HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG OBAT ASMA (SALBUTAMOL) INHALER DAN KETEPATAN DALAM PENGGUNAANNYA (Studi terhadap pasien asma di beberapa apotek Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang)

(1)

SKRIPSI

NUR RAHMAWATI

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG

OBAT ASMA (SALBUTAMOL) INHALER DAN

KETEPATAN DALAM PENGGUNAANNYA

(Studi terhadap pasien asma di beberapa apotek

Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016


(2)

ii

Lembar Pengesahan

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG OBAT ASMA

(SALBUTAMOL) INHALER DAN KETEPATAN DALAM

PENGGUNAANNYA

(Studi terhadap pasien asma di beberapa apotek Kecamatan

Lowokwaru, Kota Malang)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Malang 2016

Oleh:

NUR RAHMAWATI 201110410311108

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS Dra. Liza Pristianty, M.Si., MM., Apt NIP UMM 114. 0609. 0449 NIP 196211151988102022


(3)

iii

Lembar Pengujian

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG OBAT ASMA

(SALBUTAMOL) INHALER DAN KETEPATAN DALAM

PENGGUNAANNYA

(Studi terhadap pasien asma di beberapa apotek Kecamatan

Lowokwaru, Kota Malang)

SKRIPSI

Telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 30 Januari 2016

Oleh:

NUR RAHMAWATI 201110410311108

Disetujui Oleh:

Penguji I Penguji II

Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS Dra. Liza Pristianty, M.Si., MM., Apt NIP UMM. 114. 0609. 0449 NIP 196211151988102022

Penguji III Penguji IV

Ika Ratna Hidayati, S. Farm., M.Sc., Apt Dra. Uswatun Chasanah, Apt., M. Kes NIP UMM. 112. 0907. 0480 NIP UMM. 11407040448


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat, hidayah serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG OBAT ASMA

(SALBUTAMOL) INHALER DAN KETEPATAN DALAM

PENGGUNAANYA (Studi Terhadap Pasien Asma di Beberapa Apotek Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang).

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Yoyok Subekti Prasetyo, M.Kep, Sp.Kom selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Nailis Syifa’, S. Farm., M. Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi

yang telah membantu kelancaran pengerjaan skripsi penulis.

3. Ibu Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRSselaku dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran memberikan pengertian, arahan, dukungan serta bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Liza Pristianty, M.Si., MM., Apt selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, dukungan serta bimbingan kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Ika Ratna Hidayati, S. Farm., M.Sc., Aptselaku dosen penguji I atas kritik dan sarannya untuk menyempurnakan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Uswatun Chasanah, Apt., M. Kesselaku dosen penguji II atas semua kritik dan sarannya untuk menyempurnakan skripsi ini.

7. Ibu Annisa Farida Muti, S. Farm., M. Sc., Apt, Bapak Heru Prabowo Hadi, S. Farm., Apt dan Ibu Dian Ermawati, M. Farm., Apt selaku dosen wali atas bimbingannya selama ini.

8. Kepada segenap dosen dan staf TU program studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan baru yang sangat bermanfaat dan memberikan pelayanan kemahasiswaan dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

v

9. Seluruh APA dan PSA Apotek-apotek di Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang yang telah memberikan izin dan bersedia menjadi sampel penelitian ini

10. Ayahanda Drs. H. Sahid Iskandar dan Ibunda Hj. Sudarti tercinta atas doa yang tak henti-hentinya dan dukungan baik secara moril maupun materil serta dengan sabar mendengar keluh kesah anakmu ini selama kuliah hingga penulisan skripsi ini.

11. kakakku tercinta Aziz Alfatah Iskandardan adikku tercinta Sakti Khairun Nisa Tsani atas pengertiannya selama penulis mengerjakan skripsi.

12. Sahabatku Irna Fauziah, Irma Sipa Hentihu, Santi Puji, Erma Nur Khasanah, Syifa dan Mbak kos ku Mbak Ruruh, Mbak nadir dan adik-adik kos ku. 13. Teman seperjuangan skripsi Komunitas Nurfitratul Aqidah, Novia

Rahmawati,telah berjuang menyelesaikan skripsi hingga akhir.

14. Teman-teman farmasi angkatan 2011 dan farmasi B atas rasa kekeluargaan di akhir-akhir perjuangan kita meraih gelar sarjana.

15. Serta semua pihak baik dari dalam maupun luar yang tak dapat dituliskan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta ilmu pengetahuan terutama di bidang kefarmasian.

Malang, 30 Januari 2016


(6)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PENGUJIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RINGKASAN ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

DAFTAR SINGKATAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Hipotesa Penelitian... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Asma... 5

