Sitotosisitas fraksi protein daun mimba [Azadirachta indica A. Juss] FP10, FP20, FP30, dan FP40 terhadap kultur sel HeLa - USD Repository

  SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP

10 , FP

20 , FP 30 , DAN FP

  40 TERHADAP KULTUR SEL HeLa SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh:

  Lestarining Wahyu Ndadari NIM: 038114029

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

  SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP

10 , FP

20 , FP 30 , DAN FP

  40 TERHADAP KULTUR SEL HeLa SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh:

  Lestarining Wahyu Ndadari NIM: 038114029

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

  HALAMAN PERSEMBAHAN

  

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan

Ia memberi kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia

tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah

dari awal sampai akhir. Pengkhotbah 3 : 11

  Ku persembahkan karyaku ini kepada: Tuhan Yesus Kristus atas Kasih dan KaryaNya yang luar biasa dalam hidupku

  Bapak dan Ibu yang menyayangiku dengan seluruh dukungan, restu dan doa yang selalu menyertaiku Semua teman-teman dan Almamaterku

  

PRAKATA

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP

  10 ,

  FP

  20 , FP 30 , dan FP 40 terhadap Kultur Sel HeLa” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  Penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa meluangkan waktu dan pikirannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku dosen dan dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang bersedia berbagi ilmu dan pengalaman klinis.

  2. Drs. A. Yuswanto, Ph.D., S.U., Apt., yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan semangat selama penelitian dan penyusunan skripsi.

  3. Drs. Mulyono, Apt., yang bersedia berdiskusi dan memberikan saran sebagai dosen penguji skripsi. yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan dalam menyelesaikan permasalahan. 4. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes., yang memberikan saran sebagai dosen penguji skripsi.

  5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. yang membantu dalam pengolahan statistik dan determinasi tanaman.

  6. Dosen dan karyawan Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan sumbangan ilmu dan tenaga.

  7. Kedua orang tua, Bapak Wahjudi dan Ibu J. Endang Lestari serta keluarga besar atas doa, cinta, nasehat, semangat dan perhatian kepada penulis.

  8. Bapak Rajiman, Mbak Yuli, Mbak Istini, Heni, Mas Dwi, segenap karyawan dan staf Laboratorium Ilmu Hayati UGM yang telah banyak membantu dan membimbing selama penelitian skripsi ini.

  9. Nike, yang telah menjadi teman dan sahabat yang berharga yang Tuhan Yesus anugerahkan bagi penulis dalam suka, duka, tangis dan tawa ceria.

  10. Teman-teman PMK Apostolos yang menjadi keluarga untuk berbagi suka dan keluh kesah, kekuatan yang menopang dan menarik kembali saat jauh dariNya, dan semangat dalam pelayanan, dalam mereka kelembutan kasih Tuhan terpancar.

  11. Teman-teman Komunitas Tari Genta Rakyat atas kebersamaan yang indah dalam perjalanan yang mengagumkan untuk menemukan jati diri. Dance with .

  our Soul

  12. Leea, Vita, Sari, Lucy, Melon, Ana, Jenny (kelompok Mimba) dan Mila, Wati, Ratih, Agnes (kelompok Teki) untuk diskusi, kerjasama, dan sebagai teman seperjuangan suka maupun duka dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

  13. Seluruh angkatan 2003 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma khususnya kelas A kelompok B atas kebersamaan kita dalam setiap belajar di kelas maupun di luar kelas dan praktikum yang penuh dengan tantangan, ketegangan dan keceriaan.

  14. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dalam isi, bahasa maupun penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan koreksi dan saran dari seluruh pembaca untuk lebih menyempurnakan tulisan ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan.

  Penulis

  

INTISARI

  Terapi alternatif yang mulai digunakan untuk penyakit kanker adalah dengan daun mimba (Azadirachta indica A. Juss). Hasil penelitian sebelumnya fraksi protein daun mimba hasil pengendapan dengan amonium sulfat 30% dan 60% memiliki efek sitotoksik terhadap kultur sel HeLa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP , FP , FP

  10

  20

  30

  dan FP 40 terhadap kultur sel HeLa dan sel Vero.

  Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni rancangan acak lengkap pola satu arah. Fraksi protein diendapkan menggunakan amonium sulfat dalam berbagai tingkat kejenuhan dan konsentrasi. Uji sitotoksisitas dilakukan terhadap sel HeLa dan sel Vero secara in vitro menggunakan metode MTT (3- (4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromide). Hasil uji berupa prosentase kematian sel. Analisis statistik dengan analisis probit dilakukan untuk mengetahui nilai LC

  50 dan uji t-independent sample untuk membandingkan sitotoksisitas fraksi protein daun mimba terhadap sel HeLa dan sel Vero.

  Hasil uji sitotoksisitas menunjukkan bahwa FP , FP , FP dan FP

  10

  20

  30

  40

  sitotoksik terhadap sel HeLa dan sel Vero. Nilai LC

  50 FP 10 , FP 20 , FP 30 dan FP

  40 7 -3 -13

  terhadap sel HeLa berturut-turut sebesar 1,5.10 µg/ml; 6.10 µg/ml; 3,7.10

  • 2

  µg/ml dan 1,8.10 µg/ml; sedangkan terhadap sel Vero berturut-turut sebesar

  • 3 4 -2

  11

  1,2.10 µg/ml; 1,2.10 µg/ml; 1,2.10 µg/ml dan 2,3.10 µg/ml. Uji t-

  

independent sample menunjukkan bahwa seluruh fraksi protein daun mimba

  memiliki perbedaan sitotoksisitas yang tidak signifikan antara sel HeLa dan sel Vero. FP

  10 , FP 20 , FP 30 dan FP 40 daun mimba tidak berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker.

