T1 Lampiran Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Nilai Adat ‘Hibua Lamo’ dalam Upaya Masyarakat Pasca Perpecahan Jemaat: Studi Sosiologis Masyarakat Desa Duma dan Desa Mamuyaabupaten Halmahera Utara

Lampiran I.

Transkrip Hasil Wawancara.

Hasil Wawancara Bersama Kepala Desa Mamuya
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Hari/Tanggal
Waktu
Lokasi
P
N

P

:

N


:

:
:
:
:
:
:
:

Sefnat Dawile, S.
42 Tahun
Laki-Laki
Kepala Desa
Kamis, 04 Mei 2017
10.40 – 11.05
Kantor Desa Mamuya

Kenapa sehingga sebagian warga jemaat keluar dan memilih berdomisili di wilayah desa lain?
“Berkaitan dengan hal itu adalah pilihan dan hak sebagai masyarakat untuk tinggal dimana saja,

dan itu pilihan mereka dan sudah ada permintaan mutasi penduduk secara kolektif. Jadi kami
sudah mengeluarkan surat mutasi penduduk, dan kurang lebih 40 KK sudah masuk di Desa Wari.
Dan „terus terang‟ ini sebuah kerugian, kerugian besar untuk kami. Hal ini berpengaruh terhadap
hubungan saudara-bersaudara, dimana saudara-saudara bisa tinggalkan rumah, dan meninggalkan
kampung (desa). Alasan lainnya, mereka trauma dan sakit hati, karena ada 10 rumah milik warga
jemaat Imanuel Baru Mamuya yang hancur dan 1 rumah terbakar pasca 1 tahun hal itu terjadi.
Penyebab rumah terbakar itu kami tidak tahu, karena waktu itu lampu mati dan tidak orang
didalamnya, serta tidak ada titik api yang coslet akibat listrik karena kan lampu mati, namun
kecurigaannya dibakar, tetapi pelakunya kami tidak tahu sampai sekarang ini. Awalnya ada 67
KK yang keluar, dan yang kembali hampir 20 KK, sisanya ada sekitar 40-an lebih KK masih
tetap bertahan. Tetapi sekarang hubungan sudah mulai membaik, dimana ada acara malam
penghiburan bagi keluarga yang lagi berduka itu sudah mulai saling „baku maso‟ (bertemu).
Namun kami tetap memiliki kerinduan besar kalau saudara-saudara kami bisa kembali, kami
terima sebagai keluarga dan masyarakat, karena mutasi penduduk ini kan tidak mutlak mereka
menetap seumur hidup ditempat itu, suatu saat kalau mereka meingingkan mutasi penduduk kami
siap menerima mereka karena rumah mereka kan masih ada disini”.
Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi
kondisi masyarakat Desa Mamuya pasca perpecahan jemaat ?
“kalau pikiran saya, persoalan konflik antara Islam-Kristen 1999-2000 dengan persoalan internal
Gereja sekarang itu bedah jauh. Persoalan gereja adalah persoalan prinsip organisasi, masingmasing mempertahankan ego dan itu susah, karena tidak ada titik penyelesaian sampai saat.

Karena ada pihak diatas (elit) yang tidak mau membuka dirinya untuk berdamai”.

76

Hasil Wawancara Bersama Kepala Desa Duma
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Hari/Tanggal
Waktu
Lokasi

P
N

:
:

P


:

N

:

P
N

:
:
:
:
:
:
:

