STUDI EKSPERIMENTAL PENDINGIN ADSORBSI AMONIA - CaCl2 ENERGI SURYA MENGGUNAKAN PERBANDINGAN AMONIA - CaCl2 0,6

  

STUDI EKSPERIMENTAL PENDINGIN ADSORBSI

AMONIA - CaCl

2 ENERGI SURYA MENGGUNAKAN PERBANDINGAN AMONIA - CaCl

  2 0,6

TUGAS AKHIR

  Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin

  Diajukan Oleh:

  

MARTINUS NOPI

NIM: 085214047

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2012

  

EKSPERIMENTAL STUDY OF SOLAR ENERGY

AMONIA - CaCl ADSORBTION REFRIGERATION

2 USING 0,6 AMONIA - CaCl RATIO

  2 FINAL PROJECT

  Presented as a partitial fulfilment of the requirement as to obtain the Bachelor of Engineering degree in Mechanical Engineering Study Program

  By:

  

MARTINUS NOPI

Student Number: 085214047

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

  

2012

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir ini adalah asli karya tulisan saya dan di dalamnya tidak terdapat karya tulis yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, ataupun pernah diajukan dan atau dibuat di perguruan tinggi lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  Yogyakarta, 13 Agustus 2012 Penulis, Martinus Nopi NIM. 085214047

  

ABSTRAK

  Akhir-akhir ini di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan atau daerah terpencil, kebutuhan akan sistem pendingin untuk bahan makanan, hasil panen, hasil perikanan dan untuk keperluan penyimpanan obat semakin meningkat. Sistem pendinginan yang ada saat ini kebanyakan bekerja dengan sistem kompresi uap menggunakan energi listrik dan refrijeran sintetik seperti : R-11, R-12, R-22, R-134a, dan R-502. Masalah yang ada adalah belum semua daerah di Indonesia memiliki jaringan listrik sehingga sistem pendingin sederhana yang bekerja tanpa energi listrik merupakan alternatif pemecahan permasalahan kebutuhan akan sistem pendingin di daerah seperti ini, selain itu refrijeran sintetik mempunyai dampak negatif pada lingkungan. Sistem pendingin absorbsi gas amoniak salah satu sistem pendingin yang tidak memerlukan energi listrik. Sistem pendingin absorbsi amoniak-air hanya memerlukan energi panas untuk dapat bekerja. Amonia dan CaCl

  2

  bukan merupakan refrijeran sintetik sehingga dampak negatif terhadap lingkungan tidak terjadi. Tujuan penelitian ini adalah membuat model pendingin absorbsi sederhana dengan refrijeran amoniak dan mengetahui unjuk kerja dan temperatur pendinginan yang dapat dihasilkan oleh sistem pendingin adsorbsi ini.

  Alat penelitian terdiri dari generator (juga sebagai absorber), kondensor dan evaporator. Bahan yang digunakan dalam pembuatan generator dan pipa- pipa penghubung adalah stainless steel. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah temperatur generator (T ), temperatur kondensor (T ),

  1

  2

  temperatur evaporator (T

  3 ), temperatur bak evaporator (T 4 ), tekanan generator

  (P1), tekanan evaporator (P

  2 ), waktu pencatatan data (t) dan intensitas radiasi surya (G).

  Hasil penelitian telah berhasil membuat sebuah sistem pendingin

  o

  adsorbsi amonia-CaCl . Temperatur terendah yang dicapai adalah 5 C dan

2 COP terbaik 0.81, serta dapat mengetahui efek massa air dalam evaporator

  pada unjuk kerja pendingin absorbsi amonia CaCl 2 .

  Kata kunci: pendingin, adsorbsi, refrijeran, CaCl , generator.

  2

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat, sehingga laporan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik untuk program studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis merasakan bahwa penelitian tugas akhir ini merupakan penelitian yang tidak mudah, dituntut keterlibatan langsung dalam pengambilan data, pemahaman terhadap sistem alat dan persamaan yang digunakan, serta penanggulangan yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi.

  Penelitian Tugas Akhir dengan judul “Studi Eksperimental Pendingin Adsorbsi 0,6”

  Amonia - CaCl

2 Energi Surya Menggunakan Perbandingan Amonia - CaCl

  2

  ini dapat berjalan dengan baik karena adanya bantuan secara langsung maupun tidak langsung dan kerjasama dari berbagai pihak. Menyadari hal itu, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Paulina Heruningsih Prima Rosa. S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Bapak Ir. P.K. Purwadi, M.T. selaku Ketua Program studi Teknik Mesin Dosen Pembimbing Akademik.

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

TITLE PAGE ........................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................... vii

ABSTRAK ............................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ............................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................ x

DAFTAR TABEL ................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiii

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................

  1

  1.l Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian........................................................................

  3

  1.3 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4 1.4 Batasan Masalah ......................................................................