  Kata kunci : daun mimba, sitotoksisitas, fraksi protein, LC , sel HeLa, sel Vero

  50

  

ABSTRACT

  Neem leaves (Azadirachta indica A. Juss) is now being used as alternative therapy for cancer. Previous research showed that protein fraction of neem leaves which were precipitated using ammonium sulphate in concentration of 30% and 60% had cytotoxic activity against HeLa cells. This research aim to investigate the cytotoxicity of protein fraction of neem leaves PF , PF , PF , and PF

  10

  20

  30

  40 against HeLa and Vero cells (normal cells).

  This research was pure experimental research with the complete random and one way design. Protein fractions were precipitated with ammonium sulphate in various saturation grades. The cytotoxicity test was determined against HeLa cells and Vero cells in vitro using MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5- diphenyl tetrazolium bromide) method. Data collected was cell death percentage. Data were statistically analysis by probit analysis to determined the LC

  50 values

  and independent samples t-test was used to identify whether the protein fractions have selectivity to HeLa cells.

  The result indicated that PF , PF , PF , and PF of neem leaves show

  10

  

20

  30

  40

  cytotoxic activity to HeLa and Vero cells. LC

  50 of PF 20 , PF 30 , and PF 40 against 7 -3 -13 -2

  HeLa cells are 1,5.10 µg/ml; 6.10 µg/ml; 3,7.10 µg/ml and 1,8.10 µg/ml respectively; whereas LC

  50 of PF 10 , PF 20 , PF 30 and PF 40 against Vero cells are

  • 3 4 -2

  11

  1,2.10 µg/ml; 1,2.10 µg/ml; 1,2.10 µg/ml and 2,3.10 µg/ml. The results of independent samples t-test showed that all protein fraction of neem leaves have no significant difference of cytotoxicity between HeLa and Vero cells. In conclusion, PF

  10 , PF 20 , PF 30 , and PF 40 of neem leaves were not recommended to be developed as anticancer.

  Keywords: neem leaves, cytotoxicity, protein fraction, LC , HeLa cells, Vero

  50

  cells

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................ v PRAKATA ......................................................................................... vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................ ix

  INTISARI .......................................................................................... x

  ABSTRACT ......................................................................................... xi

  DAFTAR ISI ...................................................................................... xii DAFTAR TABEL .............................................................................. xvi DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xix ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING .................................. xx BAB I PENGANTAR ........................................................................

  1 A. Latar Belakang .......................................................................

  1 1. Permasalahan ...................................................................

  3 2. Keaslian penelitian ...........................................................

  3 3. Manfaat penelitian ...........................................................

  4 B. Tujuan Penelitian ...................................................................

  4 Tujuan umum .........................................................................

  4 Tujuan khusus ........................................................................

  4

  BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ................................................

  5 A. Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss.) ....................

  5 1. Nama daerah ....................................................................

  5 2. Deskripsi tanaman ............................................................

  5 3. Kandungan kimia .............................................................

  6 4. Penelitian terhadap tanaman mimba ................................

  6 B. Protein ....................................................................................

  7 1. Pengertian protein ............................................................

  7 2. Jenis protein berdasarkan kelarutan .................................

  8 3. Pemurnian protein ............................................................

  9 4. Pengukuran konsentrasi protein .......................................

  11 C. Kanker ....................................................................................

  11 1. Definisi .............................................................................

  11 2. Proses terjadinya kanker ..................................................

  13 3. Kanker leher rahim ..........................................................

  18 D. Kultur Sel ...............................................................................

  19 1. Sel HeLa ...........................................................................

  20 2. Sel Vero ...........................................................................

  21 E. Uji Sitotoksisitas In vitro .......................................................

  21 F. Landasan Teori .......................................................................

  23 G. Hipotesis ................................................................................

  24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................

  25 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................

  25

  B. Variabel-variabel Penelitian ...................................................

  25 C. Definisi Operasional ..............................................................

  26 D. Bahan atau Materi Penelitian .................................................

  26 E. Alat-alat Penelitian .................................................................

  27 F. Tatacara Penelitian .................................................................

  28 1. Determinasi tanaman .......................................................

  28 2. Pengumpulan daun mimba ...............................................

  28 3. Sterilisasi alat dan bahan ..................................................

  28 4. Pembuatan fraksi protein dari daun mimba .....................

  28 5. Pengukuran konsentrasi protein total ...............................

  31 6. Propagasi dan panen sel HeLa .........................................

  31 a. Propagasi sel HeLa ....................................................

  31 b. Panen sel HeLa ..........................................................

  32 7. Propagasi dan panen sel Vero ..........................................

  32 a. Propagasi sel Vero .....................................................

  32 b. Panen sel Vero ...........................................................

  33 8. Uji sitotoksisitas terhadap sel HeLa dan sel Vero ...........

  33

  a. Uji sitotoksisitas dengan metode MTT terhadap sel HeLa ..........................................................................

  33

  b. Uji sitotoksisitas dengan metode MTT terhadap sel Vero ............................................................................

  34 G. Analisis Hasil .........................................................................

  35

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................

