Rancang Bangun Absorber Pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorbsi Dengan Pasangan Refrijeran-Absorbent Amonia-Air

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Siklus Absorpsi
Siklus absorpsi adalah siklus termodinamika yang dapat digunakan sebagai

siklus refrigerasi dan digerakkan oleh energi dalam bentuk panas. Ferdinand Carre
seorang berkebangsaan perancis, menemukan sistem absorbsi dan memperoleh
hak paten dari pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1859 (Yunus
A.Cengel,1989). Kira-kira 100 tahun lalu setelah ditemukanya sistem refrigerasi

mekanik. Penggunaan pertama sistem absorbsi di Amerika kemungkinan
dilakukan oleh negara-negara konfederasi selama perang sipil setelah suplai es
alam dari utara dihentikan. Kepopuleran sistem refrigerasi absorpsi ini terhadap
sistem refrigerasi mekanik dalam hal penggunaan energi dan biaya telah terasa
sejak pertengahan abad ini (yaitu saat terjadinya krisi energi dunia pada tahun
1970-an), hal ini sejalan dengan telah dilakukannya perbaikan perbaikan sistem
absorbsi terutama oleh negara-negara asia timur jauh seperti jepang,korea,cina
dan india.

Salah satu keistimewaan siklus ini adalah panas yang digunakan untuk
menjalankan siklus dapat berupa sumber panas yang temperaturnya kurang dari
200 oC (Yunus A.Cengel,1989). sumber panas seperti ini adalah mudah untuk
didapatkan secara gratis di sekitar kita seperti, panas buang dari knalpot dan
bahkan energi matahari. Mesin siklus absorbsi terdiri dari empat macam yaitu:


Pembakaran dengan bahan bakar (direct-fired), dimana bahan bakar yang
digunakan dapat berupa minyak bumi dan gas. Pada sistem pembakaran
langsung diperlukan peralatan burner untuk pembakaran bahan bakarnya.



Uap (steam-fired), tenaga yang dihasilkan berasal dari uap panas (steam)
yang biasanya dihasilkan oleh stem boiler.



Air panas (hot water-fired) sumber air panas.




Panas buang (exaust),baik kendaraan maupun pabrik.

Universitas Sumatera Utara

Siklus absorpsi adalah termasuk siklus termodinamika yang dapat digunakan
untuk menghasilkan efek refrigerasi. Siklus ini menggunakan panas sebagai
sumber energi utama untuk menghasilkan efek pendinginan. Kunci utama siklus
ini adalah memanfaatkan kemampuan mengikat-melepas pasangan zat kimia
antara refrijeran dan absorbent. Ada beberapa pasangan larutan dan refrijeran
yang dapat digunakan pada siklus absorpsi. Pasangan yang sering digunakan
adalah Amonia dengan Air dan pasangan Litium Bromida dengan Air. Pasangan
ini dapat dijumpai di pasaran pada mesin-mesin pendingin siklus absorpsi (Yunus
A.Cengel,1989)

Pada saat ini di pasaran tersedia mesin pendingin siklus absorpsi dengan
kapasitas pendingin bervariasi mulai dari 10 s/d 7000 kW. Bentuk sistem masukan
panasnya bevariasi mulai dengan tenaga panas matahari


sampai dengan

menggunakan panas buangan atau sisa dari suatu proses. Keuntungan utama
menggunakan siklus absorpsi adalah sumber energinya yang berbentuk panas.
Meskipun penggunakan energi mekanik masih ada, yaitu untuk mensirkulasikan
fluida kerjanya, tetapi persentasinya sangat kecil atau hanya sekitar 1%
dibandingkan dengan energi panas yang digunakan.
Prinsip pendinginan absorpsi, telah di kenal sejak awal tahun 1800an.
Misalnya proses pendinginan absorpsi yang dilaporkan oleh john leslie pada tahun
1810. Tetapi mesin pending sistem absorbsi yang pertama direalisasikan dan
dipatenkan adalah karya seorang engineer Francis, Ferdinand P.E. Carre pada
tahun 1860. Mesin sistem absorbsi pertama ini bekerja secara intermittent (tidak
kontiniu) dengan menggunakan pasangan amoniak dengan air, yang dapat
menghasilkan es dalam jumlah kecil. Pada saat itu Carre telah melakukan
pengembangan beberapa kali terhadap mesinnya dan hasil terbaik yang pernah
dilaporkannya adalah dapat memproduksi es sampai 100kg/jam (pada mesin
generasi ke 5).

Universitas Sumatera Utara


2.1.1. Prinsip kerja Siklus absorbsi
Siklus absorpsi memanfaatkan ikatan kimia antara dua zat. Zat
yang dapat diserap (diikat) oleh zat lain akan disebut absorbate, sementara
zat yang bertugas menyerap (mengikat) akan dinamakan absorbent.
Karena zat yang diikat ini juga sekaligus bertindak sebagai fluida kerja
yang melakukan pendinginan, maka absorbate akan bertugas sebagai
refrijeran, atau biasa disebut fluida utama (primer), sementara fluida
skunder

adalah

absorbent.

