Pengaruh Penyuluhan Tentang Deteksi Dini Kanker Payudara Terhadap Pengetahuan Pelajar Kelas XII di SMAN 1 Bengkulu Selatan Tahun 2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi Payudara
Payudara merupakan organ penting dalam kehidupan manusia sejak dari neonatus atau periode bayi yaitu untuk kelanjutan kehidupan sehubungan dengan produksi ASI yang dibutuhkan pada periode itu sampai masa kehidupan dewasa, di mana payudara sebagai salah satu lambang keperempuan (Prawirohardjo, 2011). Bentuk payudara biasanya kubah (dome) yang bervariasi antara bentuk konikal pada nulipara hingga bentuk pendulous pada multipara (Prawirohardjo, 2011). Kelenjar payudara wanita dewasa belum pernah melahirkan berupa benjolan berbentuk kerucut, wanita yang telah menyusui bentuknya cenderung menurun dan mendatar sedangkan kelenjar payudara wanita lanjut usia mengalami atrofi bertahap (trans. Japaries, 2013).
Kelenjar payudara wanita sebagian besar terletak di anterior otot pektoralis mayor. Sebagian kecil dari bagian latero-inferiornya terletak di depan otot seratus anterior. Batas superior, inferior terletak di antara sela iga ke 2-6 atau ke 3-7. Batas medial adalah linea parasternal, batas lateral adalah linea aksilaris anterior, kadang kala mencapai linea aksilaris media (trans. Japaries, 2013).
(2)
Gambar 2.1. Kelenjar Payudara Potongan Anterolateral Sumber Netter, 2011
Sentrum dari kelenjar payudara adalah papila mammae, sekelilingnya terdapat lingakaran areola mammae. Areola mammae memiliki tonjolan kelenjar areolar, saat menyusui dapat menghasilkan sebum yang melicinkan papila mammae. Kelenjar payudara memiliki 15-25 lobulus, yang masing-masing adalah kelenjar campuran tubuloalveolar dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris. Tiap lobulus merupakan satu sistem tubuli laktiferi yang berawal dari papila mamae. Sistem tubuli laktiferi dapat dibagi menjadi sinus laktiferi, ampula duktus laktiferi, duktus laktiferi besar, sedang, kecil, terminal, dan asinus serta bagian lainnya. Sebagian duktus besar menjelang ke papila saling beranastomosis (trans. Japaries, 2013).
(3)
Gambar 2.2. Kelenjar Payudara Potongan Sagital Sumber Netter, 2011
Payudara mendapat vaskularisasi dari 2 arteri utama yaitu arteri mammaria interna dan arteri torakalis lateralis. Kurang lebih 60% payudara mendapat perdarahan dari arteri perforantes mammaria interna yaitu meliputi bagian medial dan sentral dan bagian kranial. Bagian atas dan lateral payudara diperdarahi oleh arteri torakalis lateralis. Sebagian kecil payudara juga diperdarahi oleh arteri torakoakromialis cabang pektoralis, cabang arteria interkostalis III, IV serta a/v subkapular dan torakodorsalis. Sementara itu, terdapat tiga grup vena dalam yang keluar dari payudara (Prawirohardjo, 2011), yaitu:
1. Vena interkostalis: yang melintang di regio posterior dari payudara dari interkosta 2 sampai interkosta 6 dan mengalirkan darah vena ke vena vertebralis bagian posterior dan akhirnya ke v. Azigos untuk berakhir di vena cava superior.
2. Vena aksilaris: mengalirkan darah vena dari dinding dada m.pektoralis dan payudara.
(4)
3. Vena mammaria interna: merupakan pleksus vena terebesar yang mengalirkan darah vena dari payudara. Vena ini kemudian bermuara di v.inominata.
Gambar 2.3. Vaskularisasi Kelenjar Payudara Sumber Netter, 2011
Saluran limfe kelenjar payudara terutama berjalan mengikuti vena kelenjar payudara, drainasenya terutama melalui: bagian lateral dan sentral masuk ke kelenjar limfe fosa aksilaris, sedangkan bagian medial masuk ke kelenjar limfe mammaria interna. Drainase limfe kelenjar payudara tidak memiliki batasan absolut, ditambah lagi terdapat anastomosis, limfe bagian medial dapat mengalir ke kelenjar limfe fosa aksilaris, bagian lateral dapat mengalir ke kelenjar limfe mammaria interna. Sementara itu kelenjar payudara dipersarafi oleh nervi interkostal ke 2-6 dan 3-4 rami dari pleksus servikalis (trans. Japaries, 2013).
