Pembatalan Hibah Dan Akibat Hukumnya Terhadap Sertipikat Hasil Peralihan Hak

BAB II
HAK AHLI WARIS TERHADAP HARTA ORANG TUA YANG TELAH
DIHIBAHKAN DAN TELAH DIBALIK-NAMAKAN ATAS NAMA
PENERIMA HIBAH

A. Kasus Posisi
Kasus pembatalan hibah wasiat bermula dari gugatan para ahli waris
Haminder

Singh

sebagaimana

ternyata

dalam

register

perkara


nomor

506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009 dimana Rita Harjit Kaur sebagai
Penggugat I, Dr. Balbir Singh sebagai Penggugat II, Ir. Raj Kumar Singh sebagai
Penggugat III melawan Dalbir Kaur sebagai Tergugat I dan Rahul sebagai Tergugat
II.
Dalam gugatannya, Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B terdaftar
atas nama Rahul, dimohonkan untuk Balik Nama ke atas nama semula (Harminder
Singh) yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar
Singh, selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012.
Bahwa Testamen No. 34 tertanggal 30 April 2007 yang diperbuat dihadapan
Zulfikar, Sarjana Hukum yang dijadikan dasar dalam pembuatan Akta Hibah Wasiat
untuk peralihan Sertipikat Hak Milik No.254/Sei Sikambing-B yang semula atas
nama Harminder Singh keatas nama Rahul menjadi objek perkara di Pengadilan
Negeri Medan di Medan dengan register perkara 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10
Juni 2009 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No.

27

Universitas Sumatera Utara


28

297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009 jo. Putusan Mahkamah Agung R.I No.
297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009.
Adapun dasar permohonan Balik Nama atas Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei
Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul, dimohonkan untuk Balik Nama ke atas nama
semula (Harminder Singh) yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan
Ir. Raj Kumar Singh, selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012
berdasarkan

Penetapan

Ketua

Pengadilan

Negeri

Medan


No.

35/Eks/2011/506/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal 31 Januari 2011 jo. Berita Acara
Eksekusi Penyerahan Tanah Berikut Dengan Bangunan Yang Berdiri Di Atasnya No.
35/Eks/2011/506/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal 07 Maret 2012 Putusan Mahkamah
Agung R.I No. 2711 K/Pdt/2010 tanggal 25 Maret 2011 jo. Putusan Pengadilan
Tinggi Sumatera Utara di Medan No. 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009
jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan di Medan No. 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn
tanggal 10 Juni 2009. Sementara data-data dan bukti kepemilikan hak yang dijadikan
sebagai dasar memperkuat permohonan tersebut adalah Surat Keterangan Ahli Waris
No. W2. AHU2.AH.06.10-50 tanggal 10 Agustus 2011 yang dikeluarkan oleh Ketua
Balai Harta Peninggalan Medan.
Bahwa Rahul memperoleh Sertipikat Hak Milik No.254/Sei Sikambing-B
terdaftar atas nama Harminder Singh berdasarkan Hibah Wasiat sesuai dengan Akta
Hibah Wasiat No. 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperbuat oleh Reny
Helena Hutagalung, selaku PPAT. Bahwa Akta Hibah Wasiat tersebut dibuat
berdasarkan kekuatan Testamen No. 34 tanggal 30 April 2007.

Universitas Sumatera Utara


29

Bahwa dalam pembuatan Akta Hibah No. 180/2002 tanggal 19-08-2002 yang
dibuat oleh Reny Helena Hutagalung, selaku PPAT yang menjadi dasar peralihan
Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul menjadi
objek perkara di Pengadilan Negeri Medan di Medan dengan register perkara No.
506/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal

10 Juni 2009 antara Rita Harjit Kaur sebagai

Penggugat I, Dr. Balbir Singh sebagai Penggugat II, Ir. Raj Kumar Singh sebagai
Penggugat III melawan Dalbir Kaur sebagai Tergugat I dan Rahul sebagai Tergugat II
dengan amar putusan antara lain sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat I, II, III Tergugat I dan Tergugat II adalah ahli waris dari
Alm. Harminder Singh;
3. Menyatakan Akta Hibah No. 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperbuat
oleh Reny Helena Hutagalung, PPAT di Kota Medan tidak sah dan batal demi
hukum;

4. Menyatakan portie masing-masing pihak atas harta bersama Harminder Singh
dengan Dalip Kaur adalah sebagai berikut:
a. Rita Harjit Kaur ( Penggugat I )

= 1/3 bagian

b. Dr. Balbir Singh ( Penggugat II )

= 1/3 bagian

c. Ir. Raj Kumar Singh ( Penggugat IIII )

= 1/3 bagian

Yakni terhadap harta-harta berupa :
1) Kendaraan Bermotor :

Universitas Sumatera Utara

30


a). Mobil Barang No. Polisi BK 8624 DR atas nama Harminder Singh
yang diperoleh tanggal 23 September 1994 ;
b). Truck Tronton No. Polisi 8702 DS atas nama Harminder Singh yang
diperoleh tanggal 09 Februari 1995 ;
2) Tanah dan / atau beserta bangunan di atasnya :
a). SHM No.1112 atas nama Harminder Singh diperoleh sejak tanggal 19
Desember 1996 ;
b). SHM No.889 atas nama Harminder Singh diperoleh sejak tanggal 4
Agustus 1997 ;
c). SHM No. 43 atas nama Harminder Singh, Balbir Singh dan Raj Kaur
diperoleh sejak tanggal 21 Nopember 1995;
d). SHM No. 254 terakhir atas nama Rahul berdasarkan Akta Hibah
No.180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperoleh Harminder
Singh sejak tanggal 6 Juni 1990;
5. Menyatakan portie masing-masing pihak atas harta bersama Harminder Singh
dengan Dalbir Kaur adalah sebagai berikut :
a. Dalbir Kaur ( Tergugat I )

= 6/10 bagian;


b. Rita Harjit Kaur ( Penggugat I )

= 1/10 bagian;

c. Dr. Balbir Singh ( Penggugat II )

= 1/10 bagian;

d. Ir. Raj Kumar Singh ( Penggugat III )

= 1/10 bagian;

e. Rahul ( Tergugat II )

= 1/10 bagian;

Yakni terhadap harta-harta berupa :

Universitas Sumatera Utara


31

1) Kendaraan bermotor :
a). Dump Truck No. Polisi BK 9967 BE atas nama Dalbir Kaur yang
diperoleh tanggal 12 April 2002 ;
b). Dump Truck No. Polisi BK 9739 BE atas nama Dalbir Kaur yang
diperoleh tanggal 1 April 2002 ;
c). Dump Truck No. Polisi BK 9421 BO atas nama Dalbir Kaur yang
diperoleh tanggal 26 Oktober 2004 ;
d). Dump Truck No. Polisi BK 9833 BE atas nama Dalbir Kaur yang
diperoleh tanggal 5 April 2002 ;
e). Dump Truck No. Polisi BK9246 BE atas nama Dalbir Kaur yang
diperoleh tanggal 12 April 2002 ;
f). Jeep Land Cruiser No. Polisi BK 9967 BM atas nama Dalbir Kaur yang
diperoleh tanggal 12 April 2002 ;
g). Dump Truck No. Polisi BK 8742 LK atas nama Dalbir Kaur yang
diperoleh tanggal 5 April 2002 ;
h). Dump Truck No. Polisi BK 8114 FY atas nama Dalbir Kaur yang
diperoleh tanggal 21 Juli 2005 ;

i). Dump Truck No. Polisi BK 9331 EB atas nama Harminder Singh yang
diperoleh tanggal 03 Oktober 2000 ;
j). Dump Truck No. Polisi BK 8336 BD atas nama Harminder Singh
diperoleh tanggal 10 Februari 2001 ;