  36 A. Preparasi Fraksi Protein Daun Mimba ...................................

  36 B. Penetapan Konsentrasi Fraksi Protein ...................................

  38 C. Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein ............................................

  39 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................

  53 A. Kesimpulan ............................................................................

  53 B. Saran ......................................................................................

  53 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................

  54 LAMPIRAN .......................................................................................

  58 BIOGRAFI PENULIS ....................................................................... 102

  

DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel I. Prosentase kematian dari uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel HeLa ......................................................

  44 Tabel II. Prosentase kematian dari uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel Vero .......................................................

  46 Tabel III. Volume larutan ekstrak gubal protein daun mimba ...

  58 Tabel IV. Absorbansi fraksi protein pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm ....................................................

  60 Tabel V. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  10 terhadap kultur sel HeLa ............................................

  61 Tabel VI. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  20 terhadap kultur sel HeLa ............................................

  61 Tabel VII. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  30 terhadap kultur sel HeLa ............................................

  62 Tabel VIII. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  40 terhadap kultur sel HeLa ............................................

  62 Tabel IX. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  10 terhadap kultur sel Vero .............................................

  63 Tabel X. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  20 terhadap kultur sel Vero .............................................

  63

  Tabel XI. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  30 terhadap kultur sel Vero .............................................

  64 Tabel XII. Hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  40 terhadap kultur sel Vero .............................................

  64

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman Gambar 1. Reaksi reduksi MTT menjadi formazan ....................

  22 Gambar 2. Foto sel HeLa dan sel Vero tanpa perlakuan .............

  41 Gambar 3. Foto sel HeLa dan sel Vero setelah perlakuan ...........

  42 Gambar 4. Foto kristal formazan ungu ........................................

  42 Gambar 5. Grafik prosentase kematian sel HeLa ........................

  44 Gambar 6. Grafik prosentase kematian sel Vero .........................

  47 Gambar 7. Foto tanaman Azadirachta indica A. Juss ..................

  98 Gambar 8. Foto daun Azadirachta indica A. Juss .......................

  98 Gambar 9. Foto Hi-Mac Sentrifuge HITACHI SCP85 ................

  99 Gambar 10. Foto ELISA reader SLT 340ATC .............................

  99 Gambar 11. Foto Mikroskop (Olympus IMT-2) ............................

  99 Gambar 12. Foto perlakuan dengan sel HeLa dalam 96 well plate 100 Gambar 13. Foto perlakuan dengan sel Vero dalam 96 well plate 100

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1. Jumlah penambahan amonium sulfat ........................

  58 Lampiran 2. Perhitungan konsentrasi protein .................................

  60 Lampiran 3. Absorbansi sel dengan metode MTT .........................

  61 Lampiran 4. Hasil analisis probit LC

  50 fraksi protein terhadap sel HeLa ...........................................................................

  66 Lampiran 5. Hasil analisis probit LC

  50 fraksi protein terhadap sel Vero ............................................................................

  78 Lampiran 6. Hasil distribusi data dengan Uji Kolmogorov-Smirnov

  90 Lampiran 7. Hasil analisis Uji t-independent sample .....................

  94 Lampiran 8. Foto tanaman dan daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) ......................................

  98 Lampiran 9. Foto Hi-Mac Sentrifuge HITACHI SCP85H, ELISA

  reader SLT 340ATC dan mikroskop (Olympus IMT-2) .......................................................

  99 Lampiran 10. Foto hasil uji sitotoksik fraksi protein daun mimba FP

  

40 terhadap kultur sel HeLa dan sel Vero dalam

  96 well plate ............................................................... 100 Lampiran 11. Surat determinasi tanaman ......................................... 101

ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING

  

continous cell lines : sel yang berasal dari sel primer yang ditumbuhkan terus

  menerus ELISA : Enzyme Link Immunosorbent Assay FP

  10 (PF 10 ) : fraksi protein (protein fraction) daun mimba hasil

  pengendapan dengan amonium sulfat 10% jenuh FP

  20 (PF 20 ) : fraksi protein (protein fraction) daun mimba hasil

  pengendapan dengan amonium sulfat 20% jenuh FP

  30 (PF 30 ) : fraksi protein (protein fraction) daun mimba hasil

  pengendapan dengan amonium sulfat 30% jenuh FP

  40 (PF 40 ) : fraksi protein (protein fraction) daun mimba hasil

  pengendapan dengan amonium sulfat 40% jenuh FBS : Foetal Bovine Serum MTT : 3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromide) reagen stopper : reagen yang terdiri dari larutan SDS 10% dalam HCl 0,01N RPMI : Rosswell Park Memorial Institute SDS : Sodium Dodesil Sulfat

  

tissue culture flask : tempat untuk menumbuhkan sel, berbentuk botol dengan

  leher bengkok 96 well plate : sumuran mikro yang terdiri dari 96 lubang tempat menanam sel pada uji sitotoksisitas

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kanker memiliki reputasi sebagai penyakit yang mematikan (Anonim,

  2005b). Dalam daftar Badan Kesehatan Dunia penyakit kanker masuk dalam urutan teratas dari kelompok penyakit. Di seluruh dunia penyakit kanker menempati urutan kedua setelah penyakit jantung, sedangkan di Indonesia masuk urutan keenam sebagai penyakit penyebab kematian. Penyakit kanker diperkirakan diidap oleh 15 orang per 100.000 penduduk di dunia (Mulyadi, 1996). Sampai saat ini penyakit kanker masih menjadi ancaman, sementara obat spesifik untuk menghentikan perkembangan sel kanker belum juga ditemukan (Hartono, 1999).