Yoram Sumtaki, S.IP
34 Tahun

Laki-Laki
Kepala Desa
Kamis, 22 Juni 2017
12.05 – 12.30
Kantor Desa Mamuya

Bagaimana kronologis perpecahan jemaat di Desa Duma ?
Awalnya konflik internal elit GMIH (Sinode) terasa tegang dan memanas. Maka pada saat itu
dilakukanlah rapat jemaat pada tahun 2013. Hasil dari rapat jemaat adalah sebagian besar warga
jemaat Nita Duma berpihak (mendukung) Sinode (GMIH) Pembaharuan. Sehingga muncul
ketidak puasan dari sebagian kelompok warga jemaat yang tidak mendukung tersebut memilih
berada pada status quo. Akhirnya kelompok yang pro status quo tersebut memilih untuk
membentuk jemaat dengan nama Hendrik van Dijken dan melakukan aktivitas persekutuan ibadah
di lapangan Desa Duma. Terjasi saling curiga, fitnah, gosip, serta gesekan-gesekan fisik yang
dilakukan antara warga jemaat yang telah berbeda tersebut. Pemerintah Desa (Pemdes) melihat
kondisi ini dapat memunculkan resiko-resiko sosial. Sehingga pada Februari 2014, Pemdes
menginisiasi dan memfasilitasi dalam bentuk suatu pertemuan bersama yang melibatkan berbagai
pihak diantaranya: kedua pihak jemaat di Desa Duma, Tokoh Masyarakat Desa Duma, Tokoh
Pemuda Desa Duma, Tokoh Perempuan, Komandan Rayon Militer (Danramil) Galela, Kepala
Kepolisian Sektor (Kapolsek) Galela, dan Camat. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan

bersama bahwa kedua jemaat mengambil sikap netral, yakni tidak memihak ke Sinode Lama
maupun Sinode Baru. Namun berlangsungnya persekutuan ibadah oleh warga jemaat yang
mengambil sikap netral tersebut hanya bertahan dalam waktu dua (2) minggu saja. Kelompok
yang sebelumnya memisahkan diri, tetap mengambil sikap untuk berpihak kembali ke status quo
(pro terhadap GMIH Lama). Begitu pula bagi sebagian warga jemaat yang memutuskan untuk
kembali berpihak pada Sinode Pembaharuan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh dari
luar, yakni kondisi internal Sinode yang sementara dilanda dualisme kepemimpinan
Bagaimana perbandingan kondisi masyarakat sebelum dan sesudah perpecahan jemaat di Desa
Duma ?
“Ia memang sebelum dan setelah adanya persoalan gereja ini berbeda, walapun ini persolan agama
tetapi punya dampak terhadap hubungan-hubungan sosial. Kalau dulunya dalam relasi sosial itu
terjalin dengan baik, artinya tidak ada sekat-sekat, ketika adanya persoalan gereja seakan-akan ada
tembok pemisah dalam hal ini semacam sentimen-sentimen organisasi yang terbangun sehingga
terjadi pengelompokan-pengelompokan berdasarkan atribut organisasi, misalnya; klaim kebenaran
„saya lama‟ dan „ngana (kamu) baru‟, saya yang paling benar dan ngana salah. Dengan sendirinya
masyarakat ini saling menghakimi; bahwa kelompok kalian salah dan kelompok kami benar.
Ahh...disinilah hubungan-hubungan kekeluargaan mulai renggang. Jadi perbedaannya sangat
signifikan sebelum dan sesudah persoalan ini terjadi. Adapun pengaruhnya ketika saling klaim
kebenaran oleh masing-masing kubu tersebut, berpengaruh pada proses sehar-hari, yakni sering
terjadi saling menyinggung, saling memprovokasi. Akibat sentimen tersebut, meledaklah resiko

sosial dalam bentuk saling memfitnah, baku mumake (saling memaki dengan kata-kata kotor),
bahkan saling baku pukul (berkelahi). Dengan sendirinya laporan ke pihak Pemerintah Desa juga
meningkat terkait dengan persoalan-persolan sosial ini, karena dilatarbelakangi oleh persoalan
gereja, sehingga persoalan sosial ini secara statistik terus mengalami
Adakah upaya-upaya untuk mencegah munculnya permasalahan sosial yang mungkin kembali
akan meledak ?
“Untuk menghilangkan gab-gab yang ada di masyarakat, saya coba menginisiasi dalam suatu
bentuk kegiatan yang partisipasinya dari semua pihak atau kedua jemaat. Kebetulan saya

77

P

:

N

:

terinspirasi dari acara ulang tahun di Goa, Makasar dengan bentuk lomba gendong istri. Dari hal