Universitas Sumatera Utara

32

k). Dump Truck No. Polisi BK 8339 BD atas nama Harminder Singh yang
diperoleh tanggal 10 Februari 2001;
l). Dump Truck No. Polisi BK 8133 LJ atas nama Harminder Singh yang
diperoleh tanggal 12 April 2002 ;
m). Dump Truck No. Polisi BK 8515 IG atas nama Harminder Singh yang
diperoleh tanggal 3 Oktober 2000 ;
n). Dump Truck No. Polisi BK 9436 EB atas nama Harminder Singh yang
diperoleh tanggal 31 Agustus 2000 ;
o). Dump Truck No. Polisi BK 8337 BD atas nama Harminder Singh yang
diperoleh tanggal 10 Pebruari 2001 ;
p). Dump Truck No. Polisi BK 9465 LF atas nama Harminder Singh yang

diperoleh tanggal 28 Desember 2001 ;
q). Mobil Toyota Double Cabin No.Polisi BK 8666 EB ;
r). Dump Truck No.Polisi BK 8667 BD ;
s). Dump Truck No.Polisi BK 8049 DY ;
t). Dump Truck No.Polisi BK 8337 DL ;
u). Dump Truck No.Polisi BK 9253 DL ;
v). Dump Truck No.Polisi BK 9841 DO ;
2) Tanah :
a). SHM No. 1912 atas nama Dalbir Kaur diperoleh sejak tanggal 26 Januari
2005 ;

Universitas Sumatera Utara

33

b). SHM No. 1413 atas nama Harminder Singh diperoleh sejak tanggal 7
Maret 2003 yang kemudian menjadi atas nama Dalbir Kaur, Rita Harjit
Kaur, Balbir Singh, Raj Kumar dan Rahul tanggal 9 September 2007 ;
c). 1 ( satu ) bidang tanah berikut rumah di Bumi Sunggal Permai


No. 10

Medan ;
d). 1 (satu ) bidang tanah yang terletak di Binjai Selatan Jl. Gunung Kidul
Desa Pasar Merah ;
6. Menghukum Tergugat I dan II untuk menyerahkan warisan yang masih
dikuasainya kepada pihak yang berhak sesuai dengan portie masing-masing
sebagaimana ditetapkan dalam putusan ini ;
7. Menolak gugatan Para Penggugat yang lain dan selebihnya ;
8. Menghukum Tergugat I dan II membayar ongkos perkara ini sebesar
Rp.381.000,- ( tiga ratus delapan puluh satu ribu rupiah )
Bahwa Tergugat I dan Tergugat II mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi
Sumatera Utara di Medan dengan register perkara No. 297/PDT/2009/PT.MDN
tanggal 04 Desember 2009 dengan amar putusan antara lain sebagai berikut:

1. Menerima Permohonan banding dari Tergugat I dan II / Para Pembanding ;
2. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Medan, tanggal 10 Juni 2009 Nomor
506/Pdt.G/2008/PN.MDN yang dimohonkan banding tersebut;

Universitas Sumatera Utara

34

3. Menghukum Tergugat I dan II / Para Pembanding untuk membayar biaya perkara
pada kedua tingkat peradilan yang untuk tingkat banding sebesar Rp. 110.000,(seratus sepuluh ribu rupiah);
Bahwa terhadap Pemohon Kasasi dahulu Para Tergugat/Pembanding
mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I dengan register perkara No. 2711
K/Pdt/2010 yang telah diputus tanggal 25 Maret 2011 dengan amar putusan sebagai
berikut:

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi DALBIR KAUR, dan RAHUL
tersebut;

2. Menghukum para Pemohon Kasasi/para Tergugat untuk membayar biaya perkara
dalam tingkat kasasi sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah);
Bahwa permohonan untuk Balik Nama atas Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei
Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul keatas nama semula (Harminder Singh) yang
diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar Singh selaku ahli
waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012 telah dilakukan Gelar Internal pada
tanggal 27-06-2012 yang dihadiri oleh semua Staff di Seksi Sengketa, Konflik dan
Perkara
Bahwa permohonan untuk Balik Nama atas Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei
Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul keatas nama semula (Harminder Singh) yang
diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar Singh selaku ahli
waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012 juga telah dilakukan penelitian lapang

Universitas Sumatera Utara

35

dan

pemeriksaan data yuridis/administratif berdasarkan Surat Tugas Nomor :

1877/ST-12.71/VI/2012 tanggal 12-06-2012 yang dituangkan dalam Berita Acara
Pelaksanaan Tugas Penanganan Sengketa Pertanahan Nomor: BAP/06/VI/2012
tanggal 22 Juni 2012.
Bahwa dalam menjalankan prinsip-prinsip Pemerintahan yang baik Kepala
Kantor Pertanahan Kota Medan telah memberitahukan Rahul tentang permohonan
menerbitkan sertipikat dan balik nama Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B tersebut
dengan Surat No. 3470/600-12.71/X/2011 tanggal 20 Oktober 2011 perihal Penarikan
Asli Sertipikat Hak No. 254/Sei Sikambing-B.
Bahwa dasar permohonan untuk menerbitkan Sertipikat Baru/pengganti dan
Balik Nama yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar
Singh selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012 adalah berdasarkan
Putusan Mahkamah Agung RI No. 2711 K/Pdt/2010 tanggal 25 Maret 2011 jo.
Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No. 297/PDT/2009/PT.MDN
tanggal 22 Mei 2009 jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan di Medan No.
506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009 yang salah satu amar putusannya
antara lain menyatakan bahwa Akta Hibah No. 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002
yang diperbuat oleh Reny Helena Hutagalung, PPAT di Kota Medan tidak sah dan
batal demi hukum.
Bahwa bukti kepemilikan pemohon yang dijadikan sebagai dasar memperkuat
permohonan untuk Balik Nama atas Sertipikat Hak Milik No.254/Sei Sikambing-B
terdaftar atas nama Rahul keatas nama semula (Harminder Singh) berupa Surat

