FENOMENOLOGI PENGETAHUAN DAN ILMU PENGETAHUAN SERTA PERANNYA DALAM ILMU KOMUNIKASI

JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010

FENOMENOLOGI PENGETAHUAN DAN ILMU PENGETAHUAN SERTA PERANNYA
DALAM ILMU KOMUNIKASI
Anisti
Mahasiswa Magister Komunikasi Universitas Sahid
Staf Pengajar Akademi Komunikasi Bina Sarana Informatika
Abstract
The basic nature of man to recognize and be recognized yields the concept of knowledge. By
employing his five senses and intelligence, man discovers the essence of knowledge based on the
objects that he observes and changes it into a new one. Man’s curiosity leads him to a philosophy – a
manner of thinking, a tendency of asking thoroughly and radically, to seek the fundamental truth about
anything.
By philosophizing hence, emerge philosophy-based sciences. It was such a great influence of
philosophy toward science that a famous quote even states “the mother of all science is philosophy.”
Reaching the 20th century, there are numerous sciences with their own philosophy, in which man uses
language to communicate and creates a social dynamics. What once was an understanding of
knowledge and science it now becomes a communication science.
Key words : knowledge, science, philosophy, communication science

I. PENDAHULUAN

Manusia diciptakan memiliki akal
dan budi yang sangat tinggi dibandingkan
dengan makhluk lain. Dengan panca indera
yang dimiliki olehnya berupa mata untuk
melihat, hidung untuk mencium bau, dan
telinga untuk mendengar serta tangan untuk
meraba, maka manusia melakukan hubungan
sosial di dunia ini. Apa yang dilihat, dicium
dan dirasa menumbuhkan rasa ingin tahu
manusia, maka disaat itu manusia sudah
tumbuh rasa ingin tahu akan sesuatu yang
dirasakan dengan panca inderanya.
Karena manusia juga memiliki akal
budi yang sangat tinggi dari makhluk lain,
maka manusia tidak akan puas dengan sekadar
tahu akan sesuatu hal, rasa ingin tahu manusia
yang menuntut manusia untuk mencari
jawaban dari rasa ingin tahunya.
Fenomenai ini menunjukan bahwa
pengetahuan terbentuk dari rasa ingin tahu

manusia seperti yang dikatakan oleh Surajio
dalam
bukunya
filsafat
ilmu
dan
perkembangannya
di
Indonesia
yang
mengatakan “Pengetahuan adalah suatu istilah
yang dipergunakan untuk menuturkan apabila
seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal
yang menjadi pengetahuannya adalah selalu
terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang
diketahui, serta kesadaran mengenai hal yang
ingin diketahuinya itu.” (2007;26). Sedangkan

menurut Soetriono dalam bukunya filsafat
ilmu dan metodologi penelitian bahwa

pengetahuan adalah “hasil dari tahu” (2007;9)
Berdasarkan pendapat diatas penulis
melihat adanya keingintahuan besar manusia
pada suatu objek, dan kesadaran manusia
untuk ingin mengetahui sesuatu tidak dibatasi
oleh hasratnya untuk terus ingin mengetahui
lebih dalam. Saat manusia puas atas apa yang
diketahuinya akan hilang kepuasannya apabila
hasrat ingin tahu lebih kuat karena terus
menimbulkan sebuah pertanyaan. Menurut
Soetriono “ …….untuk memuasakan keingin
tahuannya itulah maka ia bertanya. Jika
akhirnya
ia
tahu,
merasa
terpenuhi
keinginannya itu, sehingga untuk sementara
puaslah ia. Karena yang ada disekeliling
manusia itu banyak sekali, maka kekaguman

dan keheranan itu serasa tidak ada habisnya,
maka terus meneruslah ia bertanya, kepada diri
sendiri maupun orang lain. Pertanyaan kepada
diri sendiri akan dijawab dengan melakukan
penyelidikan. Semakin banyak yang diselediki,
semakin banyak hasil tahunya, dan semakin
besar rasa kepuasannya. Tetapi, semakin
banyak dan
makin mendalam yang
diketahuinya.Biasanya makin besar pula
usahanya untuk tahu. Rasa ingin tahu manusia
akan berakhir pada akhir kesadarannya.”
(2007;7)

JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010

Menelaah pendapat soetriono dapat
dipahami oleh penulis bahwa manusia akan
terus menerus bertanya pada diri sendiri
terhadap objek yang dilihatnya. Maka akan

timbul hasrat untuk terus menyelediki,
sehingga akan timbul sebuah pemahaman
sebab akibat, “kenapa begini kenapa begitu”
dari sinilah ilmu diciptakan yang mana
menurut
Soetriono,
Ilmu pengetahuan
diciptakan manusia karena didorong oleh rasa
ingin tahu manusia yang tidak berkesudahan
terhadap obyek dan Ilmu. Adalah akumulasi
pengetahuan yang menjelaskan kausalitas
(hubungan sebab-akibat) dari suatu obyek
menurut metode-metode
tertentu yang
merupakan
suatu
kesatuan
sistematis.(2007;19)
Berdasarkan penjelasan penulis diatas
bahwa pada dasarnya manusia dalam

