Sejarah dan Peradaban Islam (1)

PENGEMBANGAN DAN SUMBANGAN PERADABAN ISLAM BAGI ILMU PENGETAHUAN
[Tugas PSPI Semester V]

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Berbicara tentang peradaban tidak bisa lepas dari konteks kebudayaan. Peradaban
adalah seluruh kehidupan sosial, politik, ekonomi dan teknologi, jadi yang dimaksud
disini adalah semua bidang kehidupan untuk kegunaan praktis. Sedangkan
kebudayaan merupakan semua yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih
tinggi dan murni yang berada di atas tujuan praktis dalam hubungan masyarakat,
misalnya musik, seni, ilmu, filsafat dan lain-lain. (De Haan, Ahli Antropologi)
Peradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang meliputi
berbagai aspek seperti moral, kesenian dan ilmu pengetahuan, serta meliputi juga
kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem
kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang luas, yang bertujuan memudahkan dan
mensejahterakan hidup umat Islam.

Jika kita menoleh ke belakang menapaki alur perjalanan sejarah peradaban umat
manusia, maka sikap konservatif pernah menghinggapi semua peradaban di dunia.
Dari sejarah diketahui bahwa sikap seperti ini telah menimbulkan korban pada
berbagai kalangan yang memiliki pandangan yang berbeda dengan keyakinan
agama yang berkembang saat itu. Dalam sejarah Kristen tercatat banyak ilmuwan
menjadi korban, karena memiliki pandangan yang berbeda dengan pihak gereja,
sedang dalam sejarah Islam pengajaran filsafat pernah dilarang dipelajari termasuk
diajarkan di perguruan tinggi seperti perguruan tinggi Al Azhar yang ada di Kairo,
Mesir.
Sejarah telah membuktikan bahwa adanya sikap konservatif terhadap pandanganpandangan baru, telah menghantarkan peradaban ke dalam masa-masa kegelapan.
Sejarah Islam telah mencatat bahwa masa keemasan (The Golden Age of Islam)
terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Abbas (Abbasiyah), yang sangat terbuka
terhadap perkembangan berbagai pemikiran baru. Islam memang berbeda dari
negara-negara lain. H.A.R. Gibb di dalam bukunya Whither Islam menyatakan,”
Islam is indeed much more than a system of theology, its a complete civilization”

(Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban
yang sempurna). Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya
kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan
kebudayaan atau peradaban Islam.

Semenjak munculnya, ajaran Islam yang dibawa Rasulullah SAW telah banyak
memberikan sumbangan kepada dunia Arab khususnya dan seluruh dunia pada
umumnya, baik semenjak zaman Rasulullah SAW sendiri hingga zaman modern saat
ini. Dari sejak munculnya hingga saat ini banyak tokoh-tokoh dan ilmuwan muslim
yang lahir dan memberikan pengaruh besar terhadap khazanah keilmuan dan
peradaban dunia, terlebih lagi ketika zaman keemasan Islam. Saat ini banyak hal
yang telah dapat dinikmati dan kita gunakan dari hasil pemikiran para tokoh-tokoh
muslim terdahulu, baik di bidang kesehatan, politik, sosial, budaya, keilmuan dan
lain sebagainya. Hasil pemikiran mereka tidak kalah dengan apa yang dihasilkan
oleh para pemikir-pemikir barat, bahkan banyak ilmuan-ilmuan barat yang justru
mengambil hasil fikiran para pemikir-pemikir muslim dan dianggap menjadi hasil
produk pemikiran mereka. Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola
pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu tidak adanya muatan
nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan logika materialisme serta memisahkan
antara agama dengan kehidupan yang dalam hal ini sering disebut paham
Sekulerisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya
degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa.

B.


Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pada makalah ini kami akan
mengambil beberapa bahasan permasalahan, diantaranya:
1.
Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan Islam pada masa klasik,
pertengahan dan modern?
2.

Siapa saja yang menjadi panglima sains dan teknologi Islam?

3.

