Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA PADANGSIDIMPUAN

OLEH

EKA SRI MAHYUNI SIREGAR

110501022

PROGRAM STUDY EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

20115


(2)

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kita panjatkan ke Khadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kesabaran kepada saya untuk meneyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan”. Dalam penulisan skripsi ini masih di butuhkan saran dan masukan untuk melengkapi skripsi ini.

Penelitian ini disusun adalah sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S1), Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

Dan tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada orangtua saya Mahyuddin Siregar, Nurjannah Harahap, dan semua abang-abang saya, yang telah banyak mendukung serta memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Serta tidak lupa juga saya mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum, SE, M.Ec, Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan


(3)

DepartemenEkonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Paidi Hidayat, SE., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan memberi masukan dari awal sehingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya, Hasibuan, M.Si, selaku dosen penguji saya yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk melengkapi penyusuna skripsi ini.

5. Ibu Ilyda Sudrajat, S.Si, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan dukungan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Departemen Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada teman-teman saya khususnya angakatan 2011 Ekonomi Pembangunan yang telah membantu dan mendukung saya menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membaca, terutama bagi penulis.

Medan, Februari 2015


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Metode yang menggunakan metode purposive sampling, dan menggunakan data primer melalui kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil dari penelitian ini yaitu faktor perekonomian daerah menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan dengan bobot sebesar 0,267, diikuti dengan faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot sebesar 0,248, kemudian faktor infrastruktur 0,246, faktor kelembagaan sebesar 0,146, dan yang terakhir faktor sosial politik sebesar 0,094.


(5)

ABSTRACT

This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic competitiveness Padangsidimpuan city in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

Results from this research that the regional economy factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Padangsidimpuan city with a weight of 0,267, followed by a factor of labor and productivity a weight of 0,248, then the infrastructure factors a weight of 0,246, institutional factors a weight of 0,146, and the final is socio political factor a weight of 0,094.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Konsep Daya Saing Daerah ... 5

2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah ... 9

2.4 Penelitian Terdahulu ... 15

2.5 Kerangka Konseptual ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 18

3.2 Tempat dan lokasi penelitian ... 18

3.3 Batasan Operasional ... 18

3.4 Defenisi Operasional ... 18


(7)

3.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.7 Metode Analisi Data ... 21

3.7.1 Jenis Data ... 21

3.7.2 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.8 Metode Analisi Data ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan... 35

4.1.1 Kondisi Geografis Kota PAdangsidimpuan ... 35

4.1.2 Kondisi Demografis Kota Padangsidimpuan ... 35

4.1.3 Kondisi Perekonomian Padangsidimpuan ... 37

4.2 Profil Responden... 39

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya saing... 40

4.3.1 Faktor Perekonomian Daerah ... 42

4.3.2 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas ... 45

4.3.3 Faktor Infrastruktur Fisik ... 47

4.3.4 Faktor Kelembagaan ... 50

4.3.5 Faktor Sosial Politik ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok

Masyarakat ... .. 21

3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan ... .. 31

3.3 Skala Penilaian Perbandingan ... .. 32

3.4 Pembangkit Random (RI) ... 35

4.1 Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Kota Padangsidimpuan tahun 2012………... 36

4.2Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Padangsidimpuan (%) Tahun 2013……….37

4.3 Jumlah Perusahaan Industri Besar Menurut Kecamatan Tahun 2012 ... 38


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi di Kota

Padangsidimpuan………. 18

4.1 Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan ... 41

4.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing ... 42

4.3 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah 43 4.4 Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja ... 46

4.5 Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur fisik... 48

4.6 Persentase Bobot Variabel Faktor Kelembagaan ... 50


(10)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Metode yang menggunakan metode purposive sampling, dan menggunakan data primer melalui kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil dari penelitian ini yaitu faktor perekonomian daerah menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan dengan bobot sebesar 0,267, diikuti dengan faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot sebesar 0,248, kemudian faktor infrastruktur 0,246, faktor kelembagaan sebesar 0,146, dan yang terakhir faktor sosial politik sebesar 0,094.


(11)

ABSTRACT

This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic competitiveness Padangsidimpuan city in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

Results from this research that the regional economy factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Padangsidimpuan city with a weight of 0,267, followed by a factor of labor and productivity a weight of 0,248, then the infrastructure factors a weight of 0,246, institutional factors a weight of 0,146, and the final is socio political factor a weight of 0,094.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang memenuhi pengujian internasional, dan dalam saat bersamaan juga dapat memelihara tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, atau kemampuan daerah menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan eksternal (European Commission, 1999).

Daya saing daerah mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau efisiensi pada aras mikro perusahaan. Hal ini mendefenisikan daya saing daerah sebagai “kemampuan suatu perekonomian” dari pada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”. Pelaku ekonomi bukan hanya perusahaan tetapi meliputi rumah tangga, pemerintah, dan agen-agen ekonomi lainnya. Tujuan akhir dari peningkatan wilayah atau daya saing perekonomian adalah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan penduduk di wilayah tersebut (Abdullah, dkk 2003).

Sementara itu, tingginya tingkat persaingan antar negara ini tidak hanya akan berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan, tetapi akan berdampak langsung setelah berlakunya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Tantangan ini kemudian harus diartikan sebagai tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing di masing-masing daerah. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal akan berimplikasi pada kemampuan daerah dalam meningkatkan daya saing daerahnya masing-masing sebagai penentu keberhasilan pembangunan di


(13)

daerahnya tersebut. Peringkat daya saing yang semakin menurun mengatakan bahwa daya saing di Indonesia di perdagangan Internasional semakain menurun. Kekayaan alam yang belimpah sepertinya kurang berperan dalam peningkatan daya saing Indonesia. Hal ini mengindikasikan adanya hambatan yang menyebabkan daya saing Indonesia semakin menurun.Peran pemerintah untuk mengupayakan peningkatan daya saing seharusnya dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia khususnya di perdagangan Internasional.

Menurut World Economic Forum, daya saing nasional adalah kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Forum Ekonomi Dunia atau Word Economic Forum (WEF) mempublikasikan daya saing di Indonesia menempati peringkat 34 dari 144 negara, atau naik tingkat 4 dari posisi sebelumya 38(tahun 2013-2014), dan posisi ke- 50 pada (tahun 2012-2013).Secara keseluruhan, menurut WEF, indikator daya saing global Indonesia belum memperlihatkan hasil yang merata. Sejumlah indikator menunjukkan peringkat yang cukup menggembirakan, tapi sejumlah indikator lain justru sebaliknya. Sebagian indikator malah terkesan bertolak belakang. Lihat saja misalnya dua indikator, efisiensi pemerintah dan tingkat korupsi. Ketika indikator efisiensi berada di level yang cukup tinggi, namun ternyata tidak serta merta dibarengi rendahnya ting kat korupsi, sehingga Indonesia masih berada di level bawah untuk indikator korupsi.

Masyarakat Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel) sudah saatnya bersatu padu, menyamakan persepsi dan menyatukan langkah melakukan upaya-upaya yang nyata


(14)

dalam meningkatkan kualitas pendidikan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan kesejahteraan.

Bersarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 2001 Kota Padangsidimpuan ditetapkan sebagai daerah otonom dan merupakan penggabungan dari Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, Kecamatan Batunadua, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, kecamatan Padangsidimpuan Timur, 37 kelurahan, dan 42 desa, meliputi 6 etnik Mandailing dan Angkola. Kota Padangsidimpuan mayoritas beragama islam, dan dapat disimpulkan bahwa penduduk Kota Padangsidimpuan mayoritas beragam islam.

