Persepsi apoteker pengelola apotek di Kota Yogyakarta terhadap perannya dalam pelayanan resep selama di apotek - USD Repository

  

PERSEPSI APOTEKER PENGELOLA APOTEK

DI KOTA YOGYAKARTA TERHADAP PERANNYA DALAM PELAYANAN

RESEP SELAMA DI APOTEK

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelas Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh:

  S u y o n o NIM: 028114154

FAKULTAS FARMASI

  

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2006

  Halaman Persembahan

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi

Maha Penyayang.

  

Segala puji bagi Allah, Rob semesta

alam.

  

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Yang menguasai di Hari Pembalasan.

Hanya Engkaulah yang kami abdi, dan

hanya kepada Engkaulah kami meminta

pertolongan.

  Kupersembahkan kepada: Bapak dan Ibuku Kakak-kakakku tercinta

KATA PENGANTAR

  Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, berkat kasih dan sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Persepsi Apoteker Pengelola Apotek di Kota Yogyakarta terhadap Perannya dalam Pelayanan Resep selama Kehadiranya di Apotek”. Penyusunan skripsi ini dengan maksud untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Ilmu Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari jasa banyak pihak, oleh karenanya penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada: 1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku pembimbing yang dalam kepadatan acaranya telah menyempatkan untuk terus membimbing dan mendorong penyelesaian skripsi ini kepada penulis.

  3. Bapak Edi Joko Santoso, S.Si., Apt yang telah banyak membantu, mengarahkan, memberi masukan, juga motivasi walaupun beliau tidak sempat meneruskan bimbingannya karena harus melanjutkan studi.

  4. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah memberi banyak masukan.

  5. Ibu Aris Widayati , M.Si., Apt. sebagai dosen penguji dan atas kritik dan saran yang telah diberikan.

  6. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. yang telah memberikan saran dan referensi dalam pembuatan skripsi ini.

  7. BAPPEDA Propinsi DIY dan Kota Yogyakarta atas pemberian ijin penelitian

  8. Bapak dan ibu yang telah mengatur dan memeliharaku, berkat perjuangan kalianlah penulis dapat bertahan.

  9. Kakakku Sugianto yang telah mengorbankan jiwanya untuk memberikan motivasi dan nasehat.

  10. Kakakku Hartono dan kakakku Sunarni, kalian sudah banyak membantu.

  11. Sahabatku Joko Tri Cahyono yang memberiku banyak inspirasi untuk belajar mandiri.

  12. Teman-temanku Nana, Meggy, Rio, Parmanto, Heri, Irvan, Thomas, dan Mu’min mubaligh yang telah membimbingku.

  Dengan sadar penulis mengakui banyak kekurangan dalam menyusun penelitian ini, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak demi menyempurnakan karya ini. Semoga dengan ridha Allah skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi praktisi farmasi, bagi dunia keprofesian, ilmu pengetahuan, serta masyarakat pada umumnya.

  

INTISARI

  Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek untuk menyiapkan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Kenyataan yang ada pada saat ini, berdasarkan beberapa penelitian bahwa peran apoteker di apotek belum maksimal sehingga manfaat yang dirasakan oleh masyarakat untuk memperoleh pelayanan kefarmasian yang profesional masih kurang.

  Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi Apoteker Pengelola Apotek di Kota Yogyakarta terhadap perannya dalam pelaksanaan pelayanan resep selama di apotek yaitu menyangkut skrinning persyaratan administratif, kesesuaian farmasetika, dan pertimbangan klinis, peracikan resep, penyiapan etiket, dan pengemasan obat, penyerahan obat dan informasi kepada pasien, konseling dan monitoring penggunaan obat.

  Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari angket yang disebarkan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) di kota Yogyakarta.

  Hasil menunjukkan bahwa: rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Kota Yogyakarta yang melakukan skrinning persyaratan administratif, kesesuaian farmasetika, dan pertimbangan klinis resep selama di apotek adalah 72,7%; rata-rata Apoteker Pengelola Aportek (APA) yang melakukan peracikan resep, penyiapan etiket, dan pengemasan obat selama di apotek adalah 60,3%; rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang melakukan penyerahan obat dan informasi kepada pasien selama di apotek adalah 78,9%; rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang melakukan konseling selama di apotek adalah 76,4%; dan rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang melakukan monitoring penggunaan obat adalah 37,9%.

