POTENSI EROSI KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS (KHDTK) SENARU UNTUK PENNGEMBANGAN MQDEL HUTAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM - Repository UNRAM

KATA PENGANTAR

  Syukur pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa Penelitian berjudul “Potensi Erosi Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Senaru Untuk Pengembangan Model Hutan Pendidikan Universitas Mataram” dapat dilaksanakan sampai dengan terwujudnya laporan penelitian.

  Penelitian ini dilaksanakan untuk melengkapi penelitian sebelumnya terkait potensi vegetasi di KHDTK Senaru, sekaligus memperkaya bahan masukan dalam pengembangan model pengelolaan hutan pendidikan Senaru. Keberadaan hutan pendidikan Senaru menjadi sangat strategis sebagai laboratorium lapangan khususnya bagi Mahasiswa Kehutanan dan juga mahasiswa program studi lainnya yang relevan termasuk masyarakat umum yang ingin memperdalam pengetahuan tentang kehutanan.

  Kami tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang membantu dalam pengumpulan data dan sampel di lokasi penelitian, analisis laboratorium dan sebagainya. Kami juga berterima pada pihak Universitas Mataram yang telah menyediakan dana penelitian melalui DIPA Universitas Mataram tahun 2013.

  Semoga laporan dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan. Saran pendapat untuk penelitian ke depan sangat diharapkan.

  Desember 2013 Tim Peneliti

  DAFTAR ISI

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Perhitungan Nilai Index Erosvitas Hujan....................................................12Tabel 4.2. Laju erosi daerah penelitian..........................................................................16Tabel 4.3. Index bahaya erosi daerah penelitian............................................................17

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Index erodibiltas tanah daerah penelitian.......................................................13Gambar 4.2. Peta topografi (a) dan index panjang dan kemiringan lahan (LS) daerah penelitian........................................................................................................14Gambar 4.3. Index penutupan lahan dan pengelolaan lahan (CP) daerah penelitian.........15Gambar 4.4 Laju erosi daerah penelitian............................................................................16Gambar 4.5. Index bahaya erosi daerah penelitian............................................................17

  ABSTRAK

  Pengembangan model pengelolaan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Pendidikan seluas 225.7 ha di Desa Senaru, Kabupaten Lombok Utara diperlukan untuk memaksimalkan perannya sebagai Hutan Pendidikan dalam mendukung tridharma perguruan tinggi; pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi erosi KHDTK Senaru yang dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan dalam pengelolaan KHDTK Senaru. Tingkat erosi ditentukan menggunakan pendekatan Universal Soil Loss Equation (USLE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki erosi yang rendah sampai sangat tinggi dengan 7.6% areal memiliki erosi rendah (15-60 ton/ha/tahun), 51.2% sedang (60-180 ton/ha/tahun), 26.1% tinggi (180-480 ton/ha/tahun), dan 15.1% sangat tinggi (>480 ton/ha/tahun). Sementara Index Bahaya Erosi (IBE) menunjukkan bahwa 69.9% dari total areal memiliki IBE sangat tinggi dan sisanya masing-masing 20.7% dan 9.4% dari total areal memiliki IBE sedang dan rendah. Berdasarkan hasil ini, KHDTK Senaru harus dikelola secara hati dengan tetap memperhatikan tutupan lahan. Pengabaian terhadap penutupan lahan berpotensi meningkatkan laju eosi.

  Kata kunci: Pengelolaan Hutan, erosi, Hutan pendidikan

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Sesuai dengan keputusan Kementerian Kehutanan No 392/Menhut-II/2004 Universitas Mataram memperoleh ijin mengelola kawasan hutan di Desa Senaru seluas 225,7 ha menjadi Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk kepentingan Pendidikan. Civitas akademik dan masyarakat sekitar menyebutnya dengan istilah Hutan Pendidikan Senaru. Keberadaan Hutan Pendidikan Senaru sangat diperlukan khususnya bagi program studi kehutanan Universitas Mataram yang resmi berdiri tahun 2007 sebagai laboratorium lapangan. Sejak keluarnya Keputusan Menteri tersebut, Universitas Mataram telah mengelola hutan pendidikan selama kurang lebih 9 tahun, namun demikian secara umum kondisi Hutan Pendidikan Senaru saat ini masih jauh dari apa yang disebut dengan hutan pendidikan. Kondisi ini dapat menjadi masalah tetapi sekaligus tantangan dalam menyusun model pengelolaan hutan pendidikan yang dapat memberikan nilai pendidikan, ekologi dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.

