BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Komunikasi Matematis - PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING DENGAN STRATEGI PROBING PROMTING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DAN REGULASI DIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KEMBARAN - repository perpustakaan

  3

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut Mulyana (2008) komunikasi adalah proses berbagi makna melalui

  perilaku verbal dan nonverbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, siswa-siswa dapat menyampaikan informasi dengan bahasa matematika. Komunikasi matematis adalah suatu proses penting untuk mempelajari matematika karena melalui komunikasi siswa dapat memperjelas, memperluas dan memahami ide-ide matematis (Ontario Ministry of Education, 2010).

  Indikator kemampuan komunikasi matematis siswa menurut NCTM (2000) dapat dilihat dari :

  1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;

  2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya;

  3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan- hubungan dengan model-model situasi.

  Menurut Shadiq (2009), kemampuan komunikasi matematis merupakan proses memberi dan menyampaikan arti dalam menyampaikan pemahaman bersama. Untuk penyampaian pemahaman bersama dalam menyampaikan

  

11

  \ informasi atau mengkomunikasikan gagasan, antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Sejalan Soekamto (1992), komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain.

  Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa bahwa kemampuan komunikasi matematis secara tertulis adalah kemampuan siswa dalam merefleksikan gambar, tabel, grafik kedalam ide-ide matematika, memberikan penjelasan ide, konsep, atau situasi matematika dengan bahasa sendiri dalam bentuk penulisan secara matematik dan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Karena matematika merupakan suatu bahasa yang kaya akan simbol-simbol,simbol-simbol tersebut memiliki makna yang penting untuk dikomunikasikan. Adapun indikator kemampuan komunikasi yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini:

  a. Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika b. Menjalaskan ide situasi, dan relasi matematika secara tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.

  c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika .

d. Merespon persoalan atau situasi dalam bentuk argumen

  3

B. Regulasi Diri

  Regulasi diri adalah memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang dimaksud disini dapat berupa tujuan akademik maupun sosioemosional (Santrock, 2010). Menurut Ormrod (2008) untuk menjadi pembelajar yang benar-benar efektif, siswa harus terlibat dalam beberapa aktivitas mengatur diri (regulasi diri). Secara khusus perilaku pengaturan diri dalam belajar mencakup proses-proses berikut:

  1. Penetapan tujuan. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri (regulasi diri) yang baik maka akan tahu apa yang ingin mereka capai ketika belajar.

  2. Perencanaan. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri sebelum pembelajaran sudah mementukan bagaimana baiknya menggunakan waktu yang tersedia untuk tugas-tugas belajar.

  3. Motivasi diri. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri memiliki keyakinan atau rasa percaya diri akan kemampuan mereka menyelesaiakan tugas, dengan menggunakan strategi agar tetap terarah pada tugas.

  4. Kontrol atensi. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri akan berusaha memfokuskan perhatian mereka pada pelajaran yang sedang berlangsung dan memfokuskan pada tugas dengan mengoptimalkan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  5. Penggunaan strategi belajar yang fleksibel. Setiap peserta didik memiliki strategi belajar yang berbeda tergantung tujuan yang ingin mereka capai.

  6. Monitor diri. Peserta didik harus terus memonitor kemajuan meraka dalam kerangka tujuan yang telah ditetapkan.

  \

  7. Mencari bantuan yang tepat. Peserta didik yang memiliki pengaturan diri tidak selalu harus berusaha sendiri. Sebaliknya, mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan bantuan orang lain yang akan memudahkan mereka untuk bekerja secara mandiri dikemudian hari.Pembelajaran matematika yang berorientasikan pada kemampuan komunikasi matematis baik secara individu maupun kerlompok memungkinkan siswa untuk mencari bantuan yang tepat.

  Ini dapat meminimalisir kesalahpahaman serta mengasah ketrampilan komunikasi matematisnya.

  8. Evaluasi diri. Peserta didik yang mampu mengatur diri dapat menentukan apakah yang mereka pelajari itu telah memenuhi tujuan awal atau belum.

  Sehinggamereka juga dapat menggunakan evaluasi diri untuk menyesuaikan penggunaan berbagai strategi belajar.

