Analisis Keusangan dan Paro Hidup International Journal Of Library And Information Science (Ijlis) Periode 2013-2015

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bibliometrika
2.1.1 Pengertian Bibliometrika
Bibliometrika merupakan salah satu cabang yang tergolong masih muda
dari ilmu perpustakaan yang pertama kali diperkenalkan oleh Allan J. Pritchard
pada tahun 1969 (Sulistyo-Basuki 2002,2). Istilah bibliometrika berasal dari kata
biblio yang artinya buku dan metrics yang artinya berkaitan dengan mengukur.
Jadi bibliometrics berarti mengukur atau menganalisis buku atau literatur dengan
menggunakan pendekatan matematika dan statistika (Diodato dalam Pattah
Husaebah 2013,48).
Pritchard sebagaimana dikutip oleh Glanzel (2003) “bibliometrics is the
application of mathematical and statistical methods to books and other media of
communication.” Artinya bibliometrika adalah sebuah aplikasi matematika dan
metode statistik untuk buku dan media komunikasi lainnya. Istilah yang sama juga
disampaikan oleh Lasa (2005) menyatakan bahwa,”bibliometrika adalah suatu
pengawasan koleksi perpustakaan dengan cara penerapan metode statistika dan
matematika terhadap buku dan media rekam lain”. Kedua istilah di atas memiliki
pengertian yang sama tentang bibliometrika yaitu mengartikannya sebagai sebuah
aplikasi yang digunakan untuk mengawasi koleksi perpustakaan (buku dan media
rekam lainnya) dengan metode matematika dan statistik.

Istilah lainnya muncul dari The British Standarts Institution dalam
Sulistyo Basuki (2002) mendefenisikan bahwa, “bibliometrika sebagai kajian

8

Universitas Sumatera Utara

penggunaan dokumen dan pola publikasi dengan menerapkan metode matematika
dan statistika”. Pengertian yang sama juga diungkapkan oleh Harande (2001)
menyatakan bahwa, “bibliometrics isit refers to the application of statistical
technique to the literatur of a given subject. Bibliometrics studies the patterns of
communication between documented information and the potential users of
information”.
Penyataan The British Standarts Institution mengenai bibliometrika lebih
mengarah

terhadap

pengkajian


penggunaan

dokumen

dan

cara

mempublikasikannya, sedangkan Harande menekankan bahwa bibliometrika
cenderung untuk menyediakan informasi dan ilmu pengetahuan, juga merupakan
sistem mengkomunikasikan informasi dengan objeknya.
Pendapat yang lebih kompleks dinyatakan oleh Boyce, et al dalam
Mustikasari (2008,10) yaitu “bibliometrika merupakan studi mengenai produksi
dan penyebaran informasi yang secara operasional dikaji melalui produksi dan
penyebaran media yang merekam informasi untuk disimpan dan disebarluaskan”.
Artinya, bibliometrika merupakan studi mengenai produksi informasi yang
nantinya disimpan di sebuah media lalu akan disebarluaskan.
Menurut White dan Mc.Cain yang dikutip Mustikasari (2008),
“bibliometrika adalah suatu kajian kuantitatif dari literatur yang digambarkan
dalam bibliografi”. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Matrapata dalam Mirza

Muhammad (2009,1) yang menyatakan bahwa,” Bibliometrics has been defined
as the quantitative analysis of the characteristics, behaviour and productivity of
all aspects of written communication, library staff and information users". Hal ini

9

Universitas Sumatera Utara

dapat diartikan bahwa bibliometrika yang dikemukakan oleh White dan Mc.Cain
hanya mencakup kajian kuantitatif yang digambarkan dalam bibliografi saja.
Namun, Matrapata mencakup lebih luas tentang pengertian bibliometrika, tidak
hanya melihat kajian kuantitatif, tetapi juga mencakup perilaku produktivitas,
staff perpustakaan dan penggunaan informasi. Dengan begitu, pustakawan akan
dapat mengukur, menyajikan dan menganalisis berbagai aspek dari informasi
ilmiah secara kuantitatif.
Pao dalam Panggabean (2010,5) mendefenisikan bibliometrika adalah:
“bibliometrics studies seek to quantify, describe, and predict the processes of
written communication”. Artinya studi bibliometrika berusaha untuk mengukur,
menjelaskan, dan memberikan prediksi dari proses komunikasi tertulis. Studi
bibliometrika