Universitas Sumatera Utara

36

Keterangan Ahli Waris No. W2. AHU2.AH.06.10-50 tanggal 10 Agustus 2011 yang
dikeluarkan oleh Ketua Balai Harta Peninggalan Medan.
Bahwa amar Putusan Mahkamah Agung R.I No. 2711 K/Pdt/2010 tanggal 25
Maret 2011 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No.
297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009 jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan
di Medan No. 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009 antara lain menyatakan
bahwa Akta Hibah No. 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperbuat oleh Reny
Helena Hutagalung, PPAT di Kota Medan tidak sah dan batal demi hukum.
B. Hibah
1. Pengertian Hibah
Hibah dalam bahasa Belanda adalah “Schenking”.38 Sedangkan menurut
istilah yang dimaksud hibah, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1666 KUHPerdata,
adalah “Sesuatu persetujuan dengan mana si penghibah di waktu hidupnya, dengan
Cuma-Cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna
keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.”39
Bahwa, yang dimaksud dengan penghibah adalah digolongkannya pada apa
yang dinamakan Perjanjian Cuma-Cuma dalam bahasa Belanda “Omniet”.
Maksudnya, hanya ada pada adanya prestasi pada satu pihak saja, sedangkan pihak
yang lain tidak perlu memberikan kontra prestasi sebagai imbalan. Perkataan “di
waktu hidupnya” si Penghibah adalah untuk membedakan penghibahan ini dengan
38

Sudarsono. Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm.426.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Cet ke-25,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 1992), hlm.365.
39

Universitas Sumatera Utara

37

pemberian-pemberian yang lain yang dilakukan dalam testament (surat wasiat), yang
baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah pemberi itu meninggal, dapat
diubah atau ditarik kembali olehnya.
Pemberi dalam testament menurut BW (Burgerlijk Wetboek) dinamakan
legaat (hibah wasiat), yang diatur dalam Hukum Waris, sedangkan penghibah ini
adalah suatu perjanjian, maka dengan sendirinya tidak dapat ditarik kembali secara
sepihak oleh si penghibah.40 Dengan demikian Hibah menurut BW (Burgerlijk
Wetboek) ada 2 (dua) macam, yaitu: hibah dan hibah wasiat yang ketentuan hibah
wasiat sering berlaku pula dalam ketentuan penghibah.
Mengenai penghibahan dalam Hukum Perdata Indonesia, telah diatur dalam
beberapa pasal yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Adapun
ketentuan tersebut adalah :
a. Pasal 1667 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Hibah hanyalah dapat mengenai
benda-benda yang sudah ada, jika ada itu meliputi benda-benda yang baru akan
dikemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal”. Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka jika dihibahkan barang yang sudah ada, bersama suatu
barang lain yang akan dikemudian hari, penghibahan mengenai yang pertama
adalah sah, tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah.41
b. Pasal 1668 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Si penghibah tidak boleh
memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada

40
41

R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet ke-10, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hlm.94-95.
Ibid., hlm.95.

Universitas Sumatera Utara

38

orang lain suatu benda termasuk dalam penghibahan semacam ini sekedar
mengenai benda tersebut dianggap sebagai batal”.42 Janji yang diminta si
penghibah, bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada
orang lain, berarti bahwa hak milik atas barang tersebut, tetap ada padanya karena
hanya seseorang pemilik yang dapat menjual atau memberikan barangnya kepada
orang lain, hal mana dengan sendirinya bertentangan dengan sifat dan hakekat
penghibahan.
c. Pasal 1669 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Adalah diperbolehkan kepada si
penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau
nikmat hasil benda-benda yang dihibahkan, baik benda-benda bergerak maupun
benda-benda tidak bergerak, atau bahwa ia dapat memberikan nikmat hasil atau
kenikmatan tersebut kepada orang lain, dalam hal mana harus diperhatikan
ketentuan-ketentuan dari bab kesepuluh buku kedua kitab undang-undang ini”.
Bab kesepuluh dari Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang
dimaksud itu adalah bab yang mengatur tentang Hak Pakai Hasil atau Nikmat
Hasil. Sekedar ketentuan-ketentuan itu telah dicabut, yaitu mengenai tanah,
dengan adanya Undang-undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria), tetapi ketentuan-ketentuan
itu mengenai barang yang bergerak masih berlaku.43

42
43

R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Loc.Cit.
Ibid., hlm.366.

Universitas Sumatera Utara

39

2. Kecakapan Memberi dan Menerima Hibah
Tentang kecakapan untuk memberikan sesuatu hibah telah diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1676
KUHPerdata, yaitu “Setiap orang diperbolehkan memberi dan menerima sesuatu
sebagai hibah kecuali mereka yang oleh Undang-undang dinyatakan tidak cakap
untuk itu”.
Selanjutnya dalam Pasal 1678 KUHPerdata diatur bahwa “Dilarang adalah
penghibahan antara suami-isteri selama perkawinan.“ Pasal 1678 KUHPerdata
melarang penghibahan antara suami-isteri selama perkawinan, namun ketentuan
tersebut tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian benda-benda bergerak yang
bertubuh yang harganya tidak terlalu tinggi mengingat kemampuan si penghibah.44
3. Cara Penghibahan
Tentang cara menghibahkan sesuatu telah diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, sebagaimana diatur dalam pasal di bawah ini :
a. Pasal 1682 KUHPerdata, “Tiada suatu hibah kecuali yang disebutkan dalam Pasal
1687 KUHPerdata, dapat atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan akta
notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu.”
b. Pasal 1683 KUHPerdata:
“Tiada suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan sesuatu akibat yang
bagaimanapun, selainnya mulai saat penghibahan itu dengan kata-kata yang
tegas diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan
suatu akta otentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerima
44

Richard Eddy, Aspek Legal Properti: Teori, Contoh, dan Aplikasi, (Yogyakarta: Penerbit
Andi, 2010), hlm.74.

Universitas Sumatera Utara

40

penghibahan-penghibahan yang telah diberikan oleh si penerima hibah atau
akan diberikan kepadanya dikemudian hari. Jika penerima hibah tersebut telah
dilakukan di dalam suratnya hibah sendiri, maka itu akan dapat dilakukan di
dalam suatu akta otentik, kemudian yang aslinya harus disimpan, asal yang
demikian itu dilakukan di waktu si penghibah masih hidup, dalam hal mana
penghibahan terhadap orang yang terakhir hanya berlaku sejak saat penerima itu
diberitahukan kepadanya.”
4. Syarat Sah Pemberian Hibah
Pada dasarnya setiap orang dan/atau badan hukum diperbolehkan diberi dan
menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang
dinyatakan tidak cakap untuk itu (yang cakap melakukan perbuatan hukum). Pemberi
hibah adalah pemilik sah barang yang dihibahkan dan pada waktu pemberian itu
dilakukan berada dalam keadaan sehat jasmani dan rohaninya.
Dalam ketentuan Pasal 1682 KUHPerdata menetapkan bahwa tiada suatu
hibah, kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687 KUHPerdata, dapat, atas ancaman
batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta Notaris, yang aslinya disimpan oleh
Notaris itu. Ternyata dalam Pasal 1687 KUHPerdata yang ditunjuk berbunyi :
“Pemberian-pemberian benda-benda bergerak yang bertubuh atau surat-surat
penagihan utang kepada si penunjuk dari tangan satu ke tangan lain tidak
memerlukan suatu akta, dan adalah sah dengan penyerahan belaka kepada si
penerima hibah atau kepada seorang pihak ketiga yang menerima pemberian itu
atas nama si penerima hibah”.
Dari Pasal-pasal 1682 dan Pasal 1687 KUHPerdata tersebut dapat terlihat
bahwa penghibahan benda tak bergerak ditetapkan suatu formalitas dalam bentuk
akta Notaris, tetapi untuk menghibahkan barang bergerak yang bertubuh atau surat
penagihan utang atas tunjuk (aantoonder) tidak diperlukan suatu formalitas dan dapat