  Aspek-aspek Regulasi Diri Siswa menurut Pintrich (Kuswana,2013) mencakup tiga aspek, yaitu: a. Metakognisi, yaitu kemampuan individu dalam merencanakan, melakukan pemantauan, dan pengamatan dalam aktivitas belajar, berpikir dan memilih strategi belajar.

  b. Motivasi, yang dimaksudkan motivasi dalam regulasi diri ini yaitu pendorong yang ada pada diri individu yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri (percaya diri), mengontrol diri, dan cara meningkatkan kesadaran diri untuk dapat mencapai keberhasilan.

  3

  c. Perilaku, yaitu upaya individu untuk mengatur diri, mengevaluasi diri, dan memanfaatkan lingkungan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar.

  Selain aspek-aspek terdapat pula proses perputaran. Faktor yang berpengaruh pada proses ini biasanya berubah selama proses pembelajarn dan memerlukan pengawasan dari guru. Proses perputaran dalam regulasi diri dapat dilihat pada fase gambar berikut:

  Kinerja atau kendali Pemikiran Refleksi diri

Gambar 2.1 Fase Regulasi Diri Siswa menurut Zimmerman

  Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa proses regulasi terdiri dari tiga tahap yang bersifat siklis. Pada fase pemikiran, siswa merancang tujuan yang hendak dicapai. Selain itu, siswa membuat perencanaan strategi yang hendak digunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada fase kinerja atau kendali, siswa menerapkan strategi yang sudah direncanakan. Berikutnya fase refleksi diri yaitu siswa melakukan evaluasi diri.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, regulasi diri siswa yaitu upaya yang dilakukan siswa untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar, mengatur diri dalam belajar, dan dapat mengelola lingkungan belajar yang kondusif untuk

  \ belajar dengan mengikutsertakan kemampuan metakognisi, yaitu bagaimana individu mengorganisasi, merencanakan, dan mengukur diri dalam beraktivitas.

  Motivasi mencakup strategi yang digunakan untuk menjaga diri. Berkaitan dengan perilaku adalah bagaimana individu menyeleksi, dan memanfaatkan lingkungan dalam mendukung aktivitasnya.

C. Model Pembelajaran Langsung

  Pembelajaran yang berorientasi pada guru adalah model pembelajaran langsung, dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru.

  Pembelajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat teacher

  

center. Menurut Arend (Trianto, 2009) bahwa model pembelajaran langsung

  adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu yang dapat berupa fakta konsep, prinsip, atau generalisasi) dan pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.

  Menurut Slavin (2003), langkah-langkah pembelajaran langsung adalah sebagai berikut :

  1. Menginformasikan tujuan pembelajaran kepada siswa Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari siswa

  2. Me-review pengetahuan dan ketrampilan Dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa.

  3

  3. Menyampaikan materi Dalam langkah ini, guru menyampaikan materi, menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, mendemonstrasikan konsep dan sebagainya.

  4. Melaksanakan bimbingan Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.

  5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih Dalam langkah ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok.

  6. Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik Guru memberikan review terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.

  7. Memberikan latihan mandiri Dalam langkah ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajarai.

  Tahapan pelaksanaan pembelajaran langsung menurut Majid (2014) adalah sebagai berikut : a. Guru menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

  b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan

  c. Membimbing pelatihan

  \ d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

  e. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan dan penerapan konsep Menurut Majid (2014), pembelajaran langsung mempunyai beberapa kelebihan, yaitu sebagai berikut :

  1) Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa, sehingga dapat mempertahankan focus mengenai apa yang harus dicapai siswa. 2) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil. 3) Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah. 4) Menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah) sehingga membantu sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.

  5) Model pembelajaran direct instruction (terutama kegiatan demonstrasi) dapat memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antar teori (hal yang seharusnya) dan observasi (kenyataan yang terjadi).

  Selain memiliki kelebihan-kelebihan tersebut, pembelajaran langsung juga memiliki kekurangan-kekurangan. Menurut Majid (2014), kekurangan- kekurangan, yaitu sebagai berikut :

  a) Sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.

