Kedudukan Rekaman CCTV Sebagai Alat Bukti Dalam Tindak Pidana Korupsi Setelah Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20 PUU-XIV 2016

ABSTRAK
Roni Alexandro Lahagu *
Alvi Syahrin **
Edi Yunara ***
Tindak pidana korupsi merupakan extraordinary crime yang semakin
beragam modus operandinya. Penggunaan alat bukti elektronik sangat diperlukan
untuk mengatasi masalah tersebut. Termasuk salah satunya yaitu rekaman CCTV.
Keluarnya Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016 tanggal 07 September 2016 yang
memberi tafsir terhadap alat bukti elektronik, menjadi dasar dibentuknya UU No.
19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Putusan tersebut bertujuan untuk menambah pengaturan tentang intersepsi atau
penyadapan yang belum secara khusus diatur dalam sebuah Undang-Undang.
Adapun masalah hukum yang timbul adalah bagaimana pengaturan
mengenai alat bukti dan alat bukti elektronik dalam hukum acara pidana di
Indonesia, bagaimana kekuatan pembuktian rekaman CCTV dalam penyelesaian
tindak pidana korupsi, dan bagaimana kedudukan atau keadaan sebenarnya dari
alat bukti rekaman CCTV sebagai alat bukti dalam tindak pidana korupsi setelah
keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Penelitian ini merupakan
penelitian hukum normatif dengan mengumpulkan bahan hukum (primer,
sekunder, dan tersier) melalui studi kepustakaan (library research). Bahan hukum
utama yang dikaji adalah Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016 bertanggal 07

September 2016 dan peraturan yang terkait dengan permasalahan dalam skripsi ini
yaitu UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, UU No. 20 Tahun 2001 jo. UU No. 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor dan peraturan lainnya. Untuk
mendukung bahan hukum tersebut, juga dipergunakan bahan hukum sekunder dan
tersier berupa buku, jurnal, internet, kamus, dan sebagainya.
Hasil dari penelitian ini berupa kesimpulan bahwa, pertama, Di Indonesia,
pengaturan tentang alat bukti dalam hukum acara pidana tidak hanya terdapat di
dalam KUHAP, melainkan juga diatur dalam beberapa peraturan perundangundangan yakni pengaturan alat bukti elektronik. Kedua, kekuatan alat bukti
rekaman CCTV dalam penyelesaian tindak pidana korupsi dipengaruhi oleh
berbagai faktor, dan yang ketiga adalah bahwa kedudukan atau keadaan
sebenarnya rekaman CCTV sebagai alat bukti dalam tindak pidana korupsi setelah
keluarnya Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016 harus memenuhi beberapa
ketentuan sehingga bukan merupakan intersepsi atau penyadapan.
Kata Kunci : Alat Bukti, Rekaman CCTV, Intersepsi atau Penyadapan, Korupsi.

*

Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana.
Dosen Pembimbing I / Staff Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.

***
Dosen Pembimbing II / Staff Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
**

Universitas Sumatera Utara