Universitas Sumatera Utara

41

dilakukan secara sah dengan penyerahan barangnya begitu saja kepada si penerima
hibah atau kepada seorang pihak ketiga yang menerima pemberian hibah atas
namanya.45
Dalam sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selalu memperinci
suatu proses pemindahan hak milik menjadi dua babakan atau tahapan, yaitu babakan
“obligatoir”

dan

babakan

“zakelijke

overeenkomst”

(yaitu

leveringnya),

penghibahan yang dilakukan secara tunai tersebut sekaligus pada waktu atau saat
yang sama. Hal yang sama terjadi pada jual beli kecil-kecilan yang kita lakukan
sehari-hari, dimana pihak pembeli mengambil sendiri barang yang ditawarkan sambil
memberikan uang harganya kepada pihak penjual.
Pasal 1682 KUHPerdata yang mengharuskan perbuatan akta notaris untuk
penghibahan tanah, hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, maka penghibahan tanah (menurut Pasal 37
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah) harus
dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti halnya jual beli tanah.
Adapun Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu pada umumnya juga
dirangkap oleh para Notaris. Dalam ketentuan Pasal 1683 KUHPerdata menetapkan
sebagai berikut :
“Tiada suatu hibah mengikat si pengibah atau menerbitkan sesuatu akibat yang
bagaimanapun, selainya mulai saat penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas
45

Much. Nurachmad, Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian, (Jakarta:
Visimedia, 2010), hlm.51-52

Universitas Sumatera Utara

42

diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu
akta otentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerima
penghibahan-penghibahan yang telah diberikan kepadanya di kemudian hari”.
Apabila penerima hibah tersebut tidak dilakukan dalam surat hibahnya
sendiri, maka hal tersebut dapat dilakukan didalam suatu akta otentik kemudian yang
aslinya harus disimpan, asal yang demikian itu dilakukan di waktu si pemberi hibah
masih hidup; dalam hal mana penghibahan terhadap orang yang terakhir hanya akan
berlaku sejak saat penerimaan itu diberitahukan kepadanya. Dari ketentuan tersebut
dapat terlihat bahwa suatu penghibahan, yang tidak secara serta merta diikuti dengan
penyerahan barangnya kepada si penerima hibah (tunai) seperti yang dapat dilakukan
menurut Pasal 1687 KUHPerdata, harus diterima terlebih dahulu oleh si penerima
hibah.
Penerimaan itu dapat dilakukan oleh si penerima hibah sendiri atau oleh
seorang kuasa yang dikuasakan dengan akta otentik (akta Notaris), surat kuasa mana
harus berupa surat kuasa khusus. Selanjutnya harus diperhatikan bahwa barangbarang bergerak sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 1687 KUHPerdata itu dapat
juga dihibahkan tanpa disertai penyerahan serta merta (tunai) tetapi penghibahannya
dilakukan dalam suatu akta sedangkan penyerahannya barang akan dilakukan
kemudian.
Dalam hal yang demikian harus diperhatikan ketentuan dalam Pasal 1683 ayat
(2) KUHPerdata tersebut yang memerintahkan dilakukannya “penerimaan” secara
tertulis pula, yang dapat dilakukan didalam surat hibahnya sendiri atau didalam suatu

Universitas Sumatera Utara

43

akata otentik terkemudian sedangkan penerimaan itu harus dilakukan diwaktu si
pemberi hibah masih hidup.
Penghibahan-penghibahan yang diberikan seorang perempuan yang bersuami
seperti yang ditetapkan didalam Pasal 1684 KUHPerdata tidak dapat diterima.
Sedangkan oleh Pasal 1685 KUHPerdata ditetapkan bahwa penghibahan kepada
orang-orang yang belum dewasa yang berada dibawah kekuasaan orang tuanya harus
diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
Sedangkan penghibahan kepada orang-orang belum dewasa yang berada
dibawah perwalian atau kepada orang-orang yang berada dibawah pengampuan
(curatele) harus diterima oleh si wali atau si pengampu (curator) yang untuk itu harus
diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri.
Dalam Pasal 1686 KUHPerdata menetapkan bahwa hak milik atas bendabenda yang termaktub dalam suatu penghibahan, sekalipun penghibahan itu sudah
diterima secara sah, tidaklah berpidah kepada si penerima hibah, selainnya dengan
jalan penyerahan yang dilakukan menurut ketentuan Pasal-Pasal 612, 613, dan 616
KUHPerdata.
Pasal 612 KUHPerdata:
”Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tidak bertubuh, dilakukan
dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik,
atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu
berada.
Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan,
dengan alasan hak lain telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya”.

Universitas Sumatera Utara

44

Pasal 213 KUHPerdata:
”Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya,
dilakukan dengan jalan membuat suatu akta otentik atau di bawah tangan, dengan
mana hak-hak atas kebendaan tersebut dilimpahkan kepada orang lain.
Penyerahan yang demikian bagi di berutang tiada akibatnya, melainkan setelah
penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya.
Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat
itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan
surat disertai dengan endosemen”.
Pasal 616 KUHPerdata: ”Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tidak bergerak
dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti
yang ditentukan dalam pasal 620”.
Pasal 620 KUHPerdata:
”Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang
lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan salinan
otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke
kantor penyimpan hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak
bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan membukukannya dalam
register”.
5. Saat Lahir Dan Berakhirnya Hibah
Saat lahirnya suatu hibah adalah ketika seseorang diwaktu hidupnya dengan
cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu benda guna
keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Hibah hanya dapat
mengenai benda-benda yang sudah ada, apabila mengenai barang-barang yang harus
akan ada di kemudian hari, maka hibahnya tidak sah atau batal. Pemberi hibah
diperbolehkan untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau
nikmat hasil benda-benda yang dihibahkan, baik benda-benda bergerak maupun

