Revitalisasi Permainan Rakyat Melayu Deli : Kajian Folklor

(1)

REVITALISASI PERMAINAN RAKYAT MELAYU DELI :

KAJIAN FOLKLOR

SKRIPSI

DIKERJAKAN OLEH :

NAMA : CHERLY FIKA

NIM : 100702008

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

(3)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Revitalisasi Permainan Rakyat Melayu Deli : Kajian Folklor. Teori yang penulis gunakan adalah teori James Dananjaya yang memasukkan permainan rakyat kedalam kelompok folklor sebagian lisan.

Penulis melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini kedua tempat yaitu di Istana Maimun, Kelurahan Aur, Kota Madya Medan, dan di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang. Adapun metode yang penulis gunakan dalam melakukan penelitian adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penulis menggunakan metode kualitatif karena sangat tepat untuk menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan sebenarnya di lapangan.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa permainan rakyat Melayu Deli mempunyai banyak jenis dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia dengan nama yang berbeda-beda. Permainan rakyat Melayu Deli mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu Deli. Hal ini terlihat dari berbagai fungsi yang terdapat dalam sebuah permainan rakyat Melayu dan berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dari berbagai aspek kehidupan baik secara personal maupun kelompok masyarakat Melayu Deli. Selain itu hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum permainan rakyat Melayu Deli sudah tidak terlihat kepopulerannya. Hal ini terlihat dari sudah jarangnya masyarakat Melayu memainkan permainan rakyat di lokasi yang penulis teliti.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa permainan rakyat Melayu Deli mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat Melayu. Untuk itu permainan rakyat Melayu Deli perlu dijaga kelestariannya.


(4)

كاﴪ�ا

:

ﱄد ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻴﻋر ﲍﻴٔﯨﺎﻣﺮﻓ ﳼﺎﺴيﻠﺘيﻓر لودﻮﺟﺮ� ﻦ�ا ﴘﻓﺮﻜﺳ

ﺮﳇ لﻮﻓ ﻦٔىﻴﺠك

.

ﻦﻜكﻮﺴﳑ ڠﻳ ﺎيﺟ ﻦناد ﺲﻣﺎ� يرﻮﺗ �دا ﻦﻜنﻮڬ ﺲيﻟﻮنﻓ ڠﻳ يرﻮﺗ

ﺖﻴﻋر ﲍﻴٔﯨﺎﻣﺮﻓ

ﱂاﺪﻛ

ﻦﺴيﻟ ﻦٔىﻴڬﺎﺒ�ﺳ ﺮﳇ لﻮﻓ كﻮﻔﻤﳇ

.

نﺎﺘ�ﺴ�اد ﻮتئﯨ� ﺖﻔﲤ اوﺪﻛ ﻦ�ا ﴘﻓﺮﻜﺳ ﻦﻜ�ﺎﺴﻠثﻣ قﻮﺘﻧوا ﻦٔىيﺘﻴﻠنﻓ ﻦ�ﻮﻜﻠﻣ ﺲيﻟﻮنﻓ

نﻮﳝﺎﻣ

,

روا ﻦﻫرﻮﳇ

,

ناﺪﻣ �ﺪﻣ تﻮ�

,

ڠﻳدﺎڬ ڠاﺮ� ﺎﺴ�دد ناد

,

ﱄد ﻦﻫﻮﺒﻟ ﻦ�ﲈﭽﻛ

,

ڠادﴎ ﱄد ﲔتﻓﻮﺒ�

.

ٔىيﺘﻴﻠنﻓ ﻦ�ﻮﻜﻠﻣ ﱂاد ﻦﻜنﻮڬ ﺲيﻟﻮنﻓ ڠﻳ يدﻮتﻣ نﻮﻓدا

�دا ﻦ

ﻒﻴتﻔﻳﺮﻜﺳد ﺖﻔﻴ�ﺳﺮ� ڠﻳ ڧيتﺘﻴﻟاﻮ� يدﻮتﻣ

.

يدﻮتﻣ ﻦﻜنﻮڬڠﻣ ﺲيﻟﻮنﻓ

�ﺮ� ڧيتﺘﻴﻟاﻮ�

ﻦڠﻓﻻد ثﲊﺒ�ﺳ ڠﻳ ﻦٔ�اﺪٔﯩﻛ ﻦﻜﻴ�ﺴﻔﻳﺮﻜﺳﺪنﻣو�ا ﻦ�ﱪﻤڬڠﻣ قﻮﺘﻧوا ﺖﻔﺗ ﺖﻋﺎﺳ

.

ﻞﻴ�ﺴﺣ

ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻴﻋر ﲍﻴٔﯨﺎﻣﺮﻓ اﻮﲠ ﻦﻜكﻮﳒﻮنﻣ ﻦڠﻓﻻد ﻦٔىيﺘﻴﻠنﻓ

ﻖﺛ� ي�ﻮﻔﳑ ﱄد

ﺎﻴ�ﺴ�وﺪﻳا ﻪﻳﻼﻳو ﻩورﻮﻠﺳد ﱪﻴثﻣ ناد ﺲينﺟ

,

اﺪﺑﺮ� ڠﻳ م� ﻦڠد

-اﺪﺑ

.

ﺖﻴﻋر ﲍﻴٔﯨﺎﻣﺮﻓ

ﻮﻳﻼﻣ

يرﺎﻬﺳ ﻦﻓوﺪﻴﻬك ﱂاد ڠﻴﺘنﻓ ﻦناﺮﻓ ي�ﻮﻔﳑ ﱄد

-ﻮﻳﻼﻣ ﺖ�ﴍﺎﻣ ﻲڬ� يرﺎﻫ

ﱄد

.

ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻴﻋر ﲍﻴٔﯨﺎﻣﺮﻓ ﻪٔﯨﻮﺒ�ﺳ ﱂاد ﺖﻓادﺮ� ڠﻳ ﴘڠﻮﻓ يﺎڬ�ﺮ� يراد ﺖﳱ�ﺮ� ﻦ�ا ﻞﻫ

ﺎڠﻓﺮ� ناد

يراد ﻦٔ�ﻮﻔﻤﳈ ﻦڠﺎﺒﳈﺮﻓ فدﺎﻫﺮ� ﻩور

اﺮﭽﺳ ﻚﻳا� ﻦﻓوﺪﻴﻬك ﻖيﻔﺳا يﺎڬ�ﺮ�

ﻮﻳﻼﻣ ﺖ�ﴍﺎﻣ كﻮﻔﻤﳇ ﻦﻓوﺎﻣ ﻞﻧﻮﺳﺮﻓ

ﱄد

.

ﺖﻳا ﲔٔﯩﻠﺳ

,

ﻞﻴ�ﺴﺣ

ﻦٔىيﺘﻴﻠنﻓ

ﻦﻜكﻮﳒﻮنﻣ

اﻮﲠ

ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻴﻋر ﲍﻴٔﯨﺎﻣﺮﻓ مﻮﻣوا اﺮﭽﺳ

ﺚﻧﺮﻟﻮﻓﻮﻔﻛ ﺖﳱ�ﺮ� قﺪﻴﺗ ﻩدﻮﺳ ﱄد

.

ﻦ�ا ﻞﻫ

ﺎﳑ ﻮﻳﻼﻣ ﺖ�ﴍﺎﻣ ﺚڠرﺎ� ﻩدﻮﺳ يراد ﺖﳱ�ﺮ�

ﻦﻜنئﯨ

ڠﻳ ﳼﰷﻮﻟد ﺖﻴﻋر ﲍﻴٔﯨﺎﻣﺮﻓ

ﱵﻴﻠﺗ ﺲيﻟﻮنﻓ

.

ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻴﻋر ﲍﻴٔﯨﺎﻣﺮﻓ اﻮﲠ ﻦ�ا ﻦٔىيﺘﻴﻠنﻓ يراد ﻦﻟﻮﻔﳰ�ﺴ�

ﱂاد ڠﻴﺘنﻓ ﻦناﺮﻓ ي�ﻮﻔﳑ ﱄد

ﻦﻓوﺪﻴﻬك

ﻮﻳﻼﻣ ﺖ�ﴍﺎﻣ

.

ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻴﻋر ﲍﻴٔﯨﺎﻣﺮﻓ ﺖﻳا قﻮﺘﻧوا

ڬﺎ�د ﻮﻟﺮﻓ ﱄد

ﺚنٔﯩﻳرﺎﺘ�ﺴﳇ

.

ﻲ�ﻧﻮ� تﰷ

:

ﳼﺎﺴيﻠﺘيﻓر

,

ﲍﻴٔﯨﺎﻣﺮﻓ

,

ﻮﻳﻼﻣ

ﱄد

,

لﻮﻓ

KATA PENGANTAR


(5)

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya berupa kesehatan, pikiran, dan ilmu pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul, Revitalisasi Permainan Rakyat melayu Deli: Kajian Folklor. Skripsi ini terdiri atas 5 bab, yaitu : bab pertama berisi pendahuluan, dibagi atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab kedua membahas tinjauan pustaka, terdiri dari kepustakaan yang relevan, dan teori yang digunakan. Bab ketiga membahas metode penelitian, dibagi atas metode dasar, lokasi penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab keempat berisi pembahasan, dibagi atas jenis permainan rakyat, cara bermain permainan rakyat, fungsi permainan rakyat, dan cara merevitalisasi permainan rakyat. Bab kelima berisi kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Agustus 2014 Penulis

Cherly Fika NIM : 100702008


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirst Allah SWT yang telah memberikan karunia berupa kesehatan, kesempatan, dan kasih saying sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan tenaga, pikiran, bimbingan, serta motivasi yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta Pembantu Dekan I Dr. M. Husnan Lubis, M.A, Pembantu Dekan II Drs. Samsul Tarigan, dan Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat menyelesaikan studi pada waktu yang tepat.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, sebagai Ketua Departemen Bahasa dan Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum, sebagai Sekretaris Departemen Bahasa dana Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai pembimbing I yang telah memeberikan banyak nasihat, motivasi, masukan, dan perhatian kepada penulis.

4. Bapak/Ibu staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu penulis belajar, serta melancarkan urusan administrasi selama kuliah di fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


(7)

5. Kepada kedua orang tua tercinta SRI FATIMAH boru TOBING selaku umi dari penulis, dan ABDUL CHALIK USMAN selaku abah dari penulis, yang telah merawat, membesarkan, mendidik dengan penuh cinta dan ketulusan, serta membiayai penulis sehingga dapat menyelesaikan jenjang pendidikan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Saudara-saudara kandung terkasih dan tersayang, abang-abang (Chrisfian Bobby, Fachrial Robby, dan Fachmi Donny), dan kakak (Almh. Fatchra Novita) yang selalu memberikan motivasi, semangat, dukungan, serta selalu meluangkan waktu dengan ikhlas untuk membantu penulis dalam hal apapun.

6. Kawan-kawan seperjuangan Bahasa dan Sastra Daerah untuk Melayu 2010 Vanny Nurani Sihombing, Elpi Riauli Saragih, Hariati Simanulang, Panji Pratama, Anwar Ahmad Junaidi Harahap, dan Hanafi Angkat, serta kawan-kawan program studi Bahasa dan sastra Daerah untuk Batak 2010 Vini Mariana Lubis, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Abang/kakak di IMSAD (Eka Riwanda Sitepu, Dedi Rahmad Sitinjak, Zoefri harahap, Bobbi Tarigan, Fachrizal Fachri, Surya Dharma, Rendy Novrizal, Mustaqim Tanjung, Rama, Ani, Widia, Fitri, Nadila, Dika Lubis, Nikson Sihombing, Dewi). Adik-adik di IMSAD (Faizah, Erma, Novi, Fenny, Nuari, Prayogo, Hendra, Renny, Lisa, Ricky, dan lain-lain), yang telah membantu penulis.