  Kata kunci: persepsi, peran, apoteker, resep

  

ABSTRACT

As an effort so that all pharmacist can execute service of pharmacy better.

  Department of health cooperates with The Association of Indonesian Pharmacy Graduates ( ISFI), compose the service standard of pharmacist in drugstores to prepare pharmaceutical service to society. The fact which exists at the moment, based on some researches that the role of pharmacist in pharmacy are not yet optimal so that the benefit felt by sosiety to obstain profesional pharmaceutical service is still less.

  The objective of reseach is to know the perseption of The Pharmacist to the role of pharmacist during the attendance in execution of prescription that is concerning skrinning of administrative regulation, according to farmasetic, and clinical consideration, recipe blend, preparation of label, and the packaging of drug, delivery of information and drug to patient, monitoring and counseling the usage of drug.

  This reseach is including explorative and descriptive non-experimental reseach using qualitative approach. Data obstained from propagated questuonnaire to the Pharmacist in Yogyakarta.

  The result indicates that the average or the Pharmacist in Yogyakarta city who conducts skrinning administrative, according pharmasetics, and consideration of prescription clinical during in drugstore is 72.7%; the average of the Pharmacist who conducts recipe blend, preparation of label, and the packaging of drug during in drugstore is 60.3%; the average of the Pharmacist who conduct delivery of information and drug to patient during in drugstore is 78.0%; the average of the Pharmacist who conducts counseling during in drugstore is 76.4%; and the averae of the Pharmacist who conducts drug monitoring is 37.9%.

  Key word: perseption, role, pharmacist, prescription

  DAFTAR ISI Hal.

  HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………… iii HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………… iv PRAKATA……………………………………………………………………. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………… vii

  INTISARI………………………………………………………………….….. viii

  ABSTRACT ……………………………………………………………………. ix

  DAFTAR ISI………………………………………………………………….. x DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. xiv DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. xv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xviii

  BAB I PENGANTAR…………………………………………………………

  1 A. Latar Belakang……………………………………………………………..

  1 1. Perumusan Masalah……………………………………………………...

  4

  2. Keaslian Penelitian………………………………………………………

  5 3. Manfaat Penelitian……………………………………………………….

  5 B. Tujuan Penelitian…………………………………………………………...

  6 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA…………………………………………

  7 A. Apoteker Pengelola Apotek………………………………………………..

  7

  B. Resep……………………………………………………………………….

  29 B. Batasan Operasional Penelitian…………………………………………….

  34 1. Pemilik apotek…………………………………………………………...

  34 A. Karakteristik dari Apotek dan APA……………………………………….

  33 BAB IV HASIL PENELITIAN …………………….………………………...

  32 G. Kesulitan Penelitian………………………………………………………..

  30 F. Tatacara Analisis Hasil……………………………………………………..

  30 E. Tatacara Pengumpulan Data………………………………………………..

  30 D. Alat Pengumpulan Data……………………………………………………

  29 C. Bahan Penelitian……………………………………………………………

  29 A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………………………

  9 C. Medication Error…………………………………………………………………..

  28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………..

  27 J. Keterangan Empiris………………………………………………………..

  25 I. Standar Profesi……………………..………………………………………..

  22 H. Apoteker Sebagai suatu Profesi...………………………………………….

  19 G. Peran Apoteker……………………………………………………………..

  18 F. Konseling dan monitoring………………………………………………….

  15 E. Prosedur Tetap………………………………………………………..........

  12 D. Pelayanan Resep.…………………………………………………………...

  34

  2. Lama rata-rata apotek buka perhari……………………………………...

  39 3. Ada tidaknya apoteker pendamping di apotek…………………………..

  42 4. Ada tidaknya prosedur tetap……………………………………………..

  43 5. Ada tidaknya job description tertulis…………………………………….

  48

  6. Jumlah rata-rata resep yang masuk ke apotek tiap bulan dan jumlah dokter praktek di apotek……….………………………………………...

  51 7. Jumlah asisten apoteker yang dimiliki apotek…………………………...