  3

  b) Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka.

  c) Karena guru memainkan peran pusat, kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru.

  d) Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit, dan hanya akan mengingat sedikit isi materi yang disampaikan.

  Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dengan menggunakan waktu lebih efisien sehingga materi yang disampaikan lebih luas.

D. Problem Based Learning

  Problem based learning adalah suatu pembelajaran yang dimulai dengan

  disajikan suatu masalah yang relevan dan penting bagi siswa, dimana masalah tersebut merupakan pengalaman sehari-hari siswa. Menurut Finkle dan Torp (Shoimin,2014) menyatakan bahwa problem based learning merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari dan tidak terstruktur dengan baik. Selain itu, menurut Ibrahim dan Nur ( Rusman 2011), problem based learning adalah

  \ pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata.

  Menurut Margetson (Rusman, 2013)problem based learning membantu untuk meningkatkan perkembangan ketrampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, efektif, kritis dan belajar aktif. Problem based learning memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik disbanding pendekatan yang lain. Adapun karakteristik dari problem based learning menurut Min Liu (Shoimin,2014), yaitu, 1.

   Learning is student-centered

  Proses pembelajaran dalam problem based learning lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, problem

  

based learning didukung juga oleh teori kontruktivisme dimana siswa di

dorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

2. Authentic problems form the organizing focus for learning

  Masalah yang disajikan kepada siswa dalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti 3.

   New information is acquired through self-directed learning

  Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

  3

  4. Learning occurs in small groups

  Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, problem based learning dilaksanakan dalam kelompok kecil.Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

  5. Teachers act as facilitators

  Padapelaksanaanproblem based learning, guru hanya berperan sabai fasilitator.Meskipun begitu, guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong mereka agar mencapai target yang hendak dicapai.

  Dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas dengan menggunakan

  

problem based learning terdapat langkah-langkah yang akan dilaksanakan selama

  proses pembelajaran berlangsung. Langkah-langkah problem based learning menurut Arends (Warsono dkk,2013) : a. Fase 1 : Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa.

  Gurumembahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

  b. Fase 2 : Mengorganisasikan siswa untuk meneliti Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahan.

  c. Fase 3 : Membantu investigasi mandiri dan kelompok

  \ Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat,melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi terhadap masalah yang sedang dihadapi.

  d. Fase 4 : Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak- artefak yang tepat dapat berupa laporan, rekaman video,dan model-model.

  Dan membantu mereka untuk penyampaiannya kepada siswa lain.

  e. Fase 5 : Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Mengatasi Masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasi dan proses-proses yang mereka gunakan dalam menyelesaikan masalah yang mereka gunakan.

  Sintaks problem based learning menurut Jamie Kirkley (Kemendikbud, 2013) 1) Mengidentifikasi masalah 2) Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menyelekst informasi-informasi yang relevan 3) Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif-alternatif, tukar pikiran dan mengecek perbedaan pandang 4) Melakukan tindakan strategis 5) Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang dilakukan.

  3

  Selain itu, menurut Ibrahim dan Nur (Rusman,2014:243) menguraikan tahapan-tahapan problem based learning yaitu Tabel2.1 Langkah-langkah problem based learning

  Tahapan Perilaku Guru Fase 1 : Orientasi siswa kepada Menjelas kantujuan pembelajaran,

masalah menjelaskan logistik yg diperlukan, dan

memotivasi siswa untuk terlibat aktif.

Fase2: Mengorganisasikan Membantu peserta didik mendefinisikan

siswa dan mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut. Fase 3 : Membimbing Mendorong siswa untuk mengumpulkan

penyelidikan individu dan informasi yang sesuai, melaksanakan

kelompok eksperimen untuk mendapatkan penjelasan

. dan pemecahan masalah.

Fase 4: Mengembangkan dan Membantu siswa dalam merencanakan dan

menyajikan hasil karya menyiapkan karya yang sesuai seperti

laporan, model dan berbagi tugas dengan

teman.

Fase 5 : Menganalisa dan Membantu siswa untuk melakukan refleksi

mengevaluasi proses atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka

pemecahan masalah dan proses yang mereka gunakan.

  Menurut Kunandar (2007) model problem based learning memiliki kelebihan, antara lain: 1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.

  2) Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.

  3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna.