itulah, saya berpikir sudah dekat moment hari ulang tahun Desa Duma dan selama ini kan tidak
pernah kita rayakan. Kebetulan kami (Perangkat Desa dan BPD) menerima gajian dan kami
bersepakat untuk secara suka rela baku pot (patungan) dengan jumlah Rp. 50.000,00 per-orang
untuk dikhususkan bagi hadiah lomba. Hal ini sudah bagus, karena melihat partisipasi dari
masyarakat dalam semua lomba, bahkan pimpinan jemaat pun ikut terlibat, pimpinan Hendrik van
Dijken terlibat dalam lomba tarik tambang; sedangkan pimpinan jemaat Nita Duma karena sakit
jadi hanya datang menonton saja. Kami memakai forum-forum jemaat untuk menyampaikan
agenda kegiatan ini, baik itu disaat ibadah lingkungan maupun ibadah minggu”.
Bisakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo ) mampu dijadikan sebagai basis dalam
merekonsiliasi kondisi masyarakat pasca perpecahan jemaat?
“Memang pola pendekatan penyelesaian masalah yang ada di kantor Desa selama ini memakai
pendekatan adat. Masyarakat di Desa Duma ini kan semuanya telah diikat oleh ikatan keluarga.
Sehingga misalnya kemarin, di hari minggu itu ada perkelahian gara-gara (penyebab) masalah
gereja. Dan ketika dibawah ke kantor Desa, akhirnya dua-duanya mengambil sikap untuk saling
berdamai”.

Hasil Wawancara Bersama Tokoh Adat Desa Mamuya
Nama
Jenis Kelamin
Pekerjaan

Hari/Tanggal
Waktu
Lokasi
P
N

P
N

:
:
:
:
:
:

Kalvin Kololi
Laki-Laki
Petani
Rabu, 3 Mei 2017

12.30 – 13.06
Rumah Beliau – Desa Mamuya

Adakah perbedaan pada pola interaksi masyarakat antara sebelum dan sesudah perpecahan jemaat
di Mamuya ?
„Berbicara tentang kondisi sebelum dan sesudah perpecahan, secara kekeluargaan dulunya
memang luar biasa sangat akrab sekali, ketika terjadi perpecahan soal gereja ini justru
perbedaanya sangat jauh, kondisinya tidak seperti dulu lagi. Saya bisa katakan bahwa perpecahan
gereja yang parah itu ada di Mamuya ini. Sekian lama kondisi seperti ini tidak pernah terjadi dan
kondisinya tidak seburuk seperti ini‟.
Dalam konflik dan pepecahan gereja di jemaat Imanuel Mamuya, posisi tradisi (adat) dalam hal ini
nilai-nilai hidup bersama seperti apa pak ?
Persoalan ini membuat hubungan antara orang tua dan anak sudah kurang baik; baik itu papa
(ayah) dengan anak , mama (Ibu) dengan anak sudah tidak mengenal lagi; Baku pukul (Saling
berkelahi), baku dusu (kejar mengejar)dengan menggunakan parang serta tindakan-tindakan
pengrusakan dan pembakaran rumah milik warga jemaat pro GMIH Baru oleh warga jemaat pro
GMIH Lama. Pasca konflik mereka (warga jemaat GMIH Baru) melaporkan diri untuk keluar dari
masyarakat Desa Mamuya, dan sekarang menetap di wilayah Desa Wari

78


Hasil Wawancara Bersama Tokoh Adat Desa Duma
Nama
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Umur
Hari/Tanggal
Waktu
Lokasi
P
N

P

:

N

:

:
:
:
:
:
:

Simon Petrus Sumtaki
Laki-Laki
Petani / Anggota BPD Desa Duma
58 Tahun
Rabu, 26 Mei 2017
21.07 – 22.06
Rumah Beliau – Desa Duma

Bagaimana kondisi warga masyarakat saat perpepecahan jemaat di Desa Duma ?
“Kami selaku warga jemaat dan juga selaku tokoh adat sangat menyesalkan kenapa perpecahan ini
bisa terjadi. Pada waktu awal perpecahan, hubungan-hubungan kekeluargaan mulai tercemar akibat
adanya perbedaan jemaat ini. Hubungan saudara-bersaudara sudah tidak lagi baik seperti
sebelumnya, muncul rasa saling curiga, rasa saling tidak percaya antara sesama keluarga mulai
memudar karena alasan berbeda gereja. Waktu awal perpecahan pun ada tindakan-tindakan
kekerasan yang pernah terjadi. Namun yang terpenting bagi saya, walaupun kita sudah berbeda
jemaat (gereja), kita tetap mempertahankan yang namanya jalinan kekeluargaan, karena torang
(kita) samua yang tinggal di Desa Duma ini adalah keluarga”.
Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi
kondisi masyarakat pasca perpecahan jemaat ?
“Saya tidak bisa mendaulati hak orang lain dalam hal bergereja, tetapi yang saya maknai adalah
kita sebagai orang bersaudara dan keluarga di Desa Duma apakah kita harus saling berkelahi
karena masalah perbedaan gereja (jemaat)? Identitas sebagai keluarga tidak akan hilang, keluarga
tetaplah keluarga. Istri bisa dicerai, suami bisa dicerai, agama bisa ditinggalkan, tetapi siapa yang
mau dan berani tinggalkan keluarga? Mungkin selain maut (kematian). Kitorang (kita) ini kan
belajar dari orang tua-tua dulu, memang orang tua-tua dulu itu tegas berpegang pada tradisi dan
adat, walaupun saat itu belum kenal agama. Contohnya sampai sekarang tradisi babilang itu
adalah tradisi yang diwariskan dari orang tua dulu-dulu”.