2.1.1 Pengertian Asma... 5

2.1.2 Prevalensi Asma... 5

2.1.3 Klasifikasi Asma... 6

2.1.4 Etiologi Asma... 7

2.1.5 Patofisiologi Asma... 8

2.1.6 Faktor Resiko Asma... 9

2.1.7 Gejala Klinik Asma... 11

2.1.8 Diagnosa Asma... 12

2.1.8.1 Anamnesis... 12

2.1.8.2 Pemeriksaan Fisik... 12


(7)

xi

2.2 Terapi Asma... 14

2.2.1 Terapi Non Farmakologi... 14

2.2.1.1 Edukasi Pasien ... 14

2.2.1.2 Pengkuran peak flow meter... 14

2.2.1.3 Identifikasi dan Mengendalikan Faktor Pencetus... 15

2.2.1.4 Pemberian Oksigen... 15

2.2.1.5 Kontrol Secara Teratur... 15

2.2.1.6 Pola Hidup Sehat... 15

2.2.2 Terapi Farmakologi Asma... 15

2.2.2.1 Obat Pengontrol (controllers)... 16

2.2.2.2Obat Pelega (relievers)... 19

2.2.2.3 Agonis Beta2 Kerja Singkat... 21

2.2.2.4 Penggunaan Agonis Beta2 Kerja Singkat... 21

2.2.2.5 Efek Samping Agonis Beta2 Kerja Singkat... 21

2.2.2.6 Struktur Kimia Agonis Beta2 Kerja Singkat (Salbutamol)... 22

2.3 Metode Pemberian Obat Asma... 32

2.3.1 Oral... 32

2.3.2 Inhalasi... 32

2.4 Obat Asma Inhaler... 35

2.4.1 Pengertian Obat Asma Inhaler... 36

2.4.2 MDI (Metered Dose Inhaler) atau inhaler Dosis Terukur... 36

2.4.3 MDI (Metered Dose Inhaler) dengan Ruang Antara (Spacer)... 37

2.4.4 DPI (Dry Powder Inhaler)... 37

2.5 Cara Penggunaan Inhaler... 38

2.5.1 Inhaler... 38

2.5.2 Nebulizer... 40

2.5.3 Kelebihan dan Kekurangan Alat Terapi Inhalasi... 42

2.6 Penyimpanan Obat Asma... 43

2.7 Pengetahuan... 44


(8)

xii

2.7.2 Pengetahuan Tentang Kesehatan... 45

2.7.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan... 46

2.7.4 Pengukuran Pengetahuan... 47

2.8 Ketepatan Penggunaan Obat... 47

2.8.1 Ketepatan Indikasi... 47

2.8.2 Ketepatan Pemelihan Obat... 47

2.8.3 Ketepatan Dosis... 47

2.8.4 Ketepatan Cara Pemakaian... 48

2.9Tinjauan tentang Perilaku Kesehatan. ... 48

2.9.1 Pengertian Perilaku Kesehatan. ... 48

2.9.2 Klasifikasi Perilaku. ... 49

2.9.3 Ranah Perilaku. ... 49

2.9.4 Teori Determinan Perilaku. ... 50

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL... 52

BAB IV METODE PENELITIAN... 53

4.1 Rancangan Penelitian. ... 53

4.2 Populasi Penelitian. ... 53

4.3 Sampel Penelitian... 53

4.3.1 Sampel... 53

4.3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi. ... 54

4.3.2.1 Kriteria Inklusi. ... 54

4.3.2.2Kriteria Eksklusi. ... 55

4.3.3 Teknik Sampling. ... 55

4.4 Tempat dan Waktu Penelitian... 56

4.4.1 Tempat Penelitian. ... 56

4.4.2 Waktu Penelitian. ... 56

4.5 Klasifikasi dan Definisi Operasional Variabel. ... 56

4.6 Definisi Operasional Variabel. ... 57

4.7 Kerangka Operasional. ... 58

4.8 Pengumpulan Data. ... 59

4.8.1 Instrumen Penelitian. ... 59


(9)

xiii

4.8.3. Uji Validitas. ... 60

4.8.4. Uji Reliabilitas. ... 61

4.9 Analisis Data. ... 62

4.9.1 Editing. ... 62

4.9.2 Coding (Membuat Lembaran Kode). ... 62

4.9.3 Data Entry (Memasukkan Data). ... 62

4.9.4 Tabulating. ... 62

4.9.5 Scoring. ... 62

4.9.5.1Penilaian Tingkat Pengetahuan. ... 62

4.9.5.2Penilaian Ketepatan Penggunaan Obat Asma (salbutamol) Inhaler. ... 63

4.9.6 Analisa Statistik. ... 64

4.9.6.1 Rumus Hipotesa. ... 65

BAB V HASIL PENELITIAN. ... 66

5.1 Hasil Penelitian ... 665.2 Uji Validitas dan Reliabilitas. ... 66

5.2.1 Uji Validitas. ... 66

5.2.2 Uji Reliabilitas. ... 67

5.3 Data Demografi. ... 68

5.3.1 Karaketristik Responden Berdasarkan Usia. ... 68

5.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. ... 69

5.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan. ... 70

5.3.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir. ... 71

5.4 Hasil Analisis Berdasarkan Kuesioner Pengetahuan... 72

5.4.1 Kategori Responden Berdasarkan Pengetahuan. ... 73

5.5 Hasil Analisis Berdasarkan Kuesioner Perilaku... 73

5.5.1 Kategori Responden Berdasarkan Perilaku. ... 75

5.6 Analisis Data. ... 75

5.6.1 Crosstabs dan Uji Korelasi Spearman. ... 75

5.6.1.1 Tujuan. ... 75


(10)