  \ 4) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari. 5) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sifat sosial yang positif di antara siswa. 6) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.

  Menurut Kunandar (2007) problem based learning memiliki kelemahan, antara lain: a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasakan enggan untuk mencoba.

  b) Keberhasilan pembelajaran melalui problem based learningini membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

  c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.

  Langkah-langkah pembelajaran dengan pembelajaran problem based

  

learning dalam penelitian ini adalah: 1) Langkah pertama: mengorientasi siswa

  pada masalah; 2) Langkah kedua: mengorganisasikan siswauntuk belajar; 3)Langkah ketiga: membimbing penyelidikan individu ataupun kelompok;4)

  3

  Langkah keempat: mempresentasikan hasil karya; 5) Langkah kelima: manganalisis dan mengevalusi proses pemecahan masalah.

  Keterkaitan Problem Based Learning dengan Kemampuan Komunikasi Matematika

  Menurut Ontario (2005: 23) indikator kemampuan komunikasi matematika yaitu kemampuan mengekspresikan mengorganisasikan ide dan pemikiran, mengkomunikasikan kepada orang lain, dan menggunakan istilah atau bahasa matematika. Indikator pencapaian pertama yaitu. kemampuan mengekspresikan dan mengorganisasikan ide dan pemikiran. Di dalam problem based learning, siswa diberikan masalah matematika, kemudian siswa diminta untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan gambar atau grafik. Hal ini otomatis melatih siswa untuk mengidentifikasi dan menerjemahkan soal ke dalam bentuk gambar. Selain itu, untuk mendukung pemahamannya, pada problem

  

based learning siswa dilatih untuk menyampaikan pendapatnya pada saat

  presentasi kelompok di akhir pembelajaran. Pada tahap ini, siswa selalu diarahkan untukmenggambarkan masalah di papan tulis terlebih dahulu, baru selanjutnya dijelaskan penyelesaiannya. Setelah presentasi ada tahap konfirmasi yang dilakukan guru sehingga siswa mengetahui letak kesalahan mereka danbagaimana gambar/penyelesaian yang tepat. Hal ini erat kaitannya dengan pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis mereka.

  Selanjutnya, kemampuan dalam menggunakan istilah atau bahasa matematika. Didalam problem based learning siswa dilatih melalui permasalahan autentik. Melalui permasalahan autentik, siswa belajar untuk menuliskan

  \ ide/gagasan mereka dengan cara mereka sendiri untuk kemudian disampaikan di depan kelas dan dikonfirmasi kebenarannya oleh guru. Soal disajikan dalam bentuk cerita agar siswa berlatih untuk menerjemahkan masalah, mengumpulkan informasi yang diperlukan, mencari penyelesaian yang sesuai, dan menyajikan kesimpulan. Hal ini melatih mereka menjelaskan ide, situasi, dan solusi matematika secara tulisan dan menggunakan simbol atau bahasa matematika secara tepat.

  Secara teori model pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan untuk melatihkan kemampuan komunikasi matematika karena dalam problem based

  

learning siswa diminta untuk memahami bagaimana cara mengekspresikan dan

  mengkomunikasikan baik secara lisan maupun tulisan dengan baik dan dapat menggunakan istilah ataupun simbol pada matematika.Oleh karena itu, guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan problem based learning yang akan mengarahkan siswa untukmempelajari ide-ide dan konsep-konsep matematika melalui permasalahan yang berkaitan dengan dunia nyata. Sehingga siswa akan berperan aktif untuk menemukan sendiri konsep tersebut, dengan demikian diharapkan siswa akan menjadi lebih mudah memahami konsep tersebut dan terbentuklah kemampuan komunikasi matematis yang baik.

E. Probing Prompting

  Menurut arti katanya, Probing adalah penyelidikan dan pemeriksaan sedangkan Prompting berarti mendorong atau menuntun. Pembelajaran dengan menggunakan strategi Probing Prompting berkaitan erat dengan pertanyaan. Pertanyaan yang dilontarkan saat pembelajaran disebut sebagai Probing Question.

