BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kemampuan a. Definisi Kemampuan - PENGARUH KEMAMPUAN, MOTIVASI KERJA DAN DISIPLIN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN DI PT. SLAMET LANGGENG KABUPATEN PURBALINGGA - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kemampuan a. Definisi Kemampuan Beberapa ahli telah mengemukakan pendapat mengenai pengertian

  apa yang dimaksud dengan kemampuan, diantaranya yaitu: 1) Menurut Robbins (2006)

  “Kemampuan (ability) adalah kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu.

  Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor yaitu dari kemampuan intelektual dan fi sik”.

  a) Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental.

  b) Kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan serupa. 2) Menurut Soelaiman (2007) Kemampuan adalah

  “sifat yang dibawa lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang yang dapat menyelesaikan pekerjaan, baik secara mental ataupun fisik. Karyawan dalam suatu organisasi, meskipun dimotivasi dengan baik, tetapi tidak semua memiliki kemampun untuk bekerja dengan baik. Kemampuan dan keterampilan memainkan peranan utama dalam perilaku dan kinerja individu. Keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat ”. 3) Sedangkan menurut Mc Shane dan Glinow dalam Buyung (2007) kemampuan adalah “kecerdasan-kecerdasan alami dan kapabilitas dipelajari yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas. Kecerdasan adalah bakat alami yang membantu para karyawan mempelajari tugas- tugas terten tu lebih cepat dan mengerjakannya lebih baik”.

  Dari uraian diatas dapat diringkas bahwa kemampuan merupakan sifat alami yang dimiliki seseorang berupa keterampilan, kesanggupan dan kecerdasan diri seseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau menyelesaikan tugasnya dengan baik.

b. Jenis-jenis kemampuan

  Menurut Moenir (2008) jenis-jenis kemampuan yaitu: 1) Kemampuan Teknis (Technical Skill)

  Adalah pengetahuan dan penguasaan kegiatan yang bersangkutan dengan cara proses dan prosedur yang menyangkut pekerjaan dan alat- alat kerja. kemampuan teknis yang dimaksud seseorang pegawai di dalam perusahaannya harus mampu dalam penguasaan terhadap metode kerja yang ada atau yang telah ditugaskan. Artinya bahwa seorang karyawan yang mempunyai kemampuan teknis yang meliputi prosedur kerja, metode kerja dan alat-alat yang ada seperti yang telah dinilai dapat meningkatkan produktvitas kerja karyawan sehingga lebih maksimal.

  2) kemampuan bersifat manusiawi (Human Skill) Adalah kemampuan untuk bekerja dalam kelompok suasana di mana organisasi merasa aman dan bebas untuk menyampaikan masalah.

  Kemampuan bersifat manusiawi yang dimaksud kemampuan yang dimiliki oleh karyawan dalam bekerja, bisa kelompok kerja ataupun tim kerja yakni bekerja sama dengan sesama anggota kerjanya. Hal ini penting sekali karena kemampuan dalam berkomunikasi dapat mengeluarkan ide yang bagus, pendapat bahkan di dalam penerimaan pendapat maupun saran dari orang lain dapat menjadi faktor keberhasilan melaksanakan tugas yang baik. Maka kemampuan yang dimiliki oleh karyawan dalam bekerja dengan kelompok kerja atau tim kerja di dalam sebuah perusahaan seperti terurai di atas bahwa hal ini penting untuk mencapai produktivitas kerja yang maksimal.

  3) kemampuan konseptual (Conceptual Skill) Adalah kemampuan untuk melihat gambar kasar untuk mengenal adanya unsur penting dalam situasi memahami di antara unsur-unsur itu. kemampuan konseptual yang dimaksud kemampuan bagi seorang karyawan apabila sebagai (decision maker) atau pengambil keputusan dalam menganalisis dan merumuskan tugas-tugas yang di embannya. Dengan kemampuan ini maka pekerjaan dapat berjalan dengan baik karena dapat memilih prioritas-prioritas pekerjaan mana yang harus didahulukan.

c. Indikator kemampuan kerja

  Dalam penelitian Raharjo, Paramita & Warso (2016) indikator kemampuan kerja diantaranya sebagai berikut:

  1. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan fondasi yang mana akan membangun keterampilan dan kemampuan. Pengetahuan terorganisasi dari informasi, fakta, prinsip atau prosedur yang jika diterapkan membuat kinerja yang memadai dari pekerjaan.

  2. Pelatihan (training) Proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir sehingga tenaga kerja non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.

  3. Pengalaman (experience) Tingkat penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja dan tingkat pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki.