7. Keluarga besar Teater ‘O’ Universitas Sumatera Utara angkatan XIX (abangda Ihsanudin Nasution, Nandez Gie Simangunsong, Sri Purwanti, Indira Ginanti, Evi Marlina Harahap, kak Lina, abangda Sulaiman Rambe, abangda Usman Ritonga). Para pendiri Teater ‘O’ USU, abang/kakak (Bambang Rianto, Joko


(8)

Syahputra, Robby Surbakti, Rendy Novrizal, Syahrizki Sinaga, Nur Alfisyahri, Tri Utari, Sofia Mastura), teman-teman satu stambuk beda angkatan (Adeg Syahputra, Agus, Fani Gumanti, Silviana Sikumbang), adik-adik (Novita Handayani, Balkis, Amy Maulidya, Tari, Lisa, Ricky, Ana, Panji) serta seluruh anak ‘O’ yang telah membantu, memberi nasihat, dan menghibur penulis, terkhusus kepada sahabat yang selalu ada, Cleo.

Dengan penuh rasa syukur penulis memohon kepada Allah SWT, agar selalu diberkahi dan diridhoi dalam melakukan aktivitas. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dan membantu dalam penulisan skripsi ini.

Medan, Agustus 2014 Penulis,

Cherly Fika NIM : 100702008


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 10

1.3Tujuan Penelitian ... 10

1.4Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan ... 11

2.2 Teori yang Digunakan ... 14

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Dasar ... 16

3.2 Lokasi Penelitian ... 16

3.3 Sumber Data ... 16

3.4 Instrumen Penelitian... 17

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 17


(10)

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Jenis Permainan Rakyat Melayu Deli ... 19

4.2 Cara Bermain Permainan Rakyat Melayu Deli ... 19

4.3 Fungsi Permainan Rakyat Pada Masyarakat Melayu Deli ... 50

4.4 Cara Merevitalisasi Permainan Rakyat Melayu Deli ... 54

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN

1. Data Informan

2. Surat Izin Penelitian dari Fakultas 3. Surat Keterangan dari Kepala Desa 4. Kepustakaan/Dokumen Tertulis


(11)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Revitalisasi Permainan Rakyat Melayu Deli : Kajian Folklor. Teori yang penulis gunakan adalah teori James Dananjaya yang memasukkan permainan rakyat kedalam kelompok folklor sebagian lisan.

Penulis melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini kedua tempat yaitu di Istana Maimun, Kelurahan Aur, Kota Madya Medan, dan di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang. Adapun metode yang penulis gunakan dalam melakukan penelitian adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penulis menggunakan metode kualitatif karena sangat tepat untuk menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan sebenarnya di lapangan.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa permainan rakyat Melayu Deli mempunyai banyak jenis dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia dengan nama yang berbeda-beda. Permainan rakyat Melayu Deli mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu Deli. Hal ini terlihat dari berbagai fungsi yang terdapat dalam sebuah permainan rakyat Melayu dan berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dari berbagai aspek kehidupan baik secara personal maupun kelompok masyarakat Melayu Deli. Selain itu hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum permainan rakyat Melayu Deli sudah tidak terlihat kepopulerannya. Hal ini terlihat dari sudah jarangnya masyarakat Melayu memainkan permainan rakyat di lokasi yang penulis teliti.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa permainan rakyat Melayu Deli mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat Melayu. Untuk itu permainan rakyat Melayu Deli perlu dijaga kelestariannya.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang berbudaya. Kebudayaan yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat dapat menjadi ciri-ciri atau identitas kelompok masyarakat tersebut. Salah satu cabang ilmu yang mempelajari kebudayaan adalah folklor.

Istilah folklor pertama kali diperkenalkan oleh Alan Dundes. Folklor berasal dari bahasa inggris, yaitu berasal dari kata folk dan lore. (Danandjaya, 1986: 1)

Dundes mengatakan dalam Danandjaya (1982: 1-2)

Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Lore

adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat”.

Folklor dilihat dari bentuknya, dapat dibedakan menjadi tiga. Brunvand ), mengungkapkan dalam Danandjaja (1982: 21) bahwa folklor dibedakan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu: (1) Folklor lisan (verbal folklor), (2) Folklor sebagian lisan (partly verbal folklor), (3) Folklor bukan lisan (non verbal folklor).

Salah satu bentuk folklor sebagian lisan adalah permainan rakyat. Permainan termasuk kedalam folklor sebagian lisan (partly verbal folklor), karena kegiatan ini diperolehnya melalui tradisi lisan dan bukan lisan. Setiap bangsa di


(13)

dunia umumnya mempunyai permainan rakyat. Permainan rakyat dapat dimainkan oleh kanak-kanak maupun orang dewasa.

Mahyudin dalam blognya di internet melayuonline.com yang membahas balai kajian dan pengembangan budaya Melayu mengatakan :

“Permainan dalam suatu masyarakat berawal dari rasa ketidakpuasan mereka terhadap kondisi kehidupan yang monoton. Manusia senantiasa mendambakan selingan sebagai hiburan yang dapat menimbulkan kegairahan hidupnya. Untuk itulah, manusia tidak segan-segan berkorban demi memenuhi kebutuhan hiburan, sebagai pengisi waktu luang di sela-sela rutinitas kesehariannya. Kegiatan apa pun, dengan berbagai tujuannya, dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kebosanan yang timbul akibat kegiatan yang berulang-ulang sepanjang hari. Diantara kegiatan yang dapat dilakukan, agar menimbulkan kegairahan hidup manusia, adalah berbagai bentuk permainan rakyat”.

Brunvand mengatakan dalam Syahrial (1997: 2)

“Biasanya permainan rakyat dilakukan berdasarkan gerak tubuh seperti lari, dan lompat; atau berdasarkan kegiatan sosial sederhana, seperti kejar-kejaran, sembunyi-sembunyian, dan berkelahi-berkelahian; atau berdasarkan matematika dasar atau kecekatan tangan, seperti menghitung, dan melempar batu ke suatu lubang tertentu; atau berdasarkan untung-untungan, seperti main dadu”.

Danandjaya mengatakan (1986 : 171-172).

“Pada beberapa suku bangsa di Indonesia yang masih hidup secara tradisional, seperti masyarakat Bali Aga dari Desa Irunyan, jenis permainan rakyat dibagi dalam dua golongan yakni: permainan rakyat yang bersifat sekuler (keduniawian), dan permainan rakyat yang bersifat sakral (suci). Selain itu, di desa itu permainan rakyat dapat pula digolongkan berdasarkan perbedaan umur (orang dewasa dan kanak-kanak), berdasarkan perbedaan jenis kelamin (pria dan wanita), berdasarkan perbedaan kedudukan dalam masyarakat atau lapisan sosial (kalangan atas dan kalangan bawah, para bangsawan, dan orang kebanyakan)”.

Berdasarkan perbedaan sifat permainan, maka permainan rakyat (folk games) dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu permainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (game). Perbedaan permainan bermain dan permainan bertanding, adalah bahwa yang pertama lebih berfungsi untuk mengisi


(14)

waktu senggang atau rekreasi, sedangkan yang kedua kurang mempunyai fungsi rekreasi.

Roberts dan Bush mengatakan dalam Syahrial (1997: 2)

“Permainan untuk bertanding mempunyai lima sifat khusus, seperti: (1) terorganisasi, (2) perlombaan (competitive), (3) harus dimainkan paling sedikit oleh dua orang peserta, (4) mempunyai kriteria yang menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, dan (5) mempunyai peraturan permainan yang telah diterima bersama oleh para pesertanya”.

Dalam keseharian anak tiada hari tanpa bermain, dan mencari kesenangan. Kesenangan itulah yang menjadi dasar berpikir positif yang mendorong perkembangan kreativitas anak. Tumbuh dan berkembangnya suatu permainan anak tidak lepas dari lingkungannya dalam arti luas (alam, sosial, budaya). Lingkungan alam, sosial, dan budaya yang berbeda akan menghasilkan permainan yang berbeda. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir misalnya, mereka akan menumbuh-kembangkan permainan yang berorientasi pada kelautan. Sedangkan masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman, mereka akan menumbuh-kembangkan permainan yang berorientasi pada lingkungan alamnya yang berupa dataran tinggi atau pegunungan. Selain itu, karena permainan tradisional anak mendapatkan pengaruh kuat dari budaya lokal, maka permainan tradisional mengalami pergantian, penambahan, maupun pengurangan sesuai kondisi daerah setempat. Nama permainan sering berbeda antardaerah, namun memiliki persamaan atau kemiripan dalam cara memainkannya.

Permainan tradsional anak berkembang seiring berkembangnya kemampuan anak dalam mengidentifikasi, memodifikasi, dan mengadaptasi alam serta lingkungan sosial mereka. Dengan demikian, kerusakan alam akan


(15)

berpengaruh terhadap pola permainan yang mereka jalani. Begitu juga dengan perkembangan anak. Perlindungan terhadap hak anak dalam mencapai kesenangan sama artinya dengan melindungi wilayah permainannya, yang tidak lain alam itu sendiri. Perubahan alam yang drastis menimbulkan kejutan budaya bagi anak. Pola permainan menjadi lebih reaktif.

Permainan tradisional anak umumnya bersifat rekreatif, kompetitif, paedagosis, magis, dan religius. (Yunus,1982 : 1)

Permainan anak yang bersifat tradisional mendorong perkembangan

physicomotoric dan afektif. Permainan anak laki-laki cenderung diluar ruang,

eksploratif dan koordinatif. Unsur-unsur permainan tersebut mengembangkan bagaimana mereka berorganisasi, seperti bermain patok lele. Hal yang berbeda dari anak perempuan adalah ketekunan dan ketelitian yang menjadi ciri anak perempuan memengaruhi jenis-jenis permainannya, seperti main serampang 12.

Permainan rakyat Melayu yang dikhususkan kepada permainan rakyat Melayu di tanah Deli, merupakan warisan nenek moyang yang perlu kita pelihara, sebab didalamnya terkandung unsur-unsur yang dapat dijadikan pedoman dari kecerdasan bersiasat, ketangkasan raga, dan kemahiran melakukan suatu perbuatan dalam permainan. Permainan rakyat Melayu memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat Melayu Deli yang mendiami Kabupaten Deli Serdang, dan penyebarannya meliputi kota Medan, Delitua, daerah pesisir, pinggiran sungai Deli, dan Labuhan Deli.

Berdasarkan hasil penelitian, asal-usul permainan rakyat Melayu Deli tidak diketahui secara pasti. Ada yang menginformasikan dari luar negara


(16)

Indonesia, ada yang berpendapat dari luar tanah Deli, dan ada yang mengatakan dari tanah Deli namun juga dipengaruhi oleh kebudayaan suku bangsa Indonesia yang lain. Hal ini wajar saja terjadi diakibatkan hubungan dalam jalur perdagangan dengan bangsa lain pada zaman dahulu, faktor letak geografis Indonesia yang mempunyai banyak suku dan budaya, serta permainan itu sendiri yang bersifat anonim (tidak diketahui penciptanya).

Adapun permainan rakyat Melayu Deli yang dapat diketahui sumbernya diantaranya adalah congkak dan engklek. Beberapa sumber menyebutkan bahwa congkak berasal dari negara Arab atau Timur Tengah. Hal ini mengacu pada sebuah penggalian arkeolog dari National Geographic di wilayah Yordania. Ditemukan sebuah lempengan dengan beberapa cekungan berderet paralel. Para ahli menyimpulkan benda tersebut adalah sebuah papan permainan congkak, berasal dari sekitar tahun 7.000 SM. Permainan congkak diyakini lalu menyebar ke Afrika dan Asia. Dalam bahasa Inggris congkak disebut dengan “mancala” yang berasal dari bahasa Arab “naqala” yang berarti “bergerak”. Orang Afrika menyebut congkak dengan kata “wari” yang berarti mengacu pada bagian cekung pada papan congkak yang disebut “awari” yang berarti “rumah”. Di Indonesia, seperti di Jawa, orang Jawa kuno menyebut permainan congkak dengan nama dakon, dhakon, dhakonan, dan congklak. Biasanya mereka bermain congkak untuk menghitung musim tanam dan musim panen. Di Sulawesi permainan congkak disebut dengan beberapa nama seperti mokaotan, maggaleceng, aggalacang, dan nogarata. Ada sebuah tradisi pada kebudayaan mereka dalam


(17)

bermain congkak. Mereka memainkan permainan congkak hanya peda waktu tertentu, yaitu pada saat ada kerabat yang meninggal dunia.

