KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA SAWAHLUNTO

KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN

  

INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

SAWAHLUNTO

5.1 ARAHAN KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BIDANG CIPTA KARYA

  Arahan dalam peraturan pembiayan Bidang Cipta Karya diatur berdasarkan :

  1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah:

  2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara

  3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan 4. Peraturan Pemerintah No.

38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

  Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

  5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah 6. Peraturan Presiden No.

67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah

  dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010

  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): 8. Peraturan Menteri PU No.

15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis

  Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur

  9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri:

  Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM meliputi:

  1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada SatuanKerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

  2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

  3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

  4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan 5. swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

  6. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

  7. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

5.2 PROFIL APBD KOTA SAWAHLUNTO

  Didalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan Keuangan Daerah, Pemerintah Daerah tetap berpedoman pada Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2006 tentang Pengelolaan keuangan Daerah serta di tindaklanjuti dengan Petunjuk Pelaksanaannya melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

  13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dimana Pemerintah Daerah dalam pengelolaan keuangan dituntut untuk lebih efisien, efektif, transparan dan akuntabel.

  Profil APBD Kota Sawahlunto menggambarkan struktur APBD Kota Sawahlunto selama 5 tahun terakhir (2011-2015) dengan sumber data yang berasal dari dokumen realisasi APBD dalam 5 tahun terakhir. Komponen yang dianalisis berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung.

  b. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah. c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

  Jika dilihat dari struktur anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yang diukur melalui struktur penerimaan daerah menunjukkan bahwa penerimaan pendapatan daerah Pemerintah Kota Sawahlunto dari tahun ke tahun cenderung menunjukkan peningkatan, namun kontribusi PAD terhadap penerimaan masih relatif kecil dibanding dengan sumber penerimaan dari dana perimbangan. Diakui bahwa proporsi pendapatan daerah masih didominasi oleh sumber-sumber pendapatan yang diperoleh dari dana perimbangan baik pos bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Struktur APBD Kota Sawahlunto selama kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 5.1, tabel 5.2 dan tabel 5.3.

Tabel 5.1 Perkembangan Pendapatan Daerah Dalam 5 Tahun Terakhir

  

No Komponen APBD 2011 (Rp.) APBD 2012 (Rp.) APBD 2013 (Rp.) APBD 2014 (Rp.) APBD 2015 (Rp.)

  1 Pendapatan Asli Daerah 34.993.165.843 38.970.348.728 43.672.002.000,- 45.513.623.000,- 52.971.459.500,-

  2 Dana perimbangan *tdk ada data *tdk ada data 385.806.959.908,- 409.396.943.528,- 414.521.294.884,- Lain-lain pendapatan 3 *tdk ada data *tdk ada data 42.367.697.000,- 42.367.697.000,- 62.677.760.000,- yang sah

  Jumlah 34.993.165.843 38.970.348.728 471.846.658.908,- 497.278.263.528,- 530.170.514.384,-

BAB V- 4

Tabel 5.2 Perkembangan Belanja Daerah Dalam 5 Tahun Terakhir

  2011 2012 2013 2014 2015 No Belanja Daerah

  Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

  I Belanja Tidak langsung

  1 Belanja Pegawai

  2 Belanja Bunga

  3 Belanja Subsidi

  4 Belanja Hibah

  5 Belanja Bantuan Sosial

  6 Bantuan Pemda lain

  7 Belanja Tidak Terduga

  II Belanja Langsung

  1 Belanja Pegawai

  2 Belanja Barang dan Jasa

  3 Belanja Modal

  Tota Belanja

  Catt: Tidak Ada Data

BAB V- 5

Tabel 5.3 Perkembangan Pembiayaan Daerah Dalam 5 Tahun Terakhir

  2011 2012 2013 2014 2015 No Belanja Daerah

  Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

  I Penerimaan Pembiayaan

  1 Penggunaan SILPA 34.425.751.805 62,79

  2 Pencairan Dana Cadangan

  3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Penerimaan Pinjaman dan

  4 Obligasi Daerah

  5 Penerimaan Kembali Pinjaman

  6 Piutang Daerah 10.404.135.904 18,98

  Sisa Lebih Anggaran Tahun

  7 Bekenaan

  II Pengeluaran Pembiayaan

  1 Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi)

  2 Pemerintah Daerah 10.000.000.000 18,24

  3 Pembayaran Pokok Pinjaman

  4 Pemberian Pinjaman Daerah

  Tota Pembiayaan Netto

  54.829.887.709 100 Catt: Data Tidak Tersedia secara lengkap

BAB V- 6

5.3 PROFIL INVESTASI PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

5.3.1 PERKEMBANGAN INVESTASI PEMBANGUNAN CIPTA KARYA BERSUMBER DARI APBN DALAM 5 TAHUN TERAKHIR

  2.610.000.000

  DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah,

  Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan

  13.403.250.000 4.529.000.000 4.135.097.000 10.264.000.000 13.555.000.000 45.886.347.000