  Upaya pencegahan terus diusahakan dengan berbagai terapi seperti pembedahan, radiasi dan sitostatika. Namun terapi-terapi tersebut membutuhkan biaya yang besar dan menimbulkan efek samping yang merugikan bagi penderita sehingga sebagian penderita lebih memilih terapi alternatif. Guna menakar besarnya manfaat dan risiko terapi alternatif, sangat diperlukan pemahaman tentang cara kerja terapi alternatif, termasuk penggunaan suplemen makanan (senyawa antioksidan serta vitamin mineral) dan preparat herbal yang dapat bekerja melawan kanker (Hartono, 1999).

  Pada umumnya antineoplastik menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dan menimbulkan toksisitas. Suatu antikanker diharapkan memiliki toksisitas selektif artinya menghancurkan sel kanker tanpa merusak sel jaringan normal (Ganiswarna, 1995). Oleh sebab itu, penelitian-penelitian menggunakan bahan- bahan yang berasal dari alam misalnya tanaman, diharapkan dapat menjadi terapi antikanker alternatif yang bersifat selektif. Daun yang berasal dari tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss) telah lama diketahui memiliki banyak manfaat dalam dunia kesehatan antara lain, sebagai antiinflamasi, antirematik, antipiretik, penurun gula darah, antitukak lambung, hepatoprotektor, imunopotensiasi, antifertilitas, antivirus, dan antikanker (Sukrasno, 2003).

  Penelitian tentang efek sitotoksik fraksi protein daun mimba terhadap kultur sel kanker telah dilakukan antara lain, fraksi total protein daun mimba terhadap kultur sel Raji (Ariyani, 2004), terhadap kultur sel SiHa (Lusia, 2004), terhadap kultur sel HeLa (Febriani, 2004), fraksi protein daun mimba hasil pengendapan dengan amonium sulfat 30%; 60% dan 100% jenuh terhadap kultur sel Myeloma (Hariadi, 2006), terhadap kultur sel SiHa (Candra, 2006), terhadap kultur sel Raji (Robbyono, 2006), dan terhadap kultur sel HeLa (Suwanto, 2006).

  Suatu senyawa dapat dinyatakan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai antikanker apabila mempunyai nilai LC

  50

  ≤ 20 µg/ml (Suffness and Pezzuto, 1991) dan bersifat toksik selektif (Ganiswarna, 1995). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwanto (2006) diketahui bahwa fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) hasil pengendapan dengan amonium sulfat 30%; 60% dan 100% jenuh memiliki efek sitotoksik terhadap kultur sel HeLa terutama pada fraksi 30% dan 60% dengan nilai LC

  50 sebesar 1,0 µg/ml dan

  4,1 µg/ml sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Suwanto (2006) tersebut perlu dilakukan penelitian dengan fraksinasi yang lebih kecil dan seri konsentrasi yang lebih banyak untuk mengetahui secara lebih spesifik fraksi protein yang bersifat sitotoksik terhadap sel HeLa serta keselektifan efek sitotoksiknya terhadap sel normal. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini akan dilakukan fraksinasi proteinnya dengan pengendapan menggunakan amonium sulfat dengan fraksi yang lebih kecil yaitu 10% (FP

  10 ), 20%(FP 20 ), 30% (FP 30 ) dan 40% (FP 40 ) jenuh

  dengan harapan dapat diperoleh hasil yang lebih spesifik dan membandingkan sitotoksisitasnya terhadap sel Vero (sel normal).

1. Permasalahan a.

  , FP , FP dan FP , manakah Diantara fraksi protein daun mimba FP

  10

  20

  30

  40

  yang mempunyai sitotoksisitas terhadap sel HeLa dan sel Vero ?

  b. Berapakah nilai LC

  50 dari fraksi protein daun mimba FP 10 , FP 20 , FP 30 dan

  FP terhadap sel HeLa dan sel Vero ?

  40

  c. Apakah fraksi protein daun mimba FP

  10 , FP 20 , FP 30 dan FP 40 dapat

  dikembangkan sebagai antikanker ? 2.

   Keaslian penelitian

  Sebelumnya pernah dilakukan penelitian mengenai sitotoksisitas fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss.) hasil pengendapan dengan amonium sulfat 30%, 60% dan 100% jenuh terhadap kultur sel HeLa (Suwanto, 2006). Sejauh yang diketahui penulis belum pernah dilakukan penelitian sitotoksisitas fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss.) FP

  10 , FP 20 ,

  FP

  30 dan FP 40 terhadap kultur sel HeLa dan sel Vero.

3. Manfaat penelitian a.

  Manfaat teoritis Penelitian ini dapat melengkapi dan memperkaya teori yang telah ada mengenai khasiat, penggunaan, dan efek sitotoksisitas fraksi protein daun mimba terhadap sel HeLa dan sel Vero yang berguna dalam kemajuan bidang ilmu kefarmasian.

  b.

  Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan yang mendukung penemuan obat alternatif antikanker dari daun mimba.

B. Tujuan Penelitian

  Tujuan umum: untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba FP

  10 , FP 20 , FP 30 dan FP

  40 memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker baru.

  Tujuan khusus: a.