kehidupan sehari-harinya telah berfilasafat
dimana “sejarah kefilsafatan dikalangan filsuf
menjelasakan tentang tiga hal yang mendorong
manusia untuk berfilsafat, yaitu kekaguman
atau kebenaran, keraguan atau kegengsian dan
kesadaran
akan
keterbatasan(Soetriono,2007;18).
Manusia mempunyai rasa ingin tahu
yang tinggi atas segala objek yang dilihatnya
berdasarkan kesadaran dirinya untuk terus
melakukan pertanyaan terhadap sesuatu yang
tidak diketahuinya, maka munculah pengertian
Disaat manusia menuturkan sesuatu
objek yang diketahui maka manusia tersebut
telah mendapatkan pengetauan. Karena
pengetahuan didasari pada unsur mengetahui
dan diketahui. Untuk itu manusia menuntut
adanya kesadaran terhadap objek yang ingin
diketahuinya. Jadi bisa dikatakan pengetahuan

adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu,
atau segala perbuatan manusia untuk
memahami suatu objek yang dihadapinya, atau
hasil usaha manusia untuk memahami suat
objek tertentu (Surajiyo,2007;26)
Semua pengetahuan hanya dikenal
dan ada di dalam pikiran manusia, tanpa
pikiran pengetahuan tidak akan eksis. Oleh
karena itu, keterkaitan antara pengetahuan
dengan pikiran merupakan sesuatu yang
kodrati. Bahm dalam Rizal Mustansyir dkk,
2001 menyebutkan ada delapan hal penting
yang berfungsi membentuk struktur pikiran
manusia, yaitu sebagai berikut .
a. Mengamati (observes); pikiran berperan

Seorang yang berfilsafat dapat
diumpamakan sebgai seseorang yang berpijak
di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang.
Atau seseorang yang berdiri di puncak tinggi,

memandang
ke
ngarai
dan
lembah
dibawahnya. Masing-masing ingin mengetahui
hakikat dirinya atau menyimak kehadirannya
dalam kesemestaan alam yang ditatapnya.
Seorang ilmuwan tidak akan pernah
puas mengenal ilmu hanya dari sisi pandang
ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu
dalam korelasi pengetahuan lainnya. Apa
kaitan ilmu dengan moral, dengan agama, dan
apakah ilmu itu membawa kebahagian kepada
dirinya (Soetriono,2007;21).
Berdasarkan pemahaman penulis di
atas tentang pengetahuan dan ilmu serta
fenomena munculnya suatu ilmu pengetahuan
yang dilihat dari beberapa aspek ilmu, salah
satunya adalah ilmu komunikasi, untuk itu

penulis berusaha untuk memaparkan secara
ilmiah mengenai fenomenologi pengetahuan
dan ilmu pengetahuan serta perannya dalam
ilmu komunikasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
pengetahuan, untuk itu penulis akan
menjelaskan secara ilmiah munculnya
pengetahuan berdasarkan pendapat-pendapat
para ahli.
1. Munculnya Pengetahuan.
dalam mengamati objek-objek. Dalam
melaksanakan pengamatan terhadap objek
itu maka pikiran haruslah mengandung
kesadaran. Oleh karena itu di sini pikiran
merupakan suatu bentuk kesadaran.
Kesadaran adalah suatu karakteristik atau
fungsi pikiran. Kesadaran jiwa ini
melibatkan dua unsur penting, yakni
kesadaran untuk mengetahui sesuatu dan
penampakan suatu objek ini merupakan

unsur yang hakiki dalam pengetahuan
intuisi. Intuisi senantiasa hadir dalam
kesadaran. Sebuah pikiran mengamati apa
saja yang menampak. Pengamatan acap
kali timbul dari rasa ketertarikan pada
objek. Dengan demikian pengamatan ini
melibatkan pula fungsi-fungsi pikiran
yang lain.
b. Menyelidiki (inquires); ketertarikan pada
objek dikondisikan oleh jenis-jenis objek
yang tampil . Tenggang waktu atau durasi
minat seseorang pada objek itu sangat

JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010

c.

d.

e.


f.