(5)
Gambar 2.4. Saluran Limfe pada Kelenjar Payudara Sumber Netter, 2011
Seiring bertambahnya usia payudara terus tumbuh dan berkembang yang dipengaruhi oleh hormon. Hormon estrogen melancarkan pertumbuhan payudara sedangkan progesteron menghambat. Kedua hormon ini bersama-sama menyebabkan perkembangan duktus, lobulus, dan alveolus dari jaringan payudara (Prawirohardjo, 2011). Perkembangan payudara dari masa pubertas sampai kepada maturitas, dibedakan dalam lima fase yaitu:
Tabel 2.1. Fase Perkembangan Payudara
Fase I
Usia Pubertas
Preadolesen elevasi dari nipple dengan tidak adanya massa glandular teraba atau tidak ada pigmentasi areola Fase II
Usia 11,1 + 1,1 tahun
Timbulnya jaringan glandular subareolar nipple dan payudara tampak sebagian tonjolan di dinding dada Fase III
Usia 12,2 + 1,09 tahun
Meningkatnya massa glandular dengan pembesaran payudara dan meningkatnya diameter dan pigmentasi dari areola. Kontur payudara dan nipple berada pada satu dataran
Fase IV
Usia 13,2 + 1,15 tahun
Pembesaran areola dan pigmentasi bertambah, nipple dan areola mulai berbentuk tonjolan tersendiri di payudara Fase V
Usia 15,3 + 1,7 tahun
Akhir dari masa pertumbuhan adolesen payudara dengan kontur yang licin dengan tidak adanya pengerasan areola dan nipple
(6)
2.2.Kanker Payudara
2.2.1.Definisi Kanker Payudara
Istilah kanker merujuk ke semua tumor ganas yang sering digunakan masyarakat awam (trans. Japaries, 2013). Kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker (Pusdatin Kemenkes RI, 2015). Kanker merupakan penyakit neoplastik dengan perjalanan alamiah yang bersifat fatal. Tidak seperti sel-sel tumor jinak, sel kanker menunjukan sifat invasi dan metastatis, serta sangat anaplastik. Istilah kanker kadang-kadang digunakan sebagai sinonim istilah karsionoma (Dorlan, 2012).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 796 tahun 2010, kanker payudara adalah keganasan dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara. Suprianto (2010) berpendapat bahwa kanker payudara adalah pertumbuhan sel payudara yang tidak terkontrol lantaran perubahan abnormal dari gen yang bertanggung jawab atas pengaturan pertumbuhan sel.
Secara normal, sel payudara yang tua akan mati, lalu digantikan oleh sel baru yang lebih ampuh. Regenerasi sel seperti ini berguna mempertahankan fungsi payudara. Pada kasus kanker payudara, gen yang bertanggung jawab terhadap pengaturan pertumbuhan sel termutasi. Kondisi itulah yang disebut kanker payudara (Suprianto, 2010).
2.2.2.Epidemiologi Kanker Payudara
Berdasarkan riset dari Internasional Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2012, kanker payudara menjadi kanker nomer satu bagi wanita dan menyebabkan kematian wanita terbanyak dibandingkan kanker lain di dunia. Berikut ini adalah tabel incidence dan mortality kanker bagi wanita di dunia:
(7)
Tabel 2.2. Angka Kejadian dan Kematian Kanker pada Wanita di Dunia
Kanker Incidence Mortality
Jumlah (%) Jumlah (%)
Payudara 1.671.149 25,1 521.907 14,7
Kolorektum 614.304 9,2 320.294 9,0
Paru 583100 8,8 491223 13,8
Serviks uteri 527624 7,9 265672 7,5
Lambung 320301 4,8 254103 7,2
Sumber Internasional Agency for Research on Ca ncer (IARC), 2012.
Di Indonesia kanker payudara adalah penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi kedua. Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2013 angka kejadian kanker payudara adalah 0,5‰ atau sebanyak 61.682. Di bawah ini adalah prevalensi kejadian kanker payudara beberapa provinsi di Indonesia.
Tabel 2.3. Prevalensi Kanker Payudara di Indonesia
Provinsi ‰ Diagnosis Dokter Estimasi Jumlah Absolut
Sumatera Utara 0,4 2.682
Bengkulu 0,8 705
DKI Jakarta 0,8 3.946
Jawa Barat 0,3 6.701
Jawa Tengah 0,7 11.511
DI Yogyakarta 2,4 4.325
Jawa Timur 0,5 9.688
Sulawesi Selatan 0,7 2.975
Sumber Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementerian Kesehatan RI, 2015.
2.2.3.Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Payudara
Etiologi kanker payudara, belum dapat dijelaskan, tetapi banyak penelitian yang menunjukan adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan risiko atau kemungkinan untuk terjadinya kanker payudara. Faktor risiko yang utama berhubungan dengan keadaan hormonal dan genetik. Hal itu disebabkan beberapa faktor di bawah ini (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010):
(8)
1. Diet, faktor yang dapat memperberat seperti peningkatan berat badan yang bermakna pada saat pasca monopause, diet ala barat yang tinggi lemak (western style), dan minuman beralkohol.