  10

  , FP , FP dan FP untuk mengetahui fraksi protein daun mimba FP

  20

  30

  40

  yang mempunyai daya sitotoksisitas terhadap sel HeLa dan sel Vero

  b. untuk mengetahui nilai LC

  50 dari fraksi protein daun mimba FP 10 , FP 20 ,

  FP dan FP terhadap sel HeLa dan sel Vero

  30

  40

  c. untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba FP

  10 , FP 20 , FP 30 dan FP berpotensi dikembangkan sebagai antikanker.

  40

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss)

  1. Keterangan botani tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss)

  Tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss.) termasuk dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Meliales, suku Meliaceae, marga Azadirachta, jenis Azadirachta indica A. Juss. Tanaman mimba memiliki sinonim yaitu Melia azadirachta Linn. Dalam bahasa Inggris atau Belanda tanaman ini dikenal dengan nama Margosa tree, Neem tree, atau

  .

  Margosier

  (Backer and Backuizen van den Brink, 1963; 1965; Hutapea, 1993)

  2. Nama daerah

  Tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss.) memiliki nama daerah Jawa yaitu Imba, mimba, membha, mempheuh. Di wilayah Pasundan (Sunda) dikenal dengan nama nimba, di Bali dan Nusa Tenggara dikenal dengan nama intaran, dan di Madura dikenal dengan nama mimba, membha, atau mempheuh (Sukrasno, 2003).

  3. Deskripsi tanaman

  Tanaman mimba berupa pohon dengan tinggi 10-15 meter. Batang tegak, berkayu, bulat, permukaan kasar, percabangan simpodial, coklat. Daun majemuk, berhadapan, lonjong, melengkung, tepi bergerigi, ujung lancip, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, tangkai panjang

  8-20 cm, hijau. Bunga majemuk, berkelamin dua, di ujung cabang, tangkai silindris, panjang 8-15 cm, kelopak hijau, benang sari silindris, putih kekuningan, putik lonjong, coklat muda, mahkota halus, putih. Buah buni, bulat telur, hijau. Biji bulat, diameter kurang lebih 1 cm, putih. Akar tunggang, coklat (Hutapea, 1993). Pohon mimba dapat tumbuh di berbagai ketinggian tempat, tetapi di atas ketinggian 500 meter diatas permukaan laut sulit menghasilkan biji, hanya daunnya yang tumbuh lebat (Kardinan dan Taryono, 2003).

  4. Kandungan kimia

  Sampai saat ini, setidaknya ada sembilan senyawa yang telah diisolasi dan diidentifikasi dari daun mimba yaitu nimonol, nimbolida, 28-deoksi nimbolida, α- linolenat, 14-15-epoksinimonol, 6-K-O-asetil-7-deasetil-mimosinol, melrasinol, dan nimbotalin. Penelitian terhadap senyawa-senyawa yang terkandung dalam daun mimba tersebut mendukung pemanfaatannya dalam dunia kesehatan (Sukrasno, 2003).

  5. Penelitian terhadap tanaman mimba

  Beberapa penelitian untuk membuktikan kebenaran khasiat daun mimba terutama protein daun mimba sebagai antikanker telah dilakukan antara lain, penelitian sitotoksisitas fraksi total protein daun mimba terhadap kultur sel Raji (Ariyani, 2004), terhadap kultur sel SiHa (Lusia, 2004), terhadap kultur sel HeLa (Febriani, 2004), dengan kesimpulan bahwa fraksi protein daun mimba mempunyai efek sitotoksik terhadap ketiga jenis sel kanker tersebut walaupun belum dapat dinyatakan sebagai senyawa yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker karena nilai LC

  50 yang diperoleh lebih besar dari 20

  µg/ml. Penelitian lebih lanjut yaitu sitotoksisitas fraksi protein daun mimba hasil pengendapan dengan amonium sulfat 30%; 60% dan 100% terhadap sel Raji (Robbyono, 2006) dengan kesimpulan fraksi 30% berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker karena nilai LC < 20 µg/ml, sedangkan pada penelitian

  50

  serupa terhadap sel HeLa (Suwanto, 2006), terhadap sel Myeloma (Hariadi, 2006) dan terhadap sel SiHa (Candra, 2006) menyimpulkan bahwa fraksi 30% dan 60% berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker sebab nilai LC

  50 yang diperoleh juga < 20 µg/ml.

B. Protein

1. Pengertian protein

  Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh hewan maupun manusia, maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Tumbuhan membentuk protein dari CO

  2 , H

2 O dan senyawa nitrogen. Protein adalah suatu polipeptida yang

  mempunyai molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara 5000 sampai jutaan (Poedjiadi, 1994). Protein terdapat dalam semua jenis zat hidup: tumbuhan, hewan, dan jasad renik. Semua protein, selain mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen juga mengandung nitrogen dan sering mengandung belerang dan fosfor (Sakidja, 1989).

  Protein merupakan polimer kondensasi asam amino dengan penghilangan unsur air dari gugus amino dan gugus karboksil. Asam amino pada protein mempunyai konfigurasi-L dan ikatan amida hanya terbentuk antara gugus amino- alfa dan gugus karboksil-alfa dari asam amino yang bersangkutan. Beberapa protein beracun mempunyai peran ekologi dalam melindungi tumbuhan dari serangan mikroba. Protein beracun lain memberi harapan dalam pengobatan kanker dan penyakit yang disebabkan virus. Fraksinasi ekstrak protein dapat dilakukan dengan cara pengendapan menggunakan amonium sulfat (Robinson, 1991).