membantu

dalam

mengevaluasi

layanan

perpustakaan,

pengembangan koleksi, penyempurnaan alokasi sumber daya, pengambilan
kebijakan dan bahkan penyiangan. Data yang dihasilkan oleh metode bibliometrik
memberikan dasar ilmiah untuk administrator perpustakaan untuk pengambilan
keputusan.
2.1.2 Tujuan, Fungsi dan Ruang lingkup Bibliometrika
Tujuan bibliometrika ialah menjelaskan proses komunikasi tertulis dan
sifat serta arah pengembangan sarana deskriptif penghitungan dan analisis
berbagai faset komunikasi (Sulistyo-Basuki, 2002,3). Pendapat Sulistyo-basuki
memberikan penjelasan tentang proses komunikasi tertulis dari segi sifat dan

perkembangannya dalam suatu disiplin ilmu.

10

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan

pendapat

lain

diungkapkan

oleh

Van

Raan


dalam

Archambault,et al (2004) mengemukakan: “bibliometric methods are very useful
for measuring the dissemination of knowledge in the natural sciences, but they are
less effective in some applied fields, such as engineering”. Artinya bibliometrika
sangat berguna dalam pengukuran penyebaran pengetahuan pada ilmu alam, tetapi
sedikit aktif pada beberapa bidang seperi mesin.
Archambault (2004,2) berpendapat: “bibliometrics is made up of methods
for conducting quantitative ananlysis of science”. Pendapat berbeda diungkapkan
oleh Purnomowati (2004,16) mengungkapkan bahwa, “ bibliometrika dapat
digunakan sebagai metode kajian yang bersifat deskriptif, misalnya yang
berkaitan dengan kepengarangan, dan bersifat evaluatif, misalnya untuk mengkaji
penggunaan literatur melalui analisis sitiran”.
Kedua pendapat di atas memiliki pendapat yang berdeda, dimana pendapat
yang pertama mengacu pada metode yang bertujuan mengadakan proses
kuantitatif terhadap suatu ilmu pengetahuan. Sedangkan pendapat yang kedua
mengacu untuk mengkaji dokumen secara deskriptif yang kaitannya terhadap
kepengarangan dan mengkaji secara evaluatif sitiran atau kutipan dari dokumen
tersebut.
Fungsi atau manfaat aplikasi dari bibliometrika bagi perpustakaan menurut

Sulistyo-Basuki (2002,8), adalah sebagai berikut:
a) “identifikasi literature inti
b) mengidentifikasi arah gejala penelitian dan pertumbuhan pengetahuan
pada berbagai disiplin ilmu yang berlainan
c) menduga keluasan (comprehensiveness) literature sekunder
d) mengenali pemakai berbagai subjek

11

Universitas Sumatera Utara

e) mengenali kepengarangan dan arah gejalanya pada dokumen berbagai
subjek
f) mengukur manfaat jasa SDI ad hoc dan retrospectif
g) meramalkan arah gejala perkembangan masa lalu, sekarang dan
mendatang
h) mengidentifikasi majalah inti dalam berbagai ilmu
i) merumuskan garis haluan pengadaan berbasis kebutuhan yang tepat
dalam batas anggaran belanja
j) mengembangkan model eksperimental yang berkorelasi atau melewati

model yang ada
k) menyusun garis haluan penyiangan dan penempatan dokumen di rak
secara tepat
l) memprakarsai sistem jaringan aras ganda yang efektif
m) mengatu arus masuk informasi dan komunikasi
n) mengkaji keusangan dan penyebaran literatur ilmiah (melalui
penggugugusan dan
pasangan literatur ilmiah)
o) meramalkan produktivitas penerbit, pengarang, organisasi, negara atau
seluruh disiplin
p) mendisain pengolahan bahasa automatis untuk auto-indexing, autoabstracting, dan
autoclassification
q) mengembangkan norma pembakuan”.
Namun sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Hicks, Tomizawa Sato
and Kobayashi (2004) dalam Mirza Muhammad Naseer sedikit berbeda dengan
pendapat yang diatas menyatakan bahwa,“ They reviewed various studies and
concluded that bibliometrics is playing important role in research evaluation
though traditionally peer review played more prominent role”. Artinya,
bibliometrika memainkan peranan penting dalam evaluasi penelitian meskipun
secara tradisonal peer review memainkan peran yang lebih menonjol.