Permainan rakyat Melayu Deli lainnya yang diketahui asalnya adalah engklek. Beberapa sumber menyebutkan bahwa permainan engklek berasal dari Roma, Itali. Dalam bahasa Inggris engklek disebut dengan kata “hop scotch” yang terdiri dari dua kata “hop” dan “scotch”. “Hop” berarti melompat atau lompat dan “scotch” berarti garis-garis yang berada di dalam permainan tersebut. Permainan ini awalnya digunakan untuk latihan perang tentara Roma, di daerah Great North Road ( perjalanan untuk penjajahan daerah dari Glosgow, Skotlandia ke Inggris). Sumber lain menyebutkan permainan engklek bernama asli zondag maandag berasal dari bahasa Belanda dan sudah populer di kalangan anak-anak perempuan di Eropa pada masa perang dunia. Lalu diyakini menyebar ke Indonesia pada masa penjajahan, saat itu anak-anak perempuan Belanda mengajarkan permainan engklek kepada anak-anak perempuan pribumi.

Di Indonesia, khususnya masyarakat Melayu Deli, umumnya mempunyai kebiasaan untuk memanfaatkan waktu senggangnya dengan bermain yang dapat berfungsi sebagai hiburan dan mengadu ketangkasan, baik ketangkasan jasmani maupun kecerdasan otak dalam mengatur strategi. Dalam kehidupan anak-anak dan remaja misalnya, permainan berfungsi sebagai latihan mempertajam kecerdasan dan keterampilan memainkan alat-alat permainannya.

Permainan rakyat, khususnya permainan rakyat Melayu Deli, sebagai aspek kebudayaan, sebagian besar sudah tidak terlihat kepopulerannya, karena sudah jarang dimainkan. Hal ini diakibatkan karena terdesak oleh alat-alat


(18)

permainan modern, sehingga nilai kultur dari permainan yang dikenal sebelumnya sudah berangsur hilang, kalaupun masih dimainkan hanya terdapat pada lingkungan terbatas. Anak-anak beralih pada permainan elektronik yang lebih canggih. Hampir seluruh permainan anak-anak saat ini menggunakan sistem komputerisasi dalam pengoperasiannya. Namun perlu disadari, bahwa permainan modern saat ini memiliki dampak negatif yang cukup berpengaruh bagi anak-anak. Seperti, dengan adanya perkembangan teknologi dari waktu ke waktu menyebabkan pembaharuan terus-menerus pada permainan, menjadikan kecenderungan dan kecanduan, anak-anak menuntut edisi terbaru dari permainan yang dimiliki, sehingga dari segi psikologi dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa permainan modern, membentuk mental anak yang penuntut. Lebih lanjut lagi jika kecanduan terhadap permainan modern pada diri anak tidak teratasi maka yang akan terjadi adalah anak-anak pada jam sekolah akan bolos dan memenuhi warung-warung internet (warnet) untuk bermain game online dan menghabiskan uang mereka disana, seperti yang banyak kita lihat saat ini. Jika ditinjau lebih jauh lagi dampak negatif yang ditimbulkan oleh permainan modern dari sisi medis, adalah anak-anak akan mengalami penuaan dini dalam arti mereka akan mengalami rabun, nyeri sendi, serta kekurangan asupan gizi karena frekuensi menatap layar monitor komputer yang terlalu lama, duduk berjam-jam tanpa diselingi rileksasi atau isrirahat, serta lupa makan dan minum air mineral akibat kecanduan tersebut.

Selain itu, faktor alam yang sudah berubah juga menjadi aspek yang melatarbelakangi meredupnya eksistensi permainan rakyat. Globalisasi,


(19)

pertumbuhan populasi yang meningkat tajam, serta kegiatan urbanisasi yang menjadi rutinitas setiap tahunnya menjadikan kepadatan penduduk, yang memaksa anak-anak Indonesia kehilangan tempat bermainnya. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengembalikan hak-hak anak sebagai rakyat Indonesia, dengan cara memfasilitasi, memberi ruang yang aman dan nyaman agar mereka dapat bermain dengan tenang. Seperti mempertahankan tanah lapang dengan rumput-rumput hijaunya di beberapa titik di kota-kota besar. Hal yang menjadi masalah dan membuat miris adalah pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab dan berkompeten dalam membuat dan mengambil kebijakan, sebagian besar hanya mengutamakan ego dan kepentingan pribadi, lebih khusus lagi dalam hal finansial. Mereka mengorbankan masa depan anak-anak Indonesia. Dalam hal ini mereka mengorbankan infrastruktur, sarana, dan prasarana yang berkaitan dengan tempat permainan anak berganti dengan gedung-gedung pencakar langit.

Faktor ketiga, orang tua menjadi guru utama bagi anak. Untuk itulah peranan orang tua sangat penting dalam memperkenalkan permainan rakyat pada anak-anaknya. Namun, dewasa ini orang tua juga tidak mengenali lagi permainan rakyat. Kalaupun ada orang tua yang mengetahui akan permaian rakyat, sudah jarang dari mereka yang mau memperkenalkan permainan tersebut pada anaknya. Mereka lebih suka memberikan alat-alat elektronik seperti laptop, kaset video game, dan lain sebagainya kepada anaknya agar lebih mudah bermain tanpa mengganggu aktivitas mereka, karena tidak ada waktu untuk bermain bersama. Adapun pilihan lain orang tua zaman sekarang adalah mengikutsertakan


(20)

anak-anaknya dalam program outbound yang tumbuh menjamur. Itupun baru bisa dilakukan jika masa liburan anak bersamaan dengan masa libur orang tua.

Hal ini biasanya terjadi pada anak-anak yang berasal dari keluarga berkemampuan ekonomi di atas rata-rata, namun kedua orang tuanya bekerja di luar rumah (anak diurus oleh pengasuh). Fenomena ini juga menjadi faktor memudarnya ketenaran permainan rakyat di kalangan anak-anak.

Berdasarkan penelitian, seluruh permainan rakyat di Indonesia memiliki kesamaan yakni pengenalan diri, alam, dan Tuhan. Permainan tradisional memiliki banyak sisi positif yang seringkali diabaikan. Permainan tradisional mengajarkan banyak hal pada anak-anak, sehingga dapat diingat sepanjang masa. Permainan tradisional lebih menyenangkan, mendidik dalam bermain, dan terdapat banyak pesan dalam setiap permainan, selain itu permainan tradisional sangat “bersahabat dan ramah”, sehingga dapat dimainkan seluruh anak-anak Indonesia, tanpa memperhitungkan ras, agama, dan budaya. Permainan tradisional menanamkan Bhineka Tunggal Ika (Unity in Diversity) sejak dini yang kokoh bagi anak-anak Indonesia.

Sebagai warisan budaya yang bernilai luhur tinggi, dikuatirkan akan punah sama sekali, kalau upaya penghidupan kembali atau revitalisasi terhadap permainan rakyat Melayu Deli terlambat dilaksanakan. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian tentang Revitalisasi permainan rakyat Melayu Deli. Agar generasi muda penerus bangsa, khususnya masyarakat Melayu Deli, tetap mengenali permainan rakyatnya demi menjaga kelestarian budayanya.


(21)

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apa sajakah jenis permainan rakyat Melayu Deli?

2. Apakah fungsi permainan rakyat pada masyarakat Melayu Deli? 3. Bagaimanakah cara merevitaliasi permainan rakyat Melayu Deli?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menjelaskan jenis permainan rakyat Melayu Deli.

2. Menjelaskan fungsi permainan rakyat pada masyarakat Melayu Deli. 3. Menjelaskan cara merevitalisasi permainan rakyat Melayu Deli.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah :

1. Sebagai usaha menginventarisasi khazanah budaya Melayu Deli.

2. Untuk memberikan wawasan tentang permainan rakyat Melayu Deli kepada masyarakat luas pada umumnya, dan kepada masyarakat Melayu pada khususnya.

3. Sebagai referensi kepustakaan, khususnya revitalisasi permainan rakyat Melayu Deli untuk penelitian selanjutnya.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Ada beberapa buku yang penulis pakai dalam memahami dan langsung mendukung penelitian ini, diantaranya buku yang berkaitan dengan revitalisasi yang penulis gunakan adalah buku Kearifan Lokal, hakikat, peran, dan metode tradisi lisan ditulis oleh Robert Sibarani.

Revitalisasi berasal dari kata vital yang artinya sesuatu yang sangat penting. Revitalisasi adalah usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan yang sudah jarang terlihat agar dikenali oleh generasi penerus guna menjaga kelestarian kazanah budaya suatu suku bangsa dari kepunahan.

Salah satu kebudayaan yang saat ini membutuhkan peranan revitalisasi di dalamnya adalah folklor, sebagai salah satu cabang ilmu yang mempelajari tradisi lisan, budaya lisan, dan adat lisan. Tradisi lisan, budaya lisan, dan adat lisan, adalah pesan atau kesaksian yang disampaikan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Adapun ciri-ciri tradisi lisan:

a) Kebiasaan berbentuk lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan, b) Memiliki peristiwa atau kegiatan sebagai konteksnya, c) Dapat diamati dan ditonton,

d) Bersifat tradisional,

e) Diwariskan secara turun-temurun,

f) Proses penyampaian dengan media lisan atau “dari mulut ke telinga”, g) Mengandung nilai-nilai budaya sebagai kearifan lokal,

h) Memiliki versi atau variasi,

i) Berpotensi direvitalisasi dan diangkat secara kreatif sebagai sumber industri budaya,


(23)

Wujud tradisi lisan:

a) Tradisi berkesusasteraan lisan,

b) Tradisi pertunjukan dan permainan rakyat, c) Tradisi teknologi tradisional,

d) Tradisi pelambangan atau simbolisme, e) Tradisi musik rakyat.

(Sibarani, 2012 :123-124).

Buku yang berkaitan dengan folklor yang penulis gunakan adalah buku

Folklor Indonesia ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain ditulis oleh James Danandjaya. Brunvand (dalam Danandjaja, 1986: 21), mengungkapkan bahwa folklor dibedakan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu :

(1) Folklor lisan (verbal folklor), adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti pribahasa, pepatah, dan pameo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng; (f) nyanyian rakyat.

(2) Folklor sebagian lisan (partly verbal folklor), adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain (a) kepercayaan rakyat, (b) permainan rakyat, (c) teater rakyat, (d) tari rakyat, (e) adat-istiadat, (f) upacara, (g) pesta rakyat.

(3) Folklor bukan lisan (non verbal folklor) adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yakni yang material dan yang bukan


(24)

material. Bentuk-bentuk folklor yang tergolong material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, masakan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional (gasture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya di Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika), dan musik rakyat.

Selanjutnya buku yang berisi tentang berbagai permainan rakyat yang penulis gunakan adalah buku Budaya Melayu ditulis oleh Farizal Nasution dan Asli Br. Sembiring, buku Permaian Anak-Anak Daerah Sumatera Utara ditulis oleh Abu Bakar, dkk. Kedua buku ini digunakan untuk mengetahui jenis-jenis permainan rakyat Melayu.

Berikut ini penulis rincikan nama-nama permainan rakyat yang terdapat di kedua buku tersebut:

1. Buku Nasution/Sembiring : (a) Tong Along-Along, (b) Main Rimau, (c) Campak Bunga, (d) Sibimbit, (e) Mangohoi-Ahoi, (f) Timang sayang (g) Tam-Tam Buku.

