Analisis Semantik Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah
ANALISIS SEMANTIK BAHASA MELAYU DIALEK
BANDAR KHALIPAH
TESIS
Oleh
RIDWAN AZHAR 067009018/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
ANALISIS SEMANTIK BAHASA MELAYU
DIALEK BANDAR KHALIPAH
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Dalam Program Studi Linguistik Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
RIDWAN AZHAR
067009018/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
(3)
Judul Tesis : ANALISIS SEMANTIK BAHASA MELAYU DIALEK BANDAR KHALIPAH
Nama Mahasiswa : Ridwan Azhar Nomor Pokok : 067009018 Program Studi : Linguistik
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D) (Dra. Mahriyuni, M.Hum)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(4)
Telah diuji pada
Tanggal 16 Agustus 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D. Anggota : 1. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.
2. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. 3. Dra. Mahriyuni, M.Hum.
(5)
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran deskriptif analitik semantik bahasa Melayu dielek Bandar Khalipah, khususnya semantik leksikal dan semantik kalimat menurut teori dan konsep semantik.
Pengumpulkan data dengan menggunakan metode simak dan wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara dan menyimak penggunaan bahasa. Data diperoleh dari penutur asli bahasa Melayu dielek Bandar Khalipah yang berada di Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik catat. Dengan mencatat kata-kata yang terdapat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah.
Hasil penelitian yang disajikan menggunakan pendekatan semantik struktural yang mendeskripsikan bahasa dengan kerangka teori analisis makna.
Pembahasan semantik bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, mencakup : kata, kata turunan, ciri-ciri makna leksikal, hubungan makna leksikal, makna kalimat, dan hubungan makna kalimat,.
(6)
ABSTRACT
This research was conducted to get the analytical description of the semantics in Malay language Bandar Khalipah dialect especially lexical semantics and semantics found in a sentence according to both semantics theory and concept.
The data were collected through observation, and the way of the language interview the native speakers of Malay language Bandar Khalipah dialect domicile in Bandar Khalipah sub-district, Serdang Bedagai district. All of the into obtained were recorded through writing.
The revelt of this study is presented through structural semantics approach descripting language by means of semantics analysis theory.
The discussion on the Malay language Bandar Khalipah dialect includes : word, derived word, the characteristics of lexical meaning, lexical meaning relation ship, meaning of sentences, and meaning of sentence relation ship.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke-hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.
Penelitian ini berjudul Analisis Semantik Bahasa Melayu Dialek Bandar
Khalipah, disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada
Program Studi Linguistik Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi
perkembangan bahasa daerah dan pengajaran Bahasa Indonesia.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk
penyempurnaan penelitian ini. Kiranya hasil penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca
umumnya dan bagi peneliti khususnya. Amin.
Medan, Agustus 2008 Penulis,
Ridwan Azhar 067009018
(8)
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Bapak Prof. Bahren Umar
Siregar, Ph.D, sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dra. Mahriyuni, M.Hum,
sebagai anggota Komisi Pembimbing, atas segala pengarahan dan bimbingan kepada
penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.Dr. Chairuddin P.
Lubis, DTM & H, D.SA (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Ibu
Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSC selaku Direktur Program Pasca Sarjana, Ibu Prof.T.
Silvana Sinar, M.A, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Linguistik dan Bapak Drs.Umar
Mono M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Linguistik.
Selanjutnya penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
mahasiswa 2006, Ibu Nurhayati Lubis, Yulizar Yunas, Pribadi Bangun, dan lain-lain
yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu juga kepada Bapak Drs.H.Zubeirsyah,
SU, dan Rabullah, SH., yang telah memberikan dorongan dan sumbangan pemikiran
dalam menyelesaikan tesis ini.
Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada istriku tercinta, Suliaty, dan
keempat anak-anakku, teristimewa Dona Ridayanti, SKM, Nunung Lestari, Fitri
Andriani, AMKeb, dan Rizki Amalianti, yang senantiasa memberikan dorongan
semangat dan do’a, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis
ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada menantuku Ninu Nugroho, yang
dengan tabah dan penuh pengertian memberikan dukungan moral dalam penyelesaian
(9)
Akhirnya, terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu namanya, tetapi telah pula membantu penulis selama menjalani pendidikan
di Pasca Sarjana Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara. Segala bantuan,
dukungan, simpati dan kerjasama yang telah diberikan penulis ucapkan terima kasih,
(10)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Ridwan Azhar
NIM : 067009018
Program Studi : Linguistik
Tempat/Tgl. Lahir : Tebing Tinggi, 23 September 1955
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Staf Pengajar Program Studi Pariwisata
Fakultas Sastra USU
NIP : 131124058
Alamat : Jl. A.H.Nasution, Gg.Jaya No.2D
(11)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………. i
ABSTRACT ……….. ii
KATA PENGANTAR ………... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ………. iv
RIWAYAT HIDUP .………. vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ……….. 1
1.1. Latar Belakang ……….. 1
1.2. Perumusan Masalah ……….. 4
1.3. Kerangka Teori ………. 4
1.4. Tujuan Penelitian ……….. 7
1.5. Manfaat Penelitian ……… 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 9
2.1. Semantik Sebagai Kajian Makna ………... 9
2.2. Teori-teori Semantik ………... 10
2.3. Jenis Makna ………... 12
2.4. Ciri-ciri dan Hubungan Makna Leksikal ...……… 14
2.4.1. Kebermaknaan……….. 14
2.4.2. Antonimi ...………... 14
2.4.3. Sinonimi ……….. 14
2.4.4. Hiponimi ..……… 15
2.4.5. Homonimi………. 15
(12)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 18
3.1. Metode Penelitian ………... 18
3.2. Lokasi Penelitian ……… 18
3.3. Sampel Penelitian ………... 18
3.4. Teknik Pengumpulan Data ………. 19
3.5. Teknik Analisis Data ……….. 19
3.6. Variabel yang Diamati ……… 19
BAB IV HASIL PENELITIAN ………... 21
4.1. Semantik Leksikal Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah... 21
4.1.1. Kata dan Morfem ... 21
4.1.2. Leksikon dan Unsur Leksikon ... 22
4.1.3. Kata Turunan ... 24
4.1.4. Kata Majemuk ... 26
4.1.5. Idiom ... 28
4.1.6. Ciri-ciri Makna Leksikal ... 29
4.1.7. Hubungan Makna Leksikal ... 34
4.1.8. Medan Makna ... 37
4.1.9. Ciri Semantik ... 38
4.1.10. Konfigurasi Leksikal ... 42
4.1.11. Perubahan Makna ... 43
4.2. Semantik Kalimat Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah ... 45
4.2.1. Makna harfiah dan Makna Nonharfiah ... 45
4.2.2. Ciri-ciri Makna Kalimat ... 46
4.2.3. Hubungan Makna Kalimat ... 47
BAB V PEMBAHASAN ... 50
5.1. Analisis Semantik Leksikal Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah ... 50
(13)
5.1.2. Leksikon dan Unsur Leksikon ... 51
5.1.3. Kata Turunan ... 52
5.1.4. Kata Majemuk ... 52
5.1.5. Idiom ... 53
5.1.6. Ciri-ciri Makna Leksikal ... 54
5.1.7. Hubungan Makna Leksikal ... 56
5.1.8. Medan Makna ... 58
5.1.9. Ciri Semantik ... 60
5.1.10. Konfigurasi Leksikal ... 61
5.1.11. Perubahan Makna ... 62
5.2. Analisis Semantik Kalimat Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah ... 66
5.2.1. Makna harfiah dan Makna Nonharfiah ... 67
5.2.2. Ciri-ciri Makna Kalimat ... 68
5.2.3. Hubungan Makna Kalimat ... 70
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 72
6.1. Simpulan ... 72
6.2. Saran ... 73
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Daftar Kosa Kata ... 76 2. Daftar Semantik Kalimat dalam Bahasa Melayu Dialek Bandar
Khalipah ... 88 3. Daftar Informan ... 94 4. Peta ... 98
(15)
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan setiap suku bangsa
mempunyai bahasa tersendiri yang membedakannya dengan suku lain. Bahasa yang
dipergunakan setiap suku bangsa tersebut, disebut bahasa daerah. Bahasa daerah yang
tersebar di seluruh tanah air merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa. Pembinaan
dan pengembangan bahasa-bahasa daerah sangatlah penting dalam memperkaya
kebudayaan nasional. Itulah sebabnya bahasa-bahasa daerah harus dipelihara dan
dilestarikan agar tetap menjadi wadah pengekspresian budaya masyarakat.
Pembinaan dan pengembangan bahasa daerah tidak saja bertujuan menjaga
kelestarian bahasa daerah itu, tetapi juga bermanfaat bagi pembinaan, pengembangan,
dan pembakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Pembinaan bahasa nasional
tidak bisa dilepaskan dari pembinaan bahasa daerah karena kedua-duanya mempunyai
hubungan timbal balik yang erat.
Bahasa Indonesia yang digunakan pada saat ini oleh bangsa Indonesia sebagai
bahasa resmi kenegaraan dan bahasa perhubungan (pergaulan) setiap hari berasal dari
bahasa Melayu. Masyarakat Melayu merupakan salah satu dari beberapa etnis budaya asli
di propinsi Sumatera Utara. Meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam bentuk corak
adat istiadat serta kebiasaan di antara kelompok masyarakat tersebut, namun terdapat
hal-hal mendasar yang universal. Aspek-aspek dimana adat istiadat, kebiasaan, berpengaruh
(16)
bahasa mendukung pula pemahaman mengenai karakteristik masyarakat penutur dan
pemakai bahasa.
Ada beberapa dialek bahasa Melayu di Sumatera Utara, di antaranya adalah
Bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah. Disamping dialek bahasa Melayu lainnya,
seperti : bahasa Melayu Deli, bahasa Melayu Langkat, bahasa Melayu Serdang, dan
lainnya.
Bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, merupakan suatu bahasa daerah yang
terdapat di wilayah paling selatan Kabupaten Serdang dan Bedagai (Sergai). Lokasinya
sekitar 20 Km dari Tebing Tinggi atau 5 Km dari batas barat Kabupaten Asahan, dan
bagian utaranya berbatasan dengan Bedagai. Bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah
digunakan sebagai bahasa sehari-hari dan juga dalam upacara adat. Bahasa daerah ini
berbeda dalam pengucapan, seperti bunyi akhiran “a” dalam bahasa Indonesia diucapkan
menjadi “o”. Misalnya “ada” menjadi “ado”, “siapa” menjadi “siapo”.