Apa kontribusi yang diberikan oleh panglima sains dan teknologi Islam?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Rasulullah SAW dan Setelah
Beliau Wafat (Masa Klasik)

1.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Rasulullah

Pada masa Rasulullah SAW, ilmu pengetahuan belum begitu pesat seperti pada
masa sekarang. Ketika itu, umat Islam masih terfokus pada penyebaran Islam. Al
Qur’an dan Hadits Nabi menjadi pedoman hidup umat Islam pada waktu itu. Ilmu
pengetahuan langsung bersumber dari Rasulullah SAW melalui wahyu dari Malaikat
Jibril. Setelah itu, para sahabat selalu menghafal ayat-ayat yang telah mereka
dengar dari Rasulullah SAW. Ilmu pengetahuan lebih banyak berkembang di bidang
ilmu-ilmu pokok tentang agama (ushuluddin) dan ilmu akhlaq (moral). Akan tetapi
ilmu–ilmu lainnya tetap berkembang walaupun tidak sepesat ilmu agama dan
akhlaq seperti adanya ilmu memanah, ilmu naik kuda dan ilmu berenang. Ilmu-ilmu
tersebut berkembang terus-menerus seiring dengan perkembangan waktu dan
zaman dan puncak perkembangannya pada masa Daulah Abbasiyah. Diantara
gerakan yang dilakukan Rasulullah SAW adalah dengan menggiatkan budaya
membaca, yang merupakan pencanangan dan pemberantasan buta huruf, suatu
tindakan awal yang membebaskan manusia dari ketidaktahuan. Membaca
merupakan pintu bagi pengembangan ilmu. Rasulullah SAW juga memerintahkan
kepada para sahabatnya untuk menghafal ayat-ayat Al Qur’an. Dengan cara ini

dapat menjaga kemurnian dan juga media memahami ayat-ayat Al Qur’an.
Disamping dengan hafalan, juga membuat tradisi menulis atau mencatat wahyu
pada kulit, tulang, pelepah kurma dan lain-lain.[1]

2.

Pada Masa Khulafaurrasyidin

Khulafaurrasyidin memiliki pengertian orang-orang yang terpilih dan mendapat
petunjuk menjadi pengganti Nabi Muhammad SAW. Kepemimpinan pertama di masa
ini adalah Abu Bakar dilanjutkan oleh kepemimpinan Umar bin Khattab, Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib. Di masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab,
pendidikannya juga adalah pembudayaan ajaran agama Islam ke lingkungan
budaya bangsa-bangsa di sekitar Jazirah Arab. Pendidikan juga ditekankan pada
pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran Islam. Pembukuan Al Qur’an juga terjadi di
masa ini, pembukuan tersebut diambil dari tulisan-tulisan para sahabat dan para
penghafal Al Qur’an menjadi syuhada ketika berperang dengan kaum kafir yang
selalu mengganggu kehidupan kaum muslimin. Selain itu, terjadi pula
pengkodifikasian Hadits Nabi. Pembukuan Al Qur’an dilakukan oleh panitia yang


dibentuk oleh Utsman bin Affan yang diketuai Zaid bin Tsabit beserta anggotanya
yaitu Abdullah bin Zuber, Said bin As dan Abdurrahman bin Hariz. Di dalam usaha
pembukuan Al Qur’an tersebut, panitia berhasil membuat lima mushaf, empat
diantaranya dikirim ke Mekkah, Siria, Basyrah, dan Kuffah untuk disalin dan yang
satu lagi yaitu mushaf Al Imam ditinggalkan di Madinah untuk Khalifah Utsman bin
Affan. Dari mushaf yang ditulis di zaman Utsman bin Affan inilah kaum muslimin di
seluruh pelosok dunia menyalin Al Qur’an itu yang telah tersusun rapi sesuai
dengan pedoman yang dianjurkan Rasulullah SAW.

B.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Pertengahan

1.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Daulah Bani Umayyah

Di masa Daulah Bani Umayyah, ilmu pengetahuan mulai mengalami perkembangan
yang lumayan pesat. Gerakan-gerakan ilmiah mulai digalakkan, seperti dalam
bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Pusat kegiatan ilmiah tesebut berpusat di

kota Kuffah dan Basyrah di Irak. Dalam bidang keagamaan, muncul nama-nama
ulama’ yang terkenal antara lain Hasan Al Basri, Ibnu Syihab Az Zuhri dan Wasil bin
Atha’. Pada masa Umayyah, aparatur pemerintahan dengan tekun dan giat
membenahi administrasi pemerintahan dan menjadikan bahasa Arab sebagai
bahasa resmi kekhalifahan.
Pada masa ini perhatian pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
sangat besar. Penyusunan ilmu pengetahuan lebih sistematis dan dilakukan
pembidangan ilmu pengetahuan[2] sebagai berikut:
a.
Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari Al
Qur’an dan Hadits.
b.
Ilmu pengetahuan bidang sejarah yaitu segala ilmu yang membahas tentang
perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
c.
Ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu segala ilmu yang mempelajari
bahasa, nahwu, sharaf dan lain-lain.
d.
Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu segala ilmu yang pada umumnya
berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu

hitung dan ilmu lain yang berhubungan dengan ilmu itu.
Penggolongan ilmu tersebut dimaksudkan untuk mengklasifikasikan ilmu sesuai
dengan karakteristiknya, kesemuanya saling bahu-membahu satu dengan yang
lainnya, karena satu ilmu tidak bisa berdiri sendiri.