2. Buku Abu Bakar : (a) Tong Along-Along, (b) Main Rimau, (c) Campak Bunga, (d) Sibimbit, (e) Erbicik, (f) Erdeger, (g) Erpantek, (h) Mergaltuk, (i) Merkerang, (j) Mersibahe, (k) Merimbo-Imbo, (l) Merboni-Boni Saputangan, (m) Mersapsap Sere, (n) Merdetes, (o) Mertintin-Tintin, (p) Marsi Jacob, (q) Main Sisik, (r) Main Koceng-Kocengan, (s) Marburkuk, (t) Famaikara, (u) Fakete Bulu Go’o, (v) Fusukhu.


(25)

2.2 Teori yang Digunakan 2.2.1 Teori Revitalisasi

Model revitalisasi:

a) Penelitian bentuk dan isi tradisi lisan

Melakukan penelitian kualitatif mengenai tradisi lisan untuk direvitalisasi dengan:

- Observasi partisipatoris dan langsung, - Wawancara terbuka dan mendalam, - Diskusi kelompok terarah,

- Kepustakaan/dokumen tertulis. b) Perencanaan tradisi lisan dan pendukungnya

Mengikutsertakan masyarakat setempat dalam: - Menetapkan prioritas revitalisasi, - Merencanakan program revitalisasi, - Membentuk kelompok tradisi lisan, - Mengelola kelompok tradisi lisan,

- Mensosialisasikan kelompok tradisi lisan kepada pendukungnya, - Meregenerasikan tradisi lisan.

(Sibarani, 2012 : 294).

2.2.2 Teori Folklor

Berdasarkan perbedaan sifat permainan, maka permainan rakyat (folk games) dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu permainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (game).

Roberts dan Sutton Smith dalam (Dananjaya, 1982: 171) mengatakan: Pembagian permainan bertanding:

a) permainan bertanding yang bersifat keterampilan fisik (game of physical skill),

b) permainan bertanding yang bersifat siasat (game of strategy),

c) dan permainan bertanding yang bersifat untung-untungan (game of change).


(26)

2.2.3 Teori Fungsi

Fungsi-fungsi folklor terutama yang lisan dan sebagian lisan menurut William dan Bascom dalam (Dananjaya, 1982 : 19) mengatakan:

a) Sebagai system proyeksi (projective system), yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif,

b) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan,

c) Sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device),

d) Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuh anggota kolektifnya.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar penelitian yang penulis lakukan adalah metode kualitatif. Penulis menggunakan metode kualitatif karena sangat tepat untuk menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan sebenarnya di lapangan.

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian revitalisasi permainan rakyat Melayu Deli ini adalah pada daerah yang didiami oleh suku Melayu Deli, yaitu masyarakat Melayu Deli yang berdomisili di Kecamatan Medan Maimun Kelurahan Aur, serta di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang.

3.3 Sumber Data

Dalam melakukan penelitian penulis mendapatkan sumber data dalam dua bentuk, yaitu skunder dan primer. Sumber data skunder penulis dapatkan dari buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi melalui metode kepustakaan (library resarch). Sumber data primer penulis dapatkan dari lokasi penelitian yaitu di Istana Maimun dan desa Karang Gading, melalui metode observasi dan wawancara kepada informan.


(28)

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat penelitian yang penulis gunakan adalah peralatan tulis untuk mencatat informasi, perekam suara untuk wawancara, foto untuk dokumentasi gambar, dan video untuk dokumentasi gambar yang bergerak beserta suara.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Metode kepustakaan (library research), yaitu dengan mencari data dan buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini.

b) Metode observasi, yaitu penulis langsung ke lapangan melakukan pengamatan terhadap kegiatan penelitian.

c) Metode wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan kepada informan yang memahami masalah penelitian ini.

3.6 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, karena metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, maka peneliti bersifat netral supaya tidak memengaruhi data. Metode analisis data merupakan suatu langkah kritis dalam penelitian, karena tahap dalam menyelesaikan masalah adalah dengan menganalisis data yang telah dikumpul jadi satu.


(29)

a) Mengklasifikasikan permainan rakyat Melayu Deli tersebut berdasarkan sifat permainannya.

b) Mendeskripsikan alat-alat yang digunakan dalam permainan rakyat Melayu Deli yang telah didapat di lapangan.

c) Mendeskripsikan cara bermain permainan rakyat Melayu Deli yang telah didapat di lapangan.

d) Menguraikan fungsi permainan tersebut yang telah didapat di lapangan. e) Menguraikan cara merevitalisasi permainan rakyat Melayu Deli yang telah


(30)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Jenis Permainan Rakyat Melayu Deli

Jenis permainan rakyat Melayu yang terdapat di Tanah Deli dilihat berdasarkan sifat permainannya, yaitu permainan untuk bermain (play), dan permainan untuk bertanding (game). Permainan untuk bermain (play), yaitu: (a) injit-injit semut, (b) kucing dan tikus, (c) lu-lu cina buta, (d), tam-tam buku, (e) wak-wak udin, (f) ye-ye. Permainan untuk bertanding (game), yaitu: (a) congkak, (b) engklek, (c) engrang, (d) galasin, (e) guli, (f) laga, (g) layang-layang, (h) patok lele, (i) pecah piring, (j) serampang 12.

Perlu diketahui, berdasarkan informasi yang penulis dapatkan bahwa masyarakat Melayu Deli tidak mengetahui secara pasti asal mula permainan tersebut. Tetapi, permainan tersebut sudah dimainkan oleh mayarakat Melayu Deli sejak dahulu. Permainan rakyat Melayu Deli juga mendapat pengaruh dari kebudayaan lain di Indonesia. Hal ini terlihat dari nama permainan yang hampir sama, serta ada kata-kata yang digunakan dalam nyanyian pada suatu permainan tersebut bukanlah berbahasa Melayu.

4.2 Jenis dan Cara Bermain Permainan Rakyat Melayu Deli A. Congkak

1. Alat-alat yang digunakan dalam permainan congkak a) Papan congkak


(31)

Papan congkak sering juga disebut dengan rumah congkak. Pada awalnya papan congkak terbuat dari kayu yang dibentuk menyerupai bangunan perahu. Secara umum ukuran rumah congkak 50x20 cm dan tebal 8 cm. Pada sisi papan bagian atas dibuat 16 lubang tempat buah congkak. Terbagi atas dua lubang besar yang disebut lubang induk atau “rumah”, serta 14 lubang kecil yang disebut “kampung”.

biji congkak kampung rumah

Gambar 1. Sketsa papan congkak b) Biji congkak

Biji congkak dapat berupa batu-batu kerikil sebesar ujung kelingking, kulit siput, biji sawo, dan guli. Biji congkak yang paling sering digunakan adalah kulit kucing-kucingan, yaitu sejenis siput kecil yang hidup di pasir pantai. Biji congkak berjumlah 98 buah, atau masing-masing pemain memiliki 49 buah. Dalam permainan, biji-biji congkak tersebut diisikan ke lubang congkak. Setiap lubang berisi tujuh buah. Jika dalam permainan ada terjadi lubang yang kosong, maka disebut dengan “pekong”.

2. Peserta dalam permainan congkak

Jumlah pemain dalam permainan ini adalah dua orang. Menurut informasi, pada zaman dahulu umur pemain berkisar antara 18-20 tahun, dan mayoritas anak


(32)

gadis yang memainkan permainan ini. Permainan ini biasanya dimainkan pada saat hari menjelang sore, setelah anak-anak gadis tersebut selesai membereskan pekerjaan di rumah.

3. Cara bermain permainan congkak

Pada permainan congkak pemain duduk berhadap-hadapan dan meletakkan papan congkak di tengah-tengah mereka. Lubang yang dihadapan mereka masing-masing menjadi kampung mereka, dan lubang besar yang disebelah kiri mereka menjadi rumah mereka masing-masing. Permainan dimulai secara bersama-sama. Pemain mengambil semua buah dari satu lubang mana saja asal milik sendiri. Setiap lubang (kampung) diisi satu buah biji congkak, cara pengisiannya dimulai dari satu lubang pertama setelah lubang asal biji congkak, menuju ke arah kiri termasuk lubang induk (rumah) serta kampung lawan. Untuk rumah lawan tidak diisi. Pada setiap lubang tempat biji terakhir masuk, baik itu lubang kampung sendiri maupun lubang kampung lawan, diambil biji congklak untuk terus dijalankan seperti biasa. Bila biji terakhir tiba pada lubang kosong, ada dua alternatif: Jika lubang congkak di depannya, baik lubang sendiri maupun lubang lawan kosong, maka jalannya mati. Giliran pemain lainnya melakukan biji congkaknya. Kalau lubang congkak di depannya baik milik sendiri maupun milik lawan berisi biji, terjadilah keadaan yang disebut “tembak”, artinya semua biji di lubang itu boleh diambil semua, dan pemain terus berjalan. Kalau perjalanan biji congkak tidak sampai memutar, tidak boleh dilakukan tembak. Bila biji congklak terakhir jatuh pada lubang induk (rumah), maka pemain boleh memilih mengambil biji congklak dari lubang miliknya yang mana saja, lalu menjalankan


(33)

permainan seperti biasa. Pemain dinyatakan kalah apabila sudah mendapatkan pekong tujuh (seluruh kampung hangus terbakar).

4.Rumus anjuran bermain congkak

Agar dapat memegang kendali dalam permainan congkak, maka pemain harus terus-menerus memasukkan biji congkak ke dalam lubang induk (rumah). Dimulai dari lubang ketujuh, lubang pertama, lubang ketiga, lubang kelima, lubang ketiga, dan lubang pertama. Selanjutnya pemain dapat menggunakan perasaan dan ingatannya terhadap jumlah biji-biji congkak lawan yang telah mengalami penambahan maupun pengurangan untuk kemudian dihitung dan diterka-terka. Tidak ada yang salah dalam menerapkan rumus ini, tetapi ada saja pihak lawan yang bukan etnis Melayu mengatakan bahwa orang Melayu curang dalam bermain congkak, dikarenakan pihak lawan tersebut tidak mengetahui rumusnya. Jika sudah terjadi pekong maka rumusnya adalah menjalankan lubang sebanyak pekongnya. Bila pekong satu maka lubang pertama yang dimainkan, bila pekong dua maka lubang kedua yang dimainkan, begitu seterusnya. Lalu dilanjut dengan memainkan dua lubang setelahnya (dikelang satu).


(34)

B. Engklek

1. Alat-alat yang digunakan dalam permainan engklek a) Sebilah kayu atau kapur

Kayu atau kapur gunanya untuk membuat gambar permainan. Pertama dibuat dahulu gambar di atas tanah atau perkarangan rumah dengan bentuk manusia. Ada kepalanya, bahu, dada, rok, dan kaki, yang berbentuk petak. Adapun ukurannya sebagai berikut: diameter kepala 30 cm, bahu 120 cm, dada 60 cm, rok 65 cm, dan kaki 30 cm.

Gambar 3. Sketsa pola permainan engklek b) Gacok

Gacok adalah alat yang digunakan dalam permainan engklek. Gacok yang dipergunakan dalam permainan engklek biasanya adalah batu kerikil. Setiap pemain memiliki sepuluh gacok.

30 cm

120 cm

60 cm

30 cm 30 cm

65 cm


(35)

2. Peserta dalam permainan engklek

Pemain minimal terdiri atas dua orang. Biasanya yang bermain adalah anak perempuan usia 8-12 tahun.