Selain semantik seluruh bidang kajian linguistik berkembang sangat pesat melalui
penelitian-penelitian bahasa yang sering menghasilkan sejumlah teori dan konsep baru
tentang bahasa pada umumnya, serta konsep baru tentang fonologi, morfologi dan
sintaksis khususnya. Akibatnya bidang kajian semantik jauh tertinggal dari bidang kajian
lainnya sehingga teori dan konsep semantik hanya mengandalkan teori dan konsep yang
sama dalam kurun waktu yang cukup lama. Chomsky, Bapak linguistik transformasi
generatif dalam bukunya yang pertama (1957) tidak menyingung-nyinggung masalah
makna. Baru kemudian dalam bukunya yang kedua (1965) beliau menyatakan, bahwa
(17)
fonologi dan sintaksis), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik
ini, (Chaer, 1994 : 285).
Semantik sebagai salah satu bidang kajian linguistik, sebenarnya memegang
peranan yang sangat penting dalam pengkajian bahasa karena tanpa makna bahasa tidak
mungkin berfungsi dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dari pernyataan Parera sebagai
berikut :
”[...] pembahasan linguistik tanpa mempersoalkan makna adalah tidak manusiawi. Bahasa adalah fenomena kemaknaan dalam komunikasi antar manusia di manapun dia berada, kebermaknaan komunikasi inilah yang menjadi ciri khas bahasa sebagai satu isyarat komunikasi (Parera, 1990 : 12).
Penelitian tentang semantikpun tidak banyak dilakukan. Hal ini disebabkan antara
lain oleh kaitan makna dengan penutur bahasa. Selain itu makna juga terkait erat tidak
saja dengan struktur bahasa itu sendiri tetapi juga dengan sosial budaya masyarakat
pengguna bahasa itu, sehingga adanya kesan bahwa makna itu bersifat subjektif.
Ada beberapa kajian semantik bahasa-bahasa daerah dan bahasa Indonesia yang
di antaranya dilakukan oleh : Sinar, dkk (1992), yang melakukan penelitian semantik
tetapi terbatas pada penelitian ciri makna dan hubungan makna dalam bahasa Jawa, dan
Nasution, (2001), menganalisis semantik bahasa daerah, yaitu bahasa Mandailing.
Penelitian ini merupakan kajian semantik dalam tataran kata, morfem, dan
kalimat. Morfem memiliki makna, seperti reaktualisasi yang bermakna
”pengaktualisasian kembali”, realokasi yang bermakna ”pengalokasian kembali”,
registrasi yang bermakna ”pendaftaran kembali” dan reintegrasi yang bermakna
”penyatuan kata-kata pembentuknya dan makna struktur yang membentuk kalimat
(18)
bahasa sebuah bahasa. Ini berarti kgramatikalan atau ketatabahasaan sebuah kalimat
ditentukan oleh makna runtunan yang diterima oleh pemakainya (Parera, 1991 : 99).
Berdasarkan uraian di atas, maka dianggap perlu diadakan suatu penelitian
tentang makna bahasa dari sudut pandang semantik, terutama semantik bahasa daerah,
yaitu bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut : ”Bagaimanakah penggunaan semantik kata dan kalimat dalam bahasa Melayu
dialek Bandar Khalipah berdasarkan teori semantik struktural”. Masalah ini
dispesifikasikan atas dua bagian :
1. Bagaimanakah semantik leksikal dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah?
2. Bagaimanakah semantik kalimat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah?
1.3 Kerangka Teori
Penelitian ini menggunakan pendekatan semantik struktural sebagai konsep dasar.
Dalam mendeskripsikan bahasa dengan pendekatan semantik struktural teori yang
dipergunakan adalah teori analisis hubungan makna, teori analisis komponen makna,
teori analisis medan makna, dan teori analisis kombinatorial, (Parera, 1991 : 49 : 100).
1. Teori Analisis Hubungan Antarmakna
Hubungan antarmakna adalah hubungan kemaknaan antara satuan bahasa. Satuan
bahasa mencakup morfem, kata, frase, dan kalimat. Hubungan kemaknaan menyatakan
(19)
yang masing-masing disebut sinonim, antonim, polisemi, homonim, hiponim, dan
homograf.
2. Teori Analisis Komponen Makna
Analisis komponen makna adalah cara menganalisis struktur makna. Pendekatan
ini menganalisis kata ke dalam perangkat komponen semantik.
Parera, (1991:89), mendeskripsikan komponen semantik tentang seks, generasi,
dan garis keturunan. Komponen seks dibedakan atas, “jantan” (+) dan “betina” (-). Setiap
kata itu terdiri dari sejumlah komponen (komponen makna dan fitur semantik) yang
membentuk keseluruhan makna kata tersebut. Komponen makna tersebut dianalisis satu
per satu, (+ manusia), (- jantan), (+ kawin), dan (+ punya anak). Perbandingan
fitur/komponen kata, ayah “ayah” dan omak “ibu”, dalam bagan sebagai berikut :
No. Komponen Makna Ayah Omak
1 manusia + +
2 dewasa + +
3 jantan + -
4 kawin + +
5 punya anak + +
Keterangan : Tanda (+) berarti memiliki komponen makna tersebut
(20)
Selanjutnya analisis komponen semantik makna kata dapat memberi jawaban,
mengapa suatu kalimat, a). benar (analitis), b). berkontradiksi dan c). bersifat anomali
(aneh). Misalnya kalimat di bawah ini :
a. Omakku udah dewasa Ibu saya sudah dewasa
Kalimat (a) adalah kalimat yang benar (kalimat analitis)
b. Omakku bolum dewasa Ibu saya belum dewasa
Kalimat (b) adalah kalimat yang bertentangan (berkontradiksi)
c. Omakku diakit Ibu saya dirakit
Kalimat (c) adalah kalimat yang bersifat anomali
3. Teori Analisis Medan Makna
Parera, (1991:69) menyatakan bahwa setiap kata dapat dikelompokkan sesuai
dengan medan maknanya. Dalam medan itu setiap unsur yang berbeda didefenisikan dan
diberi batas yang jelas sehingga tidak ada tumbang tindih antara sesama makna. Medan
makna merupakan satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan kesamaan,
kontak/hubungan dan hubungan asosiasi. Setiap medan makna akan selalu cocok antar
sesama medan sehingga membentuk keutuhan bahasa yang tidak mengenai timpang
tindih, seperti dalam bagan berikut :
Pandai
cerdik bijak
terpelajar berpengalaman
(21)
Jadi kata cerdik, terpelajar, terdidik, bijak, berpengalaman, cendikiawan, termasuk dalam
kelompok pandai.
4. Teori Analisis Kombinatorial
Analisis kombinatorial adalah analisis kalimat yang menyatakan bahwa makna
sebuah kalimat ditentukan oleh makna kata-kata pembentuknya dan makna runtunan
kata-kata yang membentuk kalimat itu. Makna yang muncul akibat runtunan kata-kata itu
disebut makna struktural. Ciri yang menandakan makna struktural yang diterima oleh
pemakainya membentuk tata bahasa sebuah bahasa. Dengan demikian kegramatikalan
sebuah kalimat ditentukan oleh hubungan makna yang diterima oleh masyarakat
pemakainya.
Para pakar membedakan makna leksikal dan makna struktural atau makna
gramatikal. Makna sebuah kalimat berupa kombinasi antara makna leksikal unsur
pembentuk kalimat dan makna struktural. Pendekatan ini disebut pendekatan semantik
kombinatorial.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna leksikal dan makna
kalimat bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, menurut teori semantik struktural.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan :
1. Semantik leksikal seperti : makna kata, makna morfem, bentuk leksikon, unsur
leksikon, bentuk kata turunan, makna kata majemuk, makna idiom, ciri-ciri makna
(22)
2. Semantik kalimat seperti makna harfiah, makna nonharfiah, ciri-ciri makna kalimat,
dan hubungan makna kalimat.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Sebagai sarana untuk menunjang pengembangan ilmu pengetahuan melalui
penyediaan informasi yang berhubungan dengan analisis semantik.
2. Sebagai referensi dan pengembangan konsep bagi peneliti lain untuk melakukan
penelitian lebih lanjut, analisis bahasa umumnya dan analisis semantik khususnya.
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Semantik Sebagai Kajian Makna
Semantik merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna (arti,
Inggris : meaning). Istilah ini merupakan istilah baru dalam bahasa Inggris. Istilah
semantik baru muncul dan diperkenalkan melalui organisasi filologi Amerika (American
Philological Association) tahun 1894. Istilah semantique dalam bahasa Perancis yang
diserap dari bahasa Yunani, diperkenalkan oleh Breal.
Semantik muncul sebagai subdisiplin ilmu linguistik muncul pada abad ke-19.
Coseriu dan Greckeler mengatakan bahwa sekurang-kurangnya ada tiga istilah yang
berhubungan dengan semantik, yakni linguistic semantics, the semantic of logicians, dan
general semantics. Coseriu dan Greckeler (1981 : 8) dalam Pateda menyatakan bahwa
istilah semantik mula-mula diperkenalkan oleh sarjana Perancis yang bernama Breal pada
tahun 1883.
Breal, (1983), dalam sejumlah jurnal klasik membuat kerangka program sejumlah
ilmu pengetahuan ”baru” dan memberikan sebuah nama yang sampai sekarang masih
terkenal :
”Suatu studi yang mengundang pembaca untuk mengikuti kami adalah barang baru yang belum diberi nama. Memang ilmu itu mengenai batang tubuh dan bentuk kata-kata sebagaimana yang dikerjakan oleh para linguis hukum yang menguasai perubahan makna, pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan baru, lahir dan matinya bentuk ungkapan (idiom), telah ditinggalkan dalam gelap atau hanya secara kausal saja ditunjukkan, karena studi yang tidak kurang pentingnya dari fonetik dan morfologi ini perlu mempunyai nama, maka kami akan menyebutnya semantik, yaitu ilmu tentang makna”.
(24)
dalam buku Hermann Paul, sarjana bahasa terkenal, Prinzipien der Sprachgeschichte
(Pokok-pokok Sejarah Bahasa) yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris
(1880) dan diadaptasikan dalam bahasa itu (1889). Di Perancis juga ada dua buah buku
penting yang banyak dibaca orang yang menyangkut masalah semantik, yaitu karya
Arsens Darmesteter, La Vie des Mots etudies dans leurs significations (1887) dan sepuluh
tahun kemudian karya Breal, Essai de Semantique (1897). Kedua buku ini boleh
dikatakan merupakan karya klasik awal suatu ilmu pengetahuan baru ( S. Ullman., 1977).
