Analisis Daya Saing Kota Sibolga

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Defenisi Daya Saing Daerah
Terdapat berbagai konsep dan pengertian mengenai daya saing. Pengertian
daya saing mulai berkembang setelah Porter (1990) mendefenisikan daya saing
nasional:“luaran dari kemampuan suatu Negara untuk berinovasi dalam rangka
mencapai,atau mempertahankan posisi yang menguntungkan dibandingkan
dengan Negara lain dalam sejumlah sector-sektor kuncinya.”. Secara eksplisit,
Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang diterapkan pada level
nasional tak lain adalah “produktivitas” yang didefenisikannya sebagai nilai
output yang dihasilkan oleh tenaga kerja.
World Economic Forum (WEF), suatu lembaga Internasional yang secara
rutin menerbitkan “Global Competitiveness Report”,mendefenisikan daya saing
nasional

sebagai

“kemampuan

perekonomian


nasional

untuk

mencapai

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan”. Huggins (2007) dalam
publikasi “UK Competitiveness Index” mendefenisikan daya saing daerah sebagai
“Kemampuan

dari

perekonomian

untuk

menarik

dan


mempertahankan

perusahaan-perusahaan dengan kondisi yang stabil atau dengan pangsa pasar yang
meningkat dalam aktivitasnya, dengan tetap memperthankan atau meningkatkan
standar kehidupan bagi semua yang terlibat di didalamnya”. Dalam pengertian
daya saing ini, secara tersirat dinyatakan pula bahwa kondisi perekonomian yang
kondusif merupakan suatu syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing daerah.

7

UK-DTI mendefenisikan daya saing sebagai, : kemampuan suatu daerah
dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap
terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu
CURDS mendefenisikan daya saing daerah seabagai kemampuan sektor bisnis
atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi
serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.
Selanjutnya Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK BI)
menggunakan definisi “daya saing daerah dalam penelitiannya sebagai
kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat

kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan
domestik dan Internasional”.
Sedangkan menurut Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas, Prof. Dr.
Armida S. Alisjahbana, MA (2012) menjelaskan bahwa daya saing daerah adalah
kemampuan daerah dalam menyinergikan input, output, dan outcome secara
berkelanjutan dengan tetap memperhatikan perubahan teknologi dan institusi di
daerah tersebut agar dapat bersaing, baik di tingkat nasional maupun global
sehingga mampu meningkatkan standar kehidupan masyarakatnya.
2.2 Teori Daya Saing
Teori daya saing lahir pada masyarakat industri. Jejaknya tampak mulai dari
pendekatan industrial organization (IO-Porterian Model) yang kemudian
berkembang menjadi pendekatan competitive dynamics (Smith dan Ferrier),
dynamic governance (Neo & Lee), hingga pendekatan regional cluster (Krugman

8

dan Porter) serta pendekatan lain yang dikenal dalam teori-teori resource based
(Penrose, Barney, Hamel & Prahalad), serta market based view.
Di Indonesia, Kementerian Perindustrian mengembangkan model KIID
(Kompetensi Industri Inti Daerah) yang pada awalnya dikenalkan dengan nama

modelisasi SAKA SAKTI, satu kabupaten satu kompetensi Inti oleh Profesor
Martani Huseini. Dalam model itu, setiap daerah diwajibkan untuk memiliki satu
kompetensi inti dalam upaya pengembangan daya saing dari suatu hulu hingga
hilir (hilirisasi) dengan memperhatikan aspek-aspek kearifan lokal (local wisdom
& local genius) daerah sebagai suatu ciri diferensiasi yang unik, sulit ditiru dan
bernilai sebagai kekuatan daya saing suatu daerah yang langgeng (sustainable).
2.3 Indikator Utama Daya Saing
Dari berbagi literatur, teori ekonomi, serta berbagai diskusi, indikatorindikator utama yang dianggap menentukan daya saing daerah adalah (I)
Perekonomian daerah, (II) Keterbukaan, (III) Sistem keuangan, (IV) Infrastruktur
dan sumber daya alam, (V) Ilmu pengetahuan dan teknologi, (VI) Sumber daya
manusia, (VII) Kelembagaan, (VIII) Governance dan Kebijakan Pemerintah, dan
(IX) Manajemen dan Ekonomi mikro. Masing-masing indikator di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Perekonomian Daerah
Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari
perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah,
akumulasi modal, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta

9


tingkat biaya hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya
saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam
jangka pendek.
b. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing
dalam jangka panjang.
c. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.
d. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan ekonomi
suatu daerah.Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah,
maka akan semakin kompetitiif perusahaan-perusahaan yang akan
bersaing secara internasional maupun domestik.
2. Keterbukaan
Indikator keterbukaan merupakan ekuran seberapa jauh perekonomian suatu
daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan
daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional dan internasional.
Indikator ini menentukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional merefleksikan
daya saing perekonomian daerah tersebut.
b. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun
internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya.

c. Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien
ke seluruh penjuru dunia.