3. Cara bermain permainan engklek

Melakukan suit untuk menentukan urutan pemain. Permainan dimulai dengan melempar gacok. Gacok tersebut tidak boleh melewati kotak-kotak yang digambar, harus berada di dalamnya. Kemudian pemain akan melompat-lompat dengan satu kaki, tidak boleh terkena garis dan keluar dari garis, untuk mengambil gacok tersebut. Saat tiba di rok, pemain boleh menapak dengan dua kaki, begitu juga dengan bagian bahu. Mula-mula gacok dilempar di bagian kaki, kemudian rok, dada, bahu, terakhir kepala. Setelah semua berhasil dilalui, tahap berikutnya adalah mengambil bintang. Pemain berdiri membelakangi gambar. Kemudian pemain melemparkan gacok melewati kepala. Dimana gacok tersebut jatuh, disitu menjadi bintangnya. Pada tahap mengambil bintang, biasanya tiap pemain melemparkan gacok sebanyak lima kali dan gacok harus berada di dalam gambar permainan agar mendapat poin. Bila gacok jatuh di luar garis, maka pemain tidak mendapat poin. Pemain dinyatakan menang apabila poinnya lebih tinggi dari poin lawannya. Nilai disetiap gambar berbeda-beda. Bila gacok jatuh di kaki maka mendapat poin 20, jika jatuh di rok maka mendapat poin 40, jika jatuh di dada maka mendapat poin 60, jika jatuh di bahu maka mendapat poin 80, dan jika jatuh di kepala maka pemain mendapatkan poin 100.


(36)

Gambar 4. Cara bermain engklek

C. Engrang

1. Alat yang digunakan dalam permainan engrang a) Bambu

Sebatang bambu yang panjangnya berukuran sekitar 2-2,5 m, dengan diameter sekitar 3 cm. Sekitar 30 cm dari ujung bawah bamboo dibuat tempat penopang kaki sepanjang 15-20 cm. Setiap peserta memiliki sepasang engrang.


(37)

2. Peserta dalam permainan engrang

Jumlah pemain dalam permainan ini antara 5-10 orang atau lebih. Permainan dapat dilakukan secara beregu atau perorangan. Usia pemain kira-kira 10-15 tahun. Jenis kelamin yang memainkan adalah laki-laki dan perempuan. Pemain engrang adalah dari kalangan anak-anak sampai orang dewasa.

4. Cara bermain permainan engrang

Permainan engrang dilakukan jika telah cukup banyak anak berkumpul. Sebelum permainan dimulai mereka suit untuk menentukan siapa yang mendapat kesempatan pertama bermain, regu A, regu B, regu C. Kalau permainan dilakukan secara perorangan, maka pelaksanaannya dilakukan secara beramai-ramai. Setelah undian selesai dilakukan, maka para pemain bersiap-siap di tempat start dan menaiki engrang sambil mendengar pengarahan dari panitia atau penyelenggara. Permainan dilakukan secara bergiliran, sampai seluruh peserta mendapat kesempatan bermain. Pemenang adalah pemain yang pertama mencapai garis

finish.


(38)

D. Galasin

1. Alat yang dipergunakan dalam permainan galasin a) Sebilah kayu

Kayu digunakan untuk membuat gambar yang cukup besar di tanah dengan ukuran sekitar 9x4 m. Dengan cara menekan kayu agak keras ke tanah, agar garis yang dibuat tidak mudah hilang. Kotak tersebut kemudian dibagi menjadi 6 bagian. Bisa juga menggunakan lapangan badminton atau lapangan bulu tangkis.

Gambar 7. Sketsa pola permainan galasin 2. Peserta dalam permainan galasin

Pemain terdiri dari dua regu, yaitu regu yang berjaga dan regu yang bermain. Setiap regu terdiri dari 4-6 orang. Biasanya permainan ini dimainkan oleh anak laki-laki sekitar umur 6-10 tahun.


(39)

3. Cara bermain permainan galasin

Ketua dari masing-masing regu melakukan suit untuk menentukan regu berjaga dan regu bermain. Masing-masing garis dijaga oleh satu orang. Anggota regu yang berjaga digaris horizontal hanya boleh bergerak ke kiri dan ke kanan. Sedangkan ketua regu yang kalah berjaga di garis horizontal pertama dan sepanjang garis vertikal. Anggota regu bermain berada di dalam kotak dan ketua regu bermain berada di luar garis horizontal pertama. Regu bermain lalu menerobos pertahanan regu berjaga sampai keluar kotak. Regu yang bermain harus mengatur strategi untuk bisa melewati hadangan regu lawan, tanpa tersentuh apalagi tertangkap, untuk membebaskan diri sampai keluar dari kotak. Regu bermain dianggap kalah jika ada salah satu anggotanya yang tersentuh atau ditangkap oleh regu berjaga. Jadi mesti berhati-hati dan bergerak cepat. Untuk dapat memenangkan permainan, salah satu anggota pemain harus lolos sampai keluar dari kotak dan kembali sampai berada di luar garis horizontal pertama.

Gambar 8. Cara bermain galasin

E. Guli

1. Tempat dan peralatan permainan guli a) Lapangan permainan


(40)

Guli dimainkan di arena yang berukuran 5x2 m. Di arena tersebut dibuat tiga buah lubang. Lubang I disebut lubang raja atau lubang induk yang berdiameter 15 cm; lubang II disebut lubang tengah, dan lubang III disebut lubang bawah, masing-masing berdiameter 10 cm. Jarak antara satu lubang ke lubang lain antara 2,88 m- 4,80 m. Selain itu, ada pula istilah garis kandang yang terletak antara lubang raja dan lubang tengah. Pusat lingkarannya terletak pada lubang raja, dari lubang tersebut garis lingkaran ditarik hingga ke lubang tengah.

Gambar 9. Lapangan permainan guli b) Guli

Peralatan yang diperlukan dalam permainan ini adalah beberapa buah guli atau batu kerikil sesuai dengan jumlah pemain. Tapi yang paling sering digunakan adalah guli, karena bentuknya bulat sempurna sehingga lebih mudah digunakan untuk bermain.

2. Peserta dalam permainan guli

Permainan guli dikelompokkan menjadi dua: main beraje dan main berundung. Main beraje dilakukan secara perorangan atau satu lawan satu, dimainkan oleh anak laki-laki dengan jumlah pemain antara 2-5 orang yang


(41)

berumur antara 8-12 tahun. Sedangkan main berundung adalah permainan yang terdiri dari dua regu, masing-masing regu terdiri dari 2-4 orang, dimainkan oleh anak laki-laki, atau anak perempuan. Namun terkadang permainan ini dilakukan secara bersama-sama oleh anak laki-laki dan anak perempuan.

3. Cara bermain permainan guli a) Cara main beraje

Dalam permainan ini, ada istilah pemain I, II, dan III. Urutan ini diperoleh dari pengundian yang dilakukan dengan cara menggelindingkan guli dari lubang raja ke lubang bawah. Guli pemain yang paling dekat dengan lubang bawah menjadi pemain pertama yang akan melakukan jentikan, disusul oleh guli pemain kedua, ketiga, dan seterusnya. Selanjutnya pemain tersebut menyentikkan gulinya dari lubang raja ke lubang tengah. Jika masuk, maka ia ambil raje dengan cara menggelindingkan gulinya ke lubang raje. Jika tidak masuk, maka giliran pemain kedua yang akan menggelindingkan gulinya dengan dua pilihan: memasukkan gulinya ke lubang tengah atau menghadang guli pemain pertama agar jauh dari lubang tengah, dan kemudian memasukkan gulinya ke lubang tengah tersebut. Apabila pemain kedua ini tidak dapat memasukkan gulinya ke lubang tengah, maka giliran pemain ketiga yang akan memasukkan gulinya seperti yang dilakukan pemain sebelumnya. Jika pemain kedua, ketiga, dan seterusnya habis dan tidak dapat memasukkan gulinya ke lubang tengah, maka pemain pertama yang mendapat giliran melanjutkan permainan. Pemain pertama ini boleh menghadang guli lawannya. Bila pemain pertama dapat memasukkan gulinya ke lubang tengah dan lubang bawah, maka ia berusaha lagi memasukkan gulinya ke


(42)

lubang tengah sebagai bentuk nurun. Jika gagal, maka permainan dilanjutkan oleh pemain kedua, dan seterusnya. Pemain dinyatakan menang apabila dapat memasukkan gulinya ke lubang tengah dan lubang bawah. Pemenang memiliki hak untuk menghalau guli-guli lawannya yang ingin masuk ke garis kandang atau kandang raja. Sementara pemain kedua, ketiga, dan seterusnya dinyatakan sebagai pemain yang kalah.

b) Cara main berundung

Pemain pertama dari satu regu menghalau guli-guli yang dekat dengan lubang tengah, pemain kedua mengambil lubang tengah, kemudian lubang bawah, dan begitulah seterusnya. Regu yang terlebih dahulu menguasai lubang tengah dinyatakan sebagai pemenang, sebaliknya regu yang tidak bisa menguasai lubang tengah dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Sebagai sanksinya, mereka menyerahkan mata kaki untuk diselintik oleh regu yang menang.

Gambar 10. Cara bermain guli

F. Injit Injit Semut


(43)

Permainan ini biasa dilakukan oleh 2-5 orang pemain atau bahkan lebih. Semakin banyak yang ikut bermain maka semakin seru. Peserta dalam permainan ini adalah anak laki-laki dan anak perempuan. Biasanya pemain berusia 5-7 tahun. 2. Cara bermain permainan injit injit semut

Kedua belah tangan setiap anak disusun bertingkat sambil saling mencubit halus punggung telapak tangan lawan dibawahnya. Lalu pemain menyanyikan lagu injit injit semut, yang syairnya sebagai berikut:

5 3 3 .3 2 1 in jit in-jit se-mut . 3 3 3 2 1 1 . 7 1 2 2 sia-pa sa kit na-ik di a- . tas

4 4 . 6 6 6 5 in jit in-jit se-mut 5 5 6 5 4 4 . 3 3 2 1 Wa-lau sa-kit ja ngan di le . pas

Begitu terus berulang-ulang. Apabila selesai satu bait lagu tersebut, anak yang tangannya terletak paling bawah pindah ke atas untuk mencubit punggung telapak tangan anak yang sebelumnya ada di posisi paling atas. Permainan berakhir setelah anak-anak merasa jenuh.


(44)

G. Kucing dan Tikus

1. Peserta dalam permainan kucing dan tikus

Pemain adalah anak laki-laki dan anak perempuan berusia 8-12 tahun. Pemain sebanyak 20-30 orang.

2. Cara bermain permainan kucing dan tikus

Melakukan hompimpa untuk menentukan siapa yang menjadi kucing dan tikus. Yang kalah menjadi kucing, dan yang menang menjadi tikus. Sekelompok anak membentuk lingkaran. Pertama si tikus berada di dalam lingkaran, sedangkan si kucing di luar lingkaran. Tugas anak yang membentuk lingkaran adalah melindungi si tikus agar tidak dapat ditangkap kucing. Sementara si kucing harus berusaha keras untuk menangkap si tikus. Jadi saat si tikus berada di dalam lingkaran, kucing akan berusaha menerobos masuk. Anak-anak dilingkaran akan berusaha menghalanginya dengan merapatkan lingkaran. Namun karena si kucing cerdik, suatu saat dia bisa masuk ke lingkaran. Saat itulah si tikus harus keluar dari lingkaran. Kalau tikus lagi ada di luar lingkaran, kucing harus dikurung di dalam. Namun ada kalanya karena kegesitan si kucing, mereka sama-sama bisa berada di luar. Kejar-kejaran pun tidak terelakkan. Apabila si tikus tertangkap oleh si kucing, maka pergantian posisi pemain berubah. Si kucing menjadi tikus, dan tikus menjadi kucing. Permainan berakhir apabila pemain sudah merasa lelah dan bosan.