  900.000.000 1.899.000.000 2.082.500.000 5.645.000.000 2.465.000.000 12.991.500.000 JUMLAH

  Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Dana APBN Cipta Karya yang dialokasikan ke Pemerintah Kota Sawahlunto selama kurun waktu 2010-2014. Dari Total alokasi dana APBN dari tahun 2010-2014 tersebut alokasi tertinggi pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan rata-rata sebesar 37,86 % dari total dana APBN pembangunan bidang Cipta Karya dan yang terkecil adalah sektor Pengembangan Air Minum atau rata-rata sebesar 13,97 % dari total dana APBN pembangunan bidang Cipta Karya. Perkembangan alokasi Dana APBN Bidang Cipta Karya selama 5 tahun terakhir lihat Tabel 9.4 berikut:

  Tabel: 5.4 Alokasi APBN Pembangunan Bidang Cipta Karya Kota Sawahlunto (2010-2014 dalam Juta Rupiah) Sektor 2010 2011 2012 2013 2014 Total

  Pengembangan Kawasan Permukiman

  18.603.250.000

  9.853.250.000 250.000.000 - 700.000.000 7.800.000.000

  Penyehatan Lingkungan Permukiman

  11.681.597.000

  Air Minum 2.600.000.000 1.540.000.000 2.052.597.000 3.069.000.000 2.420.000.000

  50.000.000 840.000.000 - 850.000.000 870.000.000 persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Perkembangan DAK untuk Air Minum dan Sanitasi Kota Sawahlunto selama 5 tahun terakhir terlihat pada Tabel 9.5 berikut:

  Tabel: 5.5 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya Kota Sawahlunto (2010-2014) (Dalam Rupiah) Jenis DAK 2.010 2.011 2.012 2.013 2.014

  • AIR MINUM 1.250.897.000 1.862.900.000 1.837.770.000 986.250.000
  • SANI
  • 1.211.390.000
  • 1.250.897.000 1.862.900.000 1.837.770.000 2.197.640.000

JUMLAH TOTAL

  Dari tabel tersebut di atas bahwa perkembangan DAK untuk kedua sektor tersebut (Air Minum dan Sanitasi) Kota Sawahlunto tidak selalu mendapatkan DAK untuk kedua kegiatan tersebut, bahkan pada tahun 2014 kota Sawahlunto tidak mendapatkan DAK bidang Air Minum dan Sanitasi.

5.3.2 PERKEMBANGAN INVESTASI PEMBANGUNAN CIPTA KARYA BERSUMBER DARI APBD DALAM 5 TAHUN TERAKHIR

  Dana APBD yang dialokasikan Pemerintah Kota Sawahlunto untuk pembangunan bidang Cipta Karya dalam kurun waktu 2010 sampai 2014 secara nominal terus mengalami kenaikan, akan tetapi secara persentase terhadap total APBD per tahunnya pada tahun 2012 mengalami penurunan. Selain dana APBD untuk pembangunan bidang Cipta Karya, Pemerintah Kota Sawahlunto juga mengalokasikan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) selam 5 tahun terakhir (2010 sampai dengan 2014 ).

  Total alokasi dana DDUB untuk bidang Cipta Karya tahun 2010 sebesar Rp.1.128.544.500, kemudian tahun 2011 sebesar Rp. 2.136.545.000. sedangkan tahun 2014 alokasi dana APBD bidang Cipta Karya sebesar Rp. 3.242.230.000. Perkembangan alokasi Dana APBD Bidang Cipta Karya selama 5 tahun terakhir lihat Tabel 9.6 berikut:

  Tabel: 5.6 Perkembangan DDUB untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya Kota Sawahlunto Tahun 2010-2014 (dalam rupiah)

Sektor 2010 2011 2012 2013 2014 Total

  361.674.000 - 1.436.700.000 350.000.000 1.147.030.000 3.295.404.000 Air Minum Penyehatan

  • 447.078.000 221.225.000 2.575.000.000 1.660.200.000 4.903.503.000 Lingkungan Permukiman Pengembangan 315.012.500

  315.012.500 - - - - Kawasan Permukiman Penataan

  4.780.000 478.620.000 917.500.000 21.600.000 435.000.000 1.857.500.000 Bangunan dan Lingkungan

  10.371.419.500 JUMLAH 1.128.544.500 2.136.545.000 917.500.000 2.946.600.000 3.242.230.000

5.3.3 PERKEMBANGAN INVESTASI PEMBANGUNAN CIPTA KARYA BERSUMBER DARI PERUSAHAAN DAERAH DALAM 5 TAHUN TERAKHIR

  Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial ( social oriented) sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah ( profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, air limbah dan persampahan. Pemerintah Kota Sawahlunto mempunyai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Perusahaan daerah tersebut telah berjalan dan memberikan kontribusi terhadap pemerintah Daerah Kota Sawahlunto. Kinerja PDAM Kota Sawahlunto Tahun 2014 berdasarkan hasil Audit dengan indikator yang telah ditetapkan BPPSPAM berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya manusia dinyatakan Sehat.