  Pengelolaan Hutan Pendidikan Senaru dengan cara yang tepat merupakan harapan semua pihak khususnya pengelola Universitas Mataram. Pengembangan model hutan pendidikan yang sesuai dengan kondisi setempat memerlukan studi dan kajian awal yang komprehensif baik dari aspek biofisik dan sosial ekonomi. Pada tahun 2012 melalui bantuan dana operasional perguruan tinggi (BOPTN) Universitas Mataram telah melakukan studi awal tentang potensi vegetasi (Idris, et al 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) vegetasi KHDTK Senaru mengalami perubahan tutupan hutan dari vegetasi alam ke pola tutupan hutan pola agroforestri melalui serangkai perubahan akibat pengelolaan pemanfaatakan kayu oleh PT Tambora Buana Lesatari tahun 1993, penanaman sengon dan mahoni tahun 1996/1997, penanaman gaharu oleh Universitas Mataram tahun 1998-2001, (b) pada KHDTK ditemukan 37 yaitu jenis dengan dengan 4 spesies penting, yaitu dadap, kakao, kopi dan sengon. (c) kandungan karbon tersimpan atas permukaan tanah rata-rata 80,15 ton/ha, yang terdiri atas karbon tingkat pancang (3,2 ton C/ha), tiang (8,93 ton C/ha) pohon (67,6 ton C/ha), tumbuhan bawah tegakan (0,122 ton C/ha) dan seresah (0,280 ton C/ha).

  Selain potensi vegetasi seperti diatas, informasi biofisik yang lebih detil tentang kondisi tanah termasuk potensi erosi KHDTK Senaru penting dalam mengembangkan model Pengelolaan Hutan Pendidikan. Hasil analisis potensi erosi dapat memberikan merupakan salah satu komponen yang digunakan dalam evaluasi kemampuan dan kesesuaian lahan (Hardjowigeno et al, 2007). Oleh karena itu penelitian tentang analisis potensi erosi KHDTK Senaru penting untuk dilaksanakan.

  1.2. Tujuan Penelitian

  Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan model pengelolaan Hutan Pendidikan Senaru. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi erosi KHDTK Senaru

  1.3. Urgensi (Keutamaan) Penelitian

  KHDTK Senaru sebagai satu-satunya kawasan hutan khusus untuk tujuan pendidikan di Nusa Tenggara Barat terletak di Desa Senaru, Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. KHDTK Senaru dapat memberikan manfaat langsung sebagai laboratorium lapangan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa kehutanan. Sementara manfaat tidak langsung KHDTK Senaru dapat menjadi contoh pengelolaan bagi masyarakat sekitar lokasi KHDTK yang diharapkan dapat berimplikasi pada kecintaan masyarakat pada hutan dengan melakukan pengelolaan hutan secara lestari.

  Contoh pengelolaan hutan dalam bentuk demontrasi yang dapat dilihat langsung masih relatif sedikit. Kehadiran KHDTK senaru dengan model pengelolaan yang spesifik dapat menambah atau memberi warna pada demontrasi pengelolaan hutan yang telah ada saat ini. Namun demikian harus diakui bahwa kondisi KHDTK Senaru saat ini masih perlu perbaikan secara menyeluruh untuk dapat dipublikasikan sebagai hutan pendidikan.

  Studi yang menghasilkan data-data dan informasi tentang kondisi biofisik dan sosial ekonomi KHDTK Senaru memiliki arti penting sebagai bahan perencanaan pengembangan model pengelolaan. Dari penelitian sebelumnya telah diperoleh data potensi vegetasi KHDTK Senaru. Data ini masih perlu dilengkapi dengan data lainnya seperti data potensi erosi. Ketersediaan data dan informasi tentang potensi erosi KHDTK Senaru dapat menjadi salah satu acuan dalam menentukan arah pengelolaan yang lebih baik khususnya dari sudut pandang ekologi. Secara umum ketersediaan data dan informasi awal tentang kondisi KHDTK Senaru dapat menjadi baseline data untuk evaluasi tingkat keberhasilan pengelolaan Hutan Pendidikan Senaru di masa mendatang.