tergantung pada daya tariknya. Kehadiran
dan durasi suatu minat biasanya bersaing
dengan minat lainnya, sehingga paling
tidak seseorang memiliki banyak minat
pada perhatian yang terarah. Minat-minat
ini ada dalam banyak cara. Ada yang
dikaitkan dengan kepentingan jasmaniah,
permintaan
lingkungan,
tuntutan
masyarakat,
tujuan-tujuan
pribadi,
konsepsi diri, rasa tanggung jawab, rasa
kebebasan bertindak, dan lain-lain. Minat
terhadap objek cenderung melibatkan
komitmen, kadangkala komitmen ini
hanya merupakan kelanjutan atau
menyertai pengamatan terhadap objek.
Minatlah yang membimbing seseorang
secara alamiah untuk terlibat ke dalam
pemahaman pada objek-objek.
Percaya (belevies); manakala suatu objek
muncul dalam kesadaran, biasanya objekobjek itu diterima sebagai objek yang
menampak. Kata percaya biasanya
dilawankan dengan keraguan. Sikap
menerima sesuatu yang menampak
sebagai pengertian yang memadai setelah
keraguan, dinamakan kepercayaan.
Hasrat (disires); kodrat hasrat ini
mencakup
kondisi
biologis
serta
psikologis dan interaksi dialektik antara
tubuh dan jiwa. Karena pikiran
dibutuhkan untuk aktualisasi hasrat. Kita
dapat mengatakannya sebagai hasrat
pikiran. Tanpa pikiran tidak mungkin ada
hasrat. Beberapa hasrat muncul dari
kebutuhan jasmaniah seperti nafsu makan,
minum, istirahat dan lain-lain. Beberapa
hasrat juga bisa timbul dari pengertian
yang lebih tinggi seperti hasrat diri,
keinginan pada objek-objek, pada orang
lain, kesenangan pada binatang, tumbuhtumbuhan,
dan
proses
interaktif.
Beberapa hasrat juga bisa timbul dari
ketertarikan pada tindakan, pengaruh,
pengendalian, dan ketertarikan pada
kesenangan dan rasa keamanan.
Maksud (intends); kendatipun memiliki
maksud
ketika akan mengobservasi,
menyelidiki, mempercayai dan berhasrat,
namun sekaligus perasaannya tidak
berbeda atau bahkan terdorong ketika
melakukannya.
Mengatur (organizes); setiap pikiran dalah
Masalah terjadinya pengetahuan adalah

suatu organisme yang teratur dalam diri
seseorang . Pikiran mengatur :
1) Melalui kesadaran yang sudah
menjadi. Kesadaran adalah suatu
kondisi dan fungsi mengetahui secara
bersama.
2) Melalui intuisi yakni kesadaran
penampakan dalam setiap kehadiran;
3) Manakala ia mengatasi setiap
kehadiran
melalui
kesenjangan
ketidaktahuan dalam penampakan
untuk menghasilkan kesadaran lebih
lanjut seperti rasa bangun tidur.
4) Melalui
panggilan
untuk
memunculkan objek, dan berperan
serta dalam pembentukan objekobjek
ini dari sesuatu yang
mendorong untuk diatur melalui otak.
5) Melalui pengingatan dan mendukung
penampakan pada objek-objek yang
hadir, minat, dan proses.
6) Melalui pengantisipasian, peramalan,
dan menjadikan kesadaran terhadap
objek-objek yang diramalkan;
7) Melalui proses generalisasi, yaitu
dengan mencatat kesamaan di antara
berbagai objek dan menyatakan
dengan tegas tentang kesamaan itu.
8) Menyesuaikan
(adapts);
menyesuaikan
pikiran
sekaligus
melakukan pembatasan-pembatasan
yang dibebankan pada pikiran melalui
kondisi keberadaan yang tercakup
dalam otak dan tubuh di dalam fisik,
biologis, lingkungan sosial dan
kultural serta keuntungan yang
terlihat pada tindakan, hasrat, dan
kepuasan.
9) Menikmti (enjoys); pikiran-pikiran
mendatangkan keasyikan. Orang yang
asyik
dalam
menekuni
suatu
persoalan, ia akan menikmati itu
dalam pikirannya.(Surajiyo, 2007;26)
Berdasarkan pendapat di atas dapat dilihat
bahwa hal tersebut yang membuat manusia
terus menerus menggunakan pikirannya
terhadap suatu objek yang diamatinya, karena
kesadarannya untuk mengetahui objek tersebut
secara lebih mendalam yang akhirnya
menimbulkan pengetahuan merupakan sifat
dasar manusia dalam memanfaatkan panca
indera dan akal budinya.
2. Terjadinya Pengetahuan
masalah
yang
amat
penting
dalam

JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010

epistemologi, sebab jawaban terhadap
terjadinya pengetahuan maka seseorang akan
berwarna pandangan atau paham filsafatnya.
Jawaban yang paling sederhana tentang
terjdinya pengetahuan ini apakah berfilsafat
apriori atau a pisteriori. Pengetahuan priori
adalah pengetahuan yang terjdi tanpa adanya
atau melalui pengalaman, baik pengalaman
indera mupun pengalaman batin. Adapun
pengetahuan a pisteriori adalah pengetahuan
yang terjadi karena pengalaman. Dengan
demikian pengetahuan ini bertumpu pada
kenyataan objektif (Abbas Hamami M, 1982,
1)
Sebagai alat untuk mengetahui
terjadinya pengetahuan menurut John Hospers
dalam
bukunnya
An
Introduction
Philosophical Analysis mengemukakan ada
enam hal, yaitu sebagai berikut : Pengalaman,
indera, nalar, otoritas, intuisi, wahyu, dan
keyakinan. Dengan penjelasan sebagai berikut
1. Pengalaman Indra (Sense Experience).
Orang sering merasa pengindraaan
merupakan alat yang paling vital dalam
memperoleh
pengetahuan. Memang
dalam
hidup
manusia
tampaknya
penginderaan adalah satu-satunnya alat
untuk menyerap segala sesuatu objek yang
ada di luar diri manusia. Karena terlalu
menekankan pada kenyataan, paham
demikian dalam filsafat disebut realisme.
Realisme adalah suatu paham yang
berpendapat bahwa semua yang dapat
diketahui adalah hanya kenyataan. Jadi,
pengetahun berawal mula dari kenyataan
yang dapat diinderai. Tokoh pemula dari
pandangan ini adalah Aristoteles, yang
berpendapat bila subjek diubah di bawah
pengaruh objek, artinya bentuk-bentuk
dari dunia luar meninggalkan bekas-bekas
dalam kehidupan batin. Objek masuk
dalam diri subjek melalui persepsi indera
(sensasi). Ini ditegaskan pula oleh
Aristoteles yang berkembang pada abad
pertengahan adalah Thomas Aqinas yang
mengemukakan bahwa tiada sesuatu dapat
masuk lewat ke dalam akal yang tidak
ditangkap oleh indra.
1. Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir
dengan menggabungkan dua pemikiran
atau lebih dengan maksud untuk mendapat
pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam masalah ini adalah