(45)

Gambar 12. Cara bermain kucing dan tikus

H. Laga

1. Alat-alat yang digunakan dalam permainan laga a) Gasing

Gasing dibuat dari kayu. Adapun kayu yang digunakan umumnya adalah kayu bakau yang tumbuh di pantai. Kayu bakau tersebut harus yang berpintal batangnya atau banyak uratnya, serta terkelupas kulitnya. Hal itu dimaksudkan supaya kayu yang dipakai itu benar-benar tua dan kuat.

b) Tali

Tali merupakan alat pemutar gasing. Tali yang biasa dipergunakan adalah tali pancing. Panjang tali tersebut sekitar 1-5 meter, dan ujungnya diberi lubang untuk tempat masuk jari sewaktu memutar gasing.

c) Sebilah kayu

Sebilah kayu digunakan untuk membuat gambar lingkaran pada tanah dengan diameter satu meter.


(46)

2. Peserta dalam permainan laga

Pada umumnya permainan laga ini dilakukan oleh kaum laki-laki dewasa, usia diatas 17 tahun. Anak laki-laki dibawah 17 tahun hanya sekedar belajar saja dan belum diperbolehkan mengikutinya secara aktif. Sedangkan kaum perempuan tidak diperbolehkan sama sekali bermain, karena dianggap permainan laga ini tidak pantas dilakukan oleh kaum perempuan. Jumlah pemain jika permainan dilakukan secara beregu paling banyak adalah lima orang setiap regu, tetapi biasanya hanya dua atau tiga orang. Permainan ini lebih sering dilakukan secara perorangan.

3. Cara bermain permainan laga

Permainan laga dimulai apabila para pemainnya telah dibagi atas 2 kelompok. Masing-masing kelompok itu memilih seorang tekong yakni seseorang yang dianggap mahir memainkan gasing dan dia biasanya selalu menjadi pemain terakhir. Tekong ini dapat juga dikatakan sebagai pemimpin kelompok. Perannya sangat menentukan dalam usaha mencapai kemenangan. Pada masa dahulu, tekong ini memiliki kekuatan magic untuk digunakan dalam permainan laga. Berikutnya, semua pemain memutar gasingnya dengan tali. Gasing itu akan berputar pada tempat yang telah disiapkan di tanah, berupa gambar lingkaran untuk masing-masing gasing. Apabila gasing itu telah berputar, selanjutnya ditunggu berakhirnya putaran tersebut. Ada beberapa versi kemenangan dalam permainan laga sesuai dengan kesepakatan antar pemain. Pemain dikatakan menang apabila gasingnya paling lama berhenti berputar, dan tidak keluar dari


(47)

lingkaran. Kedua, pemain dikatakan menang apabila gasing tetap berada di dalam lingkaran, setelah gasing antar pemain dilaga (beradu).

Gambar 13. Cara bermain gasing

I. Layang-layang

1. Alat-alat yang digunakan dalam permainan layang-layang a) Kertas, bambu, benang, dan perekat

Alat-alat tersebut dipergunakan untuk membuat layang-layang. b) Benang gelasan (kaca)

Untuk mengulur layang-layang di udara. c) Kaleng

Sebagai tempat gulungan benang saat bermain. 2. Peserta dalam permainan layang-layang

Jumlah peserta dalam permainan layang-layang adalah 3-6 orang dalam satu regu, tapi bisa dilakukan secara perorangan sesuai dengan kesepakatan sebelum bermain. Pada umumnya pemain layang-layang adalah laki-laki berumur antara 13-45 tahun.


(48)

3. Cara bermain permainan layang layang

Para pemain mempersiapkan layang-layang yang akan dimainkan. Setelah persiapan matang, kemudian ditentukan arah angin. Untuk menaikkan layang-layang ini harus ada asisten yang membantu yaitu satu memegang benang. Layang-layang dinaikkan melawan arah angin. Dengan menyongsong arah angin tersebut maka layang-layang akan bisa naik. Adapun tinggi naiknya layang-layang ditentukan panjang benang yang digunakan.Pemenang dalam permainan ini adalah yang mampu memutuskan layang-layang lawannya dan tetap bertahan di udara.

Gambar 14. Cara bermain laying-layang

J. Lu Lu Cina Buta

1. Alat yang digunakan dalam permainan lu lu cina buta a) Sehelai sapu tangan

Sehelai sapu tangan digunakan untuk diikatkan di kepala guna menutup mata bagi yang kalah undi.


(49)

2. Peserta dalam permainan lu lu cina buta

Anak-anak yang berumur sekitar 7-12 tahun. Jumlah pemain paling sedikit sepuluh dan paling banyak 25 orang. Permainan ini dimainkan oleh anak laki-laki dan perempuan.

3. Cara bermain permainan lu lu cina buta

Melakukan hompimpa dan suit untuk menentukan siapa yang menjadi cina buta. Pemain yang menang lalu membuat lingkaran mengelilingi cina buta yang sudah ditutup matanya. Sambil bergandengan tangan mereka lalu berjalan berkeliling sambil menyanyikan lagu lu lu cina buta yang syairnya sebagai berikut:

lu lu cina buta 4 4 2 3 2 2 lu banyak ta-i mata 3 2 4 2 3 2 2 lu ber-ja-lan tera ba raba 3 2 2 4 2 2 3 2 2 lu terantuk nyonya tu-a 3 2 2 3 2 4 5 2

Setelah selesai menyanyikan lagu lu lu cina buta, gandengan tangan semua pemain dilepas. Mereka lalu jongkok atau duduk di tempat posisi terakhir mereka berdiri sambil menghadap pada cina buta. Selanjutnya cina buta dengan jalan meraba-raba mendatangi pemain untuk menerka siapa yang dirabanya. Cina buta hanya boleh meraba bagian kepala pemain, seperti telinga, wajah, dan rambut. Apabila terkaan dari cina buta benar, maka pemain yang berhasil ditebak menggantikan cina buta yang berhasil menerka tadi. Permainan baru pun dimulai, begitu seterusnya. Kalau terkaan yang dilakukan si cina buta salah, maka


(50)

permainan di lanjutkan dengan cina buta yang sama. Permainan berakhir setalah anak merasa lelah dan bosan.

Gambar 15. Cara bermain lu lu cina buta

K. Patok Lele

1. Tempat dan peralatan permainan patok lele a) Lapangan permainan

Lapangan tempat bermain biasanya dipilih tanah yang agak luas, datar, serta tidak terdapat pecahan kaca, dan hal-hal yang membahayakan. Pada lapangan untuk bermain tersebut dibuat lubang berukuran 30x5 cm, sedangkan kedalamannya 3-5 cm. Fungsi lubang adalah sebagai pusat permainan. Selain itu, pada lapangan permainan juga dibuat garis benteng. Fungsinya sebagai tempat penjaga menunggu lemparan kayu dari pemain yang berada di daerah lubang. Jarak antara garis dan lubang adalah 10 meter.


(51)

Gambar 16. Sketsa lapangan permainan patok lele b) Dua batang kayu

Yakni induk kayu (patok/ pemukul) dan anak kayu (lele). Induk kayu berukuran panjang 30-40 cm, dengan diameter 2,5 cm. Anak kayu berukuran panjang 18-20 cm, dengan diameter 0,75 cm.

2. Peserta dalam permainan patok lele

Permainan patok lele ini pada umumnya dilakukan oleh anak laki-laki. Namun, ada juga anak perempuan yang memainkannya. Permainan ini dilakukan beregu, maka setiap regu terdiri atas tiga sampai lima orang pemain. Permainan ini terutama dimainkan oleh anak remaja dengan umur berkisar antara 15-20 tahun. Dalam regu, tidak pernah digabungkan anak laki-laki dan anak perempuan. 3. Cara bermain permainan patok lele

Permainan diawali dengan suit antara ketua pemain. Setelah suit dan jelas siapa yang akan main pertama dan siapa yang menjaga di benteng, maka permainan segera dimulai. Lele diletakkan melintang di cengkungan tanah, lele


(52)

didongkrak dan dilentingkan melewati garis yang ditentukan. Jika lele tadi tertangkap, maka giliran pihak lawan yang melakukan pengungkitan, tetapi jika pihak lawan tidak mampu menangkap, maka pihak yang sedang bermain masih berhak melanjutkan permainan. Selanjutnya, jika dalam lemparan ke induknya itu kena, berarti pihak lawan yang memperoleh giliran untuk mengungkit. Namun, jika lele tidak tertangkap dan saat kesempatan melemparkan lele ke induknya juga gagal, maka permainan berlanjut ke tahap berikutnya. Letakkan lele di cekungan tanah dengan posisi miring, 15 derajat hingga 45 derajat. Ketukkan ujung lele tadi dengan tuas pengungkit (pemukulnya) sehingga berputar vertikal. Sebelum dipukul dengan tuas pemukul tadi sejauh-jauhnya, upayakan dilambungkan beberapa kali terlebih dahulu. Semakin banyak lele tersebut dipukul dan bertahan di udara maka nilainya semakin tinggi. Setelah dirasa cukup, segera lempar lele tersebut sejauh-jauhnya, biasanya dengan gerakan seperti “smash” (memeukul dengan cepat dan keras) ke arah lawan. Penilaian dilakukan berdasarkan seberapa jauh lele tadi mendarat, dihitung dari lubang tempat diungkit. Menghitungnya pakai kayu pengungkit. Semakin jauh maka semakin tinggi nilainya. Perhitungan nilainya, jika tongkat berhasil dipukul dan tidak tertangkap, poinnya adalah 5. Namun jika lawan berhasil menangkap dengan tangan kanan, lawan mendapat tambahan poin 5. Jika dengan tangan kiri poin 10, jika kaki kanan 15, kaki kiri 20. Regu yang paling cepat mengumpulkan nilai 200 adalah pemenangnya. Sementara regu yang kalah mendapat hukuman menggendong pemenang mengitari lapangan permainan.


(53)

Gambar 17. Cara bermain patok lele

L. Pecah Piring

1. Alat-alat digunakan dalam permainan pecah piring a) Sebilah kayu

Sebilah kayu digunakan untuk membuat garis berjarak 3 meter dari tumpukan pecahan piring/batu, sebagai tempat berdiri peserta dari regu lawan. b) Sebuah bola kasti

Bola kasti digunakan regu lawan untuk melempar tumpukan pecahan piring/batu/keramik.

c) Tumpukan pecahan piring/batu/keramik

Pecahan piring/batu/keramik biasanya sebanyak 5-8 buah, disusun secara vertikal.

2. Peserta dalam permainan pecah piring

Permainan ini dilakukan oleh dua regu. Satu regu terdiri dari 8 orang. Pemain biasanya berusia 12-18 tahun. Pada permainan ini dalam regu dapat terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan.


(54)

3. Cara bermain permainan pecah piring

Ketua regu melakukan suit untuk menentukan yang bermain dan yang berjaga. Regu bermain, melempar bola kasti ke arah tumpukan piring/batu/keramik. Begitu tumpukan jatuh berhamburan (pecah piring) semua peserta berlarian ke segala penjuru. Regu bermain berusaha menyusun kembali tumpukan piring/batu/keramik. Hal ini tidak mudah, karena disamping ukuran pecahan piring/batu/keramik yang tidak seragam, mereka juga sewaktu-waktu bisa terkena lemparan bola dari regu berjaga. Jadi, regu bermain ada yang bertugas menghalau regu berjaga agar tidak menghancurkan kembali piring yang telah disusun, ada yang menyusun piring. Sedangkan tugas regu berjaga adalah mengambil bola kasti yang dilempar tadi dan menghalau agar piring yang sudah pecah dan berhamburan tadi tidak bisa disusun kembali oleh regu bermain. Mereka menghalau dengan cara melempar bola kasti ke anggota regu lawan. Hanya bisa pakai bola, tidak boleh menghalau dengan cara memegang atau menarik anggota tubuh lawan. Regu berjaga berusaha mengurangi anggota regu lawan dengan melempar bola ke arah mereka. Siapa yang terkena bola tidak boleh main lagi. Semakin banyak yang terkena bola maka semakin sedikit peluang piring tersusun kembali. Kalau sampai anggota regu lawan habis terkena bola dan piring belum tersusun, maka regu tersebut kalah. Dan permainan berlanjut dengan kedua regu bertukar tempat, begitu seterusnya.


