Rancang Bangun Absorber Pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorbsi Dengan Pasangan Refrijeran-Absorbent Amonia-Air Chapter III V

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratoriun Foundry ,Departemen teknik mesin,

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Perancangan, pembuatan alat dan
Pengujian dilakukan selama kuarang lebih 5 bulan (12 juli – 28 November 2015)

3.2

Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Pompa Air DAP DB-125A
Berfungsi untuk mengalirkan air dari drum penampung ke absorber.


Gambar 3.1 Pompa Air
Spesifikasi :
 Jenis pompa

 Kapasitas Pompa

: DB-125A
: 42L/min

Universitas Sumatera Utara

 Tegangan

: 220 V

 Frekuensi

: 50 Hz

 Daya Masukan


: 230 Watt

 Daya keluaran

: 125 Watt

 Kapasitor

: 6µF/ 450 V

 Suhu cairan masuk

: 350C

 Tinggi dorong

 Tinggi total maksimum
 Tinggi hisap maksimal


: 12 meter
: 21 meter
: 9 meter

2. Pressure Gauge
Digunakan sebagai pengukur tekanan larutan ammonia air yang keluar dari
absorber

Gambar 3.2 Pressure Gauge
Spesifikasi :

 Merek

 Buatan

 Tekanan maksimal

 Tekanan minimal

: TACO

: Jepang
: 10 Bar
: 0 Bar

Universitas Sumatera Utara

3.

Termometer digital
Termometer digital digunakan untuk mengukur temperatur amonia masuk
dan larutan ammonia-air yang keluar dari absorber.

 Merek

 Buatan

Gambar 3.3 Termometer digital
: DIG
: Jepang


 Temperatur min : 0o C

 Temperatur maks : 120 oC

4. Pompa Vakum
Untuk memvakumkan absorber sebagai bagian dari rangkaian pendingin.

Gambar 3.4 Pompa Vakum

Universitas Sumatera Utara

Spesifikasi :
 Merek

: Robinair

 Model No

: 15601


 Capacity

: 142 L/m

 Motor h.p



 Volts

: 110-115V/ 220-225V

5. Stop watch digunakan untuk menentukan waktu perubahan suhu selama proses
pengujian

Gambar 3.5 Stop watch
6. Drum digunakan sebagai wadah penampungan air untuk dialirkan ke absorber.

Gambar 3.6 Drum air


Universitas Sumatera Utara

7. Penyambung pipa untuk menghubungkan antara pipa evaporator dengan
absorber

Gambar 3.7 Penyambung pipa

8. Alat bantu perbengkelan, seperti :























Kunci pas
Kunci ring
Tang
Gerinda
Bor listrik
Palu
Obeng
Pembengkok pipa
Gergaji besi
Gunting

Lem

Universitas Sumatera Utara





Silicon
Las listrik

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ammonium hydroxide
(NH4OH) yaitu sebagai pasangan refrijeran-absorbent dengan spesefikasi
sebagai berikut :
Jumlah

: 5 liter

Kadar


: 21% - 25%

PH

: 12 -13

Gambar 3.8 ammonium hydroxide (NH4OH)

Universitas Sumatera Utara

3.3 Eksperimental set up
Pengujian dilakukan dengan menghubungkan sensor termometer digital ke
lima titik yang akan di ukur temperaturnya, adapun beberapa titik yang akan
diukur adalah :

Gambar 3.9 titik pengukuran pada absorber

1. Temperatur uap ammonia
Yaitu temperatur uap amonia yang keluar dari evaporator dan masuk ke

dalam absorber.
2. Temperatur air (absorbent)
Yaitu temperatur air yang telah terpisah dari larutan ammonia akibat
proses pemanasan di dalam generator
3. Temperatur larutan ammonia-air
Yaitu temperatur campuran antara air dan ammonia yang telah berubah
menjadi larutan akibat proses pendinginan