  4. Keterampilan (skill) Kemampuan seseorang dalam menguasai pekerjaan, penguasaaan alat dan menggunakan mesin tanpa kesulitan.

  5. Kesanggupan kerja Kondisi dimana seorang karyawan merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang diberikan.

  d. Hubungan kemampuan terhadap produktivitas kerja karyawan

  Produktivitas sering diartikan sebagai kemampuan seperangkat sumber-sumber ekonomi untuk menghasilkan sesuatu atau perbandingan antara pengorbanan (input) dengan penghasilan (output). Dengan kata lain semakin kecil kemampuan yang diperlukan untuk mencapaui suatu targer penghasilan dikatakan sebagai kegiatan yang kurang produktiv begitu juga sebaliknya (Ginanjar, 2016). Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian Triasmoro (2012) menyatakan bahwa kemampuan pegawai mempunyai pengaruh yang positif terhadap produktivitas kerja yang telah terbukti kebenarannya.

  Serdamayanti (2010) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja: motivasi, kedisiplinan, keterampilan, etos kerja, pendidikan, tingkat penghasilan, gizi dan kesehatan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, sarana produksi, teknologi dan kesempatan berprestasi.

  e. Hasil Penelitian Terdahulu

  1) Penelitian oleh Triasmoro (2012) dengan judul pengaruh kemampuan, motivasi dan kinerja pegawai terhadap produktivitas kerja (studi kasus di Bappeda Kabupaten Kediri) menyatakan

  “bahwa kemampuan pegawai mempunyai pengaruh yang positif terhadap produktivitas kerja telah terbukti kebenarannya ”. Penelitian ini menganalisis data terhadap 45 responden yaitu semua pegawai di Bapedda mulai dari pimpinan sampai dengan staf. Teknik pengumpulan data menggunakan metode kuesioner dan teknik analisis menggunakan analisis jalur dengan bantuan program SPSS. Dari hasil analisis terlihat bahwa varibel kemampuan mempunyai pengaruh positif baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produktivitas kerja.

  2) Penelitian Ginanjar (2016) dengan judul pengaruh kemampuan dan budaya kerja terhadap produktivitas kerja pengurus Himpaudi Kecamatan Baros Kota Sukabumi, penelitian ini menggunakan metode survey dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden sebanyak 45 butir pertanyaan. Populasi yang diteliti adalah pengurus Himpaudi Kecamatan Baros yang jumlahnya 7 (tujuh) orang sehingga tidak diambil sampel atau sensus. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis regresi linier parsial dan berganda menggunakan bantuan SPSS versi 21 menunjukkan bahwa: secara parsial hasil uji t untuk kemampuan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja, karena t htung lebih besar dari pada t tabel.

  Sedangkan secara parsial hasil uji t untuk budaya kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja, karena t hitung lebih besar daripada t tabel. Adapun kemampuan dan budaya kerja secara simultan diuji melalui uji f mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja.

2. Motivasi Kerja a. Definisi Motivasi Kerja

  Beberapa ahli telah mengemukakan pendapat mengenai pengertian apa yang dimaksud dengan motivasi kerja, diantaranya yaitu:

1) Menurut Mangkunegara (2009) motivasi kerja adalah: "kondisi yang menggerakan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya”.

  2) Menurut Hariandja (2009) motivasi adalah “sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keiinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah”.

  3) Sedangkan menurut Wibowo (2010) motivasi merupakan “dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan.

  Sedangkan elemen yang terkandung dalam motiavasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus- menerus dan adanya tujuan”.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja merupakan suatu faktor yang menggerakan dan mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong atau penggerak perilaku seseorang agar mau bekerja secara produktiv serta dapat mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja

  Menurut Sutrisno (2016) faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasal dari karyawan.

  1) Faktor Intern a) Keinginan untuk hidup.

  Keinginan untuk hidup merupakan setiap manusia yang hidup di muka bumi ini. Untuk mempertahankan hidup ini orang mau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu baik atau jelek, apakah halal atau haram dan sebagainya.

  b) Keinginan untuk dapat memiliki.

  Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang untuk mau melakukan pekerjaan. Hal ini banyak yang kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari, bahwa keinginan yang keras untuk dapat memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau bekerja.

  c) Keinginan untuk memperoleh penghargaan.

  Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi, orang mau mengeluarkan uangnya, untuk memperoleh uang itu pun ia harus bekerja keras. Jadi, harga diri, nama baik, kehormatan yang ingin dimiliki itu harus diperankan sendiri, mungkin dengan bekerja keras memperbaiki nasib, sebab status untuk diakui seorang terhormat tidak mungkin diperoleh bila yang bersangkutan termasuk pemalas, tidak mau bekerja, dan sebagainya. d) Keinginan untuk memperoleh pengakuan.