BAB II. STUDI PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Lahan dan Hutan dan Erosi

  Erosi merupakan proses hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah oleh air atau angin. Tanah yang tererosi selanjutnya diangkut oleh aliran permukaan dari tempatnya ke tempat yang lebih hilir seperti sungai, bendungan, waduk, saluran irigasi, danau dan muara-muara. Erosi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan tanah dan air di daerah tropik. Kerusakan tanah dimaksud umunya sebagai akibat hilangnya lapisan tanah atau partikel-partikel tanah berserta unsur yang terkandung di dalamnya.

  Dampak erosi dapat terjadi pada daerah tempat terjadinya dan di luar tempat terjadinya erosi. Pada lokasi tempat terjadinya erosi adalah terjadinya penurunan kesuburan tanah yang berujung pada penurunan produkitivitas. Sutrisna et al (2010) menunjukkan bahwa tingkat kerusakan tanah oleh erosi pada tingkat agak berat di DAS Cikapundung Bandung Utara (Desa Suntenjaya Lembang) dari tahun 2004 sampai dengan 2008 berdampak pada penurunan unsur hara tanah (C-organik 60,05%, unsur hara N sebesar 44,7%, P 52,3%, K 24,7%, dan Ca 27,2%), dan produktivitas kentang dan kubis sebesar masing-masing 60% dan 40%. Sementara itu, sedimen dari erosi berpengaruh pada sumberdaya air berupa pelumpuran dan pendangkalan waduk, tertimbunnya lahan-lahan pertanian, menurunkan kualitas air dan ekosistem perairan (Morgan, 2005, Arsyad, 2010)

  Erosi dipengaruhi oleh faktor iklim (hujan), topografi (panjang dan kemiringan lereng) dan sifat tanah, penutupan (vegetasi) dan pengelolaan lahan. Campur tangan manusia dalam pengelolaan tanah dan vegetasi yang tercermin dalam penggunaan lahan berperan penting dalam meningkatkan laju erosi. Pemanfaatan lahan dengan mengubah penutupan lahan seperti pembukaan lahan hutan ke pertanian akan meningkatkan laju erosi. Sistem pengelolaan lahan yang berbeda juga menghasilkan laju erosi yang berbeda. Istomo et al (2011) menunjukkan bahwa lahan terlantar memiliki erosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan dengan sistem agroforestri jarak pagar dan mahoni muda dan mahoni tua dengan nilai berturut turut 5,98 gram/liter, 2,578 gram/liter dan 3,157 gram/liter. Erfandi et al (2002) menunjukkan hasil penelitian pada lahan berlerang di Desa Cempaka Cianjur bahwa lahan berlerang dengan tanah terbuka memiliki erosi tanah lebih tinggi (143,45 ton/ha) dibandingkan dengan tanah yang dibuat bedengan searah kontour (3,55 ton/ha).

  Untuk mencegah terjadinya kerusakan tanah dan air oleh erosi maka pemanfaatan sumberdaya tersebut harus dilakukan secara bijaksana dengan tetap memperhatikan konsep konservasi. Konservasi tanah pada prinsipnya merupakan upaya melestarikan atau mempertahankan produktifitas tanah. Konservasi tanah tidak melarang penggunaan tanah tetapi menyesuaikan penggunaan tanah sesuai dengan kemampuannya dan memberikan perlakuan yang diperlukan agar tanah dapat berfungsi secara berkelanjutan. Konservasi tanah dan air memiliki hubungan yang erat. Setiap perlakukan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air tempat tersebut dan tempat yang lebih hilir (Arsyad, 2010)

  Konservasi tanah dan air dalam rangka pengendalian erosi dapat dilakukan melalui tindakan fisik, kimiawi dan biologi (vegetatif). Seperti yang ditunjukkan pada beberapa literatur (misalnya Rahim, 2006) tindakan fisik dapat berupa pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan sengkedan menurut kontur, pembuatan terasiring dan pembuatan jalan air. Tindakan vegetatif agronomis dapat dilakukan melalui rotasi tanaman, tanaman penutup tanah, dan wanatani.