10

d. Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi
pertumbuhan perekonomian daerah.
e. Mempertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi
dengan ekonomi internasional.
3. Sistem Keuangan
Indikator sistem keuangan merefleksikan kemampuan system financial
perbankan dan non-perbankan di daerah untuk menfasilitasi aktivitas
perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah
akan mempengaruhi alokasi faktor produksi yang terjadi di perekonomian
daerah tersebut.Indikator sistem keuangan ini mempengaruhi daya saing
daerah melalui prinsipprinsip berikut:
a. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi
perekonomian daerah.
b. Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional
mendukung daya saing daerah.

4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber daya
seperti modal fisik, geografis, dan sumber daya alam yang dapat mendukung
aktivitas perekonomian darah daerah yang bernilai tambah. Indikator ini
mendukung daya saing daerah melalui prinsi-prinsip berikut:
a. Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya
mendukung aktivitas perekonomian daerah.

11

b. Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya juga mendorong akitivitas perekonomian daerah.
c. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung
berjalannya aktivitas bisnis di daerah yang berdaya saing.
5. Ilmu pengetahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang
mendukung nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah
melalui beberapa prinsip di bawah ini:
a. Keunggulan kompetitif dapat di bangun melalui aplikasi teknologi yang

sudah ada secara efisien dan inovatif.
b. Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif

yang

menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui
tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.
c. Investasi jangka panjang berupa R&D akan meningkatkan daya saing
sektor bisnis.
6. Sumber daya manusia
Indikator sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengukur
ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Faktor SDM ini
mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
a. Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan
daya saing suatu daerah .

12

b. Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam
meningkatkan tenaga kerja yang berkualitas.

c. Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing

daerah tersebut.
d. Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah

tersebut begitu juga sebaliknya.
7. Kelembagaan

Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim sosial,
politik, hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif
aktivitas perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya
saing daerh di dasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:
a. Stabilitas sosial dan politik melalui sistem demokrasiyang berfungsi
dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas
ekonomi daerah yang berdaya saing.
b. Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai
tanpa adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang
independen.
c. Aktivitas perekonomian suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara
optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

8. Indikator Governance dan Kebijkan Pemerintah
Indikator Governance dan kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai ukuran
dari kualitas administrasi pemerintah daerah, khususnya dalam rangka
menyediakan infrastruktur fisik dan peraturan-peraturan daerah. Secara umum

13

pengaruh faktor governance dan kebijakan pemerintah bagi daya saing daerah
dapat didasarkan pada prisip-prinsip seabagi berikut:
a. Dengan tujuan menciptakan iklim persaingan yang sehat intervensi
pemerintah dalam perekonomian sebaiknya diminimalkan.
b. Pemerintah daerah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang
terperdiksi serta berperan pula dalam meminimalkan resiko.
c. Efektivitas administrasi pemerintahan daerah dalam menyediakan
infrastruktur dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing ekonomi.
d. Efektivitas

pemerintah

daerah


dalam

melakukan

koordinasi

dan

menyediakan informasi tertentu pada sektor swasta mendukung saya saing
suatu daerah.
e. Fleksibilitas pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan ekonomi
merupakan faktor yang kondusif dalam mendukung peningkatan daya
saing daerah.
9. Manajemen dan Ekonomi Mikro
Dalam indicator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang dilakukn
dikaitkn dengan pertanyaan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelola
dengan cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung-jawab. Prinsipprinsip yang relevan terhadap daya saing daerah di antaranya adalah:
a. Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan
kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu
daerah.

14

b. Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya
saing daerah dimana perusahaan tersebut berada.
c. Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan
menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan
yang kompetitif.
d. Kewirausahaan sangat krusial bagi aktivitas ekonomi pada masa-masa
awal.
e. Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perusahaan memerlukan
keahlian dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan
usaha.
Dalam konsep daya saing WEF, dijelaskan beberapa indikator daya saing.
Hal itu bisa dimulai dari dan relevan dengan pembangunan di tingkat daerah.
1.