xiv

5.6.1.3 Uji Korelasi Rank Spearman. ... 76

BAB VI PEMBAHASAN. ... 78

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. ... 86

7.1 Kesimpulan. ... 86

7.2 Saran. ... 86


(11)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Riwayat Hidup... 92

2. Surat Pernyataan Plagiasi ... 93

3. Surat Ijin Pendahuluan dan Penelitian ... 94

4. Surat Ijin Penelitian ... 95

5. Surat Keterangan Penelitian dari Apotek ... 96

6. Informant consent ... 104

7. Kuesioner Validitas ... 105

8. Kuesioner Penelitian... 108

9. Brosur ... 111

10. Hasil Uji Validitas Instrument Pengetahuan ... 112

14 Hasil Uji Validitas Instrument Perilaku ... 116

16 Hasil Uji Reliabilitas Instrument Pengetahuan dan Perilaku ... 118

17 Data Variable Pengetahuan ... 119

18 Data Variable Perilaku ... 120


(12)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Mekanisme Asma ... 8

2.2 Patofisiologi Asma ... 9

2.3 Struktur kimia salbutamol ... 22

2.4Ultrasonic Nebulizer ... 33

2.5Jet Nebulizer ... 33

2.6MDI (Metered Dose Inhaler) ... 34

2.7Diskus DPI ... 35

2.8MDI (Metered Dose inhaler (a)), MDI dengan spacer (b) ... 37

2.9Turbuhaler DPI (Dry Powder Inhaler) ... 38

2.10Alat Bantu Inhalasi Nebulizer (a) Masker uap (b) Mouthpiece ... 41

5.1Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 68

5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 69

5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 70

5.4Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 71

5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan ... 73

5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Perilaku ... 75


(13)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

II.1 Klasifikasi Asma Berdasarkan Berat Penyakit ... 6

II.2 Golongan Obat Asma Inhaler Pengontrol dan Nama Dagang ... 23

II.3 Golongan Obat Asma Inhaler Pelega dan Nama Dagang ... 24

II.4 Sediaan dan Dosis Obat Pengontrol ... 26

II.5 Sediaan dan Dosis Obat Pelega ... 29

II.6 Langkah-Langkah Penggunaan Inhaler ... 38

II.7 Kelebihan dan Kekurangan Alat Terapi Inhalasi ... 42

IV.1 Variabel Penelitian Dan Parameternya ... 57

IV.2 Kisi-Kisi Kuesioner ... 59

IV.3 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha ... 61

IV.4 Interpretasi Nilai Korelasi ... 64

V.1 Hasil Uji Validitas Untuk Pertanyaan Pengetahuan ... 66

V.2 Hasil Uji Validitas Pertanyaan Perilaku ... 67

V.3 Hasil Uji Reliabilitas Untuk Kuesioner Pengetahuan dan Perilaku ... 68

V.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 68

V.5 Distribusi Fresuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 69

V.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 70

V.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 71

V.8 Deskripsi Jawaban Kuesioner Pengetahuan Responden ... 72

V.9 Rekapitulasi Hasil Penilaian Berdasarkan Kuesioner Pengetahuan ... 72

V.10 Distribusi Frekuensi Kategori Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 73

V.11 Deskripsi Jawaban Kuesioner Perilaku ... 74


(14)

xvi

V.13 Distribusi Frekuensi Kategori Responden Berdasarkan Perilaku ... 75 V.14 Pengujian Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Obat Asma

(Inhaler) Dan Ketepatan Dalam Penggunaanya ... 76 V.15 Analisis Data Pengetahuan dan Perilaku BerdasarkanCrosstabs ... 76


(15)

xix

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan

IgE = Imunoglobulin

GINA = Global Initiative for Asthma

IDT = Inhalasi Dosis Terukur

DPI = Dry Powder Inhaler

MDI = Metered Dosed Inhaler

SKRT = Survei Kesehatan Rumah Tangga

PDPI = Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan asma di

Indonesia

APE = Arus Puncak Ekspirasi

VEP = Volume Ekspirasi Paksa

CGRP = Calcito-nin Gene-Releted Peptide

BMI = Body Mass Index

KVP = Kapasitas Vital Paksa

KV = Kapasitas Vital

LABA =Long Acting B2 Agonis

mg = miligram

µ m = mikrometer

CFC = Chloro Fluoro Carbons

NACA = National Asthma Council Australia

PPOK = Penyakit Paru Obstruksi Kronik

SL = Selalu

SR = Sering

KK = Kadang-kadang

TP = Tidak pernah


(16)

87

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, S., 2007. Cellular and Molecular Immunology. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Abidin, M.A.C.M.N., Ekarini, E. 2002. Mengenai, Mencegah, dan Mengatasi Asma pada Anak Plus Penduan Senam Asma. Jakarta: Puspa Swara, hal 17-18

Akib, A.A.P., 2002. Asma pada Anak, Sari Pediatri, Vol. 4 No. 2, p 81.

Alamoudi, O. S., 2003, Pitfalls of inhalation technique in chronic asthmatics. Effect of education program and correlation with peak expiratory flow. Saudi Med J, 24(11), 1205-1214.

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anonim, 2006, Modul Pelatihan Penggunaan Obat Rasional. Jakarta: Direktorat JenderalBina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional.

Antariksa, Budhi. 2009. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma. Departemen Pulmonologi dan ilmu kedokteran Respiratori FKUI. Jakarta.

Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi VI. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian- Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S., 2011. Sikap dan Perilaku. Dalam: Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. 2nd ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 3-22.

Budi, T.P., 2006. SPSS 13.0 Terapan Stasistik Parametik. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Bull, E. Priece., D. 2007. In: Astikawati, R., Safitri, A. (Eds). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga, hal. 64-99.

Cockrill, B.A., Mandel, J., Weinberg, S.E., 2008. Principles of Pulmonary Medicine. Fifth Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.