Semantik sebagai kajian makna, yaitu makna yang tersirat dalam kalimat juga
menjadi objek pembahasan dalam semantik, dan makna yang muncul dalam pembicaraan
tentang kata yang disebut makna kata. Pembicaraan tentang makna kata juga menjadi
objek dalam semantik. Semantik merupakan kajian yang sangat luas tentang makna. Para
ahli berpendapat bahwa semantik adalah studi tentang makna.
Secara empiris sebelum seseorang berbicara dan ketika seseorang mendengar
ujaran seseorang terjadi proses mental pada diri keduanya. Proses mental tersebut
merupakan proses menyusun kode semantik, kode gramatikal dan kode fonologi pada
pihak pembicara, dan proses memecahkan proses fonolofis, gramatikal, dan kode
semantik pada pihak pendengar. Dengan kata lain, baik pada pembicara maupun
pendengar terjadi proses pemaknaan, (Pateda, 1996:7).
2.2 Teori-Teori Semantik
Teori tentang makna dibedakan atas :
1. Teori Refrensial, teori ini dikemukakan oleh Ogden dan Richards (1923) yang
menggambarkannya dalam sebuah bentuk segitiga, yaitu segitiga makna. Menurut
(25)
ditunjuk oleh kata itu, atau objek yang ditunjuk oleh objek itu. Dengan kata lain
makna adalah objek yang ditunjuk oleh satu kata (ujaran) atau makna sebuah ujaran
adalah referensi ujaran tersebut. Namun teori ini memiliki kelemahan karena tidak
semua kata mempunyai referensi meskipun semua kata mempunyai makna.
2. Teori Behaviorist, makna menurut teori ini adalah situasi bahasa ketika seseorang
mengucapkan sesuatu beserta tanggapan yang muncul pada pihak pendengar terhadap
ucapan tersebut. Salah seorang pelopornya yaitu Bloomfield. Menurut Bloomfield
situasi bahasa merupakan gambaran S (stimulus) dan R (respons). S-R merupakan
makna ujaran dan akhirnya menentukan makna dengan ciri-ciri situasi yang berulang
dimana bahasa digunakan.
3. Teori Mentalist, menurut teori ini, makna merupakan gagasan, ide, konsep yang
berhubungan dengan ujaran tersebut. dengan kata lain arti makna sebuah kata adalah
konsep atau gagasan yang berhubungan dengan kata tersebut. Satu ciri utama dari
teori ini ialah ucapan Glucksberg dan Danks, yakni :
”The set of possible meanings in any given word is the set of possible feelings,
images, ideas, concepts, thoughts, and inferences that a person might produce when that word is heard and processed.”
4. Teori Pemakaian. Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jerman yang bernama
Wittgenstein (1830, 1858). Bagi Wittgenstein, bahasa merupakan suatu bentuk
permainan yang diadakan dalam beberapa konteks dengan beberapa tujuan.
Bahasapun mempunyai kaidah yang membolehkan beberapa gerakan, tetapi melarang
gerakan yang lain. Wittgenstein memberi nasihat, ”Jangan menanyakan makna
(26)
ujaran digunakan oleh pemakai bahasa dengan kata lain makna sebuah ujaran
ditentukan oleh pemakainya dalam masyarakat bahasa.
2.3 Jenis Makna
Ada beberapa jenis makna, yaitu :
1. Makna Leksikal (lexical meaning)
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada kata tanpa konteks
apapun. Dengan kata lain makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna
yang sesuai dengan hasil indera kita. Contoh : ular, memiliki makna leksikal “sejenis
binatang melata yang sangat berbisa”.
Makna leksikal dikatakan juga makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, sebab
makna sebuah kata dapat berubah apabila kata tersebut telah berada di dalam
kalimat. Dengan demikian ada kata-kata yang makna leksikalnya dapat dipahami
jika kata-kata itu sudah dihubungkan dengan kata-kata yang lain. Kata-kata seperti
ini termasuk kelompok tugas atau partikel, misalnya kata, dan, ini, ke, yang.
2. Makna Gramatikal (gramatical meaning)
Makna gramatikal atau makna struktural adalah makna yang muncul sebagai akibat
berfungsinya kata dalam kalimat. Makna gramatikal ada jika terjadi proses
gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi.
3. Makna Kontekstual (contextual meaning)
Makna kontekstual adalah makna yang muncul sebagai akibat hubungan antara
ujaran dan konteks. Konteks dapat berwujud banyak hal. Konteks yang dimaksud
(27)
kata-kata yang maknanya dipahami oleh lawan bicara sesuai dengan jenis kelamin,
usia, latar belakang pendidikan dan latar belakang ekonomi. Misalnya, kata
‘relevan’ sulit bagi kita mengharapkan pemahaman kata itu bagi anak yang belum
sekolah. Konteks situasi, yaitu konteks yang memaksa pembicara mencari kata yang
maknanya berkaitan dengan situasi. Misalnya, situasi gembira maka kita mencari
kata yang maknanya sesuai dengan situasi tersebut. Konteks tujuan, konteks formal,
konteks suasana hati pembicara/pendengar, konteks waktu, konteks tempat, konteks
kebahasan, dan lainnya.
4. Makna Denotatif (denotative meaning) dan Makna Konotatif (conotative meaning)
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang
dimiliki oleh sebuah kata. Menurut Harimurti, (1982:32), makna denotatif
merupakan makna kata atau kelompok kata yang didasarkan antara hubungan lugas
antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang didasarkan pada konvensi
tertentu. Sedangkan makna konotatif adalah makna yang muncul sebagai akibat
asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap kata yang dibaca. Dengan kata lain
makna konotatif berhubungan dengan nilai rasa pemakai bahasa.
5. Makna Kognitif (cognitive meaning) atau Makna Referensial
Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa
yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa, objek atau gagasan,
dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya. Makna kognitif lebih
banyak berhubungan dengan pemikiran kita tentang sesuatu.
(28)
Makna konseptual merupakan hal yang esensial di dalam suatu bahasa. Makna
konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau
asosiasi apapun. Sebenarnya makna konseptual sama dengan makna denotatif.
Sedangkan asosiasi adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan
adanya hubungan kata tersebut dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Makna
asosiasi termasuk juga dengan makna konotatif, karena kata-kata tersebut
berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata tersebut, (Leech, 1976).
2.4 Ciri-ciri dan Hubungan Makna Leksikal 2.4.1. Kebermaknaan
Sebuah kata disebut bermakna atau mempunyai arti apabila kata itu memenuhi
satu konsep atau mempunyai rujukan, sedangkan kalimat atau frase dapat dikatakan
mempunyai kebermaknaan atau kepenuhmaknaan.
2.4.2. Antonimi
Antonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno, ‘anoma’ nama dan ‘anti’ melawan.
Maka antonimi dalam makna harfiahnya, nama lain untuk benda yang lain. Antonim
adalah ungkapan (biasanya kata, tetapi bisa juga frasa atau kalimat) yang dianggap
makna kebalikan dari ungkapan lain.
2.4.3. Sinonimi
Sinonimi juga berasal dari bahasa Yunani Kuno, yakni ‘anoma’ nama, ‘syn’
(29)
Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara
satu ujaran dengan satuan ujaran lainnya.
2.4.4. Hiponimi
Hiponim adalah ungkapan yang maknanya dianggap merupakan bagian dari
makna suatu ungkapan lain.
2.4.5. Homonimi
Homonim adalah ungkapan yang bentuknya sama dengan suatu ungkapan lain,
tetapi dengan perbedaan makna di antara kedua ungkapan tersebut.
2.4.6. Homograf
Homograf mengacu pada bentuk ujaran yang sama ortografinya atau ejaannya,
tetapi pengucapan dan maknanya tidak sama.
2.4.7. Polisemi
Polisemi adalah suatu kata yang mengandung seperangkat kata yang berbeda,
mengandung makna ganda.
2.5. Perubahan Makna
Bahasa terus berkembang sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai
bahasa. Diketahui bahwa pemakaian bahasa diwujudkan dalam bentuk kata dan kalimat.
Karena pemikiran manusia berkembang, maka pemakaian kata dan kalimat berkembang
(30)
Pengurangan yang dimaksud, bukan saja pengurangan dalam bentuk kuantitas kata tetapi
juga dalam bentuk kualitas kata.
Perubahan makna meliputi: perluasan, penyempitan/pembatasan, penggantian,
penggeseran, pelemahan, kekaburan makna, dan sebagainya. Perubahan makna tersebut
bisa saja terjadi karena perubahan kata dari bahasa lain, termasuk dari bahasa daerah ke
bahasa Indonesia. Adapun jenis-jenis dari perubahan tersebut, (Pateda, 1996) :
1. Perluasan makna, yaitu terjadi perubahan makna lebih luas makna sekarang dari pada
makna sebelumnya.
2. Penyempitan atau pembatasan makna, yaitu terjadi perubahan makna yang mengacu
kepada penyempitan makna, pembatasan makna. Dengan kata lain makna
sebelumnya lebih luas dari pada makna sekarang.
3. Sinestesia, yaitu perubahan makna akibat pertukaran tanggapan antara dua indera.
Pertukaran indera yang dimaksud, misalnya indera perasa dan indera pendengaran.
Seperti kata “pahit”, pada indera perasa “Kopi ini kurang gula masih terasa pahit”,
pada indera pendengaran “Begitu pahit kata-katanya sehingga membuatku
tersinggung”.
4. Amelioratif, yaitu perubahan makna yang menjurus pada hal-hal yang
menyenangkan. Perubahan makna sekarang lebih tinggi nilainya dari pada makna
sebelumnya.
5. Peioratif, yaitu kebalikan amelioratif, perubahan makna menjurus pada hal-hal yang
tidak menyenangkan. Perubahan makna sekarang lebih rendah dari pada makna
sebelumnya.
(31)
Menurut Selametmuljana, (1964:25), asosiasi adalah hubungan antara makna asli,
makna di dalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan dengan
makna yang baru, yakni makna di dalam lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke
dalam pemakaian bahasa.
7. Kekaburan makna
Kekaburan makna terjadi karena kurang memahami apa yang disampaikan oleh
pembicara. Kadang kita tidak mengerti apa yang diujarkan oleh pembicara karena
kondisi kita mengantuk, kita tidak mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang
disampaikan, kita hanya memperhatikan gaya pembicara atau karena adanya
gangguan dari luar, seperti karena kebisingan lalu lintas, dan sebagainya. Kekaburan
makna juga dapat terjadi karena jika kosa kata kita kurang, apalagi kalau kata yang
(32)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis.