  54 8. Jumlah petugas lain……………………………………………………...

  55 9. Rata-rata umur APA……………………………………………………..

  56

  10. Pengalaman APA bekerja sebagai apoteker di apotek…………………

  58 11. Penuh tidaknya APA bekerja di apotek………………………………...

  60

  12. Ada tidaknya pekerjaan lain disamping sebagai APA…………………

  61 B. Data Mengenai Pelayanan Resep…………………………………………..

  62

  1. Skrining resep……………………………………………………………

  62

  a. Skrining administrtif resep……………………………………………

  63 b. Skrining kesesuaian farmasetik ……………………………………….

  66 c. Pertimbangan klinis ……......................................................................

  69

  d. Apakah apotek melakukan komunikasi dengan dokter apabila ada keraguan terhadap resep?.......................................................................

  70

  e. Apakah obat untuk pasien tidak mampu diusulkan kepada dokter untuk diganti dengan obat generik?.......................................................

  72

  2. Peracikan, Pengetiketan, dan Penyerahan Obat…………………………

  74 a. Prosedur HTKP (harga, timbang, kemas, penyerahan)………………..

  74

  b. Pengecekan……………………………………………………………. 76

  c. Pemeriksaan akhir kesesuaian resep dengan obat yang akan

  77 diserahkan pasien………………………………………………………

  3. Informasi dan Konseling……………………………………………….....

  78

  a. Informasi………………………………………………………………. 78

  b. Konseling……………………………………………………………… 80 4. Monitoring……………………………………………………………….

  84

  a. Monitoring terhadap pasien dengan penyakit TBC, asthma, diabetes,

  84 dan cardiovascular………………………………………………….….

  b. Monitoring terhadap hasil konsultasi pasien…………………………..

  86 C. Rangkuman pembahasan………………………….......................................

  87 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….

  89 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………

  91 LAMPIRAN………………………………………………………………….. 94 BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………… 119

  DAFTAR TABEL Hal.

  Tabel I. Bentuk-bentuk Medication Error............................................. 14 Tabel II. Taksonomi dan Kategori Medication Error............................. 15 Tabel III. Rata-rata APA yang melakukan pelayanan resep selama kehadirannya di apotek.............................................................

  88

  DAFTAR GAMBAR Hal.

  42 Gambar 11. Apotek punya prosedur tetap atau tidak................................................

  55 Gambar 18. Jumlah petugas lain yang dimiliki apotek …………………….……..

  53 Gambar 17. Jumlah AA yang dimiliki apotek...............................................………

  

53

Gambar 16. Jumlah dokter praktek di apotek............................................................

  52 Gambar 15. Apotek dengan lembar resep >60 per bulan dengan ada tidaknya praktek dokter ………………………………………………...............

  51 Gambar 14. Jumlah rata-rata lembar resep yang masuk ke apotek per bulan...........

  47 Gambar 13. Ada tidaknya job description tertulis di apotek.....................................

  44 Gambar 12. Skema alur pelayanan resep..................................................................

  41 Gambar 10. APA punya Apoteker Pendamping atau tidak.......................................

  Gambar 1. Struktur organisasi apotek.....................................................................

  41 Gambar 9. Jumlah hari APA bekerja di apotek per minggu...................................

  40 Gambar 8. Jumlah hari buka apotek per minggu.....................................................

  40 Gambar 7. Lama APA bekerja di apotek per hari...................................................

  38 Gambar 6. Lama apotek buka rata-rata per hari......................................................

  

38

Gambar 5. Lama jam APA di apotek berdasarkan kepemilikan sarana apotek.....

  

37

Gambar 4. Jumlah rata-rata hari APA datang ke apotek berdasarkan kepemilikan sarana apotek.........................................................................................

  36 Gambar 3. Bentuk kepemilikan apotek untuk apotek yang sarananya bukan milik APA..............................................................................................

  19 Gambar 2. Pemilik sarana apotek...........................................................................

  56 Gambar 19. Jumlah hari APA bekerja di apotek per minggu berdasarkan umur

  APA…………………………………………………………………... 57 Gambar 20. Rata-rata umur APA..............................................................................