2. Jenis protein berdasarkan kelarutan

  Beberapa jenis protein yang diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya antara lain: 1. albumin merupakan protein yang dapat larut dalam air dan larutan garam, dapat terkoagulasi oleh panas. Larutan albumin di dalam air dapat diendapkan dengan penambahan amonium sulfat hingga jenuh.

  2. globulin memiliki sifat sukar larut dalam air murni, tetapi dapat larut dalam larutan garam netral, misalnya larutan NaCl encer. Larutan globulin dapat diendapkan oleh penambahan garam ammonium sulfat hingga setengah jenuh. Globulin dapat diperoleh dengan jalan mengekstraksinya dengan larutan garam (5%-10%) NaCl kemudian ekstrak yang diperoleh diencerkan dengan penambahan air. Globulin akan mengendap dan dapat dipisahkan. Globulin juga dapat terkoagulasi oleh panas.

  3. histon merupakan protein yang mempunyai sifat basa dan dapat larut dalam air. Pada proses hidrolisis menghasilkan banyak arginin dan lisin.

  Histon terdapat di dalam inti sel dalam bentuk ikatan dengan asam nukleat.

  4. protamin merupakan protein yang bersifat basa seperti histon, tidak mengandung tirosin dan triptofan, tetapi mengandung banyak arginin sehingga mempunyai kadar nitrogen antara 25%-30%. Protamin berikatan dengan asam nukleat. Protamin larut dalam etanol 70%-80% tetapi tidak larut dalam air serta etanol absolut.

  5. skleroprotein tidak larut dalam air atau larutan garam, banyak mengandung asam amino Glysin, Alanin dan Prolin.

  (Poedjiadi, 1994; Murray dkk, 1995) 3.

   Pemurnian protein

  Suatu jenis protein dari bahan alam dalam keadaan murni tidak mudah diperoleh sebab molekul protein tidak stabil terhadap pemanasan serta pelarut organik. Pemurnian protein diawali dengan pemilihan bahan alam yang akan diproses berdasarkan kadar protein yang terkandung didalamnya yaitu yang berkadar protein tinggi dan mudah diperoleh. Selanjutnya mengeluarkan protein dari dalam bahan alam tersebut dengan cara memecahkan sel-sel jaringan secara mekanik misal dengan cara menghancurkan dan melumatkannya dalam suatu alat tertentu dan beberapa jenis protein dapat diperoleh dengan melarutkannya dalam air atau pelarut lain. Dalam proses ini perlu dijaga agar temperatur dan pH larutan tidak merusak protein. Pada temperatur 40°C protein mudah terdenaturasi, maka pemurnian protein sering dilakukan pada temperatur rendah, yaitu mendekati titik beku pelarut yang digunakan. Disamping itu, protein juga sensitif terhadap asam atau basa dengan konsentrasi tinggi, dan biasanya pemurnian protein dilakukan pada pH mendekati netral dengan menggunakan larutan buffer tertentu (Poedjiadi, 1994).

  Setelah diperoleh larutan yang berisi beberapa macam protein maka proses selanjutnya ialah fraksinasi yaitu memisahkan masing-masing protein dalam campuran secara fraksi demi fraksi. Dua cara yang biasa digunakan untuk proses fraksinasi ini yaitu pengendapan dan kromatografi. Proses pengendapan protein dapat dilakukan menggunakan amonium sulfat berkonsentrasi tinggi atau larutan jenuh. Beberapa protein berbeda kelarutannya dalam konsentrasi garam yang berbeda. Cara ini digunakan terutama bila diinginkan satu macam protein saja sedangkan protein lain tidak diperlukan. Selain dengan garam proses pengendapan protein dapat dilakukan dengan menyesuaikan pH titik isoelektrik protein yang diinginkan. Pada titik isoelektrik kelarutan protein berkurang hingga minimum dan protein yang diinginkan akan mengendap, sedangkan protein lain yang tidak diinginkan tetap di dalam larutan. Protein dapat dipisahkan satu dari yang lain dengan cara kromatografi. Kromatografi adsorpsi untuk pemurnian protein dilakukan dengan menggunakan alumina atau kalsium fosfat sebagai adsorben.

  Selain itu kromatografi penukar ion dapat digunakan pula untuk pemurnian protein. Kolom kromatografi diisi dengan DEAE-selulosa, suatu penukar ion yang mempunyai gugus dietilaminoetil yang terikat pada selulosa atau dengan penukar kation yaitu CM-selulosa yang mempunyai gugus karboksimetil terikat pada selulosa (Poedjiadi, 1994).

4. Pengukuran konsentrasi protein

  Pada umumnya, metode pemurnian protein harus dilakukan pada temperatur rendah, pada range 0-4°C. Temperatur rendah meminimalkan degradasi protein selama pemurnian dengan menghalangi aktifitas protease (enzim yang memecah ikatan peptida) dan mengurangi kemungkinan protein akan terdenaturasi, atau membuka ikatannya (banyak protein yang sangat sensitif terhadap panas). Pada pH netral tirosin, triptofan dan fenilalanin mengabsorpsi sinar ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 280 nm (Moran dkk, 1994; Murray dkk, 1995).

