Peranan Perpustakaan dalam Peningkatan Peringkat Webometrics Universitas Negeri Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Webometrics
Istilah webometrics pertama sekali digunakan oleh Almind and Ingwersen
pada tahun 1997, di mana istilah webometrics saat ini sudah umum dikenal sejak
adanya badan perangkingan universitas kelas dunia yang menggunakan
webometrics sebagai ilmu pengukuran faktor-faktor Web. Secara periodik
peringkat webometric akan diterbitkan setiap enam bulan sekali pada bulan
Januari dan Juli. Webometric melakukan pemeringkatan terhadap lebih dari dua
puluh ribu perguruan tinggi di seluruh dunia (Aripin 2012). Webometric
digunakan sebagai alat pengukur world wide web (www) atau situs web untuk
dapat mengetahui jumlah hyperlink, jenis hyperlink, struktur website, dan pola
penggunaannya. Definisi dari webometrics adalah studi tentang aspek-aspek
kuantitatif dari konstruksi dan penggunaan sumber daya informasi, struktur dan
teknologi pada gambar web melalui pendekatan bibliometric dan informetri
(Bjorneborn & Ingwersen 2001). Webometrics juga telah diperkenalkan yaitu
studi tentang content berbasis web dengan metode kuantitatif dengan tujuan utama
untuk penelitian ilmu sosial menggunakan teknik yang tidak khusus untuk satu
bidang studi (Thewall 2009,5).
Definisi ini mencakup aspek kuantitatif baik dari sisi konstruksi, sisi

penggunaan ilmu, dan web yang mencakup empat bidang utama penelitian
webometrics. Webometric merupakan metode pengukuran web suatu institusi
berdasarkan kepada web impact factor (WIF). Pengukuran dengan WIF dilakukan
dengan menganalisa jumlah halaman (size) dengan visibilitas halaman web.

7

Webometric dimunculkan untuk melakukan pemeringkatan institusi atas dasar
kehadiran, dinamika pemutakhiran situsnya (web presence). Evaluasi penggunaan
teknologi web dapat diukur salah satunya dengan indikator webometric, terkait
dengan peningkatan efesisensi melalui optimasi konten web, analisis dan disain
ulang (Jalal et al. 2009).
Webometrics berkaitan dengan aspek-aspek pengukuran web: situs web,
halaman web, bagian dari web halaman, kata-kata dalam halaman web, hyperlink,
hasil pencarian

dari mesin pencari web (Thelwall 2009). Perkembangan ini

diikuti oleh fenomena web sebagai media komunikasi dan dokumen yang
terekam dalam format web. Analisis webometrics merupakan salah satu alat

penting yang digunakan untuk mengukur secara kuantitatif dari aktivitas suatu
web (Shekofteh 2010). Kajian webometrics sering juga disebut analisis kuantitatif
dari fenomena web.
Bagi disiplin ilmu perpustakaan dan informasi kajian kuantitatif terutama
berkaitan dengan komunikasi ilmiah. Ini yang membawa ilmu perpustakaan
dan informasi memberi perhatian terhadap perkembangan literatur tercetak
(print-based literatures) dengan mengunakan prinsip matematika dan statistik,
atau yang secara tradisional disebut Bibliometrika. Selain perkembangan literatur
secara umum, beberapa kelompok juga mengunakan analisis statistik untuk
mengkaji pola perkembangan penelitian secara khusus di bidang ilmu-ilmu fisika
dan biologi, sehingga disebut sebagai kajian scientometrics. Kedua fokus
kajian

ini oleh Brookes di anggap sebagai bagian dari informetrics.

(Pendit 2003)

8

Kajian webometrics mengadopsi metode yang digunakan oleh ilmu

perpustakaan dan informasi terutama pendekatan bibliometrika. Bjorneborn dan
Ingwersen (2004) menyatakan bahwa :
“Ilmu perpustakaan dan informasi dan bidang yang berkaitan dengan
ilmu

sosial,

ilmu

pengetahuan

dan

penelitian

teknologi

telah

mengembangkan berbagai teori dan metodologi termasuk webometrics

tentang aspek kuantitatif bagaimana berbagai jenis informasi yang
dihasilkan, diorganisasikan, disebarluaskan dan penggunaan dari pemakai
yang berbeda konteks.”

Pernyataan ini menunjukan kajian webometrics merupakan kajian yang
mengunakan metode dari berbagai disiplin termasuk metode bibliometrika yang
digunakan dalam kajian ilmu perpustakaan dan informasi.
Lebih lanjut Bjorneborn dan Ingwersen mengambarkan dengan bentuk
elips keterkaian antara kajian ilmu perpustakaan dan informasi dari informetrics,
bibilometrics,

scientometrics,

hingga

webometrics.

ketumpang tindihan dari bidang kajian tersebut.