Universitas Sumatera Utara

4. Temperatur air pendingin masuk
Yaitu temperatur air pendingin yang masuk kedalam absorber
5. Temperatur keluar air pendingin
Yaitu temperatur air yang telah menyerap suhu pencampuran ammonia
dan air dari generator
6. Tekanan larutan
Yaitu tekanan larutan ammonia-air setelah bercampur
3.4 Prosedur pengujian
Pengujian dapat dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut:
1. Rangkaian siklus absorbsi terlebih dahulu divakumkan dengan
menggunakan pompa vakum hingga rangkaian benar benar vakum.
2. Menghidupkan mesin dan proses pemanasan dilakukan 10-15 menit
hingga suhu generator mencapai 1000C.
3. Memasukkan larutan ammonia air ke tabung pengisian sebanyak 5 liter.
4. Menghidupkan pompa,kipas kondensor,dan kipas evaporator.
5. Membuka kran/katup pada absorber sehingga larutan ammonia-air masuk
ke dalam absorber.
6. Membuka katup/kran sebelum masuk kondensor dengan ketentuan
tekanan yang di inginkan telah tercapai.
7. Mengukur temperatur titik titik yang telah di tentukan dengan
menggunakan thermometer digital.
8. Mengukur tekanan dengan menggunakan pressure gauge.
9.

Universitas Sumatera Utara

3.5 Proses Pembuatan Absorber
1. Proses pembuatan desain absorber dengan software solidwork2010

Gambar 3.10 Gambar Desain absorber
2. Membuat rangka dudukan absorber dan komponen lainya

Gambar 3.11 Rangka dudukan komponen siklus absorbsi

Universitas Sumatera Utara

3. Pembuatan absorber

Gambar 3.12 Absorber dengan tipe shell and tube
4. Pembuatan saluran untuk air pendingin absorber

Gambar 3.13 Saluran masuk dan keluar air pendingin absorber

Universitas Sumatera Utara

5. Pemasangan absorber

Gamabar 3.14 absorber pada rangkaian siklus
6. Menguhubungkan dengan drum air

Gambar.3.15 Absorber terhubung dengan drum air

Universitas Sumatera Utara

3.6 Tahapan prosedur penelitian

Mulai

Buku Referensi,
Jurnal, Internet, dll

Studi Literatur

Perhitungan dan Diskusi Perancangan Absorber

Pembuatan Absorber

Pengujian Absorber
Tidak
Ya

Pengambilan Data

Analisa hasil
percobaan

Hasil

Tidak

Ya

Kesimpulan

Selesai

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa thermodinamika
Beban evaporator yang akan di rancang adalah sebesar 50 W dimana
temperatur yang direncanakan pada setiap titik adalah
Suhu Evaporasi , Te = 0°C

Tekanan Evaporasi ,Pe = 4,2 Bar

Suhu Absorber , Ta = 30°C
Suhu Generator , Tg = 90°C

Tekanan Kondensor ,Pk = 13,5 Bar

Suhu Kondensor ,Tk = 35°C

Universitas Sumatera Utara

Dari temperatur tersebut maka dapat dihitung nilai entalphi pada setiap titik,
ℎ1 = 1461,81 kJ/kg

�1 = 5,6196 kJ/kg.K

ℎ3 = 356,6 kJ/kg

�3 = 1,568 kJ/kg.K

ℎ2 = 1636,741 kJ/kg

�2 = �1

ℎ4 = ℎ3

Menghitung laju aliran massa di evaporator

��= �̇

�̇ =

�̇ =

. (ℎ 1̇ −ℎ 4 )

��
ℎ1 − ℎ4

0,05 ��
1461,81 ��/�� − 356,6��/��

�̇ = 4,524 . 10−5 ��/�

Besar laju aliran masssa pada titik 1,2,3,dan 4 adalah sama yaitu 4,524 . 10-5 kg/s
Untuk pembebanan pada kondensor
�� = � . (ℎ2̇ − ℎ3 )

�� = 4,524 � 10−5 ��/� (1636,741 ��/�� − 356,6 ��/��)
�� = 0,05791 �� = 57,91 �

Pada siklus 5,6,7 dan 8 fluida yang bekerja adalah larutan amonia-air,

maka untuk menghitung nilai entalphi,laju aliran massa, dan besarnya
pembebanan (Q) harus di analisa berdasarkan konsentrasi ammonia-air, dimana
pada titik 5 dan 8 merupakan konsentrasi kuat sedangkan titik 7 dan 8 merupakan
konsentrasi lemah.