Kedua pendapat di atas memiliki pengertian fungsi tentang bibliometrika
yang berbeda. Pendapat petama mencakup keseluruhan dari mulai identifikasi
literatur sampai dengan kepada peraturan yang ada didalamnya. Sedangkan hasil
penelitian di atas menekankan bahwa bibliometrika hanya memiliki peranan
penting dalam pengevaluasian hasil penelitian.

12

Universitas Sumatera Utara

Bibliometrika memiliki konsep kajian yang menjadi ruang lingkupnya.
Council of Canadian Academies dalam Bornman Lutz (2014) menyatakan bahwa,
“Bibliometrics on a professional level does not only evaluate the observed
citations from publications, but also calculates normalized indicators which take
into account that citations have different expected values depending on subject
area and publication year. Artinya bibliometrika pada tingkat profesional tidak
hanya mengevaluasi kutipan yang diamati dari publikasi, tetapi juga menghitung
indikator normal yang memperhitungkan bahwa kutipan memiliki nilai yang
berbeda tergantung pada wilayah subjek dan tahun publikasi.
Pendapat yang sama oleh Bornman Lutz (2014,2) juga mengatakan

bahwa, “Evaluative bibliometrics compare the citation impact of researchers,
research groups and institutions with each other across timescales and
disciplines. Both factors, discipline and period – have an influence on the citation
count which is independent of the quality of the publication. Artinya, evaluasi
bibliometrika membandingkan dampak kutipan dari peneliti, kelompok peneliti,
dan lembaga yang satu dengan yang lain dalam skala waktu dan kedisiplinan.
Kedua faktor, dispilin dan waktu/periode, memliki pengaruh pada hitungan
kutipan dari kualitas publikasi.
Pada dasarnya, kedua pendapat di atas memiliki konsep pengertian yang
sama terhadap bibliometrika yaitu sama- sama menekankan bahwa studi
bibliometrika tidak hanya memperhatikan kutipan dari peneliti, tetapi juga
memperhatikan waktu atau periode dan juga kualitas publikasi informasi tersebut.

13

Universitas Sumatera Utara

2.2 Keusangan Literatur
2.2.1 Pengertian Keusangan Literatur
Kajian tentang keusangan (obsolescence) merupakan salah satu kajian

yang termasuk dalam objek kajian bibliometrika. Kajian ini membahas tentang
umur sebuah dokumen atau jangka waktu penggunaan dokumen tersebut.
Dokumen akan mengalami sebuah dinamika lahir, hidup dan mati. Hal ini tidak
hanya berlaku bagi makhluk hidup, tetapi juga diterapkan bagi dokumen.
Dokumen dikatakan “lahir”, pada saat dokumen itu diterbitkan. Kemudian
dikatakan “hidup”, selama dokumen tersebut digunakan, dan pada akhirnya
dokumen tersebut dikatakan “mati”, pada saat tidak ada lagi yang menggunakan
dokumen tersebut. Death of paper adalah konsep dalam ilmu informetrika/
bibliometrika yang berarti bahwa suatu karya tidak pernah lagi dikutip.
Istilah Keusangan literatur (Obsolescence) berasal dari kata “obsolete”
berarti out-of-date, no longer in use, no longer valid atau no longer fashionable
(Mustafa

2008,2).

Menurut

Vickery

dalam

Mustafa

(2008,2)

menyatakan:”...Obsolescence is in fact a function of two factors, growth and
obsolescences”. Pendapat diatas berarti bahwa keusangan/ obsolescence adalah
fenomena dari dua faktor yaitu pertumbuhan dan keusangan. Sehingga kedua
faktor

tersebut

menyebabkan

terjadinya

peningkatan

minat

sesorang

menggunakan literatur bidang ilmu tertentu yang direkam dalam bentuk dokumen
atau media lain.
Pendapat lain dari Line dan Sandison yang dikutip Mustikasari (2008,27),
“keusangan literatur dikaitkan dengan keusangan sebuah dokumen diartikan