2.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah

Di masa Daulah Abbasiyah (750-1258 M), ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat pesat dan sekaligus berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Popularitas Daulah Abbasiyah
mencapai puncak keemasannya pada masa Khalifah Harun Ar Rasyid (786-809 M).
Pada masa ini penerjemahan buku-buku asing digalakkan[3] dan banyak
didirikannya sekolah-sekolah, di antaranya didirikannya Baitul Hikmah di Baghdad,
Irak sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan besar dan pusat penerjemahan.
Pada waktu itu, Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, selain
sebagai ibukota negara yang sangat berpengaruh di dunia. Lembaga pendidikan
yang ada id masa Daulah Abbasiyah terdiri dari dua tingkat[4] yaitu:
a.

Maktab (Kuttab) dan masjid. Lembaga ini merupakan lembaga bacaan,
hitungan dan tulisan dan tempat para pemuda belajar dasar-dasar ilmu agama,
seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, fiqh dan bahasa Arab.
b.
Tingkat pendalaman, yaitu bagi para pelajar yang ingin memperdalam
ilmunya. Bagi anak penguasa, pendidikan biasanya berlangsung di istana dengan
memanggil para ulama’ atau para ahli di bidangnya.

C.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Modern

Masa pembaruan merupakan zaman kebangkitan umat Islam. Jatuhnya mesir ke
tangan barat menyadarkan umat Islam bahwa di barat telah timbul peradaban baru
yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Islam. Raja-raja dan pemukapemuka Islam mulai memikirkan cara untuk meningkatkan mutu dan kekuatan umat
Islam. Perkembangan ilmu pengetahuan telah dimulai sejak periode pertengahan,
terutama pada masa kerajaan Utsmani. Pada abad ke-17, mulai terjadi kemunduran
khusunya ditandai oleh kekalahan-kekalahan yang dialami melalui peperangan
melawan negara-negara Eropa. Peristiwa tersebut diawali dengan terpukul
mundurnya tentara usmani ketika dikirm untuk menguasai wina pada tahun 1683.

Kerajaan Utsmani menyerahkan Hungaria kepada Austria, daerah Podolia kepada
Polandia, dan Azov kepada Rusia dengan perjanjian Carlowiz yang ditandatangani
tahun 1699. Kekalahan yang menyakitkan ini mendorong raja-raja dan pemukapemuka kerajaan Utsmani mengadakan berbagai penelitian untuk menyelidiki
sebab-sebab kekalahan mereka dan rahasia keunggulan lawan. Mereka mulai
memperhatikan kemajuan Eropa, terutama Prancis sebagai negara yang terkemuka
pada waktu itu. Negara Eropa mulai mempunyai arti yang penting bagi cendikiawan
atau pemuka-pemuka Utsmani. Orang-orang Eropa yang selama ini dipandang
sebagai kafir dan rendah mulai dihargai. Bahkan, duta-dutapun dikirim ke Eropa
untuk mempelajari kemajuan berbagai disiplin ilmu serta suasana dari dekat.[5]

D.

Para Panglima Sains dan Teknologi Muslim dan Karyanya

1.

Bidang Kedokteran

a.