Hasil Wawancara Bersama Tokoh Masyarakat Desa Duma.
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Pekerjaan
Hari/Tanggal
Waktu
Lokasi

P
N

:
:

:
:
:
:
:
:

Jelimaus Buladja, S.Pd
Laki-Laki
54 Tahun
PNS
Rabu,26 Mei 2017
21.07 – 22.06 WIT
Cabang Kantor Dinas Pendidikan Prov. Malut – Tobelo.

Bagaimana gambaran tradisi babilang bagi masyarakat di Duma ?
“Torang di wilayah Galela kanal satu tradisi yang biasanya torang jaga bilang “Babilang”.
Tradisi „Babilang‟ ini biasanya torang lia kalu ada orang mati maupun orang kawin.
„Babilang‟ itu maknanya torang saling baku peduli, salin g baku tolong secara sukarela deng
torang pe sesama. Babilang biasanya kase baras, doi, deng barang-barang yang dong butuh.
(Masyarakat di wilayah Galela mengenal suatu tradisi yang dinamakan dengan tradisi
“Babilang” (dalam bahasa Galela). Tradisi „Babilang‟ ini biasanya dipraktekan oleh
masyarakat pada saat peristiwa kematian maupun pada acara pernikahan. Tradisi “Babilang”
tersebut maknanya adalah sikap kepedulian dan tolong-menolong (gotong royong) secara
sukarela dengan sesama yang menimpah peristiwa duka maupun suka. Tradisi “Babilang”

79

P
N

P

:

N

:

biasanya dilakukan dalam bentuk memberikan beras, uang, maupun barang-barang
dibutuhkan)”.
Bagaimana pola relasi antara warga jemaat (masyarakat) sebelum perpecahan jemaat ?
.„Relasi antara warga jemaat sebelum perpecahan itu dapat dilihat melalui kerja sama dalam
pembangunan gedung gereja Nita Duma: “Warga jemaat laki-laki (kaum muda maupun kaum
bapa) melakukan kerja, dengan pembagian kerja, diantaranya: LIP I – LIP III bertanggung
jawab mengambil bahan-bahan seperti bambu (bulu), kayu-kayu besar, papan, balok dan
bahan-bahan lainnya yang dibuthukan guna membangun tiang penyangga (tiang uatama)
bangunan dari gedung gereja; LIP IV – LIP VI melakukan campuran dari bahan semen dan
pasir untuk dimasukan dalam rangka tiang utama tersebut; LIP VII – LIP X melakukan kerjakerja untuk melanjutkan kerja-kerja dari LIP sebelumnya. Sedangkan warga jemaat perempuan
(kaum mudi maupun kaum ibu) bertugas untuk mempersiapkan makanan yang akan di makan
oleh warga jemaat laki-laki yang sedang bekerja, baik pada waktu siang hari (waktu makan)
tepatnya pada Pukul 12.00 WIB dan pada waktu sore hari yang berkisar pada pukul 15.00 17.00 WIB. Kerja-kerja ini dilakukan secara rutin sebagaimana ditetapkan melalui jadwal kerja
dan pembagian tugas-tugas menurut LIP yang disepakati bersama oleh warga jemaat hingga
pembangunan gedung gereja selesai”.
Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam
merekonsiliasi kondisi masyarakat pasca perpecahan jemaat ?
“Bisa saja, Hibua Lamo dijadikan sebagai mediator untuk menyelesaikan masalah, namun ini
kan persoalan gereja dengan gereja (internal), itu yang membuat tidak bisa. Hibua Lamo itu
tidak mengenal latar belakang suku, agama dan lain-lain, dia adalah alat pemersatu
masyarakat”.