  4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6

  2.1 Penelitian yang Pernah Dilakukan ............................................. 6

  2.2 Dasar Teori ................................................................................ 9

  

BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................ 33

  3.1 Deskripsi Alat ............................................................................. 33

  3.2 Variabel Yang Diukur ................................................................. 34

  3.3 Prosedur Penelitian ...................................................................... 34

  3.4 Peralatan Pendukung ................................................................... 36 ……………………………….

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

  37

  4.1 Data Hasil Penelitian …………………………………………... 37

  4.2 Data dan Perhitungan ................................................................... 41

  4.3 Grafik dan Pembahasan ............................................................... 42

  

BAB V. PENUTUP .................................................................................... 52

  5.1 Kesimpulan .................................................................................. 52

  5.2 Saran ............................................................................................ 52

  

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 53

LAMPIRAN ............................................................................................... 56

  DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data pemanasan pertama ...................................................... 37Tabel 4.2. Data pendinginan pertama ...................................................... 38Tabel 4.3. Data pemanasan kedua ............................................................ 38Tabel 4.4. Data pendinginan kedua .......................................................... 39

  Tabel 4.5a. Data pemanasan ketiga ............................................................ 39 Tabel 4.5b. Data pemanasan ketiga ............................................................ 40

Tabel 4.6. Data pendinginan ketiga .......................................................... 40Tabel 4.7. Perbandingan Koefisien prestasi setiap pendinginan............. 42

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema alat pendingin adsorbsi generator vertikal dan evaporator tanpa receiver, (Yudhokusumo, 2011) ............................................. 7Gambar 2.2. Skema alat pendingin absorbsi amonia-air (Heribertus, 2012)......... 8Gambar 2.3. Siklus pendinginan absorbsi ............................................................ 10Gambar 2.4. Kalsium Klorida ............................................................................... 15Gambar 2.5. Amonia (NH

  3 )................................................................................... 18

Gambar 2.6. Skema diagram alir refrigeration Carnot........................................... 22Gambar 2.7. kolektor surya plat datar ................................................................... 27

  Gambar 2.8a. Kolektor plat parabolik silinder .............................................…....... 28

  

Gambar. 2.8b. Kolektor parabola .................................................…….................……… 28

Gambar 2.9. Kolektor plat datar evacuated ………………...................................... 29

  …………………….......…….............. 30

Gambar 2.10. Perbandingan 3 jenis kolektorGambar 3.1 Skema rangkain alat ………………………………….......…………… 33

  ……………………………….......……....…….. 34

Gambar 3.2. Variabel yang diukurGambar 4.1. Grafik perbandingan temperatur pendinginan terhadap waktu......... 43Gambar 4.2. Diagram perbandingan temperatur evaporator minimum pada percobaan pendinginan menggunakan kadar amonia 20%,

  40% dan 60%................................................................................... 43

Gambar 4.3. Perbandingan tekanan evaporator terhadap waktu .......................... 44Gambar 4.4. Grafik perbandingan tekanan maksimum evaporator pada saat proses desorbsi ................................................................................. 45

  Gambar 4.5a. Grafik perbandingan tekanan evaporator pada saat proses disorbsi percobaan pertama terhadap intensitas radiasi surya......................

  46 Gambar 4.5b. Grafik perbandingan tekanan evaporator pada saat proses disorbsi percobaan pertama terhadap intensitas radiasi surya ...................... 46 Gambar 4.5c. Grafik perbandingan tekanan evaporator pada saat proses disorbsi percobaan pertama terhadap intensitas radiasi................................. 47

Gambar 4.6. Grafik perbandingan COP rata-rata dari setiap Percobaan............... 50

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Akhir-akhir ini di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan atau daerah terpencil, kebutuhan sistem pendingin untuk bahan makanan, hasil panen, hasil perikanan dan untuk keperluan penyimpanan obat semakin meningkat. Sistem pendinginan yang ada saat ini kebanyakan bekerja dengan sistim kompresi uap menggunakan energi listrik dan absorber sintetik seperti : R-11, R-12, R-22, R-134a, dan R-502. Masalah yang ada adalah belum semua desa atau daerah memiliki jaringan listrik sehingga sistim pendingin sederhana yang dapat bekerja tanpa adanya jaringan listrik bisa menjadi alternatif pemecahan permasalahan kebutuhan sistem pendingin di daerah yang belum ada jaringan listrik. Selain itu absorber sintetik umumnya mempunyai dampak negatif pada lingkungan seperti merusak lapisan ozon dan dapat menimbulkan pemanasan global.

  Sistem pendingin absorbsi merupakan salah satu sistem pendingin yang tidak memerlukan energi listrik. Sistem pendingin adsorbsi hanya memerlukan energi panas untuk dapat bekerja. Energi panas yang diperlukan dapat berasal dari pembakaraan kayu, arang, bahan bakar minyak dan gas bumi. Energi panas juga dapat berasal dari buangan proses industri, biomassa, biogas atau dari energi alam seperti panas bumi dan energi surya. merupakan absorber sintetik misalnya air sehingga resiko kerusakan alam seperti yang dapat disebabkan sistem pendingin kompresi uap karena menggunakan absorber sintetik tidak terjadi.

  Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menerapkan sistim pendingin absorbsi energi panas menggunakan absorber CaCl untuk

  2

  memenuhi kebutuhan sistem pendingin di masyarakat terutama di daerah yang belum terdapat jaringan listrik. Dapat atau tidaknya suatu sistem pendingin diterapkan pada masyarakat ditentukan oleh beberapa hal, yaitu:

  a) Bagaimana unjuk kerja yang dapat dihasilkan oleh sistim pendingin tersebut. Unjuk kerja suatu sistim pendingin dapat dilihat dari temperatur terendah yang dapat dicapai dan koefisien unjuk kerja (COP) yang dapat dihasilkan. Temperatur terendah dan COP yang dihasilkan harus dapat memenuhi kapasitas pendinginan (laju pendinginan) yang diperlukan masyarakat.

  b) Disain alat pendingin tersebut harus dapat dioperasikan dan dirawat sendiri oleh masyarakat pengguna serta dapat dibuat dengan teknologi dan bahan yang ada di daerah tersebut.

  Koefisien unjuk kerja (COP) merupakan perbandingan laju pendinginan dengan energi panas yang diterima sistim pendingin. Unjuk kerja alat pendingin absorbsi sangat dipengaruhi keefektifan generator (dalam menguapkan fluida), kondensor (dalam mengembunkan uap air) dan evaporator (dalam menyerap kalor dari bahan yang didinginkan). Sumber biogas dan energi surya. Pada penelitian ini sumber panas disimulasikan dengan kompor listrik agar mudah dalam pengukuran besar daya pemanasan pada generator.

  Kondensor spiral dipilih karena menghasilkan efektivitas yang lebih baik dalam mengembunkan uap air dibandingkan kondensor tabung.

  Hal ini disebabkan luas kontak perpindahan panas kondensor spiral lebih besar jika dibandingkan kondensor tabung. Efektivitas yang lebih baik ini memungkinkan kondensor spiral menghasilkan unjuk kerja alat pendingin yang lebih baik. Kondensor tabung memiliki keuntungan dalam hal kemudahan pembuatannya dibandingkan kondensor spiral.

  Koefisien unjuk kerja (COP) juga dipengaruhi oleh jumlah volume amonia. Volume amonia yang lebih besar akan menghasilkan laju pendinginan yang lebih besar tetapi belum tentu menghasilkan COP yang lebih baik, hal ini disebabkan volume amonia yang lebih besar juga memerlukan energi panas yang lebih banyak.

1.2 Tujuan Penelitian 1. Membuat model pendingin adsorbsi sederhana.

  2. Mengetahui temperatur pendinginan yang dapat dihasilkan oleh sistem pendingin adsorbsi.

  3. Mengetahui unjuk kerja alat adsorbsi dengan menggunakan kolektor (koefisien unjuk kerja (COP))

  1.3 Manfaat Penelitian

  1. Menambah kepustakaan teknologi alat pendingin dengan sistem adsorbsi menggunakan energi surya.

  2. Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan untuk membuat prototipe dan produk teknologi alat adsorbsi dengan energi surya yang dapat diterima masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kerusakan alam (karena adsorber sintetis).

  3. Mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dan listrik sebagai penggerak alat pendingin.

  1.4 Batasan Masalah

  Pada penelitian ini akan digunakan 1 (satu) jenis alat adsorbsi yakni alat adsorbsi dengan kolektor parabola silinder untuk diteliti pengaruhnya terhadap unjuk kerja alat adsorbsi. Unjuk kerja alat adsorbsi dinyatakan dengan pendinginan yang dihasilkan alat adsorbsi.

  Penggunaan kalsium klorida ( CaCl ) sebagai adsorber dan amonia

  2

  sebagai refijerannya dalam penelitian ini, memiliki kadar perbandingan antara amonia dengan CaCl

  2 sebesar 0,6 atau 60%. Hal ini dikarenakan

  amonia cair yang digunakan sebesar 11,8 liter, dan kadar kelarutan amonia murni dalam air sebesar 30g/100 ml, sehingga pada saat proses pemanasan amonia air, kadar uap amonia murni yang dihasilkan dan terpakai dalam sistem sebesar 3,54 kg. Perbandingan antara gas amonia murni dengan perbandingan amonia - CaCl