Universitas Sumatera Utara

Untuk menghitung konsentrasi digunakan

grafik tekanan-temperatur dan

konsentrasi larutan ammonia, dari grafik tersebut didapat :
Pada tekanan 13,5 Bar dan temperatur 90°C di dapat konsentrasi larutan 0,4866
Pada tekanan 4,2 Bar dan temperatur 30°C di dapat konsentrasi larutan
0,384
Pada titik 5 dimana pada tekanan 4,2 bar, temperatur 300 c dan konsentrasi
0,4866

dapat dihitung nilai entalphinya dengan menggunakan grafik

entalphi-temperatur-konsentrasi ammonia-air,dimana dari tabel tersebut
didapat entalphi pada titik 5 didapat ℎ5 = 100 kj/kg. sedangkan pada titik 6

(pompa) karena energi yang dibutuhkan adalah kecil maka dapat di anggap
ℎ5 = ℎ6 . Untuk mencari entalphi pada titik 7 juga menggunakan grafik
entalphi temperatur - konsentrasi ammonia-air, dari grafik tersebut didapat

ℎ7 = 230,77 kj/kg, laju aliran massa dititik 5 sama dengan laju aliran massa

di titik 6 dan laju aliran massa dititik 7 sama dengan laju aliran massa di
titik 8. Untuk mencari laju aliran massa didapat dari persamaan di bawah
ini.
�̇6 . �6 = �̇7 . �7 + �̇1

�̇7 = �̇6 − �̇7

�̇6 . �6 = (�̇6 − �̇1 ) . �7 + �̇1

�̇6 = 0,000281826 kg/s

�̇7 = �̇6 − �̇1

�̇7 = 0.000236585 kg/s

Setelah mendapatkan laju aliran massa maka kita dapat menghitung pembebanan
di absorber.
�� = �8 ℎ8 + �1 ℎ1 − �5 ℎ5

Universitas Sumatera Utara

��
��
��
��
� 230.77
+ 0,0000452
� 1461.81

��

��
��
��
− 0,000281 � 100

��

�� = 0,000236

= 0,15074 kW = 150,74 W
4.2 Perancangan absorber

Tipe absorber yang dirancang pada penelitian ini adalah shell and tube, dimana
dimensi perancangan awal untuk shell dan tube sebagai berikut :




shell menggunakan pipa ukuran 6”
Diameter luar

= 16,8275 cm

Diameter dalam

= 15,4051 cm

Tebal

= 0,7112 cm

Material

= Stainless stell 304

tube menggunakan pipa ukuran 5”
Diameter luar

= 14,13002 cm

Diameter dalam

= 12,81938 cm

Tebal

= 0,65532 cm

Material

= Stainless stell 304

Gambar 4.1 Gambar autocad desain absorber
Dalam perancangan ini larutan ammonia lemah masuk dari sisi atas
cangkang pada fasa cair dengan asumsi temperatur, sementara uap ammonia yang

Universitas Sumatera Utara

masuk ke absorber pada fasa uap superheated. Selama proses absorbsi uap
ammonia akan berubah fasa menjadi cair agar terlarut dalam larutan lemah hingga
menjaadi larutan kuat. Proses ini akan menaikkan temperatur larutan sehingga
diperlukan pendingin agar temperatur larutan di absorber terjaga,karena proses
absorbsi sangat tergantung pada pada temperatur. Pada perancangan Q absorber
adalah sebesar 150,74 kW didapat dari persamaan �� + �� = �� + �� Menurut
perencanaan larutan kuat akan terbentuk pada temperatur pada temperatur 300C.