  57 Gambar 21. Jumlah hari APA bekerja di apotek berdasarkan pengalaman......……

  59 Gambar 22. Lama pengalaman APA bekerja sebagai apoteker di apotek................

  59 Gambar 23. Penuh tidaknya APA bekerja di apotek……………………………….

  61 Gambar 24. Punya tidaknya pekerjaan lain disamping sebagai APA……………...

  62 Gambar 25. Jumlah hari APA bekerja di apotek berdasarkan punya tidaknya pekerjaan lain..............................................................………………..

  62 Gambar 26. Petugas yang lebih sering melakukan skrining administratif resep ketika APA berada di apotek………………………………………….

  65 Gambar 27. Petugas yang lebih sering melakukan skrining kesesuaian farmasetik ketika APA berada di apotek…………….........………………………

  68 Gambar 28. Petugas yang lebih sering melakukan pertimbangan klinis ketika APA berada di apotek…………………………………………………

  70 Gambar 29. Petugas yang lebih sering melakukan komunikasi dengan dokter jika ada keraguan ketika APA berada di apotek………...............................

  72 Gambar 30. Petugas yang lebih sering melakukan usul penggantian obat dengan obat generik kepada dokter jika ada pasien yang tidak mampu ketika APA berada di apotek............................................................................

  73 Gambar 31. Petugas yang lebih sering melakukan prosedur pemberian harga, penimbangan, pengemasan, penyerahan obat ketika APA berada di apotek....................................................................................................

  75 Gambar 32. Petugas yang lebih sering melakukan pengecekan terhadap mutu fisik

  obat dan pengetikan dengan jelas ketika APA berada di apotek…….

  77 Gambar 33. Petugas yang lebih sering melakukan pemeriksaaan akhir kesesuaian obat yang akan diserahkan kepada pasien ketika APA berada di apotek…………………………………………………………………

  78 Gambar 34. Petugas yang lebih sering melakukan pemberian informasi ketika APA berada di apotek…………………………………………………

  79 Gambar 35. Petugas yang lebih sering melakukan pemberian konseling tentang sediaan farmasi dan pengobatan ketika APA berada di apotek ............

  82 Gambar 36. Petugas yang lebih sering melakukan pemberian konseling kepada pasien penyakit TBC, diabetes, asthma, cardiovascular ketika APA berada di apotek.....................................................................................

  83 Gambar 37. Petugas yang lebih sering melakukan monitoring kepada pasien penyakit TBC, diabetes, asthma, cardiovascular...……………………

  85 Gambar 38. Petugas yang lebih sering melakukan monitoring terhadap hasil konsultasi pasien………………….…………………………………..

  86

  DAFTAR LAMPIRAN Hal.

  Lampiran 1. Kuisioner Penelitian.................................................................

  95 Lampiran 2. Tabulasi Data …….................................................................. 102 Lampiran 3. Kondisi fisik apotek di kota Yogyakarta pasca gempa............ 107 Lampiran 4. Data Apotek di kota Yogyakarta bulan Juli 2006.................... 116

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kefarmasian yang berlangsung di apotek telah mengalami tiga

  tahap perkembangan. Tahap I, pelayanan kefarmasian dititikberatkan pada membuat, meracik serta menyerahkan obat pada penderita. Tahap II, titik berat pelayanan kefarmasian di apotek hanya pada penyiapan dan penyerahan obat saja, mengingat industri farmasi berkembang pesat, ada banyak industri farmasi yang memproduksi obat jadi. Tahap III, evaluasi perkembangan pelayanan kefarmasian dengan orientasi produk (product oriented) menjadi orientasi kepentingan pasien (patient oriented).

  Pelayanan ini bertujuan agar konsumen (pasien) memperoleh pengobatan yang rasional melalui pemberian informasi. Di negara maju penelitian dan pengembangan obat telah maju, sehingga timbul banyak permasalahan dalam penggunaan obat (Siregar, 1994).