  2 sebesar 0,6 ini yang menjadi acuan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini menggunakan alat pengukur panas yang disebut dengan termokopel dan alat pencatat panas dari termokopel disebut

  logger. Namun dalam penelitian yang dilakukan tidak dapat dilakukan

  pencatatan data otomatis, yaitu saat adanya perubahan intensitas radiasi surya dikarekan keterbatasan alat penguukur yang digunakan sehingga pancatatan waktu penelitian diambil setiap 15 menit. Keterbatasan lain yang ada saat pengambilan data penelitian adalah kurang mampuannya logger untuk mencatat perubahan suhu yang terjadi dan suhu terendah yang bisa

  o

  tercatat hanya -5

  C. Penelitian ini di lakukan di kampus III Sanata Dharma, Sleman, Yogyakata pada tanggal 12 juli sampai dengan tanggal 24 juli 2012.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Yang Pernah Dilakukan

  Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah penelitian menggunakan tabung generator vertikal dan evaporator tanpa reciver (penampung) variabel yang divariasikan dalam penelitian tersebut adalah variasi volume campuran amonia-air 0,9 L dan 1,3 L. Variasi bukaan keran saat proses absorbsi sebesar 30°, 60°, dan 90° dengan volume campuran amonia-air 0,9 L kemudian penelitian tersebut menyimpulkan bahwa.

  o

  Temperatur evaporator terendah yang dihasilkan adalah -5 C yang dapat bertahan selama 80 menit dan COP yang dihasilkan adalah 0.91 (Abimael Sony Yudhokusumo, 2011). Karena dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa unjuk kerja dari alat tersebut menurun setelah pengambilan data berulang dan penambahan amonia dilakukan maka dilakukan indentifikasi alat dan menemukan bahwa ada air yang tertinggal pada evaporator yang mempengaruhi kerja pendinginan tersebut. Berikut adalah skema alat dari penelitian Abimael Sony Yudhokusumo.

  1

  2

  7

  3

  8

  4

  5

  6 Gambar 2.1. S . Skema alat pendingin adsorbsi generator ator vertikal dan

  evaporator tanpa receiver (Yudhokusumo, 2011 o, 2011) keteran rangan:

  1. Salur aluran untuk menampung amonia yang akan kan dimasukkan ke alat. lat. Bagian ini bisa diganti dengan pentil il saat alat akan diva divakum.

  2. Kera eran ball valve ¾ inci

  3. Pipa ipa ¾ inci

  4. Peng enguat katup fluida satu arah

  5. Gene enerator yang juga sekaligus sebagai adsorber r

  6. Peng enguat generator

  7. Manom Manometer

  8. Konde ondensor sekaligus evaporator

  1

  5

  4. Katup fluida satu arah

  3. Pipa ¾ untuk jalan masuk amonia-air

  2. Keran ¾ inchi utama untuk memasukkan amonia-air

  Bagian ini bisa diganti dengan pentil saat alat akan divakum.

  1. Saluran untuk menampung amonia yang akan dimasukkan ke alat.

Gambar 2.2 Skema alat pendingin absorbsi amonia-air (Pratama, 2012) keterangan:

  C dengan variasi massa air pada data kedua. COP atau unjuk kerja terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 0,92, yaitu COP pada data pertama dan ketiga dengan variasi massa air (Heribertus Hari Bekti Pratama, 2012). Berikut adalah skema Gambarnya:

  o

  menghasilkan temperatur pendinginan terendah yang bisa tercatat adalah -

  2

  10

  9

  7

  8

  6

  5

  4

  3

11 Kemudian hal ini berkembang pada penelitian yang dapat

  5. Generator yang juga berfungsi sebagai adsorber

  6. Keran ¾ inchi untuk mengatur tekanan di evaporator

  7. Manometer

  8. Evaporator yang juga berfungsi sebagai kondensor

  9. Receiver untuk menampung butir-butir air yang terbawa uap amonia

  10. Ember pendingin untuk mendinginkan generator saat proses pendinginan dan adsorbsi

  11. Kotak pendingin untuk meletakkan benda-benda yang ingin didinginkan.

  Evaporator diletakkan di dalam kotak ini saat proses absorbsi.

  Banyak hal yang dapat mempengaruhi unjuk kerja pendinginan sistem adsorbsi ini maka sangat penting penelitian-penelitian semacam ini dilakukan agar alat yang dihasilkan nantinya bisa menjadi lebih baik.

2.2 Dasar Teori

  Alat pendingin absorbsi umumnya terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yaitu: (1) generator, (2) kondensor dan (3) evaporator. Siklus pendinginan absorpsi terdiri dari proses absorpsi (penyerapan) absorber kedalam adsorber dan proses pelepasan amonia dari adsorber (proses desorbsi) proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

  Proses adsorbsi dan desorbsi terjadi pada generator. Pada proses desorbsi generator memerlukan energi panas dalam penelitian ini sebagai sumber energi panas digunakan energi surya untuk mempermudah pengukuran besar energi panas yang digunakan. Absorban yang digunakan pada penelitian ini adalah amonia cair. Pada sistim pendingin adsorbsi dengan amonia cair diperlukan bahan lain sebagai adsorber yakni CaCl 2 . Adsorber berfungsi untuk menyerap uap air pada sistem pendingin agar proses pendinginan bahan (makanan atau obat) dapat berlangsung.