Meningkatnya daya saing daerah dilihat dari kemampuan ekonomi daerah, fasilitas wilayah dan infrastruktur, iklim berinvestasi dan sumber daya alam. Banyaknya aset untuk memajukan daerah Kota Padangsidimpuan, namun kurangnya media yang menjadi faktor penghambat. Ketatnya persaingan menuntut pemerintah untuk menyiapkan daerahnya untuk berinvestasi dan menjadikan peluang bisnis yang bisa dikembangan di Kota Padangsidimpuan. PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE-UNPAD (2008) neraca daya saing daerah, secara keseluruhan Kota Padangsidimpuan berada di peringkat ke-259 dari 434 neraca daya saing daerah.

Latar belakang ini menunjukkan betapa pentingnya kemampuan daerah dalam menigkatkan daya saing daerah dalam menetapkan kebijakan untuk meningkatkan daya saing perekonomian suatu daerah relatif terhadap daerah-daerah lain. Dari


(15)

pemaparan diatas maka diangkatlah sebuah judul penelitian mengenai “Analisis Daya Saing Ekonomi Daerah di Kota Padangsidimpuan”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan permasalahan yang menjadi pokok permasalahan faktor apakah yang mempengaruhi daya saing ekonomi di Kota Padangsidimpuan tahun 2014.

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing ekonomi di Kota Padangsidimpuan.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian dapat menjadi bahan masukan dan pengetahuan bagi pembaca mengenai daya saing ekonomi.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi penulis lainnya. 3. Dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca

4. Sebagai penambah dan pembanding hasil-hasil penelitian dengan topik yang sama.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Daya Saing Daerah

Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan level nasional tak lain adalah “produktivitas” yang didefenisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja. Bank dunia menyatakan hal yang relatif sama dimana “ daya saing mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit input yang dicapai oleh perusahaan”. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta literatur-literatur terkini mengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara sempit mencakup aspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapi juga mencakup aspek diluar perusahaan. Aspek –aspek tersebut dapat bersifat firm-specific,region-specific, dan bahkan country-specifi.

World Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang secra rutin menrbitkan “Global Competitiveness Report”, mendefenisikan daya saing nasioanal secara lebih luas namun dalam kalimat yang singkat dan sederhana yaitu“kemampuan perekonomian nasioanal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.


(17)

Institute of Management Development (IMD) dengan publikasinya “World Competitiveness Yearbook”. Secara lengkap dan relatif lebih formal IMD mendefenisikan daya saing nasional adalah “kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan cara mengelolah dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity, serta dengan mnegintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model ekonomi dan sosial”. Secara sederhananya daya saing nasional adalah suatu konsep dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusif untuk mempertahankan daya saing domestik maupun global kepada perusahaan-perusahaan yang berada di wilayahnya.

Kesimpulan yang dapat di ambil dari berbagai penelitian di atas adalah tidak adanya kesamaan defenisi yang sempurna. Setidaknya, walau dengan defenisi yang tidak begitu seragam,hampir semua ahli mempunyai kesamaan pendapat tentang apa saja yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing (Sachs dkk, 2000). Dengan demikian, defenisi yang pasti dan disepakati semua pihak tidak lagi menjadi syarat mutlak dalam rangka mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menentukan daya saing suatu daerah.

2.2 Konsep dan Defenisi Daya Saing Daerah

Menurut defenisi UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu CURDS mendefisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu


(18)

daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.

Secara umum, ketika membandingkan kedua defenisi daya saing nasional yang dibahas sebelumya, terdapat kesamaan yang essensial. Dapat dikatakanbahwa perbedaan konsep daya saing hanya terpusat pada cakupan wilayah, dimana yang pertama adalah daerah(bagian suatu daerah), sementara yang kedua adalah negara. Dalam berbagai pembahasan tentang daya saing nasional pun, baik secara eksplisit maupun implisit, terangkum relevansi pengadopsian konsep daya saing nasional kedalam konsep daya saing daerah. Bank Dunia misalnya, secra eksplisit menyebutkan betapa aspek penentu daya saing dapat bersifat region-specific. Dilihat dari substansinya pengadopsian konsep daya saing nasional ke dalam konsep daya saing daerah adalah relevan, namun dalam prakteknya beberapa penyesuaian perlu untuk dilakukan. Kompetisi ekonomi antar negara yang berdaulat tentu tidak mutlak, sama dengan kompetisi antar dearah dalam suatu negara. Dan beberapa prinsip perlu disesuaikan.

Dari pembahasan tentang berbagai konsep dan defenisi tentang daya saing suatu negara atau daerah sebagaimana diuraikan di atas, dapat diambil satu kesimpulan bahwa dalam mendefenisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

• Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau


(19)

mendefenisikan daya saing sebagai “ kemampuan suatu perekonomian” dari pada “kemampuan sektor swasta atau perusahaa”.

• Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan dalam perekonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayak dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.

• Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak lain

adalah meningkatnya tinggi kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang maha luas yang pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan masyarakat.

• Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup (Abdullah, dkk, 2002 :15).

Mempertimbangkan hal-hal di atas, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK-BI) mendefenisikan daya saing yaitu “kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional”


(20)

2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah

Menurut Hidayat (2012) indikator utama daya saing daerah adalah bagian yang penting dalam analisis daya saing ekonomi daerah. Pemahaman indikator utama daya saing ekonomi daerah yang terbatas dan tidak secara komprehensif menjadikan tidak adanya keseragaman pemahaman yang benar oleh stakeholders ditingkat pemerintah daerah dan pada gilirannya akan dapat menyebabkan adanya perbedaan analisis dan kesimpulan terhadap tingkat daya saing yang dimiliki oleh suatu daerah.

Abdullah dkk. (2002) dalam penelitiannya menyebutkan indikato-indikator utama yang dianggap dapat menentukan daya saing ekonomi daerah adalah (1) Perekonomian Daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem Keuangan, (4) Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, (5) Ilmu Pengetahuan dan teknologi, (6) Sumber Daya Manusia, (7) Kelembagaan, (8) Governence dan Kebijakan Pemerintah, (9) Manajemen dan Ekonomi Mikro. Masing- masing indikator diatas dapat dijelskan sebagai berikut:

1. Perekonomian Daerah

Perekonomian daerah merupakan ukurun kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip berikut:

1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka pendek.


(21)

2. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing jangka panjang.

3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.

4. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meniignkatkan kineraja ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasioanal maupun domestik.

2. Keterbukaan

Keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional. Indikator ini menetukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangna internasioanl merefleksikan daya saing perekonomian daerah tersebut.

2. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya.

3. Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara efisien ke seluruh penjuru dunia.

4. Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan perekonomian daerah.

5. Memepertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan ekonomi internasional


(22)

3. Sistem Keuangan

Sistem keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan non-perbankan di daerah untuk fasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan memepengaruhi alokasi faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut. Indikator sistem keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melaui prinsip-prinsip sebgai berikut:

1. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas perekonomian daerah.

2. Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung daya saing daerah.

4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam

Dalam hal ini infrastruktur merupakan indikator seberapa besar daya seperti modal fisik, geografis, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya mendukung aktivitas ekonomi daerah.

2. Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah. 3. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung


(23)

5.Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang menignkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui bebrapa prinsip sebagai berikut:

1. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melauli aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif.

2. Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi dareha ketika melaui tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.

3. Investasi jangka panjang berupa R&D akan menignkatkan daya saing sektor bisnis.

6. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusi dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan dan kulaitas sumber daya manusi. Faktor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. Angakatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan menignktakan daya saing suatu daerah.

2. Pelatihan dan pendidikan adlah cara yang palin baik dalam menignkatkan tenaga kerja yang berkualitas.

3. Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menetukan daya saing suatu daerah.