4.2.1 Koefisien perpindahan panas konveksi internal
Pada perencanaan absorber ini fluida pendingin yang akan digunakan
adalah air dimana suhu masuk absorber adalah pada 280 C. Dengan melakukan try
and error pada persamaan (2.4) kita dapat mengetahui temperature keluar air
pendingin. hal ini menggunakan metode trial and error dikarenakan panas jenis
Cp belum diketahui.
� = �̇ . �� . ∆�

150,74 � = 0,7 � �� � (���� − 28)

*Diasumsikan �� = 29.44323 °� maka Cp = 4178 kJ/kgK

150,74 � = 0,7

��
��
� 4178
. (���� − 28⁰�)

�� �

�� = 29,44313 °�

*Diasumsikan �� = 29,44313 °� maka Cp = 4178,311kJ/kgK

150,74 � = 0,7

��
��
� 4178,311
. (���� − 28⁰�)

�� �

�� = 29,44313 °�

Maka temperatur keluar udara adalah 29,44313°C
Laju aliran massa air,����

= 0,025 kg/s

Universitas Sumatera Utara

= 280C

Temperatur masuk,���

= 29,440C

Temperatur keluar,����

� +� ���

Temperatur rata-rata, ��

2

= 28,720C

Pada temperatur 28,72 diperoleh :
µ

= 808,0356. 10-6 Pa.s

Pr

= 5,8083

k

= 0,8873049 W/m.K

Cp

= 4183 kJ/kg.K

Diameter hidrolik tube,�ℎ���� = �� = 0,127 m

Bilangan Reynold,bilangan reynold dapat dihitung dengan persamaan (2.13)
Re =

4 � 0.025

3.14 � 0.000808 � 0.127

Re = 8689,4875 (aliran laminar)
Bilangan nusselt (�� ),bilangan nusselt dihitung dengan persamaan (2.14)

0.8 )
�� = 0.023 . (���
. ��0.4

Nu = 0.023 � 8689,48754/5 � 5.8083 0.4

Nu = 65,84802986

Koefisien perpindahan panas konveksi internal (ℎ� ) dihitung dengan persamaan
(2.7)

hi =

65,84802986 � 0.8873049
0.127

hi = 460,0573193 W/m2K

Universitas Sumatera Utara

Faktor pengotoran pada shell, dihitung menggunakan persamaan (2.35)
�� =
ℎ�, =

1
1

ℎ�� ℎ�
0.0002 + (

1
1
460,0573193)

Maka koefisien konveksi eksternal total,
ℎ�, = 421,2934887 W/m2K

4.2.2 Koefisien perpindahan panas konveksi eksternal
Fluida yang mengalir pada internal tube adalah larutan ammonia
konsentrasi kuat dimana suhu campuran keluar yang direncanakan adalah 300C
yaitu suhu ideal air dan uap ammonia bercampur menjadi larutan ammonia, untuk
suhu masuk absorber berasal dari dua sumber masukan yaitu ammonia keluaran
dari evaporator dan larutan ammonia konsentrasi lemah dari generator. Dimana
temperatur absorber yang direncanakan adalah sebagai berikut :
= 300C

Temperatur keluar absorber,���

= 250C

Temperatur masuk uap ammonia

Temperatur masuk larutan ammonia konsentrasi lemah dapat dilihat dari
tabel tekanan-konsentrasi-temperatur. Dari tabel tersebut didapat temperatur
ammonia pada tekanan 4.2 bar dan konsntrasi 0,384 adalah sebesar 540C .
Temperatur masuk absorber merupakan gabungan dari temperatur uap ammonia
dan temperatur masuk larutan ammonia konsentrasi lemah.
Sehingga temperatur masuk ammonia-air yaitu
Temperatur rata-rata ammonia-air,

� �� + ����
2

25+54
2

= 39,5 0C

= 42 0C

Pada temperatur 31,130C diperoleh :

Universitas Sumatera Utara

µ

= 812,3768 . 10-6 Pa.s

Pr

= 6,36322

k

= 0.55028 W/m.K

Cp

= 4,325 kJ/kg.K

Diameter hidrolik,(�ℎ ) dihitung menggunakan persamaan (2.5)