C. Kanker 1.

   Definisi

  Kanker adalah penyakit yang disebabkan adanya perbanyakan dan penyebaran yang tidak terkontrol menjadi bentuk tubuh abnormal dari sel tubuh itu sendiri. Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian di Negara berkembang, setidaknya satu dari lima pada populasi di Eropa dan Amerika Utara diperkirakan meninggal karena kanker (Rang dkk, 2003). Kanker ditandai oleh pembelahan sel yang tidak terkontrol dan kemampuannya untuk menyerang jaringan lain, baik melalui pertumbuhan langsung pada jaringan (invasi) atau dengan migrasi sel ke jaringan yang lain (metastasis). Pertumbuhan yang tidak sesuai aturan ini disebabkan oleh kerusakan DNA, menghasilkan mutasi pada gen utama yang mengendalikan pembelahan sel, dan fungsi yang lain. Satu atau lebih dari mutasi ini, baik yang diturunkan atau didapatkan, dapat menuntun ke pembelahan sel yang tak terkendali dan pembentukan tumor (Anonim, 2005b).

  Tumor menunjukkan suatu massa yang abnormal di jaringan, baik berupa malignan (kanker) atau benigna (nonkanker). Tumor benigna tidak menyebar ke bagian lain tubuh atau menyerang jaringan lain, dan jarang perawatannya untuk bertahan hidup jika tidak secara kebetulan menekan struktur utama (vital). Tumor malignan dapat menyerang organ lain, menyebar ke lokasi yang jauh (metastasis) dan menjadi perawatan untuk bertahan hidup (Anonim, 2005b). Istilah kanker, neoplasma malignan dan tumor malignan merupakan sinonim. Keduanya dibedakan dari tumor benigna oleh dediferensiasi, keinvasifan dan kemampuan metastasis (penyebaran ke bagian lain dari tubuh). Kedua tumor baik benigna maupun malignan menunjukkan proliferasi yang tidak terkendali. Sel kanker memiliki karakteristik yang membedakannya dari sel normal, yaitu sel kanker mengalami pertumbuhan dan pembelahan sel yang tidak terkendali oleh regulasi pembelahan sel dan pertumbuhan jaringan yang normal, adanya gangguan diferensiasi dan kehilangan fungsi pada sel kanker, sel kanker mampu melakukan invasif dan metastasis (Rang dkk, 2003).

  Untuk menghambat metastasis kanker, perlu diketahui cara sel tersebut menyebar. Ada dua cara sel kanker ber-metastasis: melalui angiogenesis (pembentukan pembuluh darah yang baru) dan penghancuran kolagen yang merupakan kerangka sel normal. Dengan demikian metastasis akan dapat dihambat bila angiogenesis dapat dicegah; sementara kolagen yang rusak dapat diperbaiki oleh tubuh sendiri dengan memanfaatkan makanan tertentu (Hartono, 1999).

  Pendekatan utama dalam pengobatan kanker yaitu pembedahan, irradiasi, dan kemoterapi. Penggunaan masing-masing pengobatan tersebut tergantung pada tipe tumor dan tingkat perkembangannya (Rang dkk, 2003).

2. Proses terjadinya kanker

  Sel normal berubah menjadi sel kanker karena satu atau lebih mutasi pada DNA-nya baik secara diturunkan, bukan kanker itu sendiri yang diturunkan melainkan gen yang telah termutasi dan mudah berkembang menjadi kanker maupun dengan cara didapat dari luar sel akibat pemaparan zat kimia, ko- karsinogen, dan lain-lain. Perkembangan kanker merupakan proses yang rumit, melibatkan tidak hanya satu perubahan genetik tetapi juga yang lain, seperti faktor-faktor epigenetik (aksi hormonal, ko-karsinogen dan efek pemacu tumor) yang tidak hanya menghasilkan kanker itu sendiri melainkan dengan meningkatkan kemungkinan mutasi genetik yang akan menimbulkan kanker (Rang dkk, 2003).

  Sel kanker mempunyai antigen pada permukan sel yang dapat dikenali dan bereaksi dengan sistem imun inang sehingga mampu mencegah pertumbuhan tumor yang tak terkendali. Teori ini dikenal sebagai immunosurveillance (pemantauan imun). Teori ini bermula dari percobaan yang dilakukan oleh Paul Ehrlich yang mengamati bahwa hewan dengan pertumbuhan tumor bervirulensi rendah mengalami penurunan pertumbuhan tumor setelah dilakukan inokulasi sel tumor berikutnya. Ehrlich menduga lubang pada struktur permukaan sel tumor yang dapat dikenali sebagai sesuatu yang abnormal oleh inang. Penelitian dilanjutkan oleh Lewis Thomas yang memberikan teori penolakan allograft menggambarkan mekanisme utama dalam pertahanan alami terhadap neoplasia. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, Macfarlane Burnet memberikan teori

  

immunosurveillance yang berpusat adanya antigen yang tergabung pada sel tumor

(Schwartz, 1991; Dasgupta, 1992).

  Teori tersebut menyatakan bahwa sel efektor pada sistem imun secara aktif beredar di dalam tubuh untuk mengenali dan membasmi sel-sel tumor yang mulai terbentuk. Penelitian pada tahun 1970 mampu menemukan dan mengidentifikasi adanya sel T, sel ini menjadi sel efektor yang diduga memperantarai dalam

  . Lebih dari dua dekade terakhir, data-data memunculkan

  immunosurveillance

  pendapat bahwa konstituen sistem imun seperti sel natural killer (NK) dan jaringan cytokine mampu memberi pertahanan terhadap kanker (Ichim, 2005).

