Analisis Pantun Percintaan Melayu Deli: Kajian Semantik

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan
dengan judul skripsi yaitu Analisis Pantun Melayu Deli : kajian Semantik, dan untuk
mempertanggungjawabkan suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan yang sangat
mudah, karena itulah disertakan data-data yang kuat yang ada hubungannya denga
objek yang diteliti. Adapun skripsi-skripsi yang digunakan dalam memahami dan
mendukung penulisan skripsi ini adalah buku.
1. Erna (2010) dengan judul skripsi “Analisis Semantik Mantra Pengobatan
Tradisional di desa Kulim Jaya Kecamatan Lubuk Batu Kabupaten Indragiri
Hulu”. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa makna dari Mantra Pengobatan
Tradisional yang dilakukan di desa Kulim Jaya ini mengandung makna
denotasi dan konotasi, dan ragam makna yang terdapat dalam mantra tersebut
adalah ragam makna konotasi kolektif dengan hasil bahwa keragaman makna
yang terdapat dalam mantra tersebut bersifat konotasi yang baik.
2. Desmawati (2014) dalam skripsi yang berjudul “Analisis Semantik Leksikal
Pantun Buka Pintu Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Ujungbatu
Kabupaten Rokan Hulu” dalam penelitian ini setiap baris bait pantun
berisikan makna leksikal dan makna gramatikal serta bertujuan untuk


Universitas Sumatera Utara

mengetahui makna pantun yang terkandung di dalam pantun buka pintu dalam
upacara perkawinan masyarakat Ujungbatu tersebut.
3. Angelia Ramita Lumban gaol (2015) dalam skripsi yang berjudul “Analisis
Makna Peribahasa Dalam Bahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan
Meranti: Kajian Semantik. Skripsi ini membahas makna idiom yang terdapat
dalam peribahasa yang terjadi di Riau kabupaten Kepulauan Meranti.
2.2 Teori yang digunakan
Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) berasal dari
Yunani sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah
semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud tanda atau
lambing di sini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik (Prancis : signe
Linguistique) (Chair, 1994:2).
Kata semantik merupakan istilah yang digunakan untuk bidang linguistik
yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik atau dengan kata lain,
bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Kata
semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti.
Aristoteles (384-322 SM) seorang sarjana bangsa Yunani sudah menggunakan

istilah makna, yaitu ketika dia mendefinisikan mengenai kata, menurut Aristoteles
kata adalah satuan terkecil yang mengandung makna. Malah dijelaskan juga bahwa
kata itu memiliki dua macam, yaitu (1) Makna yang hadir dari kata itu sendiri secara
otonom, dan (2) makna yang hadir sebagai akibat terjadinya proses gramatikal
(Ullman 1977:3).

Universitas Sumatera Utara

Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna
merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi
sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Menurut Chair (2009)
jenis-jenis makna terbagi atas 7 bagian, yaitu:
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang
sesuai dengan hasil observasi alat indra, atau makna yang sungguh-sungguh nyata
dalam kehidupan kita. Memang benar jika tidak semua kata dalam bahasa indonesia
memiliki makna. Kata cantik, tidur dan lain-lain disebut kata tugas, walaupun
memiliki makna leksikal.
Contoh
Mata


: Indra untuk melihat (makna leksikal)

Bermata

: memiliki mata (makna gramatikal)

Memata-matai : mengamati secara diam-diam (makna gramatikal).
Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses
gramatikal seperti afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Maka
gramatikal bergantung pada konteks yang membawanya. Implikasinya salah satunya
awalan ter – atau imbuhan lainnya, tentunya tidak mempunyai makna. Sebuah
imbuhan baru dapat makna atau kemungkinan memiliki makna apabila sudah
berprosers dengan kata lain. Kata “terangkat” memiliki kemungkinan makna dapat
atau tidak sengaja tergantung kontes kalimat yang membawanya. Macam-macam
proses Morfologi :.

Universitas Sumatera Utara

1. Afiksasi

Proses melekatnya afiks (Imbuhan) kepada bentuk dasar. Akibat melekatnya
afiks kepada kata dasar akan menumbulkan fungsi dan makna baru.
Macam-macam afiks bahasa Indonesia
a.prefiks (awalan)

: di, me, ber, pe, ter, se

b. Infiks (sisipan)

: in, el

c. Sufiks (akhiran)

: an, kan,l, lah

d. Konfiks (afiks gabungan) : pe-an, ke-an, se-an
e. Simulfiks (afiks berurutan) : me-kan, me-i, di-kan
2. Reduplikasi
Proses pembentukan kata baru dengan caramengulang bentuk kata dasar.
Bentuk penggulangan kata meliputi:

a. Kata ulang utuh/penuh

: gedung-gedung

b. Kata ulang sebagian

: berlari-lari

c. Kata ualang berimbuhan : anak-anakan
d. Kata ulang berubah bunyi : sayur mayur
e. Kata ualang semu

: kupu-kupu, kunang-kunang

3. Komposisi
Gabungan dua kata atau lebih yang menimbulkan makna baru.

Contoh:
Rumah makan


: rumah digunakan untuk makan

Universitas Sumatera Utara

2.

Rumah sakit

: rumah digunakan untuk mengobati orang sakit

Rumah dinas

: rumah yang digunakan untuk kepentingan dinas.

Makna Referensi dan Nonreferensi
Perbedaan makna referensi dan makna nonreferensi berdasarkan ada tidaknya

referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar
bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna
referensial, kalau kata-kata itu mempunyai referen, maka kata itu disebut kata

bermakna nonreferensial.
Contoh kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena
keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis perabotan rumah tangga yang disebut
“meja” dan “kursi”. Sebaliknya kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi
kata karena dan kata tetapi termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
3.