Universitas Sumatera Utara

45

benda-benda tak bergerak atau bahwa ia dapat memberikan kenikmatan atau
menikmati hasil tersebut kepada orang lain; dalam hal mana harus diperhatikan
ketentuan-ketentuan dari bab ke sepuluh buku ke dua KUHPerdata.
Penerima hibah baik perorangan maupun badan hukum layak untuk memiliki
barang yang dihibahkan padanya. Penerima hibah diisyaratkan sebagai orang yang
cakap melakukan tindakan hukum. Kalau ia masih dibawah umur, diwakili oleh
walinya atau diserahkan kepada pengawasan walinya sampai pemilik hibah cakap
melakukan tindakan hukum. Selain itu, penerima hibah dapat terdiri atas ahli waris
atau bukan ahli waris, baik orang muslim maupun non muslim, yang semuanya
adalah sah hukumnya.
Suatu hibah dapat hapus apabila dibuat dengan syarat-syarat bahwa si
penerima hibah akan melunasi utang-utang atau beban-beban lainnya, selain yang
dinyatakan dengan tegas di dalam akta hibah sendiri atau di dalam suatu daftar yang
ditempelkan padanya (Pasal 1670 KUHPerdata). Dari ketentuan ini dapat dilihat
bahwa diperbolehkan untuk memperjanjikan bahwa si penerima hibah akan melunasi
beberapa utang si pemberi hibah, asal disebutkan dengan jelas utang-utang yang
mana (kepada siapa dan berapa jumlahnya). Kalau itu tidak disebutkan dengan jelas
maka janji seperti itu akan membuat hapus penghibahannya.
Penetapan seperti yang dimaksudkan di atas, yang dicantumkan dalam
perjanjian penghibahan, yang mana diletakkan suatu kewajiban bagi si penerima
hibah, lazimnya dinamakan suatu “beban”, secara kurang tepat Pasal 1670
KUHPerdata memakai perkataan “syarat”. Perbedaan antara beban dan syarat adalah

Universitas Sumatera Utara

46

bahwa terhadap suatu syarat pihak yang bersangkutan adalah beban, dalam arti kata ia
dapat menerima atau menolak, sedangkan suatu beban adalah mengikat, merupakan
suatu kewajiban.
Contoh :
a. “Syarat” kalau kamu mau kuliah, saya akan berikan kamu mobil ini.
b. “Beban” kalau saya berikan rumah ini dengan ketentuan bahwa kamu harus
membiayai sekolah adikmu.
Si pemberi hibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan memakai sejumlah
uang dari harta-harta yang dihibahkan. Jika ia meninggal dunia dengan tidak telah
memakai sejumlah uang tersebut, maka apa yang dihibahkan itu tetap untuk
seluruhnya pada si penerima hibah.
Menurut Pasal 1672 KUHPerdata pemberi hibah dapat memperjanjikan
bahwa ia tetap berhak mengambil kembali barang yang telah di berikannya baik
dalam hal si penerima hibah sendiri maupun dalam halnya si penerima hibah beserta
keturunan-keturunannya akan meninggal lebih dahulu dari pada si pemberi hibah;
tetapi hal ini tidak dapat diperjanjikan selainnya hanya untuk kepentingan si pemberi
hibah sendiri.
Akibat dari hak untuk mengambil kembali barang yang telah dihibahkan
adalah memberikan kepada suatu janji yang dicantumkan dalam perjanjian hibah,
suatu kekuatan berlaku terhadap pihak-pihak ketiga, sehingga menimbulkan suatu
keadaan seperti yang dijumpai dalam suatu jual beli dengan hak membeli kembali.
Pihak-pihak ketiga diharuskan memperhatikan dan mentaati janji yang tercantum

Universitas Sumatera Utara

47

dalam suatu penghibahan. Sudah barang tentu Pasal 1673 KUHPerdata tersebut tidak
diperlukan apabila yang dihibahkan itu barang bergerak, karena mengenai barang
semacam ini pihak pembeli selalu dilindungi demikian seperti yang tercantum dalam
Pasal 1977 KUHPerdata ayat (1) yang berbunyi “Terhadap benda bergerak yang tidak
berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada di pembawa maka
barangsiapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya”.
Pasal 1974 KUHPerdata menetapkan bahwa, jika terjadi suatu penghukuman
untuk menyerahkan suatu barang yang telah dihibahkan kepada orang lain, maka si
pemberi hibah tidak diwajibkan menanggung. Ketentuan itu juga sangat wajar, karena
penghibahan adalah suatu perjanjian dengan cuma-cuma, artinya tanpa imbalan
prestasi dari pihaknya si penerima hibah. Kepada si pemberi hibah tidak ada
kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram dan terhadap cacat-cacat yang
tersembunyi seperti halnya dengan seorang penjual barang.
Akhirnya oleh Pasal 1675 KUHPerdata dinyatakan bahwa beberapa ketentuan
dari Buku II berlaku untuk penghibahan, jika dilihat pada ketentuan-ketentuan
tersebut, ternyata bahwa itu mengenai apa yang dinamakan pengangkatan waris atau
pemberian hibah wasiat secara “lompat tangan”. Dengan itu dimaksudkan
penunjukan seorang ahli waris atau pemberi barang dalam suatu testament (wasiat)
dengan ketentuan bahwa si waris atau si penerima hibah wasiat dilarang untuk
memindahtangankan barang-barang tersebut, setelah mereka meninggal, harus
diberikan kepada seorang atau orang-orang lain lagi yang ditunjuk di dalam testament
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

48

Bahwa larangan-larangan tersebut diatas berlaku juga terhadap penghibahan.
Dengan demikian adalah terlarang pemberian hibah yang disertai penetapan bahwa si
penerima hibah selama hidupnya dilarang untuk memindahtangankan barang yang
dihibahkan, sedangkan semeninggalnya si penerima hibah barang itu harus
diterimakan kepada orang lain yang ditunjuk dalam perjanjian.
Oleh Pasal 879 KUHPerdata (dalam hal pengangkatan waris atau pemberian
hibah wasiat) ditetapkan bahwa bagi si waris atau si penerima hibah wasiat
penetapan-penetapan seperti yang dilarang oleh undang-undang itu adalah batal dan
tak berharga. Artinya pengangkatan waris atau pemberian hibah wasiat tetap berlaku
tanpa berlakunya penetapan-penetapan yang dilarang itu. Mutatis mutandis ketentuan
ini juga berlaku untuk penghibahan, sehingga penghibahan tetap berlaku tanpa
berlakunya penetapan-penetapan yang terlarang itu.
Maksud dari undang-undang untuk mengadakan larangan-larangan tersebut
adalah untuk mencegah adanya barang-barang yang terlalu lama berada di luar
peredaran, hal mana dapat menganggu lalu lintas hukum.
C. Inbreng Terhadap Hibah
Inbreng merupakan suatu istilah dalam Hukum Perdata yang berasal dari
Bahasa Belanda, yang artinya hibah yang wajib diperhitungkan.46 Definisi arti
inbreng adalah memperhitungkan kembali pemberian barang-barang atau bendabenda yang dilakukan oleh si peninggal warisan pada waktu ia masih hidup kepada

46

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, (Semarang: Aneka Ilmu, 1977), hlm. 455.