Sifat

absorbent-absorbate

ini

dapat


dimanfaatkan menjadi mesin refrigerasi siklus absorbsi sederhana seperti
yang ditampilkan pada Gambar 2.1 Komponen utama siklus absorbsi
sederhana ini adalah evaporator, kondensor, generator, absorber, dan
pompa. Prinsip kerja siklus ini dapat dibagi atas dua bagian siklus, yaitu
siklus pertama merupakan siklus refrrigeran setelah terpisah dari
absorbent, pada gambar ditunjukkan dengan titik 2-3-4-1. Siklus kedua
adalah siklus absorbent dimana di dalamnya juga termasuk refrijeran yang
terlarut atau terikat dengan absorbent,pada gambar 2.1 ditunjukkan pada
titik 5-6-7-8. Prinsip kerja siklus ini akan dijelaskan berdasarkan
pembagian siklus ini. (Michael J moran,1998).

Gambar 2.1 Siklus absorbsi sederhana
(Sumber : Shan K. Wang efrigeration and air conditioning,hal 670)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Diagram p-h siklus kompresi uap dan siklus absorbsi
(Sumber : Michael J Moran,Termodinamika Teknik I,hal : 156)


Pada siklus pertama,setelah refrijeran menguap dari evaporator di
titik 1. Uap ini akan masuk ke siklus kedua dan keluar ke titik 2 pada
kondisi uap kering (super heat) dan tekanan tinggi. Setelah di titik 2, uap
refrijeran masuk masuk ke kondensor dan melepas panas ke lingkungan.
Proses pelepasan panas ini terjadi secara isobarik, dan akhirnya refrijeran
berubah menjadi cair di titik 3. Kemudian terjadi penurunan tekanan
secara adiabatik. Pada saat tekanan tekanan turun temperatur juga akan
turun dan sebagian cairan akan berubah menjadi uap di titik 4. Selanjutnya
refrijeran akan melakukan fungsi refrigerasi di evaporator dan akhirnya
menguap, kembali ke titik 1, dan siklus akan berulang (Michael J
moran,1998).
Sebagai catatan siklus absorbsi akan sama dengan SKU pada siklus
dari titik 2-3-4-1,. Perbedaannya adalah bagaimana memindahkan
refrijeran dari kondisi titik 1 ke kondisi titik 2. Pada SKU tugas ini
dilakukan oleh kompresor dengan menggunakan energi mekanik,
sementara pada siklus absorbsi tugas ini dilakukan oleh generator dan

Universitas Sumatera Utara

absorber dengan menggunakan panas sebagai energi masukan utama dan

sebagian kecil kerja melalui pompa.
Pada siklus kedua, uap refrijeran yang selesai melakukan tugasnya
dari siklus pertama akan masuk ke absorber. Uap ini akan diikat oleh
larutan yang pekat (absorbent konsentrasi tinggi), di titik 5. Proses ikatan
kimia ini akan melepas sejumlah panas ke lingkungan. Sebagai hasilnya
akan dihasilkan larutan yang lebih encer di titik 6. Larutan ini kemudian
akan dipompakan ke generator oleh pompa sehingga tekanannya akan
naik. Sebagai catatan, untuk membuat proses ini dapat terjadi rasio
tekanan pada generator atau kondensor dan absorber atau evaporator harus
diatur cukup tinggi.
2.1.2. Komponen siklus absorbsi
Mesin pendingin absorbsi bekerja secara siklus dimana terdapat
beberapa komponen yang saling berhubungan satu sama lain diantaranya
sebgai beriku :


Generator
Pada sikus absorbsi generator berperan untuk menaikkan tekanan
serta memberikan kalor terhadap larutan ammonia-air sehingga uap
ammonia terpisah dari absorbent. Generator akan menghasilkan

uap ammonia bertekanan tinggi yang selanjutnya masuk ke
kondensor.



Absorber
Absorber merupakan wadah untuk proses pelarutan uap ammonia
dengan absorbent sekaligus sebagai alat penukar kalor untuk
membuang panas yang dihasilkan selama proses absorbsi.
Absorber memiliki dua sumber masukan yaitu uap ammonia dari
evaporator dan larutan konsentrasi lemah dari generator, larutan
yang dihasilkan dari absorber adalah larutan ammonia konsentrasi
tinggi yang akan di pompakan ke generator.

Universitas Sumatera Utara



Kondensor
Tugas kondensor pada siklus absorbsi sama halnya pada siklus

kompresi uap yaitu membuang panas ke lingkungan dengan media
pendingin udara yang di alirkan oleh kipas ke sisi pipa kondensor.
Pada kondensor terjadi perubahan fasa yaitu dari fasa uap menjadi
fasa cair, refrigerat cair dengan tekanan tinggi selanjutnya masuk
menuju katup ekspansi.