Institusi
Baik institusi publik maupun swasta. Institusi publik perlu membangun tata
kelola yang baik. Saat ini instrumen teknologi informasi (TI) telah mampu
membantu pemerintah untuk melayani publik secara lebih akuntabel dan
responsif. Namun, ke depan cakupannya perlu diperluas. Adapun institusi
swasta, perlu ada dorongan untuk menegakkan praktik good corporate
governance (GCG). Dalam hal ini, pemerintah daerah bisa memberikan
stimulus/insentif.

2.

Infrastruktur
Infrastruktur merupakan jantung ekonomi. Kapasitas fiskal daerah untuk
pembangunan infrastruktur jelas terbatas. Karena itu, dibutuhkan cara baru.

15

Misalnya, kemitraan bersama masyarakat dan dunia usaha. Infrastruktur
jalan, bandara, pelabuhan, dan kereta api di daerah seyogianya diperkuat.
Salah satu yang urgen adalah mengupayakan jalur ganda KA sampai
wilayah timur Jawa dan berbagai daerah luar Jawa. Dalam konteks
Indonesia, dua bidang infrastruktur yang tidak boleh dilupakan adalah
pertanian dan energi. Infrastruktur pertanian seperti sumber daya air harus
dibangun agar sektor penyerap tenaga kerja terbesar di republik ini bisa
terbantu.
3.

Kondisi makroekonomi
Kontribusi daerah dalam hal ini, antara lain, soal pengelolaan inflasi.
Keberadaan tim pengendalian inflasi daerah (TPID) sangat membantu
karena penyumbang inflasi di tiap daerah berbeda sehingga membutuhkan
solusi unik. Hingga Maret 2014, TPID ada di 33 provinsi dan 168
kabupaten/kota. Peran daerah sangat sentral karena menentukan inflasi
secara nasional. Butuh banyak inovasi di TPID (yang anggotanya termasuk
pemda) untuk memastikan masalah dan solusi inflasi bisa dipetakan.

4.

Kesehatan dan pendidikan dasar.
Kesehatan dan pendidikan merupakan pilar sumber daya manusia (SDM).
Ingat, pembangunan dimulai dari SDM, bukan dari mesin. Soal kesehatan,
program-program yang meningkatkan inklusi pelayanan perlu ditingkatkan
dan disinergikan dengan aspek administrasi kependudukan. Program BPJS
perlu didorong agar aksesibilitas rakyat terhadap layanan kesehatan semakin

16

besar. Di bidang pendidikan, hambatan soal pendidikan dasar bukan melulu
masalah ekonomi. Hambatan nonekonomi itu perlu dicarikan solusi.
5.

Pendidikan Tinggi dan Pelatihan.
Kuncinya adalah peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan serta
pelatihan ke daerah-daerah. Pendirian politeknik di daerah-daerah bisa
menjadi jawaban. Beasiswa dan pelatihan menjadi kebutuhan mutlak yang
mesti digalakkan.

6.

Kesiapan teknologi.
Poin penting dalam hal ini adalah bagaimana layanan teknologi meluas ke
daerah dalam beragam bentuk, baik untuk pelayanan publik, industri,
maupun penguasaan ilmu. Tingkat kematangan teknologi wajib ditingkatkan
dengan terus mendorong dunia usaha meningkatkan nilai tambah produk
dengan sentuhan teknologi.

7.

Kompleksitas bisnis.
Peningkatan skala sebuah bisnis (mulai kuantitas, kualitas, sentuhan
teknologi produksi, porsi nilai tambah, hingga pemasaran) menjadi
pekerjaan rumah bersama. Pemerintah pusat dan daerah bisa membantu
dunia usaha, khususnya UMKM, untuk mewujudkan bisnis terintegrasi.

8.

Inovasi.
Spirit inovasi selayaknya diinternalisasi ke tubuh institusi publik, swasta,
universitas,

dan

masyarakat

secara

umum.

Ketersediaan

ilmuwan

dan engineer di daerah perlu diperbanyak agar ekonomi bernilai tambah.