Tokohnya

IBNU SINA, nama lengkapnya adalah Syeikhur Rais Abu Ali Husein bin Abdillah bin
Hasan bin Ali bin Sina. Beliau dikenal dengan nama Avicenna, lahir pada tahun 370
hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanakkanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab
dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh Ayahnya.
Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah
seorang guru menasehati Ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan
apapun selain belajar dan menimba ilmu.
Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada
aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu dan
meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau
pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah
antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk
merawat dan mengobatinya.
Ibnu Sina juga menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq dan matematika
dengan berbagai cabangnya. Kesibukannya di pentas politik di istana Mansur, raja
dinasti Samani juga kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir
Syamsud Daulah Deilami dan konflik politik yang terjadi akibat perebutan
kekuasaan antara kelompok bangsawan, tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu
Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan penahanannya selama
beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa Hamedan, tak menghalangi beliau
untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan risalah.
Ketika berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah memperoleh
buku yang diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab Qanun
dalam ilmu kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang dibeni nama
kitab Al-Syifa’. Namun ketika harus bepergian beliau menulis buku-buku kecil yang
disebut dengan risalah. Saat berada di dalam penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri
dengan menggubah bait-bait syair, atau menulis perenungan agamanya dengan
metode yang indah.
Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad
menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah
umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan
kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya
Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab

kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini
pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.
Ibnu juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan.
Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu
perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya
akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.
Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori
matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal pula
sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan,
jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam
mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika
menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina
mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40
kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca
syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof
muslim sebelumnya.
Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting.
Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik.
Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles.
Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik
dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.
Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal AlKindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang
terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah
menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya.
Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di
bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah
Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup
antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis
penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama
pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan
pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani
itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari
tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para
pemikir Barat.
Ibnu Sina wafat pada tahun 428 hijriyah pada usia 58 tahun. Beliau pergi setelah
menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan
namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu Sina adalah contoh dari
peradaban besar Iran di zamannya.

b.

Sumbangannya Terhadap Ilmu Pengetahuan (Karya yang Dimiliki)

Buku-buku yang pernah dikarang oleh Ibnu Sina, dihimpun dalam buku besar Essai
de Bibliographie Avicenna yang ditulis oleh Pater Dominician di Kairo dan diantara
beberapa karya Ibnu Sina adalah:
1)

Qanun fi Thib (Canon of Medicine): (terjemahan bebas) aturan pengobatan

2)
Asy Syifa’: terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu
pengetahuan
3)

An Nayyat (Book of Deliverence): buku tentang kebahagiaan jiwa.

4)
Al Majmu: berbagai ilmu pengetahuan yang lengkap, ditulis saat berusia 21
tahun di Kawarazm
5)

Isaguji (The Isagoge) ilmu logika Isagoge: bidang logika

6)
Fi Aqsam Al Ulum Al Aqliyah (On The Divisions of The Rational Sciences):
tentang pembahagian ilmu-ilmu rasional.
7)

Ilahiyyat (Ilmu ketuhanan): bidang metafisika

8)
Fiad Din yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi “Liber de
Mineralibus”: tentang pemilikan (mimeral)
9)
Risalah fi Asab Huduts Al Huruf: risalah tentang sebab-sebab terjadinya huruf
(bidang satra Arab)
10) Al Qasidah Al Aniyyah: syair-syair tentang jiwa manusia (bidang syair dan
prosa)
11) Risalah Ath Thayr: cerita seekor burung
12) Risalah As Siyasah: bidang politik
13) Al Mantiq: tentang logika (buku ini dipersembahkan untuk Abu Hasan Sahil)
14) Uyun Al Hikmah (10 jilid): tentang filsafat (ensiklopedi Britanica menyebutkan
bahwa kemungkinan besar buku ini telah hilang)
15) Al Hikmah El Masyriqiyyin: tentang filsafat timur
16) Al Insyaf: tentang keadilan sejati
17) Al Isyarat Wat Tanbihat: tentang prinsip ketuhanan dan kegamaan
18) Sadidiya: tentang kedokteran

2.

Bidang Matematika

a.

Tokohnya

Al Khawarizmi[6], nama lengkapnya adalah Muhammad bin Musa bin Khawarizmi.
Beliau hidup di Masa Khalifah Al Ma’mun. Beliau memberikan banyak pengaruh
pada dasar-dasar matematika dan geometri.
b.

Sumbangannya Terhadap Ilmu Pengetahuan (Karya yang dimiliki)[7]

1)
Al Jabr wa’l Muqabalah: beliau telah mencipta pemakaian secans dan tangens
dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi.
2)
Hisab Al Jabr wa Al Muqabalah: beliau telah mengajukan contoh-contoh
persoalan matematika dan mengemukakan 800 buah masalah yang sebagian besar
merupakan persoalan yang dikemukakan oleh Neo. Babylian dalam bentuk dugaan
yang telah dibuktikan kebenarannya oleh Al Khawarizmi.
3)
Sistem Nomor: beliau telah memperkenalkan konsep sifat yang penting
dalam sistem nomor pada zaman sekarang. Karyanya yang satu ini memuat Cos,
Sin dan Tan dalam penyelesaian persamaan trigonometri, teorema segitiga sama
kaki dan perhitungan luas segitiga, segi empat dan lingkaran dalam geometri.

