EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN SELF CONCEPT SISWA

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODELPROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

MATEMATIS DANSELF CONCEPTSISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014-2015)

Oleh Dian Maharani

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model problem based learning dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self conceptsiswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015 yang terdistribusi dalam lima belas kelas. Sampel penelitian ini ditentukan dengan teknikpurposive sampling. Desain penelitian ini adalah one group pretest posttes design. Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa model problem based learning efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis, namun tidak efektif untuk meningkatkan self concept siswa. Selain itu, persentase siswa tuntas belajar setelah mengikuti modelproblem based learningsama dengan 60% jumlah siswa.


(2)

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODELPROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

MATEMATIS DANSELF CONCEPTSISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014-2015)

Oleh Dian Maharani

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(3)

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODELPROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

MATEMATIS DANSELF CONCEPTSISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014-2015)

(Skripsi)

Oleh

DIAN MAHARANI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis... 10

2. Self ConceptSiswa... 14

3. ModelProblem Based Learning... 18

3.1 Pengertian ModelProblem Based Learning... 18

3.2 Karakteristik ModelProblem Based Learning ... 19

3.3 Tahapan Pembelajaran ModelProblem Based Learning ... 21

3.4 Kelemahan dan Kelebihan ModelProblem Based Learning... 23

4. Efektivitas Pembelajaran... 24

B. Kerangka Pikir ... ... 25

C. Anggapan Dasar ... 28


(5)

ii

III. METODE PENELITIAN... 30

A. Populasi dan Sampel ... 30

B. Desain Penelitian ... 30

C. Data Penelitian ... 31

D. Teknik Pengumpulan Data ... 31

E. Instrumen Penelitian ... 32

F. Prosedur Penelitian... 42

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 44

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Hasil Penelitian ... 50

B. Pembahasan... 57

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Simpulan... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(6)

iv DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran ... 73

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 77

Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 102

Lampiran B.1 Soal Tes Kemampuan Awal BKM Siswa... 126

Lampiran B.2 Soal Tes Kemampuan Akhir BKM Siswa ... 132

Lampiran B.3 Form Validasi Soal Tes Kemampuan Awal BKM Siswa... 143

Lampiran B.4 Form Validasi Soal Tes Kemampuan Akhir BKM Siswa ...144

Lampiran B.5 Instrumen Non Tes (SkalaSelf ConceptSiswa) ... 145

Lampiran C.1 Perhitungan Reliabilitas Tes Hasil Uji Coba ... 152

Lampiran C.2 Perhitungan Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 158

Lampiran C.3 Nilai Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 161

Lampiran C.4 Normalitas Data Kemampuan Awal BKM Siswa ... 162

Lampiran C.5 Normalitas Data Kemampuan Akhir BKM Siswa... 166

Lampiran C.6 Homogenitas Varians Populasi Kemampuan BKM Siswa... 170

Lampiran C.7 Uji Kesamaan Dua Rata-rata BKM Siswa... 173

Lampiran C.8 Uji Proporsi Kemampuan Akhir BKM Siswa ... 175

Lampiran C.9 Skor Per indikator Kemampuan Awal BKM Siswa ... 177

Lampiran C.10 Skor Per Indikator Kemampuan Akhir BKM Siswa ... 179


(7)

v

Lampiran C.12 Normalitas Data Skor AwalSelf Concept Siswa ... 182

Lampiran C.13 Normalitas Data Skor AkhirSelf Concept Siswa ... 186

Lampiran C.14 Homogenitas Varians Populasi Self ConceptSiswa ... 190

Lampiran C.15 Uji Kesamaan Self Concept Siswa... 192

Lampiran C.16 Data Skor AwalSelf Concept Siswa... 194

Lampiran C.17 Data Skor AkhirSelf Concept Siswa ... 195

Lampiran D.1 Surat Izin Penelitian... 196


(8)

i DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Indikator Self Concept Matematis Siswa ... 18

Tabel 2.2 Tahapan ModelProblem Based Learning... 22

Tabel 3.1 Desain Penelitian... 31

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan BKM Siswa ... 34

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas ... 36

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda... 37

Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 38

Tabel 3.6 Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Awal BKM Siswa ... 39

Tabel 3.7 Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Akhir BKM Siswa... 40

Tabel 3.8 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ... 45

Tabel 3.9 Hasil Uji Homogenitas Varians Populasi... 47

Tabel 4.1 Data Nilai Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 50

Tabel 4.2 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-Rata BKM Siswa ... 52

Tabel 4.3 Hasil Uji Proporsi Data Kemampuan Akhir BKM Siswa... 53

Tabel 4.4 Pencapaian Indikatos Berpikir Kreatif Matematis Siswa... 53

Tabel 4.5 Data SkorSelf ConceptMatematis Siswa ... 54

Tabel 4.6 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-RataSelf ConceptMatematis Siswa 55 Tabel 4.7 Pencapaian IndikatorSelf ConceptMatematis Siswa ... 56


(9)

(10)

(11)

(12)

MOTO

BISMILLAH....

Amalkan dan Terbarkanlah Ilmu yang Kau

Miliki maka Kau Akan Merasakan Kebahagiaan


(13)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, dengan kerendahan hati dan ucapan syukur kehadirat Allah SWT serta dengan penuh rasa cinta, kupersembahkan karya sederhana ini

kepada:

Bapak dan Ibu Tercinta, yang senantiasa mendoakanku dan tidak pernah letih memberikan semangat, kasih sayang, serta melakukan yang terbaik demi

kesuksesanku.

Kakek dan Nenek Tercinta, yang senantiasa mendoakan keberhasilanku. Om Santo dan Mbak Endang Tersayang yang senantiasa mendo akan dan

mendukungku.

Adik-adikku Tersayang: Chindy Aulia Pratiwi, Muhammad Rizky Ramadhani, dan Maulidya Andini yang senantiasa memberi semangat saat aku

jatuh dan mengingatkanku untuk menjadi teladan bagi mereka. Semangat ya sayang, kamu juga akan berhasil.

Para Pendidik Terhebat yang telah mendidikku dengan ketulusan dan kesabaranya, serta menjadi inspirasi untukku.

Sahabat-Sahabatku Tersayang yang senantiasa mengingatkan kesalahanku,


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mulyaasri, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung, pada 23 September 1993. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Harun dan Ibu Jumini. Penulis memiliki tiga orang adik bernama Chindy Aulia Pratiwi, Muhammad Rizky Rhamadani, dan Maulidya Andini.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal Taman Kanak-kanak (TK) Bustanul Atfal pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Mulyaasri, Tulang Bawang Tengah dan lulus pada tahun 2006. Tahun 2009, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Tulang Bawang Tengah dan menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2011 di SMA Negeri 1 Tumijajar, Tulang Bawang Barat.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan melalui jalur Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNMPTN) Undangan Universitas Lampung tahun 2011. Selama menjadi mahasiswa, penulis dipercaya untuk menjadi laboran di Laboratorium Pendidikan


(15)

Matematika. Selain itu, penulis juga dipercaya untuk menjadi asisten mata kuliah kalkulus 1 program studi pendidikan matematika.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) di Desa Tangkit Serdang, Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus, sekaligus melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 3 Pugung, Tanggamus tahun 2014.

Selama kuliah, penulis pernah bergabung menjadi Eksakta Muda Himasakta dan Forum Pembinaan Pengembangan Islam (FPPI) Unila periode 2011-2012, Anggota Keluarga Muda Birohmah Unila Tahun 2011-2012, Anggota Divisi Penelitian dan Pengembangan Himasakta dan Anggota Bidang Kaderisasi FPPI periode 2012-2013, Anggota Panitia Khusus Pemira FKIP XIII Tahun 2012, Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Mahasiswa FKIP Tahun 2013-2014, dan Sekretaris Komisi Hubungan Luar Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Lampung Tahun 2014-2015. Selain aktif di organisasi internal kampus, penulis juga aktif di organisasi eksternal kampus seperti Ikatan Mahasiswa Tulang Bawang Barat (IKAM TUBABAR) periode 2012-2013.


(16)

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Penerapan Model Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Self Concept Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015).”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Kedua Orang tuaku tersayang dan adik-adikku tercinta atas do’a, semangat,

dan kasih sayang yang tak pernah berhenti mengalir.

2. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi akademik, memberikan perhatian, dan memotivasi penulis selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

3. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk konsultasi, bimbingan, memberikan wawasan, perhatian, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini selesai.

4. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk konsultasi, bimbingan, dan memberikan ilmu,


(17)

motivasi, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.

5. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.

6. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta Wakil Dekan dan staffnya.

7. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA.

8. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika.

9. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis dan menjadi inspirasi bagi penulis dalam menuntut ilmu.

10. Ibu Siti Chaeratini, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 19 Bandar Lampung yang telah memberikan izin penelitian.

11. Ibu Dewiyani, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak memberikan arahan dan masukan penelitian.

12. Keluarga Besar Bapak Wardhani di Kos Tidar yang telah memberikan do’a, semangat, dan dukungan selama menyelesaikan pendidikan.

13. Keluarga Besar Tidar: Marsiyamsih, Mbak Shinta, Jemme, Mbak Reti, Mbak Vera, Susi, Fifi, Vitri, Dewi, Tia, dan Lia yang telah memberikan do’a, nasihat, dan semangat selama menyelesaikan skripsi ini.

14. Seluruh masyarakat Pekon Tangkit Serdang Tanggamus, yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan do’a selama melaksanakan KKN.


(18)

15. Sahabat-sahabatku tercinta: Eni Kartika, Winda Anggraini, Suci Rohani, Indah Damayanti, Desy Rahmawati (Rumbingers), Rifky Amalia, Ahmad Maghfuri, dan Panjiatas kebersamaan terindah, semangat, kasih sayang dan do’a.

16. Sahabat-sahabat KKN Pekon Tangkit Serdang: Wulandari, Nuraini, Meiysi Ardhina, Ika Nurul Sannah, Indri, Ratih Novitasari, Ratih Yunitasari, Suhanda, dan Parlin, yang telah mengabdikan ilmu bersama-sama.

17. Keluarga besar MEDFU, FPPI FKIP Unila, HIMASAKTA Unila, PANSUS XIII FKIP Unila, DPM FKIP Unila, BIROHMAH dan DPM U KBM Unila yang telah memberikan banyak sekali pengalaman berorganisasi.

18. Teman-teman seperjuangan, pendidikan Matematika 2011 Kelas A dan B: Ansori, Aulia, Selvy, Ikhwan, Abi, Heizlan, Panji, Gilang, Ade, Ayu Anindra, Sekar, Tiara, Citra, Lidia, Rizka, Novi, Emilda, Dina Eka, Shela, Siti, Yola, Florensia, Desy, Eni, Winda, Indah, Suci, Muti’ah, Istasari, Niluh, Agung, Agus, Aliza, Anita, Ayu Febriyanti, Ayu Tamyah, Bayu, Citra, Enggar, Desrina, Dewi, Didi, Dina Eka, Hani, Emi, Enggar, Fitri, Fuji, Ismi, Latifah, Hasbi, Yusuf, Yulisa, Ratna, Niluh, Nourma, Pobby, Ria, Rizka, Rosalia, Siska, Iwan, I Gede, Titi, Veni, Venti, Wulan, Yulisa, atas kebersamaannya dalam menuntut ilmu dan menggapai impian.

19. Kakak-kakak angkatan 2009-2010 dan adik-adik angkatan 2012-2014 yang telah menemani perjuanganku.

20. Siswa-siswi SMPN Negeri 3 Pugung dan SMPN 19 Bandarlampung. 21. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.


(19)

Semoga dengan kebaikan, bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.

Bandarlampung, Juni 2015 Penulis,


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan disiplin ilmu yang sifatnya terstruktur dan terorganisasi dengan baik, mulai dari konsep atau ide yang tidak terdefinisi sampai dengan yang terdefinisi dengan jelas. Selain itu, kebenaran dari konsep atau ide matematika diperoleh berdasarkan penalaran deduktif, sehingga harus dibuktikan secara logis dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003) yang menyatakan bahwa unsur utama matematika adalah penalaran deduktif yang berdasarkan pada asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya.

Matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini karena melalui belajar matematika siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, kritis, dan kreatif secara cermat dan objektif dalam menyelesaikan masalah. Selain itu, dalam pembelajaran matematika siswa akan mengenal hubungan dan pola generalisasi pengalaman, sehingga mereka dapat meningkatkan kreativitas dan kesadarannya terhadap perkembangan sosial budaya masyarakat. Dengan demikian, siswa mampu menghadapi berbagai perubahan di dunia yang selalu berkembang.


(21)

2 Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan siswa untuk menuangkan ide atau gagasan yang kreatif dalam menemukan pemecahan masalah matematis yang bervariasi. Menurut Rahman (2012) kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat dari kelancaran siswa dalam menyelesaikan masalah dengan tepat, melalui cara yang tidak baku atau luwes. Selain itu, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif akan memerinci dan memperluas jawaban dengan menggunakan bahasa, cara, atau idenya sendiri. Dalam pembelajaran matematika, siswa sering dihadapkan pada suatu masalah rutin maupun non rutin. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kreatif matematis sangat dibutuhkan untuk merangsang siswa dalam menemukan solusi yang beragam.

Berdasarkan uraian di atas, siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis. Namun kenyataannya, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa masih lemah. Berdasarkan hasil The Trend International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011, Indonesia menduduki peringkat ke-38 dari 42 negara dengan nilai rata-rata 386 (Kompas: 14 Desember 2012). Demikian juga dengan hasil Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2012, Indonesia hanya menduduki rangking 64 dari 65 negara peserta (OECD: 2013). Menurut Wardhani dan Rumiati (2011: 23-24), soal-soal pada TIMSS dan PISA substansinya kontekstual, menuntut penalaran, argumentasi, dan kreativitas dalam menyelesaikanya. Soal matematika dalam TIMSS mengukur tingkatan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah yang sederhana sampai masalah yang membutuhkan penalaran tingkat tinggi, sedangkan soal-soal matematika dalam PISA mengukur kemampuan menalar, berargumentasi dan menggunakan matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari.


(22)

3 Selain kemampuan berpikir kreatif, terdapat aspek psikologi yaitu self concept yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Self concept merupakan penilaian seseorang mengenai kemampuan dirinya sendiri dalam bidang tertentu. Menurut Douglas (2000: 6), mathematics self-concept yaitu penilaian seseorang mengenai kemampuannya belajar matematika. Self concept merupakan hasil dari pengalaman siswa berinteraksi di dalam kelas. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Brooks dalam Rakhmat (2012: 98) yang menyatakan bahwa self concept adalah persepsi tentang diri seseorang yang bersifat fisik, psikologi, maupun sosial sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Siswa yang memiliki self concept positif terhadap matematika maka ia akan menunjukkan sikap percaya diri dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah matematika.

Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, siswa seharusnya memiliki self concept positif terhadap matematika. Namun kenyataannya, sebagian besar siswa menganggap matematika itu sulit. Hal ini dapat diketahui dari penelitian Coster dalam Salamor (2013) yang menyatakan bahwa sebagian besar siswa merasa cemas jika mempelajari matematika. Kecemasan tersebut menyebabkan siswa tidak percaya diri dalam menghadapi masalah matematika. Selain itu, siswa merasa tidak mampu dan menyerah atau bahkan menolak untuk mengerjakan soal matematika di depan kelas.

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan berpikir kreatif dan self concept siswa yaitu mayoritas pembelajaran di Indonesia masih berpusat pada guru, sehingga kesempatan siswa untuk berinteraksi dengan teman-temannya


(23)

4 sangat terbatas. Hal ini menyebabkan self concept siswa tidak dapat berkembang dengan baik. Dalam kegiatan pembelajaran, guru terbiasa memberikan soal-soal rutin yang mengakibatkan siswa hanya dapat menyelesaikannya dengan cara yang telah dicontohkan oleh guru. Selain itu, materi pembelajaran hanya bersifat konvergen sehingga kreativitas siswa untuk menggali ide-ide, memunculkan kemungkinan, dan mencari jawaban benar daripada satu jawaban dianggap bukanlah sesuatu hal yang penting. Hal tersebut karena guru lebih mengutamakan keterampilan analisis dan logika serta komputasi siswanya daripada kemampuan berpikir kreatif matematis.

Dengan demikian, agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai dengan baik maka diperlukan perbaikan proses pembelajaran. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika yaitu guru harus lebih selektif dalam memilih model pembelajaran yang efektif. Dengan model pembelajaran matematika yang efektif maka diharapkan siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept yang positif. Sutikno (2005) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar dan mengembangkan kemampuan berpikir aktif, kreatif, dan kritis dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Model problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan permasalahan nyata untuk membentuk siswa belajar mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, kritis, dan terampil dalam menyelesaikan masalah matematika. Selain itu, problem based


(24)

5 learning menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata, artefak atau peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan, kemudian didemonstrasikan kepada teman-temannya (Arends, 2008: 42).