  Keinginan untuk memperoleh pengakuan itu dapat meliputi hal-hal: (1) Adanya pengahargaan terhadap prestasi (2) Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak (3) Pimpinan yang adil dan bijaksana (4) Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat.

  (5) Keinginan untuk berkuasa

  e) Keinginan untuk berkuasa Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja.

  Kadang-kadang keinginan untuk berkuasa ini dipenuhi dengan cara- cara tidak terpuji, namun cara-cara yang dilakukannya itu masih termasuk bekerja juga. 2) Faktor Ekstern a) Kondisi lingkungan kerja.

  Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasana kerja yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat memengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan kerja ini, meliputi tempat kerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada ditempat tersebut.

  b) Kompensasi yang memadai.

  Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya. Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik.

  c) Supervisi yang baik. fungsi supervisi dalam suatu perusahaan adalah memberikan pengarahan, membimbing kerja para karyawan agar dapat melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan.

  d) Adanya jaminan pekerjaan Setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. Mereka bekerja bukan untuk hari ini saja, tetapi mereka berharap akan bekerja sampai tua cukup dalam satu perusahaan saja, tidak usah sering kali pindah.

  e) Status dan tanggung jawab.

  Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharapkan kompensasi semata, tetapi pada satu masa mereka juga berharap akan dapat kesempatan menduduki jabatan dalam suatu perusahaa.

  Dengan menduduki jabatan, orang akan merasa dirinya dipercayai, diberi tanggung jawab, dan wewenang yang besar untuk melakukan kegiatan-kegiatan. f) Peraturan yang fleksibel Bagi perusahaan besar biasanya sudah ditetapkan sistem dan prosedur kerja yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Sistem dan prosedur kerja ini dapat kita sebut dengan peraturan yang berlaku dan bersifat mengatur dan melindungi para karyawan.

  Semua ini merupakan aturan main yang mengatur hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan, termasuk hak dan kewajiban para karyawan, pemberian kompensasi, promosi, mutasi dan sebagainya.

c. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian motivasi yang baik

  Menurut Sutrisno (2016 ) “pemberian motivasi kepada karyawan merupakan kewajiban para pempinan, agar para karyawan tersebut dapat lebih meningkatkan volume dan mutu pekerjaan yang menjadi tanggung jawab”. Untuk itu, seorang pimpinan perlu memperhatikan hal-hal berikut agar pemberian motivasi dapat berhasil seperti yang diharapkan, yaitu: 1) Memahami perilaku bawahan.

  Seorang pemimpin dalam tugas keseluruhan hendaknya dapat memperhatikan, mengamati perilaku para bawahan masing-masing.

  Dengan memahami perilaku mereka akan lebih memudahkan tugasnya memberi motavasi kerja. Di sini seprang pemimpin dituntut mengenal seseorang. Karena tidak ada orang yang mempunyai perilaku yang sama.

  2) Harus berbuat dan berperilaku realistis.

  Seorang pemimpin mengetahui bahwa kemampuan para bawahan tidak sama, sehingga dapat memberikan tugas yang kira-kira sama dengan kemampuan mereka masing-masing. 3) Tingkat kebutuhan setiap orang berbeda.

  Tingkat kebutuhan setiap orang tidak sama disebabkan karena adanya kecenderungan, keinginan, perasaan, dan harapan yang berbeda antara satu orang dengan orang lain. 4) Mampu menggunakan keahlian.

  Seorang pimpinan yang dikehendaki dapat menjadi pelopor dalam setiaphal. Diharapkan lebih menguasai seluk-beluk pekerjaan, mempunyai kita sendiri dalam menyelesaikan masalah, apalagi masalah yang dihadapi bawahan dalam melaksanakn tugas. Untuk itu,mereka dituntut dapat menggunakan keahliannya:

  a) Menciptakan iklim kerja yang menyenangkan

  b) Memberikan penghargaan dan pujian bagi yang berprestasi dan membimbing yang belum berprestasi c) Membagi tugas sesuai dengan kemampuan para bawahan

  d) Memberi umpan balik tentang hasil pekerjaan e) Memberi kesempatan kepada bawahan untuk maju dan kreativitas.

  5) Pemberian motivasi harus mengacu pada orang.

  Pemberian motivasi adalah untuk orang atau karyawan secara pribadi dan bukan untuk pimpinan sendiri. Oleh karena itu, motivasi harus dapat mendorong setiap karyawan untuk berperilaku dan berbuat sesuai dengan apa yang diinginkan pimpinan.

  6) Harus dapat memberi keteladanan.