tentang asas-asas pemikiran berikut :
principium identitas, adalah sesuatu itu
mesti sama dengan dirinya sendiri. Asas
ini biasanya disebut asas kesamaan.
Principium
contradictionis,
maksudnya bila terdapat dua pendapat dua
pendapat yang tertentangan, tidak
mungkin kedua-duanya benar dalam
waktu yang bersamaan atau dengan kata
lain pada subjek yang sama tidak mungkin
terdapat dua predikat yang bertentangan
pada satu waktu. Asas ini biasa disebut
sebagai asas pertentangan.
Principium terti exclusi, yaitu pada
dua pendapat yang berlawann tidak
mungkin keduanya benar dan tidak
mungkin keduanya salah. Kebenaran
hanya terdapat satu diantara kedua itu,
tidak perlu ada pendapat yang ketiga.
Asas ini biasa disebut sebagai asas tidak
adanya kemungkinan ketiga.
2. Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah
yang dimiliki oleh seseorng dan diakui
oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah
satu
sumber
pengetahuan,
karena
kelompoknya
memiliki
pengetahuan
melalui seseorang yang mempunyai
kewibawaan dalam pengetahuannya.
Pengetahuan yang diperoleh melalui
otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi
karena
orang
yang
telah
menyampaikannya
mempunyai
kewibawaan tertentu.
3.

Intiuisi (Intution)
Intuisi adalah kemampuan yang ada
pada diri manusia yang berupa proses
kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan
atau stimulus mampu untuk membuat
pernyataan yang berupa pengetahuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui
intuisi tidak dapat dibuktikan seketika
atau
melalui
kenyataan
karena
pengetahuan ini muncul tanpa adanya
pengetahuan lebih dahulu. Dengan
demikian sesungguhnya peran intuisi
sebagai sumber pengetahuan karena
intuisi merupakan suatu kemampuan yang
ada dalam diri manusia yang mampu
melahirkan pernyataan-pernyataan yang
berupa pengetahuan.

JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010

4.

5.

Wahyu (Revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikn
oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk
kepentingan umatnya. Kita mempunyai
pengetahuan melalui wahyu, karena ada
kepercayaan tentang sesuatu yang
disampaikan
itu.
Seseorang
yang
mempunyai pengetahuan melalui wahyu
secara dogmatik akan melaksanakan
dengan baik. Wahyu dapat dikatakan
sebagai salah satu sumber pengetahuan,
karena kita mengenal sesuatu dengan
melalui kepercayaan kita.

Keyakinan (Faith)
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang
ada pada diri manusia yang diperoleh
melalui
kepercayaan.
Sesungguhnya
antara sumber pengetahuan yang berupa
wahyu dan keyakinan ini sangat sukar
untuk dibedakan secara jelas karena
keduanya menetapkan bahwa alat lain
yang
dipergunakannya
adalah
kepercayaan. Perbedaannya barangkali
3. Ilmu dan Pengetahuan
Ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak
semua pengetahuan adalah ilmu. Mengapa
demikian?
Agar
jelas
perbedaannya,
perhatikan pengertian dari pengetahun dan
ilmu.
Pengetahuan adalah pembentukan
pemikiran asosiatif yang menghubungkan atau
menjalin sebuh pikiran dengan kenyataan tahu
dengan pikiran lain berdasarkan pengalaman
yang berulang-ulang tanpa pemahaman
mengenai kausalitas
yang hakiki dan
universal.
Ilmu adalah akumulasi pengetahuan
yang menjelaskan hubungan sebab-akibat dari
suatu obyek menurut metode-metode tertentu
yang merupakan suatu kesatuan sistematis.
Dari kedua pengertian tersebut jelas
bahwa pengetahuan bukan hanya ilmu.
Pengetahuan merupakan bahan utama bagi
ilmu. Selain itu ternyata bahwa pengetahuan
tidak menjawab pertanyan dari adanya
kenyataan itu, sebagimana dapat dijawab oleh
ilmu. Dengan kata lain, pengetahuan baru
dapat menjawab tentang apa, sedangkan ilmu
dapat menjawab pertanyan tentang mengapa
dari kenyataan atau kejadian.
Lebih jauh, ilmu berusaha memahami
alam sebagaiman adanya. Hasil kegiatan
keilmuan merupakan alat untuk meramalkan