9


Serta

mengambarkan

Gambar 1.2 Hubungan disiplin antara infor-.biblio-/sciento-/cyber-/webo-metrics
Sumber: Jacobs 2010

Dari gambar di atas menunjukan bahwa webometrics merupakan bagian
dari kajian informetrika, dengan memanfaatkan metode bibliometrics serta
scientometrics dalam cybermetrics merupakan kajian yang lebih luas di
bandingkan dengan webometrics. Penjelasan ini sesuai dengan Bar-Iian (2008)
yang menyatakan bahwa” Webometrics didefinisikan sebagai sub-bagian dari
informetrics. Bjorneborn (2004) memuat sebuah kerangka defenisi dengan
menyatakan bahwa webometrics merupakan “ Sebuah kajian aspek kuantitatif
dari konstruksi dan penggunaan sumber daya informasi, struktur dan teknologi
Web yang digambarkan dalam pendekatan bibliometrika dan informetrika”.
Definisi di atas juga meletakan webometrics sebagai sebuah kajian ilmu
perpustakaan dengan istilah spesifik yang berkaitan dengan bibliometrika dan
infometrika. Memanfaatkan metode tersebut untuk mengkaji dokumen terekam

dalam bentuk web. Untuk menjelaskan hubungan antara cybermetrics dengan
webometrics yang menjadi istilah sinomin

dalam ilmu perpustakaan dan

informasi yang muncul dari berbagai penelitian. Seperti defenisi yang
dikemukakan oleh Sen (2004) cybermetrics merupakan:
10

“cabang pengetahuan yang menggunakan teknik matematika dan statistik
untuk mengkuantifikasi situs Web atau komponennya dan konsep;
langkah-langkah pertumbuhan mereka, stabilitas, propaganda, dan
penggunaan;

memeriksa keaslian

isi;

menetapkan


hukum

yang

mengatur faktor-faktor, mempelajari efisiensi sistem informasi cyber, jasa,
dan produk; dan menilai dampak usia cyber pada masyarakat.”

Bjorneborn mencoba memisahkan kedua konsep tersebut dengan
memberikan defenisi cybermetrics sebagai “Kajian aspek kuantitatif dari
konstruksi dan penggunaan sumber daya informasi, struktur dan keseluruhan
teknologi internet yang digambarkan dalam pendekatan bibliometrik dan
informetrik”. Penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan cybermetrics dengan
webometrics dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini :

Gambar 2.2 Cakupan isi Cyberspace
Sumber: Aguillo 2009

11

Dari gambar di atas terlihat jelas bahwa kajian webometrics merupakan

bagian dari kajian cybermetrics, webometrics hanya berfokus kepada content dari
webspace

yang sifatnya publik. Pada kajian cybermetrics objek kajian

adalah seluruh content dalam format elektronik. Namun kedua disiplin ini samasama mengunakan pendekatan metode bibliometrics dan informetrics.

2.2 Ruang Lingkup kajian Webometric
Web merupakan objek dalam kajian webometrics, dengan demikian
gabungan dari kontruksi serta sisi penggunaan dari web menjadi bahan kajian.
Ada empat cakupan penelitian dalam webometrics yang dikemukakan oleh
Bjorneborn dan Ingwersen (2004) yaitu ; (1) Analisis konten halaman web,
(2)Analisis struktur link web, (3) Analisis penggunaan web (memasukan log file
dari pemakai, pencarian dan prilaku penelusuran, (4) Analisis teknologi
Web (termasuk kemampuan mesin pencari). Thelwall (2007) mengindektifikasi
beberapa analisis dengan pendekatan webometrics yaitu; analisis link, analisis
sitasi web, evaluasi search engine dan kajian deskriptif murni dari sebuah web
termasu juga penambahan analisis dari aplikasi web 2.0. penjelasan lebih lanjut
di jabarkan pada poin-poin di bawah ini:
a. Analisis Link

Link analisis adalah studi kuantitatif hyperlink antar halaman web.
Penggunaan link

bibliometrics digagas oleh Ingwersen.

Factor (WIF), tercipta melalui analogi
dan hyperlink memungkinkan

Web Impact

JIF (Jounal impact factor) ,

dapat digunakan oleh peneliti

bibliometrika dengan cara analogi dengan kutipan. Sebagai contoh ;
Standar WIF mengukur jumlah rata-rata link per halaman untuk ruang web

12

(misalnya, sebuah situs web atau seluruh negara) dari eksternal halaman.