  Masa depan perapotekan akan sangat diwarnai oleh kompetisi ketat. Apoteker di apotek harus berkompetisi dengan sesama koleganya di apotek dan dengan apoteker dari luar negeri yang bekerja di Indonesia. Tolok ukur keberhasilan dalam kompetisi ini adalah kualitas pelayanan yang dapat memuaskan masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat hidupnya yang pada akhirnya akan bermuara pada pengakuan dan image positif dari masyarakat (Hidayat, 1996). Apoteker harus siap berperan dalam upaya pelayanan kefarmasian yang bermutu dan profesional serta hadir di tengah-tengah masyarakat memanfaatkan ilmu, profesi serta keberadaannya untuk masyarakat (Sukaryo, 1995).

  Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 ditetapkan sebagai pedoman profesi apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, dan melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian. Seperti yang tercantum juga dalam dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 pasal 21 ayat (1) bahwa setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan. Disebutkan dalam standar pelayanan kefarmasian di apotek pada dasarnya pelayanan di apotek terdiri dari pengelolaan obat, pelayanan obat tanpa resep (OTR), pelayanan obat resep, dan pelayanan informasi, konseling, monitoring, promosi, edukasi, pelayanan residensial (Anonim, 2004).

  Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten (branded name/ merek dagang tertentu). Jika pasien tidak mampu menebus obat yang ditulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat yaitu terjangkau oleh pasien (Anonim, 1993).

  Pelayanan resep dimulai proses skrining resep yang meliputi pemeriksaan persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Kemudian dilakukan peracikan, pengetiketan, pengemasan, penyerahan, pemberian informasi, konseling, dan monitoring penggunaan obat (Anonim, 2004). Resep yang lengkap harus ada nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan/ paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, informasi lainnya (Anonim, 2004). Tinjauan kerasionalan obat meliputi pemeriksaan dosis, frekuensi pemberian, adanya medikasi rangkap, interaksi obat, karakteristik penderita atau kondisi yang menyebabkan pasien menjadi kontra indikasi dengan obat yang diberikan (WHO, 1988).

  Penyerahan obat kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien, informasi penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat serta melakukan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan (Anonim, 2004). Pemberian informasi kepada pasien merupakan kewajiban profesi apoteker. Apoteker dapat dikenai sanksi pidana dengan denda maksimal 10 juta rupiah apabila tidak melakukan tugasnya dalam memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan pasal 22 c Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

  Meskipun peran yang dimiliki apoteker di apotek sangat besar namun sampai saat ini peran dan eksistensi apoteker belum tampak kelihatan. Merita pada tahun 2002 telah melakukan penelitian dimana 37% pasien apotek Kota Yogyakarta tidak mengenal figure profesi apoteker. Penelitian Merita juga menyebutkan bahwa lebih dari separo pasien tidak pernah merasakan manfaat Apoteker Pengelola Apotek dalam pemberian informasi obat. Pada penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta tahun 2003 (Purwanti, 2004) diketahui bahwa pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek tergolong kurang baik karena peran apoteker banyak dilaksanakan oleh asisten apoteker, kehadiran apoteker di apotek kurang, dan ketersediaan sarana di apotek seperti ruang untuk konsultasi tidak tersedia.

1. Perumusan masalah

  Melihat latar belakang dan permasalahan di atas, maka di rumuskan permasalahan sebagai berikut: a. seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya dalam skrining persyaratan administratif, kesesuian farmasetika, dan pertimbangan klinis resep selama di apotek?

  b. seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya dalam peracikan resep, penyiapan etiket, dan pengemasan obat selama di apotek? c. seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya dalam penyerahan obat dan informasi kepada pasien selama di apotek? d. seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya dalam konseling selama di apotek? e. seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya dalam monitoring penggunaan obat?

  2. Keaslian penelitian

  Telah dilakukan penelitian tentang pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek di DKI Jakarta tahun 2003 oleh Purwanti (2004), FMIPA UI dan Litbang DepKes RI Jakarta. Penelitian tersebut untuk mengetahui seberapa baik pelaksanaan standar pelayanan farmasi di apotek di DKI Jakarta 2003. Penelitian tersebut mewakili APA yang bekerja di apotek di DKI Jakarta.

  Sedangkan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya khususnya dalam pelayanan resep ketika Apoteker berada di apotek. Sampel yang digunakan adalah APA yang bekerja di apotek di Kota Yogyakarta.

