Masa Depan Media dan Tantangan SDM Komun (1)

UNIVERSITAS INDONESIA

Masa Depan Media

dan Tantangan SDM Komunikasi

Oleh:
Maybi Prabowo
1406518755

PASCASARJANA ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2015

Masa Depan Media

dan Tantangan SDM Komunikasi
Penulis dan entrepreneur dunia digital asal Jerman, Monty Metzger
menyebut tiga kunci dari masa depan digital (digital future) adalah internet,
mobile, dan technology. Ketiga kunci tersebut telah dan terus akan

membawa kepada pola-pola industri baru yang meliputi bidang Digital
Healthcare, Digital Manufacturing, 3D Printing, Human Machine Interface,
Digital Money & Digital Cryptocurrencies, Future of Education, Artificial
Intelligence dan Robotics. 1
Kita tidak akan mengupas mendalam tentang berbagai bidang
industri yang berubah mengikuti revolusi digital. Namun kita mencoba
menguraikannya sedikit ke belakang berpijak kepada pandanganpandangan sosiologis dan memetakan tantangan bidang komunikasi ke
depan.

Paham Informationalism
Paham informationalism disodorkan oleh penulis buku "The Rise of
The Network Society, Manuel Castells sebagai sebuah paradigma untuk
melihat perkembangan teknologi baru. Castells menyatakan bahwa dasar
dari paham ini adalah kemampuan manusia untuk memproses informasi
dan komunikasi yang dihasilkan oleh pengolahan dan penerapan
microelectronik, software, dan teknik genetika 2. Dengan paham ini maka
masyarakat pada era informasi tidak lagi seperti masyarakat era industri
yang memroduksi barang-barang, namun fokus kepada pekerjaan jasa
(service) dan pengetahuan, memperdagangkan dan mengekstrasi nilai-nilai
pengetahuan dan menyebarkannya melalui network society.

Pandangan Castells mendasarkan diri kepada teori jaringan sosial
yang sudah lama dianut oleh banyak ilmuwan sosial. Informasi dan
komunikasi merupakan elemen dasar dari sebuah jaringan. Tanpa ada
informasi dan komunikasi maka jaringan tidak akan terbentuk. Castells
mengamati bahwa kekuatan teori jaringan menemukan momentum ledakan
yang luar biasa setelah digunakannya teknologi baru, yakni, seperti
1

Metzger, Monty, 27 April 2015, Digital Future and the State of Europe’s Digital
Ecosystem #Keynote, http://blog.monty.de/2015/04/digital-future-and-the-state-ofeuropes-digital-ecosystem-keynote/
2

Castells, M, 2004, Informationalism, Networks, And The Network Society: A
Theoretical Blueprint. In Castells, M. (Ed.), The Network Society: A Cross-Cultural
Perspective. Northampton, MA: Edward Elgar. Hal 11.

disampaikan oleh Metzger, internet, mobile, dan teknologi digital. Castells
memberikan kacamata kepada kita untuk mengamati perkembangan
masyarakat di dunia akhir-akhir ini mulai dari bidang ekonomi, politik
hingga kejahatan. Kacamata tersebut adalah jaringan sosial.

Berkebalikan dengan pandangan komunikasi massa yang tumbuh
pesat pada era industri, dengan pemahaman aliran informasi yang
cenderung top down (lihat teori jarum hipodermik, difusi inovasi, dan
agenda setting), maka komunikasi jaringan mengindikasikan adanya
pemberdayaan pada tingkatan mikro (micro level) melalui pemahaman
aliran informasi yang bersifat snowballing (menggelinding) dari tingkatan
mikro ke makro, meskipun bisa terjadi sebaliknya.
Informationalism menggarisbawahi bahwa, seperti dipahami selama
ini di dalam pandangan jaringan sosial, informasi merupakan modal
kekuatan yang menentukan status dan posisi seseorang di dalam jaringan.
Di sisi lain, jaringan sosial memiliki dasar komunikasi dyadic yang secara
alamiah akan membatasi dominasi pihak (actor) tertentu terhadap pihak
lain.