2. Hormon dan faktor reproduksi
a. Menarche atau menstruasi pertama pada usia relatif muda (kurang dari 12 tahun)
b. Menopause atau mati haid pada usia relatif lebih tua (lebih dari 50 tahun)
c. Belum pernah melahirkan d. Infertilitas
e. Melahirkan anak pertama pada usia relatif lebih tua (lebih dari 35 tahun)
f. Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama g. Tidak menyusui
3. Radiasi pengion pada saat pertumbuhan payudara
4. Riwayat keluarga, telah diketahui gen berperan terjadinya kanker payudara yaitu BRCA1, BRCA2 dan juga pemeriksaan histopatologi faktor proliferasi p53 germaline mutation. Adanya riwayat menderita kanker pada keluarga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit:
a. Tiga atau lebih keluarga (saudara ibu/klien atau bibi) dari sisi keluarga yang sama terkena kanker payudara atau ovarium
b. Dua atau lebih keluarga dari sisi yang sama terkena kanker payudara atau ovarium usia di bawah 40 tahun
c. Adanya keluarga dari sisi yang sama terkena kanker payudara dan ovarium
d. Adanya riwayat kanker payudara bilateral pada keluarga.
Meskipun kanker payudara lebih umum terjadi pada wanita, tetapi 1.500 laki-laki terdiagnosa kanker payudara di USA tahun 2003. Faktor risiko terjadinya kanker payudara pada laki-laki (Elk & Morrow, 2003), adalah:
(9)
1. Usia lebih dari 65 tahun
2. Riwayat keluarga menderita kanker payudara 3. Mutasi gen BRCA2
4. Klinefelter’s syndrome (Laki-laki yang memiliki X kromosom berlebih)
5. Penderita penyakit hati, seperti sirosis
6. Terpapar radiasi dari tatalaksana kanker di daerah toraks 7. Mendapat terapi kanker prostat dengan estrogen-related drugs 8. Obesitas
2.2.4.Manifestasi Klinis Kanker Payudara
Sebagian besar bermanifestasi sebagai massa payudara yang tidak nyeri. Lokasi massa kebanyakan di kuadran lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang (stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding toraks). Massa cenderung membesar bertahap, dalam beberapa bulan bertambah besar secara jelas (trans. Japaries, 2013).
Benjolan yang semakin lama semakin membesar dan melekat pada kulit, menimbulkan perubahan pada kulit payudara dan puting payudara. Itulah yang membuat puting payudara tertarik ke dalam (retraksi), serta berwarna merah mudah atau kecoklatan sampai menjadi oedema, sehingga terlihat seperti kulit jeruk, mengerut, atau timbul borok pada payudara. Semakin lama, borok membesar dan mendalam. Inilah yang akan menghancurkan seluruh payudara (Suprianto, 2010).
Terdapat juga gejala pengeluaran sekret papilar (umumnya sanguineus) dari puting payudara. Selain itu juga dapat ditemukan pembesaran kelenjar limfe regional. Lokasi yang sering dijumpai pembesara kelenjar limfe adalah aksilar ipsilateral, dengan perkembangan kanker kelenjar limfe supraklavikular juga dapat menyusul membesar (trans. Japaries, 2013).
(10)
2.2.5.Penegakan Diagnosa Kanker Payudara
Dalam penegakan diagnosa kanker payudara diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Anamnesis
Harus mencakup status haid, perkawinan, partus, laktasi, dan riwayat kelainan payudara sebelumnya, riwayat kanker pada keluarga, fungsi kelenjar tiroid, penyakit ginekologi, dan lainnya. Terkait riwayat penyakit sekarang terutama harus perhatikan waktu timbulnya massa, kecepatan pertumbuhan, dan hubungan dengan haid (trans. Japaries, 2013).
2. Pemeriksaan Fisik
Tahapan dalam pemeriksaan payudara (Clinical Breast Examination) adalah sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010): a. Persiapan: menjelaskan kepada pasien tindakan yang akan
dilakukan dan meminta pasien untuk membuka pakaian mulai pinggang ke atas.
b. Inspeksi: perhatikan bentuk, ukuran, puting, kerutan atau lekukan, ruam atau nyeri pada kulit. Lihat puting susu dan perhatikan bentuk dan ukuran serta arah jatuhnya puting (minta pasien membungkuk) tergantung seimbang atau tidak.
c. Palpasi: posisi pasien dalam keadaaan berbaring. 1). Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan permukaan tiga jari tengah teknik spiral. Tekan jaringan payudara sampai keseluruh permukaan payudara. Perhatikan apakah terdapat benjolan atau nyeri. 2). Dengan ibu jari dan telunjuk tekan puting susu dengan lembut, lihat apakah keluar cairan (bening, keruh, atau berdarah). Cairan keruh normal jika setalah menyusui atau melahirkan 1 tahun terakhir. 3). Minta pasien dalam keadaan duduk dengan tangan pasien di bahu pemeriksa untuk memeriksa apakah terdapat pembesaran kelenjar limfe pada pangkal payudara.