(24)

4. Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menetukan daya saing daerah tersebut begitu juga sebaliknya.

7.Kelembagaan

Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim sosial, hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing daerah didasrkan pada bebrapa prinsip sebagai berikut.

1. Stabilitas soaial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi dengan baik merupaka iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah yang berdaya saing.

2. Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen.

3. Aktivitas perekonomian daerah suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

8.Governance dan Kebijakan Pemerintah

Governance dan kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai ukuran dari kualitas administrasi pemerintah daerah, khususnya dalam rangka menyediakan infrastruktur fisik dan peraturan-peraturan daerah. Secara umum pengaruh faktor governance dan kebijan pemerintah bagi daya saing daerah dapat disarkan pada prinsip sebagai berikut:

1. Dengan tujuan menciptakan iklim persaingan yang sehata intervensi pemerintah dalam perekonomian sebaiknya diminimalkan.


(25)

2. Pemerintah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang terprediksi serta berperan pula dalam meminimalkan resiko bisnis.

3. Efektivitas administrasi pemerintah daerah dalam menyediakan infrastruktur dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing suatu daerah.

4. Efektivitas pemerintah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan informasi tertentu pada sektor swasta mendukung daya saing ekonomi suatu daerah.

5. Fleksibilitas pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan ekonomi merupakan faktor yang kondusif dalam mendukung.

9.Manajemen dan Ekonomi Mikro

Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang dilakukan dikaitkan dengan pertanyaan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelolah dengan cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Adapun prinsip yang relevan terhadap daya saing daerah di antranya adalah:

1. Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah. 2. Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya saing

daerah di mana perusahaan tersebut berada.

3. Efisensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan dalah keharusan bagi perusahaan yang kompetitif.


(26)

5. Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perusahaan memerlukan keahlian dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha.

2.4. Penelitian Terdahulu

Hidayat (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota medan” skala prioritas untuk infrastruktur yang harus diperhatikan adalah ketersediaan dan kualitas jalan, pelabuhan laut dan udara. Skala prioritas faktor ekonomi daerah adalah potensi ekonomi melalui daya beli masyarkat dan laju pertumbuhan ekonomi. Faktor sistem keuangan yang menjadi skala prioritas adalah kinerja lembaga keuangan.

Santoso (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Daya Saing Ekonomi Kota Jawa Timur” menyimpulkan tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur memiliki kemampuan daya saing, hal tersebut di lihat dari munculnya hasil skor daya saing tiap Kabupaten/Kota.

Irawati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, SertaVariabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Sulawesi Tenggara”sejalan dengan fungsi yang diteapkan dalam bentuk kebijakan pemerintah daerah, di antaranya sebagai pusat pengembangan wilayah dan pusat kegiatan nasional dan lokal, daya saing setiap Kabupaten/Kota akan memberikan kemudahan pelayanan dan penjalaran perkembangan wilayah sekitarnya.

Hadi (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisi Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau” indikator transportasi dan komunikasi


(27)

mengatakan perekonomian penduduk, dan indikator kesenjangan daerah berkorelasi secara nyata dengan seluruh indikator daya

saing daerah yang dianalisis. Hal ini mengindikasikan bahwa tiga indikator inilah yang hendaknya paling diprioritas dalam rangka mempercepat peningkatan daya saing kabupaten/kota di Provinsi Riau.

Kuncoro (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY” menyebutkan bahwa menurut persepsi yang berlaku di DIY faktor kelembagaan memiliki daya tarik investasi/kegiatan berusaha di DIY, kemudian diikuti faktor infrastruktur dan faktor sosial politik.

KPPOD (2005) dalam meneliti daya tarik investasi kabupaten/kota di Indonesia dengan menggunakan variabel kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas, serta variabel infrastruktur fisik.

Millah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Daya Saing Daerah di Jawa Tengah” tingkat daya saing daerah di Jawa Tengah mempunyai kemampun daya saing dimana masing-masing kota memiliki karakteristik perekonomian, infrastruktur, dan sumber daya alam, serta sumber daya manusia yang berbeda-beda. Masing-masing kota berusaha untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan daerahnya secara maksimal agar mampu bersaing dengan daerah lainnya.


(28)

a. Kerangka Konseptual

Penentuan variabel daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan disesuaikan

dengan kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini. Variabel-variabel yang menjadipenelitian, seperti Abdullah dkk (2002), Kuncoro (2005), Santoso (2009), Irawati dkk (2008), Hidayat (2012), dan KPPOD (2005), Irawati (2012), Millah (2013). Berikut ini indikator utama penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan seperti pada gambar berikut.

Sumber : KPPOD (2005)

Gambar 2.1

Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan BAB III

Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah

KELEMBAGAAN Regulation & Government services SOSIAL POLITIK Socio-Political Factors EKONOMI DAERAH Regional Economic Dynamism

TENAGA KERJA & PRODUKTIVITAS Labor& productivity INFRASTRUKTUR FISIK Physical Infrastructure Kepastian Hukum Legal Certainty Biaya Tenaga Kerja Labor Cost Potensi Ekonomi Economic Potential Sosial Politik Socio Political Ketersediaan Infrastruktur Fisik Availability of Physical Infrastructure Ketersediaan Tenaga Kerja Availability of Manpower Produktivitas Tenaga Kerja

Productivity of Labor

Struktur Ekonomi Economic Structure Budaya Cultural Keamanan security Perda / IndikatorPerda

Region Policy / Regulation

Aparatur

Quality Of Civil Service Keuangan Daerah Regional Finance Kualitas Infrastruktur Fisik

Quality of Physical Infrastructure


(29)

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Padangsidimpuan dengan kurun waktu penelitian dari bulan oktober sampai dengan November 2014

3.3Batasan Operasional

Adapun Batasan Oprasional dari Penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kelembagaan

2. Sosial Politik 3. Ekonomi Daerah

4. Tenaga Kerja dan produkvitas 5. Infrastruktur Fisik

3.4Defenisi Operasional

1.Kelembagaan adalah pola hubungan antara anggota masyarakat Kota Padangsidimpuan yang saling

mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan non formal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan.


(30)

2. Sosial Politik, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan kekuasaandan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik, yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial budaya di Kota Padangsidimpuan.

3. Ekonomi Daerah, yaitu ukuran kinerja secara umum daeri perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral, perekonomian, serta tingkat biaya hidup di Kota Padangsidimpuan.

4. Tenaga kerja, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat Kota Padangsidimpuan.

5. Infarastruktur fisik, yaitu sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik, dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik.

3.5Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berada dalam usia angakatan kerja yaitu 15 – 65 tahun dan bermukim di Kota Padangsidimpuan. Berdasarkan data BPS 2012, jumlah penduduk di Kota Padangsidimpuan sebanyak 204.615 jiwa. (BPS 2013). Namun, dalam penelitian ini ditetapkan jumlah sampel yang sudah cukup representative yaitu 30 responden yang mewakili seluruh komponen masyarakat yang terdapat di 5 kecamatan di KotaPadangsidimpuan. Roscoe (1982: 253) dalam Taniredja dan Hidayati (2012) penelitian ini merupakan


(31)

penelitian kausal perbandingan maka, sampel yang digunakan dalam penelitian ini antara 30 sampai dengan 500 responden yang sudah dianggap respentatif, yang merupakan masyarakat Kota Padangsidimpuan yang terdiri dari beberapa kelompok. Adapun jumlah sampel berdasarkan kelompok masyarakat adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1.

Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat

No Kelompok Masyarakat Responden

1 Pelajar / Mahasiswa 3

2 Staf Pengajar (Dosen / Guru) 3

3 Tokoh Masyarakat 4

4 Birokrasi 4

5 Perbankan 3

6 Non Perbankan 3

7 Pengusaha 10

Jumlah 30

Peran mahasiswa/pelajar, staf pengajar/dosen/guru, masyarakat umum bereran dalam menilai bagaimana perkembangan daya saing ekonomi di Kota Pangsidimpuan. Birokrasi berperan dalam mengawasi serta menjalankan perekonomian di daerahnya yang akan menunjang meningkatnya daya saing di Kota Padangsidimpuan. Perbankan dan Non Perbankan berperan sebagai lembaga keuangan yang dapat membantu memberikan transaksi pembayaran berupa pinjaman yang akan meningkatkan usaha daya saing di daerah Kota Padangsidimpuan. Pengusaha adalah yang berperan sangat penting dalam peningkatan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan karena pengusaha itu berperan untuk menjalankan roda perekonomian di setiap daerah.


(32)

3.6Metode Pengambilan Sampel

Prosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive sampling, yakni dengan menentukan sampel atau responden yang di anggap dapat mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengaruh atau merasakan dampak besar terkait daya saing ekonomi daerah.

Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. 3.7Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan adalah :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama yang menjadi objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok masyarakat yang dijadikan sampel.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan melakukan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan publikasi secara


(33)

resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan dengan penelitian.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian iniadalah :

1. Kuisioner

Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini diberikan lembaran kuisioner. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari keompok masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing ekonomi kabupaten/kota di Kota Padangsidimpaun.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi sampel adalah meggali informasi yang lebih mendalam mengenai saran atau keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi kabupaten/kota di Kota Padangsidimpuan tahun 2014.

3.7Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing ekonomi kabupaten/kota di Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 meliputi analisis deskriptif dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Secara jelasnya, metode yang digunakan antara lain sebagai berikut

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini memberikan gambaran tentang karakteristik tertentu dari data yang telah dikumpulkan. Data tersebut akan dianalisis sehingga menghasilkan gambaran


(34)

mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi kabupaten/kota di Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014. Analisis data disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar (chart) dan diagram.

2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor variable dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi kabupaten/kota di Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014. Proses pemberian indikator dan sub-indikator (variabel) dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Pembobotan ini dilakukan dengan persepsi manusia sehingga dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya.AHP juga mampu memberikan prioritas alternative dalam pertimbangan dan preferensif setiap responden (Saaty, dalam hidayat, 2012) .

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh Prof.Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekita tahun 1970. Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternative dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alernatif. Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan.Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang


(35)

digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala data yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif.

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilankeputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, member nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah yang kompleks tidak terstruktur, strategi dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan varibel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multicritcria), struktur masalah yang belum jelas, ketidak pastian pendapat dari pengambilan keputusan, pengambilan keputusan lebih dari satu orang, serta ketidak akuratan data yang tersedia.

Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur satu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada


(36)

berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara instuitif sebgaimana yang dipersentasikan pada pertimbangna yang telah dibuat.Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya.

Analyticl Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari :

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandinganberpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah K kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (inclomplete hierarchy)

4. Expectation, yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupuan yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut :


(37)

1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang di awali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di rangking.

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relative atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsiten maka pengambilan data (preferensi) perlu di ulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.

6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dalam penentu prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tertentu.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,15 maka penilaian harus diulang kembali.


(38)

Rasio konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) rasio Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana:

 Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain  Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya

 Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya  Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentinganlainnya

Prioritas alternative terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking yang di cari dalam Analyitical Hierarchy Process (AHP) ini. Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip yang harus dipahami antara lain :

a. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok,kemudian elemen-elemen tersebut disusunn secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang sebagai suatu sistem dengn suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut.Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen


(39)

homogen. Semua elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.

Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut :

1. Minimum

Jumlah kritria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. 2. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3. Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan. 4. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunkasikan.


(40)

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relative dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan kriteria di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritasnya dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison.

Yang pertama dilakukan dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan dalam bentuk berpasangan, yaitu membandingkan pasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Dalam perbandingan berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena matriks adalah alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta kerangka menguji konsistensi. Rancangan matriks ini mencerminkan dua prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternative dibawahnya, Aᵢ sampai An. Perbandingan antara alterntif untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dlam bentuk matriks n x n, seperti pada table 4 dibawah ini :


(41)

Tabel 3.2.

Matriks perbandingan berpasangan

C A1 A2 A3 ….. An

A1 A2 A3 ….. An a11 a21 a31 ….. an1 a12 a22 a32 ….. an2 a13 a23 a33 ….. an3 … … … … … a1n a2n a3n ….. ann

Nilai ªıı adalah nilai perbandingan elemen Aı (baris) terhadap Aı (kolom) yang

menyatakan hubungan :

a. Seberapa tingkat kepentingan Aı (baris) terhadap kriteria dibandingkan

dengan Aı (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi Aı (baris) terhadap Aı (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria Aı (baris) dibandingkan dengan Aı (kolom).

Nilai matrik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada table 5. Apabila bobot kriteria Aı adalah Wᵢ dan bobot elemenn Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili perbandingan (Wᵢ/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Aᵢ terhadap elemen Aj.

Tabel 3.3. Skala penilaian perbandingan


(42)

Skala tingkat

kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3 Sedikit lebih

penting

Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih

penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan Kebalikan Aij = 1/Aji

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i

Sumber: Thomas L. Saaty (1991)

Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kaulitatif, yaitu melalui ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolute atau ekstrim.

Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan.

Jadi semua jawaban dari partisipan hrus dirata-ratakan. Dalam hal ini Saaty memberikan metode peralatan dengan rata-rata geometrik atau geometrik mean.


(43)

Rata-rata geometrik dipakai karena bilangan yang diRata-rata-Rata-ratakan adalah deret bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil.

Teori rata-rata geometrik menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistemasis ditulskan sebagai berikut :

aij = (z1. z2. z3. …. zn)1/n dengan :

aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan Zi = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, …, n n = Jumlah partisipan

d. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari eigenvector dari setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relative melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.


(44)

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan AHP memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan.

Rumus dari indeks konsistensi adalah :

CI=(λmaks- n) (n-1) Dengan :

CI = indeks konsistensi

λ maks = eigenvalue maksimumn n = orde matrik

Dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100% atau inkonsisten 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi Karena rumus (2.2) di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.


(45)

Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang didapatkan dari suatu ekperimen oleh Oak Ridge National Laboratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School.

Tabel 3.4.

Pembangkit Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

CR = CI/RI

CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random

Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuisioner diukur. Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan respon yang diberikan respon. Sato dalam Chow and Luk (2005) telah menyusun nilai CR (Consistency Ration) yang diizinkan adalah CR ≤ 0,15.

BAB IV


(46)

4.1Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan 4.1.1 Kondisi Geografis Kota Padangsidimpuan

Padangsidimpuan merupakan Kota Administratif, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1982. Kemudian sejak tanggal 21 Juni 2001 berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 2001, Kota Padangsidimpuan ditetapkan sebagai Daerah Otonom dan merupakan hasil penggabungan dari kecamatan Padangsidimpuan Utara, kecamatan Padangsidimpuan Selatan, kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, kecamatan Padangsidimpuan Tenggara. Kota Padangsidimpuan menempati luas area 114.65 km² (44.27mil²).

Kota Padangsidimpuan sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan ( Kecamatan Angkola Timur), sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan ( Kecamatan Batang Angkola dan Kec. Angkola Selatan), sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan (Kecamatan Angkola Barat/ Kecamatan angkola Selatan) dan disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan ( Kecamatan Angkola Timur).