= 0,16827-0,14130
= 0,02697 m

Bilangan reynold,(�� ) dihitung dengan persamaan (2.13)
�� =

4 .�
� . µ . �ℎ

Re =

4 � 0,000045652 �� /�

3.14 � 0.000812 �� .� � 0.02697 �

Re= 3,766733 (aliran laminar)
Bilangan nusselt,��

Bilangan nusselt di ambil dari tabel untuk tipe annulus dan aliran laminar
��
��

���

���

0.05

17.46

4.06

0.10

11.56

4.11

0.25

7.37

4.23

0.50

5.74

4.43

1.0

4.86

4.86

0.00

Karena

-

��

��

3.66

= 1.1 maka Nu yang digunakan adalah 4,86

Universitas Sumatera Utara

Koefisien konveksi,ℎ�
ℎ� =

�� . �
�ℎ

ho =

4,86 � 0,55028
0,02697 �


� �

ho = 140,7565989 W/m2K
Faktor Pengotoran pada tube, dihitung dengan persamaan (2.35)
�� =
ℎ�, =

1
1

ℎ�� ℎ�
0.0002 + (

1
1
)
140,7565989

Maka koefisien konveksi eksternal total,
ℎ�, = 136,9026098 W/m2K

Perpindahan panas menyeluruh, (U) dihitung menggunakan persamaan (2.9)
Material yang digunakan untuk tube adalah stainless steel 304, pada suhu 310C
koefisien thermalnya adalah 14,9
�=
�=

1


�� �
1
+ 2.��� . ln � �� � � +
ℎ�
ℎ � . ��


1
0,13
0,13
1
0,13
+
� ln �
�+
0,127
421,2934887
136,9026098 � 0,127 2 � 0,55028

U = 101,6667 W/m2 0K

Universitas Sumatera Utara

Menghitung LMTD dengan menggunkan persamaan (2.27)
���� =

(30 − 28) − (42 − 29,44312737)
30 − 28)
ln⁡
(
42 − 29,44312737)

LMTD = 5,716422

Luas permukaan perpindahan panas total,A
Besar kalor yang dilepaskan oleh larutan pada proses absorbsi adalah �� =

150,7459 W, maka luas penampang total pipa untuk proses absorbsi adalah
sebagai berikut.
�=
�=

��
�. ����

150,7459 �

101,6667 2 . 5,716422
� �

A = 0,258029 m2

Panjang Absorber,��
�=
�=


� . �� � . �

0,258029 �2
3,14 � 0,127 � � 1

L = 0,610406 m

Maka panjang dari absorber adalah 0,610406 m

4.2.3 Perencanaan geometri dan material dari absorber
Berdasarkan perhitungan di atas maka geometri absorber yang direncanakan
adalah sebagai berikut :
Diameter luar shell,�� �

= 0,16827

m

Universitas Sumatera Utara

Diameter dalam shell,��,�

= 0,15405

m

Panjang shell ,��

= 0,610406

m

Diameter luar tube,��,�

= 0,14130

m

Diameter dalam tube,��,�

= 0,12819

m

Material shell

= Stainless steel 304

Material tube

= stainless steel 304

Gambar 4.2 Gambar solidwork model absorber
4.3 Hasil pengujian Absorber
4.3.1 Data hasil pengujian hari pertama
Pengujian dilakukan selama 3 kali yaitu pada tanggal 16 – 28 November
2016 di laboratorium foundry. Pengujian dilakukan selama 40 menit dan
kemudian di ukur temperatur di beberapa titik dan hasil pengujian dapat dilihat
pada tabel 4.2,tabel 4.3 dan tabel 4.4 berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Data hasil pengujian hari pertama
Waktu
(s)

1

T masuk
T masuk larutan
uap
amonia
ammonia konsentrasi lemah
(0C)
(0C)
23.3
47.3

T keluar larutan
amonia
konsentrasi
kuat (0C)
30.9

T masuk air
pendingin
(0C)

T keluar air
pendingin
(0C)