(11)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan (Manuaba, 2010), adalah:
a. Pemeriksaan Radio-Diagnostik/Oncologic Imaging 1) Diharuskan (recommended)
a) Mamografi dan USG mama (untuk keperluan diagnostik dan staging)
b) Foto toraks
c) USG abdomen (hati) 2) Optional (atas indikasi)
a) Bone scanning (diameter kanker payudara (KPD) > 5 cm, T4/ LABC, klinis dan stologi mencurigakan)
b) Bone survey, sama dengan diatas dan tidak tersedia fasilitas untuk bone scan.
c) CT-scan
d) MRI (penting untuk mengevaluasi “volume tumor”)
b. Pemeriksaan Biopsi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy/ FNAB/ FNA)
Dilakukan pada lesi/tumor payudara yang klinis dan radiologi/imaging dicurigai ganas. Di negara maju akurasi FNAB sangat baik sehingga dapat dijadikan standar diagnosis pasti KPD. Di Indonesia, akurasi FNAB sudah semakin baik (>90%) sehingga pada beberapa senter dapat direkomendasikan penggunaan FNAB.
c. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)
1) Stereotactic biopsy dengan bantuan USG atau mammogram pada lesi nonpalpabel
2) Core Neddle Biopsy (micro-specimen) 3) Vacum assisted biopsy (mammotome) 4) Biopsi insisional untuk tumor:
(12)
a) KPD operabel dengan diameter >3cm, sebelum operasi definitif
b) Inoperabel: diagnosis, faktor prediktor dan prognostik 5) Biopsi eksisional
6) Spesimen mastektomi disertai pemeriksaan KGB regional 7) Pemeriksaan Imunohistokimia (IHC) terhadap ER, PR,
Her-2/Neu (recommended), Cathepsin-D, VEGF, BCL-2, P53, dan sebagainya (optional/research)
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah guna kepentingan pengobatan dan informasi kemungkinan adanya metastasis. Berikut jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan: 1) Pemeriksaan enzim transaminase: untuk memperkirakan
adanya metastasis pada liver.
2) Pemeriksaan alkali fosfatase dan kalsium: untuk memprediksi adanya metastasis pada tulang.
3) Pemeriksaan kadar kalsium darah rutin dikerjakan terutama pada kanker payudara stadium lanjut dan merupakan keadaan kedaruratan onkologis yang memerlukan pengobatan segera. 4) Pemeriksaan penanda tumor seperti CA-15-13 dan CEA
(dalam kombinasi) lebih penting gunanya untuk menentukan rekurensi dari kanker payudara, dan belum merupakan penanda diagnosis ataupun skrining.
2.2.6.Klasifikasi Stadium Kanker Payudara
Berdasarkan stadiumnya, kanker payudara dibagi menjadi beberapa stadium, adapun pembagian stadium Portmann yang disesuaikan dengan aplikasi klinis (eds Ramli, Umbas, & Panigoro, 2002), yaitu: 1. Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan
(13)
jaringan yang dibawahnya (otot). Besar tumor 1-2 cm. Kelenjar getah bening regional belum teraba. 2. Stadium II : Sesuai dengan stadium I, hanya besar tumor 2,5-5
cm dan sudah ada satu atau beberapa kelenjar getah bening (KGB) aksila yang masih bebas dengan diameter kurang dari 2 cm.
3. Stadium III A : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm) tapi masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening aksila masih bebas satu sama lain.
4. Stadium III B : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm), fiksasi pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan ada oedema (lebih dari 1/3 permukaan kulit payudara), ulserasi dan atau nodul satelit, kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain atau terdapat jaringan sekitarnya. Diameter lebih dari 2,5 cm, belum ada metastasis jauh.
5. Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tetapi sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula dan metastasis jauh lainnya.
2.2.7.Penatalaksanaan Kanker Payudara
Ada beberapa cara pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung kepada stadium klinik penyakit (eds Ramli, Umbas & Panigoro, 2002). Terapi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Terapi Bedah
Pembedahan yang dilakukan bersifat kuratif (menyembuhkan) maupun paliatif (menghilangkan gejala-gejala penyakit) (eds Ramli, Umbas & Panigoro, 2002). Pola operasi yang sering digunakan (trans. Japaries, 2013), adalah:
(14)
a. Mastektomi radikal: lingkup reseksi mencakup kulit berjarak minimal 3 cm dari tumor, seluruh kelenjar payudara, m. Pektoralis mayor, m. Pektoralis minor, jaringan limfatik dan lemak subskapular, aksilar secara kontinu enblok direseksi.
b. Mastektomi radikal modifikasi: lingkup reseksi sama dengan radikal, tapi mempertahankan m. Pektoralis mayor dan minor (model Auchincloss) atau mempertahankan m. pektoralis mayor, mereseksi m. pektoralis minor (model Patey).
c. Mastektomi total: hanya membuang seluruh kelenjar payudara tanpa membersihkan kelenjar limfe.
d. Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe sekitar: secara umum disebut dengan operasi konservasi mammae (BCT). Bertujuan mereseksi sebagian jaringan kelenjar payudara normal di tepi tumor, di bawah mikroskop tak ada invasi tumor di tempat irisan.
e. Mastektomi segmental plus biopsi kelenjar limfe sentinel: metode reseksi sama dengan diatas. Kelenjar limfe sentilen adalah terminal pertama metastasis limfogen dari karsinoma mammae, saat operasi dilakukan insisi kecil di aksila dan secara tepat mengangkat kelenjar limfe sentinel, biopsi, bila patologik negatif operasi dihentikan, bila positif dilakukan diseksi kelenjar limfe aksilar.