  3

  Suherman (dalam Huda, 2013) mengemukakan bahwa Probing Question adalah pertanyaan yang sifatnya menggali untuk mendapatkan jawaban lebih mendalam dari siswa dengan bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat, dan beralasan. Secara lebih lanjut, Marno dan Idris (2010) mengemukakan bahwa Probing Question dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban murid. Jadi,

  

Probing Question dapat diartikan sebagai pertanyaan lanjutan yang bersifat

menggali dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas jawaban siswa.

  Pembelajaran dengan menggunakan strategi Probing Prompting berkaitan erat dengan pertanyaan yang dilontarkan saat proses pembelajaran berlangsung.

  Suyatno (2009) mengemukakan, Probing Prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali, sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.

  Dengan strategi ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, sehingga kemungkinan akan terjadi suasana tegang. Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya memberikan serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Tetapi apabila ada siswa yang menjawab salah harus tetap dihargai, karena siswa tersebut telah berpartisipasi aktif (Shoimin,2014).

  \ Pola umum dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi probing melalui tiga tahapan (Rosnawati, 2008:24), yaitu sebagai berikut:

  1. Kegiatan awal : Guru menggali pengetahuan prasyarat yang sudah dimiliki siswa dengan menggunakan teknik probing. Hal ini berfungsi untuk introduksi, revisi dan motivasi. Apabila prasyarat telah dikuasi siswa maka langkah yang keenam dari tahapan teknik probing tidak perlu dilaksanakan. Untuk memotivasi siswa, pola probing cukup tiga langkah saja yaitu langkah 1, 2, dan 3.

  2. Kegiatan inti : pengembangan materi maupun penerapan materi dilakukan dengan menggunakan teknik probing.

  3. Kegiatan akhir : teknik probing digunakan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam belajarnya setelah siswa selesai melakukan kegiatan inti yang telah ditetapkan sebelumnya. Pola meliputi ketujuh langkah itu dan diterapkan terutama untuk ketercapaian indikator.

  Adapun langkah-langkah strategi Probing Prompting menurut Sudarti (Huda, 2014), yaitu:

  a. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan membeberkan gambar, rumus, atau situasi lain yang mengandung permasalahan.

  b. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskan permasalahan.

  c. Guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus atau indikator kepada seluruh siswa.

  3

  d. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil.

  e. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.

  f. Jika jawabannya tepat,maka menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil.

  g. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.

  h. Jika jawabannya tepat, maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun, jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawaban atau jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyan-pertanyaan lainyang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaianjawaban. i. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa.

  Kelebihan dan kekurangan Probing Prompting menurut (Shoimin, 2014), yaitu 1) Kelebihan Probing Prompting a) Mendorong siswa aktif berpikir.

  b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas sehingga guru dapat menjelaskan kembali.

  c) Perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromikan atau diarahkan.

  \ d) Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.

  2) Kelemahan Probing Prompting

  a) Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada tiap siswa.

  b) Siswa merasa takut, apalagi bila guru kurang dapat mendorong siswa untuk berani, dengan menciptakan suasana yang tidak tegang, melainkan akrab.

  c) Waktu sering banyak terbuang apabilasiswa tidak dapat menjawab pertanyaan sampai dua atau tiga orang.

F. Problem Based Learning (PBL) dengan Strategi Probing Prompting

  Problem based learning menggunakan strategi Probing Prompting

  merupakan suatu model pembelajaran yang berorientasi pada masalah dunia nyata untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dan regulasi diri yang dikombinasikan dengan pemberian pertanyaan yang bersifat menggali, mengarahkan, serta menuntun sehingga siswa dapat memperoleh informasi serta pengetahuan. Pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan strategi Probing-Prompting juga dapat memotivasi siswa untuk memahami suatu permasalahan dengan lebih mendalam, sehingga siswa mampu mencapai jawaban yang dituju. Problem based learning menggunakan strategi dicirikan dengan adanya 1) pengajuan masalah yang

  Probing Prompting

  berorientasi pada kehidupan sehari-hari, 2) pemberian pertanyaan yang bersifat menggali pengetahuan dan mengarahkan siswa dalam menemukan solusi, 3) pemberian kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dan melakukan

  3

  penyelidikan, serta 4) memberi kesempatan pada siswa untuk melaporkan hasil dari diskusi dalam rangka menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan.