  Keteladanan merupakan guru yang terbaik, tidak guna seribu kata bila perbuatan seseorang tidak menggambarkan perbuatannya. Dengan keteladanan seorang pimpinan, bawahan akan dapat termotivasi bagaimana cara bekerja dengan baik, berkata dan berbuat baik.

d. Teori Motivasi

  Menurut Frederick Hezberg dalam Sutrisno (2016) dengan Teori Model 2 Faktor, teori pemeliharaan motivasi ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu:

  1) Faktor pemeliharaan (maintenance factor) Faktor pemeliharaan, juga disebut hygiene factor, merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketenteraman, dan kesehatan.

  Faktor pemeliharaan adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketenteraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Misalnya, orang lapar akan makan, kemudian lapar lagi, lalu makan lagi, dan seterusnya. Faktor- faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lainnya. Hilangnya faktor- faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak karyawan yang keluar.

  Faktor pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan. Faktor pemeliharaan bukanlah merupakan motivasi bagi karyawan, melainkan kaharusan yang harus diberikan pimpinan kepada mereka demi kesehatan dan kepuasan bawahan. 2) Faktor motivasi (motivation factor)

  Faktor pemuas yang disebut juga motivator, merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan (intrinsik).

  Faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis seseorang akan perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya kursi yang empuk, ruangan yang nyaman, penempatan yang tepat, dan sebagainya.

  Dari teori ini timbul paham bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa agar kedua faktor ini (fakor pemeliharaan dan motivasi) dapat dipenuhi. Banyak kenyataan yang dapat dilihat, misalnya dalam perusahaan, kebutuhan kesehatan mendapat perhatian lebih banyak daripada pemenuhan kebutuhan individu secara keseluruhan. Hal ini dapat dipahami karena kebutuhan ini mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kelangsungan hidup individu.

  Kesimpulan dari teori ini memberikan gambaran bahwa kepuasan akan hasil pekerjaan seseorang itu dipengaruhi oleh suatu faktor yang sering disebut faktor pemuas (satisfied factor). Faktor pemuas tersebut timbul di dalam diri pelaksana sebagai hasil dari pekerjaannya dan kemudian mencipatakan perasaan berprestasi, dihargai, memperoleh kemajuan, serta rasa tanggung jawab. Di pihak lain, pada diri karyawan terdapat rasa ketidakpuasan yang disebut faktor kesehatan (hygiene factor). Faktor ini berupa pengaruh lingkungan kerja, yaitu berupa hubungan dengan supervisor, hubungan dengan teman kerja, rasa tidak aman dengan pekerjaan, kondisi kerja, status pekerjaan dan jabatan, serta gaji yang cukup.

  Kedua faktor ini harus tersedia agar menjadi dorongan untuk bekerja sama secara efektif dan efesien. Tersedianya faktor kesehatan berarti terciptanya lingkungan kerja yang sehat baik secara fisik maupun mental. Dengan tersedianya lingkungan yang sehat sebenarnya belum berarti bahwa orang yang bekerja di tempat itu sehat. Karena itu, kedua faktor ini baik lingkungan yang sehat perlu diciptakan agar bisa menunjang terciptnya kesehatan, akan tetapi kesehatan dan kepuasan itu sendiri perlu juga diciptakan agar terjadi motivasi kerja bagi karyawan yaitu berupa penghargaan.

e. Indikator motivasi kerja

  Indikator motivasi kerja karyawan model Frederick Herzberg dalam Notoatmodjo (2009):

  1) Prestasi (Achievenment) Setiap orang tentu menginginkan keberhasilan dalam tugas yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau keberhasilan dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya. Dengan demikian kesuksesan dalam pekerjaan akan selalu ingin melakukan dengan penuh tantangan, yang termasuk dalam hal berprestasi seperti hasil kerja, jangkan waktu penyelesaian, kebebasan mengembangkan cara kerja. 2) Pengakuan (Recognition)

  Pengakuan terhadap terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari pemberian kompensasi. Sumber pengakuan dapat berasal dari atasan, manajemen, klien, kolega profesional atau publik. Oleh karena itu seseorang yang memperoleh pengakuan dapat meningkatkan semangat karyawan itu dalam bekerja. Pengakuan dapat berupa pujian, tanggapan pada tugas yang dilakukan dengan baik atau kernaikan gaji khusus.