Penelitian ini dilaksanakan apa adanya berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang
secara empiris hidup pada penuturnya, sehingga menghasilkan pemerian bahasa yang apa
adanya, (Sudaryanto, 1992 : 62).
2.2. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bandar Khalipah,
Kabupaten Serdang Bedagai. Lokasinya 20 Km dari Tebing Tinggi Deli atau 5 Km dari
batas barat Kabupaten Asahan, bagian utaranya berbatasan dengan Bedagai.
2.3. Sampel Penelitian
Sampel dari penelitian ini adalah penutur asli bahasa Melayu dialek Bandar
Khalipah sebanyak 20 orang informan. Menurut Samarin (1967:27-29), informan yang
dianggap representatif adalah informan yang mampu menggunakan bahasanya, sehingga
kelompoknya dapat menerima dan memahaminya.
Adapun kriteria informan penelitian ini sebagai berikut :
1. Penutur asli bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah.
2. Laki-laki dan perempuan yang berusia minimal 30 tahun.
3. Pendidikan serendah-rendahnya SLTP.
(33)
5. Memiliki alat ucap sempurna juga terandal dalam ucapan serta memiliki daya
ingat yang kuat, (Samarin, 1967 : 30-36).
2.4. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan metode simak dan wawancara,
yaitu dengan melakukan wawancara dan menyimak penggunaan bahasa, (Sudaryanto,
1993 : 133). Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik catat,
(Sudaryanto, 1993 : 139). Dengan mencatat kata-kata yang terdapat dalam bahasa
Melayu dialek Bandar Khalipah.
3.5. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang diterapkan dalam mendeskripsikan semantik leksikal
adalah teori analisis komponensial dalam arti setiap kata dianalisis berdasarkan
pengertian makna yang dimilikinya, sehingga ditemukan ciri dan hubungan makna
leksikal, sedangkan dalam mendeskripsikan semantik kalimat berdasarkan prinsip
komposisional yaitu makna sebuah kalimat ditentukan oleh makna unsur-unsur
pembentuknya dan hubungan gramatikal yang terdapat dalam kalimat itu (Parera,
1991:100).
3.6. Variabel yang Diamati
Adapun variabel semantik yang peneliti amati, adalah :
1. Kata
(34)
Yaitu kata turunan yang dibentuk dari hasil proses afiksasi, sufiksasi, infiksasi
dan konfiksasi.
3. Makna kalimat
Medan makna, komponen makna, konfigurasi leksikal.
4. Ciri-ciri makna leksikal
Kebermaknaan, polisemi, homonim.
5. Hubungan makna kalimat
Yaitu sinonim makna kalimat maksudnya makna dua kalimat dikatakan memiliki
hubungan sinonim apabila kedua makna kalimat tersebut dapat saling
menurunkan atau makna kedua kalimat itu menurunkan turunan makna yang
sama. Antonim dalam kalimat adalah dua makna kalimat dianggap berantonim
jika kedua kalimat itu berlawanan.
6. Hubungan makna leksikal
(35)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Semantik Leksikal Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah 4.1.1 Kata dan Morfem
Kata maupun morfem adalah satuan-satuan lingual yang merupakan unit kunci
pada tataran linguistik dimana satu dengan yang lainnya berkaitan pada pengkajian
bahasa.
Adapun hasil penelitian penggunaan kata dan morfem dalam bahasa Melayu
dialek Bandar Khalipah terdapat pada tabel di bawah ini :
KATA MORFEM
tengok tengok
tetengok te
menengok me
tengokan an
bosa bosa
tebosa te
membosa mem
bosakan an
membosakan mem-kan
dompang dompang
mendompang men
(36)
lanjutan
mendompangkan men-kan
piuh piuh
dipiuh di
piuhkan kan
memiuh mem
bogi bogi
dibogi di
bogikan kan
membogi mem
membogikan mem-kan
4.1.2 Leksikon dan Unsur Leksikon
Leksikon dan unsur leksikon dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah,
terdiri atas :
1. Kategorimatik, yakni kata-kata yang sifatnya deskriptif memiliki gambaran, yaitu
nomina, verba, adjektiva, dan adverbia.
2. Sinkategorimatik, yakni preposisi dan konjungsi
3. Idiom
Leksikon dalam bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah, yaitu:
kasut ; selop/sandal
katil ; tempat tidur
(37)
golas ; gelas
moto ; mobil
okok ; rokok
selampai ; saputangan
tempayan ; tempat air
tika ; tikar
ambek ; ambil
golak ; ketawa
sodih ; sedih
sonang ; senang
punggah ; bongkar
pogi ; pergi
balek ; pulang
belanjo ; belanja
cekel ; pelit
peel ; kelakuan
meah ; merah
kuneng ; kuning
buwok ; buruk
elok ; baik
tido ; tidur
(38)
ondah hati ; rendah hati
pembongak ; pembohong
koas kepalo ; keras kepala
umah sakit ; rumah sakit `
4.1.3 Kata Turunan
Kata turunan dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :
Prefiksasi :
bekoas ; berkeras
beobut ; berebut
bojalan ; berjalan
dipiuh ; dicubit
membasuh ; mencuci
menengok ; melihat
memboli ; membeli
membosa ; membesar
membogi ; memberi
mendompang ; memukul
pembongak ; penipu
tetido ; tertidur
tegolak ; tertawa
tejatoh ; terjatuh
(39)
patohi ; patuhi
bosakan ; besarkan
tengokkan ; lihatkan
bogikan ; berikan
tidokan ; tidurkan
iyolah ; sebaiknya iya
bolikan ; belikan
Infiksasi :
Infiks /-el-/ ; tapak - telapak (telapak)
tunjuk - telunjuk (telunjuk)
gombung - gelombung (gelembung)
Infiks /-em-/ ; tuwun - temuwun (turun)
kuneng - kemuneng (kuning)
gota - gemota (gemetar)
Infiks /-er-/ ; gigi - gerigi
guwuh - gemuwuh (gemuruh)
tali - terali
Konfiksasi :
Konfiks /ke-an/ ; sojuk - kesojukan (dalam keadaan sejuk)
lombik - kelombikan (dalam keadaan lembek)
(40)
4.1.4 Kata Majemuk
Uraian kata majemuk berdasarkan unsurnya dalam bahasa Melayu dialek Bandar
Khalipah, sebagai berikut :
a. Unsur pertama dan unsur kedua kata benda
Contoh :
kaeto lombu ’kereta lembu
utan imbo ’hutan rimba’
ladam kudo ’ladam kuda’
anak talingo ’anak telinga’
topung boas ’tepung beras’
b. Unsur pertama kata benda dan unsur kedua kata keadaan
Contoh :
bini mudo ‘istri muda’
cino buto ‘cinta buta’
lancang kuneng ‘lancang kuning = perahu kebesaran raja’
c. Unsur pertama kata benda dan unsur kedua kata kerja
Contoh :
kaeto sowong ‘kereta sorong’
bonang jait ‘benang jahit’
gayung besambut ‘gayung bersambut = kata yang dapat dipahami’
pos jago ‘pos jaga’
piso lipat ‘pisau lipat’
(41)
d. Unsur pertama dan unsur kedua kata keadaan
Contoh :
gundah gulano ‘gundah gulana = sangat bingung’
joeh payah ‘jerih payah = hasil susah’
ponuh sosak ‘penuh sesak = sangat penuh’
kuwus koing ‘kurus kering’
duko lao ‘duka lara’
haam jadah ‘haram jadah = anak di luar nikah’
pocah bolah ‘pecah belah = tembikar’
lomah lombut ‘lemah lembut = sopan santun’
e. Unsur pertama dan unsur kedua kata kerja
Contoh :
jual boli ‘jual beli’
sepak tojang ‘sepak terjang’
patah tumboh ’patah tumbuh’
poluk cium ’peluk cium’
jungke balik ’jungkir balik’
angkat bicao ’angkat bicara’
f. Unsur pertama kata kerja dan unsur kedua kata benda
Contoh :
angkat tangan ’angkat tangan’
(42)
lenggang kangkung ’lenggang kangkung’
angkat kaki ’angkat kaki’
g. Unsur pertama kata kerja dan unsur kedua kata keadaan
Contoh :
kojo koas ’kerja keras’
cakap bosa ’besar cakap = mengada-ada’
tampa sayang ’tamapr sayang’
h. Unsur pertama kata benda dan unsur kedua kata bilangan
Contoh :
kelambe limo ’kelambir lima’
oda duo ’roda dua’
bintang tujoh ’bintang tujuh’
seampang duo bolas ’serampang dua belas’
kaki limo ’kaki lima’
i. Unsur pertama kata bilangan dan unsur kedua kata benda
Contoh :
tigo seangkai ’tiga serangkai’
ompat sekawan ’empat sekawan’
duo sejoli ’dua sejoli’
duo setali ’dua setali’
4.1.5 Idiom
Adapun penggunaan idiom berdasarkan hasil penelitian dalam bahasa Melayu
(43)
a) bako tak codak (keturunan tidak baik)
b) mengangkat batang teondam (mengulang kelakuan yang tidak baik)
c) mocam jouk puut (seperti jeruk purut = cemberut)
d) ondah hati (rendah hati)
e) balok bilah lukah (bambu untuk membuat bubu)
f) adat tolok timbunan katial (orang tua banyak pengalaman)
g) pisau paot tajam sebolah (orang yang tegas)
h) koas kepalo (keras kepala / tidak bisa dinasehati)
i) sepeah tigo tail (perangai yang sama saja)
j) sombah sujud (minta ampun),
k) langit bekelike gunung katembeang (umpama pada orang yang berpikir)
l) tukang bongak (pembohong)
m) katokuk lutut (bersila)
n) membanting tulang (kerja keras).
4.1.6 Ciri-ciri Makna Leksikal
1. Kebermaknaan
Dalam Bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah unsur leksikon yang terbesar
adalah kata. Unsur leksikon dianggap bermakna selama unsur tersebut tidak berubah
unsur formalnya untuk mendukung makna tersebut serta mempunyai suatu konsep atau
rujukan.