Gambar 2.3. Siklus pendnginan adsorbsi

  Proses yang terjadi jika menggunakan amonia cair adalah sebagai berikut : energi panas dari surya menaikkan temperatur campuran CaCl

  2

  yang ada di dalam generator. Pada temperatur dan tekanan tertentu amonia akan menguap dan terpisah dari CaCl 2, proses ini disebut proses desorbsi.

  Uap amonia ini mengalir dari generator menuju evaporator melalui kondensor. Di dalam kondensor uap amonia mengalami pendinginan dan mengembun. Air hasil pengembunan akan mengalir ke dalam evaporator dan mengalami ekspansi sehingga tekanannya turun. Karena tekanan amonia di dalam evaporator turun maka temperatur juga akan turun sampai

  O O

  temperatur tertentu (sekitar 5 C sampai 10

  C). Evaporator diletakkan di dalam sebuah kotak pendingin. Di dalam kotak pendingin tersebut diletakkan bahan-bahan yang akan didinginkan. Karena mendinginkan bahan maka amonia dalam evaporator akan menguap dan mengalir kembali ke dalam generator. Di dalam generator uap amonia tersebut diserap oleh CaCl

  2 , proses ini disebut adsorbsi. Siklus tersebut akan berlangsung terus

  selama ada sumber panas. Selama proses desorbsi maka pendinginan di dalam evaporator tidak dapat dapat terjadi karena seluruh air berada di dalam generator, oleh karena proses pendinginan tidak berlangsung secara kontinyu maka pendinginannya dikatakan berlangsung secara intermittent.

  Agar proses pendinginan bahan dapat berlangsung secara kontinyu maka harus terdapat dua alat pendingin, jika satu alat digunakan untuk mendinginkan bahan makanan atau obat (proses adsorbsi) maka pada alat yang lain dilakukan pemanasan (proses desorbsi).

  Macam-macam absorber:

  Adapun beberapa macam absorber atau refrijeran yang bisa digunakan untuk sistem pendingin absorbsi, yaitu:

1. Amonia-Air

  Sistem amonia-air digunakan secara luas untuk mesin pendingin berskala kecil (perumahan) maupun industri, yang mana suhu evaporasi yang dibutuhkan mendekati atau di bawah 0 ºC. Sistem amonia-air mempunyai hampir seluruh kriteria yang diperlukan di atas, kecuali bahwa zat-zat tersebut dapat bersifat korosif terhadap tembaga dan campurannya, serta sifat amonia yang beracun sehingga membatasi penggunaannya untuk pengkondisian udara. Kelemahan sistem amonia-air yang paling utama adalah air yang juga mudah menguap sehingga amonia yang berfungsi sebagai refrigeran masih mengandung uap air pada saat keluar dari generator dan masuk keevaporator melalui kondensor. Keadaan ini dapat menyebabkan uap air meninggalkan panas di evaporator dan meningkatkan suhunya sehingga dapat menurunkan efek pendinginan. Untuk menghindari hal itu, mesinpendingin absorbsi dengan sistem amonia-air umumnya dilengkapi dengan rectifier dan analyze.

  Amonia yang masih mengandung uap air dari generator melalui

  rectifier , suatu mekanisme yang bekerja seperti kondenser akibat adanya arus

  balik uap air dari analyzer. Di sini, uap air yangmempunyai suhu jenuh yang lebih tinggi diembunkan dan dikembalikanke generator. Selanjutnya amonia dan sejumlah kecil uap air diteruskan ke analyzer, dimana uap air dan sebagian kecil amonia diembunkan dan dikembalikan ke generator melalui

  rectifier , sedangkan amoniaditeruskan ke kondensor. Analyzer pada prinsipnya

  adalah suatukolom distilasi, yang umumnya menggunakan air pendingin dari kondensor sebagai media pendingin.

  2. Air-Litium bromida

  Sistem air-litium bromida banyak digunakan untuk pengkondisian udara dimana suhu evaporasi berada di atas 0 ºC. Litium Bromida (LiBr) adalah suatu kristal garam padat, yang dapat menyerap uap air. Larutan cair yang terjadi memberi tekanan uap yang merupakan fungsi suhu dan konsentrasi larutan. Hubungan antara entalpi dengan persentase litium-bromida dalam larutan LiBr pada berbagai suhu larutan. Proses terjadi kristalisasi larutan LiBr-H2O, yaitu pada keadaan yang mana larutan mengalami pemadatan. Proses yang terjadi pada wilayah melewati batas kristalisasi akan mengakibatkan pembentukan lumpur padat dan penyumbatan sehingga mengganggu aliran di dalam pipa.