(17)

88

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Pramaceutical Care untuk Penyakit Asma. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan, hal. 11-65.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Materi Pelatihan peningkatan Pengetahuan Dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, hal 31-32.

Desmawati, Yovi, I., Bebasari, E., 2013. Gambaran Hasil pemerisaan Spirometri pada Pasien Asma Bronkial di Poliklinik Paru Rsud Arifin Achmad Pekan Baru. Riau: Laporan Penelitian. Respository Universitas Riau,. hal 1-2.

Ditjen POM 1997. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I. Hal.1210.

Fink, J. B. & Bruce, K. R., 2004, Problem With Inhaler Use: A Call For Improve Clinician and Patient Education. Respiratory Care Journal, Vol 50 No 10.

Global Initiative for Asthma (GINA) 2009. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, University of Cape Town Lung Institute, p, 6, 61-62.

Graha, C., 2008. Terapi Untuk Anak Asma. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, hal. 44.

Harahap, P., Aryastuti, E., 2012. Uji Fungsi Paru. CDK-192, Vol 39, No. 4, p 305-306.

Hove, W.L., Mogalian E.M., Myrdal, P.B., 2005. Effects of extreme temperatures on drug delivery of albuterol sulfate hydrofluoroalkane inhalaion aerosols. American Journal of health-System Pharmacy, Vol. 62, No. 21, p 2271-2271.

Ikawati, Z., 2006.Pengantar Farmakologi Molekuler.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Januari 2016.

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Kline, S. G., 2014, Ventiline CFC-Free Inhaler. The Australian Register of Therapeutic Goods (THE ARTG).

Konthen, P.G., Effendi, C., Soegiarto, G., Baskoro, 2008. Asma. Pedoman Diagnosa dan Terapi Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ketiga. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo, hal. 50.


(18)

89

Lavorini, F., Magnan, A. & Dubus, J. C, et al., 2008, Effect of incorrect use of dry Machira, E. P. M., Obimbo, E. M., Wamalwa, D. & Gachare L. N., 2011, Assessment of inhalation technique among asthmatic children and theircarers at the Kenyatta National Hospital, Kenya: African Journal of Respiratory Medicine,19-22

Martindale. 2009. In: S.C. Sweetman. Martindale-The Complete Drug Reference, Ed. 36th, London Chicago: Pharmaceutical Press., pp 1114-1151.

Milala, A.S., 2013. Inhalasi Serbuk sebagai Sistem Penghantara Obat Pulmonar. Medicinus, Vol. 26 No. 2, p. 40-41.

Mulia, M.J.I., 2000. Perkembangan Patogenesis dan Pengobatan Asma Bronkial. Jurnal Kedokteran Trisakti, Vol. 19 No. 3, p. 130-131.

National Asthma Council Australia, 2008.Inhaler Technique in adults with asthma or COPD. Australia:National Asthma Council Australia.

National Education and Prevention Program (NAEPP). 2013. Convened by the National institutes of Health United States: National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) of National institutes of Health (NIH) p.56-60.

Notoatmodjo, S., 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset

Notoatmodjo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S., 2007. Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: PT Rineka Cipta, hal 81-132.

Notoatmodjo, S., 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S., 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba medika, hal 96-124.

Nursalam., 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Perkumpulan Dokter Paru Indonesia, 2004. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI, hal. 35-40.powder inhalers on management of patients with asthma and COPD. Respiratory Med, 102(4),593-604


(19)

90

Rahajoe, N. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama.Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Ratnawati, 2011. Editorial Jurnal Respirologi Indonesia. J Respir Indo, Vol. 31 No. 4, p, 21.

Reid, J.L., Rubin, P. C., Whiting, B. 2008. In: L. Setyawan, Cindy, H. Hartanto (Eds). Catatan Kuliah Farmakologi Klinis, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 151.

Reid, J.L., Rubin, P.C., Whiting, B. 2008. In: L. Setyawan, Cindy, H. Hartanto (Eds). Catatan Kuliah Farmakologi Klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 151.

Rengganis, I., 2008. Diagnosis dan Tatalaksana asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 58 No. 11, p. 445-451.

Rozaliyani, A., Susanto, A.D., Swidarmokko, B., Yunus, F., 2011. Mekanisme Resistens Kortikosteroid pada Asma. J Respir Indo, Vol. 31 No.4, p. 211. Sari, C. Y. I.,2013. Inflamasi Alergi pada Asma. CDK-207, Vol. 40 No.8, p 585.

Setiawan, Yahmin., 2012. Asma, dapat kita kontrol.www.lkc.or.id. Diakses 6 Januari 2016

Sihombing, M., Alwi, Q., Nainggolan, O., 2010. Faktor Faktor yang Berhubungan

Dengan Penyakit Asma Pada usia ≥ 10 Tahun Di Indonesia. J. Respir.

Indo, Vol. 30 No. 2, p. 85.

Singarimbun, M., dan Effendi, S., 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana I.K., Setiadi, A.A.P., Kusnandar., 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan, hal. 446-463.

Sundaru, H., 2000. Asma Apa dan bagaimana Pengobatannya. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal. 71-106.

Sundaru, Heru. 2007. Kontrol Asma Sebagai Tujuan Pengobatan Asma Masa kini,http://staff.ui.ac.id/internal/140053451/publikasi/PidatopengukuhanPro f.HeruRingkasan.pdf, diakses pada tanggal 30 Oktober 2016.