Evaporator
Evaporator bertugas untuk menyerap panas dari lingkungan yang
akan di dinginkan,proses di evaporator merupakan kebalikan dari
kondensor, pada evaporator terjadi perubahan fasa dari refrijeran
dimana akibat proses penyerapan kalor dari lingkungan, refrijeran
akan berubah dari cair menjadi uap dengan tekanan yang sama.
Uap refrijeran ini selanjutnya masuk menuju absorber



Katup ekspansi
Katup ekspansi adalah komponen siklus absorbsi yang berfungsi

untuk menurunkan tekanan dari refrijeran setelah keluar dari
kondensor akibat dari penurunan tekan ini temperatur dari
refrijeran juga akan menurun sesuai dengan penurunan tekanan.

2.1.3. Perbedaan Sistem Absorbsi dengan Sistem Kompresi Uap
Siklus absorbsi hampir sama dalam beberapa hal dengan siklus
kompresi uap. Siklus refrigerasi beroperasi dengan peralatan seperti
kondensor,katup ekspansi/pipa kapiler, dan evaporator. Perbedaan yang
mendasar hanyalah pada cara menaikkan uap tekanan rendah dari
evaporator menjadi uap tekanan tinggi dan dialirkan ke kondensor. Sistem
kompresi uap menggunakan kompresor untuk keperluan tersebut
sedangkan pada sistem refrigerasi absorbsi menggunakan absorbergenerator untuk mengganti peran kompresor pada sistem SKU (Michael J
moran,1998).

Universitas Sumatera Utara

Prinsip sederhana sistem absorbsi yaitu: pertama-tama, absorbent
akan menyerap uap tekanan rendah ke dalam absorber dimana absorbent
ini merupakan pasangan biner dari refrijeran yang digunakan. Proses ini
terjadinya sepenuhnya di absorber. Karena proses ini sama dengan

kondensasi maka selama proses berjalan kalor akan dilepaskan. Tahap
berikutnya yaitu menaikkan tekanan dari larutan amonia dengan pompa ke
generator dan memanaskan larutan ammonia tersebut dengan cara
pemberian kalor dengan menggunakan panas buang sehingga ammonia
dan air berpisah, uap ammonia yang bertekanan tinggi tersebut akan
mengalir ke kondensor.
Siklus kompresi uap disebut juga sebagai siklus yang dioperasikan oleh
kerja (work operated cycle) karena penaikan tekanan refrijeran dilakukan
oleh kompresor yang memerlukan kerja. Sedangkan siklus absorbsi
disebut sebagai siklus yang dioperasikan kalor (heat operated cycle)
karena sebagian besar daya operasi berkaitan dengan pemberian kalor
yang diperlukan untuk melepaskan uap (refrijeran) dari zat cair bertekanan
tinggi. Sebenarnya dalam siklus absorbsi dibutuhkan juga kerja namun
tersebut cukup kecil dibandingkan dengan yang diperlukan pada siklus
kompresi uap (C.P Arora,1981)
2.2

Absorbent
Absorbent adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan

diabsorpsi pada permukaannya,baik secara fisik atau dengan reaksi kimia.
Absorbent harus memenuhi beberapa persyaratan misalnya bahan itu harus:


Memiliki daya larut yang besar



Bersifat reaktif



Memiliki tekanan uap yang tinggi



Mempunyai viskositas yang rendah



Stabil dan murah

Universitas Sumatera Utara

2.3

Refrijeran
Refrijeran adalah fluida yang mengalir dalam mesin pendingin

(refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara. fluida ini berfungsi untuk menyerap
panas dari benda atau udara yang didinginkan dan membawa panas tersebut
kemudian membuangnya ke udara melalui sebuah kondensor. Refrijeran harus
memiliki tekanan penguapan yang tinggi (Shan K. Wang,1991).
Berdasarkan jenis senyawanya (Shan K. Wang,1991). , refrijeran dapat
dikelompokkan menjadi 7 kelompok yaitu sebagai berikut :
1. Kelompok refrijeran senyawa halocarbon.
Kelompok refrijeran senyawa halocarbon diturunkan dari hidrokarbon
(HC) yaitu :


metana (CH4)



etana (C2H6)



propane (C3H8)

2. Kelompok refrijeran senyawa organik cyclic.
Kelompok refrijeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor
refrijeran adalah sama dengan cara penulisan refrijeran halocarbon tetapi
ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrijeran ini
adalah:


R-C316

C4Cl2F6

dichlorohexafluorocyclobutane



R-C317

C4ClF7

chloroheptafluorocyclobutane



R-318

C4F8

octafluorocyclobutane

3. Kelompok refrijeran campuran zeotropik.
Kelompok refrijeran ini merupakan refrijeran campuran yang bias terdiri
dari campuran refrijeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrijeran yang