  Sistem pengelolaan lahan dalam bentuk agroforestri yang banyak diterapkan masyarakat memberikan keuntungan ekologi (misalnya, Nair dan Latt, 1997; Young, 1997, Buck et al, 1998) yang berbeda dengan sistem pertanian murni atau sistem hutan murni. Agroforestri berperan dalam upaya konservasi tanah dan air melalui sistem tajuk, sistem perakaran dan perbaikan kualitas tanah. Susunan tajuk yang menyerupai hutan efektif menutup permukaan tanah dan berperan dalam mengurangi erosi melalui penurunan energi kinetik hujan. Selain itu, susunan tajuk berperan penting dalam mengatur tata air kawasan melalui evapotrasnspirasi, intersepsi hujan dan iklim mikro. Penetrasi berbagai perakaran pada sistem agroforestri dapat menciptakan lapisan subsoil yang granuler dan menciptakan pori yang tidak mudah tersumbat sehingga memperbaiki sirkulasi udara yang diperlukan untuk memacu perkembangan mikro morfologi tanah, meningkatkan laju infiltrasi yang berdampak positif terhadap peningkatan cadangan air dalam tanah dan sekaligus mengurangi runoff dan erosi. Kang et al (2000) menunjukkan bahwa keberadaan spesies kayu pada sistem agroforestri berperan dalam memperbaiki siklus unsur hara, prosuktivitas tanah, konservasi tanah dan aktivitas biota tanah. Sistem lahan miring dan mengurangi kerentanan terhadap longsor. Seresah yang dihasilkan dapat berperan laksana mulsa sehingga dapat mempertahankan kelembaban tanah, mempertahankan kadar air tanah yang berdampak positif terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

  Potensi erosi yang mungkin terjadi pada suatu area atau kawasan merupakan informasi yang penting dalam menentukan teknik pengelolaan (pemanfaatan) area atau kawasan tersebut. Data dan informasi erosi merupakan salah satu komponen dalam proses evaluasi kemampuan lahan dan kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu (Hardjowigeno et al 2007). Hal ini antara lain dimaksudkan agar pemanfaatan lahan tidak boleh menyebabkan terjadinya erosi yang lebih tinggi dari yang diperbolehkan yang berujung pada degradasi atau kerusakan lahan. Sebaliknya, pemanfaatan lahan harus memberikan keuntungan secara berkelanjutan.

BAB III. METODE PENELITIAN

  3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini telah dilaksanakan di lokasi KHDTK Senaru Desa Senaru Kabupaten Lombok Utara mulai Juli sampai dengan Desember 2013.

  3.2. Bahan dan Alat

  Alat yang dipergunakan adalah GPS, hagameter, meteran, tali rapia, kompas, clinometer, alat tulis menulis, kamera, parang, kuesioner, recorder, plastik, spidol, bor tanah, cangkul, cepang serta alat bahan laboratorium untuk analisis tektur tanah dan bahan organik tanah.

  3.3. Rancangan Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Laboratorium

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan survei lapang. Contoh tanah diambil secara sistematik pada kedalam 0-30. Analisis laboratorium terhadap contoh tanah meliputi tektur dan kadar bahan organik tanah. Selain itu, data lapangan yang juga dikumpulkan adalah kemiringan lahan dan panjang lereng, kondisi vegetasi penutupan lahan, kedalaman solum tanah dan tektur tanah.

  3.4. Penentuan Laju Erosi Aktual di Lapangan

  Laju erosi aktual diamati secara langsung di lapangan melalui tanda-tanda terjadi erosi dan informasi dari masyarakat sekitar.

  

3.5. Estimasi Erosi/sedimentasi Berdasarkan Pendekatan model USLE

  Pendugaan besaran erosi dan sedimentasi daerah penelitian dilakukan menggunakan persaman USLE (Universal Soil Loss Equation) (Wischmeier dan Smith (1978) :

  A = R x K x Lx S x C x P A = Laju erosi tanah (ton/ha/tahun), R = index erosivitas hujan K = Indek erodibiltas tanah, L = Indek panjang lereng S = Index kemiringan lereng, C = index penutupan lahan