Hasil Wawancara Bersama Tokoh Masyarakat Desa Mamuya
Nama
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Hari/Tanggal
Waktu
Lokasi
P

:

N

:

P

:

N

:

:
:
:
:
:
:

Kornelius Jai
Laki-Laki
PNS / Ketua RT setempat
Kamis, 4 Mei 2017
13.25 – 14.13 WIT
Rumah Beliau – Desa Wari

Alasan apa yang membuat warga jemaat Imanuel Baru Mamuya mau keluar dari wilayah Desa
Mamuya?
“Kami yang meminta sendiri kepada pihak Kepala Desa selaku Pemerintah Desa. Alasannya bahwa
mereka (warga jemaat Imanuel Mamuya) tidak menginjinkan kami membangun gereja di Desa
Mamuya; dapat aturan dari mana sehingga kami tidak bisa membangun gereja di wilayah Desa
Mamuya? Ini yang kitorang (kami) tidak suka sekali. Pemerintah Desa pun dilematis terhadap hal
ini. Maka dari itu, kami tidak senang, dan kami tetap mempertahankan sikap kami untuk tidak mau
lagi bergabung dengan saudara-saudara kita disana dalam satu gereja. Yang namanya prinsip
tetaplah prinsip, jangan mengekor dan lain sebagainya. Maka pada akhirnya kami sudah tinggal
disini, dan kami sudah berdomisili disini. Sekarang kami disini menjadi satu RT sebagai bagian dari
wilayah administratif Desa Wari. Kami disini sekitar 52 KK. Harapan dan rencana kedepan, kami
akan berupaya untuk membentuk satu Desa defenitif”.
Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi
kondisi masyarakat pasca perpecahan jemaat ?
“Nilai Hibua Lamo itu saya artikan sebagai bentuk rumah besar yang maknanya adalah suatu sistem
keluargaan yang besar. Walapun berbeda-beda suku dan agama, tetapi kita semua adalah saudara
dan keluarga. Begitupun menyangkut permasalahan gereja ini, walaupun secara organisasi gereja
kita berbeda, tetapi hubungan keluarga dan keluarga itu harus tetap terjaga.

80

Hasil Wawancara Bersama Pimpinan Jemaat Nita Duma (Pembaharuan)
Nama
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Hari/Tanggal
Waktu
Lokasi

P
N

:
:

P

:

N

:

:
:
:
:
:
:

M. Bahagia
Laki-Laki
Pendeta
Kamis, 24 Juni 2017
15.06 – 16.07 WIT
Rumah Pastori Jemaat Nita Duma – Desa Duma.

Bagaimana pola relasi dan komunikasi yang terbangun antara dua jemaat di Desa Duma ?
“Walaupun kami bertugas disini dalam kondisi jemaat telah pecah, namun selama kami disini melihat
kondisi persekutuan budaya, misalnya persekutuan masyarakat saat orang kawin (nikah) atau orang mati
(meninggal) sangat luar biasa. Orang kawin (menikah) misalnya, masing-masing torang (kami) membawa
„Babilang‟ dalam bentuk finansial”. Memang kondisi awal perpecahan tidak bisa dipungkiri bahwa
hubungan pastinya renggang dan berpengaruh pada hubungan persekutuan. Namun berselangnya waktu,
kami yang mulai bertugas juga sudah membangun komunikasi dengan warga jemaat maupun pimpinan
jemaat Hendrik van Dijken; yakni, baku maso (saling bertemu), duduk bersama, dan melakukan aktivitas
persekutuan secara bersama-sama. Contohnya pada waktu kami merayakan acara pernikahan anak kami
yang bernama Nona, justru dari jemaat van Dijken juga datang untuk babilang dengan memberikan
sumbangan. Jadi, memang nilai-nilai kehidupan budaya ditemukan mulai membaik, sekalipun kondisi
gereja sudah seperti ini”.
Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi kondisi
masyarakat pasca perpecahan jemaat ?
“Menurut saya, nilai-nilai Hibua Lamo itu bisa. Hal ini kita lihat ketika kerusuhan yang terjadi 1999-2000
sebagai contohnya. Secara bergereja mungkin saja butuh proses atau waktu yang panjang. Namun kalau
secara bermasyarakat kita kuat dalam hal adat, pastinya kita akan hidup dalam keadaan baik. Jika
masyarakat hidup baik, maka akan berpengaruh baik juga terhadap persekutuan jemaat. Karena adat tidak
terpengaruh dengan hal-hal luar yang dapat merusak kita”.