Universitas Sumatera Utara

terbentuk merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan
dengan cara destilasi.
4. Kelompok refrijeran campuran Azeotropik.
Kelompok refrijeran ini adalah refrijeran campuran tak bereaksi yang tidak
dapat dipisahkan dengan destilasi. Refrijeran ini pada konsentrasi, tekanan dan
temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu mengembun dan menguap pada
temperatur yang sama.
5. Kelompok refrijeran senyawa organik biasa.
Kelompok refrijeran ini sebenarnya terdiri dari unsur carbon (C), Hidrogen
(H) dan lainnya. Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat
mengikuti cara penomoran refrijeran halocarbon karena jumlah atom H nya
jika ditambah dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor
refrijeran menjadi dua digit. Sebagai contoh butane (C4H10), jika dipaksakan
dituliskan sesuai dengan cara penomoran refrijeran halocarbon, maka
refrijeran ini akan bernomor R-3110, sehingga akan menimbulkan kerancuan.
6. Kelompok refrijeran senyawa anorganik.
Kelompok refrijeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan
digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya seperti :


R-702 : hydrogen



R-704 : helium



R-717 : ammonia



R-718 : air



R-744 : oksigen

2.3.1 Amonia
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya
senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau

Universitas Sumatera Utara

ammonia). Amonia umumnya bersifat basa namun dapat juga bertindak
sebagai asam lemah Sifat ammonia dapat dilihat seperti tabel 2.1
Tabel 2.1 Tabel Sifat Amonia
Sifat Amonia
Massa jenis

682 kg/m3, cair

Titik lebur

-77,7 oC

Titik didih

-33.3 oC

Keasaman

9,25

Panas Laten Penguapan (Le)

1357 kJ/kg

Kelarutan dalam air

89,9g/100ml pada 00c

(Sumber: Raymond chang,Kimia dasar edisi ketiga)

Amonia dapat terbentuk secara alami maupun sintetis,amonia yang
berada di alam merupakan hasil dekomposisi bahan organik. Amonia
biasanya digunakan sebagai obat obatan, bahan campuran pupuk urea,
bahan pembuatan amonium klorida (NH4Cl) pada baterai, asam nitrat
(HNO3), zat pendingin, membuat hidrazin (N2H4) sebagai bahan bakar
roket, bahan dasar pembuatan bahan peledak , kertas pelastik, dan
detergen dan jika dilarutkan kedalam air maka zat tersebut akan dapat
menjadi pembersih alat perkakas rumah tangga. ammonia sendiri adalah
senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Kontak dengan gas
ammonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru
dan bahkan kematian. Sekalipun ammonia diatur sebagai gas tak mudah
terbakar, ammonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika
terhirup.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Karakteristik pasangan refrijeran-absorben
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh kombinasi refrijeran
dengan zat penyerap untuk layak digunakan pada mesin pendingin absorbsi.
Diantaranya adalah :
a. Zat penyerap harus mempunyai nilai afinitas (pertalian) yang kuat dengan
uap refrijeran, dan keduanya harus mempunyai daya larut yang baik pada
kisaran suhu kerja yang diinginkan.
b. Kedua cairan tersebut, baik masing-masing maupun hasil campurannya,
harus aman, stabil, dan tidak korosif.
c. Secara ideal, kemampuan penguapan zat penyerap harus lebih rendah dari
refrijeran sehingga refrijeran yang meninggalkan generator tidak
mengandung zat penyerap.
d. Refrijeran harus mempunyai panas laten penguapan yang cukup tinggi.
e. Tekanan kerja kedua zat harus cukup rendah (mendekati tekanan atmosfir)
f. Pasangan refrijeran-absorben tidak boleh membentuk fase padat

2.5 Absorber
Absorber terlibat dalam proses perpindahan masssa (mass transfer)
maupun perpindahan panas (heat transfer) laju perpindahan massa dalam absorber
sangat dipengaruhi oleh luasan bidang absorbsi (Soekimin,2008). Komponen ini
sangat penting, bahwa tekanan uap dari larutan konsentrasi lemah dalam absorber
lebih kecil daripada refrijeran dari evaporator. Absorber memiliki fungsi untuk
memastikan percampuran antara refrijeran dan absorbent,juga melepaskan panas
dari larutan selama proses absorbsi. Fungsi ini menuntun pada dicapainya tingkat
efisiensi yang tinggi. Selain sebagai tempat proses pencampuran absorber juga
sebagai alat penukar kalor akibat pelepasa kalor akibat proses absorbsi.
Dalam siklus absorbsi absorber merupakan salah satu bagian pengganti
kompresor dalam sistem kompresi uap, dikarenakan pada siklus absorbsi tidak
menggunakan kompresor maka untuk mensirkulasikan refrijeran pada siklus
sepenuhnya menjadi tugas pompa, agar pompa dapat mensirkulasikan feigeran
maka uap ammonia yang keluar dari evaporator terlebih dahulu dilarutkan dalam
suatu zat pelarut dalam hal ini air bertindak sebagai absorbent untuk melarutkan

Universitas Sumatera Utara

amonia dan proses ini berlangsung sepenuhnya di absorber. Larutan hasil
pencampuran ini selanjutnya disirkulasikan ke generator. Absorber juga berperan
menjaga temperatur dari larutan yang terbentuk, untuk itu selama proses absorbsi
air pendingin dialirkan untuk membuang kalor akibat proses absorbsi.