  3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Dapat memberikan gambaran tentang seperti apa peran yang dilakukan Apoteker Pengelola Apotek di Kota Yogyakarta saat berada di apotek.

  b. Manfaat praktis

  1. Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi kenerja profesi apoteker serta instansi terkait dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan yang dilakukan.

  2. Dapat dijadikan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam perumusan kebijakan berikutnya.

  3. Dapat dijadikan bahan masukan bagi ISFI dalam rangka pembinaan anggotanya.

B. Tujuan Penelitian

  a. Untuk mengetahui persepsi APA terhadap perannya dalam skrining persyaratan administratif, kesesuian farmasetika, dan pertimbangan klinis resep selama di apotek.

  b. Untuk mengetahui persepsi APA terhadap perannya dalam peracikan resep, penyiapan etiket, dan pengemasan obat selama di apotek.

  c. Untuk mengetahui persepsi APA terhadap perannya dalam penyerahan obat dan informasi kepada pasien selama di apotek.

  d. Untuk mengetahui persepsi APA terhadap perannya dalam konseling selama di apotek.

  e. Untuk mengetahui persepsi APA terhadap perannya dalam monitoring penggunaan obat.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Apoteker Pengelola Apotek Apoteker adalah suatu profesi yang concerns, commits, dan competents

  tentang obat (Sudjaswadi, 2001). Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 63 menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Lebih lanjut di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek menyebutkan bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefamasian di Indonesia sebagai apoteker. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin (Anonim, 2002). Permenkes No. 1332/MENKES/SK/X/2002 menyebutkan bahwa apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien secara tepat, aman, rasional.

  Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.

  Tugas dan fungsi apotek adalah: 1. tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan; 2. sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat; 3. sarana penyalur sediaan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata

  (Anonim, 1980). Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Anonim, 1992), dengan demikian jelaslah bahwa apotek bukan sekedar tempat penjualan obat atau tempat untuk menebus obat yang telah diresepkan oleh dokter, tapi juga merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan atau alat kesehatan termasuk penyerahan obat keras tanpa resep dokter oleh apoteker/ obat wajib apotek (OWA).

  Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi surat izin apotek (SIA). Apoteker dapat dibantu oleh asisten apoteker dalam menjalankan profesinya di apotek. Pada waktu menjalankan profesinya di apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat didampingi oleh apoteker pendamping, dimana apoteker pendamping juga dapat menggantikan Apoteker Pengelola Apotek pada jam-jam tertentu pada waktu apotek buka (Anonim, 2002).

  Berdasarkan PERMENKES No. 922/menkes/Per/X/1993 pasal 1, Asisten apoteker adalah mereka yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker dengan pengawasan apoteker. Tugas dari asisten apoteker adalah membantu Apoteker Pengelola Apotek dalam pelaksanaan pengelolaan apotek yaitu :

  a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.

  b. pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan sediaan farmasi lainnya.

  c. pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

B. Resep

  Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Resep dapat juga diartikan sarana komunikasi profesional antara dokter (penulis resep), APA (penyedia/ pembuat obat), dan pasien. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita maka isi resep merupakan refleksi/ pengejawantaan proses pengobatan. Agar resep dilayanai secara tepat dan relatif cepat maka resep harus lengkap dan jelas atau komunikatif dan agar pengobatan berhasil, resepnya (Christina dkk, 2002). harus benar/ rasional

  Permenkes Nomor 26 tahun 1981 menyebutkan resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Kepmenkes Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan resep harus memuat juga:

  a. nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan

  b. tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat

  c. tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep

  d. tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku e. jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan

  f. tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.

  Dalam hal salinan resep pada dasarnya salinan resep adalah resep juga. Salinan resep selain memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli juga memuat: a. nama dan alamat apotik

  b. nama dan Nomor Surat Izin Pengelolaan Apotik

  c. tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek

  d. tanda ’det’ atau ’detur’ untuk obat yang sudah diserahkan; tanda ’nedet’ atau ’ne- detur’ untuk obat yang belum diserahkan e. nomor resep dan tanggal pembuatan (Anonim, 1981)

  Resep dapat dibedakan atas 4 bagian yaitu:

  a. inscriptio

  Terdiri dari identitas dokter (nama, No. Surat Izin Praktek, alamat), tempat dan tanggal penulisan resep, serta tanda R/ sebelah kiri (pembuka resep atau

  invocatio ).