Berdasarkan hasil penelitian kebermaknaan dalam bahasa Melayu dialek Bandar
(44)
pinggan (n) ; piring
leyeng (n) ; sepeda
umah (n) ; rumah
okok (n) ; rokok
katil (n) ; tempat tidur
bungsu (n) ; anak yang paling kecil
uncu (n) ; saudara laki-laki ayah/ibu yang paling kecil
celano (n) ; celana
boas (n) ; beras
selampai (n) ; saputangan
empolam (n) ; mangga
gotil (v) ; cubit
pogi (v) ; pergi
donga (v) ; dengar
dompang (v) ; pukul
lumpat (v) ; lompat
tengok (v) ; lihat
tules (v) ; tulis
lai (v) ; lari
balek (v) ; pulang
tompis (v) ; lempar
cekel (adj) ; pelit
(45)
koto (adj) ; kotor
gilo (adj) ; gila
golap (adj) ; gelap
meah (adj) ; merah
kuneng (adj) ; kuneng
towang (adv) ; terang
golap gulito (adv) ; gelap gulita
sodih (adv) ; sedih
sanan (adv) ; sana
sensao (adv) ; sengsara
kayo (adv) ; kaya
sonang (adv) ; senang
tigo (num) ; tiga
ompat (num) ; empat
lapan (num) ; delapan
limo bolas (num) ; lima belas
seibu (num) ; seribu
matoai (n.mjm) ; matahari
tika bantal (n.mjm) ; peralatan tido
umah tanggo (n.mjm) ; rumah tangga
ketoapi (n.mjm) ; kereta api
(46)
tukang makan (n,idiom) ; menghabiskan
koas kepalo (adj.idiom) ; keras kepala, tidak bisa dinasehati
2. Polisemi
Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah ditemukan sejumlah kata yang
memiliki ciri polisemi. Kata-kata yang berpolisemi kemungkinan akan menyebabkan
ketaksaan di dalam kalimat tertentu.
Polisemi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :
abah : ’ayah’
’abang’
adu : ’melapor, mengadukan’
’laga, tarung’
daki : ’kotoran badan’
’mendaki gunung’
gatal : ’gatal’
’genit’
jangko : ’jangka’
’masa’
jati : ’kayu jati’
’asli, murni’
laku : ’laris’
’tingkah, perangai’
geloga : ’bagian bawah dari rumah tempat memaku lantai’
(47)
3. Homonim
Berdasarkan hasil penelitian dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah juga
ditemukan beberapa kata yang berciri homonim, yaitu :
campak I ’penyakit’
campak II ’buang, lempar’
cokik I ’makan’
cokik II ’cekek’
ajat I ’mau buang kotoran’
ajat II ’niat, keinginan/maksud’
kecek I ’bujuk’
kecek II ’cakap’
kopayang I ’sejenis pohon’
kopayang II ’rindu sangat’
lancang I ’kurang sopan, sembrono’
lancang II ’perahu’
langga I ’tabrak/tubruk’
langga II ’surau’
putek I ’pucuk, buah muda’
putek II ’petik, ambil’
sumbang I ’janggal’
sumbang II ’bantu, sokong’
(48)
4.1.7. Hubungan Makna Leksikal
1. Sinonim
Sinonim juga terdapat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah. Hubungan
leksikal antar kata yang bersinonim tersebut memiliki ciri semantis yang sebagian besar
sama.
botul = bona
cekel = polit
ponat = lotih
gilo = nana
kojam = bongis
elok = cantek
tengok = lihat
gagah = pekasa
pinta = pandai
bonak = bodoh
2. Antonim
Antonim dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :
idup (hidup) mati (mati)
di lua (di luar) di dalam (di dalam)
lanjutan
jantan (laki-laki) betino (perempuan)
(49)
diam (diam) begoak (bergerak)
Antonim yang bersifat relatif atau bergradasi adalah antonim yang memiliki
hubungan gradual yaitu kata-kata yang memiliki nilai relatif dan cenderung dapat
dibandingkan dengan kata lainnya, seperti berikut :
golap (gelap) towang (terang)
buwok (jelek) elok (cantik)
tuo (tua) mudo (muda)
bosa (besar) kocik (kecil)
manis (manis) paet (pahit)
jaoh (jauh) dokat (dekat)
itam (hitam) puteh (putih)
konyang (kenyang) lapa (lapar)
baosih (bersih) koto (kotor)
ajin (rajin) malas (malas)
sonang (senang) sensawo (susah)
jujo (jujur) bongak (bohong)
Selain itu dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat juga antonim
yang bersifat relasional.
laki (suami) >< bini (istri)
membogi (memberi) >< meneimo (menerima)
menjual (menjual) >< memboli (membeli)
(50)
Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat juga kata yang
berhiponim yaitu kata-kata yang sebagian maknanya saling berhubungan.
Superordinat : bungo ’bunga’
Hiponim : mawa ’mawar’
cempako ’cempaka’
anggek ’anggrek’
melati ’melati’
tanjong ’tanjung’
kenango ’kenanga’
Superordinat : buwong ’burung’
Hiponim : gawudo ’garuda’
geejo ’gereja’
bango ’bangau’ gelotik ’gelatik’
pekutut ’perkutut’
moak ’merak’
nuwi ’nuri’
kakaktuo ’kakaktua’
Superordinat : wono ’warna’
Hiponim : meah ’merah’
kuneng ’kuning’
ijo ’hijau’
(51)
itam ’hitam’
biwu ’biru’
Superordinat : buah ’buah’
Hiponim : kelapo ’kelapa’
cempodak ’cempedak’
mangges ’manggis’
empolam ’mangga’
pepayo ’pepaya’
4.1.8 Medan Makna
Medan makna terbagi dua.
a. Medan makna kolokasi (caloco)
b. Medan makna golongan set (rangkaian)
a) Golongan kolokasi menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara
kata-kata atau unsur-unsur leksikal.
Medan makna golongan kolokasi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah,
terdapat pada kalimat :
”Tiang laya sampan nelayan tu pateh ditropo badai, lalu sampan tu digulong
ombak, dan tenggolam besamo isinyo.”
b) Golongan set menunjukkan hubungan paradigmatik karena unsur atau kata-katanya
berada dalam satu set (rangkaian) dan dapat saling menggantikan atau
(52)
”lajang” berada diantara masa kanak-kanak dengan dewasa. Sojuk “sejuk” berada
diantara dingin dengan angat “rengat”, tongah “tengah” berada di antara ujung dan
pangkal ongah “saudara ke dua” di antara ulung dan andak “saudara ketiga”.
4.1.9 Ciri Semantik
Untuk menentukan komponen diagnostik ada beberapa prosedur yang dilakukan :
1) Menyeleksi sejumlah makna yang diasumsikan mempunyai relasi dan membentuk
medan makna berdasarkan komponen makna bersama. Dalam bahasa Melayu dialek
Bandar Khalipah :
ayah
omak mempunyai komponen bersama yaitu manusia
ocik
paman
2) Mendaftarkan semua jenis referen spesifik untuk setiap makna, sebagai berikut :
Komponen Makna Ayah Omak Ocik Paman
manusia + + + +
dewasa + + + +
kawin + + + +
jantan + - - -
3) Menentukan komponen yang tepat berdasarkan makna dalam satu kata atau lebih,
tetapi tidak semua kata dalam medan makna.
Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat komponen makna sebagai
(53)
Kata kemenakan bisa komponennya lelaki atau wanita.
Kata ocik dan omak komponennya jelas wanita.
Kata ayah komponennya jelas lelaki, dan sebagainya.
4) Menentukan komponen diagnostik yang tepat untuk setiap kata.
Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, kata omak jelas komponennya
perempuan, tingkatnya satu generasi di bawah ego dan keturunan langsung.
Kata ayah jelas komponennya lelaki, setingkat di atas ego, dan keturunan langsung.
5) Mendeskripsikan secara sistematis fitur-fitur/ciri diagnostik yang terdapat dalam
kata-kata tersebut. Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah dapat dibuatkan sebagai
berikut:
Komponen ayah omak paman ocik kakak anak sepupu
Lelaki/wanita L P L P L/P L/P L/P Generasi:+1, sama
(s)-1
+1 +1 +1 +1 S -1 +1/S/-1
Garis
keturunan:langsung (1), +1, +2
1 1 +1 +1 -1 1 +2
Pertalian darah (pd) atau perkawinan (p)
PD PD PD/P PD/P PD PD PD
Penamaan adalah proses menamai komponen yang ditentukan oleh referennya.
(54)
a. ayah omak
odan (saya) penamaan pada satu referen
b. Ocik paman kemanakan (laki-perempuan)
adik perempuan adik lelaki anak adik-abah
omak ayah omak ayah omak ayah
c. ayah omak paman ipa kemanakan nenek/atok
manusia
(komponen makna bersama)
Parafrasa memberikan komponen makna satu melalui kata-kata. Dalam bahasa
Melayu dialek Bandar Khalipah :
a) besan = ayah dan omak sepasang suami isteri
b) bias = ipa “ipar”atau para suami dari dua orang wanita yang bersaudara.
c) atok = panggilan anak kepada ayah atau omak sepasang suami isteri (laki-bini)
d) paman/pakcik = adik laki-laki dari ayah/omak saya.
e) ocik = adik perempuan dari ayah/omak saya.
f) ulung = saudara lelaki saya yang tertua.
(55)
Pendefinisian memberikan makna kata berdasarkan analisis komponen makna dan
parafrasa, dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah sebagai berikut :
1. paman = adik lelaki ayah/omak yang nikah dengan adik perempuan ayah/omak
saya dan berada satu angkatan diatas saya.
2. menantu = suami anak perempuan atau isteri anak lelaki saya.
3. perkerabatan : buyut
moyang
atok/nenek
mentuo ayah/omak paman
besan ipa laki/bini ego saudara (kakak/adik) sepupu
menantu + anak kemanakan
cucu
cicit
(56)
ket : menurunkan
+ menikah
Semua istilah dihitung dari ego
4.1.10 Konfigurasi Leksikal
Taksonomi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :
Ü betinju adalah tindakan bekelahi
kata betinju merupakan taksonomi bekelahi, betinju adalah X dan bekelahi adalah Y,
bekelahi merupakan relasi vertikal.
Meronomi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat pada kata
sebagai berikut :
1. pengayoh dan sampan
2. atap dan umah “rumah”
3. kinyam “dirasa” dan makan
4. jeojak “jerejak” dan tingkap “jendela”
Endonimi pada bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah sebagai berikut:
1. tetido “tertidur” dan lolap “lelap”.
2. tetawo “tertawa” dan tebahak “terbahak”.