Hipotesis yang mendasari analisa link awal adalah bahwa jumlah link
menargetkan situs web akademis mungkin sebanding dengan produktivitas
penelitian yang memiliki organisasi, pada tingkat perguruan tinggi ,
departemen , kelompok penelitian , atau ilmuwan individu.

b. Analisis Sitasi Web
Beberapa penelitian webometrics telah difokuskan tidak hanya pada situs
web

tetapi pada publikasi

akademik;

menggunakan

web

untuk

menghitung seberapa sering artikel jurnal dikutip dan juga melihat apakah

web dapat menghasilkan bukti-bukti penggunaan yang lebih luas,
termasuk komunikasi ilmiah informal dan untuk aplikasi komersial.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa Hasil penghitungan
kutipan berbasis Web berkorelasi secara signifikan dengan jumlah kutipan
ISI (Institute for Scientific Information) di berbagai disiplin ilmu.

c. Search engine (Mesin pencari web)
Evaluasi search engine (mesin pencari web) merupakan bagian dari
kajian Webometrics yang mengukur sejaumana kemampuan crawler serta
indeks yang dicakup oleh setiap mesin pencari serta melihat konsistensi
dari hasil yang dapat di temukan oleh mesin pencari tersebut indeks
merek, pengukuran dapat dilihat dari hits berdasarkan query yang di minta.

d. Menjabarkan Sebuah Web
Analisis webometrik juga mencoba untuk menjabarkan secara deskriptif

13

seperti jumlah halaman, jumlah tag yang dibukakan, aplikasi web yang
digunakan serta melihat kelancaran akses link pada sebuah web.

e. Pengukuran Web 2.0
Pengukuran dari aspek kuatitatif bagaimana menciptakan, menyebarkan
dan mengunakan sumber daya Web 2.0, struktur dan teknologinya. Jenis
web ini seperti web blog, wiki dan jejaring sosial.

14

2.3 Parameter Webometrics dan Indikator
Dalam berbagai penelitian dalam webometrics ada dua pendekatan yang
digunakan untuk mengukur web sebuah institusi yaitu, Web impact factor dan
WRWU (Webometrics Ranking of World University). Perbedaan keduanya
terletak pada bobot indikator serta penambahan bobot aktifitas web yang di
gunakan dalam metode WRWU. Dalam kajian webometrics ada dua indikator
utama yang di jadikan acuan memperingkat (Avemaria 2010) :
a. Seberapa banyak jumlah bahan publikasi dari sebuah institusi atau
individu di dalam web.
b. Visibility dan impact dari halaman web yang diukur dengan sitasi atau
link yang mereka terima.

2.3.1 Web Impact Factor
WIF adalah Impact factor dari versi web. WIF pertama sekali di
perkenalkan oleh Ingwersen tahun 1998.

Pada dasarnya perhitungan sama

dengan prinsip yang diadopsi dari Journal Impact Factor (JIF). WIF mengukur
dengan menjabarkan jumlah halaman web dalam suatu situs web yang menerima
link dari situs Web lain, dibagi atas jumlah publikasi halaman Web dalam suatu
situs Web yang terakses crawler. WIF merupakan bagian dari metodologi
webometrics, yang merupakan pengukuran relatif sejauh mana situs di link oleh
situs lain dan dianalogikan dengan mengitung kutipan pada dokumen tercetak
(Jeyshankar 2009). Terdapat tiga jenis dari penghitungan WIF yaitu; WIF-simple,
WIF-revised and WIF-overall. Seri dari pengukuran WIF dengan istilah lain yang
dikemukakan oleh Ingwersen dalam Rowlansd (1999) :
a. Self-link web impact factor: pengukuran antara intensitas link dengan

15

halaman web yang ada di dalam sebuah situs atau domain.
b. External web impact factor: pengukuran dari intensitas link dari situs atau
domain lain.
c. Overall web impact factor: mengukur intensitas seluruh link dari sebuah
situs atau domain.
Formulasi

serta

indikator

yang

digunakan

dalam

Web

Impact

Factor adalah sebagai berikut (Jalal 2009) :
WIF Simple = D/A WIF Revised = B/A WIF Selflink = C/A

A = Total jumlah halaman web
B = Jumlah dari exsternal link ( backlinks)
C = Jumlah dari self-link
D = Total jumlah link ke web

Evaluasi website dengan mengunakan WIF selflink lebih mencerminkan
stuktur logis yang digunakan untuk mengatur halaman web di server lokal
(Ingwersen 1998), dengan kata lain persentase selflink mengambarkan navigasi
serta kemudahan akses ke halaman-halaman web

yang tersedia. Analisis

WIF selflink kurang bermakna dibandingkan dengan WIF inlink (external),
karena mayoritas selflink dalam sebuah situs web dapat dibuat untuk keperluan
navigasi daripada mendukung isi dari halaman yang dituju. (Thelwal 2000).
Ada beberapa tujuan penggunaan metode WIF yang dikemukakan
oleh Noruzi (2006) adalah:
a. Metode analisis WIF menyajikan sebuah metodologi untuk mengevaluasi
"Visibilitas Internasional " dan dampak situs web kelembagaan dan