  3. Karbon Aktif

  Karbon aktif atau arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Daya serap karbon aktif ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi.

  Dalam setiap satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas

  2

  permukaan 500-1500 m , sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut manjadi jenuh dan tidak aktif lagi.

  Oleh karena itu biasanya arang aktif di kemas dalam kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai.

  Karbon aktif dipakai dalam proses pemurnian udara, gas dan larutan atau cairan, dalam proses recovery suatu logam dari biji logamnya.

  Dipakai juga dalam pemurnian gas dan udara, safety mask dan respirator, seragam militer, adsorbent foams, industri nuklir, penyerap rasa dan bau dari air, aquarium, cigarette filter, dan juga penghilang senyawa-senyawa organik dalam air. Sesuai dengan salah satu fungsi di atas, maka karbon aktif juga dipakai di Unit CO 2 Removal pada Pabrik Amonia.

4. Zeolit-Air

  Zeolit memiliki beberapa sifat, berikut adalah sifatnya sebagai absobrsi : Pada keadaan normal, ruang hampa dalam Kristal zeolit terisi oleh molekul air bebas yang berada disekitar kation.

  Bila Kristal zeolit dipanaskan pada suhu sekitar 300-400 C air tersebut akan keluar sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan. Dehidrasi menyebabkan zeolit mempunyai struktur pori yang sangat terbuka, dan mempunyai luas permukaan internal yang luas sehingga memisahkan mol molekul zat berdasarkan ukuran molekul dan dan kepolarannya. Karena sifatnya ya yang mampu mengabsorbsi uap dan gas, m s, maka zeolit bisa digunakan sebaga bagai absorber sistem pendingin absorbsi.

5. Kalsium Klor lorida (CaCl 2 )

  Kalsium sium klorida (CaCl ) adalah senyawa ionik y k yang terdiri dari

  2

  unsur kalsium ( (logam alkali tanah) dan klorin. Kalsium kl klorida memiliki sifat-sifat seper erti: tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak dak beracun, yang dapat digunakan kan secara ekstensif di berbagai industri dan apl n aplikasi di seluruh dunia.

Gambar 2.4. Kalsium Klorida (CaCl

  2 )

  Senyaw awa kimia ini adalah produk sampingan da dari proses yang disebut Solvay, ay , atau juga dikenal sebagai proses amonia-soda soda. Proses Solvay kalsium karbonat dimana kalsium karbonat direaksikan dengan asam klorida, sehingga menghasilkan kalsium klorida. Kalsium klorida dibuat dari campuran antara Larutan asam klorida dengan kalsium hidroksida dengan reaksi sebagai berikut:

  CaCO

  3

  2

  2 CO

  3

  • HCl  CaCl + H

  Penggunaan Kalsium klorida (CaCl 2 )

  Di Amerika kalsium klorida (CaCl

  2 ) biasa digunakan untuk

  meleburkan es di jalan pada musim salju. Dengan menekan titik beku, Kalsium klorida digunakan untuk mencegah terbentuknya es dan meleburkan es. Proses ini melibatkan konversi kalsium klorida menjadi air garam baik karena menyerap uap air atau air dari gas yang perlu dikeringkan. Kalsium klorida ini juga sering digunakan pada kolam yang kadar kalsium dalam airnya relatif sedikit. Penggunaan kalsium klorida membantu meningkatkan kadar kalsium air, dan juga dapat meminimalkan potensi korosi pada pompa. Kalsium klorida juga dicampurkan dengan beton dengan tujuan untuk memperkuat campurannya sebagaimana untuk membantu dalam pembangunan cepat (fast track) saat pengaturan awal suatu pembangunan. Namun tidak dianjurkan digunakan pada beton bertulang karena senyawanya mengandung ion klorida yang bersifat korosif terhadap kerangka baja. Karena sifat higroskopisnya, kalsium klorida anhidrat harus disimpan dalam benda kedap udara yang tertutup rapat.

  Sifat Higroskopi Kalsium Klorida (CaCl 2 )

  Higroskopi adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik melalui adsorbsi. Suatu zat disebut higroskopis jika zat itu mempunyai kemampuan menyerap molekul air yang baik. Contoh zat-zat higroskopis adalah madu, gliserin, etanol, metanol, asam sulfat pekat, dan natrium hidrokida (soda kaustik) pekat. Kalsium klorida merupakan zat yang sangat higroskopis, sehingga kalsium klorida akan larut dalam molekul-molekul air yang diserapnya. Karena bahan-bahan higroskopis memiliki afinitas (daya serap) yang kuat terhadap kelembapan udara, biasanya disimpan di wadah tertutup.

  Karena sifat daya serapnya yang cukup bagus dan bisa digunakan untuk menyerap amonia (NH

  3 ) tanpa mengakibatkan reaksi kimia yang

  berbahaya, maka dari 5 (lima) jenis absorber tersebut, dipilihlah CaCl

  2 sebagai bahan adsorber untuk penelitian sistem pendingin ini.