Paronimi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah sebagai berikut:
pukol “pukul” – memukul
pogang “pegang” – tepogang “terpegang”
bongak “bohong” – membongak “membohong”
(57)
puteh “putih” – memuteh “menjadi putih”
popak “pencar” – memopak “memencar”
4.1.11 Perubahan Makna
Berdasarkan hasil penelitian yang mengalami perubahan makna dalam bahasa
Melayu dialek Bandar Khalipah, sebagai berikut :
1) Perluasan makna
Dalam bahasa Melayu dialek bandar Khalipah yang mengalami perubahan makna
kata, terdapat pada kata :
kata makna dulu makna sekarang
putera ’putra’ anak laki-laki raja semua anak laki-laki
puteri ’putri’ anak perempuan raja semua anak perempuan
bonih ’benih’ bibit padi atau tanaman semua bibit, termasuk bibit manusia
2) Penyempitan
Penyempitan makna dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat pada
tabel di berikut ini :
Kata Makna dulu Makna sekarang
kombang’kembang’ mekar, mengurai bunga
ulamo ’ulama’ orang pandai, orang yang
mengobati orang sakit
orang yang memberikan
ceramah agama Islam
gades ’gadis dara, anak perempuan
yang sudah bisa dinikahi
(58)
3) Ameliorasi
Ameliorasi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, sebagai berikut :
a) istei ’istri’ lebih baik nilai maknanya daripada ’bini’.
b) pusako ’pusaka’ lebih baik nilai maknanya daripada ’peninggalan’.
c) melahekan ’melahirkan’ lebih baik nilai maknanya daripada ’beranak’
d) gomuk ’gemuk’ lebih baik nilai maknanya daripada ’gondut’ (gendut).
e) buang ae ’buang air’ lebih baik nilai maknanya daripada ’berak’
f) menggagai ’menggagahi’ lebih baik nilai maknanya daripada ’mempekoso’
(memperkosa).
4) Peiorasi
Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat peiorasi, di antaranya:
a) coai ’cerai’ lebih kasar daripada ’talaq’
b) jantan lebih kasar daripada ’laki-laki’
c) betino ’betina’ lebih kasar daripada ’perempuan’
d) laki ’laki’’ lebih kasar daripada ’suami’
e) bini ’bini’’ lebih kasar daripada ’istri’
f) kuli maknanya lebih rendah daripada ’buoh’ (buruh)
g) bongak ’tipu’ lebih kasar daripada ’bohong’
5) Sinestesia
Sinestesia dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :
a) Manes botul upanyo
b) Manes bona aso teh yang kau buat ni, hingga sakik gigiku
(59)
d) Podasnyo aso sambal ni
e) Paet ku aso keputosannyo
f) Ayah lebih suko kupi yang paet
g) Masam bona bau kingat budak tu
h) Empolam tu bona-bona masam ku aso
6) Asosiasi
Asosiasi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat pada kalimat di
bawah ini :
1. Apo kaojo ’bonalu’ tu di sanan.
2. Bia copat selosai bogikan sajolah ’ampelop’ tu kepadanyo.
3. Asokan kono ’batunyo’ budak tu sekaang.
4.2 Semantik Kalimat Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah 4.2.1 Makna Harfiah dan Makna Nonharfiah
Makna harfiah dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :
a) Sojuk botul cuaco hai ni
b) Togap botul lombu tu
c) Telalu podas ku aso ujak si Minah
d) Tak elok sepatu tu dikakinyo
e) Budak tu cekel tak biso diambek duitnyo
f) Lampu umahnyo towang bendowang
(60)
b) ogo dii ’kesadaran pada diri sendiri’
c) tukang tembak ’pengompas’
d) bonalu ’orang yang selalu menyusahkan orang lain’
e) cokik nanah ’orang yang suka menghabis-habiskan’
4.2.2 Ciri-ciri Makna Kalimat
Ciri-ciri makna kalimat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah mencakup
ciri-ciri kebermaknaan, kebertentangan, kemubaziran, dan ketaksaan.
1. Kebermaknaan
Kebermaknaan dalam kalimat pada bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :
a. Podeh ati jando tu dicoaikan lakinyo (kalimat klausa)
’Pedih hati janda itu diceraikan suaminya’
b. Ketiko pikeannyo tonang, ingat dio kesalahan lalu
’Ketika pikirannya tenang, ingat dia kesalahan lalu’
2. Kebertentangan
Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat kebertentangan, sebagai
berikut :
a. Jangankan datang, mengeyem suwatpun tidak.
(Jangankan datang, mengirim suratpun tidak)
b. Oang tu kayo, tapi tidak polit.
(Orang itu kaya, tapi tidak pelit)
c. Bio pun dio susah, namun totap tabah.
(61)
3. Ketaksaan
Ketaksaan pada bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :
1. Ati Udin bebungo-bungo bilo dipuji.
(Hati Udin berbunga-bunga bila dipuji)
2. Ani menjadi bungo deso di kampungnyo
(Ani menjadi bunga desa di kampunganya)
4. Kemubaziran (Redundansi)
Kemubaziran dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah :
a) Bajunyo dituka setiap hai Ahad.
(Bajunya ditukar setiap hari Minggu)
b) Umah kami ditowangi lampu lilen.
(Rumah kami diterangi lampu lilin)
c) Amat mengayoh sampannyo mudek ke hulu.
(Amat mengayuh sampannya naik ke hulu)
4.2.3 Hubungan Makna Kalimat
1. Sinonim
Sinonim dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat pada kalimat di
bawah ini :
1. Aku lupo memosannyo.
(Aku lupa memesannya)
(62)
2. Siang tu dio bepanas.
(Siang itu dia berpanas)
Tiap hai dio bajomu.
(Tiap hari dia berjemur)
3. Cekel botul akak tu samo adeknyo
(Pelit betul kakak itu sama adeknya)
Tak heran memang polit dio kalo soal duit.
Tidak heran memang pelit dia kalu bicara soal duit.
2. Antonim
Antonim dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat dalam kalimat
sebagai berikut :
a) Adiknyo pinta dan kakaknyo bodoh
(Adiknya pintar dan kakaknya bodoh)
b) Lai moto tu kadang copat kadang lambat
(Lari motor itu kadang cepat kadang lambat)
c) Lakinyo baek tapi bininyo cekel.
(Suaminya baik tapi istrinya pelit)
d) Bah yong itam sodangkan uncu puteh.
(Abang paling besar hitam sedangkan adik yang paling kecil putih).
e) Abah tinggi, omak pendek.
(Bapak tinggi, ibu pendek)
(63)
(Warno kulit si Minah dan si Odah macam siang dan malam)
g) Peel budak tu kadang elok tekadang jahat.
(64)
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Analisis Semantik Leksikal Bahasa Melayu Dialek Bandar Khalipah 5.1.1 Kata dan Morfem
Semantik leksikal Bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdiri dari kata dan
morfem.
Kata dan morfem menurut Kridalaksana, 1993:98, sebagai berikut :
1. Morfem atau kombinasi morfem dianggap sebagai satuan terkecil dapat diujarkan
sebagai bentuk yang bebas.
2. Satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terdiri dari morfem tunggal dan gabungan
morfem.
Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, kata tengok ’lihat’, tetengok
’terlihat’, menengok ’melihat’, tengokkan ’lihatkan’, semuanya menunjukkan kata dan
makna yang berbeda. Meskipun dibentuk dari akar kata yang sama yaitu tengok ’lihat’.
Demikian pula kata bosa ’besar’, tebosa ’terbesar’, membosa ’membesar’,
bosakan ’besarkan’, membosakan ’membesarkan’, berasal dari akar kata bosa ’besar’. Dompang ’pukul’, mendompang ’memukul’, didompang ’dipukul’, mendompangkan
’memukulkan’, berasal dari akar kata dompang ’pukul’. Piuh ’cubit’, dipiuh ’dicubit’,
piuhkan ’cubitkan’, memiuh ’mencubit’,berasal dari akar kata piuh ’cubit’. Bogi ’beri’, dibogi ’diberi’, bogikan ’berikan’, membogi ’memberi’, membogikan ’memberikan’,
berasal dari akar kata bogi ’beri’. Semuanya menunjukkan kata yang berbeda dan makna
(65)
5.1.2. Leksikon dan Unsur Leksikon
Leksikon yang dimaksud pada teori semantik memiliki bentuk format yang sama
dengan apa yang kita ketahui selama ini sebagai kamus, karena sebuah leksikon
mencakup lambang fonologis dan grafologis (ilmu tentang tulisan) lambang kategori
distribusi sintaksis dan makna unsur leksikon tersebut. Demikian juga unsur leksikon
disusun menurut fonem atau huruf yang melambangkannya.
Sebagian kata sebenarnya berasal dari akar kata atau morfem dengan
menambahkan morfem derivasi. Makna unsur derivasi ini diketahui dengan syarat kata
tersebut diperoleh dari unsur (bentuk) derivasi itu. Contoh dalam bahasa Melayu dialek
Bandar khalipah kata adjektiva sonang yang memperoleh sufiks ke-an menjadi
kesonangan. Makna bentuk derivasi kesonangan dapat dipahami melalui afiks ke-an yang
menggambarkan keadaan. Namun makna bentuk derivasi tidak selamanya dapat
diperoleh dari unsur derivasi tersebut. Seperti yang terjadi pada penggabungan ke-an
dengan adjektiva malu yang menghasilkan kata derivasi kemaluan dari adjektiva menjadi
benda (nomina).
Bentuk infleksi pada bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah seperti kata
menengok menjadi menengok-nengok, menengokan menjadi ditengokan. Jadi bentuk
infleksi dan derivasi yang demikian masuk ke dalam leksikon bersama dengan akar kata.
Dengan demikian leksikon harus berisikan :
1. Kata dasar yang mencakup :
a. Seluruh akar leksikon seperti tika ’tikar’, pogi ’pergi’
(66)
2. Kata turunan yang mencakup :
a. Morfem infleksi, seperti di-an, dan sebagainya.
b. Morfem derivasi, seperti men-an, an, ke-an, dan sebagainya.
5.1.3 Kata Turunan
Telaah kata turunan mencakup setiap kemungkinan penurunan kata melalui
proses morfologis bahasa. Beberapa penurunan leksikal morfem-morfem derivasi
maupun morfem-morfem infleksi di antaranya proses afiksasi yang mencakup prefiksasi,
sufiksasi, infiksasi, dan konfiksasi.
Kata yang termasuk prefiksasi, yaitu : bekoas, beobut, bojalan, dipiuh, membasuh,
menengok, memboli, membosa, membogi, mendompang, pembongak, tegolak, tejatoh,
tetido. Kata yang termasuk sufiksasi, yaitu : patohi, bosakan, tengokkan, bogikan,
tidokan, iyolah, bolikan. Kata yang termasuk dalam infiksasi, yaitu : infiks (-el-) ; tapak
- telapak, tunjuk - telunjuk, gombung - gelombung, infiks (-em-) ; tuwun - temuwun,
kuneng - kemuneng, gota - gemota, infiks (-er-) ; gigi - geigi, guwuh - gemuwuh, tali -
teali. Dan kata yang termasuk dalam konfiksasi : konfiks (ke-an) ; sojuk - kesojukan,
lombik - kelombikan, kocik – kekocikan.