Supriyatno, B., Nataprawira, H.M.D., 2002. Terapi Inhalasi pada asma Anak. Sari Pediatri, Vol. 4 No. 2, p. 69-71.


(20)

91

Suwondo, A., 1991, Metoda Inhalasi Sebagai Cara Terapi Masa Kini Penyakit Paru Obstruktif. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. No. 69.

Ward, J. P. T., Ward, J., Leach, R.M., Wiener, C.M. 2008. In: H. Hartanto (Eds). At a Glance Sistem Respirasi. Second Edition. Jakarta: Penerbit Erlangga, hal. 57.

Ward, J.P.T., Ward, J., Leach, R.M., Wiener, C.M. 2008. In: H. Hartanto (Eds). At a Glance Sietem Respirasi. Second Edition. Jakarta: Penerbit Erlangga, hal. 57.

Wibowo, S. A., 2011, Evaluasi Penggunaan Inhaler pada Pasien Asma Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi. Surakarta: Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wisnuwardhani, D., 2013. Hiperrreaktivitas Bronkus pada Penyakit Paru Onstruktif Kronik. CDK-207, Vol. 40 No.8, p. 581-582.

Wistiani, Notoatmodjo, H., 2011. Hubungan Pejanan Alergen Terhadap Kejadian Alergi pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 13 No. 3, p. 186.

Yunus, F., 1995, Terapi Inhalasi Asma Bronkial.Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. No. 101.


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Sari, 2013).

Berdasarkan catatan Global Initiative for Asthma (GINA) 2011 diperkirakan terdapat 300 juta penderita asma di seluruh dunia. Pada tahun 2009 di Amerika Serikat terdapat 24,9 juta penderita asma baik pada anak maupun dewasa. Pada negara berkembang prevalensi asma lebih rendah daripada negara maju namun peningkatan urbanisasi diperkirakan berhubungan dengan peningkatan prevalensi asma di negara berkembang (Desmawati dkk., 2012). Asma bisa terjadi pada orang di segala usia. Walaupun pada sebagian besar orang asma timbul sejak masa kanak-kanak, gejala asma dapat munscul kapan pun dalam kehidupannya. Asma dapat diturunkan dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga berikutnya. Beberapa faktor genetik (keturunan) dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan asma (Bull dan Priece, 2007).

Penyakit asma semula dianggap bukan masalah serius di Indonesia. Namun, angka morbiditas dan mortalitasnya terus meningkat baik di dunia maupun di Indonesia maka penanganan penyakit ini perlu mendapat perhatian serius. Angka mortalitas penyakit asma di dunia mencapai 17,4% dan penyakit ini menduduki peringkat 5 besar sebagai penyebab kematian (Sihombing dkk., 2010). Menurut data Riskesdas (2013), prevalensi penyakit asma di Indonesia adalah 4,5 % dari seluruh penyakit. Prevalensi ini menunjukkan bahwa asma perlu mendapat perhatian karena penyakit asma dapat menurunkan produktivitas.

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma


(22)

2

dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis di dominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat (Rengganis, 2008).

Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif (hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan/atau dini hari. Episodik tersebut berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2007).

Obat asma dapat dibagi menjadi dua terapi, yaitu (1) obat pelega (relievers); agonis beta2 kerja singkat contohnya ventolin, antikolinergik contohnya atrovent, kortikosteroid sistemik contohnya prednison, metilsantin contohnya prinasma. (2) obat pengontrol (controllers); kortikosteroid sistemik contohnya prednisolon, kortikosteroid inhalasi contohnya cycortide, antileukotrien contohnya metilprednisolon, agonis beta2 kerja lama contohnya seretide, kromolin contohnya tilade, dan nedokromil contohnya accolate, metilsantin contohnya unphyl. Obat pelega asma bertujuan untuk melegakan saluran napas dan menghilangkan serangan serta eksaserbasi akut dengan pemberian bronkodilator. Obat pengontrol asma bertujuan menjaga dan mengontrol asma persisten dengan mencegah kekambuhan (Akib, 2002).

Dalam penelitian ini dipilih obat asma (salbutamol) inhaler karena dalam penggunaan obat asma (salbutamol) inhaler memerlukan ketepatan dalam pengunaannya, jika cara penggunaannya tidak sesuai maka obat yang masuk dalam saluran nafas tidak optimal dan berakibat kegalan terapi. Pemberian salbutamol dalam bentuk inhalasi cenderung lebih disukai karena selain efeknya yang cepat, efek samping yang ditimbulkan lebih kecil jika dibandingkan sediaan oral seperti tablet. Jenis obat ini disebut bronkodilator dan bekerja dengan melemaskan otot-otot di sekitar saluran pernapasan yang menyempit sehingga udara dapat mengalir lebih lancar ke dalam paru-paru. Penentuan dosis salbutamol


(23)