4.1.2 Kondisi Demografis Kota Padangsidimpuan

Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan berdasarkan perhitungan tahun 2012 sebesar 198.809 jiwa, yang terdiri dari 96.841 jiwa penduduk laki-laki dan 101.968 perempuan. Dengan luas wilayah 14.684,68 ha, kepadatan penduduk rata-rata Kota Padangsidimpuan sebesar 1.354 jiwa/km². berikut data jumlah dan kepadatan penduduk Kota Padangsidimpuan tahun 2012.


(47)

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Dan Kepadatan penduduk Kota Padangsidimpuan tahun 2012

No Kecamatan Jumlah

Penduduk Laki-Laki Jumlah Penduduk Perempuan Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)

1 Padangsidimpuan Utara 29.345 31.795 61.140 4.339

2 Padangsidimpuan Selatan 31.000 32.029 63.029 3.987 3 Padangsidimpuan Tenggara 15.194 16.322 31.526 1.139 4 Padangsidimpuan Batunadua 9.784 9.876 19.600 521 5 Padangsidimpuan Hutaimbaru 7.706 8.007 15.713 703 6 Padangsidimpuan Angkola Julu 3.812 3.929 7.741 275

Sumber : Padangsidimpuan Dalam Angka 2013

Jumlah penduduk tertinggi adalah Kecamatan Padangsidimpuan Selatan sebesar 63.029 jiwa. Kemudian Kecamatan Padangsidimpuan Utara dengan 61.140 jiwa. Kedua kecamatan ini mempunyai jumlah penduduk lebih besar dari kecamatan lainnya, disebabkan karena kecamatan ini berada di pusat kota/ wilayah perkotaan.

Kepadatan penduduk Kota Padangsidimpuan tahun 2012 sebesar 198.809 jiwa/km². Kecamatan Padangsidimpuan Utara mempunyai kepadatan penduduk tertinggi sebesar 4.339 jiwa/km². Kemudian kecamatan Padangsidimpuan Selatan sebesar 3.987 jiwa/km². Kemudian kecamatan Padangsidimpuan Tenggara sebesar 1.139 jiwa/km². Selanjutnya Padangsidimpuan hutaimbaru 703 jiwa/km². Kepadatan penduduk yang paling rendah adalah kecamatan Padangsidimpuan Batunadua sebesarr 521 jiwa/km² dan kecamatan Padangsidimpuan Angkola julu sebesar 275 jiwa/km².


(48)

PDRB menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi baik secara total maupun per sektor dengan membandingkan PDRB tahun berjalan terhadap tahun sebelumnya. Untuk melihat produktivitas ekonomi maka digunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Padangsidimpuan tahun 2013.

Tabel 4.2

Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kota Padangsidimpuan

No Lapangan Usaha 2013

1 Industri Pengolahan 9,89

2 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 23,50

3 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 14,21

4 Pengangkutan dan Komunikasi 9,63

5 Bangunan 6,08

6 Jasa-Jasa 20,12

7 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahan 15,78

8 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,52

9 Pertambangan dan Penggalian 0,27

PDRB 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan (2013)

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang member sumbangsih terbesar terhadap PDRB Kota Padangsidimpuan sebesar 23,50 persen, kemudian sektor Jasa-Jasa mencapai 20,12 persen. Selanjutnya sektor keuangan, persewaan dan jasa Perusahaan mencapai 15,78. Kemudian sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan dengan mencapai 14,21 persen. Kemudian diikuti sektor Industri Pengolahan mencapai 9,89 persen. Selanjutnya sektor Pengangkutan dan Komunikasi mencapai 9,63 persen. Kemudian sektor Bangunan mencapai 6,08 persen. Setelah itu


(49)

diikuti sektor Listrik, Gas, dan Air Minum dengan sumbangsih 0,52 persen dan diikuti sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,27 persen.

Perkembangan terus meningkat di Kota Padangsidimpuan dari sektor Jasa dan Perdagangan (Tersier). Hal ini dilihat dari semakin meningkatnya sektor ini serta jumlah surat izin usaha perdagangan yang di terbitkan oleh dinas Koperasi, UKM, Perindag, dan Pasar Daerah Kota Padangsidimpuan. Berikut tabel jumlah perusahaan industri besar menurut kecamatan tahun 2012.

Tabel 4.3

Jumlah Perusahaan Industri Besar Menurut Kecamatan Tahun 2012

No Kecamatan Jumlah Perusahaan

1 Padangsidimpuan Tenggara 3

- Sihitang Raya Ban

- Minyak bumi dan Batu Bara - Hino

2 Padangsidimpuan Selatan 2

- Virgo - Sampagul

3 Padangsidimpuan Batunadua 1

- Sumatera Berlian

Jumlah 6


(50)

4.2Profil Responden

Tabel 4.4

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Laki-laki 18 60

2 Perempuan 12 40

Usia (Tahun) Jumlah Persentase (%)

1 <20 1 3

2 21 – 30 17 57

3 31 – 40 2 7

4 41 – 50 5 17

5 >50 5 17

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%0

1 SMP/Sederajat - -

2 SMA/Sederajat 12 40

3 D3/S1/S2 18 60

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel karakteristik diats untuk 30 responden yang di jadikan sebagai objek penelitian bahwa responden yang berjenis laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 60% dan perempuan sebesar 40%. Kemudian dari segi usia yang yang telah di wawancarai yang berumur 21-30 lebih banyak sebesar 57%. Kemudian yang berumur 41-50 sebesar 17%. Selanjutnya yang berumur >50 juga sebanyak 17%. Kemudian responden yang berumur 31-40 sebesar 7%. Terakhir responden yang paling sedikit yang berumur < 20 sebanyak 3%. Dari tingkat pendidikan responden bahkan para responden yang berpendidikan tinggi tamatan D3/S1/S2 sebesar 60%. Kemudian tingkat pendidikan SMA/ Sederajat sebesar 40%.


(51)

4.3Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi

Daya saing daerah merupakan kemampuan perekonomian setiap daerah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. Adapun faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Proccess (AHP) dengan bantuan Software yaitu Expert Choice. Pembobotan ini dilihat dari faktor yang terbesar yang merupakan faktor terpenting dalam menetukan perekonomian di Kota Padangsidimpuan.

Berikut ini hasil pembobotan dari faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(52)

Gambar 4.1

Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan Dari hasil pembobotan diatas dapat diketahui bahwa faktor penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan tahun 2014 adalah faktor yang mempunyai nilai bobot tertinggi faktor perekonomian daerah sebesar 0,267. Kemudian faktor tenaga kerja sebesar 0,248. Kemudian faktor infrastruktur fisik dengan nilai bobot 0,246. Berikutnya faktor kelembagaan dengan nilai bobot 0,146. Kemudian faktor sosial politik 0.094.

Berikut ini gambar secara persentase, bobot faktor penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan.


(53)

Gambar 4.2

Persentase Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan Pada hasil pembobotan gambar diatas, adapun faktor Penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan menurut responden dipengaruhi tiga faktor dengan nilai bobot terbesar yaitu faktor perekonomian daerah, faktor tenaga kerja dan produktivitas, dan faktor kelembagaan.

Selanjutnya akan dijelaskan faktor penetu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan berdasarkan pemeringkatan dan variabelnya

4.3.1 faktor Perekonomian Daerah

Pengahasilan masyarakat Kota Padangsidimpuan sebagian besar bertani. Meliputi persawahan dan perkebunan, produksi perkebunan yang utama adalah salak, karet, kelapa, kakao, cengkeh, kemiri dan kulit manis. Faktor perekonomian daerah salah satu faktor pendukung daya saing ekonomi daerah Kota Padangsidimpuan karena semakin baik perekonomian semakin tinggi pula daya saing ekonominya. Faktor perekonomian daerah ini mempunyai nila bobot tertinggi yaitusebesar 0,267 aatau 27%. Ada dua variabel perekonomian daerah yaitu variabel struktur ekonomi

15% 9%

27% 25%

24%

Kelembagaan

Sosial Politik

Perekonomian Daerah

Tenaga Kerja dan Produktivitas Infrastruktur Fisik


(54)

dan variabel potensi ekonomi yang mendukung daya saing ekonomi di Kota Padangsidimpuan. Berikut diagram faktor perekonomian daerah.