5.1.4 Kata Majemuk
Kata majemuk adalah sebuah kata yang memiliki makna baru yang tidak
merupakan gabungan makna unsur-unsurnya (dalam Chaer 1994 :186, Sutan Takdir
Alisyahbana, 1953).
Kata majemuk merupakan rangkaian atau persenyawaan kata yang menyatakan
(67)
majemuk yang kadang-kadang strukturnya berbeda dengan bahasa Indonesia.
Unsur-unsur kata majemuk itu tidak dapat dipisahkan, dengan kata lain Unsur-unsur-Unsur-unsur itu tidak
mungkin disisipi unsur lain, seperti yang, itu, nya, dan, dan akan. Jika ada penambahan
bubuhan pada unsur kata majemuk itu , bubuhan itu harus berhubungan dengan semua
unsur itu.
Kata yang termasuk dalam kata majemuk, yaitu : kaeto lombu, utan imbo, ladam
kudo, anak talingo, topung boas, bini mudo, cino buto, lancang kuneng, kaeto sowong,
bonang jait, ponuh sosak, kuwus koing, duko lao, haam jadah, pocah bolah, lomah
lombut, sepak tojang, poluk cium, jungke balik, angkat bicao, timbang aso, kojo koas,
gayung besambut, pos jago, piso lipat, uang baco, gundah gulano, joeh payah, dan
sebagainya.
5.1.5 Idiom
Idiom merupakan ungkapan yang secara semantis tidak bersifat komposisional,
yaitu urutan kata yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna-makna leksem
sebagai unsur-unsur yang membentuk idiom tersebut (Palmer, 1976:41, Cruse, 1991:37).
Idiom dalam kajian ini dibatasi sebagai suatu ujaran yang maknanya tidak dapat
diramalkan dari unsur-unsur makna baik secara leksikal maupan gramatikal. Secara
leksikal yang tidak mengalami perilaku morfologis seperti afiksasi, dalam bahasa Melayu
dialek Bandar Khalipah : kusut masay (tidak rapi), sombah sujud (minta ampun), ondah
hati (rendah hati), koas kepalo (keras kepala / tidak bisa dinasehati), tukang bongak
’pembohong’.
(68)
Khalipah : katokuk lutut (bersila), membanting tulang (kerja keras), adat tolok timbunan
katial (orang tua banyak pengalaman), sepeah tigo tail (perangai yang sama saja), sombah sujud (minta ampun), langit bekelike gunung katembeang (umpama pada orang
yang berpikir), pisau paot tajam sebolah (orang yang tegas), tukang bongak
(pembohong), koas kepalo (keras kepala / tidak bisa dinasehati).
5.1.6 Ciri-ciri Makna Leksikal
1. Kebermaknaan
Sebuah kata disebut bermakna apabila kata itu memenuhi satu konsep atau
mempunyai rujukan (Parera, 1990:18). Jadi unsur leksikon dianggap bermakna selama
unsur tersebut tidak berubah wujud formalnya untuk mendukung makna tersebut serta
memenuhi satu konsep atau mempunyai rujukan.
Kebermaknaan terdapat kata berikut : yang termasuk dalam noun yaitu, umah,
okok, katil, bungsu, uncu, celano, boas, selampai, empolam, yang termasuk dalam verb
yaitu, gotil, pogi, donga, dompang, lumpat, tengok, tules, lai, balek, tompis, yang
termasuk dalam adjektif yaitu, cekel, baosih, koto, gilo, golap, meah, kuneng, yang
termasuk dalam adverb yaitu, towang, golap gulito, sodih, sanan, sensao, kayo, sonang,
yang termasuk dalam numerik yaitu, tigo, ompat, lapan, limo bolas, seibu, yang termasuk
dalam n.majemuk yaitu, matoai, tika bantal, umah tanggo, ketoapi, dan yang termasuk
dalam n.idiom yaitu, muko kusu, mentadaah, tukang makan, dan sebagainya.
2. Polisemi
Polisemi merupakan satu kata yang mempunyai arti lebih dari satu makna (Chaer,
(69)
memiliki ciri polisemi. Kata-kata yang berpolisemi kemungkinan akan menyebabkan
ketaksaan di dalam kalimat tertentu.
Kata yang termasuk polisemi dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah, yritu
: abah, dapat diartikan ayah atau abang, adu, dapat diartikan melapor atau laga/tarung,
daki, dapat diartikan kotoran badan atau mendaki gunung, gatal, dapat diartikan gatal
atau genit, jangko, dapat diartikan jangka untuk mengukur atau masa waktu, jati, dapat
diartikan kayu jati atau asli/murni, laku, dapat diartikan sebagai laris atau
tingkah/perangai, dan geloga, dapat diartikan sebagai bagian bawah dari rumah tempat
memaku lantai atau suara menggelegar.
3. Homonim
Kata-kata yang tulisannya atau ejaan dan bunyinya sama, namun diucapkan
dengan tekanan yang berbeda dan memiliki makna yang berbeda pula disebut homonim
(Chaer, 1994:97-98).
Relasi antara dua buah ujaran yang berhomonim biasanya berlaku dua arah.
Contoh dalam bahasa Indonesia antara bulan yang bermakna benda yang ada di langit,
dan bulan yang datang tiap 30 hari pada wanita yaitu menstruasi, kata pacar yang
bermakna ’inai’ dan kata pacar yang bermakna ’kekasih’, antara kata bisa yang
bermakna ’racun’ dan bisa yang bermakna ’sanggup’.
5.1.7 Hubungan Makna Leksikal
1. Sinonim
Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna
(70)
takdir. Hubungan kesinoniman berlaku timbal balik, kata nasib bersinonim dengan takdir, sebaliknya kata takdir bersinonim dengan kata nasib.
Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah juga memiliki sinonim. Hubungan
leksikal antar kata yang bersinonim tersebut memiliki ciri semantis yang sebagian besar
sama. Seperti pada kata botul bersinonim dengan kata bona, kata cekel bersinonim
dengan kata polit, kata ponat bersinonim dengan kata lotih, kata gilo bersinonim dengan
kata nana, kata kojam bersinonim dengan kata bongis, kata elok bersinonim dengan kata
cantek, kata tengok bersinonim dengan kata lihat, kata gagah bersinonim dengan pekaso,
kata pinta bersinonim dengan kata pandai, dan kata bonak bersinonim dengan kata bodoh
2. Antonim
Antonim merupakan hubungan semantik antara dua buah ujaran yang maknanya
menyatakan kebalikan atau bertentangan yang satu dengan yang lainnya. Dilihat dari
hubungannya, antonim dapat dibedakan antara antonim yang gradula/gradasi atau relatif
dan yang bersifat mutlak (Chaer, 1994:299).
Antonim yang bersifat mutlak adalah kata-kata yang berlawanan dengan bentuk
nagasinya, yaitu disisipi dengan kata negasi tidak bersinonim dengan yang lainya.
Hubungan antonim dikatakan bersifat mutlak karena negasi pasangan antonim yang
disebelah kiri bersinonim dengan pasangan antonim yang disebelah kanan atau negasi
pasangan antonim yang disebelah kanan bersinonim dengan pasangan antonim yang
disebelah kiri. Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat juga antonim yang
bersifat relasional, sebagai berikut :
ayah >< omak
(71)
soah >< teimo
guwu >< muid
laki >< bini
atok >< nenek
3 Hiponim
Hiponim adalah ungkapan kata (biasanya, dapat berupa frasa atau kalimat) yang
maknanya merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain (Verhaar, 1981:137).
Bungo ’bunga’, memiliki hiponim seperti : mawa, ’mawar’ melati, anggek
’anggrek’, cempako ’cempaka’, kenango ’kenanga’, tanjong ’tanjung’, dan sebagainya.
Buwong ’burung’, memiliki hiponim seperti : bango ’bangau’, gawudo ’garuda’,
geejo ’gereja’, gelotik ’gelatik’, kakaktuo ’kakaktua’, moak ’merak’, nuwi ’nuri’, pekutut
’perkutut’, dan sebagainya.
Wono ’warna’, memiliki hiponim seperti : meah ’merah’, kuneng ’kuning’, ijo
’hijau’, puteh ’putih’, itam ’hitam’, biwu ’biru’, dan sebagainya.
Buah ’buah’, memiliki hiponim seperti : kelapo ’kelapa’, cempodak ’cempedak’,
mangges ’manggis’, empolam ’mangga’, pepayo ’pepaya’, dan sebagainya.
5.1.8 Medan Makna
Medan makna (semantic domain, field) adalah bagian dari sistem semantik bahasa
yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan
(72)
meah, puteh, kuneng, biwu, ungu, coklat (bisa meah mudo, puteh kuneng, ijau tuo).
Selain itu mengenai nama kekerabatan yang terpusat dari ego (aku), ayah, ibu, abang,
adik, atok, nenek, paman, bibi, anak, cucu, cicit, piut.
Medan makna terbagi dua, yaitu :
a) Golongan kolokasi menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara
kata-kata atau unsur-unsur leksikal.
Dalam kalimat :
Tiang laya sampan nelayan tu pateh ditropo badai, lalu sampan tu digulong
ombak, dan tenggolam besamo isinyo.
(Tiang sampan nelayan itu patah diterpa badai, lalu sampan itu digulung ombak,
dan tenggelam bersama isinya)
Dari contoh di atas kata-kata ’laya/layar’, sampan, nelayan, badai, ombak, dan
’tenggolam/tenggelam’ merupakan kata dalam satu kolokasi, satu tempat dan
lingkungan yaitu laut. Contoh lain umpamanya: lukah, bubu, pengila, bolat, adalah
kolokasi menyatakan alat menangkap ikan.
Makna kolokasi adalah makna kata tertentu berkenaan dengan keleri atau kata
tersebut dengan kata lain.
Misalnya dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat kata tampan, cantik,
dan indah. Kata tampan mempunyai komponen makna laki-laki, kata cantik/elok
menyatakan komponen makna bukan laki-laki. Demikian pula kata indah yang
mempunyai komponen makna bukan manusia. Ketiga kata itu sama-sama bermakna
(73)
dan pemandangan indah. Tidak pernah ada: pemuda indah, gadis indah, atau
pemandangan cantik.
b) Golongan set menunjukkan hubungan paradigmatik karena unsur atau kata-katanya
berada dalam satu set (rangkaian) dan dapat saling menggantikan atau
disubstitusikan.