  3) Pekerjaan itu sendiri (The work it self) Pekerjaan atau tugas yang telah memberikan perasaan kepuasan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai merupakan faktor motivasi. Suatu tugas akan disenangi oleh seseorang bila pekerjaan itu sesuai dengan keterampilan dan kemampuannya. Karyawan cenderung menyukai pekerjaan yang sifatnya menarik dan bukan rutin. Melalui teknik pemerkayaan pekerjaan dapat menjadi sarana motivasi pegawai dan membuat pekerjaan itu menjadi menarik, dan dapat membuat tempat kerja lebih menantang dan memuaskan. 4) Tanggung jawab (Responsibility)

  Setiap orang yang bekerja pada suatu perusahan ingin dipercaya memegang jabatan dan tanggung jawab serta wewenang yang lebih besar dari apa sekedar yang diperolehnya. Tanggung jawab bukan saja atas pekerjaan yang baik tetapi juga tanggung jawab berupa kepercayaan yang diberikan orang sebagai suatu potensi. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang mempunyai potensi dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

  5) Kemajuan (Advancement) Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang karyawan dalam melakukan pekerjaan. Setiap karyawan tentunya menghendaki kemajuan atau perubahan dalam pekerjaannya yang tidak hanya dalam hal jenis pekerjaan yang berbeda atau bervariasi, tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap karyawan menginginkan promosi kejenjangan yang lebih tinggi, mengadapatkan peluang untuk meningkatkan pengalamannya dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menimbulkan kepuasan bagi karyawan dan menjadi motivasi yang kuat untuk bekerja lebih giat lagi.

  6) Pengembangan potensi individu (The possibility of growth) Kemungkinan pertumbuhan ini bukan saja peningkatakan seseorang didalam organisasi tetapi juga situasi dimana seseorang itu dapat meningkatkan keterampilan dan keahliannya,. Selain itu termasuk dalam kategori ini adalah terdapat elemen baru dalam situasi membuat responden mempelajari keahlian baru atau memperoleh wawasan baru, misalnya melalui pelatihan khusus dan juga melajutkan jenjang pendidikannya.

f. Hubungan motivasi kerja terhadap produktivitas karyawan

  Menurut Hasibuan (2009) motivasi berasal dari kata latin Movere yang artinya dorongan atau mengarahkan. Motivasi ditunjukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mew ujudkan tujuan yang telah ditentukan”. Demikian juga menurut teori yang dikemukakan oleh Siagian (2007

  ), “Dalam upaya untuk mencapai tujuan perusahaan organisasi, motivasi mempunyai peran yang penting karena motivasi merupakan suatu upaya dari para manajer untuk menggugah, mendorong, dan menimbulkan semangat kerja yang lebih baik bagi kary awannya”. Maka dari itu motivasi kerja sangat berperan penting dalam mendapatkan produktivitas yang maksimal, karena tujuan dari motivasi kerja adalah memberikan semangat kerja kepada setiap karyawan agar karyawan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efesien. Dampak yang terjadi apabila didalam perusahaan tidak ada motivasi kerja, dimana karyawan akan melakukan pekerjaannya dengan biasa-biasa saja dan kurang semangat dalam melaksanakan tugasnya.

  Berdasarkan dari asumsi diatas bahwa peran motivasi kerja berpengaruh terhadap produktivitas yang mana semangat kerjanyanya akan meningkat dimana karyawan akan bekerja secara maksimal dan menyukai lingkungan kerjanya. Dengan demikian motivasi mempunyai pengaruh terhadap produktivitas dimana apabila motivasi seorang karyawan baik maka produktivitas perusahaan pun akan meningkat, bagitu juga sebaliknya apa bila motivasi seorang karyawan rendah maka produktivitas menurun.

g. Hasil Penelitian Terdahulu

  1) Penelitian oleh assagaf dan dotulong (2015) dengan judul pengaruh disiplin, motivasi dan semangat kerja terhadap produktivitas kerja pegawai dinas pendapatan daerah kota manado, penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh disiplin, motivasi dan semangat kerja terhadap produktivitas kerja. Sampel ditentukan dengan rumus Slovin, sebanyak 79 responden. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian secara simultan disiplin, motivasi dan semangat kerja berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja. Secara parsial disiplin tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja, motivasi dan semangat kerja

  berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja.

  2) Penelitian Irtanto, Pradhanawati & Farida (2013) dengan judul pengaruh budaya, kepemimpinan dan motivasi terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) distribusi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta di Semarang, penelitian ini menggunakan tipe penelitian eksplanatory research terhadap karyawan PT. PLN (Persero) teknik sampling yang digunakan adalah teknik simple random sampling. Teknik ini dilakukan secara acak, dengan 100 orang dari karyaw66an MSDM. Metode analisis yang digunakan dalam penelitina ini adalah Analisis Data Kuantitatif. Hasil penelitian diketahui secara parsial signifikan budaya berpengaruh positif terhadap produktivivitas dengan koefisien regresi 0,253 dan koefesien korelasi sebesar 0,717 serta memberikan kontribusi sebesar 51,4%. Selain itu secara parsial signifikan kepemimpinan berpengaruh positif terhadap produktivivitas dengan koefisien regresi 0,289 dan koefesien korelasi sebesar 0,766 serta memberikan kontribusi sebesar 58,7%. Selain itu secara parsial signifikan motivasi berpengaruh positif terhadap produktivivitas dengan koefisien regresi 0,384 dan koefesien korelasi sebesar 0,727 serta memberikan kontribusi sebesar 52,8%.