16

akademik, serta hubungan kompetitif ke situs web lain. The WIF dapat
dianggap sebagai alat yang berguna untuk mengukur relatif visibilitas dari
sebuah perusahaan, organisasi, atau negara di Web.
b. WIF menyediakan cara untuk mengevaluasi kepentingan relatif suatu situs
web, terutama ketika kita membandingkannya dengan di bidang yang
sama atau domain negara. Oleh karena itu, untuk membandingkan web
situs kita harus tetap berpegang pada kategori tertentu.
c. WIF untuk nasional, sektor, dan segmen web yang lebih besar atau
domain tertinggi dapat di hitung.
d. WIF memberikan indikator kuantitatif situs web yang berpengaruh
jangka panjang.
e. WIF pada gilirannya memberikan wawasan baru ke dalam proses
temu kembali di web. misalnya, cluster situs web dapat dideteksi dengan
cara kerja link yang co-occurence. Selain itu, The WIF dapat dianggap
sebagai alat untuk mengukur ketepatan kinerja mesin pencari dan
organisasi situs web, menghubungkan, dan penataan halaman.

2.3.2 Parameter WRWU (Webometrics Ranking of World Universities)
WRWU
dimensi dan

ini

menyimpulkan
tercermin

bahwa kegiatan universitas yang

dalam

kehadiran

web.

Karena

itu,

multicara

terbaik untuk membangun peringkat adalah menggabungkan sekelompok
indikator yang mengukur aspek-aspek yang berbeda. Almind & Ingwersen
mengusulkan salah satu indikator Web pertama yakni Web Impact Factor (WIF),
berdasarkan analisa link yang menggabungkan jumlah inlinks eksternal dan
jumlah halaman situs web, rasio 1:1 antara Visibilitas dan Size. Rasio ini

17

digunakan untuk peringkat, tetapi menambahkan dua indikator baru untuk
komponen ukuran: Jumlah dokumen, diukur dari jumlah Rich File yang dimiliki
oleh sebuah web domain, dan jumlah publikasi yang dikumpulkan oleh database
Google Scholar. Seperti yang telah disebutkan, empat indikator diperoleh dari
hasil kuantitatif yang disediakan oleh mesin pencari utama sebagai berikut:
Size (S). Jumlah halaman yang ditemukan dari empat mesin: Google,
Yahoo, Bing dan Exalead. Untuk hasil dari setiap mesin, hasilnya logdinormalisasi ke 1 untuk nilai tertinggi. Lalu untuk setiap domain, hasil
maksimum dan minimum tidak

termasuk dan setiap

institusi diberikan

sebuah peringkat menurut jumlah gabungan.
Visibilitas (V). Jumlah total tautan eksternal yang unik yang diterima
(inlinks) oleh sebuah situs yang diperoleh dari Yahoo Search. Hasilnya di logdinormalisasi ke 1 untuk nilai

tertinggi

dan

kemudian

dikombinasikan

untuk menghasilkan peringkat.
Rich Files (R). Setelah evaluasi terhadap relevansi mereka untuk kegiatan
akademik dan publikasi dan mempertimbangkan volume dari format file yang
berbeda, berikut ini dipilih: Adobe Acrobat (pdf.), Adobe PostScript (ps.),
Microsoft Word (doc) dan Microsoft Powerpoint (.ppt). Data ini diambil
menggunakan Google dan menggabungkan hasil untuk setiap filetype setelah lognormalisasi dengan cara yang sama seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Scholar (Sc). Google Scholar menyediakan jumlah tulisan dan kutipan
untuk setiap domain akademik. Hasil dari database Scholar menggambarkan
makalah, laporan dan item akademis lainnya.

2.4 Peran Perpustakaan dalam Meningkatkan Perangkingan Webometrics

18

Untuk mendapatkan rangking yang baik di webometrics tentu dibutuhkan usaha
dan kerja keras. Pengembangan kegiatan perpustakaan perlu dilakukan untuk
dapat mendukung pemeringkatan dalam webometric. Beberapa kegiatan
pengembangan yang dapat diimplementasikan oleh perpustakaan, yaitu:
1. Pengembangan Koleksi Digital
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah memberi dampak
bertambahnya jenis koleksi pada perpustakaan, yaitu koleksi digital. Dengan
adanya jaringan Internet dan media komputer, menuntut adanya koleksi digital
dalam penelusuran informasi yang cepat dan tersedia setiap saat.
Menurut African Digital Library (2002,1), yang dimaksud dengan koleksi digital
(digital collections) adalah:
This is an electronic Internet based collection of information that is
normally found in hard copy, but converted to a computer compatible
format. Digital books seemed somewhat slow to gain popularity, possible
because of the quality of many computer screens and the relatively short
'life' of the Internet. This seemingly slow start to the use of eBooks should
be seen in the context of the hundreds, if not thousands of years it took to
move from the verbal to the written - initially on rock, clay tablets,
animal skins, papyrus scrolls and finally, to modern paper.