2. Radioterapi
Radioterapi memiliki 3 tujuan utama (trans. Japaries, 2013), yaitu: a. Radioterapi murni kuratif: untuk pasien dengan kontraindikasi
atau menolak operasi b. Radioterapi adjuvan
c. Radioterapi paliatif: untuk terapi paliatif kasus stadium lanjut dengan rekurensi, metastasis.
(15)
3. Kemoterapi
Kemoterapi/sitostatika merupakan pengobatan suportif (penunjang) (eds Ramli, Umbas, & Panigoro, 2002).
4. Terapi hormonal
Terapi hormonal merupakan pengobatan suportif dan berupa tindakan ablasi (melenyapkan) atau aditif (penambahan) (eds Ramli, Umbas, & Panigoro, 2002).
5. Imunoterapi
Imunoterapi sebagai tindakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh (eds Ramli, Umbas & Panigoro, 2002).
6. Simtomatik
Terapi berupa perawatan/penanggulangan keluhan-keluhan dari penderita kanker payudara yang sudah lanjut (eds Ramli, Umbas & Panigoro, 2002).
7. Terapi biologis
Overekspresi onkogen berperan penting dalam timbul dan berkembangnya tumor, antibodi monoklonal yang dihasilkan melalui teknik transgenetik dapat menghambat perkembangan tumor. Herseptin berefek terapi nyata terhadap karsinoma mammae dengan overekspresi gen cerbB-2 (HER-2). Herseptin adalah suatu antibodi monoklonal hasil teknologi transgenik yang berefek anti protein HER-2 secara langsung (trans. Japaries, 2013).
2.2.8.Prognosis Kanker Payudara
Berdasarkan data yang didapatkan dari PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) pada tahun 2003, didapatkan data prognosis daya tahan hidup penderita kanker payudara (survival rate) per stadium (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010), adalah sebagai berikut:
1. Stadium 0 : 10-years survival ratenya 98% (nonpalpable breast cancer yang terdeteksi oleh mammografi/USG)
(16)
2. Stadium I : 5-years survival ratenya 85% 3. Stadium II : 5-years survival ratenya 60-70% 4. Stadium III : 5-years survival ratenya 30-50% 5. Stadium IV : 5-years survival ratenya 15%
2.2.9.Pencegahan Kanker Payudara
Pencegahan terhadap kanker dapat disebut juga prevensi kanker. Prevensi kanker ialah suatu usaha untuk mencegah timbulnya kanker atau kerusakan yang lebih lanjut yang ditimbulkan oleh kanker itu sendiri. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah kanker (Sukardja, 2002), yaitu:
1. Prevensi primer: Menghentikan atau mengubah kebiasaan hidup yang memperbesar risiko mendapat kanker, lindungi diri atau hindari kontak dengan karsinogen, obati tumor jinak, dan lesi-prakanker, serta jaga diri terhadap kanker dengan melakukan skrining atau menghindari faktor risiko.
2. Prevensi sekunder: usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan lebih lanjut karena kanker itu dengan deteksi dini dan diagnosis kanker serta pengobatan dengan segera.
3. Prevensi tertier: usaha untuk mencegah timbulnya komplikasi kanker.
Beradasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 796 tahun 2010, pencegahan kanker payudara meliputi tiga tingkat pencegahan yaitu primer, sekunder, dan tersier yang dapat dilihat pada digambar dibawah ini.
(17)
Gambar 2.5. Diagram Alur Untuk Diagnosis Dini Kanker Payudara Sumber Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010.
Diagnosis dini merupakan salah satu bentuk pencegahan untuk berlanjutnya stadium kanker payudara. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai jenis pemeriksaan payudara (Bustan, 2007), yaitu:
1. SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) atau BSE (Breast Self Examination)
2. SARANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis) oleh dokter 3. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)
4. Mamografi: sejenis pemeriksaan radiologi untuk payudara 5. Breast imaging, seperti ultrasound atau MRI scanning.
Untuk mendapatkan secara dini adanya kelainan payudara perlu pemeriksaan yang tepat, baik waktu maupun teknik pemeriksaannya. Sebagai pedoman dapat dipakai berikut ini (Bustan, 2007):
(18)