17

Hasil penelitian KPPOD (2005) yang meneliti daya tarik Investasi
Kabupaten/kota diIndonesia dengan menggunakan variabel Kelembagaan, Sosial
Politik, Ekonomi Daerah, tenaga kerja, dan produktivitas dan variabel struktur
fisik.
2.4 Penelitian terdahulu
Beberapa penelitian tentang Daya Saing Daerah dipublikasikan dalam jurnal
ilmiah Ekonomi dan Bisnis yang menjadi preferensi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Penelitian Pertama adalah Jurnal Ilmiah Keuangan dan Bisnis oleh
Paidi Hidayat tahun 2012 menegenai Analisis Daya Saing Kota Medan dengan
menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa
dari hasil pembobotan tiga faktor utama penetu daya saing ekonomi kota Medan
yaitu Faktor Infrastruktur memiliki bobot tertinggi (0,252), diikuti Faktor
Ekonomi Daerah (0,243), dan Faktor Sistem Keuangan (0,219). Sedangkan faktor
berikutnya adalah Faktor Kelembagaan (0,148) dan Faktor Sosial Politik (0,139).
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Ira Irawati (2008) yang berfokus pada
pengukuran tingkat daya saing daerah berdasarkan variabel perekonomian daerah,
variabel infrastruktur dan sumber daya alam, serta variabel sumber daya manusia
diwilayah provinsi Sulawesi Tenggara. Variabel yang digunakan adalah
perekonomian daerah, infrastruktur dan sumber daya alam, serta sumber daya
manusia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analytical
Hierarchy Process (AHP). Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian iniadalah
peringkat daya saing terbaik berdasarkan variabel perekonomian daerah,
infrastruktur dan sumber daya alam, serta sumber daya manusia pada

18

kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara, turut mendukung kabupten/kota tersebut
untuk menjadi peringkat terbaik secara umum.
KPPOD (2005) dalam

penelitian berjudul daya saing investasi

kabupaten/kota di Indonesia dengan menggunakan variabel kelembagaan, sosial
politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas, serta variabel
infrastruktur fisik. Secara umum kondisi ekonomi daerah perkotaan lebih baik
dibandingkan dengan daerah kabupaten. Kondisi ekonomi daerah perkotaan di
tahun 2004 mengalami perbaikan, sementara untuk daerah kabupaten justru
mengalami penurunan. Mayoritas daerah kota berada diperingkat A dan B, dan
tidak satupun kota yang berada pada peringkat E, sementara daerah kabupaten
lebih banyak pada peringkat D dan E.
Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Mifthakul Huda (2014) yang
melakukan penelitian dengan 3 tahapan analisis yaitu : 1. Menganalisis
Kemampuan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur, 2.
Melakukan Pemetaan Daya Sang Daerah, 3. Merumuskan Daya Saing
Pengembangan berdasarkan Daya Saing tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Timur. Pembobotan indikator input daya saing di tingkat kepentingan paling
tinggi dengan bobot 0,272 adalah indikator Sumber Daya Manusia dan
Ketenagakerjaan. Sedangkan untuk tingkat kepentingan paling rendah ada pada
indikator Perbankan dan Lembaga Keuangan dengan bobot 0,123. Sementara
untuk pembobotan indikator output nya, indikator Produktivitas Tenaga Kerja
memiliki tingkat kepentingan paling tinggi disbanding indikator PDRB per kapita

19

dan indikator Tingkat Kesempatan Kerja dengan bobot 0,456. Untuk kepentingan
paling rendah ada pada indikator PDRB per kapita dengan bobot 0,228.
2.5 Kerangka Konseptual
Penentuan variabel daya saing ekonomi Kota Sibolgadisesuaikan dengan
kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini. Variabel-variabel yang menjadi
penelitian, seperti Abdullah dkk (2002), Kuncoro (2005), Santoso (2009), Irawati
dkk (2008), Hidayat (2012), dan KPPOD (2005), Irawati (2012), dan Mifthakul
(2014). Berikut ini indikator utama penentu daya saing ekonomi Kota Sibolga
seperti pada gambar berikut :

Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah
Kota Sibolga
KELEMBAGAAN

SOSIAL POLITIK

EKONOMI DAERAH

TENAGA KERJA &
PRODUKTIVITAS

INFRASTRUKTUR
FISIK

Regulation &
Government
services

Socio-Political
Factrs

Regional Economic
Dynamism

Labor& productivity

Physical Infrastructure

Kepastian Hukum

Sosial Politik

Legal Certainty

Socio Political

Potensi Ekonomi
Economic
Potential

Biaya Tenaga
Kerja
Labor Cost

Keuangan Daerah
Regional Finance

Aparatur
Quality Of Civil
Service

Keamanan
Security

Struktur Ekonomi
Economic Structure

Budaya
Cultural

Ketersediaan
Tenaga Kerja
Availability of
Manpower

Produktivitas
Tenaga Kerja
Productivity of
Labor

Ketersediaan
Infrastruktur
Fisik
Availability of
Physical
Infrastructure

Kualitas
Infrastruktur
Fisik
Quality of
Physical
Infrastructure

Perda /
IndikatorPerda
Region Policy /
Regulation

Sumber : KPPOD (2005)

Gambar 2.1
Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Sibolga

20