14

Universitas Sumatera Utara

bahwa dokumen sudah usang, bila dokumen tersebut jarang digunakan”. Pendapat
yang sama juga diungkapkan oleh Zafrunnisha,dkk yang menyatakan,
“Obsolescence is defined as the decline over time in the validity or utility of
information. Studies of aging or obsolescence of documents commonly assess the
decline in the use of a representative set of documents over time. Growth in the
literature of a particular field plays an important role in age distribution”.
Artinya bahwa, konsep dari keusangan tersebut adalah masa dimana
dokumen tersebut mengalami penurunan penggunaan, yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti penggunaan yang jarang terhadap dokumen, juga usia
dokumen yang relatif sudah tua dan mengalami penurunan keabsahan informasi
serta pertumbuhan literatur dalam suatu bidang tertentu mempunyai peranan
penting dalam usia distribusi. Namun, faktor tersebut menjadi suatu pernyataan
yang berlawanan, dimana ketika sebuah dokumen yang sudah tua hanya
digunakan ketika informasi berkaitan dengan informasi yang dibutuhkan yang
cenderung digabungkan dengan karya terakhir, sedangkan literatur yang mutakhir
sangat menarik bagi ilmu praktisi.
Line dalam Gapen Kaye dan Milner Sigrid (1981) menyatakan bahwa
kemunduran penggunaan dari dokumen terjadi karena beberapa alasan sebagai
berikut:
1) the information is valid, but incorporated in later work
2) the information is valid, but superseded by later work
3) the information is valid, but is in a field of declining interest
4) the information is no longer valid.
Penjelasan dari pernyataan tersebut dapat diuraikan bahwa penurunan
penggunaan suatu dokumen disebabkan karena:

15

Universitas Sumatera Utara

- informasi sahih, namun sudah terserat dalam dokumen berikutnya
- informasi sahih, namun informasi tersebut berada dalam bidang yang
kurang diminati
- informasi masih sahih namun sudah digantikan karya berikutnya
- informasi tidak lagi dianggap sahih.
Dari penjelasan di atas, yang paling penting untuk diperhatikan adalah
bahwa sebuah dokumen yang masih sahih dapat mengalami penurunan
penggunaan literatur, namun itu hanya dari segi jarangnya dokumen tersebut
digunakan. Akan tetapi nilai dokumen tersebut masih tinggi. Kajian terhadap
dokumen karenanya hanya merupakan sebagian indikator tentang keusangan
literatur.
Kajian tentang keusangan merupakan tindakan yang dilakukan terhadap
perubahan penggunaan dokumen dalam waktu tertentu. Penurunan penggunaan
dapat dilihat dari segi nilai literatur dan dari segi tingkat penggunaan literatur
tersebut. Untuk menghindari kerancuan pengertian, maka perlu dibedakan
pengertian penurunan penggunaan dan penurunan nilai dari literatur tersebut.
Penurunan penggunaan dimaksudkan yaitu bahwa literatur sangat jarang
digunakan. Sedangkan penurunan nilai literatur dimaksudkan bahwa literatur yang
masih baru lebih mutakhir dibandingkan literatur yang sudah tua.
Pertumbuhan dari literatur merupakan suatu kejadian yang menunjukkan
peningkatan jumlah publikasi pada waktu tertentu. Engghe dikutip oleh Hartinah
(2002) menyatakan bahwa, “pertumbuhan literatur mempunyai aspek sosiologi,
karena secara tidak langsung pertumbuhan literatur menunjukkan kemampuan
pengguna untuk akses literatur.” Artinya, mengkaji pertumbuhan literatur dengan
mengetahui tingkat keusangan literatur, maka kita dapat memperkirakan
perkembangan literatur yang akan datang.