Dalam kutipan tersebut di atas koleksi digital adalah koleksi informasi dalam
bentuk elektronik berbasis internet yang umumnya terdapat dalam koleksi cetak,
yang dapat diakses secara luas menggunakan media komputer dan sejenisnya.
Tartojogja (2008,1) menyatakan “koleksi digital disini dapat bermacam-macam,

19

dapat berupa buku elektronik, jurnal elektronik, database online, statistik
elektronik, dan lain sebagainya”.
Koleksi digital dapat terdiri atas beberapa jenis dokumen (file type) yaitu setiap
program yang berbeda akan menghasilkan jenis dokumen yang berbeda pula
sesuai dengan program yang digunakan, perbedaan itu dapat dilihat dari gambar
icon dokumen atau yang lebih umum adalah tiga huruf yang tertera setelah tanda
titik pada judul dokumen. Misalnya “judul.doc” menunjukkan dokumen tersebut
dibuat dengan program Microsoft Word, “judul.xls” menunjukkan dokumen
tersebut dibuat dengan program Microsoft Excel, dan banyak lagi ragamnya.

2. Pengembangan Sumber Bahan Pustaka Elektronik
Perpustakaan bukan lagi hanya memiliki koleksi tercetak saja tetapi diharapkan
memiliki koleksi dalam bentuk elektronik yang terpasang secara on-line.
Pengguna perpustakaan telah mengenal internet dan sudah menjadikan internet
untuk mengakses informasi suatu perpustakaan on-line.
Suatu perpustakaan dalam mengadakan bahan pustaka elektronik untuk memenuhi
kebutuhan penggunanya, dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti yang
dikatakan oleh Cleveland (1998, 4) terdapat tiga metode yang dapat digunakan
dalam proses membangun koleksi digital, yaitu:
1. Digitalization, converting paper and other media in existing
collections to digital form.
2. Acquicition of original digital works created by publisher and
scholars.
3. Access to external materials not held in-house by providing pointers
to Web sites, other library collections, or publishers’ servers.

20

Pendapat di atas dapat dijabarkan lagi sebagai berikut:
1. Digitalisasi (Digitalization)
Salah satu cara yang umum dilakukan dalam membangun koleksi digital adalah
dengan mengubah bahan pustaka tercetak yang dimiliki ke bentuk digital. Seperti
pendapat Tartojogja (2008, 2) “digitalisasi merupakan proses alih media dari
cetak atau analog ke dalam media digital atau elektronik melalui proses scanning,
digital photograph atau teknik lainnya.” Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Sulistyo (2001,5) ”digitalisasi (digitalization) artinya mengubah informasi dari
bentuk tradisional ke bentuk terbacakan secara digital (digitally-readable version)
terhadap dokumen.”
Diperlukan pertimbangan sebelum melakukan proses digitalisasi, karena proses
digitalisasi memerlukan waktu, tenaga ahli, biaya, alat dan sarana (Tartojogja
2008, 2). Investasi yang diperlukan pun tidak sedikit, penting untuk diperhatikan
masalah penentuan skala prioritas koleksi yang harus digitalisasi dan tidak, hal ini
dikarenakan tidak semua koleksi „dapat‟ dan perlu dialih mediakan. Cleveland
(1998, 5) menyatakan bahwa ada enam hal yang dapat menjadi pertimbangan bagi
perpustakaan untuk melakukan digitalisasi koleksinya, yaitu:
1. Collection strenghts
Kekuatan koleksi

(Collection strenghts) adalah jika sebuah

perpustakaan memiliki koleksi yang dalam jumlah yang besar dan
banyak dibutuhkan oleh pengguna maka perlu untuk menseleksi
bahan pustaka yang penting dan melakukan digitalisasi terhadap
koleksi penting tersebut.

21

2. Unique collections
Keunikan

koleksi

(Unique

collections)

adalah

jika

sebuah

perpustakaan memiliki beberapa judul bahan dalam jumlah sedikit
(hanya satu) dan koleksi tersebut merupakan bahan yang bersejarah
atau tidak diterbitkan lagi, maka perlu dilakukan pendigitalisasian
.
3. The priorities of user communities
Prioritas pengguna (The priorities of user communities) adalah jika
sebuah perpustakaan mendapat permintaan atau adanya kurikulum
dari penggunanya untuk mendigitalisasikan bahan-bahan pustaka
tertentu.

4. Manageable portions of collections
Memanajemen sebagian dari koleksi (Manageable portions of
collections) adalah jika sebuah perpustakaan memiliki bahan pustaka
yang sudah jarang pembacanya, maka dengan kebijakan perpustakaan
dapat

memisahkan

bahan

pustaka

tersebut

dan

mendigitalisiasikannya.