  Indek ersovitas curah hujan ditentukan menggunakan persamaan Lenvain (1975)

  dalam Bols (1978) dalam Hardjowigeno et al (2007) sebagai berikut : 1.36 R-bulan = 2.21 * (Rm) ;

  Rm =curah hujan bulanan Erodibiltas tanah ditentukan dengan metode berikut (Hammer, 1978 dalam

  Hadrjowigeno, et al 2007) : 1,14 -4 K=1/100 x (2,713 M (10 )(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3)) M = (% pasir sangat halus + % debu ) x (100 - % liat) a = kandungan bahan organik (%) b = harkat struktur tanah c = harkat permeabilitas tanah Indek penutupan dan pengelolaan lahan ditentukan (Abdurrachman et al., 1984 dalam Asdak, 2007). Panjang dan kemiringan lereng ditentukan dari peta topografi dan dari lapangan. Indek Panjang dan kemiringan lahan (LS) ditentukan menggunakan rumus berikut (Foster dan Wischmeier, 1973 dalam Asdak, 2007) m 1,50 1,25 2,25

  LS = (l/22) C (cosα) [0,5(sinα) + (sinα) m = 0,5 untuk lereng 5% atau lebih = 0,4 untuk lereng 3,5-4,9% = 0,3 untuk lereng 3,5 % C = 34,71 α = Sudut lereng l = panjang lereng (m)

  . Index bahaya erosi (IBE) ditentukan membandingkan laju erosi dengan erosi yang diperbolehkan (Edp). Nilai Edp dihitung menggunakan rumus Hammer, 1981

  dalam Hardjowigeno, 2007.

  Analisis Erosi dilakukan menggunakan alat bantu perangkat lunak sistem informasi geografis. Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk peta dan data tabular.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

  4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian KHDTK Senaru

  Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Senaru merupakan KHDTK untuk tujuan pendidikan yang diserahkan pengelolaannya kepada Universitas Mataram (Surat Keputusan Menteri Kehutanan No SK 392/Menhut-II/2004). KHDTK Senaru memiliki luas 225,7 ha dan secara adminitratif masuk wilayah Desa Senaru Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Tengah. KHDTK Senaru merupakan salah satu pintu masuk (pendakian) ke puncak Gunung Rinjani. Selain itu dalam kawasan ini terdapat air terjun Tiukelep, dan pada bagian bawah dari aliran sungai ini (di luar kawasan KHDTK) terdapat air terjun Sendang Gila. Kedua air terjun ini merupakan obyek wisata alam yang cukup terkenal di Pulau Lombok.

  KHDTK Senaru berada pada ketinggi antara 440 – 850 m dari permukaan laut (d.p.l). Sekitar 76 % KHDTK Senaru berada pada elevasi 500-700 m d.p.l. Dalam kawasan KHDTK Senaru, terdapat sungai dengan tebing yang cukup curang dan debit aliran yang cukup besar dan mengalir sepanjang tahun. Dari aspek iklim, data curah hujan stasiun terdekat dengan KHDTK Senaru yaitu Sopak dan Santong berada pada ketinggian sekitar 600 m d.p.l, masing-masing sebesar 1896 mm/tahun dan 1794 mm/tahun.

  Berdasarkan status, KHDTK Senaru masuk dalam kawasan hutan produksi yang berada diantara kawasan pertanian di bagian utara dan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) di bagian selatan. Kawasan TNGR merupakan salah satu bagian dari hutan hujan tropis di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terdiri atas berbagai tipe ekosistem dan vegetasi mulai dari Hutan Tropis Dataran Rendah (Semi

  

Evergreen) sampai Hutan Hujan Tropis Pegunungan (1.500 – 2.000 m dpl) dan vegetasi

Sub Alpin (> 2.000 m dpl).

  Berbeda dengan TNGR, status KHDTK Senaru sebagai hutan produksi menyebabkan penutupan lahan mengalami perubahan tergantung dari sistem pengelolaan yang diterapkan. KHDTK Senaru masuk dalam Kelompok Hutan Gunung Rinjani (RTK. 1) yang dulunya ditutupi oleh berbagai spesies. PT Tambora Buana Lestari (PT TBL) pada tahun 1990 mendapat ijin Percobaan Penanaman (IPP) seluas 5000 ha, dan pada tahun 1993 mendapat ijin pemanfaatan kayu dengan melakukan penebangan seluas pada tahun 1993. Namun demikian pembersihan lahan (land clearing) akibat pemanfaatan kayu oleh PT TBL telah menyebabkan lahan menjadi gundul.