3.

Bidang Astronomi

a.

Tokohnya

Al Battani, bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad Ibn Jabir Ibn Sinan Al Battani
Al Harrani As Sabi’. Battani dilahirkan dalam sebuah keluarga Sabian pada tahun
858 di Harran dekat Anatolia dan meninggal pada tahun 929 di dekat Samarra Irak.
Battani adalah salah satu astronom paling berpengaruh di periode Islam awal.
Terutama terkenal karena ketepatan pengamatannya, yang dilakukan di Raqqa di
Suriah utara selama 40 tahun. Dia menulis sebuah buku penting dengan tabel
astronomi (zij) dan beberapa risalah astrologi dalam tradisi. Battani adalah putra
Jabir bin Sinan Al Harrani, pembuat instrumen dari Harran. Jadi kita bisa
mengasumsikan bahwa Battani belajar tentang instrumen astronomi dari ayahnya
sebelum ia pindah ke Raqqa di Suriah utara.
Beliau adalah salah satu astronom yang paling menonjol dalam sejarah Islam.
Beliau memberikan kontribusi dalam sejumlah penemuan penting dalam astronomi,
yang merupakan hasil dari sebuah karir yang panjang dari 42 tahun penelitian
dimulai pada Raqqa ketika masih muda.
Penemuannya yang terbesar adalah penentuan sangat akurat dari tahun matahari
sebagai 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik, yang sangat dekat dengan
perkiraan terbaru. Beliau menemukan bahwa garis bujur dari apogee matahari telah

meningkat sebesar 16,47° sejak Ptolemy. Hal ini tersirat penemuan penting dari
gerakan upsides matahari dan variasi yang lambat dalam persamaan waktu. Beliau
tidak percaya pada gentar dari equinoxes, meskipun copernicus memegangnya.
Abu Abdullah Al Battani menulis sejumlah buku tentang astronomi dan trigonometri.
Bukunya yang paling terkenal adalah risalah astronomi dengan tabel, yang
diterjemahkan ke dalam bahasa latin pada abad ke-12.
Al Battani juga menemukan sejumlah persamaan trigonometri:

Ia juga memecahkan persamaan sin x = a cos x dan menemukan rumus:

Dan menggunakan gagasan Al Marwazi tentang tangen dalam mengembangkan
persamaan-persamaan untuk menghitung tangen, cotangen dan menyusun tabel
perhitungan tangen.
Al Battani bekerja di Suriah, tepatnya di Ar Raqqah dan di Damaskus, yang juga
merupakan tempat wafatnya.
b.

Sumbangannya Terhadap Ilmu Pengetahuan (Karya yang dimiliki)

1)
Penentuan akurat dari sebagai 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik, yang
sangat dekat dengan perkiraan terbaru.
2)
Risalah astronomi dengan tabel, yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin
pada abad ke-12.
3)

Menemukan sejumlah persamaan trigonometri.

4.

Bidang Kimia

a.

Tokohnya

Abu Musa Jabir bin Hayyan (Arab: ‫[)جابر بن حيان‬8], beliau adalah seorang alkemis Islam
terkemuka, apoteker, filsuf, astronom dan fisikawan. Latar belakang etnisnya adalah
Persia. Ibnu Hayyan secara luas dikreditkan dengan pengenalan metode
eksperimental ke alkimia, dengan penemuan berbagai proses penting masih
digunakan dalam kimia modern saat ini, seperti sintesis asam klorida dan nitrat,
distilasi dan kristalisasi. Di permukaan, karir alkimianya berkisar di sekitar
numerologi kimia rumit berdasarkan konsonan dalam nama-nama Arab dari zat dan
konsep takwin, penciptaan buatan kehidupan di laboratorium alkimia.

Profesi ayah Jabir itu mungkin telah memberikan kontribusi besar terhadap
minatnya dalam alkimia. Di Kuffah ia menjadi mahasiswa guru Islam, Imam Ja'far Al
Shadiq. Ia memulai karir obatnya, di bawah perlindungan wazir Khalifah Harun
Barmakid Al Rasyid.
b.

