam meningkatkan prestasi belajar matematika.

F. Materi Garis dan Sudut

  Standar Kompetensi: 5. Memahami hubungan garis dan sudut, garis dengan sudut, sudut dengan sudut, serta menentukan ukurannya Kompetensi Dasar:

  5.1 Menentukan hubungan antara dua garis, serta besar dan jenis sudut 5.2 memahami sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain Indikator:

  5.1.1 Menyebutkan pasangan sudut yang saling berpenyiku, berpelurus, dan bertolak belakang.

  5.1.2 Menentukan besar sudut yang saling berpenyiku

  5.2.1 Menyatakan pasangan sudut sehadap, dalam berseberangan, luar berseberangan, dalam sepihak, dan luar sepihak jika dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain.

  5.2.2 Menyebutkan sudut yang sama besar jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain.

  5.2.3 Menentukan besar sudut dari dua garis sejajar yang dipotong oleh garis lain

  dengan menggunakan sifat sudut yang terbentuk jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain.

G. Hipotesis

  Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

  1. Ada pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted

  Individualization ) terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Purwanegara.

  2. Ada pengaruh perbedaan efikasi diri terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Purwanegara.

  3. Ada interaksi pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted

  Individualization ) dan pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar

  matematika ditinjau dari efikasi diri siswa kelas VII SMP Negeri 1 Purwanegara.

Dokumen yang terkait

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (Team Assisted Individualization) DENGAN MEDIA TIRUAN UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII-B SMP NEGERI 1 KLAMPIS BANGKALAN

1 4 1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH

0 0 6

1 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA

1 1 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Materi Zat dan Wujudnya Siswa Kelas VII MTsN 2 Palangka Raya Tahun Ajaran 2013/2014. - Digital L

0 0 8

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian - Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Materi Zat dan Wujudnya Siswa Kelas VII MTsN 2 Palangka Raya Tahun Ajar

0 0 18

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian - Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Materi Zat dan Wujudnya Siswa Kelas VII MTsN 2 Palangka Raya Tahun Ajaran

0 0 61

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP MUHAMMADIYAH MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED IND

0 1 13

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (Team Assisted Individualization) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

1 1 17

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PAI SISWA KELAS VIII D DI SMP N 9 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20162017

0 1 140

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI PERSEGI PANJANG DI KELAS VII SMP NEGERI 16 PALEMBANG -

0 0 144