Gambar 4.3

Presentase Pembobotan Faktor Perekonomian Ekonomi

Pada gambar diatas potensi ekonomi lebih berpengaruh terhadap perekonomian Kota Padangsidimpuan dengan nilai bobot 0,583 atau 58% . Kemudian potensi ekonomi juga mempengaruhi perekonomian Kota Padangsidimpuan sebesar 0,417 atau 42%.

Dari hasil wawancara responden variabel potensi ekonomi sangat penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan. 43 % responden mengatakan tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin meningkat. 33% responden mengatakan setuju, 17% mengatakan sangat setuju tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin meningkat. Kemudian untuk perkembangan kondisi ekonomi yang semakin membaik, 43% responden menyatakan kurang setuju, 37% responden menyatakan setuju, dan 7% responden menyatakan sangat setuju bahwa

58% 42%


(55)

perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. 47% responden kurang setuju bahwa kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau. 17% responden yang setuju dan 23% responden menyatakan tidak setuju. Selanjutnya untuk tingkat kesejahteraan masyarakat yang cenderung semakin membaik, 43% responden kurang setuju, 33% responden setuju bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung semakin membaik, dan 3% responden tidak setuju.

Kemudian pada variabel struktur ekonomi, 27% responden menyatakan setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sector primer semakin meningkat. 7% menyatakan sangat setuju. 57% responden menyatakan kurang setuju nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat. 7% menyatakan sangat tidak setuju, dan 3% tidak setuju bahwa nilai tambah kontribusi sektor primer semakin meningkat.

Selanjutnya, 57% responden menyatakan kurang setuju nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin meningkat. 23% menyatakan setuju, dan 17% menyatakan sanagat setuju. 3% menyatakan sangat tidak setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin meningkat. Kemudian 43% menyatakan setuju nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin meningkat. 33% menyatakan kurang setuju, dan 10% menyatakan sangat tidak setuju. 13% menyatakan sangat setuju nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin meningkat.

Berdasarkan hasil analisis dan wawancara persepsi para responden, variabel potensi ekonomi dapat dikatakan sudah sangat membaik, untuk daya beli


(56)

masyarakat, perkembangan kondisi ekonomi, kondisi harga barang, dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kemudian struktur ekonomi agar lebih baik lagi, dan nilai tambah atau kontribusi sektor primer, sekunder, dan tersier terus meningkat.

4.3.2 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Tenaga kerja merupakan indikator kedua yang penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi suatu daerah dengan bobot indikator sebesar 0,248 atau 25%. Tenaga kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing ekonomi suatu daerah. Faktor tenaga kerja dan produktivitas terdiri dari 3 variabel, yaitu biaya tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja.

Variabel biaya tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,319% atau 32% dari keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas. Variabel ketersediaan tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,324% atau 32%. Dan variabel produktivitas tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,356% atau 36% dari keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas. Persentase bobot dari masing-masing variabel dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(57)

Gambar 4.4

Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Menurut para responden faktor produktivitas tenaga kerja, biaya tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja berperan sangat penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan.

Dari hasil wawancara persepsi masyarakat dalam variabel tenaga kerja, 37% responden menyatakan kurang setuju terhadap besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan UMK. 7% responden sangat setuju, dan 10% responden tidak setuju kalau besarnya upah tenaga kerja sudah sesuai dengan ketentuan UMK. Begitu juga dengan besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat. Kemudian 13% responden setuju. Selanjutnya 60% responden juga menyatakan kurang setuju kalau besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat.

Biaya Tenaga Kerja

32%

Ketersediaan Tenaga Kerja

32% Produktivitas

Tenaga Kerja 36%


(58)

Dalam variabel ketersediaan tenaga kerja, untuk pernyataan jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 53% responden kurang setuju terhadap pernyataan tersebut. 23% responden menyatakan tidak setuju, dan 23% responden juga menyatakan setuju bahwa jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kemudian untuk tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja,40 % responden menyatakan setuju, hanya 20% responden menyatakan kurang setuju.

Jika di lihat dari variabel produktivitas tenaga kerja, 67% responden kurang setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi. Namun, 13% responden menyatakan setuju kalau tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi. Kemudian untuk tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya upah yang ada, 33% responden menyatakan setuju, hanya 30% responden yang menyatakan kurang setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya upah yang ada.

Berdasarkan analisis dan persepsi dari responden, untuk meningkatakan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan produktivitas tenaga kerja harus lebih baik lagi.

4.3.3 Faktor Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik merupakan faktor pendukung bagi kelancaran kegiatan usaha. Ketersedian dan kualitas infrastruktur fisik sangat mempengaruhi kelancaran dunia usaha di suatu daerah. Semakin besar skala suatu usaha, maka kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur fisik juga akan semakin besar.


(59)

Faktor infrastruktur fisik yang terdiri dari dua variabel yaitu ketersediaan infrastruktur fisik dan kualitas infrastruktur. Variabel ketersediaan infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,478% atau 48% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Variabel kualitas infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,522atau 52% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Persentase bobot dari masing-masing variabel faktor infrastruktur fisik dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.3

Persentase bobot variabel faktor infrastruktur fisik

Hasil tanggapan responden kualitas infrastruktur lebih menjadi prioritas dalam infrastruktur fisik. Hasil pembobotan ini dengan cara wawancara terhadap responden yang menunjukkan bahwa dalam variabel ketersediaan infrastruktur fisik, 33% responden menyatakan kurang setuju bahwa ketersediaan jalan sudah memadai. Kemudian 17% responden menyatakan setuju ketersediaan jalan sudah memadai, dan 27% menyatakan sangat tidak setuju bahwa ketersediaan jalan sudah memadai.

Ketersediaan Infrastruktur

Fisik 48% Kualitas

Infrastruktur Fisik 52%


(60)

Kemudian untuk ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai 43% menyatakan sangat tidak setuju. Hanya 13% menyatakan setuju. Kemudian 27% menyatakan kurang setuju, dan 17% menyatakan tidak setuju ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai. 30 responden yang telah diwawancara 43% menyatakan sangat tidak setuju dengan ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai. 7% menyatakan setuju, dan 3% menyatakan sangat setuju. 23% menyatakan tidak setuju bahwa ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai di Kota Padangsidimpuan. Selanjutnya, 63% responden menyatakan setuju bahwa ketersediaan saluran telepon sudah memadai. 13% menyatakan sangat setuju. Kemudian 20% menyatkan kurang setuju bahkan 3% menyatkan bahwa ketersediaan saluran telepon sudah memadai.

Dalam variabel kualitas infrastruktur fisik, 40% menyatakan kurang setuju kualitas jalan sudah baik. 23% sangat tidak setuju. Hanya 3% menyatakan sangat setuju, dan 17% menyatakan setuju. Kemudian 17% menyatakan tidak setuju bahwa kualitas jalan di Kota Padangsidimpuan sudah baik. Selanjutnya untuk akses dan kualitas pelabuhan laut sudah baik, 40% menyatakan sangat tidak setuju. 27% kurang setuju. Kemudian 23% tidak setuju. Bahkan masih ada yang menyatakan 10% setuju bahwa akses dan kualitas pelabuhan laut sudah baik. Sedangkan akses dan kualitas pelabuhan udara sudah baik, 40% menyatakan sangat tidak setuju. 27% tidak setuju, dan 20% kurang setuju. Tetapi ada juga yang menyatakan 13% setuju akan akses dan kualitas pelabuhan udara sudah baik. Kemudian untuk kualitas saluran dan sambungan telepon sudah baik, 70% menyatakan setuju. 13% menyatakan sangat


(61)

setuju. Tetapi hanya 7% menyatakan tidak setuju kualiats saluran dan sambungan telepon sudah baik.