16

Universitas Sumatera Utara

Pemilihan dan penggunaan literatur terhadap kebutuhan seorang peneliti
atau lainnya didasarkan terhadap informasi yang bernilai mutakhir atau aktual
(up-date). Hal ini mempengaruhi hasil penelitian yang dilakukan peneliti terhadap
karya peneliti sebelumnya. Kebutuhan terhadap informasi cenderung untuk
mencari, memilih, memperoleh dan memanfaatkan intormasi tersebut untuk
menjawab permasalahan tertentu. Oleh karena itu, informasi yang digunakan
adalah informasi yang memiliki nilai yang mutakhir, relevan dan berkualitas.
Mustafa (2008,4) menyatakan parameter informasi adalah sebagai berikut:
1. Kuantitas: Diukur dengan jumlah dokumen, halaman, kata, karakter,
byte dsb.
2. Isi: arti atau makna suatu informasi.
3. Struktur: format atau bangun suatu informasi dan kaitan logisnya
diantara unsur- unsur yang membentuknya.
4. Bahasa: simbol, abjad, kode atau tata bahasa informasi itu
disampaikan.
5. Kualitas: Kelengkapan, ketepatan, relevansi informasi yang
disampaikan
6. Usia: Selang waktu kapan suatu informasi masih bernilai atau
dimanfaatkan.
Keusangan literatur merupakan salah satu dampak dari perkembangan
ilmu pengetahuan. Hal itu terjadi karena ilmuwan lebih dominan menggunakan
informasi yang mutakhir, menarik dan aktual, sedangkan informasi yang sudah
tua cenderung digunakan saat informasi tersebut relevan saja.
2.2.2 Manfaat Kajian Keusangan Literatur
Menurut Mustafa (2008), “kajian literatur setidaknya bermanfaat untuk
efisiensi dalam bidang pengelolaan perpustakaan”. Hal ini karena hasil kajian
keusangan lieratur dapat digunakan untuk Penyiangan koleksi yang tidak
diperlukan lagi, Pemanfaatan ruang/rak yang terbatas, pemisahan koleksi yang

17

Universitas Sumatera Utara

digunakan dengan frekuensi tinggi dan rendah dan efektifitas pelayanan. Selain
itu, kajian tentang keusangan turut menjadi objek kajian yang menarik dalam
pengembangan ilmu infometrika/bibliometrika.”
Dari pendapat yang dikemukakan, maka dapat diketahui beberapa manfaat
kajian keusangan literatur,yaitu:
1. Kajian keusangan literatur dapat megetahui perkembangan pertumbuhan
suatu bidang ilmu pengertahuan.
2. Kajian keusangan literatur dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur
tingkat keterpakain sebuah dokumen
3. Kajian

keusangan

literatur

dapat

membantu

perpustakaan

untuk

menyediakan informasi yang mutakhir dan aktual (up-date)
4. Kajian keusangan literatur dapat membantu pengguna untuk mendapatkan
informasi yang terbaru.
5. Kajian keusangan literatur membantu perpustakaan untuk memanajemen
ruangan dan memudahkan petugas mengatur bahan koleksi.
2.2.3 Konsep Mengkaji Keusangan Literatur
Dalam kajian bibliometrika, data sitiran dari suatu literatur dapat
digunakan untuk mengukur keusangan literatur tersebut. Sebuah dokumen akan
lebih usang jika dokumen tersebut semakin sedikit yang mengutipnya karena usia.
Menurut Diodato Virgil (1993) mengatakan bahwa,
In measuring either one, the researcher records at least two place
of
information (1) the publication dates of source documents in the
field being analyzed; and (2) the publication dates of documents that
are cited
by the source documents (for synchronous obsolescence) or
the
publication date of documents that cite the source documents (for
diachronous obsolescence).

18

Universitas Sumatera Utara

Artinya bahwa untuk mengukur salah satu, peneliti memiliki dua tempat
informasi (1) tanggal penerbitan dokumen referensi yang dianalisis dilapangan;
(2) tanggal publikasi dokumen

yang dikutip oleh dokumen referensi

(synchronous) atau tanggal publikasi dokumen yang mengutip dokumen referensi
( diachronous ).
Pendapat lain dari Purnomowati (2008,10) menegaskan bahwa,
Kedua cara tersebut memang mirip tetapi dengan cara penanganan yang
berbeda. Jika sychronous menentukan literatur yang menyitir kemudian
mengkaji distribusi usia
referensi yang ada di dalamnya, maka dychronous
menentukan literatur yang disitir
kemudian mengkaji penggunaan literatur
tersebut pada terbitan selanjutnya.
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa: keusangan
sychronous diukur dengan cara mengurangi tahun terbit literatur dari sumber yang
mendukung (referensi) literatur tersebut. Sedangkan keusangan dychronous
diukur dengan cara memeriksa tahun terbit dari sitiran yang diterima literatur
tersebut. Untuk mengkaji konsep keusangan literatur, maka penulis menggunakan
keusangan synchronous.
2.3 Paro Hidup Literatur (half-life)
2.3.1 Pengertian Paro Hidup Literatur (Half-life)
Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini berkembang dengan sangat
cepat dan pesat. Hal ini menyebabkan banyak lahir dokumen-dokumen/literatur
baru baik berbentuk cetak maupun non cetak pada setiap bidang ilmu. Lahirnya
dokumen yang terbaru menjadikan dokumen yang sebelum-sebelumnya akan
mengalami keusangan.
Istilah paro hidup pertama kali di teliti oleh R.E Burton dan R.W Kebler.
Mereka mendefenisikannya sebagai waktu saat setengah dari seluruh literatur