Tabel 2.2 Langkah-langkah Problem Based Learning dengan Strategi

  Probing Prompting

Tahapan Perilaku Guru Perilaku Siswa

Fase 1 Orientasi siswa pada masalah Guru menghadapkan siswa dalam situasi baru, misal memberikan gambar, rumus, atau situasi lain yang mengandung permasalahan. Guru membagi siswa ke dalam kelompok diskusi kecil. Guru memberikan penjelasan tentang alur pembelajaran pada pertemuan ini. Serta guru memandu jalannya pembelajaran. Siswa diberikan kesempatan untuk mengidentifikasi masalah yang diberikan guru dan merancang strategi penyelesainnya secara mandiri,sebelum berdiskusi dengan kelompoknya.

  Siswa mencermati masalah yang diberikan oleh guru Siswa membentuk kelompok Siswa mendengarkan penjelasan dari guru tentang alur pembelajarannya Siswa mengidentifikasi masalah yang diberikan oleh guru dan siswa merancang strategi penyelesaiannya

  Fase 2 Mengorgan isasikan siswa untuk belajar Guru mengarahkan siswa untuk memahami permasalahan Guru menunggu beberapa saat untuk melakukan diskusi kecil dalam menyimpulkan materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran kepada seluruh siswa

  Siswa memahami masalah yang diberikan oleh guru Siswa menyimpulkan materi pembelajaran Siswa mengidentifikasi soal yang diberikan oleh guru

  Fase 3 Membantu penyelidika n mandiri dan kelompok Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi Guru berkeliling dan membantu siswa yang mengalami kesulitan Siswa merumuskan jawaban dari soal yang diberikan oleh guru

  Fase 4 Mengemba ngkan dan menyajikan hasil karya

  Guru menunjuk salahsatu kelompok secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati,mencermati, membandingkan dan menanggapi hasil presentasi.

  Siswa mempresentasikan hasil pekerjaannnya Siswa memberi tanggapan, dan pertanyaan

  \

  

Tahapan Perilaku Guru Perilaku Siswa

Fase 5 Guru membahas bersama hasil Siswa melakukan Menganalis diskusi kelompoknya dan guru refleksi terhadap hasil a dan membantu siswa untuk melakukan pekerjaannya mengevalu refleksi hasil penyelidikannya serta

  Siswa mengerjakan soal asi proses proses pembelajaran yang telah yang diberikan oleh pemecahan dilaksanakan. guru masalah

  Guru memberikan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut telah dipahami oleh seluruh siswa G.

   Penelitian Relevan

  Idola (2014) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis SMP yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa SMP dengan pembelajaran langsung. Siswa pada kelas pembelajaran berbasis masalah mengalami peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang lebih tinggi daripada siswa pada kelas pembelajaran langsung.

  Nani (2012) meneliti tentang Konstruksi Self-Regulation Skill dan Help-

  

Seeking Behavior dalam Pembelajaran Matematika, diperoleh hasil bahwa

  pengoptimalan terbentuknya regulasi diri pada siswa akan meningkatkan kualitas dalam pemecahan masalah matematika dan mempengaruhi peningkatan kualitas pembelajaran matematika itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa regulasi diri memiliki peran penting dalam pencapaian hasil belajar secara umum, termasuk dalam pembelajaran matematika.

  Fachrurazi (2011) menyatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar matematika

  3

  menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Siswa pada kelas pembelajaran berbasis masalah mengalami peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang lebih tinggi daripada siswa pada kelas konvensional.

  Utari(2015) menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi kubus dan balok menggunakan pembelajaran

  

Probing Promting berbasis etnomatenatika lebih baik dari rata-rata kemampuan

  komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi kubus dan balok dengan pembelajaran langsung.

  Persamaan penelitian terdahulu dengan yang saya teliti terletak pada modelnya sama. Perbedaannya pada penerapan strategi pembelajaran yaitu peneliti yang sebelumnnya hanya menggunakan modelnya problem based

  

learning dan kemampuan komunikasi matematis. Dengan demikian, peneliti ingin

  melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh model Problem Based Learning (PBL) dengan strategi Probing Promting terhadap kemampuan komunikasi matematis dan regulasi diri siswa .