Universitas Sumatera Utara

49

para ahli warisnya.47 Hal tersebut di atas, oleh Burgerlijk Wetboek dalam Pasal 1086
sampai dengan Pasal 1099 KUHPerdata.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata sendiri tidak merumuskan tentang apa
yang dimaksud dengan inbreng, tetapi dalam ciri-ciri yang ada dalam ketentuannya
dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan inbreng adalah memperhitungkan
kembali hibah-hibah yang diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya, ke dalam
warisan, agar pembagian waris di antara para ahli waris menjadi lebih merata.48
Jadi yang terkena peraturan inbreng itu adalah para ahli warisnya, yaitu
mereka yang pada saat terjadinya pembagian harta warisan nanti harus
memperhitungkan atau mengembalikan semua harta yang pernah di terima dari si
peninggal pada waktu masih hidupnya ke dalam hitungan harta asal (boedel) untuk
dibagi bersama-sama dengan ahli waris yang lain. Masalah inbreng tersebut, dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata diatur dalam Buku Kedua Bab XVII bagian
Kedua dengan judul “Tentang Pemasukan” yang meliputi dari Pasal 1086 sampai
dengan Pasal 1099 KUHPerdata.
Adapun fungsi inbreng yaitu untuk menjamin tercapainya keadilan atau
kesamaan di antara anak-anak dalam menerima bagian dari segala pemindahan harta
kekayaan orang tuanya, baik pemindahan sewaktu hidup yaitu hibah atau pemindahan
setelah mati dengan cara pembagian warisan, terutama yang berkaitan dengan

47

Wiryono Prodjodikoro, Hukum Waris di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1980),

48

J. Satrio. Hukum Waris, (Bandung: Alumni, 1992), hlm.348.

hlm.145.

Universitas Sumatera Utara

50

legitimie portie (bagian mutlak) yaitu bagian yang harus diterima, sehingga setiap
anak mendapatkan bagiannya masing-masing.
Bahwa, dasar pemikiran dari peraturan tentang inbreng, yaitu bahwa si
meninggal, kecuali jika sebaliknya, harus di anggap memegang keadilan terhadap
anak-anak atau cucu-cucunya.49 Yang dimaksud dengan keadilan di sini adalah yang
berkenaan dengan pembagian harta kekayaan, yaitu pembagian secara sama rata,
tidak di bedakan antara anak laki-laki dan perempuan, karena mungkin orang tua
pada waktu masih hidup memberikan hibah yang tidak sama antara yang satu dengan
anak yang lain, maka di buatlah suatu sistem atau cara dengan memberikan barangbarang yang pernah di hibahkan ke dalam harta asal (harta peninggalan) yang
kemudian akan dibagi sama rata, sehingga akan terwujud keadilan atau kesamaan
dalam menerima bagian warisan. Apabila hibah sewaktu hidup itu tidak di
kembalikan maka bagian yang seharusnya diterima oleh anak yang tidak diberi hibah
akan berkurang. Sedangkan untuk anak yang pernah menerima hibah bagiannya,
menjadi berlebihan dari bagian yang semestinya diterimanya. Dengan demikian,
maka semua anak akan terjamin hak legitimie portie-nya (bagian yang harus
diterima), walaupun anak itu tidak mendapatkan hibah atau telah mendapatkan hibah
tetapi nilainya kecil bila di bandingkan dengan yang lain.
Untuk menjelaskan maksud dari diadakannya lembaga inbreng akan diberikan
contoh sederhana suatu peristiwa pewarisan sebagai berikut :

49

R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1989), hlm.97.

Universitas Sumatera Utara

51

Pewaris meninggal sebagai ahliwarisnya tiga orang anak masing-masing A, B, dan C.
Harta yang ditinggalkan pewaris pada waktu meninggal dunia berupa harta benda
senilai Rp.12.000.000. semasa hidupnya, pewaris pernah memberikan hibah kepada
A senilai Rp.3.000.000, seandainya tidak ada peraturan inbreng, maka pembagian
warisan adalah sebagai berikut:
A menerima 1/3 x 12.000.000 = 4.000.000
B menerima bagian yang sama = 4.000.000
C menerima bagian yang sama = 4.000.000
Sehingga A dari P menerima total:
Sebagai hibah = Rp. 3.000.000
Sebagai warisan = Rp. 4.000.000
Total = Rp. 7.000.000
Sedangkan B dan C hanya menerima masing-masing Rp.4.000.000, cara pembagian
tersebut diatas rasa-rasanya kurang adil sehingga diadakanlah ketentuan Pasal 1086
KUHPerdata. Dengan adanya inbreng maka pembagian menjadi sebagai berikut :
A harus inbreng kedalam warisan, sehingga warisan berjumlah
Rp. 12.000.000 + 3.000.000 = 15.000.000
A, B, dan C masing-masing menerima :
1/3 x Rp.15.000.000 = Rp. 5.000.0000
A telah menerima hibah sebesar Rp. 3.000.000
Jadi dari warisan ia masih dapat menerima Rp. 2.000.000
B dan C masing-masing menerima Rp. 5.000.000

Universitas Sumatera Utara

52

Dengan cara demikian, maka A dari warisan hanya mengambil Rp. 2.000.000
lagi sehingga pembagian harta pewaris sekarang menjadi lebih merata.
1. Inbreng Terhadap Ahli Waris
bahwa yang terkena peraturan inbreng adalah para ahli waris dari si
meninggal, sebagimana yang disebutkan dalam Pasal 1086 KUHPerdata, yaitu
“Dengan tidak mengurangi kewajiban sekalian ahli waris untuk membayar kepada
kawan-kawan waris mereka atau memperhitungkan dengan mereka ini segala hutang
mereka kepada harta peninggalan, maka segala hibah yang diperoleh dari si yang
mewariskan dikala hidupnya orang ini harus dimasukkan.”
a. Oleh para waris dalam satu garis turun ke bawah, baik sah maupun luar kawin,
baik mereka itu telah menerima warisnya secara murni maupun dengan hak
istimewa untuk mengadakan pendaftaran, baik mereka itu telah menerima bagian
mutlak mereka maupun mereka telah memperoleh lebih dari itu, kecuali apabila
pemberian-pemberian itu telah dilakukan dengan pembebasan secara jelas dari
pemasukan ataupun apabila penerima itu dalam suatu akta otentik atau dalam
suatu wasiat telah dibebaskan kewajibannya untuk memasukan.
b. Oleh waris lainnya, baik waris karena kematian maupun waris wasiat, namun
hanyalah dalam hal si yang mewariskan maupun si penghibah dengan tegas telah
memerintahkan atau memperjanjikan dilakukannya pemasukan.
Sehingga pada prinsipnya, ada 2 (dua) kelompok ahli waris yang terkena
inbreng, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