  Refrijeran yang digunakan: Amonia (NH )

3 Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH

  3 . Biasanya

  senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun laupun amonia memiliki sumbangan penting ba ng bagi keberadaan nutrisi di bumi, i, amonia sendiri adalah senyawa kaustik (ba (bahan yang dapat membakar kulit kulit) dan dapat merusak kesehatan. Administra strasi Keselamatan dan Kesehatan P n Pekerjaan Amerika Serikat memberikan bata batas 15 menit bagi kontak dengan a n amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm (part (part-per million) volume, atau 8 u 8 jam untuk 25 ppm volume. Kontak deng dengan gas amonia berkonsentrasi t si tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-pa u-paru dan bahkan bisa mengakiba kibatkan kematian. Sekalipun amonia di AS dia diatur sebagai gas tak mudah terba rbakar, amonia masih digolongkan sebagai bah bahan beracun jika terhirup, dan pe n pengangkutan amonia berjumlah lebih besar sar dari 13,248 L juga harus diser sertai surat izin.

Gambar 2.5 Amonia (NH )

  3 Amoni onia yang digunakan secara komersial dina dinamakan amonia Karena amonia mendidih di suhu -33,35°C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH dalam air.

  3 Sifat-sifat amonia murni: o o

  a) Titik beku -77,74 C dan titik didih -33,35 C.

  b) Pada suhu dan tekanan biasa bersifat gas dan tidak berwarna, berat jenisnya lebih ringan daripada berat jenis udara (Berat jenis uap amonia =

  3

  

3

  600 kg/m dan udara = 1000 kg/m ) c) Baunya sangat menyengat.

  d) Amonia memiliki sifat basa, larutan amonia yang pekat mengandung 28%

  o

  • 29% amonia pada suhu 25 C

  e) Amonia memiliki kemampuan menetralisir asam dan saat dilarutkan dalam air akan membentuk amonium bermuatan positif (NH4 +) dan ion hidroksida bermuatan negatif (OH-)

  (NH ): Pembuatan Amonia 3 Dasar teori pembuatan amonia dari nitrogen dan hydrogen ditemukan oleh Fritz Haber (1908), seorang ahli kimia dari Jerman.

  Sedangkan proses industri pembuatan amonia untuk produksi secara besar- besaran ditemukan oleh Carl Bosch, seorang insinyur kimia juga dari

  → 2NH

  1. Gas amonia dibuat menurut proses Haber & Bosch: N

  2 + 3 H

  2

  3 o

  22,8 kal pada suhu reaksi 530 C dan tekanan 150 - 200 atm dengan katalis Fe

  2 O 3 /Ni/Pt/Pd. Reaksi tersebut merupakan reaksi eksoterm namun harus

  dilangsungkan pada suhu tinggi, hal ini disebabkan karena kedua gas tersebut bersifat lembam. Gas nitrogen berasal dari udara sedangkan hidrogen berasal dari cracking gas alam.

  2. Pada zaman dahulu amonia diperoleh sebagai hasil sampingan gas lampu (hasil penyulingan kering batu bara) dalam bentuk garam sulfat atau karbonat, kemudian dibebaskan dengan Ca(OH)

  2 .

  3. Di laboratorium, jika diperlukan gas amonia dalam jumlah sedikit dapat dibuat dengan membebaskan garam-garam amonium dengan kapur (mis.

  NH

4 Cl + Ca(OH) 2 ).

  Kegunaan Amonia pada umumnya

  1) Di laboratorium banyak digunakan sebagai pereaksi analisis, baik kualitatif maupun kuantitatif.

  2) Dalam rumah tangga bisa digunakan dalam campuran pembersih sendok garpu perak dan barang logam lainnya.

  3) Dalam PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) digunakan untuk obat sengatan serangga untuk menetralkan asam racunnya.

  4) Dalam aneka industri digunakan sebagai bahan dasar pembuatan asam nitrat, Na-karbonat, pupuk ZA, pengisi mesin pendingin (pengganti freon), pengawet lateks, dan lain-lain.

  5) Zat ini juga digunakan sebagai campuran pembuat pupuk untuk menyediakan unsur nitrogen bagi tanaman.

  Unjuk Kerja Pendingin Adsorbsi

  Pada penelitian ini, analisa digunakan pendekatan siklus pendingin carnot, ini dikarenakan untuk perhitungan kerja pemanasan pada temperatur refrijeran dan adsorber pada generator tidak bisa dilakukan, karena tidak mungkinnya peletakkan termokopel di dalam generator untuk mengukur temperatur pada amonia dan CaCl

  2 , berikut penjelasan siklus

  pendingin carnot: Karena proses melingkar carnot adalah proses reversible, maka proses dapat dibalik. Proses yang dibalik ini disebut refrigerator carnot.