  Setelah PT TBL dibatalkan, pada tahun 1996/1997 pemerintah melalui proyek HTI melakukan rehabilitasi dengan jenis sengon dan mahoni. Setahun kemudian yakni tahun 1997/1998, pemerintah juga bekejasama dengan Universitas Mataram mengembangkan Gaharu yang sampai tahun 2001 mencapai 200 ha dengan pertumbuhan tanaman yang cukup baik sehingga ijin kerjasama diperpanjang sampai 2009.

  Sejak diserahkan ijin pengelolaan tahun 2004, KHDTK Senaru dikembangkan ke arah hutan non kayu yaitu gaharu dan sekaligus menjadi pusat gaharu Nasional. KHDTK senaru dikelola bersama masyarakat dengan menerapkan sistem agroforestri. Namun demikian hasil survei tahun 2012 pada 30 plot contoh ukuran 20x20 m (Idris, et al 2012) menunjukkan bahwa gaharu bukan merupakan spesies penting. Hasil survei tersebut menunjukkan 4 spesies penting yaitu dadap, kakao, kopi dan sengon sekaligus menjadi spesies dominan baik pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Jenis yang dominan pada tingkat semai dan pancang adalah kopi dan kakao, sementara pada tingkat tiang dan pohon adalah dadap dan sengon. Kerapatan kopi pada tingkat semai dan pancang masing-masing 26.083 batang/ha dan 786 batang/ha.

  Cadangan karbon atas permukaan tanah KHDTK Senaru berdasarkan pada 30 plot contoh jelas bahwa rata-rata cadangan karbon atas permukaan tanah KHDTK Senaru adalah sebesar 80,150 ton/ha. Cadangan karbon atas permukaan tanah terdiri karbon pada tingkat pancang (rata-rata 3,2 ton C/ha), tingkat tiang (rata-rata 8,93 ton C/ha), tingkat pohon (rata-rata 67,6 ton C/ha), tumbuhan bawah tegakan (rata-rata 0,122 ton C/ha) dan seresah (rata-rata 0,280 ton C/ha) (Idris, et al 2012).

4.2. Pendugaan Erosi KHDTK Senaru

4.2.1. Erosivitas Hujan

  Index erosivitas hujan dalam penelitian ini ditentukan menggunakan curah hujan bulanan dari stasiun curah hujan Sopak Bayan untuk tahun 2008, 2010 dan 2011. Saat penelitian dilaksanakan terdapat stasiun curah hujan yang berjarak sekitar 50 meter dari KHDTK. Namun demikian, pengukurannya baru dimulai sejak juli 2013 sehingga belum dapat digunakan untuk menentukan erosivitas tahunan. Nilai index erosivitas hujan yang ditentukan dengan metode Lenvain (1975) dalam Bols (1987) adalah sebesar

  1029 (Tabel 4.1). Dengan alasan cakupan area penelitian yang relatif sempit, nilai index R dianggap sama untuk seluruh daerah penelitian.

Tabel 4.1. Perhitungan Nilai Index Erosvitas Hujan

  Bulan Rata-rata Hujan (2008, 2010, 2011) Index Erosivitas Hujan (R ) Januari

  2.1

  6.2 Februari

  13.9

  79.3 Maret

  12.3

  67.2 April 25.6 182.2 Mei 29.4 219.3 Juni

  5.0

  19.8 Juli

  0.7

  1.4 Agustus

  6.7

  29.2 September

  4.1

  15.1 Oktober

  10.6

  54.6 November

  13.9

  78.8 Desember 34.8 276.0 Total 159.1 1029

4.2.2. Erodibiltas tanah

Gambar 4.1 menunjukkan sebaran nilai index erodibilitas tanah yang ditentukan berdasarkan formula yang mempertimbangkan tekstur tanah, bahan organik, dan

  permeabilitas (Hammer, 1978 dalam Harjowigeno, 2007). Unit atau batas poligon ditentukan menggunakan teknik interpolasi tiessen polygon dari 42 titik pengamatan. Nilai Erodibilitas tanah berkisar antara 0.24 -0.42.