2.6 Perpindahan panas pada absorber
Pada absorber terjadi beberapa berpindahan panas, diantaranya antara fluida
dengan dinding pipa dan pada dinding pipa itu sendiri. Perpindahan panas adalah
ilmu yang mempelajari tentang perpindahan energi dalam bentuk panas yang
terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara kedua benda atau material
(Incropera ,1996). Ilmu perpindahan panas melengkapi hukum pertama dan kedua
termodinamika, sebagai contoh pada peristiwa pendinginan yang berlangsung
pada suatu batangan baja panas yang dicelupkan kedalam air,dengan
termodinamika kita dapat menentukan suhu keseimbangan akhir dari suatu
batangan baja tersebut, namun termodinamika tidak akan dapat menunjukkan
kepada kita berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan itu
atau

berapa

suhu

batangan

itu

pada

saat

sebelum

tercapainya

keseimbangan,sebaliknya ilmu perpindahan panas dapat membantu kita untuk
menentukan suhu batangan baja sebagai fungsi waktu. Jenis-jenis perpindahan
panas yang terjadi pada absorber yaitu :


Konduksi (hantaran)



Konveksi (aliran)

2.6.1 Perpindahan panas konduksi
Pada dinding tube terjadi perpindahan panas secara konduksi dimana
panas dari larutan ammonia air akan merambat melalui dinding tube. Perpindahan
kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari
daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah dalam suatu medium
padat atau medium-medium berlainan yang bersinggungan secara langsung.
Secara umum (Cengel,1989) laju aliran kalor secara konduksi dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

� = −��

��
��

……………………………………………………………...…(2.1)
(Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 18)

Keterangan :
q

= laju aliran kalor (watt)

k

= konduktifitas termal bahan (W/(m2.0C)

��

= Beda temperatur (0C/m)

A

= luas permukaan perpindahan kalor (m2)

��

Tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum ke 2 termodinamika yaitu kalor
mengalir ke temperatur yang lebih rendah, arah aliran energi kalor adalah dari
titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah.
Sudah diketahui bahwa tidak semua bahan dapat menghantar kalor sama
sempurnanya, bahan yang dapat menghantar kalor dengan baik dinamakan
konduktor. Penghantar yang buruk disebut isolator. Sifat bahan yang digunakan
untuk menyatakan bahwa bahan tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor
ialah koefisien konduksi termal. Apabila nilai koefisien ini tinggi, maka bahan
mempunyai kemampuan mengalirkan kalor dengan cepat,untuk bahan isolator
koefisien ini bernilai kecil.

Gambar 2.3 Perpindahan panas secara konduksi

Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan
sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan
sebaliknya. Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam
dimana salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api dapat diperhatikan
bagaimana kalor akan berpindah dari ujung yang panas ke ujung yang dingin.
Ketika ujung batang logam tadi menerima energi kalor dari api, energi ini akan
memindahkan sebagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun
bahan tersebut. Molekul dan elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam
bahan menurut proses perpindahan panas konduksi. Dengan demikian dalam
proses pengang kutan kalor di dalam bahan, aliran elektron akan memainkan
peranan penting. Persoalan yang patut diajukan pada pengamatan ini ialah
mengapa jumlah energi kalor pada berbagai material berbeda. Hal ini disebabkan
susunan molekul dan juga atom di dalam setiap bahan adalah berbeda. Untuk satu
bahan berfasa padat molekulnya tersusun rapat, berbeda dengan satu bahan
berfasa gas seperti udara dimana molekul udaranya sangat renggang sekali. Tetapi
dibandingkan dengan bahan padat seperti kayu, dan besi, maka molekul besi akan
lebih rapat susunan molekulnya daripada molekul kayu(Frank Kreith,1991).
Pada alat penukar kalor dalam hal ini absorber perpindahan konduksi
terjadi pada bagian tabung/pipa,tahanan termal yang terjadi pada tabung/pipa
adalah seperti pada gambar 2.4

Gambar 2.4 mode perambatan panas pada dinding tube
(Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 166)

Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Perpindahan Panas Konveksi
Konveksi adalah proses transfer panas dengan melibatkan perpindahan massa
molekul molekul fluida dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada permasalahan
absorber perpindahan panas konveksi terdapat pada dua sisi yaitu :
a) Sisi aliran amonia (Aliran Luar)

Gambar 2.5 Aliran luar
(Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 371)

Pada persoalan aliran luar tersebut lapisan batas aliran berkembang
secara bebas, tanpa batasan yang disebabkan oleh permukaan yang berada
di dekatnya. Sehubungan dengan itu akan selalu ada daerah lapisan batas
yang berada di sisi luar aliran dimana gradien kecepatan temperatur dapat
di abaikan. Sebagai contoh meliputi pergerakan fluida diatas plat datar
dimana laju perpindahan panasnya :

� = ℎ . �� . (�� − �∞ )……………………………………………(2.3)
(Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 335)