53

a. Kelompok I adalah ahli waris dalam garis lurus ke bawah, kecuali pewaris
membebaskan mereka. Sehingga mereka harus memenuhi dua kriteria, yaitu
mereka harus berkualitas sebagai ahli waris dan harus ahli waris dalam garis lurus
ke bawah. Sekalipun orang pernah menerima hibah dari pewaris, bila pada waktu
warisan pewaris terbuka, orang yang bersangkutan tidak berstatus sebagai ahli
waris maka ia tidak diwajibkan untuk inbreng.
Ahli waris dalam garis lurus ke bawah adalah, keturunan pewaris termasuk di
dalamnya anak luar kawin yang diakui secara sah, juga mereka yang mewarisi
berdasarkan penggatian tempat, misalnya cucu-cucu yang menggantikan seorang
anak yang meninggal lebih dahulu dari pewaris, Sebagaimana yang tersebut
dalam Pasal 1098 ayat (3), bahwa para ahli waris pengganti tempat bahkan tetap
wajib inbreng atas apa yang diterima oleh orang yang digantikan sebagai hibah
dari pewaris, sekalipun yang menggantikan menolak warisan orang yang
digantikannya.50
b. Kelompok 2 adalah ahli waris lain dalam hal pewaris mewajibkan mereka dalam
hal ini kewajiban inbreng baru ada kalau dipenuhi dua macam kriteria, yaitu
mereka harus berkualitas sebagai ahli waris dan harus ada pernyataan tegas dari
pewaris, bahwa mereka wajib inbreng. Seseorang yang pernah mendapat hibah
dari pewaris, tetapi merupakan orang luar dan tidak berkualitas sebagai ahli waris
maka tidak pernah berkewajiban untuk inbreng. Adanya kehendak dari pewaris,
bahwa ahli waris yang bersangkutan harus memasukan (inbreng) apa yang pernah
50

J. Satrio. Op.Cit., hlm.352-353.

Universitas Sumatera Utara

54

diterima sebagai hibah padanya, tidak boleh di simpulkan dari kata-kata pewaris,
tetapi harus berupa pernyataan yang tegas. Pernyataan kehendak pewaris dapat
dituangkan dalam akta hibahnya, dimana pewaris mensyaratkan inbreng atau
dalam testament memerintahkan inbreng.51 Kemudian undang-undang juga
mengatur tentang mereka yang dikecualikan dari kewajiban inbreng, yaitu:
1) Pasal 1087 KUHPerdata, “Seorang ahli waris yang menolak warisannya
tidaklah diwajibkan memasukan apa yang pernah dihibahkan kepadanya,
selain untuk menambah bagian yang sedemikian yang menyebabkan bagian
mutlak para kawannya mewaris telah dikurangi.
2) Pasal 1089 KUHPerdata :
“Para orang tua tidak usah memasukan pemberian-pemberian yang telah
dilakukan kepada anak mereka oleh kakek neneknya anak ini. Begitu pula
tidak perlu seorang anak yang berdasarkan kedudukannya sendiri memperoleh
warisan kakek-neneknya ini telah dilakukan kepada orang tuanya. Sebaliknya
seorang anak yang memperoleh warisan tersebut hanya karena penggantian.
Diwajibkan memasukan segala pemberian, yang telah dilakukan kepada orang
tuanya, sekalipun warisan orang tuanya sendiri telah ditolaknya. Namun
demikian, anak tersebut dalam hal penolakan seperti itu tidaklah bertanggung
jawab terhadap para kawannya mewarisi dalam hal warisan kakek atau nenek
tersebut mengenai utang-utang orang tuanya.”
3) Pasal 1090 KUHPerdata :
“Pemberian yang dilakukan kepada seorang suami oleh orang tua istrinya atau
kepada seorang isteri oleh orang tua suaminya, tidak tunduk pada pemasukan,
meskipun hanya untuk separoh, sekalipun barang yang dihibahkan itu jatuh
dalam persatuan. Jika pemberian pemberian itu telah dilakukan kepada suami
isteri kedua-duanya bersam-sama oleh Bapak atau Ibu seorang dari mereka,
maka pemasukan haruslah demikian. Jika pemberian-pemberian itu telah
dilakukan kepada si suami atau si isteri oleh bapak atau ibunya sendiri, maka
pemberian itu harus dimasukkan semuanya.”
51

Ibid., hlm.361.

Universitas Sumatera Utara

55

Adanya ketentuan Pasal 1086 KUHPerdata bersifat mengatur atau menambah
(aanvullendrecht). Dari apa yang dikemukakan diatas baik atas dasar kehendak
pembuat undang-undang maupun kehendak pewaris maksud diadakannya lembaga
inbreng adalah agar harta pewaris dibagi lebih merata diantara ahli warisnya.52
2. Ketentuan Besarnya Inbreng
Dalam memperhitungkan atau memasukan hibah ke dalam boedel itu, pada
prinsipnya adalah segala hibah yang pernah diterima dari orang yang meninggal
sewaktu masih hidup, termasuk juga segala perbuatan yang menguntungkan ahli
waris, misalnya pembebasan hutang. Sebagaimana yang tercantum Pasal 1086
KUHPerdata yang berbunyi :
“Dengan tidak mengurangi sekalian ahli waris untuk membayar kawan-kawan
waris mereka atau mereka memperhitungkan dengan mereka ini segala hutang
mereka kepada harta peninggal, maka segala hibah yang diperoleh dari si yang
mewariskan di kala hidupnya orang ini harus dimasukkan”
Namun demikian ada Pasal yang membatasi tentang ketentuan tersebut, yaitu
Pasal 1088 KUHPerdata, yang berbunyi: ”Jika pemasukan yang berjumlah lebih dari
pada bagiannya sendiri dalam warisan, maka apa yang selebihnya itu tidak usah
dimasukkan, dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu.” Sehingga
mereka hanya wajib inbreng sebesar yang mereka terima dari warisan, sedangkan
Pasal 1087 KUHPerdata, memberikan pembatasan lain, yaitu orang yang menolak
warisan paling-paling hanya harus inbreng untuk memenuhi kekurangan legitimie
portie yang dituntut.

52

A. Pitlo, Op.Cit., hlm.295.

Universitas Sumatera Utara

56

Ketentuan pembatasan dalam Pasal 1088 KUHPerdata perlu diadakan, karena
kalau tidak ahli waris yang telah menerima hibah yang besar dan melihat, bahwa
sesudah inbreng, apa yang akan diterimanya dari warisan akan berjumlah lebih kecil
dari hibah yang sudah ia masukkan (inbreng), akan cenderung menolak warisan,
dengan demikian besarnya inbreng tergantung dari:
a. Besarnya hibah
b. Besarnya hak bagian yang akan diterima oleh orang yang memberikan inbreng
dari warisan.
c. Kekurangan yang dilakukan untuk memenuhi legitimie portie.53
Kemudian yang harus di-inbreng menurut ketentuan Pasal 1086 KUHPerdata
adalah semua hibah, maka di dalamnya termasuk hibah, baik barang bergerak
maupun tetap, baik barang berwujud maupun barang tak berwujud.54
Pasal 1096 KUHPerdata termasuk yang harus di inbreng, yaitu apa yang telah
diberikan oleh pewaris semasa hidupnya kepada si ahli waris untuk memberikan
kepadanya suatu kedudukan, suatu pekerjaan atau perusahaan, untuk membayar
utang-utang ahli waris yang bersangkutan dan tanpa diberikan sebagai pesangon
kawin.
3. Yang Dikecualikan Dari Kewajiban Inbreng
Pasal 1087 KUHPerdata orang yang menolak warisan tidak diwajibkan untuk
memasukkan (inbreng) atas hibah-hibah yang diterimanya dari pewaris. Penolakan