3

tergantung pada tingkat keparahan gejala dan kondisi kesehatan pasien. Dosis salbutamol dalam satu kali hirup biasanya adalah 100 mikrogram dan penggunaan maksimalnya adalah delapan kali hirup per hari. Obat asma dapat diberikan melalui berbagai cara seperti inhalasi dan oral. Adapun pengobatan asma inhaler terbagi menjadi dua bagian, yaitu obat pelega (relievers) dan obat pengontrol (controllers). Obat pengontrol harus dipakai setiap hari untuk mencegah kekambuhan, dan biasanya diperlukan oleh pasien asma yang berat dimana kekambuhan terjadi hampir setiap hari. Dewasa ini yang lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung sampai ke jalan napas dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada. Obat pelega digunakan saat asma sedang kambuh bertujuan untuk mengatasi serangan asma. Macam–macam pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi dosis terukur (IDT), IDT dengan alat bantu (spacer), Dry powder inhaler (DPI), breath–actuated IDT, dan nebulizer (Milala, 2013). Bagi penderita asma, inhaler adalah salah satu jenis obat semprot yang sangat praktis untuk dibawa kemana saja oleh penderita asma. Penggunaan inhaler lebih aman dan lebih cepat meredakan asma dibandingkan dengan peroral. Salah satu yang paling sering digunakan adalah Metered dosed inhaler (dengan atau tanpa spacer/alat penyambung).

Pengetahuan tentang cara penggunaan alat inhalasi yang tentunya memerlukan penggunaan yang khusus, sehingga cara penggunaan alat inhalasi dapat lebih dipahami dan diperlukan juga evaluasi yang berulang kali untuk memantau cara penggunaan inhalasi. Pengetahuan merupakan salah satu wujud di dalam membentuk perilaku manusia selain sikap dan tindakan. Perilaku manusia adalah hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan (Azwar, 2011). Pengetahuan dan pemahaman pasien mengenai penggunaan obat asma inhaler yang terbatas dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam penggunaanya pada obat asma dapat mempengaruhi ketepatan penggunaan obat. Yang meliputi tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat cara pakai, dan waspada efek samping. Dalam penggunaan obat asma inhaler yang merupakan produk khusus diperlukan pengetahuan tentang ketepatasn cara pakai/penggunaan khusus, khususnya ketepatan cara pakai. Dengan adanya pengetahuan dan pemahaman


(24)

4

tentang penggunaan obat asma inhaler, dapat mengurangi kesalahan pada penggunaan obat asma inhaler tentang ketepatan cara pakai obat asma inhaler dan menghindari adanya kesalahan-kasalahan yang dapat menimbulkan risiko yang lebih parah.

Oleh karena itu obat asma inhaler mempunyai langkah-langkah khusus dalam penggunaannya dan keberhasilan terapinya sangat dipengaruhi cara penggunaan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pengetahuan tentang obat asma (salbutamol) inhaler dapat berpengaruh terhadap ketepatan dalam penggunaan obat asma (salbutamol) inhaler di beberapa Apotek di Kecamatan Lowokwaru ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan apakah pengetahuan tentang obat asma (salbutamol) inhaler dapat mempengaruhi terhadap ketepatan dalam penggunaan obat asma (salbutamol) inhaler di beberapa Apotek di Kecamatan Lowokwaru

1.4 Hipotesis Penelitian

Pengetahuan tentang obat asma (salbutamol) inhaler dapat mempengaruhi terhadap ketepatan dalam penggunaan obat asma (salbutamol) inhaler di beberapa Apotek di Kecamatan Lowokwaru.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan peneliti mengenai penerapan ketepatan penggunaan obat asma inhaler.

2. Melalui penelitian ini, hasilnya dapat digunakan sebagai informasi kepada para tenaga kesehatan dan masyarakat umum serta dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan variabel yang berbeda.


(1)

Rahajoe, N. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama.Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Ratnawati, 2011. Editorial Jurnal Respirologi Indonesia. J Respir Indo, Vol. 31 No. 4, p, 21.

Reid, J.L., Rubin, P. C., Whiting, B. 2008. In: L. Setyawan, Cindy, H. Hartanto (Eds). Catatan Kuliah Farmakologi Klinis, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 151.

Reid, J.L., Rubin, P.C., Whiting, B. 2008. In: L. Setyawan, Cindy, H. Hartanto (Eds). Catatan Kuliah Farmakologi Klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 151.

Rengganis, I., 2008. Diagnosis dan Tatalaksana asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 58 No. 11, p. 445-451.

Rozaliyani, A., Susanto, A.D., Swidarmokko, B., Yunus, F., 2011. Mekanisme Resistens Kortikosteroid pada Asma. J Respir Indo, Vol. 31 No.4, p. 211. Sari, C. Y. I.,2013. Inflamasi Alergi pada Asma. CDK-207, Vol. 40 No.8, p 585.

Setiawan, Yahmin., 2012. Asma, dapat kita kontrol.www.lkc.or.id. Diakses 6 Januari 2016

Sihombing, M., Alwi, Q., Nainggolan, O., 2010. Faktor Faktor yang Berhubungan

Dengan Penyakit Asma Pada usia ≥ 10 Tahun Di Indonesia. J. Respir.

Indo, Vol. 30 No. 2, p. 85.

Singarimbun, M., dan Effendi, S., 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana I.K., Setiadi, A.A.P., Kusnandar., 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan, hal. 446-463.

Sundaru, H., 2000. Asma Apa dan bagaimana Pengobatannya. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal. 71-106.

Sundaru, Heru. 2007. Kontrol Asma Sebagai Tujuan Pengobatan Asma Masa kini,http://staff.ui.ac.id/internal/140053451/publikasi/PidatopengukuhanPro f.HeruRingkasan.pdf, diakses pada tanggal 30 Oktober 2016.

Supriyatno, B., Nataprawira, H.M.D., 2002. Terapi Inhalasi pada asma Anak. Sari Pediatri, Vol. 4 No. 2, p. 69-71.