  Aktivitas sel NK menjadi tanda penunjuk pada beberapa tipe tumor. Sel- sel NK terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pemantauan kemunculan tumor dan mikrometastasis. Teori ini kemudian dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa onkogen tertransfeksi fibroblas dapat lisis secara selektif oleh sel NK bila dibandingkan dengan kontrol yang tidak tertransfeksi. Mekanisme secara tepat sel NK dalam immunosurveillance belum diketahui secara pasti. Berkaitan dengan efek sitotoksik secara langsungnya, kemungkinan sel NK mengaktifkan sel lain dalam sistem imun dengan cara memperlengkapinya dengan bantuan cytokine. Sel NK yang mature tidak menghasilkan cytokine T- helper 2 (Th2), tetapi lebih pada cytokine T-helper 1 (Th1), tumor necrosis factor

  (TNF)- α, interferon (IFN)-γ dan granulocyte-macrophage colony-stimulating

  factor (GM-CSF). Pada kenyataanya, sekresi IFN-

  γ oleh sel NK dapat mempengaruhi pembentukan respon imun tipe Th1 terhadap agen patogen maupun tumor terinduksi 3-methylcholanthrene (MCA) (Ichim, 2005).

  Langkah awal respon imun memerlukan cytokine yang dihasilkan oleh sel- sel T-helper. Perbedaan cytokine yang dihasilkan oleh sel menentukan tipe respon imun. Respon imun yang diperantarai sel membutuhkan cytokine Th1, sedangkan respon imun yang diperantarai antibodi membutuhkan cytokine Th2. Sel T-helper yang terdiferensiasi menjadi sel Th1 mensekresikan IFN-

  γ dan sedikit interleukin (IL)-2 dan IL-12, sedangkan sel Th2 mensekresikan IL-10, IL-4, dan sedikit IL-5.

  Namun, tumor memiliki beberapa cara baik spesifik maupun non-spesifik untuk menghindari respon Th1. Tumor mensekresikan sejumlah agen, termasuk

  transforming growth factor (TGF)-

  β, IL-10 dan prostaglandin E-2, yang menunjukkan meningkatkan respon imun Th2 ketika menekan respon imun Th1.

  Hal ini telah ditunjukkan bahwa jaringan cytokine dari beberapa pasien kanker cenderung mengarah ke Th2. Pasien-pasien tersebut menunjukkan peningkatan cytokine Th2 atau penurunan cytokine Th1 baik tumor sistemik maupun lokal. Penelitian mengenai tumor yang mengembangkan beberapa cara untuk menghindari respon Th1 sesuai dengan pengertian immunosurveillance. Fakta bahwa malignan memiliki banyak cara dalam menghindari respon Th1 menunjukkan bahwa kemampuan untuk menghindari respon ini memberikan keuntungan pertahanan pada sel malignan, yang selanjutnya menunjukkan bahwa respon Th1 menjadi ancaman bagi neoplasma (Ichim, 2005).

  Cytokine Th1 IFN- γ berfungsi sebagai antitumor baik secara langsung maupun tidak langsung. Serangkaian penelitian menunjukkan arti penting IFN-

  γ dalam membasmi tumor awal dengan adanya peningkatan keberhasilan karsinogenesis saat tidak ada IFN-

  γ. IFN-γ menghambat pertumbuhan tumor dengan mempengaruhi proliferasi, apoptosis dan angiogenesis. IFN- γ juga mempunyai efek antitumor tidak langsung dengan memacu respon imun antitumor yang efektif. Sebagai tambahan dalam mempengaruhi keseimbangan cytokine Th1-Th2, IFN-

  γ mampu mengaktifkan makrofag sitotoksik, sel-sel NK dan sel-sel T NK (Ichim, 2005).

Dokumen yang terkait

Efektivitas insektisida nabati daun tanjung dan daun pepaya terhadap martalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.)

0 16 36

Uji efektivitas losion repelan minyak mimba (azadirachta indica A. Juss) terhadap nyamuk Aedes aegypti

1 31 91

Analisis komponen kimia fraksi minyak atsiri daun sirih (piper batle Linn.) dan daun uji aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri gram negatif

1 5 33

Analisis komponen kimia fraksi minyak atsiri daun sirih piper bettle Linn) dan uji aktivitas antibakeri terhadap beberapa jenis bakteri gram positif

1 23 78

Efek kurkumin dan pentagamavunon-0 terhadap viabilitas kultur sel luteal Effect of curcumin and pentagamavunon-0 on the viability of cultured luteal cells

0 0 9

PEMISAHAN FRAKSI DAN SENYAWA-SENYAWA YANG BERSIFAT ANTIPLASMODIUM DARI EKSTRAK METANOL KULIT KAYU MIMBA (Azadirachta indica Juss) Chemical compound separation in mimba bark (Azadirachta indica Juss) methanolic extract with antiplasmodium activity

0 0 10

Pengaruh pemberian sari nanas (ananas comusus) terhadap kadar lemak, protein dan nilai organoleptik dadih - Universitas Negeri Padang Repository

1 1 7

Induction effect of Actinobacillus actinomycetemcomitans protein adhesin on chronic inflammatory cells consisting of macrophages and plasma cells = Pengaruh induksi protein adhesin Actinobacillus actinomycetemcomitans terhadap sel radang kronis makrofag d

0 0 6

Laporan Penelitian Ekspresi protein P53 dan HSP70 pada sel punca karsinoma nasofaring yang resisten terhadap radioterapi

0 0 9

Aplikasi Pupuk Majemuk dan Trichoderma terhadap peningkatan produktivitas dan kadar protein kedelai varietas Grobogan - UNS Institutional Repository

0 0 13