Gambar 4.1. Index erodibiltas tanah daerah penelitian.

4.2.3. Panjang dan Kemiringan Lahan

Gambar 4.2 menunjukkan kontur yang diekstrak dari peta rupa bumi skala 1:25000 dan index panjang dan kemiringan lahan (LS). Deliniasi dilakukan secara langsung (on

  screen digitasi) yang dilanjutkan dengan pengecekan di lapangan. Nilai Index LS memiliki variasi yang cukup tinggi karena daerah penelitian memiliki topografi bergelombang dengan lereng landai sampai curam pada tepi sungai. Daerah dengan index LS rendah terdapat pada daerah yang agak datar sementara LS tinggi terdapat pada daerah sekitar sempadan sungai dengan tebing yang curam.

Gambar 4.2. Peta topografi (a) dan index panjang dan kemiringan lahan (LS) daerah penelitian

4.2.4. Penutupan dan Pengelolaan Lahan.

  Penggunaan lahan daerah penelitian secara umum berupa agroforestri. Gambar 4.3 menunjukkan index penutupan dan pengelolaan lahan (CP). Unit lahan ditentukan dengan analisis visual terhadap data (image) dari google earth. Berdasarkan pengamatan di lapang terdapat dua jenis penutupan lahan yaitu agroforestri (kebun rakyat) dan semak dengan agroforestri sebagai penutup lahan yang dominan. Sementara itu, untuk pengelolaan lahan terdapat beberapa teknik yang ditemukan di lapang yaitu teras tradisional, penanaman menurut garis kontur dan semak belukar tidak terganggu.

Gambar 4.3. Index penutupan lahan dan pengelolaan lahan (CP) daerah penelitian.

4.2.5. Pendugaan Laju Erosi

Gambar 4.4. menunjukkan laju erosi daerah penelitian yang ditentukan menggunakan metode USLE. Estimasi erosi diperoleh melalui penggabungan faktor

  erosivitas hujan, faktor erodibilitas, faktor panjang dan kemiringan lereng dan faktor penutupan dan pengelolaan lahan. Daerah dengan erosi tinggi terdapat pada daerah sekitar sempadan sungai yang umumnya merupakan daerah terjal berkombinasi dengan vegetasi yang telah terganggu. Tabel 4.2. menunjukkan bahwa laju erosi daerah penelitian seluruhnya diatas 15 ton/ha/tahun dan 50% dari daerah penelitian memiliki laju erosi antara 60-180 ton/ha/tahun. Laju erosi diatas 180 ton/ha/tahun mencakup area sekitar 41% dari daerah penelitian sementara sisanya sekitar 7 % dari luas daerah penelitian memiliki laju erosi antara 15-60 ton/ha/tahun.

Gambar 4.4 Laju erosi daerah penelitianTabel 4.2. Laju erosi daerah penelitian

  Laju Erosi (ton/ha/tahun) Luas (ha % 0-15

  0.0

  0.0 15-60

  17.1

  7.6 60-180 115.6

  51.2 180-480

  58.9

  26.1 > 480

  34.0

  15.1 Total 225.7 100.0

4.2.6. Tingkat Bahaya Erosi

  Index bahaya erosi yang ditentukan berdasarkan perbandingan antara erosi tanah dan erosi yang diperbolehkan ditunjukkan pada Gambar 4.5. dan Tabel 4.3. Sebagian besar daerah penelitian (sekitar 70%) memiliki index bahaya erosi yang sangat tinggi. Sementara sisanya masing-masing seluas 9% dan 21% memiliki index bahaya erosi dengan kategori sedang dan tinggi. Keadaan ini dapat dimengerti karena daerah penelitian merupakan daerah bergelombang dengan kemiringan lahan yang relatif tinggi dan ketebalam solum yang rendah terutama untuk daerah sekitar sempadan sungai.