  Jadi refrigerator carnot bekerja dengan kebalikan dari mesin carnot.

  Refrigerator carnot menerima kerja luar W dan menyerap panas Q

  1

  dari reservoir dingin (heat sink) temperatur T serta memberikan panas Q

  1

  2

  ke reservoir panas temperatur T . Skema diagram alir refrigerator carnot,

  2

  pada gambar :

Gambar 2.6. Skema diagram alir refrigeration carnot

  Jadi dapat dibuat hubungan : W = Q

  2 – Q

  1

  (1) Koefisien prestasi (Coefficient of Performance), COP =

  (2) =

  (3) =

  (4) Dari persamaan (1) dan (2) didapat hubungan :

  =

  (5) Unjuk kerja pendingin adsorbsi umumnya dinyatakan dengan koefisien prestasi adsorbsi (COP Adsorbsi ) dan dapat dihitung dengan persamaan (Arismunandar, 1995) :

  COP

  Adsorbsi

  = (6) Kerja pendinginan dapat dihitung dengan persamaan (Arismunandar, 1995) : Kerja pendinginan = ∆(m.h) (7)

  evaporator

  Kerja pemanasan pada generator dapat dihitung dengan persamaan (Arismunandar, 1995) :

  

( )

  Kerja pemanasan = . + ( . ℎ ) (8)

  

  dengan: ℎ = entalpi penguapan (latent heat of vaporisation)

  Amonia mempunyai sifat alami dapat menguap pada temperatur rendah jika tekanan disekitar amonia juga rendah sehingga amonia tersebuat dapat digunaan sebagai bahan pendingin (adsorber). Selama tekanan disekitar amonia rendah maka proses pendinginan dapat terus berlangsung, hal ini tergantung pada efektivitas CaCl

  2 dalam menyerap uap amonia pada proses adsorbsi.

  Daya pemanasan yang dapat dihasilkan oleh kolektor dapat dihitung dari jumlah intensitas matahari yang datang/digunakan berbanding dengan luas permukaan kolektor untuk memanaskan generator, dengan rumus berikut:

  Energi Surya = G . A (9) Dengan:

  2 G : Intensitas radiasi surya ( W/m )

  2 Efisiensi kolektor ( Kolektor ) dapat diketahui dengan membandingkan kerja pemanasan untuk menaikkan temperatur massa pada generator berbanding terbalik dengan energi radiasi surya yang diterima oleh generator melalui kolektor:

  η = (10) kolektor

  Keterangan: m : massa (tabung, amonia dan CaCl

  2 ) yang dipanasi (kg)

  C : panas jenis (tabung, amonia dan CaCl ) (J/(kg.K)

  P 2 o

  T

  1 : temperatur awal (

  C)

  o

  T

  2 : temperatur akhir (

  C) ∆t : lama waktu pemanasan (detik)

  2 G : Intensitas radiasi surya ( W/m )

  2 A : Luas permukaan kolektor ( m )

  Dalam proses desorbsi atau pemanasan pada tabung generator dibutuhkan kolektor yang befungsi untuk memantulkan radiasi surya ke generator. Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi surya sebagai sumber energi utama, ketika cahaya matahari menimpa aluminium foil pada kolektor surya, maka cahaya akan di fokuskan ke sesuatu titik, dalam hal ini adalah tabung generator.

  Kolektor Surya

  Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi.

  Klasifikasi Kolektor Surya

  Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam

  Solar Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan

  pengklasifikasian kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya.

  1) Flat-Plate Collectors (kolektor plat datar): Kolektor surya ini merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memanaskan fluida kerja yang mengalir kedalamnya dengan mengkonversikan energi radiasi matahari menjadi panas. Fluida yang dipanaskan berupa cairan minyak, oli, dan udara kolektor surya plat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah 95°C. dalam aplikasinya kolektor plat datar digunakan untuk memanaskan udara dan air. (Goswami, 1999).

  Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses- proses pemanasan dalam industri. (Duffie, 1991).

  Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari adsorber-nya yang berupa plat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam.

  Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari langsung dan terpencar (beam dan diffuse), tidak membutuhkan pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri. Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara lain; transparent cover, adsorber, insulasi, dan kerangka.

Gambar 2.7. kolektor surya plat datar (Flat plate Collector)

  2. Parabolic Collectors (Kolektor Parabola) Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh adsorber.

  Spesifikasi jenis ini dapat dikenali dari adanya komponen konsentrator yang terbuat dari material dengan transmisivitas tinggi. Berdasarkan komponen adsorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu Line Focus (Kolektor parabolik silinder) dan Point Fokus Concentrating Collectors (Kolektor parabola).

  Gambar 2.8a. Kolektor parabolik silinder Gambar 2.8b . Kolektor parabola

  Agar cahaya matahari selalu dapat difokuskan terhadap tabung adsorber, kolektor harus dirotasi berkala. Pergerakan ini disebut dengan