Dimana :
h

= Koefisien perpindahan panas konveksi

As

= Luas permukaan perpindahan kalor

Ts

= Suhu pada plat

T∞

= Suhu larutan amonia

q

= Laju perpindahan panas

Universitas Sumatera Utara

b) Sisi air (Aliran Dalam)

Gambar 2.6 Aliran dalam
(Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 423)

Berbeda dengan aliran luar yang tanpa ada batasan luar,pada aliran
dalam seperti halnya yang terjadi didalam pipa adalah sesuatu dimana
fluida dibatasi oleh permukaan sehingga lapisan batas tidak dapat
berkembang secara bebas seperti halnya pada luar pada, pada absorber
fluida di dalam pipa adalah air pendingin.
Laju perpindahan panas aliran dalam :

� = � . �� . (�� − �� ) ……………………………………(2.4)
(Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 426)

m

= Laju aliran massa air

Cp

= Koefisien thermal bahan

ΔT

= Beda temperatur

q

= Laju perpindahan panas
Beberapa alat penukar kalor terdiri dari dua pipa sepusat, yang

biasanya disebut alat penukar kalor pipa ganda. Pada alat tersebut salah
satu fluida mengalir didalam pipa sedangkan fluida yang lainnya mengalir

Universitas Sumatera Utara

didalam ruang annulus. Persamaan pembentuk untuk kedua aliran adalah
identik.

Gambar 2.7 Alat penukar kalor pipa ganda yang terdiri dari dua pipa
sepusat
(Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 444)

Dengan menganggap diameter dalam Di dan diameter luar Do, diameter hidraulik
annulus adalah
Dh = Do – Di………………………………...…………………(2.5)
(Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 676)

Pada alat penukar kalor tabung sepusat ini terdapat dua bilangan Nusselt,
yakni pada permukaan dalam pipa Nui dan pada permukaan dalam pipa Nuo.
Bilangan Nusselt untuk aliran laminar yang berkembang penuh dengan
permukaan yang temperaturnya konstan dan permukaan luarnya diisolasi, dapat
dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2 Bilangan nusselt untuk aliaran laminar
��
��

���

���

0.05

17.46

4.06

0.10

11.56

4.11

0.25

7.37

4.23

0.50

5.74

4.43

1.0

4.86

4.86

0.00

-

3.66

Universitas Sumatera Utara

Jika bilangan Nusselt diketahui, koefisien perpindahan panas untuk
permukaan pipa bagian dalam dan bagian luar dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan
Nui=

hiDh
……………………………………………………...(2.6)
k

Nuo=

ho Dh
………………………………………………...…..(2.7)
k

c) Perpindahan panas secara keseluruhan
Pada banyak kasus perpindahan panas yang melibatkan proses konveksi
dan konduksi, dimana laju perpindahan panas total :

� = � . � . ���� ………………………………………….……..(2.8)
Dimana untuk mencari U (koefisien perpindahan panas keseluruhan )
adalah :
1


=

�� �

ℎ� .��

+

�� �
2.�

. ln �

�� �
��

�+

1
ℎ�

…………………………………(2.9)

Panas dari larutan amonia di alirkan ke air pendingin yang besarnya dapat
di tentukan dari persamaan :

� = ℎ . �� . (��)……………………………...……….……(2.10)

2.7 Parameter dalam perhitungan nilai perpindahan panas Absorber

Dalam berbagai kasus alat penukar kalor dibuat dengan susunan tabung
bersirip (finned tube) untuk membuang kalor dari fluida panas. Namun dalam
pembahasan nilai nilai parameter penting untuk perhitungan laju perpindahan
panas tidak di bahas mengenai efektifitas sirip atau fin melainkan hanya
membahas mengenai perpindahan panas pasa tabung atau tube-nya saja, sehingga
persamaan yang dibahas adalah tentang tube dengan perhitungan menggunakan
persamaan konveksi yang secara umum digunakan pada penukar kalor pipa ganda

Universitas Sumatera Utara

(double pipe) ataupun tabung pipa (shell and tube). Biasanya salah satu fluida
dalam penukar panas mengalir dalam pipa, sedang fluida yang lain mengalir
dalam ruang annulus sebuah pipa yang lebih besar atau dalam ruang sebuah shell
yang memuat banyak pipa, perpindahan panas berlangsung secara radial terhadap
pipa,antara lain fluida di dalam pipa dengan permukaan dinding pipa di sisi dalam
dimana panas berpindah secara konveksi, kemudian panas menjalar secara
konduksi melalui logam dinding pipa sedangkan diluar pipa terjadi lagi konveksi.
Nilai laju perpindahan panas dalam alat penukar kalor dapat dihitung
berdasarkan teori perpindahan panas secara konveksi. Selain laju perpindahan
panas, parameter penting yang mempengaruhi efektifitas suatu alat penukar kalor
adalah nilai koefisien perpindahan panasnya. Besarnya koefisien perpindahan
panas secara konveksi diperkirakan dari persamaan persamaan empiris berbeda
dengan konveksi di luar pipa. Banyak buku yang memuat keterangan tentang
koefisien perpindahan panas baik dalam bentuk persamaan maupun. Dalam
mencari persamaan empiris itu harus diperhatikan sifat fluida,sifat aliran,jenis
perpindahan panas (pemanasan atau pendinginan), letak pipa dan lain sebagainya.
2.7.1 Sifat sifat termodinamika fluida
a) Temperatur rata-rata fluida