Gambar 4.5. Index bahaya erosi daerah penelitianTabel 4.3. Index bahaya erosi daerah penelitian

  Idex Bahaya Erosi Luas (ha % Rendah

  0.0

  0.0 Sedang

  21.3

  9.4 Tinggi

  46.7

  20.7 Sangat Tinggi 157.7

  69.9 Total 225.7 100.0

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

  5.1. Kesimpulan

  Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

  a. Daerah penelitian memiliki erosi yang rendah sampai sangat tinggi dengan rincian daerah memiliki erosi rendah (15-60 ton/ha/tahun), sedang (60-180 ton/ha/tahun), tinggi (180-480 ton/ha/tahun), dan sangat tinggi (>480 ton/ha/tahun) adalah berturut- turut 7.6%, 51.2%, 26.1% dan 15.1% dari total areal penelitian seluas 225.7 ha.

  b. Index bahaya erosi daerah penelitian termasuk sedang sampai sangat tinggi dengan rincian 69.9% dari total luas 225.7 ha memiliki index bahaya erosi sangat tinggi, sisanya masing-masing 20.7% dan 9.4% dari total areal tergolong sedang dan rendah.

  5.2. Saran

  Berdasarkan hasil penelitian, daerah penelitian KHDTK Senaru harus dikelola secara hati dengan tetap memperhatikan tutupan lahan. Pengabaian terhadap penutupan lahan berpotensi meningkatkan laju eosi yang dapat berujung pada terbentuknya lahan- lahan kritis.

  DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

  Asdak, C., 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Buck LE. Lassoie JP. Fernandez ECM (1998) Agroforestry in sustainable agricultural Systems (advances in agroecology).CRC Press. Boca Raton. FL. p 416. Erfandi, D., Kurnia, U dan Sopandi, O. 2002. Pengendalian Erosi dan Perubahan Sifat

  Fisik Tanah pada Lahan Sayuran Berlereng. Proseding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk, Cisarua Bogor 30-31 Oktober 2001. Harjowigeno, S. dan Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gajah Mada university Press. 352 h. Idris, M.H. Latifah, S., Aji, I.M.L., Wahyuningsih, E. dan Indriyatno, 2012. Studi

  Potensi Vegetasi Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Senaru Untuk Pengembangan Model Hutan Pendidikan Universitas Mataram. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Mataram

  Istomo, Wasis, B, Dan Prihatiningtyas, E., 2001. Pengaruh Agroforestri Jarak Pagar (Jatropha Curcas Linn.) Terhadap Produktivitas Lahan Dan Kualitas Lingkungan Di Areal Perum Perhutani KPH Bogor. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 03 No. 01 Agustus 2011, Hal. 113 – 118

  Kang. B.T.. and Akinnifesi. F.K.. 2000. Agroforestry as alternative land-use production systems for the tropics. Natural Resources Forum 24 (2000) 137- 151 Morgan, R.P.C., 2005. Soil Erosion and Conservation. Third Edition. Blackwell Pub.

  304p Nair PKR. Latt CR (eds) (1997) Directions in tropical agroforestry research. Agrofor

  Syst 38: 1–249 Rahim SE. 2006. Pengendalian Erosi Tanah; Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara.

  Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi Offset

  Sutrisna, N, Sitorus, S.R.P Dan Subagyono, K., 2010. Tingkat Kerusakan Tanah di Hulu Sub DAS Cikapundung Kawasan Bandung Utara. Jurnal Tanah Dan Iklim No. 32

  Wischmeier WH and DD Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses: A Guide to Conservation Planning. Agricultural Handbook No 537. Washington, D.C.,

  Young A (1997) Agroforestry for soil management. 2nd edn. CABI Publishing.

  Wallingford. UK. p 320

  Lampiran 2. Foto-foto Pelaksanaan Penelitian Foto-foto kondisi penutupan areal penelitian Kondisi penutupan lahan pada sistem Gambaran kondisi penutupan lahan pada agroforestry (1) sistem agroforestry (2) Gambaran kondisi penutupan lahan pada Gambaran kondisi penutupan lahan pada sistem agroforestry (3) sistem agroforestry (4) Kondisi penutupan lahan tanaman Kondisi penutupan lahan oleh rumput dan semusim dan rumput-rumputan pada tanaman semusim lereng

  Foto-foto kondisi penutupan areal penelitian (lanjutan) Kondisi penutupan lahan pada tebing Pengikisan tanah oleh pancuran air dari sungai (vegetasi cukup bagus) pipa yang bocor dalam kawasan KHDTK Foto-foto pengukuran solum dan pengambilan sampel tanah