Sumbangannya Terhadap Ilmu Pengetahuan (Karya yang dimiliki)

Jabir banyak dikenal karena kontribusinya untuk kimia. Beliau menekankan
eksperimentasi sistematis dan melakukan banyak untuk alkimia bebas dari takhayul
dan mengubahnya menjadi sebuah ilmu. Dia adalah dikreditkan dengan penemuan
berbagai jenis peralatan laboratorium kimia dan dengan penemuan dan deskripsi
dari banyak zat kimia dan proses, seperti asam klorida dan nitrat, distilasi dan
kristalisasi yang telah menjadi dasar kimia saat ini dan teknik kimia.
Tulisan-tulisan Jabir Ibnu Hayyan dapat dibagi menjadi empat kategori[9]:
1)
The 112, buku yang didedikasikan untuk Barmakids, wazir Khalifah Harun AlRasyid. Kelompok ini mencakup versi Arab dari Tablet Zamrud, karya kuno yang
merupakan dasar dari Hermetik atau “spiritual” alkimia. Pada abad pertengahan
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin Tabula Smaragdina dan luas tersebar di
kalangan ahli alkimia Eropa.
2)
Kitab Tujuh, yang sebagian besar diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
selama Abad Pertengahan. Kelompok ini mencakup Kitab Al Zuhra (Kitab Venus) dan
Kitab Al Ahjar (Kitab Stones).
3)
Sepuluh Buku-buku tentang rektifikasi, berisi deskripsi dari alkemis seperti
Pythagoras, Socrates, Plato dan Aristoteles.
4)
Kitab-kitab tentang perimbangan, kelompok ini termasuk yang paling terkenal
yaitu Teori Keseimbangan di Alam.

5.

Bidang Geografi

a.

Tokohnya

Berkembangnya geografi di dunia Islam dimulai ketika Khalifah Al Ma’mun yang
berkuasa dari tahun 813 hingga 833 M memerintahkan para geografer Muslim
untuk mengukur kembali jarak bumi. Sejak saat itu muncullah istilah mil untuk
mengukur jarak. Sedangkan orang Yunani menggunakan istilah stadion.
Upaya dan kerja keras para geografer Muslim itu berbuah manis. Umat Islam pun
mampu menghitung volume dan keliling bumi. Berbekal keberhasilan itu, Khalifah Al
Ma’mun memerintahkan para geografer Muslim untuk menciptakan peta bumi yang
besar. Yaitu Musa Al Khawarizmi bersama 70 geografer lainnya mampu membuat
peta globe pertama pada tahun 830 M.

Khawarizmi juga berhasil menulis kitab geografi yang berjudul Surah Al Ardl
(Morfologi Bumi) sebuah koreksi terhadap karya Ptolemaeus. Kitab itu menjadi
landasan ilmiah bagi geografi Muslim tradisional. Pada abad yang sama, Al Kindi
juga menulis sebuah buku bertajuk “Keterangan tentang Bumi yang Berpenghuni”.
Sejak saat itu, geografi pun berkembang pesat. Sejumlah geografer Muslim berhasil
melakukan terobosan dan penemuan penting. Di awal abad ke-10 M, secara khusus
Abu Zayd Al Balkhi yang berasal dari Balkh mendirikan sekolah di kota Baghdad
yang secara khusus mengkaji dan membuat peta bumi.
Di abad ke-11 M, seorang geografer termasyhur dari Spanyol, Abu Ubaid Al Bakri
berhasil menulis kitab di bidang geografi, yakni Mu’jam Al Ista’jam (Ensiklopedi
Geografi) dan Al Masalik wa Al Mamalik (Jalan dan Kerajaan). Buku pertama berisi
nama-nama tempat di Jazirah Arab. Sedangkan yang kedua berisi pemetaan
geografis dunia Arab zaman dahulu.
Pada abad ke-12, geografer Muslim Al Idrisi berhasil membuat peta dunia. Al Idrisi
yang lahir pada tahun 1100 di Ceuta Spanyol itu juga menulis kitab geografi
berjudul Kitab Nazhah Al Muslak fi Ikhtira Al Falak (Tempat Orang yang Rindu
Menembus Cakrawala). Kitab ini begitu berpengaruh sehingga diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin, Geographia Nubiensis.
Seabad kemudian, dua geografer Muslim yakni Qutubuddin Asy Syirazi (1236 M1311 M) dan Yaqut Ar Rumi (1179 M-1229 M) berhasil melakukan terobosan baru.
Qutubuddin mampu membuat peta Laut Putih atau Laut Tengah yang dihadiahkan
kepada Raja Persia. Sedangkan, Yaqut berhasil menulis enam jilid ensiklopedi
bertajuk Mu’jam Al Buldan (Ensiklopedi Negeri-negeri).
Penjelajah Muslim asal Maroko, Ibnu Battutah di abad ke-14 M memberi sumbangan
dalam menemukan rute perjalanan baru. Hampir selama 30 tahun, Ibnu Battutah
menjelajahi daratan dan mengarungi lautan untuk berkeliling dunia. Penjelajah
Muslim lainnya yang mampu mengubah rute perjalanan laut adalah Laksamana
Cheng Ho dari Tiongkok. Dia melakukan ekspedisi sebanyak tujuh kali mulai dari
tahun 1405 hingga 1433 M.
Dengan menguasai geografi, di era keemasan umat Islam mampu menggenggam
dunia.[10]
b.