jika keyakinan terhadap wahyu yang
secara dogmatik diikutinya adalah
peraturan yang berupa agama. Adapun
keyakinn melalui kemampuan kejiwaan
manusia yang merupakan pematangan
(maturation) dari kepercayaan. Karena
kepercayaan itu bersifat dinamis mampu
menyesuaikan dengn keadaan yang
sedang terjadi. Adapun keyakinan itu
sangat statis, kecuali ada bukti-bukti baru
yang
akurat
dan
cocok
untuk
kepercayaannya (Surajiyo,2007;28).
Jadi dapat disimpulkan bahwa
pengalaman indera merupakan sumber
pengetahuan yang berupa alat-alat untuk
menangkap objek dari luar diri manusia
melalui kekuatan indera. Kekhilafan akan
terjadi apabila ada ketidaknormalan di antara
alat-alat itu. Jadi sebagai kesimpulan bahwa
pengetahuan yang terjadi karena adanya
otoritas adalah pengetahuan yang terjadi
melalui wibawa seseorang sehingga orang lain
mempunyai pengetahuan.

dan mengendalikan gejala-gejala alam. Hal ini
mudah dimengerti karena pengetahuan
keilmuan merupakan sari penjelasan mengenai
kejadian-kejadian di alam, yang bersifat umum
dan impersonal.
Perbedaan
antara
pengetahuan
keilmuan dengan pengetahuan lainnya,
misalnya seni dan agama dapat dilihat pula
dari upaya-upaya mendapatkannya, yaitu
sebagai berikut :
Gejala-gejala yang terdapat di alam
semesta ditangkap oleh manusia melalaui
pancainderanya, bahkan ada pula yang
ditangkap oleh indera keenam (extrasensory)
seperti intuisi. Segala yang ditangkap melalui
indera-inderanya dimasukkan ke dalam pikiran
dan perasaan manusia. Dengan segala
kayakinan atau kepercayaannya ditariklah
kesimpulan-kesimpulan
yang
benar.
Kesimpulan yang benar ini akan merupakan
pengetahuan (ilmu, seni, dan agama). Upaya
mendapatkan pengetahuan dapat dibedakan
antara upaya yang bersifat aktif dan pasif.
Upaya aktif yaitu upaya melalui penalaran
pikiran dan perasaan. Sedangkan upaya pasif
yaitu upaya melalui keyakinan atau
kepercayaan terhadap kebenaran sesuatu yang
diwartakan (misalnya wahyu Tuhan melalui
nabi, ataupun pengetahuan dan ilmu yang

JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010

lainnya).
Baik secara aktif maupun pasif,
keyakinan atau kepercayaan itu memegang
peran penting untuk menyatakan dan
menerima
kebenaran kesimpulan itu.
Bedannya, dalam upaya aktif orang harus
yakin atau percaya terlebih dahulu.
Kesimpulan yang benar yang diperoleh
melalui alur kerangka pikiran logis adalah
bersifat penalaran dan analitis. Sedangkan
yang diperoleh melalui perasaan dan yang
4. Filsafat Ilmu Pengetahuan
dan
Terapannya Dalam Ilmu Komunikasi.
Filsafat dapat menyajikan pelbagai
kemungkinan untuk membangun ilmu
pengetahuan dengan berusaha menjawab
pertanyaan dasar seperti apakah ilmu
pengetahuan
itu
dan
bagaimana
ia
mengembangkan metodenya dalam rangka
mendapat pengetahuan ilmiah yang logis dan
benar (Dua, 2007;9)
Filsafat suatu ilmu merupakan
landasan pemikiran dari
ilmu
yang
bersangkutan, titik tolak bagaimana ilmu itu
bermaksud
mencapai
tujuannya
yaitu
kebenaran. Sebenarnya setiap ilmu ditujukan
pada mencapai kebenaran serta pengabdiannya
kepada umat manusia, dengan cara ataupun
jalan bagaimna masing-masing ilmu untuk
mencapai tujuan ini adalah berbeda-beda.
Dalam rangka pemikiran ini, maka
setiap ilmu mempunyai obyek formalnya
maupun obyek materinya. Didalam obyek
materinya beberapa ilmu dapat mempunyai
obyek yang sama, akan tetapi demi penjelasan
pemisahan ilmu satu dengan yang lain, maka
obyek formalnya berbeda-beda. Objek formal
inilah merupakan pandangan khas dari
masing-masing ilmu berdasarkan apa yang
dianggap benar, terutama benar menurut
norma-norma dan ukuran masyarakat saat itu.
Demikianlah, maka setiap filsafat ilmu, juga
memperlihatkan fisafat masyarakatnya seperti
mencerminkan juga tingkat perkembangan
ilmu yang bersangkutan.
Tingkat perkembangan ilmu dapat
dilihat dari tendensi-tendensi tertentu yang
terjadi selama abad 19 ilmu menjadikan posisi
yang menguat selama periode pergantian. Pada
masa ini ilmu bersifat profesional dalam
organisasi
sosialnya
(Ravertz,2007;72).
Perkembangan ilmu dari abad ke 19 sampai 20
menimbulkan berbagai ilmu-ilmu baru yang