5. Technical architecture
Arsitektur teknis (Technical architecture) adalah sebuah faktor yang
menentukan siapa mendigitalisasikan apa. Perpustakaan harus
memiliki arsitektur teknis untuk mendukung tugas-tugas koleksi
digital tertentu.

22

6. Skill of staff
Keahlian staff (Skill of staff) adalah kemampuan tertentu yang
dibutukan dalam pendigitalisasian bahan pustaka.

2. Akuisisi Karya Digital Asli (Acquicition of original digital works)
Membangun koleksi digital juga dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengadaan koleksi melalui penyedia koleksi digital atau database digital baik
membeli atau berlangganan. Sehingga Perpustakaan mampu menyediakan koleksi
digital untuk memenuhi kebutuhan Pengguna Perpustakaan. Tartojogja (2008,3)
mengemukakan “Ebscohost dan Proquest adalah dua contoh database yang saat
ini cukup „laris‟ dan menjadi primadona bagi perpustakaan perguruan tinggi yang
ingin menyediakan koleksi digital seperti di UGM, UNY, UI, UNIBRAW,
UNAIR, USU dan banyak lagi.”
Pengadaan koleksi digital dengan metode ini masih terbilang mahal. Seperti yang
ditulis oleh Tartojogja (2008, 3) ”…database Ebsco untuk berlangganan per tahun
diperlukan dana sekitar 100 juta”. Sehingga tidak semua Perpustakaan memiliki
dana yang mencukupi untuk pengembangan koleksi digital dengan menggunakan
metode berlangganan atau membeli.
3.Akses ke Sumber Eksternal (Access to external materials)
Selain perpustakaan banyak juga suatu perorangan maupun lembaga yang
membangun suatu situs yang menyediaan sekumpulan informasi tertentu yang
sifatnya gratis, dengan demikian metode ini tidak membutuhkan dana yang besar
karena memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia secara gratis, Tartojogja
(2008, 3) menyatakan:

23

Metode ini dapat dilakukan dengan cara membuka link atau jaringan ke
server yang disediakan oleh rekanan, penerbit atau institusi lain yang
mungkin mempunyai kesepakatan dengan perpustakaan, menyediakan
fasilitas link ke sumber-sumber informasi penting yang disediakan secara
gratis dan sesuai dengan kebutuhan pengguna yang dilayaninya.

4. Pengembangan e-book
Buku elektronik (e-book) adalah versi elektronik dari buku. Jika buku
pada umumnya terdiri dari kumpulan kertas yang dapat berisikan teks atau
gambar, maka buku elektronik berisikan informasi digital yang juga dapat
berwujud teks atau gambar. Dewasa ini buku elektronik diminati karena
ukurannya yang kecil bila dibandingkan dengan buku, dan juga umumnya
memiliki fitur pencarian, sehingga kata-kata dalam buku elektronik dapat dengan
cepat dicari dan ditemukan. Terdapat berbagai format buku elektronik yang
populer, antara lain adalah teks polos, pdf, jpeg, lit dan html.
Menurut Ahmad (2009, 1) menyatakan bahwa:
"E-book adalah singkatan dari Elektronic Book atau buku elektronik. Ebook tidak lain adalah sebuah bentuk buku yang dapat dibuka secara
elektronis melalui komputer. E-book ini berupa file dengan format
bermacam-macam, ada yang berupa pdf (portable document format) yang
dapat dibuka dengan program Acrobat Rader atau sejenisnya. Ada juga
yang dengan bentuk format html, yang dapat dibuka dengan browsing atau
internet eksplorer secara offline. Ada juga yang berbentuk format exe."

24

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa e-book (buku elektronik)
adalah buku yang dikemas dalam format elektronik yang dapat kita peroleh dan
kita buka dengan memanfaatkan komputer. Kita dapat menyimpan berapa banyak
buku elektronik dalam sebuah flashdisc dan dapat kita bawa ke mana-mana,
sedangkan buku dalam format tercetak kita akan mengalami kesulitan untuk
membawanya ke mana-mana dalam jumlah yang banyak. Pembuatan buku dalam
format elektronik juga merupakan satu usaha untuk melestarikan informasiinformasi yang terdapat dalam buku tercetak. Buku dalam format tercetak lebih
mudah mengalami kerusakan dan biaya perawatannya pun lebih mahal, maka dari
itu akan lebih baik jika dilakukan transfer data/informasi dari buku ke buku
elektronik (e-book) untuk menjaga kelestarian informasi yang ada.
Koleksi e-book yang ditampilkan dalam repository perpustakaan akan
lebih memiliki kontribusi yang signifikan terhadap webometric, jika koleksi ebook tersebut merupakan hasil karya sivitas akademika. Strategi yang dapat
dilakukan yaitu:
a. meng-upload koleksi e-book yang ditulis oleh staf pengajar atau sivitas
akademika.
b. Mengalihmediakan buku-buku karya sivitas akademika dan di-upload
ke dalam koleksi e-book
5. Pengembangan Artikel Elektronik (e-article)
Artikel elektronik (e-article) adalah artikel yang dikemas dalam format
elektronik. Artikel elektronik dapat kita temukan dalam jurnal elektronik atau
dalam bentuk artikel lepas.
Menurut Thewall (2010, 1) menyatakan bahwa:

25

"Electronic articles are articles in scholarly journals or magazines that
can be accessed via electronic transmission. The are a specialized form of
electronic document, with a specialized content, purpose, format,
metadata, and availability-they consist of individual articles from
scholarly journals or magazines (and now sometimes popular magazines),
they have the purpose of providing material for academic research and
study..."

Dengan kata lain pendapat di atas menunjukkan bahwa artikel elektronik
adalah artikel yang terdapat dalam jurnal atau majalah ilmiah yang dapat diakses
melalui transmisi elektronik. Artikel elektronik merupakan bentuk khusus dari
dokumen elektronik, dengan konten khusus, tujuan, format dan metadata. Artikel
elektronik ini ditujukan untuk penyediaan informasi, baik untuk kegiatan
pendidikan maupun sebagai bahan rujukan untuk penelitian akademik. Artikel
elektronik dapat ditemukan dalam jurnal online (elektronik), sebagai versi online
dari artikel yang terbit dalam jurnal tercetak.

6. Pengembangan Jurnal elektronik (e-Journal)
Jurnal elektronik merupakan sekumpulan artikel dari berbagai sumber,
biasanya jurnal Ilmiah, majalah, surat kabar yang dikumpulkan dalam satu
database dan dapat diakses secara online, dan umumnya harus dilanggan. Isinya
ada yang berbentuk abstrak dan teks penuh (fulltext).
Alasan perpustakaan berlangganan E-journal adalah:
a. Paradigma Baru perpustakaan
b. Tuntutan Pengguna

26

c. Keterbatasan Ruangan perpustakaan
d. Keuntungan File Elektronik
Menurut Surjono (2009, 1); "E-journal adalah publikasi dalam format
elektronik dan mempunyai ISSN (International Standard Serial Number)."
Menurut Tresnawan (2010, 2); "E-journal adalah terbitan serial seperti
bentuk tercetak tetapi bentuk elektronik, biasanya terdiri dari tiga format, yaitu
teks, teks dan grafik, serta full image (dalam bentuk pdf)."
Dari kedua pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa jurnal
elektronik adalah sekumpulan artikel atau jurnal ilmiah dalam format elektronik,
mempunyai ISSN (International Standard Serial Number) sehingga informasi
yang terkandung di dalam nya dapat dipercaya. Jurnal elektronik biasanya terdiri
dari tiga format yaitu teks, teks dan grafik, serta full image.
Format e-journal kini mulai banyak diminati pengguna perpustakaan
karena perubahan paradigma dan kebiasaan membaca dokumen elektronik yang
lebih efisien dalam hal tenaga, ruang, waktu dan biaya. Ada banyak keuntungan
dan kemudahan dalam memanfaatkan file elektronik dibandingkan dengan file
tercetak.
7. Pengembangan e-grey literature atau pengembangan e-locall content
Grey literature atau literatur kelabu adalah koleksi yang tidak diterbitkan
secara luas yang terdiri dari skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian.
Apabila perpustakaan perguruan tinggi sudah me-digital-kan koleksi tersebut,
potensi untuk meningkatkan peringkat webometric sangat besar.

27

8. Meng-upload berita dan informasi
Mempublikasikan setiap pengumuman, berita, dan informasi yang terkait
dengan perpustakaan dalam bentuk file yang bervariasi. Misalnya, publikasi
semua kegiatan perpustakaan dalam bentuk file video dan di-upload dalam
youtube.

9. Mempublikasikan ppt seminar/talk show secara online
Mempublikasikan secara online setiap makalah kegiatan (dalam bentuk
.ppt) yang di-create oleh perpustakaan dan corner perpustakaan baik yang
dilaksanakan di ruang publik atau di ruang parlinah.

10. Resensi Buku
Menggalakan resensi buku koleksi perpustakaan bagi seluruh staf
perpustakaan secara umum dan secara khusus bagi pustakawan dalam hal ini akan
ditarget dalam satu bulan minimal 5 buku yang dapat diresensi. Selanjutnya
resensi tersebut di-upload dalam website berbentukfile .doc atau .pdf.
Terdapat juga saran dari webometrics.info agar situs Web perguruan tinggi
mendapatkan rangking pada webometrics (CCHS-CSIC, 2009, 1-3 ), yaitu:
1. Penamaan URL
Tiap institusi harus memilih domain institusi yang unik yang dapat
digunakan oleh semua situs Web institusi tersebut. Sangat penting
untuk tidak merubah domain institusi sebab akan membuat bingung
dan berdampak pada menghilangnya nilai visibility. Pembuatan
domain alternatif atau mirror tidak diperbolehkan. Gunakan singkatan

28

yang dikenal baik dan deskripsi institusi seperti nama kota pada nama
domain.