Problem based learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir divergen dalam menyelesaikan masalah matematika. Oleh karena itu, siswa dapat menuangkan ide-ide kreatif dalam menemukan berbagai kemungkinan solusi pemecahan masalah matematis. Selain itu, siswa akan lebih sering berinteraksi dengan teman-temannya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan saat berdiskusi kelompok. Siswa juga akan mengevaluasi dan merefleksi proses pemecahan masalah yang telah mereka lakukan. Dengan demikian, siswa dapat mengetahui dan menilai kemampuan matematika yang dimilikinya.

Berdasarkan karakteristik model problem based learning di atas, maka diduga model pembelajaran tersebut efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa. Dalam penelitian ini, problem based learning efektif diterapkan jika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa. Selain itu, problem based learning efektif jika jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) lebih dari 60% jumlah siswa dalam satu kelas. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mitra diketahui bahwa pembelajaran matematika di SMPN 19 Bandarlampung dikatakan efektif jika siswa tuntas belajar dengan KKM lebih dari atau sama dengan 70.


(25)

6 Berdasarkan hasil wawancara dengan dewan guru bidang studi matematika di SMPN 19 Bandarlampung, dapat diketahui bahwa mayoritas siswa mengalami kesulitan untuk menyelesaikan masalah yang disajikan dalam bentuk soal cerita dan soal-soal non rutin. Meskipun guru sudah sering memberikan soal cerita setiap di akhir kegiatan belajar mengajar, namun siswa belum mampu memahami maksud soal yang disajikan. Akibatnya, siswa tidak dapat memilih prosedur penyelesaian yang tepat dan hanya dapat mengerjakan soal-soal rutin yang diberikan oleh guru. Hal tersebut menjadi indikator bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa di SMPN 19 Bandarlampung masih rendah.

Selain kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang masih rendah, self concept siswa SMPN 19 Bandarlampung juga masih tergolong negatif terhadap pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil angket yang telah disebarkan di kelas, dapat diketahui bahwa banyak siswa yang tidak yakin dengan kemampuannya di bidang matematika, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk menuangkan ide-ide yang dimiliki dengan bahasa matematika. Siswa seringkali menyerah jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Selain itu, siswa tidak berani mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas jika mereka tidak yakin dengan jawaban yang telah mereka dapatkan. Sikap siswa yang demikian menunjukan bahwa self concept siswa terhadap matematika masih negatif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa siswa SMPN 19 Bandarlampung memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis yang rendah. Selain itu, sebagian besar siswa memiliki self concept negatif terhadap


(26)

7 pembelajaran matematika. Oleh karena itu, peneliti melakukan studi eksperimen mengenai efektivitas model problem based learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa di SMP Negeri 19 Bandarlampung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah penerapan model problem based learning efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa?”

Dari rumusan masalah di atas, dapat diuraikan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa setelah penerapan model problem based learning lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sebelum penerapan problem based learning?

2. Apakah persentase siswa tuntas belajar pada kelas yang menggunakan problem based learning lebih dari 60% dari jumlah siswa?

3. Apakah self concept siswa setelah penerapan problem based learning lebih tinggi daripada self concept siswa sebelum penerapan problem based learning?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa.


(27)

8 D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkembangan pembelajaran matematika yang berkaitan dengan efektivitas penerapan model problem based learning serta keterkaitannya dengan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa terhadap pembelajaran matematika.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam memilih model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman baru kepada siswa dalam belajar matematika dan sebagai referensi pada penelitian serupa di masa yang akan datang.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas pembelajaran adalah suatu tingkatan atau ukuran keberhasilan siswa yang didapat setelah mengikuti proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, pembelajaran yang efektif yaitu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa. Selain itu,


(28)

9 melalui pembelajaran yang efektif maka lebih dari 60% siswa dalam satu kelas tuntas belajar dengan KKM lebih dari atau sama dengan 70.

2. Model problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan menekankan siswa untuk menyelesaikan masalah matematika yang diberikan. Problem based learning dimulai dengan memberikan masalah autentik kepada siswa, mengorganisasikan siswa untuk belajar, melakukan penyelidikan secara individual maupun kelompok, mengembangkan dan mempresentasikan karyanya di depan kelas, serta melakukan evaluasi dan refleksi terhadap proses pemecahan masalah matematis.

3. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan siswa untuk menuangkan ide-ide atau gagasan yang bervariasi dalam menyelesaikan masalah matematika. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa memahami makna soal, menentukan prosedur penyelesaian masalah yang tepat, serta memberikan berbagai solusi pemecahan masalah matematis secara lancar.

4. Self concept siswa terhadap matematika merupakan penilaian siswa mengenai kemampuannya dalam belajar matematika. Self concept matematis siswa tersebut meliputi pandangan siswa mengenai kemampuannya belajar matematika, pandangan siswa mengenai kemampuan matematika ideal yang ingin dimilikinya, serta pandangan siswa tentang bagaimana orang lain memandang kemampuan matematika yang dimilikinya. Self concept matematis siswa diperoleh dari pengalamannya berinteraksi dengan teman-temannya maupun guru di dalam kelas.


(29)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A.Tinjauan Pustaka

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (higher order thinking), yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah belajar matematika selain kemampuan berpikir kritis, analitis, dan pemecahan masalah matematis. Munandar (2009: 37) menyatakan bahwa berpikir kreatif disebut juga berpikir divergen. Berpikir divergen yaitu proses berpikir untuk memberikan macam-macam kemungkinan jawaban atau cara penyelesaian yang baik dan benar terhadap suatu masalah. Sedangkan berpikir konvergen yaitu proses berpikir untuk memberikan satu jawaban terhadap suatu masalah berdasarkan informasi yang diberikan.

Beberapa ahli yang mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif diantaranya yaitu Sukmadinata (2012) yang mengemukakan bahwa berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (originality) dan ketajaman pemahaman (insight) dalam mengembangkan sesuatu yang relatif baru. Sementara menurut Moma (2014) kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan seseorang untuk menemukan cara, strategi, ide, atau gagasan baru dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan Torrence dalam Jazuli (2009) mengemukakan


(30)

11 bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan suatu kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, keaslian dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Di lain pihak, Martin (2009) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide atau cara baru dalam menghasilkan suatu produk. Kemampuan berpikir kreatif ini terdiri dari tiga aspek, yaitu produktivitas, keaslian dan keluwesan. Dari pengertian beberapa ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan aktivitas mental yang menghasilkan ide, gagasan, dan konsep baru yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi dalam berpikir. Dengan kemampuan tersebut maka seseorang dapat menghasilkan karya baru yang kreatif, dan dapat menemukan pemecahan masalah yang bervariasi.

Berpikir kreatif merupakan karakteristik terpenting bagi siswa, karena dengan berpikir kreatif siswa dapat mengembangkan potensi dirinya serta memandang suatu masalah dari berbagai perspektif (Nadeem, 2012: 1). Dalam pembelajaran matematika siswa sering dihadapkan pada masalah yang rumit dan tidak rutin. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kreatif matematis sangat dibutuhkan untuk memecahkan masalah matematika.

Ervynck (2002) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan siswa mengembangkan struktur berpikir dan membangun konsep yang terintegrasi dalam matematika untuk meyelesaikan masalah dengan cara yang baru. Sedangkan menurut Livne (2008) berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan siswa untuk menghasilkan berbagai cara penyelesaian


(31)

12 masalah matematika yang bersifat terbuka. Selain itu, Krutetski dalam Park (2004) mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif matematis sebagai kemampuan menemukan solusi masalah matematika secara mudah dan fleksibel. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan siswa memecahkan masalah matematika secara mudah dan fleksibel dengan cara penyelesaian dan kemungkinan jawaban yang bervariasi.

Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dibatasi pada rumpun materi aljabar pada pokok bahasan operasi hitung bentuk aljabar, persamaan linear dan pertidaksamaan linear satu variabel, perbandingan serta sistem persamaan linear dua variabel. Pokok bahasan operasi hitung aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dipelajari oleh siswa di kelas VII, sedangkan sistem persamaan linear dua variabel dipelajari siswa di kelas VIII. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada materi aljabar sangatlah penting untuk dikembangkan. Hal ini karena untuk menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan aljabar, siswa membutuhkan keterampilan berpikir kreatif.

Siswono (2008: 5) merumuskan berpikir kreatif matematis kedalam lima tingkatan. Pada tingkatan keempat siswa mampu menyelesaikan masalah dengan lebih dari satu alternatif jawaban dan membuat masalah yang berbeda-beda dengan lancar dan fleksibel. Pada tingkatan ketiga siswa mampu membuat alternatif jawaban lain dengan fasih, tetapi tidak dapat menyusun cara berbeda (fleksibel) untuk mendapatkan jawaban yang beragam. Selain itu, siswa dapat


(32)

13 membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih). Pada tingkatan kedua siswa mampu membuat satu jawaban atau membuat masalah yang berbeda dari kebiasaan umum meskipun tidak dengan fleksibel ataupun fasih. Pada tingkatan pertama siswa mampu menjawab atau membuat masalah yang beragam (fasih), tetapi tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang berbeda dan tidak dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang berbeda-beda (fleksibel). Sedangkan pada tingkatan nol siswa tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih) dan fleksibel.

Holland dalam Mann (2005) menjelaskan bahwa aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif matematis yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan sensitivitas. Sedangkan Munandar (2009: 43) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat diukur berdasarkan empat indikator yakni kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan penguraian (elaboration).

Dalam penelitian ini, peneliti mengadopsi empat indikator yang terdapat dalam Noer (2009) untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis yaitu kepekaan (sensitivity), kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan elaborasi (elaboration). Kepekaan berpikir merupakan kemampuan siswa memahami makna soal yang diberikan, sehingga dapat memilih prosedur yang tepat untuk menyelesaikannya. Munandar (2009: 192) menjelaskan bahwa kelancaran berpikir merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide-idenya secara lancar dan mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah. Keluwesan berpikir


(33)

14 merupakan kemampuan seseorang untuk menghasilkan jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, mampu mengubah cara atau pendekatan, dan dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang. Elaborasi merupakan kemampuan seseorang untuk memperkaya atau mengembangkan suatu gagasan atau produk dan kemampuan untuk menambahkan atau memerinci detail-detail dari suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga lebih menarik.

2. Self Concept Siswa

Self concept merupakan persepsi individu mengenai dirinya sendiri serta persepsi individu tentang penilaian orang lain terhadap dirinya. Self concept merupakan gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri yang meliputi fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi yang telah dicapainya. Segi fisik meliputi penampilan fisik, daya tarik, dan kelayakan. Sedangkan segi psikologis meliputi pikiran, perasaan, penyesuaian keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan serta aspirasi (Hurlock, 1978: 6-7)

Burns (1979: 39) menyatakan bahwa self-concept merupakan suatu bentuk atau susunan yang teratur tentang persepsi-persepsi diri. Self-concept mengandung unsur-unsur seperti persepsi seseorang mengenai karakteristik-karakteristik serta kemampuannya; persepsi seseorang tentang dirinya dalam kaitannya dengan orang lain dan lingkungannya; persepsi seseorang tentang kualitas nilai yang berkaitan dengan pengalaman-pengalaman dirinya dan objek yang dihadapi; dan tujuan-tujuan serta cita-cita yang dipersepsi sebagai sesuatu yang memiliki nilai positif atau negatif.


(34)

15 Menurut Calhoun dan Accocela (1995) self concept (konsep diri) dapat dibedakan menjadi dua yaitu;

1. Self concept (konsep diri) positif merupakan bentuk penerimaan diri individu mengenai sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya. Konsep diri yang positif bersifat labil dan bervariasi, tetapi lebih mengarah pada kerendahan hati daripada keegoisan.

2. Self concept (konsep diri) negatif dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pandangan seseorang tentang dirinya sendiri tidak memiliki kestabilan perasaaan dan keutuhan diri. Seseorang tidak tahu siapa dirinya, apa kekurangan dan kelebihannya, atau apa yang dirinya hargai dalam hidupnya. Selain itu, konsep diri negatif terlalu stabil bahkan kaku sehingga individu tersebut tidak menghendaki adanya perubahan karena merasa bahwa cara hidupnya selama ini adalah tepat.

Rahman dalam Saputra (2012) mengatakan bahwa self concept merupakan hasil interaksi individu dengan lingkunganya yang bersifat positif maupun negatif. Kharakteristik self concept yang positif diantaranya yaitu bangga terhadap yang diperbuatnya, menunjukkan tingkah laku mandiri, bertanggung jawab, mempunyai toleransi terhadap frustasi, antusias terhadap tugas-tugas yang menantang, dan merasa mampu mempengaruhi orang lain. Sedangkan karakteristik self concept negatif diantaranya menghindar dari situasi yang menimbulkan kecemasan, merendahkan kemampuan sendiri, merasa bahwa orang lain tidak menghargainya, menyalahkan orang lain karena kelemahannya, mudah frustasi, merasa tidak mampu, dan mudah dipengaruhi orang lain.


(35)

16 Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa self concept atau konsep diri merupakan penilaian individu tentang dirinya maupun penilaian individu tentang bagaimana orang lain menilai dirinya. Penilaian individu tersebut berkaitan dengan fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi yang telah dicapainya. Self concept sebagai hasil dari pengalaman individu dan interaksinya dengan lingkungan memiliki nilai positif dan negatif. Dalam hal ini, self concept positif akan membentuk kepribadian positif, sebaliknya self concept negatif akan membentuk kepribadian negatif dalam diri seseorang.

Dalam penelitian ini, self concept yang akan diteliti yaitu self concept siswa terhadap matematika. Douglas (2000: 6) mengemukakan bahwa mathematics self concept merupakan persepsi seseorang mengenai kemampuanya untuk belajar matematika. Menurut Gomez-Chacon dalam Noer (2012), self concept merupakan gambaran seseorang terhadap dirinya tentang bagaimana ia merasa dihargai dalam konteks pembelajaran matematika.

Self concept atau konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang. Fitts dalam Agustiani (2006) mengemukakan bahwa self concept penting karena merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Hurlock (1978: 8) juga mengemukakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki banyak self, diantaranya real self”, “ideal self”, dan social self”. Akan tetapi, self concept sebagai inti kepribadian merupakan aspek yang paling penting karena terfokus pada pembentukan dan penentuan pengembangan kepribadian seseorang. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika, maka self concept


(36)

17 matematis siswa harus dikembangkan. Leonard dan Supardi (2010) mengungkapkan bahwa siswa yang memiliki kepercayaan diri dan persepsi yang positif tentang dirinya sendiri akan mampu memperbaiki sikapnya terhadap matematika. Selain itu, Salamor (2013) juga mengungkapkan bahwa self concept siswa yang positif terhadap matematika akan meningkatkan prestasi matematika siswa tersebut.

Calhoun dan Acocella (1995) menjelaskan bahwa self concept terdiri dari tiga dimensi yaitu pengetahuan, harapan, dan penilaian. Dimensi pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individu di dalam benaknya menggambarkan dirinya yang mencakup kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, kualitas yang dimilikinya hanya bersifat sementara dan suatu saat bisa berubah sejalan dengan perubahan yang terjadi pada kelompok sosial dalam lingkungannya. Dimensi harapan merupakan seperangkat pandangan individu tentang kemungkinan akan menjadi apa dirinya di masa yang akan datang dan pengharapan gambaran diri ideal yang ingin dimilikinya. Dimensi penilaian merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya dalam hal pencapaian pengharapan, pertentangan dalam dirinya, maupun standar kehidupan yang sesuai dengan dirinya. Dalam hal ini, penilaian individu sebagai bentuk pencapaian harga diri pada dasarnya merupakan perwujudan dari seberapa besar individu menyukai dirinya sendiri.

Dalam penelitian ini, untuk mengukur self concept siswa terhadap matematika digunakan indikator self concept seperti pada Tabel 2.1.


(37)

18 Tabel 2.1 Indikator Self Concept Matematis Siswa

No DIMENSI INDIKATOR

1 Pengetahuan Pandangan siswa terhadap kemampuan matematika yang dimilikinya.

2 Harapan Pandangan siswa tentang gambaran diri ideal atau kemampuan matematika yang ideal yang ingin dimiliki siswa

3 Penilaian Pandangan siswa tentang hubungan antara kemampuan yang dimilikinya (dimensi

pengetahuan) dengan kemampuan matematika ideal yang dimiliki.

Pandangan siswa tentang bagaimana orang lain memandang dirinya

Penilaian siswa terhadap dirinya apakah ia termasuk sebagai orang yang relatif sukses atau relatif gagal dalam belajar matematika

(Diadaptasi dari Calhoun dan Accocella , 1995)

3. Model Problem Based Learning

3.1 Pengertian Model Problem Based Learning

Model problem based learning merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi permasalahan yang autentik dan bermakna kepada siswa. Problem based learning berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi atau penyelidikan. Pembelajaran menggunakan model problem based learning akan membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah matematika (Arends, 2008: 41).

Beberapa ahli yang mendefinisikan problem based learning diantaranya Trianto (2009: 90), menyatakan bahwa problem based learning merupakan suatu model pembelajaran yang berdasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik. Penyelidikan autentik yaitu penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian dari suatu permasalahan nyata. Sementara


(38)

19 menurut Nurhadi (2004: 56), problem based learning adalah pembelajaran yang menggunakan masalah yang ada di dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis, kreatif dan terampil memecahkan masalah.

Berdasarkan pengertian model pembelajaran problem based learning dari beberapa ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa problem based learning merupakan model pembelajaran yang memusatkan siswa pada suatu masalah nyata yang autentik dan bermakna untuk ditentukan pemecahan masalahnya. Oleh karena itu, siswa akan belajar menganalisis masalah secara logis, kreatif, dan kritis serta dapat menentukan pemecahan masalah yang bervariasi.

3.2 Karakteristik Model Problem Based Learning

Problem based learning memiliki beberapa karakteristik. Menurut Shahram (2002) karakteristik problem based learning yaitu pembelajaran berpusat pada siswa, dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Selain itu, siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dirinya selama menyelesaikan masalah. Sedangkan menurut Herman (2007: 49) , problem based learning mempunyai 5 karakteristik yaitu;

a. Memposisikan siswa sebagai self directed problem solver (pemecah masalah) melalui kegiatan kolaboratif.

b. Mendorong siswa untuk memecahkan masalah dan mengkolaborasinya dengan mengajukan dugaan-dugaan dan merencanakan penyelesaian

c. Menfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian dan implikasinya serta mengumpulkan dan mendistribusikan informasi


(39)

20 d. Melatih siswa untuk terampil menyajikan temuan

e. Membiasakan siswa untuk merefleksi efektivitas cara berpikir mereka dalam menyelesaikan masalah.

Menurut Arends (2008: 42), problem based learning memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

Problem based learning mengorganisasikan pengajaran di sekitar masalah sosial yang penting bagi siswa. Siswa dihadapkan pada situasi kehidupan nyata, mencoba membuat pertanyaan terkait suatu permasalahan dan memungkinkan munculnya berbagai solusi untuk menyelesaikannya.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

Problem based learning melatih siswa untuk memecahkan masalah nyata yang diberikan dari berbagai disiplin ilmu

c. Penyelidikan autentik

Problem based learning mengharuskan siswa untuk melakukan penyelidikan autentik, menemukan solusi nyata dengan cara menganalisis dan menetapkan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan percobaan, kemudian menarik kesimpulan.

d. Menghasilkan produk dan mempublikasikan

Problem based learning menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau peragaan yang dapat mewakili penyelesaian masalah yang mereka temukan.


(40)

21 e. Kolaborasi

Problem based learning mengembangkan keterampilan sosial siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil dengan tujuan memotivasi siswa secara berkelanjutan dalam penugasan yang lebih kompleks.

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik problem based learning yaitu pembelajaran berpusat pada siswa dan menekankan siswa untuk menyelesaikan masalah matematika yang diberikan. Dengan demikian, siswa lebih aktif untuk berpikir kreatif dan kritis dalam menganalisis suatu permasalahan, mengumpulkan data yang akurat untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dan menghasilkan suatu produk tertentu yang mewakili penyelesaian masalah yang mereka temukan untuk selanjutnya dipublikasikan.

3.3 Tahapan Model Problem Based Learning

Menurut Riyanto (2009: 288), tahapan pembelajaran model problem based learning yaitu :

a. Guru memberikan permasalahan kepada siswa

b. Guru mengorganisasikan siswa menjadi kelompok-kelompok kecil, kemudian masing-masing kelompok mendiskusikan masalah yang diberikan dengan pengetahuan dan keterampilan dasar yang mereka miliki. Selain itu, siswa juga membuat rumusan masalah serta hipotesisnya.

c. Siswa aktif mencari informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang telah dirumuskan.


(41)

22 yang diberikan dengan melaporkan data-data yang telah diperoleh.

e. Kegiatan penutup dilakukan apabila siswa sudah memperoleh solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

Menurut Trianto (2009: 98), tahapan untuk model problem based learning dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tahapan Model Problem Based Learning

Tahapan Perilaku Guru

1. Orientasi siswa pada masalah

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

4. Mengembangkan dan menjelaskan hasil karya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membahas tujuan pembelajaran, hal-hal yang dianggap perlu, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam melakukan kegiatan pemecahan masalah.

Membagi siswa dalam kelompok dan membantu siswa dalam

mengidentifikasi serta

mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan masalah.

Mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen dan

penyelidikan untuk dapat menjelaskan dan memecahkan masalah

Membantu siswa dalam merencanakan dan mempersiapakan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka menjelaskan berbagai tugas kepada temannya.

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikanya dan proses-proses yang mereka gunakan.

(Trianto, 2009: 98)

Dalam penelitian ini, peneliti mengadopsi tahapan model problem based learning berdasarkan Trianto (2009: 98), karena tahapan pelaksanaannya telah diuraikan


(42)

23 secara jelas. Pada prinsipnya problem based learning diawali dengan pengenalan masalah kepada siswa, kemudian siswa diorganisasikan dalam beberapa kelompok untuk berdiskusi dan memecahkan masalah yang diberikan, selanjutnya hasil diskusi yang diperoleh dipresentasikan kepada kelompok lain dan guru sebagai fasilitator melakukan klarifikasi mengenai hasil diskusi yang diperoleh oleh setiap siswa.

3.4 Kelemahan dan Kelebihan Model Problem Based Learning

Menurut Herman (2007) problem based learning mempunyai beberapa kelebihan diantaranya:

a. Problem based learning menyajikan masalah terbuka melalui penggunaan media pembelajaran interaktif akan berpengaruh signifikan pada peningkatan kemampuan matematis siswa.

b. Problem based learning merupakan pembelajaran kooperatif yang memudahkan siswa untuk menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit bersama temannya melalui kegiatan diskusi kelompok.

c. Problem based learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeluarkan pendapatnya sendiri, bertukar pikiran dengan temannya dalam menentukan pemecahan masalah yang diberikan, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasi dan kreativitasnya dalam kegiatan belajar mengajar.

Menurut Amir (2010: 27) , penerapan problem based learning memiliki beberapa kelebihan yaitu meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif, fokus pada kebermaknaan, mengembangkan keterampilan interpersonal dan dinamika


(43)

24 kelompok, mengembangkan self motivated dan self concept siswa, serta mengembangkan keterampilan dan pengetahuan siswa untuk memecahkan masalah.

Selain mempunyai kelebihan, model problem based learning ini juga mempunyai kelemahan. Menurut Sanjaya (2008), kelemahan model problem based learning yaitu manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya. Selain itu, sebagian siswa yang beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.

4. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya berdaya guna atau bermanfaat. Selain itu, efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau harapan yang ingin dicapai. Hamalik (2001: 171) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa agar dapat memahami konsep materi yang sedang dipelajari.

Sutikno (2005) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang


(44)

25 diharapkan. Menurut Simanjuntak (1993: 80) pembelajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan. Selain itu, Wicaksono (2011) mengemukakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif apabila lebih dari atau sama dengan 60% dari jumlah siswa memperoleh nilai minimal 65 dalam peningkatan hasil belajar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang efektif merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri, aktif dan kreatif dengan bimbingan dari guru dalam memahami konsep matematis sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Sedangkan efektivitas pembelajaran adalah suatu tingkatan atau ukuran keberhasilan siswa yang didapat setelah mengikuti proses pembelajaran.

Dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila jumlah siswa yang tuntas belajar dan dapat berpikir kreatif matematis lebih dari 60% dari jumlah seluruh siswa, dengan nilai ketuntasan lebih dari atau sama dengan 70 serta terjadi peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa sebelum dan setelah mengikuti problem based learning.

B. Kerangka Pikir

Penelitian tentang efektivitas penerapan model problem based learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa terdiri dari satu variabel bebas dan dua variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah model problem based learning, sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa.


(45)

26 Problem based learning merupakan pembelajaran yang memusatkan siswa pada permasalahan dunia nyata yang autentik dan bermakna untuk ditentukan pemecahan masalahnya. Pelaksanaan problem based learning terdiri dari lima tahapan yaitu memberikan orientasi masalah pada siswa, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya dan memamerkanya serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Pada tahapan orientasi siswa pada masalah guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pada kesempatan ini guru memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam mengatasi masalah dengan mengajukan pertanyaan dan meminta siswa untuk mengemukakan ide atau pendapatnya. Pada tahapan ini dimensi harapan self concept siswa akan berkembang. Hal tersebut karena siswa dapat mengetahui tujuan yang ingin dicapai setelah mengikuti pembelajaran matematika serta memiliki gambaran kemampuan ideal matematika seperti apa yang ingin dimilikinya. Selain itu, dengan mengorientasikan siswa pada masalah maka siswa akan berusaha untuk memahami permasalahan yang diberikan dan menentukan prosedur yang tepat untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, kemampuan sensitivity siswa dalam berpikir dapat berkembang dengan baik.

Pada tahapan kedua guru mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan membentuk kelompok diskusi. Dalam kegiatan diskusi kelompok tersebut, setiap siswa akan belajar menganalisis permasalahan-permasalahan yang terdapat pada Lembar Kerja Siswa (LKS) dan menuangkan berbagai ide, gagasan, ataupun kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah yang bervariasi. Oleh karena itu,


(46)

27 melalui kegiatan tersebut siswa dapat mengembangkan aspek kelancaran dan keluwesan dalam berpikir kreatif matematis. Selain itu, siswa akan lebih sering berinteraksi, bertukar pendapat atau pikiran dengan teman sekelompoknya. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi dimensi pengetahuan self concept siswa terhadap matematika.

Pada tahapan ketiga guru membimbing penyelidikan individu ataupun kelompok siswa untuk mendapatkan informasi yang sesuai dan menentukan langkah-langkah yang tepat dalam menentukan solusi permasalahan yang diberikan pada Lembar Kerja Siswa (LKS). Dalam hal ini, siswa akan bekerja sama dengan kelompoknya, mencari informasi penting untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan dengan berbagai kemungkinan solusi pemecahan masalah. Hal tersebut berkaitan dengan dimensi penilaian self concept siswa dan kemampuan berpikir kreatif matematis pada aspek kepekaan dan keluwesan berpikir siswa.

Pada tahapan selanjutnya siswa mengembangkan, menyajikan dan memamerkan hasil karyanya. Dalam hal ini siswa akan mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas, sedangkan siswa lain menanggapi dan terlibat aktif untuk berpendapat. Aktivitas ini dapat mempengaruhi dimensi penilaian self concept siswa terhadap matematika, karena ketika siswa dapat saling memamerkan hasil diskusinya maka siswa akan lebih mudah menilai kemampuanya dengan membandingkan apakah pemecahan masalah yang dirumuskanya lebih baik atau tidak dengan teman-temanya.

Pada tahapan terakhir guru menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang


(47)

28 telah dilakukan oleh siswa. Pada fase ini, siswa akan menilai dirinya sendiri, apakah hasil yang telah diperolehnya sesuai dengan harapan dan tujuan pembelajaran, apakah ia termasuk orang yang relatif gagal atau relatif sukses dalam belajar matematika.

Dalam penelitian ini, pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa. Selain itu, melalui pembelajaran yang efektif maka lebih dari 60% siswa dalam satu kelas tuntas belajar dengan KKM lebih dari atau sama dengan 70.

Berdasarkan uraian di atas, maka diharapkan penerapan model problem based learning efektif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa melalui lima tahapan pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menuangkan ide, gagasan, kemungkinan pemecahan masalah atau cara penyelesaian yang bervariasi serta interaksi aktif antar siswa maupun siswa dengan guru di dalam kelas yang akan berpengaruh terhadap dimensi self concept siswa terhadap matematika.

C. Anggapan Dasar

Penelitian ini bertolak pada anggapan dasar sebagai berikut.

a. Semua siswa kelas VIII semester genap SMPN 19 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

b. Model pembelajaran yang diterapkan sebelum penelitian bukan merupakan model problem based learning.


(48)

29 c. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif matematis

dan self concept siswa selain model pembelajaran diabaikan.

D.Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir dan anggapan dasar di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis umum dan hipotesis khusus dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Hipotesis Umum

Penerapan model problem based learning efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa di SMPN 19 Bandarlampung.

2. Hipotesis Khusus

a. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa setelah penerapan problem based learning lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sebelum penerapan problem based learning.

b. Persentase siswa tuntas belajar pada kelas yang menggunakan model problem based learning lebih dari 60% dari jumlah siswa.

c. Self concept siswa setelah penerapan problem based learning lebih tinggi daripada self concept siswa sebelum penerapan problem based learning


(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 19 Bandarlampung yang terletak di Jl. Soekarno Hatta Gg. Turi Raya No. 1 Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandarlampung yang terdiri dari lima belas kelas mulai dari VIII A hingga VIII O kecuali kelas VIII K. Dari lima belas kelas tersebut, dipilih satu kelas sebagai sampel penelitian.

Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik random sampling berdasarkan kelas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sampel yang dipilih memiliki karakteristik siswa yang kemampuannya homogen dan dapat mewakili seluruh kelas lainnya. Oleh karena itu, kelas VIII K yang merupakan kelas unggulan tidak dimasukan dalam populasi. Setelah dilakukan pengambilan sampel secara acak, terpilih kelas VIII J sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 27 orang.

B. Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian quasi-eksperimen dengan menggunakan one group pretest-posttest design yang diadaptasi dari Fraenkel dan Wallen (1993: 246), seperti pada Tabel 3.1.


(50)

31 Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Perlakuan

E O1 X O2

Keterangan:

E : kelas eksperimen

X : model problem based learning

O1 : tes kemampuan awal (pretest) berpikir kreatif matematis dan skala (non

tes) self concept siswa setelah pretest

O2 : tes kemampuan akhir (posttest) berpikir kreatif matematis dan skala (non

tes) self concept siswa setelah posttest

C.Data Penelitian

Data dalam penelitian ini yaitu data kemampuan awal berpikir kreatif matematis dan self concept siswa sebelum penerapan model problem based learning dan data kemampuan akhir berpikir kreatif matematis dan self concept siswa setelah penerapan model problem based learning. Data penelitian tersebut berupa data kuantitatif.

D.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan non tes. Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan awal dan akhir berpikir kreatif matematis siswa yang dilakukan dengan menggunakan indikator yang sama tetapi dengan materi yang berbeda. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi dalam satu rumpun aljabar yaitu operasi hitung aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, perbandingan dan sistem persamaan linear dua variabel. Sedangkan teknik non tes digunakan untuk mengambil data self concept siswa terhadap pembelajaran matematika. Dalam hal ini, pengumpulan data self concept siswa dilakukan sebelum dan setelah


(51)

32 penerapan model problem based learning menggunakan skala pengukuran self concept yang sama

E.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian ini, digunakan dua jenis instrumen yaitu tes dan non tes. Instrumen tes digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, sedangkan instrumen non tes digunakan untuk mengukur tingkat self concept siswa terhadap pembelajaran matematika.

1. Instrumen tes

Dalam penelitian ini, instrumen tes berupa soal-soal uraian yang digunakan untuk mengukur peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat diketahui dengan membandingkan nilai tes kemampuan awal dan akhir berpikir kreatif matematis siswa. Dalam hal ini, instrumen tes kemampuan awal dan akhir berpikir kreatif matematis memiliki indikator yang sama tetapi dengan materi yang berbeda. Soal-soal tes kemampuan awal berkaitan dengan materi operasi hitung aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, dan perbandingan yang telah dipelajari siswa sebelum mengikuti pembelajaran menggunakan model problem based learning. Sedangkan soal-soal tes kemampuan akhir berkaitan dengan materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) yang dipelajari selama penerapan model problem based learning.


(52)

33 Tes yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tes yang baik agar data yang diperoleh akurat. Prosedur yang ditempuh dalam penyusunan intrumen tes ini, yaitu:

a. Menentukan tipe soal yang akan diujikan b. Melakukan batasan materi

c. Menentukan jumlah butir soal yang diujikan d. Menentukan alokasi waktu pengerjaan soal

e. Membuat kisi-kisi soal tes kemampuan awal yang sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pembelajaran pada materi operasi hitung aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, dan perbandingan, serta indikator kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. f. Membuat kisi-kisi soal tes kemampuan akhir yang sesuai dengan standar

kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pembelajaran pada materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV), serta indikator kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

g. Menyesuaikan setiap indikator berpikir kreatif matematis pada kisi-kisi soal tes kemampuan awal dengan kisi-kisi soal tes kemampuan akhir

h. Menyusun butir soal tes kemampuan awal berpikir kreatif matematis beserta kunci jawabannya berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.

i. Menyusun butir soal tes kemampuan akhir berpikir kreatif matematis beserta kunci jawabannya berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.

j. Melakukan penilaian terhadap butir soal berdasarkan kepada pedoman penyekoran. Adapun pedoman penyekoran setiap butir soal kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat dilihat pada Tabel 3.2.


(53)

34 Tabel 3.2. Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Indikator Berpikir

Kreatif Reaksi Terhadap Masalah Skor

Sensitivity (Kepekaan)

Tidak Memberikan Jawaban 0

Tidak menggambarkan kepekaan dalam menjawab dan melakukan kesalahan operasi dan perhitungan

1 Tidak menggambarkan kepekaan dalam menjawab namun sudah benar melakukan operasi dan

perhitungan

2

Menggambarkan kepekaan dalam menjawab tetapi terdapat kesalahan dalam operasi atau perhitungan

3 Menggambarkan kepekaan dalam menjawab dan melakukan operasi, perhitungan, serta hasil yang benar

4

Fluency (Kelancaran)

Tidak memberikan jawaban 0

Memberikan ide yang tidak relevan dan mengarah kepada jawaban salah

1 Memberikan ide yang tidak relevan dan mengarah kepada jawaban benar

2 Memberikan ide yang relevan dan mengarah

kepada jawaban yang salah

3 Memberikan ide yang relevan dan mengararah

kepada jawaban yang benar

4

Flexibility (Keluwesan)

Tidak memberikan jawaban 0

Tidak memberi jawaban beragam dan hasil akhir perhitungan salah

1 Tidak memberi jawaban beragam dan hasil akhir perhitungan benar

2 Memberi jawaban beragam dan hasil akhir

perhitungan salah

3 Memberi jawaban beragam dan hasil akhir

perhitungan benar

4

Elaboration(Elaborasi)

Tidak memberikan jawaban 0

Memberi jawaban yang tidak diperinci dengan hasil akhir salah

1 Memberi jawaban yang tidak diperinci dan hasil akhir benar

2 Memberi jawaban dengan diperinci namun

melakukan kesalahan perhitungan atau operasi

3 Memberi jawaban dengan diperinci dan

memperoleh hasil akhir yang benar

4 (Noer, 2007)

Dalam upaya memperoleh data penelitian yang akurat maka tes yang digunakan harus merupakan tes yang baik. Suatu tes yang baik adalah tes yang paling tidak memenuhi kriteria valid dan reliabel agar kesimpulan dalam suatu penelitian tidak


(54)

35 salah. Selain itu, untuk mengetahui baik atau tidaknya suatu butir tes dapat dilakukan dengan menganalisis tingkat kesukaran maupun daya pembeda soal.

a. Validitas Tes

Suatu tes dikatakan valid jika tes itu benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Pengujian validitas pada penelitian ini didasarkan pada validitas isi. Suatu tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dikatakan memiliki validitas isi jika tes tersebut memiliki kesesuaian isi materi yang diujikan dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini pengujian validitas instrumen tes dilakukan oleh guru mata pelajaran matematika kelas VIII di SMPN 19 Bandarlampung dengan menggunakan daftar checklist. Dengan asumsi bahwa guru tersebut memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan baik. Suatu tes dikategorikan valid jika butir-butir tesnya sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang diukur. Selain itu, bahasa yang digunakan dalam tes sesuai dengan kemampuan bahasa yang dimiliki siswa berdasarkan penilaian guru mitra.

Hasil penilaian menunjukan bahwa tes yang digunakan untuk mengambil data kemampuan awal dan akhir berpikir kreatif matematis siswa telah memenuhi validitas isi (Lampiran B.3, hal. 143 dan Lampiran B.4, hal. 144). Oleh karena itu, instrumen tes dapat diujicobakan untuk mengetahui reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.


(55)

36 b. Reliabilitas Tes

Suatu tes dikatakan mempunyai nilai reliabilitas atau taraf kepercayaan yang tinggi jika tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini reliabilitas tes ditentukan dengan rumus Alpha dalam Arikunto (2010: 109), sebagai berikut.

� =(� −� ) −∑�� �� Keterangan:

: koefisien reliabilitas tes n : banyaknya butir soal

∑�� : jumlah varians skor tiap-tiap item � : varians total

Menurut Sudijono (2008: 207), tes dikatakan reliabel jika rxx lebih dari atau sama

dengan 0,70. Dalam penelitian ini, koefisien reliabilitas diinterpretasikan berdasarkan pendapat Arikunto (2010: 75) seperti yang terlihat dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas

Koefisien relibilitas (r11) Kriteria r11 ≤ 0,20 Sangat Rendah

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

0,40 < r11≤ 0,60 Sedang

0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi

0,80 < r11≤ 1,00 Sangat Tinggi

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas instrumen tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, diperoleh koefisien reliabilitas untuk tes kemampuan awal sebesar 0,77 dan 0,851 untuk tes kemampuan akhir. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tes yang digunakan memiliki kriteria reliabilitas yang tinggi dan sangat tinggi.


(56)

37 c. Daya Pembeda

Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Dalam penelitian ini, siswa dikelompokkan menjadi kelompok atas dan kelompok bawah dengan cara mengurutkan siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi sebagai kelompok atas dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah sebagai kelompok bawah. Menurut Sudijono (2008: 388) formula untuk mengukur daya pembeda suatu butir soal adalah:

�� = − = � − �

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda butir soal tertentu

: banyak siswa kelompok atas yang dapat menjawab soal dengan benar : jumlah siswa yang termasuk dalam kelompok atas

: banyak siswa kelompok bawah yang dapat menjawab soal dengan benar : jumlah siswa yang termasuk dalam kelompok bawah

PA : proporsi kelompok atas yang menjawab benar PB : proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

�� < , Sangat Buruk

, �� , Buruk

, �� , Agak baik, perlu revisi

, �� , Baik


(57)

38 Dalam penelitian ini digunakan butir soal yang memiliki nilai daya pembeda lebih dari atau sama dengan 0,30 yaitu soal yang memiliki daya pembeda baik atau sangat baik. Daya pembeda masing-masing butir soal tes kemampuan awal dan akhir berpikir kreatif matematis dapat dilihat pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7.

d. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran suatu instrumen tes digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Menurut Sudijono (2008: 372) formula untuk mengukur tingkat kesukaran adalah :

� = � � Keterangan :

TK = Tingkat kesukaran suatu butir soal

� = Jumlah skor yang diperoleh siswa pada suatu butir soal yang diperoleh � = Jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang dijelaskan Sudijono (2008: 372) yang tertera dalam Tabel 3.5. Dalam penelitian ini, butir soal yang digunakan yaitu soal-soal yang memiliki kriteria mudah, sedang, dan sukar. Tingkat kesukaran setiap butir soal tes kemampuan awal dan akhir berpikir kreatif matematis dapat dilihat pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7.

Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

, � , Sangat Sukar

, < � , Sukar

, < � , Sedang

, < � , Mudah


(58)

39 Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran instrumen tes kemampuan awal dan akhir berpikir kreatif matematis seperti tersaji pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7. Perhitungan selengkapnya mengenai reliabilitas tes dapat dilihat pada Lampiran C.1, hal. 152-157 dan perhitungan daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal pada Lampiran C.2, hal. 158-160.

Tabel 3.6 Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Awal BKM Siswa Hasil Tes

Uji Coba No Validitas Reliabilitas

Daya Pembeda

Tingkat

Kesukaran Keputusan

Sebelum Revisi 1a Valid 0,677 (Reliabilitas Tinggi) 0,49 (Baik) 0,79

(Mudah) Digunakan

1b 0,35

(Baik)

0,71

(Mudah) Digunakan

1c

0,55 (Sangat

Baik)

0,72

(Mudah) Digunakan

2a 0,48

(Baik)

0,67

(Sedang) Digunakan

2b 0,41

(Baik)

0,52

(Sedang) Digunakan

3a 0,10

(Buruk)

0,28

(Sukar) Dibuang

3b 0,16 (Sangat Buruk) 0,09 (Sangat Sukar) Dibuang

4 0,16

(Buruk)

0,53

(Sedang) Dibuang

5 0,38

(Baik)

0,51

(Sedang) Digunakan

Setelah Revisi 1a Valid 0,7623 (Reliabilitas Tinggi) 0,49 ( Baik) 0,79

(Mudah) Digunakan

1b 0,35

(Baik)

0,71

(Mudah) Digunakan

1c

0,55 (Sangat

Baik)

0,72

(Mudah) Digunakan

2a 0,48

(Baik)

0,67

(Sedang) Digunakan

2b 0,41

(Baik)

0,52

(Sedang) Digunakan

3 0,38

(Baik)

0,51


(59)

40 Dari Tabel 3.6 dapat diketahui bahwa hasil tes uji coba kemampuan awal siswa sebelum direvisi memiliki kriteria reliabilitas tes yang tinggi yaitu 0,677. Selain itu, tes yang digunakan telah memenuhi kriteria valid. Akan tetapi, daya pembeda butir soal nomor 3a, 3b dan 4 memiliki kriteria buruk. Tingkat kesukaran butir soal nomor 3a dan 3b juga memiliki kriteria sukar dan sangat sukar. Oleh karena itu, dilakukan perbaikan instrumen tes dengan membuang butir soal yang tidak memenuhi kriteria yang ditentukan.

Setelah memperbaiki instrumen tes kemampuan awal berpikir kreatif matematis siswa, terdapat perbedaan komposisi butir soal dan koefisien reliabilitas tes. Dari Tabel 3.6 dapat diketahui bahwa hasil tes uji coba kemampuan awal siswa setelah direvisi memiliki koefisien reliabilitas 0,7623 atau memiliki kriteria reliabilitas tinggi. Selain itu, soal tes telah dinyatakan valid dan memenuhi reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran yang ditentukan. Oleh karena itu, soal tes dapat digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan awal berpikir kreatif matematis.

Tabel 3.7 Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Akhir BKM Siswa No

Soal Validitas Reliabilitas

Daya Pembeda

Tingkat

Kesukaran Keputusan 1a

Valid

0,7763 (Reliabilitas

Tinggi)

0,375 (Baik) 0,73 (Mudah) Digunakan

1b 0,57

(Sangat Baik)

0,62 (Sedang) Digunakan

2a 0,46 (Baik) 0,65 (Sedang) Digunakan

2b 0,72

(Sangat Baik)

0,38 (Sedang) Digunakan

3a 0,66

(Sangat Baik)

0,44 (Sedang) Digunakan

3b 0,66

(Sangat Baik)


(1)

matematis disarankan melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama agar siswa terbiasa dengan penerapan modelproblem based learning.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani. 2006. Psikologi perkembangan pendekatan ekologi kaitanya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Dalam Jurnal Online Psikologi Vol. 01 No. 01, Thn. 2013. [Online]. Tersedia: http://ejournal.umm.ac.id/.

Amir, T. 2010. Inovasi pendidikan melalui problem based learning. Jakarta: Kencana Prenada Group.

Arends, R. 2008. Learning to Teach. Penerjemah: Helly Prajitno & Sri Mulyani. New York: McGraw Hill Company.

Arikunto, S. 2010.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Burns, R. B. 1979. The Self Concept in Theory Measurement, Development and

Behavior. London: Longman Group UK Ltd.

Calhoun dan Acocella. 1995.Psikologi Tentang Penyesuaian Diri dan Hubungan Kemanusiaan, alih bahasa oleh R.S. Satmoko. Semarang: IKIP Semarang Press.

Choridah, D. 2013. Peran Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kreatif Serta Disposisi Matematis Siswa. Dalam Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung Vol. 02 No. 02,Thn.2013.[Online]. Tersedia: http://ejournal.stkipsiliwangi.ac.id/[27 September 2014].

Douglas, A. 2000. Math Anxiety, Math Self Concept, and Performance in Math. Canada : Faculty of Education Lakehead University.[Online]. Tersedia:http://www.collectionscanada.gc.ca/obj/s4/t2/dsk1/tape3/PQDD_0 015/ Q54511.pdf.

Ervynck, G.(2002). Mathematical Creativity. Dalam David Tall, Advance Mathematical Thinking. New York: Kluwer Academic Publisher.

Fraenkel, Jack R. and Wallen, Norman E. 1993. How To Design And Evaluate Research In Education. New York: McGraw Himm Inc.


(3)

Hamalik, O. 2001.Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Herman, T.2007. Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMP.Dalam Educationalist Vol.1 No.01. [Online]. Tersedia: http://103.23.244.11/Directori/JURNAL/EDUCATIONIST/VOL._!_No._1-Januari_2007/6._Tatang_Herman.pdf.

Hurlock, E. B. 1978. Developmental Psychology. Edisi 4. New Delhi: Tata McGraw Hill.

Jazuli, A. 2009. Berpikir Kreatif Dalam Kemampuan Komunikasi Matematika. Dalam Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Kompas. 14 Desember 2012. Gawat Darurat Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://nasional.kompas.com/.[November 2014].

Leonard dan Supardi . 2010. Pengaruh Konsep Diri, Sikap Siswa pada Matematika, dan Kecemasan Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. FMIPA Universitas Indraprasta PGRI. [online]. Tersedia: http://download.portalgaruda.org/. [28 Oktober 2014].

Livne, N.L. 2008.Enhanching Mathematical Creativity through Multiple Solution to Open-Ended Problems Online. [Online] Tersedia:

http://www.iste.org/Content/NavigationMenu/Research/NECC_Research_P aper_Archives/NECC2008/Livne.pdf.

Mann, E. L. (2005).Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students. Disertasi University of Connecticut. [Online]. Tersedia: http://www.gifted.uconn.edu/Siegle/ Dissertations/Eric%20Mann.pdf.

Martin. 2009. Convergent and Divergent Thinking. [Online]. Tersedia: http://www.eruptingmind.com/.[Maret 2015].

Moma, La. 2014. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis, Self Efficacy, dan Soft Skills Siswa SMP Melalui Pembelajaran Generatif. [Online]. Tersedia:http://repository.upi.edu/.[November 2014].

Munandar, U. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.


(4)

Nadeem, M. 2012. A Comparison of Creative Thinking Abilities of High and Low Achievers Secondary School Students. February 2012, International Interdisciplinary Journal of Education, Volume 1, Issue 1.[Online]. Tersedia: http://www.researchgate.net/publication/235009374.

Noer, S. H. 2007. Pembelajaran Open Ended untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa. Dalam Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

.2009. Model Bahan Ajar Matematika Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. Kreatif, dan Reflektif. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan II, Lembaga Penelitian dan FKIP. Bandarlampung: Universitas Lampung.

______________.2012. Self Efficacy Mahasiswa Terhadap Matematika. Dalam Prosiding: “Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun Karakter Guru dan Siswa”. [Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/.[14 Oktober 2014].

Nurhadi, 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual teaching and Learning/CTL). Malang:Universitas Malang.

Nurina, H. 2014. Keefektivan PBL Ditinjau Dari Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Serta Self Esteem Siswa SMP. Dalam Jurnal Riset Pendidikan Matematika, Volume 01, Nomor. 01. [Online]. Tersedia: http://journal.uny.ac.id/.[17 Maret 2015].

OECD. 2013. PISA 2012 Result In Focus. [Online]. Tersedia: http://www.oecd.org/. [November 2014].

Park, H. 2004. The Effects of Divergent Production Activities with Math Inquiry and Think Aloud of Students With Math Difficulty. Disertasi. [Online]. Tersedia:http://txspace.tamu.edu/bitstream/handle/1969.1/2228/etd-tahu-2004;jsessionid=BE099D4D00F1A51BF2E73CC609?sequence=1.

Pratiwi, D.A. 2010. PBL dengan Metode Proyek dan Resitasi Ditinjau dari Kreativitas dan Konsep Diri Siswa. Surakarta: Program Pascasarjana Sebelas Maret.[Online]. Tersedia: http://eprints.uns.ac.id/. [17 Maret 2015]. Rahman, R. 2012. Hubungan Antara Self Concept Terhadap Matematika Dengan

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa. Dalam Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung Vol. 01 No. 01,Thn.2012.[Online].Tersedia: http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/.

[14 Oktober 2014].


(5)

Kemampuan Berpikir Kritis dan Self Concept Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. [Online]. Tersedia: http://repository.upi.edu/. [ 15 Oktober 2014].

Saputra, E. 2012. Pengaruh penggunaan model pembelajaran Anchored Instruction Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self Concept Siswa. Universitas Pendidikan Indonesia. [Online]. Tersedia: http://repository.upi.edu/. [8 November 2014].

Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Shadiq, F. 2003. Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Paket Pembinaan Penataran (PPP). Yogyakarta: PPPG Matematika.

Shahram, Y. (2002). Learning Theories. [Online]. Tersedia: http://cmap.upb.edu.co/rid=1155658100609_1605921141_13667/learning% 20t heorie. ppt.

Simanjuntak, L. 1993.Metode Mengajar Matematika 1. Rineka Cipta. Jakarta. Siswono. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis pengajuan dan

Pemecahan Masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Surabaya: Unesa University Press.

Sudijono, A. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudjana. 2005.Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suherman, E, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan RND). Bandung : ALFABETA

Sukmadinata. N.S. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung : Refika Aditama.

Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif.Mataram: NTP Press.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media.


(6)

Wardhani, S dan Rumiati. 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/. [ 10 Januari 2015].

Wicaksono. 2011. Efektivitas Pembelajaran. [Online]. Tersedia: http://agung.smkn1pml.sch.id/wordpress/?tag=efektifitas-pembelajaran