hanya melalui keyakinan atau kepercayaan
bersifat tidak logis dan tidak analitis. Dari
hasil penalaran logis dan analitis diperoleh
pengetahuan yang disebut ilmu, sedangkan
dari perasaan dan keyakinan atau kepercayan
disebut pengetahuan dan seni. Dari uraian
tersebut dapatlah diketahui tentang kedudukan
ilmu dalam pengetahuan, dan perbedaan ilmu
dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya
(Soetriono, 2007;12)
lebih spesifik, seperti halnya ilmu komunikasi,
dimana ilmu komunikasi merupakan ilmu
yang bersifat mutidisiplin, penggabungan dari
berbagai ilmu pengetahuan lainnya seperti
ilmu budaya, imu psikologi, ilmu sosial, ilmu
politik dan lainnya. Hal ini dapat dijelasakan
oleh
Susanto dalam bukunya Filsafat
Komunikasi yang menjelaskan awal mulanya
berkembangan ilmu publisistik salah satu
bagian ilmu pengetahuan dari rumpun ilmu
komunikasi.
Seperti yang diutarakan oleh Susanto,
hingga kini masih banyak orang menganggap,
bahwa publisistik sebagai ilmu di antara ilmuilmu lain terlalu muda. Anehnya pendapat
yang demikian ini datang antara lain dari ilmu
pengetahuan seperti sosiologi, ilmu politik dan
ilmu negara, yaitu ilmu pengetahuan yang
dalam abad ini sendiri, sekitar tahun 1920 –
1930 baru mendapat pengakuan sebagai ilmu
pengetahuan. Adapun kesangsian atas nilai
ilmu komunikasi atau publisitik sebagai ilmu
pengetahuan didasarkan kepada pendapat,
bahwa publisistik tidak bergerak dalam
penelitian seperti ilmu lain. Salah satu alasan
adalah, bahwa ilmu publisistik
banyak
memakai topik atau issue sebagai dasar
pengetahuannya, dimana, topi atau issue saja
adalah kurang bersifat ilmiah. Padahal
sebenarnya sistem kerja ilmu publisistik
banyak persamaannya dengan ilmu politik,
yaitu berpangkal pada topik dan isu sebagai
fase pra-ilmiahnya.
Ilmu Publisistik dalam intinya merupakan :
a. Geisteswissenschaft Ilmu Rohaniah
b. Kulturwissenchaft Ilmu Budaya
c. Wirklichkeitwissenchaft Ilmu Kenyataan.
d. Strukturwissenchaft Ilmu Struktur
e. Geschichtswissenschaft Ilmu Sejarah
f. Normatvewissenchaft Ilmu Normatif
Ilmu
Publisistik
sebagai
kulturwissenchaft
atau
ilmu
budaya
mempunyai manusia sebagai obyeknya. Ilmu

JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010

publisistik menyelidiki hidup manusia serta
pembentukan
manusianya
(menschliche
zweckformung) karena proses pembentukan
manusia adalah proses yang tidak akan
berakhir selama manusia hidup. Ilmu
Publisistik meneliti manusia tidak sebagai
individu tetapi dalam masyarakatnya serta
usaha
manusia
dalam
pembentukan
masyarakat karena itu maka ilmu publisistik
adalah suatu ilmu budaya. Ilmu Publisitik
sebagai ilmu rohaniah (geisteswissenschaft)
dan ilmu kenyataan (wirklichkeitwissenchaft)
memperlihatkan banyak persamaan dengan
sosiologi,
yaitu ilmu
yang
meneliti
perkembangan dalam masyarakat, yaitu faktor
mental, budaya mempunyai peranan yang
penting.
Pengakuan suatu ilmu terutama dalam
ilmu sosial adalah karena adanya tradisi dan
kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini ilmu
komunikasi atau publisistik dapat memenuhi
kedua syarat tadi, yaitu sebagai kelanjutan
tradisi retorika seperti yang diajar oleh
Sokrates dan Plato, dan diperlukan masyarakat
massa modern. Keperluan ini terutama seperti
halnya dengan ilmu politik didasarkan atas
keinginan menemukan suatu lembaga yang
berdiri di atas aliran-aliran yang terdapat
dalam masyarakat berada dalam pertentangan
satu sama lain dalam mencari pembentukan
masyarakat yang sesempurna mungkin.
Publisistik dalam hal ini, bersikap sejajar
dengan ilmu politik yaitu dengan meneliti
secara obyektif
kemungkinan bagaimana
pendapat-pendapat yang bertentangan dan
bersaingan ini dapat dipertemukan dengan
struktur masyarakatnya (Susanto, 1995;44)
Terutama
dalam
menyelidiki
pendapat-pendapat yang tersebar maka Ilmu
komunikasi atau publisitik tidak saja
memperhatikan pendapat yang diutarakan,
tetapi juga pikiran-pikiran dibelakang setiap
ucapan atau penyebaran untuk mengetahui
beberapa baik suatu tindakan atau suatu
pendapat bagi masyarakatnya. Berdasarkan
penyelidikan dan sikap berdiri di atas
golongan-golongan.
Diharapkan
adanya
pendapat yang obyektif, karena pada
umumnya media massa sendiri telah dikuasai
atau dipengaruhi oleh pendapat-pendapat
khusus.
Memang benar, tidak ada ilmu sosial
yang bebas dari nilai, akan tetapi dalam hal ini
ilmu komunikasi atau publisistik ingin dan