Hasil Wawancara Bersama Pimpinan Jemaat Hendrik van Dijken
Nama
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Hari/Tanggal
Waktu
Lokasi

P
N

:
:

:
:
:
:
:
:

Rikson Tukang
Laki-Laki
Pendeta
Kamis, 24 Juni 2017
08.30. – 19.45 WIT
Rumah Pastori Jemaat Hendrik van Dijken – Desa Duma

Bagaimana pola relasi dan komunikasi yang terbangun antara dua jemaat di Desa Duma ?
“Berjalannya waktu 3 tahun perpecahan jemaat ini, saya masuk, dan saya berupaya supaya kehadiran
saya disini bisa mengubah kondisi ini. Kita berupaya supaya keadaan ini bisa kembali seperti semula,
seperti sebelum perpecahan ini terjadi. Sekalipun kondisi perbaikan ini belum 100 % namun itu
dalam upaya saya, sekalipun telah terbentuk 2 gereja, akan tetapi hubungan sebagai masyarakat itu
harus menjadi baik”. Adapun komunikasi yang pernah kami lakukan bersama Pdt. M. Bahagia selaku
pimpinan jemaat Nita Duma, baik itu di rumah sakit waktu beliau sakit dan juga pertemuan waktu itu
dikantor camat. Bentuk lainnya ketika ada peristiwa kematian, kami saling melayat, sama-sama
menaruh krans bunga di makam/pekuburan sebagai bukti kepedulian diantara kami, selanjutnya acara
perkawinan kami juga sama-sama hadir. Jadi sepertinya kalau saya melihat hubungan komunikasi ini
semakin mempererat relasi kami selaku pimpinan jemaat dan tentunya ini adalah pertanda semakin
membawa hasil baik dalam kehidupan berjemaat di Desa Duma ini.”.

81

P

:

N

:

Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi
kondisi masyarakat pasca perpecahan jemaat ?
“Saya kira bisa saja, karena secara bermasyarakat yang mengikat kitorang dalam hubungan kesatuan
dan persatuan adalah Hibua Lamo. Jadi saya kira adat itu bagus. Karena dalam hidup bermasyarakat
ketika terjadi masalah, kitorang (kita) angkat adat, karena adat dapat mempersatukan kitorang. Saya
kira apapun pengaruh dari persoalan agama dan politik tetapi kalau kitorang kuat dengan adat, maka
kitorang hidup itu akan baik. Dan tentunya, saya juga mengharapkan supaya adat yang ada, Sibua
Lamo di Galela ini merupakan dasar hidup kitorang sebagai masyarakat, supaya apapun
perkembangan dunia, pengaruh-pengaruh modernisasi dalam bentuk apapun dan kitorang berpegang
dalam adat, kitorang akan hidup dalam keadaan aman. Dulu contohnya konflik 1999-2000 yang luar
biasa, dan sampai sekarang kitorang bisa bersatu karena adat Hibua Lamo itu. Dan jika saya kira
perspektif atau nilai-nilai Hibua Lamo itu kita taruh dalam pikiran kita didepan, maka pengaruh
apapun kitorang akan bisa menghadapinya”

Hasil Wawancara Bersama Warga Jemaat Nita Duma – (Jemaat Ketiga)
Nama
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Hari/Tanggal
Waktu
Lokasi

1

P
N

:
:

P
N

:
:

:
:
:
:
:
:

Sefnat Buladja dan Nus Tumada
Laki-Laki
PNS
Sabtu, 24 Juni 2017
10.00 – 12.03 WIT
Rumah Bpk Sefnat Buladja – Desa Duma