Berdasarkan analisis dan persepsi para responden, kualitas dan ketersediaan infrastruktur fisik harus lebih baik untuk meningkatkan pergerakan sumber perekonomian dan meningkatkan kualitas perekonomian di Kota Padangsidimpuan. 4.3.4 Faktor Kelembagaan

Faktor kelembagaan ini memiliki bobot 0,146 atau 15% yang terdiri dari 4 variabel yaitu kepastian hukum, pembiayaan pembangunan (keuangan daerah), aparatur, peraturan daerah.Kepastian hukum memiliki bobot sebesar 0,425 atau 43%. Pembiayaan pembangunan (keuangan daerah) sebesar 0,172 atau 17%. Aparatur sebesar 0,188 atau 19%. Peraturan daerah sebesar 0,215 atau 21%. Persentase masing-masing variabel dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.6

Persentase Bobot Variabel faktor Kelembagaan

43%

17% 19%

21%

Kepastian Hukum Pembiayaan Pembangunan


(62)

Dari hasil wawancara persepsi masyarakat dalam variabel kepastian hukum, 57% menyatakan setuju bahwa konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik. 23% menyatakan kurang setuju, dan 7% menyatakan tidak setuju. 10% menyatakan sangat tidak setuju bahwa konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik. Kemudian 37% menyatakan kurang setuju penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia usaha sudah baik. 20% menyatakan setuju. 13% menyatakan tidak setuju, dan 17% menyatakan sangat tidak setuju. 13% menyatakan sangat setuju bahwa penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia usaha sudah baik. Kemudian 37% menyatakan kurang setuju pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang. 27% menyatkan setuju. 20% menyatakan sangat tidak setuju. 10% menyatakan tidak setuju, dan 7% menyatakan sangat setuju pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang.

Dari sisi variabel keuangan daerah, 57% menyatakan kurang setuju bahwa jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai dengan kebutuhan. 23% menyatakan sangat tidak setuju. 10% menyatakan setuju jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai dengan kebutuhan, 3% menyatakan sangat setuju. 7% menyatakan tidak setuju jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya 30% menyatakan kurang setuju realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran. 20% menyatakan sangat tidak setuju. 3% menyatakan sangat setuju, dan 20% menyatakan setuju. 20% menyatakan sangat


(63)

tidak setuju bahwa realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran. Selanjutnya 33% menyatakan setuju tingakat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah. 20% menyatakan sangat tidak setuju, dan 13% menyatakan tidak setuju. 10% menyatakan sangat setuju tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah.

Dari sisi variabel aparatur dan pelayanan, 60% menyatakan setuju birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik. 17% menyatakan kurang setuju, 10% menyatakan sangat tidak setuju, dan 3% menyatakan tidak setuju. 7% menyatakan sangat setuju bahwa birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik. Kemudian 33% kurang setuju bahwa penyalahgunaan wewenang oleh aparatur semakin berkurang. 23% menyatakan tidak setuju, 13% menyatakan sangat tidak setuju. 23% menyatakan setuju, dan 7% menyatakan sangat setuju bahwa penyalahgunaan wewenang oleh aparatur semakin berkurang. Selanjutnya 50% menyatakan kurang setuju bahwa struktur pungutan oleh pemerintah daerah terhadap dunia usaha sudah sesuai. 30% menyatkan setuju. 10% menyatakan tidak setuju, dan 10% menyatakan sangat tidak setuju bahwa struktur pungutan oleh pemerintah daerah terhadap dunia usaha sudah sesuai.

Dari sisi variabel peraturan daerah, 63% menyatakan setuju peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha. 13% menyatakan sangat tidak setuju, 7% menyatakan tidak setuju. 10% menyatakan sangat setuju. 7% menyatakan kurang setuju peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha. Kemudian 37%


(64)

menyatakan setuju implementasi Perda sudah sesuai dengan yang di tetapkan. 33% kurang setuju. 13% tidak setuju, dan 13% sangat setuju. 3% menyatakan sangat setuju implementasi Perda sudah sesuai dengan yang ditetapkan.

Dari empat variabel dari faktor kelembagaan ini sangat perlu perhatian dari pemerintahn untuk lebih meningkatkan daya saing ekonomi Kota padangsidimpuan yang lebih baik.

4.3.5 Faktor Sosial Politik

Faktor sosial politik memiliki bobot sebesar 0,94 atau 9% dan memiliki tiga variabel yaitu, variabel stabilitas politik, variabel kemanan, variabel budaya masyarakat. Varibel stabilitas politik memiliki bobot 0,221 atau 22%. Variabel keamanan memiliki bobot 0,499 atau 50%. Variabel budaya masyarakat memiliki bobot 0,280 atau 28%. Persentase dari masing-masing variabel dapat dilihat dari gambar di bawah ini.


(65)

Gambar 4.7

Persentase Bobot Variabel Faktor Sosial Politik

Dari sisi variabel stabilitas politik, 37% menyatakan sangat setuju bahwa potensi konflik di masyarakat semakin menurun dan dapat dideteksi. 30% menyatakan setuju. 27% menyatakan kurang setuju, dan 7% menyatakan tidak setuju potensi konflik di masyarakat semakin menurun dan dapat dideteksi. Selanjutnya, 50% menyatakan sangat setuju intensitas unjuk rasa yang ada diwilayah ini semakin menurun. 23% menyatakan setuju. 23% menyatakan kurang setuju, dan 3% menyatakan sangat tidak setuju bahwa intensitas unjuk rasa yang ada diwilayah ini semakin menurun. Kemudian, 57% menyatakan setuju hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin baik. 17% kurang menyatakan kurang setuju. 10% menyatakan sangat tidak setuju. 13% menyatakan sangat setuju, dan 3% menyatakan tidak setuju hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin baik.

Stabilitas Politik 22%

Keamanan 50% Budaya


(66)

Dari sisi variabel keamanan, 60% menyatakan setuju bahwa gangguan keamanan terhadap aktivitas dunia usaha semakin menurun. 20% menyatakan sanagt tidak setuju. 13% menyatakan sangat setuju. 7% menyatakan kurang setuju untuk gangguan keamanan terhadap aktivitas dunia usaha semakin menurun. Selanjutnya 50% menyatakan setuju bahwa gangguan kemanan terhadap masyarakat dilingkungan sekita tempat kegiatan semakin menurun. 20% menyatakan kurang setuju. 17% menyatakan sanagt tidak setuju. 13% menyatakan sangat setuju bahwa gangguan keamanan terhadap masyarakat dilingkungan sekitar tempat kegiatan semakin menurun. Kemudian 43% menyatakan kurang setuju bahwa kecepatan aparat dalam menanggulangi gangguan keamanan semakin baik. 30% menyatakan setuju. 13% menyatakan sangat tidak setuju. 10% menyatakan sanngat setuju. 3% menyatakan tidak setuju kecepatan aparat dalam menanggulangi gangguan keamanan semakin baik.