28.5

28.8

2

22.4

47.3

31.2

28.5

28.8

3

22.4

47.3

31.4

28.5

28.9

4

22.1

47.4

31.6

28.5

28.8

5

22

47.3

31.7

28.5

28.8

6

22

47.4

31.8

28.5

28.8

7
8

21.9
21.8

47.5
47.6

31.9
31.9

28.5
28.5

28.9
28.9

9

21.7

47.6

32

28.5

28.9

10

21.7

47.8

32.2

28.5

29

11

21.7

47.7

32.3

28.5

29

12
13

21.6
21.6

47.8
47.8

32.5
32.7

28.5
28.5

29
29.1

14

21.5

47.9

32.8

28.5

29.2

15

21.4

47.9

32.9

28.5

29.1

16

20.9

48

33.1

28.5

29.2

17

20.8

48.1

33.2

28.5

29.3

18

20.7

48.4

33.3

28.5

29.4

19

20.6

48.6

33.4

28.5

29.4

20

20.4

48.7

33.5

28.5

29.5

21

20.3

48.9

33.6

28.5

29.5

22

20.3

49.1

33.6

28.5

29.6

23

20.4

49.2

33.7

28.5

29.6

24

20.1

49.4

33.7

28.5

29.6

25

20.1

49.6

33.8

28.5

29.7

26
27

19.9
19.8

50
50.4

33.9
34

28.5
28.5

29.7
29.8

28

19.8

51

34.1

28.5

29.9

29

19.7

52.4

34.1

28.5

29.8

30

19.8

52.7

34.9

28.5

29.8

Pada pengujian hari pertama larutan ammonia dengan konsentrasi kuat terbentuk
pada temperatur rata rata sebesar 32,870C dengan temperatur tertinggi pada

Universitas Sumatera Utara

34,90C, sedangkan pada air pendingin absorber terjadi kenaikan temperatur sekitar
1

0

C dimana kenaikan ini di akibatkan terjadinya pelepasan kalor akibat

percampuran antara ammonia dan air . Grafik antara temperatur terhadap waktu
dapat dilihat pada grafik 4.1, grafik tersebut di ukur per 20 detik selama proses
pendinginan.

55
50

Temperatur

45
40
T in uap amonia

35

T in konsentrasi lemah
30
T out larutan amonia-air
25

T out air pendingin

20
15
1

3

5

7

9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Waktu

Gambar 4.3 Grafik antara Temperatur absorber terhadap waktu

Dari grafik di atas terlihat bahwa terjadi kenaikan temperatur larutan
ammonia-air akibat dari proses pencampuran antara uap ammonia dari evaporator
dan larutan ammonia konsentrasi lemah dari generator. Sedangkan uap ammonia
yang masuk dari evaporator akan mengalami kenaikan temperatur karena
menyerap kalor dari kotak isolasi.

4.3.2 Data hasil pengujian hari kedua

Tabel 4.3 Data hasil pengujian hari kedua
Waktu
(s)

1

T masuk
uap
ammonia
(0C)
24.6

T masuk larutan
amonia
konsentrasi
lemah (0C)
44.9

T keluar
larutan amonia
konsentrasi
kuat (0C)
31.8

T masuk air
pendingin
(0C)

T keluar air
pendingin
(0C)

28.5

28.6

Universitas Sumatera Utara

2

24.3

45

31.8

28.5

28.6

3

24.3

45.3

31.9

28.5

28.6

4

24.2

45.4

32

28.5

28.7

5

24.1

45.6

32.2

28.5

28.7

6

24

46.8

32.2

28.5

28.8

7

23.7

47

32.4

28.5

28.8

8

23.5

47

32.4

28.5

28.9

9
10

23.4
23.4

47.1
47.2

32.5
32.7

28.5
28.5

29
29

11

23.2

47.5

32.9

28.5

29.1

12

22.9

47.6

33.1

28.5

29.1

13

22.8

47.8

33.1

28.5

29.2

14
15

22.8
22.6

47.9
48.1

33.2
33.4

28.5
28.5

29.3
29.3

16

22.6

48.3

33.5

28.5

29.4

17

22.4

48.5

33.7

28.5

29.4

18

22.1

48.7

33.8

28.5

29.5

19
20

21.9
21.6

48.8
48.9

33.9
34

28.5
28.5

29.5
29.6

21

21.5

49.1

34

28.5

29.6

22

21.3

49.2

34.1

28.5

29.7

23

21.1

49.4

34.2

28.5

29.6

24

21.1

49.6

34.3

28.5

29.6

25

21

49.7

34.3

28.5

29.6

26

21

50

34.4

28.5

29.6

27

20.6

50.4

34.5

28.5

29.7

28

20.3

50.7

34.5

28.5

29.6

29

20.1

50.9

34.6

28.5

29.7

30

20.1

50.9

34.6

28.5

29.8

Pada pengujian kedua larutan ammonia konsentrasi kuat terbentuk pada
temperatur rata-rata 33,30C

lebih tinggi dibandingkan pada pengujian hari

pertama hal ini dikarenkan temperatur dari uap ammonia lebih tinggi daripada
pengujian pertama dan temperatur rata-rat amonia konsentrasi lemah yang masuk
ke absorber adalah sebesar 48,10C.