2. Umur 20-40 tahun: SARANIS tiap 3 tahun dan mamografi awal (usia 35-40 tahun)
3. Umur 40-50 tahun: mamografi tiap 1-2 tahun, SARANIS tiap tahun (tentang riwayat kesehatan dan anjuran dokter)
4. Usia lebih dari 50 tahun: mamografi tahunan dan SARANIS tahunan.
2.3.Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI 2.3.1.Definisi SADARI
Menurut Rasjidi (2011), deteksi dini adalah upaya identifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan tes, pemeriksaan, atau prosedur tertentu yang cepat untuk membedakan orang yang tampak dan sungguh sehat dengan orang yang tampak sehat tetapi sesungguhnya menderita kelainan. Deteksi dini kanker ialah usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat disembuhkan, yaitu kanker yang belum lama tumbuh, masih kecil, masih lokal, masih belum menimbulkan kerusakan yang berarti, pada golongan masyarakat tertentu dan pada waktu yang tertentu (Sukardja, 2000). Deteksi dini pada kanker bertujuan menemukan kanker sedini mungkin agar masih dapat disembuhkan dan karenanya morbiditas dan mortalitas kanker diharapkan berkurang (Rasjidi, 2011). Pemeriksaan deteksi dini payudara berguna untuk memastikan bahwa payudara seseorang masih normal (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009).
Salah satu tindakan deteksi dini kanker payudara yang dapat dilakukan sendiri adalah SADARI atau pemeriksaan payudara sendiri. SADARI adalah pemeriksaan payudara yang dilakukan sendiri dengan belajar melihat dan memeriksa perubahan payudaranya sendiri setiap bulan (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009). Bentuk payudara biasanya berubah-ubah, sebelum memasuki masa menstruasi biasanya payudara membesar, lunak, atau ada benjolan dan
(19)
kembali normal ketika masa menstruasi selesai. Dengan dilakukannya SADARI wanita dapat mengenali perubahan mana yang biasanya terjadi dan mana yang tidak terjadi pada dirinya. Sehingga setiap wanita tahu bagaimana keadaan normal dari payudaranya sendiri (Bustan, 2007).
2.3.2.Tujuan SADARI
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) bertujuan untuk merasakan dan mengenal lekuk-lekuk payudara sehingga jika terjadi perubahan dapat segera diketahui (Bustan, 2007). Pemeriksaan secara teratur akan diketahui adanya benjolan atau masalah lain sejak dini walaupun masih berukuran kecil sehingga lebih efektif untuk diobati (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009).
2.3.3.Waktu untuk Melakukan SADARI
Sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan pada hari ke 7-10 yang dihitung sejak hari ke-1 mulai haid (saat payudara sudah tidak mengeras dan nyeri) atau bagi yang telah menopause pemeriksaan dilakukan dengan memilih tanggal yang sama setiap bulannya (misalnya setiap tanggal 1 atau tanggal lainnya) (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009). Pemeriksaan payudara dapat dilakukan sendiri saat mandi atau sebelum tidur. Dengan memeriksa saat ibu mandi tangan dapat bergerak dengan mudah di kulit yang basah (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010).
2.3.4.Cara Melakukan SADARI
Adapun cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009), yaitu:
1. Perhatikan kedua payudara dengan berdiri di depan cermin dengan tangan di sisi tubuh dan lihat apakah ada perubahan pada payudara.
(20)
Lihat perubahan dalam hal ukuran, bentuk atau warna kulit, atau jika ada kerutan, lekukan seperti lesung pipi pada kulit.
Gambar 2.6. Tahap 1 SADARI
Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009.
2. Perhatikan kembali kedua payudara sambil mengangkat kedua tangan di atas kepala, dilanjutkan dengan meletakkan kedua tangan di pinggang sambil menekan agar otot dada berkontraksi. Bungkukkan badan untuk melihat apakah kedua payudara menggantung seimbang.
Gambar 2.7. Tahap 2 SADARI
Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009.
3. Dengan lembut tekan masing-masing puting dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk melihat apakah ada cairan yang keluar.
(21)
Gambar 2.8. Tahap 3 SADARI
Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009.
4. Kemudian dilakukan perabaan payudara. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sambil berdiri atau berbaring. Jika memeriksa payudara sambil berbaring, diletakkan sebuah bantal di bawah pundak sisi payudara yang akan diperiksa.
Gambar 2.9. Tahap 4 SADARI
Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009.
5. Angkat lengan kiri ke atas kepala. Gunakan tangan kanan untuk menekan payudara kiri dengan ketiga jari tengah (telunjuk, tengah, dan manis). Mulailah dari daerah puting susu dan gerakkan ketiga jari tersebut dengan gerakan memutar diseluruh permukaan payudara. Rasakan apakah ada benjolan atau penebalan.
(22)
Gambar 2.10. Tahap 5 SADARI
Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009.
6. Periksa juga daerah yang berada di antara payudara, di bawah lengan dan di bawah tulang selangka.
Gambar 2.11. Tahap 6 SADARI
Sumber Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009.
7. Angkat lengan kanan ke atas kepala dan ulangi pemeriksaan untuk payudara sebelah kanan dengan menggunakan tangan kiri.
Jika payudara biasanya memiliki benjolan, harus diketahui berapa banyak benjolan yang teraba beserta lokasinya. Bulan berikutnya, haru diperhatikan apakah terdapat perubahan ukuran maupun bentuk benjolan tersebut dibandingkan benjolan bulan sebelumnya. Jika ada cairan dari puting yang tampak seperti darah atau nanah, pada ibu yang tidak menyusui, maka harus segera menemui petugas kesehatan untuk memeriksakan diri lebih lanjut (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2009).