Sumbangannya Terhadap Ilmu Pengetahuan (Karya yang dimiliki)

Sederet geografer Muslim telah banyak memberi kontribusi bagi pengembangan
ilmu bumi. Al Kindi diakui begitu berjasa sebagai geografer pertama yang
memperkenalkan percobaan ke dalam ilmu bumi. Sedangkan, Al Biruni didapuk
sebagai “bapak geodesi” yang banyak memberi kontribusi terhadap geografi dan
juga geologi.

John J O’Connor dan Edmund F Robertson menuliskan pengakuannya terhadap
kontribusi Al Biruni dalam MacTutor History of Mathematics. Menurut mereka, “Al
Biruni telah menyumbangkan kontribusi penting bagi pengembangan geografi dan
geodesi. Dialah yang memperkenalkan teknik pengukuran bumi dan jaraknya
dengan menggunakan triangulation”.
Al Birunilah yang menemukan radius bumi mencapai 6.339,6 km. Hingga abad ke16 M, Barat belum mampu mengukur radius bumi seperti yang dilakukan Al Biruni.
Bapak sejarah sains, George Sarton juga mengakui kontribusi sarjana Muslim dalam
pengembangan geografi dan geologi. “Kita menemukan dalam tulisannya metode
penelitian kimia, sebuah teori tentang pembentukan besi”.
Salah satu kekhasan yang dikembangkan geografer Muslim adalah munculnya biogeografi. Hal itu didorong oleh banyaknya orang Arab di era kekhalifahan yang
tertarik untuk mendistribusi dan mengklasifikasi tanaman, binatang dan evolusi
kehidupan. Para sarjana Muslim mencoba menganalisis beragam jenis tanaman[11].

E.
Rekonstruksi Pengembangan dan Sumbangan Peradaban Islam Bagi Ilmu
Pengetahuan
Menggagas kebangkitan Peradaban Islam, jika umat Islam ingin membangun
kembali peradabannya, mereka harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tanpa ini, kebangkitan Islam hanya akan menjadi utopia belaka. Karena wujud suatu
peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen penting yaitu,
kemampuan manusia untuk berfikir, yang menghasilkan sains dan teknologi,
kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer, serta
kesanggupan berjuang untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen
mendasar (asasi) bagi suatu peradaban. Suatu bangsa akan beradab
(berperadaban) apabila bangsa itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual
tertentu. Sebab kesempurnaan manusia ditentukan oleh ketinggian pemikirannya.
Suatu peradaban akan bisa terwujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran
yang tinggi, sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran
tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana ataupun suprastruktur
dan infrastruktur yang tersedia. Dalam hal ini, pendidikan merupakan sarana
penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran
adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup (agama).
Maka dari itu, pembangunan kembali peradaban Islam harus dimulai dari
pembangunan ilmu pengetahuan Islam. Orang mungkin memprioritaskan
pembangunan ekonomi dari pada ilmu, dan hal itu tidak sepenuhnya salah, sebab
ekonomi akan berperan meningkatkan taraf kehidupan, namun sejatinya faktor
materi dan ekonomi menentukan setting kehidupan manusia, sedangkan yang
mengarahkan seseorang untuk memberi respon terhadap situasi yang sedang
dihadapinya adalah faktor ilmu pengetahuan. Sebagaimana ungkapan Albert

Enstien ”science without religion is blind, religion without science is lame”. Dari sini
dapat kita lihat peranan penting pendidikan dan agama sebagai jalan kebangkitan
peradaban Islam.