Universitas Sumatera Utara

4.3.2 Data hasil pengujian hari ketiga

Tabel 4.4 Data hasil pengujian hari ketiga
Waktu
(s)

T masuk larutan
amonia
konsentrasi
lemah (0C)
46.5

T keluar
larutan amonia
konsentrasi
kuat (0C)
31.2

T masuk air
pendingin
(0C)

T keluar air
pendingin
(0C)

1

T masuk
uap
ammonia
(0C)
23.3

28.5

28.7

2

23.3

46.7

31.4

28.5

28.7

3

23.1

46.7

31.5

28.5

28.7

4

22.9

46.8

31.7

28.5

28.8

5

22.7

46.9

31.8

28.5

28.8

6

22.5

47.1

32

28.5

28.8

7

22.6

47.3

32

28.5

28.9

8

22.5

47.5

32.1

28.5

28.9

9

22.3

47.6

32.2

28.5

28.9

10

22.1

47.8

32.4

28.5

29

11

21.9

48.1

32.5

28.5

29.1

12

21.8

48.2

32.6

28.5

29

13

21.8

48.4

32.7

28.5

29.1

14

21.7

48.5

32.8

28.5

29.2

15

21.6

48.6

32.8

28.5

29.2

16

21.5

48.8

32.9

28.5

29.2

17

21

49

32.9

28.5

29.3

18

20.9

49.1

33

28.5

29.4

19

20.8

49.4

33.1

28.5

29.4

20

20.6

49.6

33.3

28.5

29.4

21

20.5

49.7

33.4

28.5

29.5

22

20.4

49.9

33.6

28.5

29.5

23

20.3

50.1

33.7

28.5

29.5

24

20.1

50.2

33.8

28.5

29.5

25

20.1

50.5

33.9

28.5

29.6

26

20

50.8

34

28.5

29.6

27

19.9

50.7

34

28.5

29.6

28

19.9

50.9

34.1

28.5

29.7

29

19.8

51.2

34.1

28.5

29.8

30

19.8

51.4

34.2

28.5

29.8

Universitas Sumatera Utara

4.4 Analisa kesetimbangan energi
Untuk menghitung laju perpindahan panas pada dinding tube absorber
bagian dalam dapat dihitung dengan persamaan (2.4)
Dimana pada temperatur rata-rata didapatkan :


��

∆�

= 0,025

kg/s

= 4183

J/kgK

= (29,25-28,5) 0C

Sehingga didapatkan laju perpindahan panas rata-rata pada pengujian hari pertama
� = 0,025 ��/� � 4183
� = 79,1284 �


� (29,410 � − 28,50 �)
�� �

Laju perpindahan panas (Q)

160
140
120
100

80
60
40
20
0
30,5

31

31,5

32

32,5

33

33,5

34

34,5

35

35,5

Temperatur larutan (T)

Gambar 4.4 Grafik antara Q dengan Temperatur larutan pada pengujian hari
pertama

Laju perpindahan panas rata-rata pada pengujian hari kedua
� = 0,025� 4183 � (29,25 − 28,5)

� = 78,4313 �

Universitas Sumatera Utara

laju perpindahan panas (Q)

160
140
120
100
80
60
40
20
0
31,5

32

32,5

33

33,5

34

34,5

35

Temperatur larutan (T)

Gambar 4.5 Grafik antara Q dengan temperatur larutan pada pengujian hari kedua

Laju perpindahan panas rata-rata pada pengujian hari ketiga
� = 0,025 � 4178 � (29,21 − 28,5)

� = 75,294 �
160

Laju perpindahan panas (Q)