���� =

��� +���
2

……………………………………...………………(2.11)

Temperatur inlet (Tci)

Dimana :

Temperatur outlet (Tco)
b) Mencari Temperatur rata-rata udara

������ =

�ℎ � +�ℎ �

Dimana :

2

………………………………………………….….(2.12)

Temperatur inlet (Thi)
Temperatur outlet (Tho)

Universitas Sumatera Utara

2.7.2 Sifat aliran fluida
Di alam ini terdapat dua jenis aliran fluida. Pertama dikenal dengan aliran
laminar dimana sifatnya tenang, kecepatanya rendah, semua partikel partikelnya
mempunyai ssifat aliran yang seragam. Kedua adalah aliran turbulen pada aliran
ini masing masing partikelnya mempunyai arah kecepatan yang berlainan dan
tidak seragam sehingga setiap partikelnya mempunyai arah kecepatan yang
berlainan dan tidak seragam sehingga setiap partikelnya mempunyai kesempatan
yang sama untuk menyentuh permukaan atau dinding saluran, dengan demikian
kesempatan fluida menerima atau mentransfer panas pada dinding pipa menjadi
lebih besar. Dalam alat penukar kalor selalu diinginkan agar alirannya turbulen
sehingga kapasitas perpindahan panasnya meningkat. Aliran turbulen dapat
diperoleh dengan pemasangan baffle atau dengan membuat permukaan dinding
saluaran kasar. Jenis aliran turbulen atau laminar dapat ditentukan perhitungan
bilangan reynold. Bilangan reynold untuk aliran dalam pipa dapat didefinisikan
dengan menggunakan rumus :

�� =

� .� .�
µ

…………………………………………………….…………..(2.13)

Keterangan : ρ = massa jenis (kg/m3)
V = kecepatan aliran (m/s)
D = diameter pipa (m)
µ = viskositas dinamik (kg/m.s)
Bilangan Reynolds digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan sifat

aliran fluida, apakah aliran termasuk aliran laminar, transisi atau turbulen. Untuk
Re < 2000 biasanya termasuk jenis aliran laminar sedangkan untuk 2000 < Re
4000 adalah jenis aliran
turbulen.(Cengel,1989)
Bilangan nusselt untuk aliran laminar biasanya ditentukan oleh bentuk
penampang dari pipa nilainya dibuat dalam bentuk tabel, sedangkan

bilangan

nusselt untuk aliran turbulen yang sudah jadi atau berkembang penuh (fully

Universitas Sumatera Utara

developed turbulent flow) di dalam tabung licin dapat di tuliskan dengan
persamaan :
1

�� = 0,023 (��)0,8 (�� 3 )…………………………………………………(2.14)
Dengan ketentuan (0.7 ≤ Pr ≥ 160)

2.7.3 Laju perpindahan kalor Absorber
Pada dasarnya laju perpindahan kalor pada absorber dipengaruhi oleh
adanya tiga (3) hal, yaitu:
1. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U)
Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat didasarkan
atas luas dalam atau luar tabung, menurut selera perancang sehingga cara
menghitungnya bias dengan 2 cara yaitu:


Koefisien perpindahan panas menyeluruh berdasarkan pipa dalam
(Ui)

�� =


1

��
�� ��
1
��
+2 . � . �
ℎ�
��������

�� 1
+
. � �� ℎ �

…………………………..(2.17)

Koefisien perpindahan panas menyeluruh berdasarkan pipa dalam
(Uo)

�� =

1

��
�� ��
1
��
+
ℎ � 2 . � . � ��������

Keterangan : ri

. �

+

�� 1
�� ℎ �

……………………..…….(2.18)

= jari-jari pipa dalam (m)

ro

= Jari jari pipa luar (m)

Ao

= Luas permukaan luar total (m2)

Ai

= Luas permukaan dalam total (m2)

ho

= Koefisien perpindahan kalor konveksi
pada pipa bagian luar (W/m2 K)

hi

= Koefisien perpindahan kalor konveksi
pada pipa bagian dalam (W/m2K)

Universitas Sumatera Utara

L

= Panjang pipa

Kmaterial = Konduktivitas panas material (W/m0K)

2. Luas perpindahan panas (A)


Menghitung luas perpindahan panas (A)

Luas permukaan perpindahan panas permukaan dalam pipa (Ai)
�� = � . �� . � ……………………………………………………………….(2.21)
Luas permukaan perpindahan panas permukaan luar pipa (Ao)

�� = � . �� . �

……………………………………………………………….(2.22)
Luas permukaan penukar kalor total dapat juga dihitung berdasarkan
persamaan :


Luas permukaan penukar panas (A total)
� = �� . ������ . ������ …………………….…………(2.23)