  b. praescriptio

  Bahasa Latin yang artinya perintah atau pesanan atau merupakan inti resep, ialah bagian resep yang pokok, terdiri dari nama obat, bentuk sediaan obat, dan dosis obat.

  c. signatura

  Bahasa Latin yang artinya tanda, ialah tanda yang harus ditulis di etiket obatnya, terdiri dari nama penderita dan petunjuk mengenai obatnya (biasanya cara pemakaiannya).

  d. subscriptio Bahasa Latin yang artinya tanda tangan atau paraf.

  Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis secara betul dan sempurna/ lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya hampir sama, sedangkan isi dan khasiatnya berbeda.

  Nama obat harus ditulis lengkap (sesuai yang tercantum dalam label), karena keterangan pada tiap nama mempunyai arti sendiri. Bila tidak lengkap akan mengakibatkan hal-hal yang merugikan penderita bahkan membahayakan.

  Resep yang rasional adalah resep yang tepat dan aman. Resep yang rasional harus memenuhi syarat yaitu setelah diagnosanya tepat maka kemudian memilih obatnya tepat sesuai dengan penyakitnya dan aman digunakan, diberikan dengan dosis yang tepat dalam bentuk sediaan yang tepat, diberikan pada waktu yang tepat, dengan cara yang tepat, untuk penderita yang tepat (Christina dkk, 2002)

C. Medication Error

  Menurut The US Pharmacopeia, medicaton error didefinisikan sebagai: ”any preventable event that may cause or lead to inappropriate medication use or

  

patient harm while the medication is in the control of the health care professional,

patient, or consumer” (Dwiprahasto, 2004).

  Berbeda dengan adverse drug reaction, medication errors terjadi sebagai akibat dari kesalahan manusia atau lemahnya sistem yang ada. Medication error dapat terjadi dalam setiap langkah penyiapan obat mulai dari proses pemilihan obat, permintaan melalui resep, pembacaan resep, formulasi obat, penyerahan obat kepada pasien hingga penggunaannya oleh pasien atau petugas kesehatan (Dwiprahasto, 2004).

  Menurut American Hospital Association, medication error antara lain dapat terjadi pada situasi berikut: a. informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi tentang riwayat alergi, penggunaan obat sebelumnya, serta faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan obat; b. tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau menggunakan obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika timbul gejala efek samping;

  c. miskomunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi farmasis yang keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas (q.d atau q.i.d/ QD);

  d. pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga beresiko dibaca keliru oleh pasien; dan

  

e. faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ ruang obat yang tidak terang,

  hingga suasana tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat mengakibatkan timbulnya medication error.

  Pencegahan medication error dapat didekati dengan konsep-konsep human

  error sebagaimana ditulis oleh Belay:

  a. error awareness, dalam konteks ini maka setiap individu yang terlibat harus menyadari bahwa medication error dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan menimpa siapa saja.

  b. lakukan pengamatan sistematik. Awal terjadinya medication error dapat berasal dari individu dan juga sistem. Sistem yang buruk, yang tidak mendukung mekanisme kerja yang baik atau tidak dijalankan atas dasar prosedur yang standar juga dapat menjadfi sumber medication error. Sebagai contoh, buruknya sistem kerjasama antara dokter, perawat, dan apoteker. c. gunakan data medication error sebagai alat untuk menyusun instrumen analisis

  error

  d. kembangkan kemauan untuk mendesain ulang sistem yang ada

  e. gunakan simulasi yang memungkinkan

  f. pengumpulan data secara otomatis untuk analisa error

  g. lakukan evaluasi terhadap kinerja petugas h. antisipasi error melalui sistem koding dan SOP yang lebih baik.

  (Dwiprahasto, 2004)

  Tabel I. Bentuk-bentuk Medication Error Prescribing Transcribing Dispensing Administration

  • kontraindi kasi
  • duplikasi
  • tidak terbaca
  • instruksi tidak jelas
  • instruksi keliru
  • instruksi tidak lengkap
  • penghitun gan dosis ke
  • copy

  error