19

Universitas Sumatera Utara

suatu disiplin ilmu digunakan secara terus menerus. Penelitian yang sama juga
dilakukan oleh Charless F Gosnell tahun 1944, yang meneliti dalam skala yang
lebih kecil yaitu mengenai tingkat keterpakaian koleksi diperpustakaan. Namun
penelitian ini masih cukup sangat sederhana.
Paro hidup merupakan istilah yang diambil dari bidang ilmu fisika yang
menunjukkan masa aktif (waktu paruh) suatu zat radio-aktif. Paro hidup mengacu
pada adanya waktu yang diperlukan oleh suatu atom untuk meluruh menjadi
setengahnya secara terus menerus hingga atom suatu unsur itu habis. Burton dan
kebler mengungkapkan bahwa,
"The concept of half-life is most familiar to the physicist and nuclear
engineer who employ it to describe the decay of radioactive substances,
Recently, however, the
expression has been used by documentalist,
some librarians and other information 'officers' to describe a totally
different measure in a manner which implies a rather rigid analogy. The
term was much in evidence at the international Conference on
Scientific information meetings in Washington in November, 1958.
Unfortunately, unlike the physicists' use of the expression, which is
bounded by a precise definition, the documentalist use has been imprecise
unverified by evidence and generally subject to criticism.”
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa konsep “Waktu Paruh” adalah hal
yang paling akrab bagi fisikawan dan teknik nuklir yang menggunakannya untuk
menggambarkan peluruhan zat radioaktif . Baru- baru ini, meskipun sudah
digunakan oleh dokumentalis, beberapa pustakawan dan petugas informasi
lainnya untuk menggambarkan perbedaan ukuran dengan cara menyiratkan
analogi yang lumayan kaku. Istilah tersebut terbukti banyak pada konfrensi
internasional mengenai pertemuan informasi ilmiah di Washinton pada
November, 1958. Sayangnya, tidak seperti para ahli fisika yang dibatasi oleh

20

Universitas Sumatera Utara

defenisi tepat, penggunaan dokumentalis belum di verifikasi dengan bukti dan
umumnya masih dikritik.
Untuk waktu paruh yang berlaku dalam keusangan literatur, Line dalam
Manullang (2011,4) menyatakan: ”The half life of literature is bound to be shorter
the more rapidly the literature growing”. Dari pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa paro hidup dari sebuah literatur adalah batas cepat tidaknya
pertumbuhan dari literatur tersebut sehingga hanya tidak terpakai, tetapi tidak
dapat digunakan.
Paro hidup adalah bagian dari kajian keusangan literatur. Dalam konsep
bibliometrika, paro hidup merupakan tingkat keusangan literatur yang didasarkan
pada sitirannya dan menitikberatkan pada tahun terbit. Oleh karena itu, semakin
baru terbitan suatu literatur khususnya literatur ilmiah seperti jurnal dan yang
lainnya, maka literatur tersebut akan sering disitir oleh karya tulis lainnya.
Menurut N. Zafrunnisha mengenai paro hidup menyatakan bahwa, “halflife is used as a measure. Half-life refers to the time during which one half of the
current active literature was published”. Pendapat yang sama juga diungkapkan
oleh I Gede Surata yang dikutip oleh Mustikasari (2008) menyatakan bahwa
“Paro hidup literatur merupakan ukuran waktu pada saat mana setengah dari
semua literatur suatu disiplin ilmu secara terus-menerus digunakan sejak
diterbitkan”. Artinya, setiap literatur memiliki tingkat keterpakaian selama
setengah waktu dari semua literatur suatu disiplin ilmu yang digunakan sejak
diterbitkan.