140
120
100
80
60
40
20
0
31

31,5

32

32,5

33

33,5

34

34,5

Temperatur larutan (T)

Gambar 4.6 Grafik antara Q dengan temperatur larutan pada pengujian hari
ketiga

Universitas Sumatera Utara

Dari ketiga grafik hubungan antara laju perpindahan panas dengan temperatur
larutan diatas terlihat bahwa laju perpindahan kalor mempengaruhi temperatur
larutan ammonia-air yang keluar dari absorber. Pada pengujian hari pertama laju
perpindahan kalor tertinggi yaitu sebesesar 146 W pada temperatur 340C, pada
pengujian hari kedua laju perpindahan kalor tertinggi sebesar 135 W pada
temperatur 34.5 sedangkan pada pengujian hari ketiga laju perpindahan kalor
tertinggi sebesar 135 W pada temperatur 34,20C.

4.5

Keefektifan absorber

Untuk menghitung kefektifan dari absorber maka terlebih dahulu mencari nilai
Cmin dan Cmaks., Dengan diperoleh hasil perhitungan Cmindan Cmaks maka akan
dapat digunakan rumus efektifitas yang tepat. Didalam perhitungan ini sifat-sifat
fisik fluida dihitung pada temperatur rata-rata.

Cc = ṁccp,c
Ch = ṁhcp,h
Bila Ch = Cmin maka keefektifan ε
ε=

(Th,i – Th,o)
(Th,i – Tc,i)

Bila Cc = Cminmaka keefektifan ε
ε=

(Tc,o – Tc,i)
(Th,i – Tc,i)

Dimana pada temperatur rata-rata didapatkan :
�̇� = 0,5��/�
�� � = 4.3

��

��

�̇ℎ = 0,00004694��/�

�� ℎ = 4.183

��

��

Universitas Sumatera Utara

Maka didapat :
�� = �̇� � �� �

�� = 0,5 � 4,3
�� = 2,15
Dan untuk

��

��



�ℎ = �̇ℎ � �� ℎ

�ℎ = 0,00004694 � 4,183

�ℎ = 0,0002032



��

Karena karena �� > �ℎ sehingga,
ε=
ε=

�ℎ � −�ℎ



�ℎ � −�� �

(34,84 - 32,88)
(34,84 – 28,3)

Didapatkan keefektifan absorber pada pengujian hari pertama sebesar, ε =
31,058%
Keefektifan absorber pada pengujian hari kedua adalah sebesar ε = 28.82%
Keefektifan absorber pada pengujian hari ketiga adalah sebesar ε = 34.22%

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Telah dirancang bangun sebuah absorber sebagai bagian dari mesin
pendingin siklus absorbsi dengan dimensi :










Panjang

= 61,0406 cm

Diameter tube

= 14,130 cm

Diameter shell

= 16,827 cm

Material

= Stainless steel

Laju aliran air

= 0,7 Kg/s

2. Dari hasil pengujian diperoleh laju perpindahan panas pada absorber pada
pengujian hari pertama didapatkan sebesar 79,1284 kW, pada percobaan
hari kedua didapatkan sebesar 78,4313 kW dan pada percobaan hari
ketiga sebesar 75,294 kW.

3. Absorber tidak bekerja secara maksimal terlihat dari laju perpindahan
kalor hasil pengujian berbeda dengan hasil perancangan dimana pada
perancangan beban absorber sebesar 150,74 W sedangkan hasil bengujian
didapatkan rata-rata sebesar 75,284 W.

4. Diperoleh keefektifan rata-rata percobaan hari pertama dari absorber
sebesar 31,058%, pada percobaan hari kedua sebesar 28,82% dan
percobaan hari ketiga sebesar 34,22%

Universitas Sumatera Utara

5.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah :
1. Memvariasikan .konsentrasi antara absorbent dan refrigerant untuk
mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

2. Menggunakan pompa khusus injeksi untuk sirkulasi pasangan refrigerant
dan absorbent.

3. Menggunakan alat ukur temperatur yang lebih akurat sehingga didapatkan
temperatur yang lebih detail.

Universitas Sumatera Utara