Makna Denotatif dan Konotatif
Perbedaan makna Denotatif dan Konotatif didasarkan pada ada atau tidak

adanya “nilai rasa” (istilah dari Slametmulyana,1964) pada sebuah kata. Sebuah kata
disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik
positif maupun negative. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki
konotasi, sedangkan makna denotatif sering disebut makna sebenarnya.

Universitas Sumatera Utara

4.

Makna Kata atau Makna Istilah

Perbedaan adanya makna kata dengan makna istilah berdasarkan ketepatan

makna kata itu dalam penggunaanya secara umum dari secara khusus. Makna kata itu
baru menjadi jelas kalau sudah digunakan didalam suatu kalimat. Kalau lepas dari
konteks kalimat, maka kata itu menjadi umum dan kabur. Sedangkan makna istilah
memiliki makna yang tepat dan pasti.
Contoh makna kata misalnya, pada kata tahanan.
5.

Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang

sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun.
Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan
dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa.
Contoh: kata melati berasosiasi dengan makna “suci”, atau “kesucian” ; kata
merah berasosiasi dengan makna “berani”, atau juga dengan golongan komunis; kata
cenderawasi berasosiasi dengan makna “indah”.
6.


Makna Idiomatikal dan Pribahasa
Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (entah kata, frase, atau

kalimat) yang “menyimpang” dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur
pembentukannya. Untuk mengetahui makna idiom sebuah kata (frase atau kalimat)
tidak ada jalan lain selain mencari di dalam kamus. Sedangkan peribahasa bersifat
memperbandingkat atau mengumpamakan, makna lazim juga disebut dengan nama
perumpamaan.

Universitas Sumatera Utara

7.

Makna Kias
Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS Poerwadarminta ada

digunakan istilah arti kiasan. Penggunaan istilah arti kiasan sebagai oposisi dari
sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat)
yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti
denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Seperti puteri malam dalam arti “bulan”,

raja siang dalam arti “matahari”. Dalam kalimat Aminah adalah bunga di desa kami
dalam arti “gadis cantik”, semuanya mempunyai makna kiasan.
Sebagai acuan yang digunakan oleh penulis dalam skripsp ini adalah Teori
Semantik hubungannya tentang makna oleh Chair (2009) dan skripsi ini dibatasi oleh
lingkup masalah makna yang bersifat makna leksikal dan makna gramatikal.
2.3 Pantun
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:728) menjelaskan bahwa pantun adalah
bentuk puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat baris yang
bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya terdiri atas empat kata; baris pertama dan baris
kedua biasanya tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi
; setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata ; merupakan peribahasa sindiran; jawaban.
Pantun cinta adalah suatu perasaan lebih, sayang dan perhatian yang diberikan
oleh seseorang kepada orang yang dikasihinya ataupun yang dicintainya. orang yang
sedang dilanda badai-badai cinta pastilah perasaannya dilanda oleh hal-hal yang
romantik dan berbunga-bunga serasa terbang ke awan yang membuatnya semakin

Universitas Sumatera Utara

memadu cinta. Kita bisa mengetahui orang yang sedang dilanda benih-benih cinta,
misalnya dari tingkah lakunya yang berbeda, keceriaan yang timbul seperti tidak

biasanya. Dan kebanyakan orang yang sedang demam cinta adalah para remaja dan
dewasa.
Pantun cinta biasanya digunakan orang-orang untuk menyampaikan
perasaannya dengan cara yang tidak biasa. Biasanya orang-orang dengan kadar
romantis yang lumayan tinggi mampu untuk membuat sebuah pantun cinta yang
memikat. Sebenarnya pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas
dikenal di Nusantara Indonesia.
Pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak
akhir dengan pola a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Menurut Sutan
Takdir Alisjahbana fungsi sampiran yang ada dalam sebuah pantun terutama rima
dan irama adalah untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun.
Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga
pantun yang tertulis. Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai
penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang
berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Pantun juga melatih orang berfikir
asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain. Secara sosial
pun pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang.
Ada berbagai macam pantun yang bisa ditemui di Nusantara ini, yaitu: pantun
adat, pantun agama, pantun budi, pantun jenaka, pantun kepahlawanan, pantun kias,
pantun nasihat, pantun cinta, pantun pribahasa, pantun perpisahan, dan pantun teka-

Universitas Sumatera Utara

teki. Pantun cinta biasanya digunakan muda-mudi di masa lalu dan juga masa
sekarang untuk menyampaikan perasaan kasih sayangnya. Berikut adalah contoh dari
pantun cinta.
Coba-coba menanam mumbang
Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang
Moga-moga menjadi cinta

Ikan belanak hilir berenang
Burung dara membuat sarang
Makan tak enak tidur tak tenang
Hanya teringat dinda seorang

Kalau tuan pergi ke Tanjung
Kirim saya sehelai baju
Kalau tuan menjadi burung
Sahaya menjadi ranting kayu.

Pantun cinta dapat digunakan oleh seseorang yang sedang memadu cinta dan
ingin mengungkapkannya seromantis mungkin. Dalam hal fungsi pantun sebagai
bahasa pergaulan, orang yang mampu membuat pantun cinta adalah orang yang

Universitas Sumatera Utara

romantis dan cerdas. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan
bermain-main dengan kata.

Universitas Sumatera Utara