3. Disiplin a. Definisi Disiplin

  Beberapa ahli telah mengemukakan pendapat mengenai pengertian apa yang dimaksud dengan disiplin, diantaranya yaitu: Menurut Hasibuan (2012) Kedisiplinan adalah

  “kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma sosial yang berlaku. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikannya. Hal ini tersebut mendorong gairah kerja dan terwujudnya tujuan perusahaan ”.

  Menurut Dermawan (2013) “Disiplin kerja sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai peraturan dari organisasi dalam bentuk tertulis maupun tidak”.

  Sedangkan menurut Sutrisno (2016) Disiplin adalah “perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada, sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik tertulis maupun yang tidak tertulis

  ”. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin merupakan suatu sikap yang dilandasi atas kesadaran pribadi untuk mentaati peraturan maupun tata tertib organisasi ataupun perusahaan baik yang tertulis maupun tidak tertulis dan tidak mengelak untuk menerima sanksi apabila melakukan pelanggaran.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan

  Menurut Hasibuan (2012) faktor yang mempengaruhi kedisiplinan diantaranya: 1) Tujuan dan kemampuan

  Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

  2) Teladan pimpinan Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin

  3) Balas jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan. Artinya semakin besar balas jasa, semakin baik kedisiplinan karyawan. Sebaliknya, apabila balas jasa kecil, kedisiplinan karyawan menjadi rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik

  4) Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting, dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman, akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik, akan menciptakan kedisiplinan yang baikpula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap perusahaan agar kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula.

  5) Waskat Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selau hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari atasannya.

  6) Sanksi hukuman Hukuman Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang.

  7) Ketegasan Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani menindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya. Dengan demkian, pimpinan akan memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan.

  8) Hubungan kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan- hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari Direct Single Relationship, Direct Group Relationship, dan Cross

  Relationship hendaknya berjalan harmonis. Manajer harus berusaha menciptakan suasana kemanusiaan yang serasi serta memikat, baik secara vertikal maupun horizontal diantara semua karyawannya. Terciptanya Human Relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yangbaik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.

c. Teknik-teknik pelaksanaan kedisiplinan

  Menurut Mangkunegara (2009) menjelaskan teknik pelaksanaan kedisiplinan sebagai berikut: 1) Teknik disiplin pertimbangan sedini mungkin

  Yaitu tindakan perbaikan sedini mungkin dari pihak manajer mengurangi tindakan disipliner dimasa mendatang.

  2) Teknik disiplin pencegahan yang efektif Yaitu teknik yang dilakukan para manajer dengan cara memberi contoh disiplin yang baik kepada para bawahan dengan datang tepat waktu, mengadakan hubungan yang erat dengan para bawahan dan memberika pujian tentang pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik.

  3) Teknik disiplin dengan mendisiplinkan diri Ialah usaha seseorang untuk mengendalikan reaksi mereka terhadap keadaan yang mereka tidak senangi, dan usaha seseorang untuk mengatasi ketidaksenangan itu.

  4) Teknik disiplin inventori penyelia Yaitu suatu cara yang memeberikan sebuah pertanyaan tentang kedisipilinan kepada setiap karyawan yang nantinya jawaban dari setiap pertanyaan tersebut dibandingkan dengan yang lain dan mencari kesepakatan tentang perubahan disiplin untuk masa yang akan datang, agar adanya perubahan yang lebih baik dan efektif. 5) Teknik disiplin menegur pegawai

  Ialah teknik yang dilakukan seorang manajer yang menegur bawahannya yang melakukan sebuah kesalahan atau melanggar kedisiplinan, sementara bawahannya tersebut masih ada hubungan keluarga dengan pimpinan atau direktur dalam perusahaan tersebut.

  Hal ini dilakukan agar ia mau berdisiplin dan menghindari tindakan tidak berdisiplin yang dilakukan karyawan lain.