BAB III
PENUTUP

Dalam kajian sejarah, dapat diketahui bahwa Arab sebelum Islam dikenal sebagai
zaman jahiliyah dimana ilmu pengetahuan tidak mendapat porsi padanya.
Kemudian perkembangan sains itu berjalan cepat setelah adanya risalah Islam.
Inilah bukti bahwa Islam melahirkan kemajuan ilmu pengetahuan.
Kebudayaan yang timbul adalah Islam sebagai center of excellence di semua bidang
termasuk sains dalam sepuluh abad. Lambang kejayaan itu tercermin dari kedua
pusatnya yaitu Baghdad di timur dan Cordoba di barat. Di Qurtubah (Cordoba)
terdapat perpustakaan yang menyimpan sekitar 400.000-600.000 buku. Manuskripmanuskrip tersebar di negeri-negeri yang pernah dikuasai oleh kebudayaan Islam.
Dunia Islam tidak menghalangi seseorang untuk menjadi orang yang beriman dan
sekaligus pandai. Seolah sains dan agama adalah saudara kembar yang saling
berdampingan.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Su’ud. 2003. Islamologi. Jakarta: Rineka Cipta
Anonim. 2011. Hayan Jabir. www.learn-Persian.com. (diakses pada tanggal 06
Oktober 2011 pukul 16.00 WIB)
Aunur Rahim Faqih Munthoha. 2002. Pemikiran dan Peradaban Islam. Jogjakarta: UII
Press
Bustaman Ismail. 2008. Perkembangan Islam Pada Masa Modern.
www.wordpress.com. (diakses pada tanggal 09 Oktober 2011 pukul 11:30 WIB)
Ibnu Maryam, 2010. 13 Ilmuwan Islam Pelopor Ilmu Geografi. www.republika.co.id.
(diakses pada tanggal 09 Oktober 2011 pukul 11:30 WIB)
Imam Ahmad Ibnu Nizar. 2011. Orang-orang Muslim Berjasa Besar Pada Dunia.
Jogjakarta: Laksana
Muhaimin. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Musyrifah Sunanto. 2004. Sejarah Islam Klasik (cetakan II). Jakarta: Prenada Media
Ridho Maulana. 2011. Ilmu Pengatahuan di Masa Nabi Muhammad SAW.
www.scribd.com. (diakses pada tanggal 06 Oktober 2011 pukul 10:04 WIB)

[1]Musyrifah Sunanto. 2004. Sejarah Islam Klasik (cetakan II). Jakarta: Prenada
Media. (hlm: 14-16)
[2] Musyrifah Sunanto. 2004. Sejarah Islam Klasik (cetakan II). Jakarta: Prenada
Media. (hlm: 42)
[3] Aunur Rahim Faqih Munthoha. 2002. Pemikiran dan Peradaban Islam. Jogjakarta:
UII Press. (hlm: 42)
[4] Ridho Maulana. 2011. Ilmu Pengatahuan di Masa Nabi Muhammad SAW.
www.scribd.com. (diakses pada tanggal 06 Oktober 2011 pukul 10:04 WIB)
[5] Bustaman Ismail. 2008. Perkembangan Islam Pada Masa Modern.
www.wordpress.com. (diakses pada tanggal 09 Oktober 2011 pukul 11:30 WIB)
[6] Abu Su’ud. 2003. Islamologi. Jakarta: Rineka Cipta. (hlm: 203)
[7] Abu Su’ud. 2003. Islamologi. Jakarta: Rineka Cipta. (hlm: 203)
[8] Imam Ahmad Ibnu Nizar. 2011. Orang-orang Muslim Berjasa Besar Pada Dunia.
Jogjakarta: Laksana. (hlm:241)
[9] Anonim. 2011. Hayan Jabir. www.learn-Persian.com. (diakses pada tanggal 06
Oktober 2011 pukul 16.00 WIB)
[10] Ibnu Maryam, 2010. 13 Ilmuwan Islam Pelopor Ilmu Geografi.
www.republika.co.id. (diakses pada tanggal 09 Oktober 2011 pukul 11:30 WIB)
[11] Ibnu Maryam, 2010. 13 Ilmuwan Islam Pelopor Ilmu Geografi.
www.republika.co.id. (diakses pada tanggal 09 Oktober 2011 pukul 11:30 WIB)