Dari sisi variabel budaya masyarakat, 63% mentakan setuju partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam perumusan kebijakan pemerintah daerah semakin meningkat. 20% menyatakan sangat setuju. 7% menyatakan kurang setuju. 7% menyatakan sangat tidak setuju, dan 3% menyatakan tidak setju bahwa partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam perumusan kebijakan pemerintah daerah semakin meningkat. Kemudian 60% menyatakan setuju keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha semakin baik. 23% menyatakan sangat setuju. 13% menyatakan sangat tidak setuju, dan 3% menyatakan kurang setuju bahwa keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha semakin baik. Selanjutya, 63% menyatakan setuju perilaku


(67)

masyarakat terhadap diskriminasi semakin menurun. 17% menyatakan kurang setuju. 10% menyatakan sangat setuju. 7% menyatakan sanagt tidak setuju. 35 menyatakan tidak setuju bahwa perilaku masyarakat terhadap diskriminasi semakin menurun. Kemudian 60% menyatakan setuju bahwa adat istiadat masyarakat daerah semakin mendukung kegiatan dunia usaha. 20% menyatakan sangat setuju. 10% menyatakan tidak setuju, dan 10% menyatakan sangat tidak setuju adat istiadat masyarakat daerah semakin mendukung kegiatan dunia usaha. Selanjutnya, 47% menyatakan setuju etos kerja masyarakat daerah semakin meningkat. 20% menyatakan sangat setuju. 17% menyatakan sangat tidak setuju. 10% menyatakan kurang setuju, dan 7% menyatakan tidak setju etos kerja masyarakat daerah semakin meningkat.

Dari keseluruhan variabel faktor sosial politik, variabel stabilitas politik mempunyai peran penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan.


(1)

masyarakat terhadap diskriminasi semakin menurun. 17% menyatakan kurang setuju. 10% menyatakan sangat setuju. 7% menyatakan sanagt tidak setuju. 35 menyatakan tidak setuju bahwa perilaku masyarakat terhadap diskriminasi semakin menurun. Kemudian 60% menyatakan setuju bahwa adat istiadat masyarakat daerah semakin mendukung kegiatan dunia usaha. 20% menyatakan sangat setuju. 10% menyatakan tidak setuju, dan 10% menyatakan sangat tidak setuju adat istiadat masyarakat daerah semakin mendukung kegiatan dunia usaha. Selanjutnya, 47% menyatakan setuju etos kerja masyarakat daerah semakin meningkat. 20% menyatakan sangat setuju. 17% menyatakan sangat tidak setuju. 10% menyatakan kurang setuju, dan 7% menyatakan tidak setju etos kerja masyarakat daerah semakin meningkat.

Dari keseluruhan variabel faktor sosial politik, variabel stabilitas politik mempunyai peran penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain:

1. Dari hasil pembobotan dan pemeringkatan, adapun faktor utama penentu daya saing ekonomi Kota padangsidimpuan adalah faktor perekonomian daerah dengan bobot tertinggi sebesar 0,267 (27%) . Diikuti oleh faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot sebesar 0,248 (25%). Kemudian faktor infrastruktur dengan bobot 0,246, kemudian faktor kelembagaan dengan bobot sebesar 0,146 (15%). Serta faktor sosial politik dengan bobot sebesar 0.94 (9%).

2. Dalam faktor perekonomian daerah, variabel yang paling penting dalam memberikan kontribusi terhadap tingkat daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan adalah variabel potensi ekonomi sebesar 0,583(58%). Diikuti variabel struktur ekonomi sebesar 0,417 (42%).

3. Faktor tenaga kerja dan produktivitas variabel yang paling penting adalah produktivitas tenaga kerja sebesar 0,356 (36%). Diikuti variabel biaya tenaga kerja sebesar 0,319 (32%) dan variabel ketersediaan tenaga kerja sebesar 0,324 (32%).

4. Faktor infrastruktur fisik yang paling penting adalah variabel kualitas infrastruktur sebesar 0,522 (52%) dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur


(3)

fisik. Diikuti dengan variabel ketersediaan infrastruktur fisik sebesar 0,478 (48%).

5. Untuk faktor kelembagaan variabel yang paling penting adalah variabel kepastian hukum sebesar 0,425 (43%). Diikuti variabel peraturan daerah sebesar 0,215 (21%). Kemudian variabel pembiayaan pembangunan 0,172 (17%), dan variabel aparatur sebesar 0,188 (19%).

6. Untuk faktor sosial politik, variabel yang menjadi prioritas adalah variabel keamanan sebesar 0,499 (50%). Diikuti variabel budaya sebesar 0,280 (28%), dan variabel stabilitas politik sebesar 0,221 (22%) dari keseluruhan bobot faktor sosial politik.

5.2 Saran

Dari kesimpulan di atas dapat memberikan saran antara lain :

1. Pemerintah kota Padangsidimpuan diharapkan dapat memperhatikan kualitas perekonomian daerahnya, variabel yang perlu di perhatikan ialah daya beli masyarakat,perkembangan kondisi ekonomi, kondisi harga barang, dan tingkat kesejahteraan masyarakat,dan nilai tambah atau kontribusi sektor primer, sekunder, dan tersier terus meningkat, untuk meningkatkan daya saing ekonomi kota Padangsidimpuan.

2. Pemerintah Kota Padangsidimpuan juga harus memperhatikan kualitas dan ketersediaan infrastruktur fisik, karena Ketersedian dan kualitas infrastruktur fisik sangat mempengaruhi kelancaran dunia usaha di suatu daerah dan meningkatkan pergerakan sumber perekonomian. Dengan adanya


(4)

perekonomian yang meningkat diharapkan akan meningkatkan daya saing ekonomi di Kota Padangsidimpuan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, P, Alisjahbana, Armida, S, Effendi, N., Boediono, 2002. Daya Saing Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan, dalam Angka tahun, 2013.

Hadi, Syaiful, Bakce, Djaimi, 2011. “Analisi Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau”.

Hidayat, Paidi, 2012. “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan”, Jurnal Keuangan dan Bisnis,

Huda, Miftakhul dan Eko Budi Santoso, 2014. “ Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya”,

Volume 4 Nomor 3, hal 228-238.

Jurnal Teknik Pomits

Irawati, Ira, Zulfadly Urufi, Renato Everardo Isaias Rezza Resobeoen, Agus Setiawan, Aryanto, 2008. “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Serta Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara”, Prosiding INSAHP5, Semarang.

, Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print).

KPPOD, 2005. “Daya Tarik Investasi 214 Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2004”, KPPOD, Jakarta.

Kuncoro, Mudrajad dan Anggi Rahajeng, 2005. “Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY”, Jurnal Ekonomi Pembangunan

Kuncoro, Mudrajad, Ph.D, 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi 3, Erlangga, Jakarta.

, Volume 10 Nomor 2, hal 171-184.

Millah, Anita Nur, 2013 “Analisis Daya Saing Daerah di Jawa”, Skripsi, Semarang. PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD, 2008. Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi

Daeah Kabupaten/Kota di Indonesi,. Rajawali Pers, Jakarta.

Saaty, Thomas L, 1990. Decision Making For Leader :The Analytic Hierarchy Process For Decision in A Complex World, University of Pittsburgh, Pittsburgh.

Santoso, Eko Budi, 2009. “Daya Saing Kota-kota Besar di Indonesia”, Makalah, Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya.


(6)

Soebagyo, Daryono, Triyono, Yuli Tri Cahyono, 2013. “Regional Competitiveness and Its Implications for Development”, Jurnal Ekonomi Pembangunan

Taniredja, Prof. Dr. Tukiran dan Hidayat Mustafidah, S.Si., M.Kom., 2012 Penelitian Kuantitatif,. Alfabeta, Bandung.

, Volume 14, Nomor 2, Desember 2013, hlm. 160-171

World Economic Forum, 2014. The Global Competitiveness Report, Oxford University Press, New York.