Dalam satu set itu kata-kata merupakan kelompok unsur leksikal dan kelas yang sama
serta satu kesatuan. Tiap unsur leksikal dalam set itu dibatasi oleh tempatnya dalam
hubungan antara anggotanya.
Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah.
”lajang” berada diantara masa kanak-kanak dengan dewasa. Sojuk “sejuk” berada
diantara dingin dengan angat “rengat”, tongah “tengah” berada di antara ujung
dan pangkal ongah “saudara ke dua” di antara ulung dan andak “saudara ketiga”.
Secara paradigmatik dapat diuraikan sebagai berikut:
kanak-kanak ujung ulung “saudara tertua”
lajang tongah ongah “saudara kedua”
dewasa pangkal andak “saudara ketiga”
Penggolongan kata berdasarkan kolokasi dan set (rangkaian) seperti diuraikan di
atas dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai teori medan makna, meskipun
terkadang unsur leksikal itu tumpang tindih, kurang memperhatikan makna denotasi dan
(74)
mempunyai komponen makna masing-masing dengan kemungkinan ada persamaan dan
perbedaannya.
5.1.9 Ciri Semantik
Komponen makna (semantic component, semantic property, semantic masker)
mempelajari setiap kata atau unsur leksikal lainnya, terdiri dari satu atau beberapa unsur
yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut.
Komponen bersama berfungsi membentuk dan menentukan batas medan makna.
Komponen diagnostik berfungsi membedakan kata yang satu dengan yang lain atau
medan makna yang satu dengan medan makna yang lain.
Untuk menentukan komponen diagnostik ada beberapa prosedur yang dilakukan :
a) Menyeleksi sejumlah makna yang diasumsikan mempunyai relasi dan membentuk
medan makna berdasarkan komponen makna bersama. Dalam bahasa Melayu dialek
Bandar Khalipah dapat dikemukakan seperti :
ayah, omak, ocik, paman, mempunyai komponen bersama yaitu manusia.
b) Mendaftarkan semua jenis referen spesifik untuk setiap makna :
c) Menentukan komponen yang tepat berdasarkan makna dalam satu kata atau lebih,
tetapi tidak semua kata dalam medan makna.
d) Menentukan komponen diagnostik yang tepat untuk setiap kata. Dalam bahasa
Melayu dialek Bandar Khalipah, dapat ditentukan komponen bahwa omak dan ocik
memiliki komponen perempuan, begitu juga dengan ayah dan pakcik jelas memiliki
(75)
e) Mendeskripsikan secara sistematis fitur-fitur/ciri diagnostik yang terdapat dalam
kata-kata tersebut.
Selain prosedur di atas, Nida (1975), mengemukakan empat tipe prosedur dalam
menganalisis komponen makna:
(1) Penamaan, adalah proses menamai komponen yang ditentukan oleh referennya.
(2) Parafrasa, memberikan komponen makna satu melalui kata-kata
(3) Pendefinisian, memberikan makna kata berdasarkan analisis komponen makna dan
parafrasa.
(4) Pengklasifikasian, makna kata berdasarkan analisis komponen makna.
5.1.10 Konfigurasi Leksikal
Cruse (1986:134) membagi konfigurasi leksikal berdasarkan struktur hierarki,
menjadi : Taksonomi, meronomi, endonimi dan paronimi.
Hierarki leksikal taksonomi terbentuk dari satuan leksikal pada tataran generik
(generic level) sampai kelataran spesifik (specific level). Relasi vertikalnya disebut relasi
leksikal taksonomi merupakan subtipe hiponimi dengan kerangka diagnostik X adalah
jenis Y.
Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah : kata betinju merupakan taksonomi
bekelahi. betinju adalah X dan bekelahi adalah Y, bekelahi merupakan relasi vertikal.
Meronomi merupakan struktur hierarki leksikal yang vertikalnya disebut relasi
leksikal meronimi yang mempunyai makna keseluruhan dan satuan relasi leksikalnya
(76)
Seri proposional digambarkan sebagai sel yang mempunyai enam elemen dan
relasi ketiga elemen itu harus sedemikian rupa sehingga elemen keempat dapat
ditentukan dari relasi ketiga itu. Seri proposional itu dapat digambarkan sebagai berikut:
ibu bibi
bapak paman
Relasi leksikal yang berkaitan dengan seri proposional adalah endonimi dan
paronimi. Endonimi didasarkan pada pernyataan makna leksikal ke dalam satuan leksikal
yang lain disebut endonim,. Satuan leksikal yang mengandung makna satuan leksikal
yang lain disebut eksonim.
Paronimi merupakan relasi antara dua satuan leksikal yang kategori sintaksisnya
berbeda akibat proses derivasi.
5.1.11 Perubahan Makna
Dalam perkembangan bahasa, suatu kata dapat pula mengalami perubahan.
Perubahan makna kata tersebut sesuai dengan perkembangan zaman. Perubahan semantik
atau perubahan makna seringkali bersamaan dengan perubahan sosial yang disebabkan
oleh perpindahan penduduk, kemajuan teknologi ilmu pengetahuan, ekonomi, budaya,
dan faktor-faktor lain.
Perubahan semantik atau perubahan makna tersebut dapat kita tinjau dari
berbagai-bagai segi. Dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah ditemukan
bermacam-macam perubahan makna kata.
Perubahan makna kata yang penting diketahui adalah sebagai berikut :
(77)
Perluasan makna adalah suatu proses perubahan makna kata yang lebih khusus
kepada yang lebih umum atau dari yang lebih sempit kepada yang lebih luas, dengan
kata lain makna sekarang lebih luas cakupannya dari pada makna lama. Misalnya :
kata ’bapak’ dan ’ibu’ dahulu dipakai dalam hubungan biologi, sekarang semua orang
yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya disebut ’ibu’ dan ’bapak’. Kata
’saudara’ jelas mengalami perubahan makna, dari pengertian sekandung berubah
menjadi pengertian sedarah, bahkan pengaruh sosial di dalam kehidupan
bermasyarakat setiap laki-laki disebut ’saudara’ dan perempuan disebut ’saudari’.
Demikian juga dengan kata ’abang’ yang mula-mulanya berarti saudara laki-laki yang
dilahirkan lebih dahulu, sekarang digunakan untuk menyebut orang lain, seperti
’abang beca’, ’abang sopir’, dan sebagainya.
b) Penyempitan
Proses penyempitan mengacu kepada suatu perubahan yang mengakibatkan
makna kata menjadi lebih khusus atau lebih sempit dalam aplikasinya. Kata tertentu
pada suatu waktu dapat diterapkan pada suatu kelompok umum, tetapi belakangan
mungkin saja semakin terbatas atau semakin menyempit dalam maknanya. Dengan
kata lain makna dahulu lebih luas cakupannya dari makna sekarang.
c) Ameliorasi
Kata ameliorasi atau amelioratif berasal dari bahasa Latin melior ’lebih baik’
yang berarti membuat ’menjadi lebih baik, lebih tinggi, lebih halus’. Dengan kata lain
(1)
*** Kata Majemuk
ladam kudo ’ladam kuda’
hidong mancong ’hidung mancung’
gayung besambut ‘gayung bersambut = kata yang dapat dipahami’ pos jago ‘pos jaga’
piso lipat ‘pisau lipat’ uang baco ‘ruang baca’
gundah gulano ‘gundah gulana = sangat bingung’ joeh payah ‘jerih payah = hasil susah’
ponuh sosak ‘penuh sesak = sangat penuh’ kuwus koring ‘kurus kering’
duko lao ‘duka lara’
haam jadah ‘haram jadah = anak di luar nikah’ pocah bolah ‘pecah belah = tembikar’
lomah lombut ‘lemah lembut = sopan santun’ jual boli ‘jual beli’
sepak tojang ‘sepak terjang’ patah tumboh ’patah tumbuh’ poluk cium ’peluk cium’ jungke balik ’jungkir balik’ angkat bicao ’angkat bicara’ angkat tangan ’angkat tangan’
(2)
lenggang kangkung ’lenggang kangkung’ angkat kaki ’angkat kaki’
kojo koas ’kerja keras’
tampa sayang ’tamapr sayang’ kelambe limo ’kelabir lima’ oda duo ’roda dua’
seampang duo bolas ’serampang dua belas’ kaki limo ’kaki lima’
tigo seangkai ’tiga serangkai’ ompat sekawan ’empat sekawan’
(3)
Lampiran 3
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Usman
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Nelayan
Alamat : Bandar Khalipah
2. Nama : Amiruddin
Umur : 58 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Bandar Khalipah
3. Nama : Ramli
Umur : 58 Tahun
Pekerjaan : Jualan
Alamat : Bandar Khalipah
4. Nama : Syarifuddin
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : Jualan
Alamat : Bandar Khalipah
5. Nama : Ramlah
Umur : 58 Tahun
(4)
6. Nama : Pijah
Umur : 51 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Bandar Khalipah
7. Nama : Bainah
Umur : 52 Tahun
Pekerjaan : Nelayan
Alamat : Bandar Khalipah
8. Nama : Mustafa
Umur : 37 Tahun
Pekerjaan : Jualan
Alamat : Bandar Khalipah
9. Nama : Nazaruddin
Umur : 52 Tahun
Pekerjaan : PNS
Alamat : Bandar Khalipah
10. Nama : Zulkifli
Umur : 55 Tahun
Pekerjaan : Nelayan
Alamat : Bandar Khalipah
11. Nama : Amat
(5)
Pekerjaan : Jualan
Alamat : Bandar Khalipah
12. Nama : Nasli
Umur : 58 Tahun
Pekerjaan : Ikut suami
Alamat : Bandar Khalipah
13. Nama : Sahar
Umur : 59 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Bandar Khalipah
14. Nama : Paridah
Umur : 34 Tahun
Pekerjaan : Ikut suami
Alamat : Bandar Khalipah
15. Nama : Minah
Umur : 41 Tahun
Pekerjaan : Nelayan
Alamat : Bandar Khalipah
16. Nama : Nurhaniah
Umur : 51 Tahun
Pekerjaan : Nelayan
(6)
17. Nama : Teramah
Umur : 60 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Bandar Khalipah
18. Nama : Muhammad Jaya
Umur : 38 Tahun
Pekerjaan : Nelayan
Alamat : Bandar Khalipah
19. Nama : Ratna
Umur : 38 Tahun
Pekerjaan : Nelayan
Alamat : Bandar Khalipah
20. Nama : Rifin
Umur : 58 tahun
Pekerjaan : Petani