H. Kerangka Pikir

  Pembelajaran matematika selama ini cenderung menghafalkan rumus, mengulang, dan menyebutkan definisi tanpa memahami konsepnya. Sehingga diperlukan strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut karena strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Dalam pemilihan strategi pembelajaran, guru hendaknya lebih selektif, sebab pemilihan strategi

  \ pembelajaran yang tidak tepat justru menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru salah satunya yaitu strategi probing prompting. Strategi probing prompting adalah pembelajaran guru menyajikan serangkian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir mengaitkan pengetahuan baru dengan yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengonstruksi konsep

  • – prinsip
  • – aturan menjadi pengetahuan baru. Selain strategi, untuk mengoptimalkan tercapainya tujuan pembelajaran diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang mendukung selama proses pembelajaran salah satunya yaitu model problem

  

based learning . Model problem based learning merupakan model pembelajaran

dengan menggunakan permasalahan nyata sebagai titik awal pembelajaran.

  Dengan adanya permasalahan, siswa belajar untuk mencari penyelesaian masalah melalui penyelidikan dan belajar dalam kelompok.

  Kemampuan komunikasi merupakan aspek penting untuk dilatih dan dikembangkan melalui belajar matematika. Dengan demikian, guru dapat melihat sejauh mana siswa memahami materi yang diberikan melalui kemampuan komunikasi matematika siswa. Dengan dimilikinya kemampuan komunikasi matematis, siswa mampu menyampaikan intruksi atau mengkomunikasikan gagasan, diantaranya melalui pembicaraan lisan, grafik, diagram dalam belajar.

  Selain itu kemampuan regulasi diri (pengaturan diri) perlu dimiliki setiap siswa karena regulasi diri merupakan salah satu indikator keberhasilan siswa, dengan cara menerapkan tujuan pada proses belajarnya dan berusaha untuk mengontrol,

  3

  mengatur, memotivasi, dan merencanakan diri dalam belajarnya untuk menghasilkan tujuan belajar yang diinginkan.

  Langkah awal dalam pembelajaran mengunakan model problem based

  

learning dengan strategi Probing Prompting yaitu orientasi pada siswa. Pada

  tahap ini guru memberikan gambaran, rumus, atau situasi lain yang mengandung permasalahan. Sehingga siswa akan dapat menyatakan situasi atau ide matematika dalam konteks nyata dan juga siswa dapat mengatur strategi yang baik untuk belajar. Pada langkah kedua yaitu mengorganisasikan siswa untuk belajar, pada langkah ini siswa dituntut untuk bertanya yang bertujuan agar siswa aktif dalam pembelajaran dan guru memeberikan materi pembelajaran kepada siswa. Langkah ketiga yaitu membantu penyelidikan mandiri dan kelompok, pada langkah ini siswa mengajukan persoalan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban sehingga siswa dapat menjelaskan suatu permasalahan. Langkah keempat yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya pada langkah ini guru menunjuk salah satu siswa untuk mempresentasikan jawaban sehingga akan melatih siswa untuk menyusun argumen atau mengungkapkan pendapat. Langkah terakhir yaitu menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah pada langkah ini guru memberikan pertanyaan akhir sehingga siswa dituntut untuk lebih aktif lagi dalam pembelajaran sehingga siswa mampu menyelesaikan persoalan dengan strategi belajar yang sudah direncanakan.

  Dengan adanya pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan strategi probing prompting diduga mampu membantu kemampuan

  \ komunikasi matematis siswa dan reguasi diri siswa menjadi lebih baik. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kerangka pikir bahwa melalui pembelajaran model problem based learning dengan strategi probing prompting dapat berpengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa dan regulasi diri siswa.

I. Hipotesis Penelitia

  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono 2014: 99).

  Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas maka diduga:

  1. Capaian kemampuan komunikasi matematis yang mengikuti pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan strategi probing promting lebih baik dari pada kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran langsung.

  2. Capaian regulasi diri siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model

  

problem based learning dengan strategi probing promting lebih baik dari pada

regulasi diri siswa yang mengikuti pembelajaran langsung.