`

������ =



�� . ������

……………………….………….(2.24)

Keterangan :
Ao

= Luas permukaan total,dalam (m2)

Ai

= Luas permukaan total,luar (m2)

Do

= Diameter pipa bagian luar total (m)

Di

= Diameter pipa bagian dalam (m)

L

= Panjang pipa (m)

Uo

= Koefisien perpindahan panas menyeluruh
Berdasarkan pipa luar (W/m2K)

ΔTLMTD = Beda suhu rata-rata log

Universitas Sumatera Utara

3. Beda suhu rata-rata log atau Logarithmic Mean Temperatur Difference
(ΔLMTD)
��1 = �ℎ� − ��� ……………………………………………………..(2.25)

��2 = �ℎ� − ��� ……………………………………………………..(2.26)

����� =

��2 −��1
��

�� 2
�� 1

……………………………………………..…………..(2.27)

Keterangan : Tci

= Temperatur air masuk (C)

Tco

= Temperatur air keluar (C)

Thi

= Temperatur udara masuk (C)

Tho

= Temperatur udara keluar (C)

Dimana LMTD ini disebut beda suhu rata-rata log atau beda suhu pada
satu ujung kalor dikurangi beda suhu pada ujung lainnya dibagi dengan logaritma
alamiah daripada perbandingan kedua beda suhu pada ujung lainnya. Perhitungan
LMTD akan bergantung pada arah aliran dan jenis apk yang digunakan.untuk
dapat merencanakan kemampuan alat penukar kalor yang baik maka harus dapat
ditentukan hal-hal yang penting antara lain : laju perpindahan panas,temperature
masuk dan keluaar fluida, koefisien perpindahan panas total dan luas permukaan
perpindahn panas total
2.7.4 Absorber dengan arah fluida sejajar
Dari gambar di bawah ini,maka persamaan kekekalan energi dapat di tulis :
�� = −�
̇ . ��ℎ . � �ℎ ……………..…………………………………………..(2.28)

�� = �̇ . ��� . � �� ………..…………………………………………………(2.29)

��ℎ = −

��
�̇ℎ . ��ℎ

Universitas Sumatera Utara

Dan
��� = −

��
�̇� . ���

Karena �(∆�) = � �ℎ − � ��

Maka � (∆�) = −��(

1

�� ℎ

+

1

���

) ………………….…………………………(2.30)

Gambar 2.8 Distribusi temperatur pada absorber dengan aliran fluida arah sejajar
(Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 668)

Perpindahan kalor dinyatakan dengan :
�� = � . (�ℎ − �� ). ���

………………………...……………………………(2.31)
Bila persamaan 2.28 di substitusikan ke persamaan 2.27 kemudian di integralkan :


�(∆�)
∆�

Atau

= −�(

∆�

1
�ℎ

1

+ ) ∫ ��



1

1





∫ ln �∆�2 � = −�. � �� + � � ……………………………………………….(2.32)
1

Universitas Sumatera Utara

Apabila di substitusikan dengan persamaan 2.25 dan persamaan 2.26 maka :
ln �
�.�


∆�2
∆�1

� = −�. � �

� ℎ � −� ℎ �


+

��� −� ��




= ((�ℎ� − ��� ) − (�ℎ� − ��� ) ……………………………..…………….(2.33)

Dengan demikian maka laju perpindahan kalor dapat ditulis :
� = �. �. ����

…………………………………..………………………….(2.34)
Dimana :
���� =

∆� 2−∆� 1

ln ∆�2 /∆�1

∆�2 = �ℎ� − ���

∆�1 = �ℎ� − ���

2.7.5 Absorber dengan arah fluida berlawanan
laju perpindahan panas dapat ditulis seperti laju perpindahan panas aliran parallel
namun untuk,
∆�1 = �ℎ� − �ℎ�

∆�2 = �ℎ� − �ℎ�

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9 Distribusi temperatur pada absorber dengan aliran fluida berlawanan
(Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 668)

2.8 Faktor Pengotoran Absorber
Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan
bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran
pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan
hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan
penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran
pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam
tahanan termal. (William S.Janna,200:466)
Faktor pengotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan
meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel
pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur
operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor.
Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya
kecepatan.

Universitas Sumatera Utara

Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya
yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan
sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam
dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki
sirip, persamaan sebelumnya menjadi :

�=

1
1


0,0002 +( )

………………………………………………………………..(2.35)

Tabel 2.3 faktor pengotoran beberapa fluida
�� , � 2 , ⁰�/�

Fluida
Air laut,air sungai,air mendidih,air
suling
Dibawah 50 oC
o

0,0001

Diatas 50 C

0,0002

Bahan bakar

0,0009

Uap air (bebas minyak)

0,0001

Refrijeran (cair)

0,0002

Refrijeran (gas)

0,0004

Alcohol (gas)

0,0001

Udara

0,0004

(Sumber :Willian S.Janna, Engineering heat transfer, hal : 467)

Universitas Sumatera Utara