  6) Teknik disiplin menimbulkan kesadaran Teknik yang dilakukan dengan memberikan sebuah pertanyaan halus yang isinya sebuah teguran dan singgungan kepada karyawan yang melakukan kesalahan agar ia mau memperbaiki kesalahan tersebut. 7)

  Teknik “Sandwich” Yaitu teknik yang dilakukan dengan teguran lisan secara langsung dari seorang manajer, diikuti oleh ucapan syukur dan diakhiri dengan peringatan lunak.

  d. Tipe-tipe disiplin

  Menurut Gorga dalam Yusuf (2015) tipe-tipe disiplin dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan.

  2) Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Disiplin korektif sering berupa hukuman yang sering disebut sebagai tindakan pendisiplinan (Disciplinary Action). Tindakan pendisiplinan bisa berupa peringatan atau skorsing.

  e. Indikator-indikator Kedisiplinan

  Menurut Hasibuan (2009), indikator-indikator kedisiplinan antara lain sebagai berikut: 1) Selalu datang dan pulang tepat pada waktunya

  Ketepatan pegawai datang dan pulang sesuai dengan aturan dapat dijadikan ukuran disiplin kerja. Dengan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, atau sudah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan maka dapat mengindikasikan baik tidaknya tingkat kedisiplinan dalam organisasi tersebut.

  2) Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik Menjadi salah satu indikator kedisiplinan, dengan hasil pekerjaan yang baik dapat menunjukan kedisiplinan pegawai suatu organisasi dalam mengerjakan tugas yang diberikan. 3) Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku

  Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku merupakan salah satu sikap disiplin karyawan sehingga apabila karyawan tersebut tidak mematuhi aturan dan melanggar norma-norma yang diberlaku maka itu menunjukan adanya sikap tidak disiplin.

f. Hubungan disiplin terhadap produktivitas karyawan

  Disiplin pegawai memainkan peranan yang dominan, krusial dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja para pegawai. Disiplin kerja pegawai sangat penting. Disiplin kerja merupakan hal yang harus ditanamkan dalam diri karyawan, karena hal ini akan menyangkut tanggung jawab moral karyawan itu pada tugas kewajibannya. Seperti juga suatu tingkah laku yang bisa dibentuk melalui kebiasaan. Penelitiannya Manalu (2014) yang menyatakan disiplin mempunyai pengaruh yang positif atau searah dengan produktivitas kerja pegawai Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Tengah. Artinya bila variabel disiplin ditingkatkan, maka tingkat produktivitas kerja akan meningkat pula.

  Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja mempunyai pengaruh terhadap produktivitas dalam sebuah. Untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi maka para karyawan harus menaati segala peraturan dan norma-norma yang berlaku di perusahaan dan karyawan yang disiplin pasti akan meningkat produktivitas sehingga perusahaan tersebut dapat berjalan dengan kondusif dan dapat mendukung usaha pencapain tujuan.

g. Hasil Penelitian terdahulu

  1) Penelitian oleh Manalu (2014) judul penelitian “pengaruh Motivasi, Kepemimpinan Dan Disiplin Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pegawai Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Tengah”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengalisis Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan Dan Disiplin Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pegawai Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Tengah. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian survey yaitu penelitian yang mengambil sampel dari seluruh populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang utama. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel motivasi, kepemimpinan dan disiplin memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap produktivitas kerja karyawan pegawai dinas kehutanan dan perkebunan kabupaten tapanuli tengah.

  2) Penelitian Yusuf (2015) dengan judul pengaruh diklat dan disiplin kerja terhadap produktivitas kerja pegawai pada dinas kehutanan dan perkebunan kabupaten bireuen. Penelitian ini mengambil sampel 58 pegawai dari dinas kehutanan dan perkebunan kabupaten Bireuen. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan menggunakan desain penelitian eksploratif, dimana digunakan untuk menelusuri kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antara dua variabel, yaitu variabel bebas yang terdiri atas variabel pendidikan, pelatihan dan variabel disiplin kerja adapun varibel terikatnya adalah produktivitas kerja. Hasil penelitian pada variabel produktivitas kerja diperoleh 91,66% yang berada pada kriteria sangat baik. Sementara tingkat pencapaian hasil pendidikan dan latihan dapat dimanfaatkan pegawai sebesar 86,85% dan tingkat disiplin kerja pegawai mencapai 86,96% yang masuk kategori baik. Hasil penelitian menunjukkan kedua faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas kerja. Makin baik pemberian diklat dapat meningkatkan produktivitas sebesar 22% dan faktor kedisiplinan mempengaruhi produktivitas sebesar 27%.

4. Produktivitas Kerja a. Definisi Produktivitas Kerja

  Beberapa ahli telah mengemukakan pendapat mengenai pengertian apa yang dimaksud dengan produktivitas kerja, diantaranya yaitu: 1) Menurut Hasibuan (2012

  ) produktivitas kerja adalah “perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik hal ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efesiensi (waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknis produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerja ”.