(55)

Gambar 18. Cara bermain pecah piring

M. Serampang 12

1. Alat-alat yang digunakan dalam permainan serampang 12

a) duabelas biji kulit kerang/ biji kerikil (ukurannya lebih kecil dari kelereng) b) satu buah bola bekel

2. Peserta dalam permainan serampang 12

Dimainkan oleh anak perempuan usia 10-15 tahun, anak laki-laki jarang mengikuti permainan ini. Pemain terdiri 2-4 orang atau lebih.

3. Cara bermain permainan serampang 12

Suit atau hompimpah untuk menentukan siapa yang lebih dahulu bermain. Ketika pemain pertama telah ditentukan, giliran akan dilakukan secara berputar pada setiap anak yang telah duduk melingkar (kalau berempat atau bertiga) dari kiri ke kanan. Setiap anak mendapat giliran meraup semua kulit kerang ke dalam genggamannya dan memegang bola bekel dengan ibu jari dan jari telunjuknya. Kemudian pemain mengangkat tangan untuk melempar bola ke atas dan melepaskan genggaman untuk menghamburkan kulit kerang di atas lantai. Setelah


(56)

itu bola bekel kembali disambut sebelum mencapai lantai. Selanjutnya pemain kembali memantulkan bola di lantai sambil mengambil kulit kerang. Pemain mengambilnya satu persatu sambil memantulkan bola hingga semua kulit kerang ada di genggamannya kembali. Kemudian pemain menghamburkannya lagi seperti diawal permainan, tetapi kali ini pemain harus mengambil dua kulit kerang sekaligus setiap satu kali pantulan bola bekel. Jika telah selesai, maka permainan dilanjutkan ke tangkap tiga kulit kerang sekaligus, lalu empat, lima, dan seterusnya. Jika telah selesai menangkap 1-12, maka selanjutnya kulit kerang dibuang satu, sehingga pemain menagkap 1-11. Begitu seterusnya sampai kulit kerang tersisa satu. Jika saat menangkap kulit kerang, bola bekel jatuh dan terlepas dari kendali pemain, maka pemain berikutnya baru mendapat giliran, dan melakukan hal yang sama. Pemainan berakhir setelah salah satu pemain menghabiskan kulit kerangnya (menyelesaikan permainannya).

Gambar 19. Cara bermain serampang 12

N. Tam Tam Buku


(57)

Dimainkan oleh anak laki-laki dan anak perempuan. Usia sekitar 8-15 tahun. Pemain sebanyak 10-20 orang.

2. Cara bermain permainan tam tam buku

Melakukan hompimpa untuk menentukan siapa yang bermain dan siapa yang jaga. Dua orang yang jaga menjadi gerbang penangkap. Mereka berhadapan dengan kedua tangan berpegangan di atas kepala membentuk terowongan. Anak-anak lain berbaris dan menyanyikan lagu tam tam Buku sambil melewati terowongan. Berikut ini adalah lirik lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak yang bermain:

tam tam buku 1 1 2 3 Se-le-ret tiang batu 2 4 3 3 2 2 1 tebegel mata hantu

1 5 1 1 1 2 3 a-nak belakang tangkap satu

3 3 3 3 2 4 3 2 1

Saat nyanyian selesai, anak yang berada tepat di bawah terowongan akan ditangkap. Kemuudian ia diberi satu pertanyaan pilihan yang sebelumnya jawaban sudah disepakati oleh kedua penjaga gerbang. Misalnya pilih mangga atau jeruk. Jawaban yang pas dengan salah satunya akan mengambil posisi tepatt di belakang salah satu penjaga. Begitu seterusnya sampai anak yang berbaris habis. Penjaga yang paling sedikit pengikutnya menangkap orang yang berbaris paling belakang dari kelompok yang banyak pengikutnya. Penjaga yang paling banyak pengikutnya berusaha melindungi anak yang paling belakang agar tidak dapat tertangkap, dengan syarat barisan dari kelompok mereka tidak boleh putus. Permainan berhenti saat anak sudah merasa lelah.


(58)

Gambar 20. Cara bermain tam tam buku

O. Wak Wak Udin

1. Alat yang digunakan dalam permainan wak wak udin a) Satu buah batu kerikil

2. Peserta dalam permainan wak wak udin

Dimainkan oleh anak laki-laki dan anak perempuan, sebanyak 3-7 orang anak. Berusia 6-10 tahun.

3. Cara bermain permainan wak wak udin

Melakukan hompimpa untuk menentukan yang berjaga. Pertama, anak yang berjaga duduk dan melakukan posisi bersujud, sedangkan anak yang lain duduk mengelilingi anak yang bersujud dan meletakkan tangannya di atas punggung anak yang bersujud tadi. Dengan posisi tangan terbuka ke atas. Lalu salah seorang anak memegang batu kerikil dan menyentuhkan batu tersebut pada telapak tangan tiap-tiap anak secara berurutan sambil bernyanyi lagu wak udin.


(59)

wak wak U-din wak U-din ma-u kawin 1 1 2 3 2 4 3 4 3 2 1 potong lembu panjang, potong lembu pendek

5 1 1 1 2 3 3 2 4 3 2 1 tak gundel lewe lewe, tak gundel lewe-lewe 1 5 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1

Saat lagu berakhir, batu tersebut sudah diletakkan disalah satu tangan anak. Semua anak menggenggam tangannya. Anak yang bersujud tadi akan menebak di tangan siapa batu tersebut berada. Bila tebakan anak yang bersujud tadi benar, si pemegang batu akan menggantikannya untuk sujud. Dan bila tebakannya salah, maka si anak yang bersujud tetap akan bersujud lagi di permainan berikutnya. Dalam permainan ini terdapat istilah “locak” yang berarti kalah berkali-kali dan istilah stersebut diberikan kepada anak yang selalu berjaga karena salah menebak. Permainan berakhir ketika mereka sudah merasa lelah.

Gambar 21. Cara bermain wak wak udin

P. Ye ye

1. Alat yang digunakan dalam permainan ye ye a) Karet gelang


(60)

Karet gelang dijalin sehingga membentuk suatu tali yang lentur dan panjang, dengan ukuran sekitar 2-3 meter. Untuk membuat tali ini dibutuhkan karet galang yang banyak.

2. Peserta dalam permainan ye ye

Permainan ini hanya dilakukan oleh anak perempuan usia 12-15 tahun. Permainan ini dimainkan oleh dua regu. Satu regu terdiri dari 2-3 orang.

3. Cara bermain permainan ye ye

Pertama-tama melakukan suit antar regu. Pemain yang menag barada dalam satu regu dan yang kalah membentuk regu lain. Setelah regu terbentuk, diadakan undian untuk menentukan regu yang mendapat kesempatan melompat terlebih dahulu, dan regu yang bertugas berjaga (memegang ujung tali karet gelang). Undian dilakukan dengan cara suit oleh ketua regu. Regu yang menang sewaktu undian, adalah regu yang mendapat kesempatan untuk melompati lompatan tali yang terus dinaikkan tingginya oleh regu berjaga, sesuai dengan ketinggian anggota tubuh. Lompatan yang pertama dilakukan adalah setinggi mata kaki. Setiap anggota regu harus melompat. Tinggi lompatan berikutnya, berturut-turut ssebatas lutut, pinggul, pinggang, dada, pundak, telinga, kepala, satu jengkal di atas kepala, dan yang terakhir posisi merdeka (tangan lurus ke atas). Pada saat ketinggian tali sebatas mata kaki, lutut, paha, dan pinggang, semua anggota termasuk ketua regu yang melompat anggota tubuhnya tidak boleh menyentuh tali. Apabila terjadi, maka dianggap mati. Tetapi kegagalannya dapat ditebus oleh anggota lain. Artinya, anggota ini melakukan lompatan untuknya. Pada lompatan setinggi dada ke atas, anggota tubuh dibenarkan mengenai tali. Anggota yang mati


(61)

pada ketinggian tertentu, dapat kembali bermain pada ketinggian berikutnya, apabila kegagalannya telah dibayar oleh anggota reguya. Apabila ketua regu mengalami kegagalan melompat, anggota regunya dapat membantu menebus kegagalan tersebut. Pergantian antara regu yang bermain dan berjaga dilakukan, apabila pada ketinggian tertentu semua anggota yang bermain gagal, dalam melakukan lompatannya. Permainan berakhir saat pemain sudah merasa lelah.

Gambar 22. Cara bermain ye ye

4.3 Fungsi Permainan Rakyat pada Masyarakat Melayu Deli

Pada dasarnya permainan rakyat Melayu Deli memiliki fungsi pada individu pelaku pemain, maupun kehidupan bermasyarakat. Adapun fungsi Permainan Rakyat Melayu Deli diantaranya: (a) mengembangkan kecerdasan logika, (b) mengembangkan kecerdasan emosi interpersonal, (c) mengembangkan kecerdasan kinestetik, (d) mengembangkan kecerdasan natural, (e) mengembangkan kecerdasan musikal, (f) sebagai sarana rekreasi.

a. Mengembangkan kecerdasan logika

Kecerdasan logika adalah kemampuan intelektual, analisa, dan rasio. Kecerdasan logika merupakan kecerdasan untuk menerima, menyimpan, dan


(62)

mengolah informasi menjadi fakta, serta mampu memecahkan suatu masalah atau menjawab suatu pertanyaan ilmiah.

Permainan rakyat Melayu Deli yang memiliki fungsi mengembangkan kecerdasan logika diantaranya adalah: congkak, dan serampang 12. Dalam permainan tersebut para pemain sebisa mungkin mengingat alur permainan agar tersusun cara untuk menentukan langkah yang tepat agar bisa mengalahkan lawan.

Seperti dalam permainan congkak, pemain harus menyusun strategi berfikir seperti menerapkan rumus anjuran bermain congkak, mengingat alur permainan (jumlah buah setiap lubang saat permainan berlangsung), untuk dapat menentukan langkah mana yang selanjutnya diambil agar memenangkan permainan.

b. Mengembangkan kecerdasan emosi interpersonal

Kecerdasan emosi interpersonal adalah menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Mereka cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya. Kecerdasan emosi interpersonal ini juga sering disebut sebagai kecerdasan sosial. Selain kemampuan menjalin persahabatan yang akrab dengan teman, juga mencakup kemampuan seperti memimpin, mengorganisir, menangani perselisihan antar teman, dan sebagainya.

Permainan rakyat Melayu Deli yang memiliki fungsi mengembangkan kecerdasan emosi interpersoanl diantaranya adalah: engrang, galasin, guli, laga, layang-layang, patok lele, pecah piring, tam tam buku, ye ye. Permainan tersebut


(63)

terdiri dari beberapa anak yang terbagi dalam dua regu yang berbeda, yang dapat membantu mengasah emosi untuk saling menolong antar anggota regu.

Seperti dalam permainan pecah piring, peserta terbagi dalam dua regu. Regu bermain dan regu berjaga. Regu bermain akan bekerja sama untuk mengecoh lawan agar anggotanya yang lain dapat menyusun pecahan piring.

c. Mengembangkan kecerdasan kinestetik

Kecerdasan kinestetik adalah kecerdasan yang lebih menekankan pada kemampuan seseorang dalam menangkap informasi dan mengolahnya sedemikian cepat, lalu dikonkritkan dalam wujud gerak, yaitu dengan menggunakan badan, kaki, dan tangan. Informasi yang datang diolah di dalam otak dengan kecepatan tertentu lalu disampaikan ke anggota gerak badan yang akhirnya diterjemahkan ke dalam suatu gerakan sehingga memunculkan suatu performa. Hal ini merupakan kecerdasan tersndiri yang dimiliki oleh setiap orang. Tetapi belum tentu mereka memilikinya secara bersama-sama. Keindahan dari masing-masing performa itu akan memberikan dampak berupa apresiasi yang sangat baik dari orang lain, sehingga dapat dikatakan bahwa orang yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan kemampuan.