(23)
2.4.Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan merupakan salah satu bentuk dari pendidikan kesehatan atau sekarang yang lebih dikenal dengan nama promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Azwar dalam Ali (2010), penyuluhan kesehatan masyarakat adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Berdasarkan isi dari Undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992 dalam Ali (2010), penyuluhan kesehatan masyarakat merupakan kegiatan yang melekat pada setiap upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah bagian dari promosi kesehatan yang mempengaruhi perilaku melalui faktor predisposisi. Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan untuk mengubah perilaku seseorang atau kelompok masyarakat agar hidup sehat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (Ali, 2010).
1. Komunikasi
Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan ini dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan, maupun berupa gerakan, tindakan, atau simbol-simbol yang diharapkan dapat mengerti, oleh pihak lain, dan pihak lain tersebut merespons atau bereaksi sesuai dengan maksud pihak yang memberikan stimulus. Oleh sebab itu reaksi atau respons, baik dalam bentuk bahasa maupun simbol-simbol ini merupakan pengaruh atau hasil proses komunikasi. Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain, diperlukan keterlibatan beberapa unsur
(24)
komunikasi, yaitu komunikator, komunikan, pesan, dan saluran atau media (Notoatmodjo, 2007).
2. Informasi
Penyampaian informasi dalam penyuluhan kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam alat bantu pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu:
a. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu menstimulasi indra pengelihatan (mata) pada waktu terlaksananya proses pendidikan. Alat bantu ini ada 2 bentuk yaitu:
1) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip, dan lainnya.
2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan:
a) Dua dimensi, gambar peta, bagan, dan sebagainya. b) Tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka, dan lainnya.
b. Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu untuk menstimulasikan indra pendengaran pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya: piringan hitam, radio, pita suara, dan sebagainya.
c. Alat bantu lihat-dengar, seperti televisi atau video cassette. Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA). Alat bantu kesehatan yang berguna sebagai saluran untuk menyampaikan informasi kesehatan dan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien disebut dengan media promosi kesehatan. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan-pesan kesehatan, media ini dibagi menjadi 3, yakni media cetak, media elektronik, dan media papan (Notoatmodjo, 2007).
a. Media Cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut:
1) Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.
(25)
2) Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat.
3) Flyer (selebaran), seperti leaflet tapi tidak dilipat. 4) Flif chart (lembar balik)
5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas suatu masalah kesehatan, atau hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6) Poster, ialah bentuk media cetak yang berisi pesan atau informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. b. Media Elektronik
Adapun jenis media elektronik yang dapat digunakan adalah:
1) Televisi, misalnya dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab, pidato, TV Spot, kuis atau cerdas cermat, dan sebagainya.
2) Radio, contonya obrolan (tanya jawab), sandiwara radio, ceramah, dan lainnya.
3) Video 4) Slide 5) Film Strip
c. Media Papan (Billboard)
Papan (Billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum yang dapat diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.
3. Edukasi (pendidikan)
Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan kesehatan bagi pelajar utamanya untuk menanamkan kebiasaan
(26)
hidup sehat agar dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri serta lingkungannya serta ikut aktif di dalam usaha-usaha kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tahapan-tahapan berikut (Notoatmodjo, 2010), yaitu:
a. Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar hidup sehat b. Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat
c. Membentuk kebiasaan hidup sehat.
Hal pokok sebagai materi dasar untuk menanamkan perilaku atau kebiasaan hidup sehat adalah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007):
a. Kebersihan perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan, terutama lingkungan sekolah
b. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
c. Penyakit-penyakit tidak menular (penyebab dan cara pencegahannya) d. Gizi
e. Pencegahan kecelakaan atau keamanan
f. Mengenal fasilitas kesehatan yang profesional dan sebagainya.
2.5.Pengetahuan atau Knowledge
Menurut Soekanto, pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation) (Mubarak, Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indra pengelihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).
(27)
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitaas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2010), yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. 3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara kompenen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahun yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian
(28)
atau responden. Faktor-fakror yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah pendidikan, umur, pekerjaan, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan sekitar, dan informasi yang didapat (Mubarak, Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007).
2.6.Hubungan Penyuluhan dengan Pengetahuan
Pentingnya pendidikan kesehatan atau promosi kesehatan terhadap perilaku dan status kesehatan seseorang dapat digambarkan sebagai berikut dengan modifikasi konsep H.L Blum dan Lawrence Green (Mubarak, Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007).
Gambar 2.12. Diagram Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Promosi Kesehatan
Sumber Notoatmodjo, 2007.