  2) Menurut Triton (2007) produkt ivitas kerja adalah ”perbandingan hasil- hasil dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan atau perbandingan jumlah produksi (output) dengan sumber daya yang digunakan (input)”. 3) Sedangkan menurut Sinungan (2007) produktivitas kerja adalah “hasil

  (output) yang diperoleh seimbang dengan masukan (input) yang diolah dengan melalui perbaikan cara kerja”.

  Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan sumber daya yang digunakan serta berkaitan erat dengan efektivitas dan efesiensi yang dimana menunjukan tingkat keterampilan karyawan untuk pencapain tujuan organisasi.

b. Indikator Produktivitas Kerja Karyawan

  Dari penjelasan diatas yang telah dipaparkan oleh para ahli maka tersusun indikator produktivitas kerja sebagai berikut: 1) Mampu melaksanakan pekerjaan 2) Mampu memperbaiki cara bekerja 3) Mampu mengikuti sistem kerja 4) Mampu meningkatkan keterampilan bekerja

c. Upaya peningkatan produktivitas

  Menurut Sutrisno (2016) “Bahwa peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah keperilakuan, tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknis. untuk mengatasi hal itu perlu pemahaman faktor- faktor penentu keberhasilan meningkatkan produktivitas kerja, sebagian diantaranya berupa etos kerja yang harus dipegang teguh oleh para karyawan dalam organisasi ”. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Siagian dalam Sutrisno (2016) adalah:

  1) Perbaikan terus-menerus Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, salah satu implikasinya ialah bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus-menerus. Satu-satunya hal yang konstan didunia ini adalah perubahan, secara internal perubahan yang terjadi adalah perubahan strategi organisasi, pemanfaatan teknologi, kebijaksanaan dan praktik-praktik SDM sebagai akibat diterbitkan perundang-undangan baru oleh pemerintah dan faktor lain yang tertuang dalam keputusan manajemen. Perubahan eksternal adalah perubahan yang terjadi dengan cepat karena dampak tindakan suatu organisasi yang dominan peranannya dimasyarakat.

  2) Peningkatan mutu hasil pekerjaan Berkaitan erat dengan melakukan perbaikan secara terus-menerus ialah peningkatan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan segala komponen organisasi. Peningkatan mutu tersebut tidak hanya penting secara internal akan tetapi juga secara eksternal karena akan tercermin dalam interaksi organisasi dengan lingkungannya yang pada gilirannya turut membentuk citra organisasi dimata berbagai pihak diluar organisasi.

  3) Pemberdayaan SDM Bahwa SDM merupakan unsur paling strategis dalam organisasi.

  Karena itu, memberdayakan SDM merupakan etos kerja yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua eselon manajemen dalam hierarki organisasi.

d. Hasil Penelitian terdahulu

  1) Penelitian oleh Haedar & Syamsuddin (2014) dengan judul pengaruh motivasi dan pengalaman kerja terhadap produktivitas kerja karyawan PT. Suzuki Diana Motor cabang Palopo. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Suzuki Diana Motor Cabang palopo. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT.Suzuki Diana Motor Cabang Palopo yang jumlahnya sebanyak 16 karyawan sekaligus dijadikan sebagai sampel. Jenis dan sumber data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data terdiri dari wawancara, kuisioner, dan observasi. Hasil analisis regresi berganda penelitian ini membuktikan bahwa motivasi dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja, Hasil pengujian hipotesis telah membuktikan terdapat pengaruh antara motivasi dengan produktivitas kerja karyawan. Pengujian membuktikan bahwa motivasi memiliki

  pengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan. Dilihat dari

  perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai koefisien sebesar 0,130 dan nilai t hitung sebesar 3,352 dengan nilai signifikansi sebesar 0,005, serta telah membuktikan terdapat pengaruh antara pengalaman kerja dengan produktivitas kerja karyawan. Pengujian membuktikan bahwa pengalaman kerja memiliki pengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan. Dilihat dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai koefisien sebesar 0,489 dan nilai t hitung sebesar 7.653 dengan taraf signifikansi hasil sebesar 0,000 tersebut lebih kecil dari 0,05, yang berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini menerima Ha dan menolak Ho.

  2) Penetian Irtanto, Pradhanawati & Farida (2013) judul penelitian “pengaruh budaya, kepemimpinan, dan motivasi terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta Di Semarang

  ”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh budaya perusahaan, kepemimpinan dan motivasi terhadap produktivitas kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa budaya, kepemimpinan dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh sangat kuat terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta.