Identifikasi Dan Uji Antagonisme Jamur Endofit Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Terhadap Perkembangan Xanthomonas Albilineans L. Dengan Metode Sterilisasi Autoklaf Dan Membran Filter

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Penyebab Penyakit
Bakteri penyebab penyakit vaskular bakteri dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom

: Bacteria

Phylum

: Proteobacteria

Class

: Gamma Proteobacteria

Ordo

: Xanthomonadales

Family


: Xanthomonadaceae

Genus

: Xanthomonas

Species

: Xanthomonas albilineans L.

(Pieretti, 2009).

Umumnya genus Xanthomonas merupakan bakteri patogen. Pada awal
tahun 1990, Xanthomonas terdiri dari 6 spesies yaitu: X. fragariae, X. populi, X.
oryzae, X. albilineans, X. axonopodis dan X. campestris. Kemudian setelah setelah
diklasifikasi ulang, terdiri dari 20 spesies yaitu: X. fragariae, X. populi, X. oryzae,
X. albilineans, X. sacchari, X. vesicatoria, X. axonopodis, X. vasicola, X. codiaei,
X. arboricola, X. hortorum, X. translucens, X. bromi, X. campestris, X. cassavae,
X. cucurbitae, X. pisi, X. melonis, X. theicola, X. hyacinthi (Vauterin et al.,

1995).
Menurut Pieretti et al., (2009) Xanthomonadaceae adalah famili bakteri
Gram negatif mempunyai ordo Xanthomonadales dan kelas gamma
Proteobacteria. Anggota famili ini biasanya dicirikan sebagai lingkungan
organisme dan menempati relung ekologi yang beragam, seperti tanah dan air,
serta jaringan tanaman. Bakteri ini berbentuk batang, berukuran 0,25-0,3 x 0,6-1,0

µm, tunggal atau membentuk rantai, bergerak dengan flagel polar, dan Gram
negatif.
Koloni bakteri ini berwarna kuning tetapi berlendir dan bakteri tumbuh
lambat dan muncul setelah 4- 6 hari, lembab, mengkilap, dan kuning transparan.
X. albilineans adalah bakteri yang tidak biasa karena ternyata tidak memiliki
avirulence atau patogenisitas gen yang biasanya ditemukan pada bakteri
pytopatogenik (Champoiseau et al., 2006). Bentuk koloni pada medium biakan
adalah bulat, cembung dan berdiameter 1-3 mm. Suhu optimum untuk
pertumbuhan Xanthomonas antara 25oC- 30oC dan suhu minimum berkisar antara
5-10oC. Suhu yang cocok untuk pertumbuhan awal adalah 20oC pada suspensi
yang agak encer. Derajat keasaman (pH) untuk menumbuhkan bakteri ini berkisar
antara 6,2-6,4 atau yang berbeda tergantung strain bakteri dan medium yang
dipakai (Pieretti, 2009).

Gejala Serangan Bakteri X. albilineans
Di Indonesia penyakit vaskular bakteri terdapat di Jawa dan Sumatera,
penyakit ini terdapat di semua negara penghasil tebu. Pada varietas-varietas yang
rentan dapat terjadi hambatan pertumbuhan, ruas batang pendek-pendek, tunastunas samping berkembang dan daun-daun dari tunas ini juga mempunyai garisgaris klorotis. Susunan akar sangat jelek, sehingga tanaman yang sakit dapat
dicabut dengan mudah (Semangun, 2008). Birch (2001) menyatakan bahwa
penyakit ini dapat menyebabkan layu cepat dan kematian tanaman. Infeksi laten
berkepanjangan dapat terjadi, yang memerlukan deteksi oleh isolasi atau tes
molekuler yang sensitif.
Gejala luar yang penting untuk mengenal penyakit ini adalah terdapatnya
garis atau jalur klorotis pada daun. garis atau jalur ini lurus, dan sejajar dengan ibu

tulang daun, kadang-kadang memanjang sepanjang daun. Garis klorotis lebih
cepat mengering daripada jaringan sekitarnya. Terjadi hambatan pertumbuhan
sehingga tanaman yang sakit dapat dicabut dengan mudah. Kalau batang tanaman
dibelah, tampak bahwa dalam berkas-berkas pembuluh terdapat blendok yang
berwarna kuning sampai merah tua (Pieretti et al., 2009).
X. albilineans dapat menyebabkan tiga fase yang berbeda dari infeksi dan
simtomatologi tebu: laten (tidak ada gejala), kronis, dan akut (Ricaud dan Ryan,
1989; Rott dan Davis, 2000; Saumtally dan Dookun, 2004). Ekspresi gejala dan
keparahan berkaitan dengan tingkat resistensi kultivar, kondisi lingkungan, dan

keagresifan patogen. Fase kronis ditandai dengan gejala yang berbeda-beda dalam
tingkat keparahan, termasuk garis-garis memanjang putih sepanjang urat daun
disebut "garis pensil", klorosis daun atau pemutihan, daun nekrosis awalnya
sepanjang garis pensil, kemudian berkembang tidak normal dari sisi tunas sampai
pada batang, perubahan warna kemerahan dari pembuluh, layu, dan kemudian
mati (Birch, 2001; Ricaud dan Ryan, 1989; Rott dan Davis, 2000; Saumtally dan
Dookun, 2004). Gejala bisa disebabkan karena penyumbatan xilem oleh bakteri
dari limbah metabolik yang dihasilkan (Birch, 2001), sedangkan pemutihan,
klorosis dan nekrosis berhubungan dengan perubahan sel yang disebabkan oleh
racun albicidin yang diproduksi oleh patogen. Albicidin adalah phytotoxin yang
menghambat replikasi DNA dan pengembangan blok plastida
(Hashimi, et al. 2008).

Gambar 1. Gejala serangan
Sumber : Foto Langsung
Faktor- faktor yang mempengaruhi penyakit
Di pertanaman tebu gejala penyakit mula-mula terlihat lebih kurang enam
minggu sampai dua bulan setelah penanaman. Ada kalanya tanaman yang sakit
hanya tampak sedikit merana, bahkan ada yang tampak menjadi sehat kembali,
terutama jika hujan turun dengan teratur. Pada saat ini tanaman tadi sukar

dibedakan dari tanaman yang benar-benar sehat. Gejala pada daun akan terlihat
lagi pada saat musim kering mulai (Pieretti et al., 2009). Menurut Davis et al.
(1997) setelah baru-baru ini wabah di Mauritius, Guadeloupe, dan Florida,
penyebaran X. albilineans dapat melalui udara, selain ditemui penyebaran yang
biasa dengan cara mekanis. France (2007) melaporkan patogen menyerang xilem,
ditransmisikan dalam stek, mekanis, dan dengan hujan yang tertiup angin.
Penyakit terutama menular dengan perantara parang yang dipakai untuk
memotong setek-setek tebu. Bakteri yang berada dalam tanah dapat menginfeksi
tanaman melalui akar-akar tetapi penularan dengan cara ini tidak mempunyai arti
yang penting, karena bakteri tidak dapat bertahan lama dalam tanah
(Semangun, 2008).
Mikroorganisme Endofit
Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan
tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

inang bervariasi mulai dari netralisme, komensalisme sampai mutualisme.
Netralisme, dimana kedua pihak tidak saling diuntungkan maupun dirugikan.
Interaksi antar kedua spesies tidak menyebabkan keuntungan maupun kerugian
bagi keduanya. Komensalisme adalah di mana pihak yang satu mendapat
keuntungan tapi pihak lainnya tidak dirugikan dan tidak diuntungkan. Mutualisme

adalah hubungan sesama mkhluk hidup yang saling menguntungkan kedua belah
pihak. Pada situasi ini tanaman merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme
endofit dalam melengkapi siklus hidupnya, dimana tanaman menyediakan sumber
makanan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme endofit
(Carrol, 1988 )
Purwanto (2008), menambahkan bahwa mikroorganisme endofit akan
mengeluarkan suatu metabolit sekunder yang merupakan senyawa antibiotik.
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis oleh suatu mikroba, tidak
untuk memenuhi kebutuhan primernya (tumbuh dan berkembang) melainkan
untuk mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Keberadaan Endofit
Beberapa ahli telah mengisolasi dan meneliti endofit dari berbagai
tanaman diantaranya tanaman obat (Tan dan Zou, 2001), tanaman perkebunan
(Zinniel et al., 2002), dan tanaman-tanaman hutan (Strobel, 2002; Suryanarayanan
et al., 2003). Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar dimuka bumi ini,
masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroorganisme endofit
yang terdiri dari bakteri dan fungi (Strobel dan Daisy, 2003). Menurut Strobel dan
Daisy (2003), endofit di daerah tropis dengan jumlah yang tinggi menghasilkan
senyawa metabolit sekunder yang aktif dalam jumlah yang lebih banyak
dibandingkan dengan endofit tanaman-tanaman yang ada di daerah subtropis.


Manfaat Mikroba Endofit
Menurut Susilawati et al. (1992), pemanfaatan mikroba endofitik dalam
memproduksi senyawa aktif memiliki beberapa kelebihan, antara lain (1) lebih
cepat menghasilkan dengan mutu yang seragam, (2) dapat diproduksi dengan
skala yang besar, (3) kemungkinan diperoleh komponen bioaktif baru dengan
memberikan kondisi yang berbeda.
Beberapa tahun terakhir ini, penggalian sumber daya mikroba yang
terdapat di dalam jaringan tumbuhan (mikroba endofitik) mulai banyak mendapat
perhatian. Mikroba tersebut mulai dipelajari untuk berbagai tujuan, karena
mikroba endofitik yang berasal dari tumbuhan tersebut masih banyak yang belum
diketahui karakter dan potensinya, khususnya di Indonesia (Clay, 1988;
Melliawati et al., 2006). Bakteri atau fungi tersebut dapat menghasilkan senyawa
metabolit yang dapat berfungsi sebagai antibiotika (antifungi/antibakteri),
antivirus, antikanker, antidiabetes, antimalaria, antioksidan, antiimmunosupresif
(Strobel dan Daisy, 2003), antiserangga (Azevedo et al, 2000), zat pengatur
tumbuh (Tan dan Zou, 2001) dan penghasil enzim-enzim hidrolitik seperti
amilase, selulase, xilanase, ligninase (Choi et al, 2005), kitinase (Zinniel et al,
2002).
Mekanisme Kerja Endofit

Bakteri dan jamur endofit biasanya masuk pertama kali melalui perakaran
sekunder dengan mengeluarkan enzym selulase atau pektiase (Agarwal dan
Shende, 1987), atau bagian atas tanaman seperti batang, bunga, radikel kecambah,
stomata ataupun kotiledon dan daun yang sobek. Bakteri kemudian berkoloni di
titik tempat dia masuk atau menyebar ke seluruh bagian tanaman (Halmann et al.,
1997) hidup dalam sel, ruang interseluler atau dalam sistem pembuluh. Sumber

inokulum jamur endofit umumnya spora yang terbang di udara, namun bisa juga
ditularkan melalui biji atau vektor serangga (Ghimire dan Hyde, 2004; Aly et al.,
2011). Bellone dan Silvia (2012) melaporkan bahwa baik bakteri endofit
Azospirillum brasiliense maupun mikoriza Glomus masuk ke dalam jaringan
tanaman tebu melalui akar lateral yang baru tumbuh, kemudian berkembang di
dalam jaringan dan merubah dinding sel untuk memfasilitasi endofit lain
mengkolonisasi.
Mekanisme jamur endofit dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman
adalah melarutkan fosfat dan fiksasi nitrogen. Menurut Rao (1994)
mikroorganisme yang dapat mengubah fosfat tidak larut dalam tanah menjadi
bentuk larut dengan jalan mensekresikan asam organik tertentu. Contoh asam
organik tersebut antara lain asam asetat, propionat, laktat dan suksinat. Jenis
jamur yang umum dikelompokkan ke dalam kelompok ini adalah jamur

berfilamen seperti Aspergillus dan Penicillium.
Mekanisme endofit dalam merangsang pertumbuhan tanaman belum jelas,
kecuali beberapa spesies memiliki kemampuan dalam memproduksi fitohormon
seperti etielen, auksin, sitokinin (Bacon dan Hinton 2002) atau meningkatkan
kemampuan tanaman dalam menyerap hara (Hallmann et al.,1997).
Usaha untuk mendapatkan senyawa antibiotik tersebut dilakukan dengan
proses fermentasi. Dalam proses tersebut, mikrorganisme endofit akan
mengeluarkan suatu metabolit sekunder yang merupakan senyawa antibiotik itu
sendiri. Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis oleh suatu
mikroba, tidak untuk memenuhi kebutuhan primernya (tumbuh dan berkembang)
melainkan untuk mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme endofit

merupakan senyawa antibiotik yang mampu melindungi tanaman dari serangan
hama insekta, mikroba patogen, atau hewan pemangsanya, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai agen biokontrol (Wahyudi, 1997; Sumaryono, 1999).

Jamur Endofit
Jamur endofit adalah jamur yang terdapat di dalam sistem jaringan
tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan (Clay, 1988).

Jamur ini menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu
menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotika (Carrol, 1988; Clay, 1988).
Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, jamur ini merupakan organisme yang
sangat heterogen.
Petrini et al. (1992) menggolongkan jamur endofit dalam kelompok
Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini cukup besar
seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes dan Pyrenomycetes. Strobell et al.
(1996) mengemukakan bahwa jamur endofit meliputi genus Pestalotia,
Pestalotiopsis, Monochaetia dan lain-lain. Sedangkan Clay (1988) melaporkan
bahwa jamur endofit dimasukkan dalam famili Balansiae yang terdiri dari 5 genus
yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora.
(Bacon, 1991; Petrini et al., 1992; Rao, 1994).
Interaksi Jamur Endofit dengan Tanaman
Jamur endofit bersifat simbiosis mutualisme dengan tanaman inangnya.
Manfaat yang diperoleh dari tanaman inang yakni meningkatkan laju
pertumbuhan tanaman inang, tahan terhadap serangan hama, penyakit dan
kekeringan. Selain itu, jamur endofit dapat membentuk proses penyerapan unsur

hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis dan hasil fotosintesis
dapat digunakan oleh jamur untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Hubungan yang erat antara jamur endofit dan tanaman inangnya yakni
transfermateri genetik satu dengan lainnya (Hidayahti, 2010). Mikroba endofit
dalam jaringan tanaman memperoleh nutrisi dan perlindungan dari inang,
sebaliknya mikroba endofit membantu kehidupan inang dengan cara
memproduksi metabolit yang dibutuhkan inang tersebut. Tanaman yang
mengandung endofit sering tumbuh lebih cepat dari tanaman yang tidak terinfeksi.
Efek ini terjadi karena endofit memproduksi fitohormon seperti indole-3-acetic
acid (IAA), sitokinin, dan senyawa pemacu pertumbuhan lain. Selain itu endofit
dapat membantu inang dalam mengambil nutrisi seperti nitrogen dan fosfor (Tan
dan Zou, 2001). Mikroba endofit juga mampu meningkatkan kemampuan adaptasi
inang terhadap stress lingkungan dan ketahanan terhadap fitopatogen, herbivora,
cacing, serangga pemakan inang, serta bakteri dan fungi patogen. Endofit yang
tumbuh pada rerumputan biasanya menambah toleransi terhadap kekeringan
(Faeth dan Fagan, 2002).
Banyak endofit menginfeksi lokal bagian tanaman, yang terbatas pada
jaringan kecil tanaman. Hal ini didukung oleh fakta bahwa seringnya beberapa
spesies endofit menyembuhkan bagian berbeda dari tanaman yang sama. Dalam
kontrasnya, spesies Neotyphodium dan Epichlöe secara sistematis menginfeksi
ruang interseluler dari daun, batang reproduktif, dan benih dari tanaman inangnya.
Endofit dapat menginfeksi tanaman dengan pertolongan transmisi horizontal,
ketika inokulumnya diangkut ke bagian tanaman lain, atau secara vertikal ketika
endofit menginfeksi benih dari tanaman yang terinfeksi. Studi membuktikan
bahwa hasil dari serangan beberapa patogen mungkin tergantung pada asosiasi

endofit dengan inangnya. Oleh karena itu, sekumpulan jenis endofit ditentukan
oleh kehadiran organisme dengan aplikasi potensial untuk mengendalikan
penyakit pada jenis tanaman yang sama. Oleh karenanya, endofit mungkin
memiliki suatu peranan penting dalam adaptasinya tumbuhan kepada kondisi
lingkungan tertentu. Sebagai tambahan, mereka menghadirkan suatu kelompok
organisme dengan potensi sangat baik yang diaplikasikan untuk meningkatkan
dan mengendalikan penyakit tanaman (Zabalgogeazcoa, 2008).
Jamur Endofit sebagai Penghasil Antibiotik
Antibiotik merupakan komponen antimikroorganisme yang dihasilkan
secara alami oleh organisme dan bersifat toksik bagi mikroalga, bakteri, fungi,
virus atau protozoa. Antibiotik bila dimaksudkan untuk kelompok organisme yang
khusus maka sering digunakan istilah-istilah seperti antibakteri, antifungi, dan
sebagainya (Setyaningsih, 2004). Ada dua cara antibiotik dalam menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yaitu sebagai bakteriostatis (menghambat
pertumbuhan mikroorganisme namun tidak membunuhnya) dan bakteriosidal
(mampu membunuh beberapa mikrooorganisme).
Menurut Suwandi (1989), sekitar 800 jenis antibiotik dihasilkan oleh
fungi. Fungi dari genus Aspergillus dan Penicilin lebih sering memproduksi
antibiotik. Suwandi (1989) menyatakan bahwa fungi penghasil antibiotik yang
terkenal diantaranya adalah Penicilium menghasilkan penisilin, griseofulvin,
Cephalosporium menghasilkan sefalosporin, serta beberapa fungi lain seperti
Aspergillus menghasilkan fumigasin, Chaetomium menghasilkan chetomin,
Fusarium menghasilkan javanisin dan Trichoderma menghasilkan gliotoxin. Di
bawah permukaan air, kultur P. urticae memproduksi antibiotik patulin dan
griseofulvin yang tumbuh pada media glukosa-nitrat (Sekiguchi dan Gaucher,

1977). Fungi dermatofita telah lama diketahui menghasilkan suatu senyawa
antibiotik. Produksi antibiotik dari dermatofyta pertama kali diteliti oleh
Nakumura 1931, yang menemukan aktivitas antibakteri dari jenis Trichophyton
(Kheira et al., 2007).
Fungi penghasil antibiotik yang terkenal salah satunya adalah Penicilium.
Penisilin merupakan antibiotik modern yang pertama, paling bermanfaat serta
paling luas penggunaannya. Penisilin dihasilkan selama pertumbuhan dan
metabolisme Penicillium notatum (Pelczar dan Chan, 2005).
Penicillium chrysogenum juga dapat menghasilkan antibiotik penisilin,
mikroorganisme ini mempunyai spektrum yang sangat luas terhadap bakteri dan
beberapa jamur (Sri et al., 2000). Penisilin ditemukan oleh Alexander Fleming
pada tahun 1929. Fleming memperlihatkan bahwa pada suatu cawan agar yang
diinokulasikan dengan Staphylococcus aures telah terkontaminasi oleh sejenis
jamur dan koloni jamur tersebut dikelilingi oleh suatu zona yang jernih,
menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri
(Pelczar dan Chan, 2005).
Penisilin merupakan suatu kelompok persenyawaan dengan struktur yang
sekerabat dan sifat-sifat serta aktivitas yang agak berbeda. Semua penisilin
mempunyai inti yang sama yaitu cincin β-laktam-thiazolidin, yang memberikan
sifat unik pada masing-masing penisilin adalah rantai sampingnya yang berbedabeda (Pelczar dan Chan, 2005). Antibiotik ini spesifik menghambat sintesis
dinding sel bakteri, mencegah sintesis peptidoglikan yang utuh sehingga dinding
sel akan melemah dan akibatnya akan mengalami lisis (Susanti dan Sri, 2004).
Antibiotik lainnya yang dihasilkan oleh jamur adalah sefalosporin
merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh Cephalosporium acremonium,

Dokumen yang terkait

Uji Antagonisme Jamur Endofit Dari Tanaman Padi Terhadap Cercospora oryzae Miyake dan Curvularia lunata (Wakk) Boed. di Laboratorium

4 59 94

Identifikasi Gen Sucrose Transporter (SUT) Pada Daun dan Pelepah Tanaman Tebu ( Saccharum officinarum L.),

0 6 10

INDUKSI KALUS EMBRIOGENIK TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.)

0 5 4

EKSPLORASI TANAMAN TEBU ( Saccharum officinarum L. ) DI KECAMATAN IV NAGARI KABUPATEN SIJUNJUNG.

0 1 8

Identifikasi Dan Uji Antagonisme Jamur Endofit Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Terhadap Perkembangan Xanthomonas Albilineans L. Dengan Metode Sterilisasi Autoklaf Dan Membran Filter

0 0 15

Identifikasi Dan Uji Antagonisme Jamur Endofit Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Terhadap Perkembangan Xanthomonas Albilineans L. Dengan Metode Sterilisasi Autoklaf Dan Membran Filter

0 1 2

Identifikasi Dan Uji Antagonisme Jamur Endofit Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Terhadap Perkembangan Xanthomonas Albilineans L. Dengan Metode Sterilisasi Autoklaf Dan Membran Filter

0 0 4

Identifikasi Dan Uji Antagonisme Jamur Endofit Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Terhadap Perkembangan Xanthomonas Albilineans L. Dengan Metode Sterilisasi Autoklaf Dan Membran Filter

0 8 11

Identifikasi Dan Uji Antagonisme Jamur Endofit Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Terhadap Perkembangan Xanthomonas Albilineans L. Dengan Metode Sterilisasi Autoklaf Dan Membran Filter

0 0 24

Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)

0 2 24