21

Universitas Sumatera Utara

Antara disiplin ilmu dengan ilmu yang lain berbeda paro hidupnya.
Berdasarkan penelitian yang diluar negeri adalah paro hidup untuk ilmu fisika 4,6
tahun; fisiologi 7,2 tahun; kimia 8,1 tahun; botani 10,0 tahun; matematika 10,5
tahun; geologi 11,8 tahun; kedokteran 6,8 tahun; hukum 12,9 tahun; Kardiologi 2
tahun dan bidang sosial 5 tahun (Diodato Virgil, 1993).
Faktor yang memepengaruhi keusangan atau paro hidup adalah jumlah
penggunaan literatur, jumlah publikasi dalam bidang tertentu, dan jumlah penulis
dalam bidangnya. Semakin banyak literatur dalam sebuah bidang tertentu maka
akan semakin mempengaruhi paro hidupnya. Paro hidup literatur suatu bidang
ilmu dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukur pertumbuhan dan
perkembangan suatu bidang ilmu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
semakin kecil usia keusangan literatur suatu bidang ilmu maka semakin cepat
perkembangan ilmu tersebut.
2.3.2 Manfaat Kajian Paro Hidup Literatur
Paro hidup merupakan salah satu kajian dalam bidang bibliometrika yang
dapat dijadikan sebagai tolok ukur dari pertumbuhan dan perkembangan suatu
bidang ilmu tertentu. “Half-life mengindikasikan kekayaan atau kemiskinan
informasi yang digunakan dalam sebuah dokumen” (Hartinah 2009, 20). Artinya
paro hidup dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyediakan
koleksi bagi penggunanya di perpustakaan, serta sebagai ukuran untuk
pengevaluasian tentang kualitas koleksinya yang kaitannya dengan kemuktakhiran
suatu informasi dari suatu bidang ilmu tertentu.

22

Universitas Sumatera Utara

Menurut Egghe (1993) menyatakan bahwa, ” Usia paro hidup suatu
literatur ditentukan oleh tahun terbit referensinya maka dapat diketahui publikasi
yang terbit dalam jangka waktu tertentu dan bisa diprediksi pertumbuhan dan
publikasi selanjutnya di masa yang akan datang”. Hal ini menunjukkan bahwa
paro hidup dapat memberikan informasi tentang sejauh mana pertumbuhan dan
perkembangan suatu bidang ilmu tertentu.
Merujuk pada berbagai pendapat di atas, dapat diuraikan secara jelas
bahwa manfaat kajian paro hidup dokumen secara umum adalah:
1. Dapat digunakan sebagai salah satu bahan evaluasi terhadap kelengkapan
koleksi perpustakaan
2. Bermanfaat untuk mengetahui pertumbuhan suatu bidang ilmu pengetahuan
3. Peningkatan efisiensi dalam bidang pengelolaan (pelayanan) serta kegiatan
pengembangan koleksi

.

2.4 Konsep Kajian Keusangan dan Paro Hidup Literatur yang dilakukan
Penulis
Dari tinjauan literatur yang telah dikemukakan di atas, penulis
menggunakan konsep kajian keusangan dengan cara synchronous yaitu
memeriksa tahun terbit tahun referensi literatur. Untuk konsep kajian paro hidup
literatur yaitu Diachronous dengan cara memeriksa tahun terbit sitiran yang
diterima literatur tersebut.
Untuk mengukur tingkat keusangan literatur pada suatu bidang penelitian
pada tahun tertentu, maka formulasi yang digunakan adalah rumus median
sebagai berikut:

23

Universitas Sumatera Utara

�� = ��� + �
Dimana:

���
��
���

Md: Median (Keusangan/ paro hidup)
Lmd: kelas nyata bawah pada saat frekuensi komulatif mengandung N/2
Jmd: selisih N/2 dengan frekuensi komulatif sebelum N/2
Fmd: frekuensi pada saat frekuensi komulatif mengandung N/2
i: interval (Syamsudin 2002,50)
Sebelum menggunakan rumus tersebut, terlebih dahulu kita lakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Penentuan kelas atau kelompok data
K = 1+3,22 log n ( n adalah banyaknya sitiran)
2. Menghitung tahun terbit tertinggi dan terendah
R= Xn-Xi
3. Menghitung interval
I= R/K
Ket: K = banyaknya kelompok tahun terbit sitiran.
R= selisih tahun terbit sitiran tertinggi dengan tahun tebit sitiran terendah.
I= batas atas dan batas bawah kelompok tahun terbit sitiran.

24

Universitas Sumatera Utara