53
54

J. Satrio, Op.Cit., hlm.357-358.
Ibid., hlm.369.

Universitas Sumatera Utara

57

warisan berlaku surut hingga saat warisan terbuka dan karenanya mereka yang
menolak, tidak mewaris dan malahan tidak pernah menjadi ahli waris (Pasal 1058
KUHPerdata). Diadakannya pasal 1087 KUHPerdata sebenarnya agak berlebihan,
karena orang yang menolak warisan tidak memenuhi syarat-syarat Pasal 1086
KUHPerdata, sehingga mereka memang tidak perlu inbreng.
Pasal 1089 ayat (1) KUHPerdata, orang tua tidak perlu inbreng apa yang
diterima oleh keturunan mereka sebagai hibah dari pewaris, yang adalah kakeknya.
Pasal 1089 ayat (2) KUHPerdata, seorang anak yang mewaris karena kedudukannya
sendiri tidak perlu memasukkan apa yang telah dihibahkan pewaris kepada leluhur
mereka.
4. Pemberian Yang Harus Di-inbreng
Pasal 1086 KUHPerdata yang harus di-inbreng adalah “Semua hibah” yang
diperoleh dari pewaris. Karena hibah adalah pemberian secara cuma-cuma antara
orang-orang yang masih hidup, maka sudah tentu pemberian tersebut sudah harus
dilakukan pada waktu hidupnya pewaris. Karena di sana dikatakan “semua hibah”,
maka didalamnya termasuk hibah baik barang bergerak maupun barang tetap, baik
barang berwujud maupun barang tak berwujud dan memang demikian itulah maksud
pembuat

undang-undang.

Bahkan

pemberian-pemberian

melalui

perjanjian

perkawinan tak dikecualikan dari inbreng.
Pasal 1096 KUHPerdata termasuk yang harus inbreng adalah apa yang telah
diberikan oleh pewaris semasa hidupnya kepada si ahli waris untuk memberikan
kepadanya suatu kedudukan, suatu pekerjaan atau perusahaan, untuk membayar

Universitas Sumatera Utara

58

utang-utang kepada ahli waris yang bersangkutan, dan diberikan sebagai pesangon
kawin. Kata-kata “memberikan kedudukan dan pesangon kawin” mengingatkan kita
kepada Pasal 124 KUHPerdata, ditentukan bahwa suami sebagai pengurus harta
persatuan, diperbolehkan memberikan secara cuma-cuma hibah kepada anak-anak
dari perkawinan mereka sebagai pesangon kawin untuk memberikan suatu
kedudukan.
Termasuk didalamnya kalau suami memberikan modal untuk permulaan
hidup terpisah dari orang tua. Kesemuanya itu disamakan dengan hibah dan
karenanya tunduk pada ketentuan Pasal 1086 KUHPerdata. Dari ketentuan Pasal 1096
KUHPerdata bahwa apa yang dimaksud dengan hibah dalam Pasal 1086 KUHPerdata
adalah hibah dalam arti yang luas, tidak sekedar hibah-hibah yang memenuhi Pasal
1666 KUHPerdata.
5. Inkorting (Pemotongan Hibah)
Setelah menentukan jumlah dari mana akan menghitung Legitieme Portie
(LP), maka kita kalikan pecahan LP yang bersangkutan dengan jumlah tersebut
diatas. Dari sana kita akan tahu berapa besarnya LP. Setelah ditemukan besarnya LP
maka kita lihat berapa besarnya sisa warisan setelah testament dilaksanakan. Kalau
sisanya cukup untuk memenuhi LP maka LP dipenuhi terlebih dahulu, baru sisanya
dibagi menurut pewarisan ab-intestato-nya. Kalau sisa warisan tidak cukup, maka
dilihat terlebih dahulu, apakah legitimaris pernah menerima hibah semasa hidupnya
pewaris atau menerima legaat berdasarkan testament. Dari sini diketahui, apakah ia

Universitas Sumatera Utara

59

masih berhak untuk menerima LP, kalau LP nya belum terpenuhi, maka ia berhak
untuk menuntut pemotongan terhadap hibah-hibah/ hibah wasiat.
Aktiva warisan senilai Rp. 10.000.000
Utang warisan senilai Rp. 5.000.000
Legaat kepada B senilai Rp. 5.000.000
A pernah menerima hibah dari P sebesar LP yang dituntut Rp. 4.000.000
Penyelesaian :
Aktiva warisan Rp. 10.000.000
Utang warisan Rp. 5.000.000
Warisan Rp. 5.000.000
Laksanakan wasiat berikan kepada B Rp. 5.000.000
Sisanya Rp. 0
Perhitungan LP
LP A = ( Rp. 500.000 + Rp. 4.000.000) = Rp. 4.500.000
A telah menerima (hibah) Rp. 4.000.000
A masih berhak atas Rp. 500.000
Inkorting terhadap legaat B sebesar Rp. 500.000 untuk memenuhi LP A,
sehingga B menerima Rp. 5.000.000- Rp. 500.000 = Rp.4.500.000.
Pasal 924 KUHPerdata dengan tegas menyatakan bahwa inkorting terhadap
hibah/hibah wasiat:
a. Hanya diperkenankan untuk memenuhi LP saja

Universitas Sumatera Utara

60

b. Bila sisa warisan, setelah wasiat (kalau ada) dilaksanakan, tidak cukup untuk
memenuhi LP yang dituntut
Jadi bila sisa warisan tidak mencukupi untuk memenuhi LP yang dituntut,
maka terpaksa diadakan pemotongan terhadap hibah wasiat (kalau ada) atau terhadap
hibah. Antara hibah dan hibah wasiat ada ada perbedaan, yaitu kalau hibah (dalam
hubungannya dengan upaya untuk memenuhi tuntutan LP) benda hibah sudah
diterima (sudah berada di tangan) penerima hibah, sedang pada hibah wasiat, benda
hibah sebenernya masih ada di dalam warisan. Apa yang akan diterima legataris
masih berupa perhitungan saja. Dengan demikian kalau ada pemotongan (inkorting)
maka sebenarnya yang benar-benar dipotong adalah hibah-hibah, sedang untuk hibah
wasiat, pemotongan di sini baru merupakan perhitungan saja. Di sini legataris bukan
dipotong tetapi menerima kurang dari seandainya tidak ada tuntutan LP.
Pasal 924 KUHPerdata dalam kalimat terakhirnya mengatakan, bahwa cara
pemotongan terhadap hibah-hibah dilakukan menurut urutan-urutan pemotongan
pertama-tama terhadap hibah yang paling akhir, bila tidak cukup, diambilkan
(dipotongkan) dari hibah yang kedua terakhir dan demikian seterusnya mundur ke
yang lebih tua.
Menurut Pasal 920 KUHPerdata, yang berhak untuk melancarkan tuntutan
pemotongan inkorting hanyalah para legitimaris, dan para ahliwaris dari si legitimaris

Universitas Sumatera Utara

61

atau orang yan