(2)

91

Suwondo, A., 1991, Metoda Inhalasi Sebagai Cara Terapi Masa Kini Penyakit Paru Obstruktif. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. No. 69.

Ward, J. P. T., Ward, J., Leach, R.M., Wiener, C.M. 2008. In: H. Hartanto (Eds). At a Glance Sistem Respirasi. Second Edition. Jakarta: Penerbit Erlangga, hal. 57.

Ward, J.P.T., Ward, J., Leach, R.M., Wiener, C.M. 2008. In: H. Hartanto (Eds). At a Glance Sietem Respirasi. Second Edition. Jakarta: Penerbit Erlangga, hal. 57.

Wibowo, S. A., 2011, Evaluasi Penggunaan Inhaler pada Pasien Asma Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi. Surakarta: Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wisnuwardhani, D., 2013. Hiperrreaktivitas Bronkus pada Penyakit Paru Onstruktif Kronik. CDK-207, Vol. 40 No.8, p. 581-582.

Wistiani, Notoatmodjo, H., 2011. Hubungan Pejanan Alergen Terhadap Kejadian Alergi pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 13 No. 3, p. 186.

Yunus, F., 1995, Terapi Inhalasi Asma Bronkial.Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. No. 101.


(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Sari, 2013).

Berdasarkan catatan Global Initiative for Asthma (GINA) 2011 diperkirakan terdapat 300 juta penderita asma di seluruh dunia. Pada tahun 2009 di Amerika Serikat terdapat 24,9 juta penderita asma baik pada anak maupun dewasa. Pada negara berkembang prevalensi asma lebih rendah daripada negara maju namun peningkatan urbanisasi diperkirakan berhubungan dengan peningkatan prevalensi asma di negara berkembang (Desmawati dkk., 2012). Asma bisa terjadi pada orang di segala usia. Walaupun pada sebagian besar orang asma timbul sejak masa kanak-kanak, gejala asma dapat munscul kapan pun dalam kehidupannya. Asma dapat diturunkan dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga berikutnya. Beberapa faktor genetik (keturunan) dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan asma (Bull dan Priece, 2007).

Penyakit asma semula dianggap bukan masalah serius di Indonesia. Namun, angka morbiditas dan mortalitasnya terus meningkat baik di dunia maupun di Indonesia maka penanganan penyakit ini perlu mendapat perhatian serius. Angka mortalitas penyakit asma di dunia mencapai 17,4% dan penyakit ini menduduki peringkat 5 besar sebagai penyebab kematian (Sihombing dkk., 2010). Menurut data Riskesdas (2013), prevalensi penyakit asma di Indonesia adalah 4,5 % dari seluruh penyakit. Prevalensi ini menunjukkan bahwa asma perlu mendapat perhatian karena penyakit asma dapat menurunkan produktivitas.

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma


(4)

2

dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis di dominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat (Rengganis, 2008).

Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif (hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan/atau dini hari. Episodik tersebut berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2007).

Obat asma dapat dibagi menjadi dua terapi, yaitu (1) obat pelega (relievers); agonis beta2 kerja singkat contohnya ventolin, antikolinergik

contohnya atrovent, kortikosteroid sistemik contohnya prednison, metilsantin contohnya prinasma. (2) obat pengontrol (controllers); kortikosteroid sistemik contohnya prednisolon, kortikosteroid inhalasi contohnya cycortide, antileukotrien contohnya metilprednisolon, agonis beta2 kerja lama contohnya seretide, kromolin

contohnya tilade, dan nedokromil contohnya accolate, metilsantin contohnya unphyl. Obat pelega asma bertujuan untuk melegakan saluran napas dan menghilangkan serangan serta eksaserbasi akut dengan pemberian bronkodilator. Obat pengontrol asma bertujuan menjaga dan mengontrol asma persisten dengan mencegah kekambuhan (Akib, 2002).

Dalam penelitian ini dipilih obat asma (salbutamol) inhaler karena dalam penggunaan obat asma (salbutamol) inhaler memerlukan ketepatan dalam pengunaannya, jika cara penggunaannya tidak sesuai maka obat yang masuk dalam saluran nafas tidak optimal dan berakibat kegalan terapi. Pemberian salbutamol dalam bentuk inhalasi cenderung lebih disukai karena selain efeknya yang cepat, efek samping yang ditimbulkan lebih kecil jika dibandingkan sediaan oral seperti tablet. Jenis obat ini disebut bronkodilator dan bekerja dengan melemaskan otot-otot di sekitar saluran pernapasan yang menyempit sehingga udara dapat mengalir lebih lancar ke dalam paru-paru. Penentuan dosis salbutamol


(5)

tergantung pada tingkat keparahan gejala dan kondisi kesehatan pasien. Dosis salbutamol dalam satu kali hirup biasanya adalah 100 mikrogram dan penggunaan maksimalnya adalah delapan kali hirup per hari. Obat asma dapat diberikan melalui berbagai cara seperti inhalasi dan oral. Adapun pengobatan asma inhaler terbagi menjadi dua bagian, yaitu obat pelega (relievers) dan obat pengontrol (controllers). Obat pengontrol harus dipakai setiap hari untuk mencegah kekambuhan, dan biasanya diperlukan oleh pasien asma yang berat dimana kekambuhan terjadi hampir setiap hari. Dewasa ini yang lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung sampai ke jalan napas dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada. Obat pelega digunakan saat asma sedang kambuh bertujuan untuk mengatasi serangan asma. Macam–macam pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi dosis terukur (IDT), IDT dengan alat bantu (spacer), Dry powder inhaler (DPI), breath–actuated IDT, dan nebulizer (Milala, 2013). Bagi penderita asma, inhaler adalah salah satu jenis obat semprot yang sangat praktis untuk dibawa kemana saja oleh penderita asma. Penggunaan inhaler lebih aman dan lebih cepat meredakan asma dibandingkan dengan peroral. Salah satu yang paling sering digunakan adalah Metered dosed inhaler (dengan atau tanpa spacer/alat penyambung).