Permainan rakyat Melayu Deli yang memiliki fungsi mengembangkan kecerdasan kinestetik diantaranya adalah: galasin, engklek, engrang kucing dan tikus, patok lele, pecah piring, sambar, ye ye. Permainan tersebut mengharuskan anak-anak untuk melompat, berlari, menari, berputar, dan gerakan lainnya.


(64)

Seperti dalam permainan ye ye, pemain harus memaksimalkan kemampuannya untuk melakukan berbagai gerakan yang membutuhkan kelenturan anggota tubuhnya, seperti melompat dan berlari tanpa menyentuh tali.

d. Mengembangkan kecerdasan natural

Kecerdasan natural merupakan kemampuan mengenali, dan mengkategorikan hewan atau tumbuhan di lingkungan sekitar. Kecerdasan natural meliputi kepekaan pada gejala alam, seperti cuaca, bentuk awan, gunung-gunung, dan fenomena alam lainnya.

Permainan rakyat Melayu Deli yang memiliki fungsi mengembangkan kecerdasan natural diantaranya adalah: engrang, dan layang-layang. Permainan ini banyak menggunakan alat yang berbahan dari alam, sehingga anak-anak akan menyatu dengan alam dan sekitarnya.

Seperti dalam permainan engrang, pemain menggunakan peralatan berbahan dasar alam yaitu bambu, sebagai media utama permainannya.

e. Mengembangkan kecerdasan musikal

Kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk menikmati, mengamati, membedakan, mengarang, membentuk, dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik.

Permainan rakyat Melayu Deli yang memiliki fungsi mengembangkan kecerdasan musikal diantaranya adalah: injit-injit semut, lu lu cina buta, tam tam buku, wak wak udin. Dalam permainan tersebut anak-anak dapat bernyanyi, sehingga anak akan terlatih untuk bernyanyi tanpa nada yang sumbang.


(65)

Seperti dalam permainan injit injit semut, pemain diharuskan bernyanyi dalam memainkan permainan ini. Dengan begitu, secara tidak langsung permainan ini dapat melatih kecerdasan musikal para pemain yang masih tergolong kedalam usia anak-anak. Usia dimana seseorang tersebut memiliki rasa ingin tau yang besar, serta masih mudah menerima sesuatu yang baru, termasuk pengetahuan musik tersebut untuk diingat di memori berfikirnya dan diaplikasikan lewat musikalitasnya.

f. Sebagai sarana rekreasi

Setiap permainan pasti memiliki fungsi sebagai sarana rekreasi atau sarana hiburan. Fungsi permainan sebagai sarana rekreasi adalah untuk menghibur diri, dan merileksasi fisik serta psikis, setelah melakukan rutinitas sehari-hari yang dapat membuat jenuh bahkan stres.

Seluruh Permainan rakyat Melayu Deli memiliki fungsi sebagai sarana rekreasi, karena sesungguhnya permainan tercipta dari rasa bosan terhadap kegiatan harian. Maka dibuatlah berbagai permainan untuk mengembalikan semangat, gairah, dan konsentrasi, dalam menjalankan aktivitas selanjutnya.

4.4 Cara Merevitalisasi Permainan Rakyat Melayu Deli

Penulis melakukan beberapa tahapan untuk mengupayakan tercapainya revitalisasi permainan rakyat Melayu Deli. Adapun upaya yang dapat penulis lakukan yaitu:


(66)

a) Observasi

Penulis melakukan beberapa observasi ke beberapa tempat yang masih ditinggali oleh masyarakat Melayu Deli terutama di Kabupaten Deli Serdang, yaitu di daerah Deli Tua, Kota Medan, Delitua, daerah pesisir, pinggiran Sungai Deli, dan Labuhan Deli. Setelah penulis melakukan observasi ke beberapa wilayah tersebut, maka penulis menetapkan pilihan yaitu di Istana Maimun, Kelurahan Aur, Kota Madya Medan, dan di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang. Penulis menentukan kedua tempat tersebut sebagai tempat penelitian dan wadah penyelenggara pengupayaan revitalisasi permainan rakyat Melayu Deli, dikarenakan: pertama, Istana Maimun merupakan warisan budaya kerajaan Melayu Deli, dan ikon objek wisata kemelayuan Sumatera Utara. Hal ini sudahlah pasti berhubungan erat dengan kajian penulis yang ingin membahas tentang permainan rakyat Melayu Deli. Pihak Istana Maimun mempunyai kapasitas dan berkompeten memberikan informasi mengenai kebudayaan Melayu, khususnya kebudayaan Melayu Deli, termasuk permainan rakyat Melayu Deli. Kedua, Desa Karang Gading merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Labuhan Deli, yang merupakan daerah asal mula kerajaan Melayu. Masyarakat Desa Karang Gading terdiri dari beberapa suku seperti Melayu, Banjar, dan Jawa. Namun suku Melayu lebih dominan dari suku yang lain. Di desa ini kebudayaan Melayu masih kental. Mereka masih menggunakan adat istiadat Melayu dan berbahasa Melayu dalam berkomunikasi dikehidupan sehari-hari. Berbagai hal inilah yang menjadi pertimbangan penulis untuk memilih kedua tempat tersebut sebagai tempat penelitian.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian judul skripsi di atas maka kita dapat mengambil suatu kesimpulan, yaitu:

A. Permainan rakyat Melayu Deli yang dikelompokkan dalam permainan bermain (play), dan permainan bertanding (game).

Permainan rakyat Melayu Deli yang dikelompokkan kedalam permainan bermain (play), adalah sebagai berikut: (a) injit-injit semut, (b) kucing dan tikus, (c) lu-lu cina buta, (d) tam-tam buku, (e) wak-wak udin, (f) ye-ye. Permainan Rakyat Melayu Deli yang dikelompokkan kedalam permainan bertanding (game), adalah sebagai berikut: (a) congkak, (b) engklek, (c) engrang, (d) galasin, (e) guli, (f) laga, (g) layang-layang, (h) patok lele, (i) pecah piring, (j) serampang 12.

Adapun hal yang membedakan permainan bermain dengan permainan bertanding adalah bahwa permainan bermain berakhir sesuka hati tanpa ada peaturan menang kalah, sedangkan permainan bertanding berakhir setelah dapat ditentukan yang menang dan yang kalah, lalu terjadi pertukaran posisi antar pemain. Dari hasil survei yang penulis dapatkan di lokasi penelitian terdapat informasi bahwa di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, belum pernah diadakan festival ataupun perlombaan permainan rakyat Melayu Deli dalam kategori permainan bertanding.


(2)

B. Fungsi permainan rakyat pada masyarakat Melayu Deli diantaranya:

(a) mengembangkan kecerdasan logika; (b) mengembangkan kecerdasan emosi interpersonal; (c) mengembangkan kecerdasan kinestetik; (d) mengembangkan kecerdasan natural; (e) mengembangkan kecerdasan musikal; (f) sebagai sarana rekreasi.

C. Cara-cara merevitalisasi permainan rakyat Melayu Deli:

(a) melakukan observasi; (b) melakukan wawancara; (c) membuat diskusi kelompok; (d) membuat kepustakaan/dokumen tertulis; (e) menetapkan prioritas revitalisasi; (f) merencanakan program revitalisasi.

Penulis melakukan observasi lalu menetapkan Istana Maimun, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun, Kota Madya Medan, dan Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang sebagai tempat penelitian. Selanjutnya penulis melakukan wawancara kepada informan yang berkompeten dan memahami objek kajian penulis. Setelah melakukan observasi dan wawancara penulis membuat diskusi kelompok yang mengikutsertakan masyarakat setempat, dalam hal ini pihak Istana Maimun untuk mengupayakan revitalisasi permainan rakyat Melayu Deli. Selanjutnya penulis membuat kepustakaan/dokumen tertulis terhadap hasil yang dicapai di lapangan yang berupa isi wawncara penulis dengan para informan. Setelah melakukan beberapa tahapan tersebut, akhirnya penulis dan pihak Istana Maimun menetapkan prioritas revitalisasi dan merencanakan program revitalisasi untuk mengupayakan penghidupan kembali atau revitalisasi permainan rakyat Melayu Deli.


(3)

5.2 Saran

Adapun saran yang diharapkan penulis adalah sebagai berikut:

1. Penulis mengharapkan kepada rekan-rekan untuk mengkaji lebih mendalam tentang permainan tersebut, baik dari segi pengklasifikasian Permainan Rakyat Melayu Deli, cara memainakan Permainan Rakyat Melayu Deli, Fungsi-fungsi yang terkandung dalam Permainan Rakyat Melayu Deli, serta cara merevitalisasi Permainan Rakyat Melayu Deli, karena belum sempurna ataupun belum lengkap.

2. Perlu ditingkatkan kembali pola fikir masyarakat Melayu Deli untuk lebih mencintai permainan daerahnya agar informasi yang dimiliki dapat dijadikan buku kumpulan Permainan Rakyat Melayu Deli sebagai sumber ilmu pengetahuan dan referensi orang-orang yang membutuhkan.

3. Eksplorasi pengkajian terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam Permainan Rakyat Melayu Deli hendaknya senantiasa terus dilakukan. 4. Pelestarian tradisi permaian rakyat hendaknya tetap dilakukan oleh pihak-pihak

yang terkait untuk mengembangkan permainan tradisional yang sudah turun-temurun.

5. Kepada mayarakat Melayu Deli, janganlah malu untuk memperkenalkan kembali Permainan Rakyat Melayu Deli kepada khalayak ramai agar tetap terjaga kelestariannya, dan tradisi leluhur tetap dihormati oleh anak cucu. 6. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswa


(4)

dalam membuat tugas tertulis ataupun tugas praktik dan diaplikasikan dalam wujud nyata, yang berhubungan dengan Permainan Rakyat Melayu Deli.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abu. 1982. “Permainan Anak-Anak Daerah Sumatera Utara”. Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Danandjaja, James. 1982. “Folklor Indonesia ilmu gosip, dongeng dan lain-lain”. Jakarta: Grafiti Pers.

Endraswara, Suwardi.2009. “Metodologi Penelitian Folkor”. Yogyakarta: Media Presindo.

Hariyanto.“Metode Penelitian Kualitaitf”. 3 Maret 2014. http://belajarpsikologi.com (diakses tanggal 3 Maret 2014).

Nasution, Farizal, dkk. 2007. “Budaya Melayu”. Medan: Badan Perpustakaan Arsip Daerah Propinsi Sumatera Utara.

Nazir, Mohammad. 2009. “Metode Penelitian”. Medan, Ghalia Indonesia.

Nursyam. 1984. “Permainan Rakyat Daerah Riau”. Pekanbaru: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Ridwan, T. Amin. 2005. “Budaya Melayu Menghadapi Globalisasi”. Medan: USU Press.

Rudito, Bambang, dkk. 2009. “Folklor Transmisi Nilai Budaya”. Bandung: Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD).

Sibarani, Robert. 2012. “Kearifan Lokal Hakikat, Peran dan Metode Tradisi Lisan”. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).

Syaifuddin, Wan dan Syahril, OK. 2008. “Khazanah Melayu Sumatera Utara”. Medan: USU press.

Tarigan, Syahrial, dkk. 1997. “Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat Daerah Riau”. Tanjungpinang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Yunus, Ahmad. 1982. “Permainan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta”. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Zulfita, Eva, dkk. 1996. “Pembinaan Nilai-Nilai Budaya melalui Permainan

Rakyat Di Daerah Jambi”. Jambi: Departemen Pendidikan dan


(6)

Website:

id.scribd.com/doc/209733647/Asal-usul-nama-permainan-tradisional-congklak (diakses tanggal 1 Oktober 2014).

permainantradisional1.blogspot.com/2013/01/permainan-tradisional-congklak.html (diakses tanggal 1 Oktober 2014).