Keturunan
Status kesehatan
Perilaku
Enabling Factors (Ketersediaan sumber-sumber/
fasilitas)
Pemberdayaan masyarakat (pemberdayaan sosial)
Promosi kesehatan
Lingkungan Pelayanan
Kesehatan
Predisposing Factors (pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,
nialai, dsb)
Reinforcing Factors (sikap dan
perilaku petugas, peraturan UU dll)
Training Komunikasi
(1)
2.4.Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan merupakan salah satu bentuk dari pendidikan kesehatan atau sekarang yang lebih dikenal dengan nama promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Azwar dalam Ali (2010), penyuluhan kesehatan masyarakat adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Berdasarkan isi dari Undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992 dalam Ali (2010), penyuluhan kesehatan masyarakat merupakan kegiatan yang melekat pada setiap upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah bagian dari promosi kesehatan yang mempengaruhi perilaku melalui faktor predisposisi. Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan untuk mengubah perilaku seseorang atau kelompok masyarakat agar hidup sehat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (Ali, 2010).
1. Komunikasi
Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan ini dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan, maupun berupa gerakan, tindakan, atau simbol-simbol yang diharapkan dapat mengerti, oleh pihak lain, dan pihak lain tersebut merespons atau bereaksi sesuai dengan maksud pihak yang memberikan stimulus. Oleh sebab itu reaksi atau respons, baik dalam bentuk bahasa maupun simbol-simbol ini merupakan pengaruh atau hasil proses komunikasi. Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain, diperlukan keterlibatan beberapa unsur
(2)
komunikasi, yaitu komunikator, komunikan, pesan, dan saluran atau media (Notoatmodjo, 2007).
2. Informasi
Penyampaian informasi dalam penyuluhan kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam alat bantu pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu:
a. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu menstimulasi indra pengelihatan (mata) pada waktu terlaksananya proses pendidikan. Alat bantu ini ada 2 bentuk yaitu:
1) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip, dan lainnya.
2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan:
a) Dua dimensi, gambar peta, bagan, dan sebagainya. b) Tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka, dan lainnya.
b. Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu untuk menstimulasikan indra pendengaran pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya: piringan hitam, radio, pita suara, dan sebagainya.
c. Alat bantu lihat-dengar, seperti televisi atau video cassette. Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA). Alat bantu kesehatan yang berguna sebagai saluran untuk menyampaikan informasi kesehatan dan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien disebut dengan media promosi kesehatan. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan-pesan kesehatan, media ini dibagi menjadi 3, yakni media cetak, media elektronik, dan media papan (Notoatmodjo, 2007).
a. Media Cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut:
1) Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.
(3)
2) Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat.
3) Flyer (selebaran), seperti leaflet tapi tidak dilipat. 4) Flif chart (lembar balik)
5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas suatu masalah kesehatan, atau hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6) Poster, ialah bentuk media cetak yang berisi pesan atau informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. b. Media Elektronik
Adapun jenis media elektronik yang dapat digunakan adalah:
1) Televisi, misalnya dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab, pidato, TV Spot, kuis atau cerdas cermat, dan sebagainya.
2) Radio, contonya obrolan (tanya jawab), sandiwara radio, ceramah, dan lainnya.
3) Video 4) Slide 5) Film Strip
c. Media Papan (Billboard)
Papan (Billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum yang dapat diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.
3. Edukasi (pendidikan)
Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan kesehatan bagi pelajar utamanya untuk menanamkan kebiasaan
(4)
hidup sehat agar dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri serta lingkungannya serta ikut aktif di dalam usaha-usaha kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tahapan-tahapan berikut (Notoatmodjo, 2010), yaitu:
a. Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar hidup sehat b. Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat
c. Membentuk kebiasaan hidup sehat.
Hal pokok sebagai materi dasar untuk menanamkan perilaku atau kebiasaan hidup sehat adalah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007):
a. Kebersihan perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan, terutama lingkungan sekolah
b. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
c. Penyakit-penyakit tidak menular (penyebab dan cara pencegahannya) d. Gizi
e. Pencegahan kecelakaan atau keamanan
f. Mengenal fasilitas kesehatan yang profesional dan sebagainya.
2.5.Pengetahuan atau Knowledge
Menurut Soekanto, pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation) (Mubarak, Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indra pengelihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).
(5)
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitaas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2010), yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. 3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara kompenen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahun yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian
(6)
atau responden. Faktor-fakror yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah pendidikan, umur, pekerjaan, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan sekitar, dan informasi yang didapat (Mubarak, Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007).
2.6.Hubungan Penyuluhan dengan Pengetahuan
Pentingnya pendidikan kesehatan atau promosi kesehatan terhadap perilaku dan status kesehatan seseorang dapat digambarkan sebagai berikut dengan modifikasi konsep H.L Blum dan Lawrence Green (Mubarak, Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007).
Gambar 2.12. Diagram Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Promosi Kesehatan
Sumber Notoatmodjo, 2007.
Keturunan
Status kesehatan
Perilaku
Enabling Factors (Ketersediaan sumber-sumber/
fasilitas)
Pemberdayaan masyarakat (pemberdayaan sosial)
Promosi kesehatan
Lingkungan Pelayanan
Kesehatan
Predisposing Factors (pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,
nialai, dsb)
Reinforcing Factors (sikap dan
perilaku petugas, peraturan UU dll)
Training Komunikasi