Pengetahuan tentang cara penggunaan alat inhalasi yang tentunya memerlukan penggunaan yang khusus, sehingga cara penggunaan alat inhalasi dapat lebih dipahami dan diperlukan juga evaluasi yang berulang kali untuk memantau cara penggunaan inhalasi. Pengetahuan merupakan salah satu wujud di dalam membentuk perilaku manusia selain sikap dan tindakan. Perilaku manusia adalah hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan (Azwar, 2011). Pengetahuan dan pemahaman pasien mengenai penggunaan obat asma inhaler yang terbatas dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam penggunaanya pada obat asma dapat mempengaruhi ketepatan penggunaan obat. Yang meliputi tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat cara pakai, dan waspada efek samping. Dalam penggunaan obat asma inhaler yang merupakan produk khusus diperlukan pengetahuan tentang ketepatasn cara pakai/penggunaan khusus, khususnya ketepatan cara pakai. Dengan adanya pengetahuan dan pemahaman


(6)

4

tentang penggunaan obat asma inhaler, dapat mengurangi kesalahan pada penggunaan obat asma inhaler tentang ketepatan cara pakai obat asma inhaler dan menghindari adanya kesalahan-kasalahan yang dapat menimbulkan risiko yang lebih parah.

Oleh karena itu obat asma inhaler mempunyai langkah-langkah khusus dalam penggunaannya dan keberhasilan terapinya sangat dipengaruhi cara penggunaan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pengetahuan tentang obat asma (salbutamol) inhaler dapat berpengaruh terhadap ketepatan dalam penggunaan obat asma (salbutamol) inhaler di beberapa Apotek di Kecamatan Lowokwaru ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan apakah pengetahuan tentang obat asma (salbutamol) inhaler dapat mempengaruhi terhadap ketepatan dalam penggunaan obat asma (salbutamol) inhaler di beberapa Apotek di Kecamatan Lowokwaru

1.4 Hipotesis Penelitian

Pengetahuan tentang obat asma (salbutamol) inhaler dapat mempengaruhi terhadap ketepatan dalam penggunaan obat asma (salbutamol) inhaler di beberapa Apotek di Kecamatan Lowokwaru.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan peneliti mengenai penerapan ketepatan penggunaan obat asma inhaler.

2. Melalui penelitian ini, hasilnya dapat digunakan sebagai informasi kepada para tenaga kesehatan dan masyarakat umum serta dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan variabel yang berbeda.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PASIEN TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN PENISILIN ORAL (Studi di Beberapa Apotek di Kecamatan Lowokwaru Malang)

1 41 24

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU SWAMEDIKASI OBAT NATRIUM DIKLOFENAK DI APOTEK (Studi Terhadap Pasien di Beberapa Apotek Kecamatan Sukun, Kota Malang)

0 12 27

PENGARUH HOME PHARMACY CARE TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG OBAT DISLIPIDEMIA DAN PENGGUNAANNYA YANG BENAR (Asuhan Kefarmasian untuk Pasien di Beberapa Apotek Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang)

0 3 24

PROFIL PERESEPAN OBAT ASMA DI APOTEK ARJASA KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG

0 32 19

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU SWAMEDIKASI OBAT ASAM MEFENAMAT DI APOTEK (Studi Terhadap Pasien Di Beberapa Apotek Kecamatan Sukun Kota Malang)

2 8 27

PENGARUH HOME PHARMACY CARE TERHADAP PENGETAHUAN PASIEN TENTANG OBAT ANTIBIOTIK GOLONGAN KUINOLON DAN PENGGUNAANNYA YANG BENAR (Asuhan Kefarmasian Untuk Pasien di Beberapa Apotek Kecamatan Lowokwaru Kota Malang)

0 16 23

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU SWAMEDIKASI OBAT PIROXICAM DI APOTEK (Studi Terhadap Pasien Di Beberapa Apotek Kecamatan Sukun, Kota Malang)

2 34 24

KEPUASAN KLIEN TERHADAP PELAYANAN INFORMASI OBAT SECARA SWAMEDIKASI (Studi Beberapa Apotek di Wilayah Kecamatan Lowokwaru Kota Malang)

0 5 25

ANALISIS KETEPATAN CARA PENGGUNAAN INHALER PADA PASIEN ASMA DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO Analisis Ketepatan Cara Penggunaan Inhaler Pada Pasien Asma Di RSUD Kabupaten Sukoharjo Periode Agustus 2015.

11 35 12

ANALISIS KETEPATAN CARA PENGGUNAAN INHALER PADA PASIEN ASMA DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO Analisis Ketepatan Cara Penggunaan Inhaler Pada Pasien Asma Di RSUD Kabupaten Sukoharjo Periode Agustus 2015.

0 4 12