2. Pembuatan Konten
Keberadaan situs Web yang tinggi hanya dapat terjadi jika didukung
oleh kelompok penulis yang besar. Cara terbaik untuk melakukannya
adalah mengijinkan proporsi yang besar dari staff, peneliti, dan
mahasiswa yang telah lulus untuk menjadi penulis potensial.
Sistem distribusi penulisan dapat dilakukan dengan beberapa
tingkatan berikut ini:


Organisasi Pusat dapat bertanggung jawab untuk membuat
panduan dan informasi institusional.



Perpustakaan, pusat dokumentasi dan layanan yang sejenis dapat
bertanggung jawab membuat database yang besar, termasuk
bibliografi juga repositori yang besar (thesis, pre-prints, dan
laporan-laporan)



Perorangan atau tim harus menajemen situs Web mereka sendiri,
dan memperkaya arsip mereka.

Dapat juga menggunakan sumber eksternal sebagai pihak ketiga dan
meningkatkan visibility, seperti: konferensi situs Web, software
repositori, komunitas peneliti dan publikasi mereka, khususnya jurnal
elektronik.

29

3. Konversi Konten
Sumber penting yang tersedia tidak dalam format elektronik dapat
dikonversi ke halaman Web dengan mudah. Kebanyakan universitas
memiliki rekaman kegiatan yang dapat dipublikasikan di situs Web
historis.
Sumber lain juga dapat dikonversi, termasuk laporan lampau atau
koleksi gambar.

4. Interlinking
Web adalah sebuah kitab yang penuh dengan teks “hipertextual
corpus” dimana link menghubungkan setiap halaman-halamannya.
Jika konten tidak diketahui (desain buruk, informasi terbatas, minor
bahasa), kualitasnya rendah, situs tersebut kemungkinan akan
mendapat sedikit link dari situs lainnya.
Mengukur dan mengklasifikasikan link-link dari yang lain merupakan
hal yang sia-sia. Link didapatkan dari mitra institusi baik lokal
maupun regional, direktori situs dari organisasi yang sejenis, portal
topik situs, kolega atau mitra halaman personal. Halaman harus
memiliki pengaruh dalam komunitas. Periksalah halaman yang
terlepas dari link.

5. Gunakan bahasa Inggris
Pengguna situs adalah global, sehingga gunakanlah bahasa yanga
dapat dimengerti secara global, khususnya bahasa Inggris, tidak

30

hanya pada halaman utama tetapi pada setiap bagian dan khususnya
pada dokumen-dokumen.

6. Rich dan media file
Walaupun html merupakan format standar halaman Web, kadangkadang lebih baik menggunakan format rich file seperti Adobe
Acrobat PDF atau MS Word DOC untuk memudahkan dalam
distribusi dokumen. PostScript merupakan format yang populer di
area tertentu (ilmu fisika, teknik, matematika) tetapi format tersebut
akan sulit untuk dibuka, sebaiknya tetap menyediakan alternatif
dalam format PDF.
Peningkatan Bandwidth, sehingga baik dalam investasi arsip dalam
semua media pada repositori Web. Koleksi video, interviews,
presentations, animated graphs, bahkan gambar digital dapat menjadi
sangat bermanfaat dalam waktu panjang.

7. Search engine friendly designs
Hindari menu-menu yang berbasis Flash, Java atau JavaScript yang
dapat memblok akses robot. Direktori yang jauh atau link yang
kompleks dapat memblok robot juga. Databases and even highly
dynamic pages can be invisible for some search engines, so use
directories or static pages instead or as an option.

31

8. Popularitas dan statistik
Jumlah kunjungan adalah penting, tetapi sama pentingnya untuk
memonitor asal mereka, distribusi dan alasan mengapa mereka
mengunjungi situs Web. Kebanyakan analisis log terkini menawarkan
tabel dan grafik yang menunjukkan relevansi data demografi dan
geografi, tetapi pastikan terdapat referensi yang menunjukkan dari
istilah atau kata apa yang digunakan untuk menelusur halaman Web
pada search engine. Halaman dan direktori popular juga relevan.

9. Archiving and persistence
Memanajemen copy material yang sudah usang di situs wajib
dilakukan. Kadang nilai informasi yang relevan hilang ketika situs
didesain ulang atau update dan tidak ada cara yang mudah untuk
mengembalikan halaman yang hilang.

10. Standar memperkaya situs
Gunakan judul yang bermakna dan deskripsi metatags dapat
meningkatkan visibility dari halaman-halaman. Ada juga standar
seperti Dublin Core yagn dapat digunakan untuk memasukkan info
penulis, keywords dan data lain tentang situs Web

32