Apa alasan mendasar sehingga terbentuknya jemaat ke-tiga ini?
“Awal munculnya SSI (GMIH Pembaharuan) kami sangat mendukung, dan dukungan itu kurang
lebih 3 tahun. Setelah kondisi (konflik) ini berjalan dan diproses melalui jalur hukum, GMIH
Pembaharuan kalah menurut putusan dalam ranah hukum! Oleh karena itu kitorang (kami)harus cari
tahu; kita yang merasa diri benar tetapi kenapa kalah? Mulai kami gali dan cari bukti-bukti dan
kitorangdapat bukti itu, yakni: Terkait Surat Penjelasan Pendirian Yayasan GMIH Pembaharuan oleh
Kementrian Agama melalui Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Kristen (Ditjen Bimas)
Kristen. Ketika kitorang mendapatkan Surat Penjelasan1 tersebut, ternyata ada 4 poin yang dituliskan
tersebut. Dua poin utama yang menjadi alasan utama kami, diantaranya adalah; pada poin ke-2
berbunyi, “bahwa pengesahan akta pendirian Yayasan GMIH oleh Kementrian Hukum dan HAM
adalah pengesahan sebagai Yayasan, bukan sebagai Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH). Oleh
karena itu Gereja dan Yayasan adalah dua lembaga yang berbeda, tidak perlu saling intervensi”; dan
bunyi poin ke-4, adalah “Ditjen Bimas Kristen - Kementrian Agama tidak melayani pendaftaran induk
organisasi Gereja baru/Sinode baru karena arah pembinaan gereja diarahkan bukan untuk peningkatan
kwantitas organisasi gereja melainkan kwalitas yang bertanggung jawab, peningkatan
kerukunan/keesaan gereja.
Nah...anehnya, surat penjelasan ini tidak dibacakan (transparansi)
dalam gereja-gereja di GMIH Pembaharuan. Kami merasa dibohongi dengan ditutupinya bukti-bukti
ini”.
Kenapa menggunakan nama jemaat yang sama – yakni jemaat Nita Duma ?
“Nah...ini sebetulnya bukan jemaat baru, tetapi kitorang (kami) kembali ke jemaat yang
sebenarnya. Karena nama jemaat Nita Duma (GMIH Pembaharuan) itu so tarada (telah
dihapus) dari register Sinode GMIH Jalan Kemakmuran. Karena itu kitorang kembali dalam
kelompok kecil dan menamakan jemaat Nita Duma dengan tujuan untuk mengembalikan
nama jemaat Nita Duma ke register GMIH tersebut”.

Salinan SK dari Direktorat tersebut di berikan kepada Peneliti saat kegiatan wawancara berlangsung

82

Lampiran II.

Dokumentasi (Foto) Kegiatan Wawancara dan Observasi

Dokumentasi Kegiatan Wawancara:

Bersama Bpk Kalvin Kololi,
Ketua Adat Desa Mamuya
3 Mei 2017 – Rumah Beliu

Bersama Bpk Renal Mahiku
Pendeta Jemaat Imanuel Mamuya
26 Juni 2017 – Rumah Beliu

Bersama Bpk Jelimaus Buladja,
Tokoh Masyarakat Desa Duma
3 Mei 2017 – Kantor Dinas

Bersama Bpk Sefnat Dawile
Kepala Desa Mamuya
4 Mei 2017 – Kantor Desa

Bersama Bpk Cornelius Jai
Tokoh Masyarakat Desa Mamuya
4 Mei 2017 – Rumah Beliu

83

Dokumentasi Kegiatan Observasi:

Bangunan Darurat (SD Negeri 5 Tobelo)
Digunakan oleh warga jemaat Imanuel Baru Mamyua
Lokasi di wilayah Desa Wari - pada 4 Mei 2017

Salah satu rumah rusakdi Desa Mamuya
Milik warga jemaat Imanuel Baru Mamyua
Desa Mamuya - pada 4 Mei 2017

Bangunan Gedung Gereja Darurat
Digunakan oleh warga jemaat Imanuel Baru Mamyua
Lokasi di wilayah Desa Wari - pada 4 Mei 2017

Proses Pembangunan Gedung Gereja
Milik warga jemaat Imanuel Baru Mamyua
Lokasi di wilayah Desa Wari - pada 4 Mei 2017

Perayaan Hari Ulang Tahun Desa Duma ke139
Lapangan Yubelim - Duma, 7 Mei 2017

Aksi tuntutan oleh Jemaat Hendrik van Dijken
Duma, pada 13 Mei 2017

Baliho Jemaat Nita Duma – (Jemaat Ketiga)
Depan Rumah Bpk Halen Tamera
Duma pada 26 Juni 2017

Gedung Gereja Nita Duma
Duma, dokumentasi pada 22 Juni 2017

84

Lampiran III. SK tentang “Penjelasan Pendirian Yayasan GMIH Oleh Kementrian
Agama RI - Ditjen Bimas Kristen”

85

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24