5.3.4 PERKEMBANGAN INVESTASI PEMBANGUNAN CIPTA KARYA BERSUMBER DARI SWASTA DALAM 5 TAHUN TERAKHIR

  Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur

  Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost-recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No.67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta Permen PPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Hingga saat ini Kota Sawahlunto belum berhasil melaksanakan pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS).

5.4 PROYEKSI DAN RENCANA INVESTASI PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

5.4.1 PROYEKSI APBD 5 TAHUN KE DEPAN

  Proyeksi APBD dalam lima tahun kedepan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima (5) tahun terakhir menggunakan asumsi dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima (5) tahun kedepan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya. Adapun langkah-langkah proyeksi APBD ke depan adalah sebagai berikut : 1. Menetukanprosentasipertumbuhanan per pos pendapatan.

  Setiap pos pendapatan dihitung rata-rata pertumbuhan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan: Y = Nilai tahun ini -1

  Y = Nilai 1 tahun sebelumnya -2 Y = Nilai 2 tahun sebelumnya

  Dalammenentukanpresentasepertumbuhandihitungsetiap pos pendapatan yang terjadi dari PAD, Dana Perimbangan (DAU,DAK, DBH), dan lain-lain pendapatan yang sah.

  2. Menghitung proyeksi sumber pendapatan dalam lima (5) tahunkedepan.

  Setelah diketahui tingkat pertumbuhan pos pendapatan maka dapat dihitung nilai proyeksi pada lima (5) tahunkedepandenganmenggunakanrumusproyeksigoematrissebagaiberikut :

  n

  Keterangan: Y = Nilaipada tahun n r = % pertumbuhan Y = Nilai pada tahun ini n = tahun ke n (1-5)

  3. Menjumlahkan Pendapatan dalam APBD tiap tahun dan menghitung kapasitas daerah dalam pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya Setelah didapatkan nilai untuk setiap pos pendapatan, dapat dihitung total pendapatan. Apabiladiasumsikanbahwa total pendapatan sama dengan total belanjadandiasumsikan pula bahwaproporsi belanja bidang Cipta karya terhadap APBD samadenganeksisting (Tabel-6.6) makadiketahui proyeksi kapasitas daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk bidang Cipta karya dalam lima (5) tahunkedepan. Adapun hasil dari proses perhitungan tersebut dapat ditampilkan pada Tabel 9.10. Dari data proyeksi APBD tersebut dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR)

1. Net Public Saving

  Net Public Saving atau Tabungan Pemerintan adalah sisa dari total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalambidangCiptakayra. Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut:

  Net Public Saving = Total Penerimaan Daerah – Belanja Wajib NPS = (PAD+DAU+DBH+DAK) – (Belanja mengikat + Kewajiban Daerah)

  • -

    Belanja Mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi /tidak bisa dihindari oleh

  pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil serta belanja lain yang mengikat sesuai sesuai peraturan daerah yang berlaku . - Kewajiban daerah antara lain pembayaran pokok pinjaman, pembayaran kegiatan

lanjutan serta kewajiban daerah lain sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku.

2. Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio)

  Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah.

  c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.

  d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah. Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt

  Service Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal

  adalah 2,5. DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah. Oleh karena itu, DSCR dalam 5 tahun ke depan perlu dianalisis dalam RPIJM dengan rumus sebagai berikut:

  Hasil perhitungan Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah ( Debt Service Coverage Ratio) Kota Sawahlunto selengkapnya tersaji pada tabel 9.8.

  Dengan mengambil data Laporan Keuangan APBD Kota Sawahlunto tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, maka dapat dihitung NPS maupun DSCR nya dari masing-masing tahun. Dari hasil perhitungan kedua indicator tersebut, dikemukakan bahwa NPS tahun 2008 sebesar Rp. 250.132,29 juta atau sebesar 31,13 % dan tahun 2012 meningkat menjadi

  PAD = Pendapatan Asli daerah DBH = Dana Bagi Hasil DAU = Dana Alokasi Umum DBHDR = DBH Dana Reboisasi Rp. 284.529,53 juta atau sebesar 23,99 % dari Penerimaan Daerah. Pada tahun 2014 diproyeksikan nilai NPS Kota Sawahlunto sebesar Rp. 398.827,47 juta atau sebesar 26,87% dan pada tahun 2018 meningkat menjadi Rp. 771.881,22 juta atau sekitar 32,78%. Dari DSCR rata-rata diatas 2,5 kali lipat, yaitut ahun 2010 sebesar 12 kali, tahun 2011 naik menjadi 18,43 kali tahun 2012 naik lebih tinggi yaitu 1.218,45 kali. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa Kota Sawahlunto mampu dalam pengembalian pinjaman.