bertujuan merupakan suatu pengetahuan yang
memberi penilaian terhadap masyarakatnya.
Karena itu tidak mungkin ilmu komunikasi
atau publisitik seperti juga halnya dengan ilmu
politik,
ilmu
negara
menjadi
wertreiewissenschaft yaitu Ilmu yang bebas
dari nilai-nilai. Sebagai suatu ilmu yang juga
menilai pendapat dan ideologi dalam
masyarakat, maka ilmu komunikasi atau
publisitik tidak bebas dari penentuan normanorma walaupun bertujuan berdiri diatas
ideologi-ideologi dan hanya mempunyai satu
tujuan, yaitu tujuan mengabdi seluruh
masyarakat.
Berdasarkan ini pula, maka ilmu
komunikasi atau publisistik adalah suatu
normative wissenchaft atau ilmu yang
normatif. Sebagai suatu ilmu yang normatif ia
tidak berbeda dengan theologia dan ilmu
politik.
Dengan berpangkal pada topik atau
isu, yaitu pengumpulan pendapat yang
berbeda-beda dan fakta yang bermacammacam, lmu komunikasi atau publisistik
mencari sistematika penyelesaian pendapat
dalam
masyarakatnya.
Berdasarkan
pengetahuannya menarik kesimpulan dan
menyatakan apakah cara dan sistem suatu
masyarakat
menyelesaikan
persoalannya
adalah benar atau salah. Sistem kerja semacam
itu tidak berbeda dengan umpamanya ekonomi
sebagai ilmu pengetahuan.
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan
ini, maka ilmu komunikasi atau publisitik juga
tidak
dapat
melepaskan
diri
dari
perkembangan sejarah suatu bangsa. Sehingga
publisistik
merupakan
suatu
Geschichtswissenchaft. Pengetahuan sejarah
dalam hal ini, hanya merupakan pembantu
untuk ilmu komuniksi atau publisistik tetapi
bukan aspek pokoknya.
Sebagai suatu ilmu sosial, Ilmu
komunikasi atai publisistik mencoba untuk
mengerti seluk-beluk persoalan masyarakat. Di
samping memberi penilaian, maka permulaan
sistem kerjanya adalah mengerti pertauatan
masyarakat dan pendapat serta persoalannya.
Ilmu komunikasi atau publisistik
mencari Sinneszusammenhng atau kesatuan
hubungan makna untuk berdasarkan hasil
penyelidikannnya
memberi
penerangan
sebaik-baiknya kepada media massa dan
masyarakat luas (Susanto,1995;46)
Berdasarkan paparan penjelasan

JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010

diatas penulis berpendapat bahwa ilmu
komunikasi atau publisistik adalah ilmu
pengetahuan yang bertujuan membantu
manusia atau masyarakat dalam mencari jalan
keluar dari persoalan yang terjadi ditengah
masyarakat serta memberi jawaban dari
kejadian tersebut melalui media massa.
Ilmu Komunikasi atau Publisistik
sendiri sebagai ilmu pengetahuan tidak boleh
mempunyai kepentingan golongan tetapi
bertujuan
mengabdi
kepada
seluruh
masyarakat dan ilmu komuniksi atau
publisistik sebagai ilmu perlu dikembangkan
dengan jujur dan bertanggungjawab oleh
manusia yang menjalankannya. Sebagai ilmu
maka sekurang-kurangnya obyektivitas ilmiah
sikap ini harus dapat diharapkan.
Penulis
juga
akan
mencoba
memberikan pemahaman tentang Ilmu
Komunikasi/publisitik
sebagai
ilmu
pengetahuan yang dilihat dari sudut pandang
ilmu sosial
3. Ilmu Komunikasi atau Publisistik
sebagai Ilmu Sosial
Pengaruh utama dari media massa adalah
mendalam maupun meluas Erich Feldmann
dalam Neue Studien Zur Theorie Der Massen
Medien membedakan antara pengaruh media
secara vertikal atau mendalam yang meliputi
bidang
emosi,
kehidupan
jiwa
dan
pembentukan kepribadian sesuai dengan
rangsangan yang diterima. Pengaruh (impact)
mendatar tercerminkan dalam pribadi yang
dipengaruhi oleh media massa yang
menyebabkan perubahan kehidupan sosial,
kehidupan dalam alam pekerjaan dan keluarga
sendiri sangat dipengaruhi oleh media.
Pengaruh sosial meliputi :
a. Pergeseran dalam stratifikasi dengan
mengadakan modifikasi ketertiban sosial.
b. Lebih
cepatnya
pemuda-pemuda
Jadi dapat dikatakan pengetahuan
adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu,
atau segala perbuatan manusia untuk
memahami suatu objek yang dihadapinya, atau
hasil usaha manusia untuk memahami suat
objek tertentu. Terdapat delapan hal penting
yang berfungsi membentuk struktur pikiran
manusia dalam memahami sesuatu objek
tertentu yaitu
mengamati (observes),
menyelidiki (inquires), percaya (belevies);
hasrat (disire), maksud (intends), mengatur
(organizes), menyesuaikan (adapts), menikmti

memasuki dunia dewasa dari pada
sebelumnya.
Akibat dari gabungan faktor pengaruh
mendalam dengan pengaruh meluas dari media
massa atas kehidupan manusia. Dapat dilihat
bahwa dalam dunia sosial terbentuk suatu
struktur baru dengan dinamika yang tinggi.
Keuntungan dari media massa dalam alam
yang sedang mengalami proses disintegrasi
dengan cepat. Media massa sebagai produsen
barang konsumsi massa. Mempunyai peranan
sebagai
penghubung
kembali
dan
mengakibatkan
terbentuknya
proses
homogenisasi dalam kebudayaan. Dimana
media menjadi mekanisme pembentukan
kebudayaan baru dan kebudayaan ini dibawa
oleh para penyari program atau isi medi massa.
Dari penjelasan tentang pengetahuan
dan ilmu pengetahuan serta terapannya dalam
komunikasi terlihat fenomenlogi yang jelas
mengenai muculnya sebuah pengetahuan dan
ilmu
pengetahuan
manusia
dimana
fenomenologi berasal dari bahasa yunani yang
berarti sesuatu yang tampak atau gejala.
Fenomenologi adalah suatu aliran yang
membicarakan tentang segala sesuatu yang
menampakkan diri, atau suatu aliran yang
membicarakan tentang gejala (Peursen,1985)
Maka dari penjelasan yang sudah
dipaparkan dapat membuka pemahaman
penulis dimana ilmu komunikasi merupakan
sebuah ilmu pengetahuan baru yang muncul
dari
perkembangan-perkembangan
ilmu
pengetahuan yang sebelumnya. Hal ini
didasarkan padan terbentuk struktur pikiran
manusia serta pengalaman indera, nalar,
otoritas, intuisi, wahyu, dan keyakinan.
Sehingga sampai sekarang ilmu komunikasi
sebagai ilmu berkembang dengan pesat.

III. KESIMPULAN
(enjoys). Sebagai alat untuk mengetahui
terjadinya pengetahuan menurut John Hospers
dalam
bukunnya
An
Introduction
Philosophical
Analysis
mengemukakan
terdapat enam hal yang perlu diketahui yaitu
sebagai pengalaman indra, nalar, otoritas,
intuisi, wahyu, dan keyakinan. Ilmu adalah
akumulasi pengetahuan yang menjelaskan
hubungan sebab-akibat dari suatu obyek
menurut metode-metode
tertentu yang
merupakan suatu kesatuan sistematis.
Filsafat suatu ilmu merupakan

JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010

landasan pemikiran dari
ilmu
yang
bersangkutan, titik tolak bagaimana ilmu itu
bermaksud
mencapai
tujuannya
yaitu
jalan bagaimna masing-masing ilmu
untuk mencapai tujuan ini adalah berbedabeda.
Dengan berpangkal pada topik atau
isu, yaitu pengumpulan pendapat yang
berbeda-beda dan fakta yang bermacammacam Ilmu komunikasi atau publisistik
mencari sistematika penyelesaian pendapat
dalam masyarakatnya, yaitu berdasarkan
pengetahuannya menarik kesimpulan dan
menyatakan apakah cara dan sistem suatu
masyarakat
menyelesaikan
persoalannya
adalah benar atau salah. Sistem kerja semacam
itu tidak berbeda dengan ilmu ekonomi
sebagai ilmu pengetahuan. Maka berdasarkan
fenomenologi yang dipahami mengenai
pengetahuan dan ilmu pengetahuan, jelas
bahwa ilmu komunikasi merupakan ilmu
pengetahuan yang memiliki sistematika ilmu
yang dapat dipertanggungjawabkan.

kebenaran. Sebenarnya setiap ilmu ditujukan
pada mencapai kebenaran serta pengabdiannya
kepada umat manusia. Dengan cara ataupun
DAFTAR PUSTAKA
Dua,

Mikhael.
2007.
Filsafat
Ilmu
Pengetahuan
Telaah
Analitis,
Dinamis, dan Dialektis, Ledalero
Maumere : Univ. Atma Jaya.

Soetriono, MP dan Hanfie, Rita. 2007. Filsafat
Ilmu dan Metodologi Penelitian,
Yogyakarta : Andi.
Susanto,

Phil Astrid S, 1995. Filsafat
Komunikasi, Bandung : Bina Cipta.

Surajiyo,
2007.
Filsafat
Ilmu
dan
Perkembangannya di Indonesia Suatu
Pengantar, Jakarta : Bumi Aksara.
Peursen, C.A. Van, Diterjemahkan oleh J.
Drost,
1985.
Susunan
Ilmu
Pengetahuan
Sebuah
Pengantar
Filsafat Ilmu, Jakarta : PT Gramedia.
Ravertz, Jerome R. 2007. Filsafat Ilmu Sejarah
dan Ruang Lingkup Bahasan,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

9

JURNAL KOMUNIKASI VOL. I NO. 1 Maret 2010

10