Tantangan di Level Messo
Secara tradisional, organisasi media menempati level messo yang
menghubungkan antara level mikro dan level makro di dalam jaringan
sosial. Organisasi media adalah 'gate keeper' atas arus informasi dan
mendapatkan keuntungan dari peran tersebut. Aktivitas agenda setting
dilakukan oleh organisasi media tradisional dengan asumsi bahwa media

tradisional memiliki keterbatasan ruang dan waktu.
Namun dengan perkembangan teknologi media baru, keterbatasan
tersebut tidak lagi menjadi masalah berarti. Pengguna media bisa memilih
sendiri atau memiliki agenda sendiri di dalam mengonsumsi informasi dari
media baru. Agenda yang dimiliki oleh para pengguna ini, yang terpantau
dari kecenderungan topik pembicaraan di media sosial, saat ini justru
mempengaruhi agenda media tradisional.
Mengacu kepada pandangan jaringan sosial, keberlangsungan hidup
organisasi media akan tergantung dengan keberadaannya di dalam jaringan
sosial tersebut. Saat arah komunikasi sudah tidak bisa dengan mudah
dikendalikan (gate keeping, agenda setting), maka peranan organisasi
harus menekankan daya adaptasi media tersebut terhadap dinamika
jaringan. Organisasi media memerlukan pekerjaan dengan cara lebih cerdas
berpegang kepada kredibilitas, sekaligus fleksibel terhadap perbedaanperbedaan.

Saat Digital Native Mengambil Peranan
Metzger di dalam video presentasinya secara lugas menyatakan
bahwa dua tiga tahun ke depam dari saat ini (2015), generasi digital native
mengambil peranan signifikan di dalam berbagai sisi kehidupan
masyarakat3. Istilah digital native dilontarkan oleh ahli pendidikan Marc

Prensky di dalam tulisannya "Digital Natives, Digital Immugrants". Sebagai
pendidik, Prensky mengkategorikan dua kubu generasi ini seperti di dalam
pengkategorian pengguna bahasa.
Prensky mengidentifikasi generasi digital natives melalui salah satu
cirinya bahwa mereka selalu membawa seperangkat alat komunikasi
(gadget) di dalam aktivitas sehari-hari. Mereka menggunakan perangkat
tersebut untuk mengekstensi diri mereka untuk membangun diri agar bisa
mencair dengan aktivitas sehari-hari. Mereka sudah sangat piawai
menggunakan bahasa teknologi sebagai bagian dari bahasa pergaulan di
antara mereka. Mereka mampu beradaptasi segera dengan lingkungannya
mengikuti kecepatan perkembangan teknologi terbaru dan tren yang cepat
berubah4.
Ahli pendiikan dari Kansas University, AS, Bad Cunningham
mengidentifikasi bahwa generasi digital immigrants masih memiliki aksen
bawaan yang membedakan dengan digital natives. Digital immigrants
sudah beraktivitas dengan menggunakan perangkat teknologi, namun
penggunaan
itu
bukan
satu-satunya

cara.
Mereka
masih
mengkombinasikannya dengan cara lama. Beberapa cirinya adalah mereka
masih menelpon untuk untuk mengonfirmasi bahwa emial telah terkirim,
menulis pesan dengan kata-kata yang lengkap, pergi ke perpustakaan lebih
dulu sebelum mereka mencarinya melalui internet 5.
Prensky menyimpulkan satu perbedaan utama antara natives dan
immigrants adalah di dalam hal pemrosesan informasi. Generasi natives
sangat cepat menyerap informasi dan berkomunikasi dengan sesama
mereka (melalui media sosial). Meskipun terdapat jurang perbedaan di
antara keduanya, namun kolaborasi antara digital natives dan immigrants
mau tidak mau masih terjadi hingga saat ini dan beberapa tahun ke depan.

3

Lihat video MOCOM 2020 - The Future of Mobile Media and
Communication, 5 Mei 2009, https://www.youtube.com/watch?
v=FScddkTMlTc


4

Prensky, Marc, 2001, Digital Natives, Digital Immigrants, On the Horizon (MCB
University Press, Vol. 9 No. 5, October 2001).
5

Cunningham, Brad, 2007, Digital Native or Digital Immigrant, Which Language Do
You
Speak?
http://www.nacada.ksu.edu/Resources/Clearinghouse/ViewArticles/Digital-natives-and-digital-immigrants.aspx

Pengamat teknologi dan inovasi Jeff deGraff, di dalam artikelnya yang
dimuat di laman Huffington Post, menyimpulkan apa yang bisa dipelajari
oleh masing-masing terhadap satu sama lain di antara dua generasi
tersebut. Generasi digital natives mengajarkan kepada digital immigrants
bagaimana cara berkolaborasi tanpa batas dengan beragam manusia;
bagaimana menciptakan di mana saja nilai-nilai di dalam kehidupan, dan
bagaimana memciptakan solusi yang bersifat horisontal. Di sisi lain digital
natives bisa belajar dari digital immigrants tentang; bagaimana mencapai
sasaran dengan cepat; bagaimana untuk fokus teehadap sumberdaya untuk

membangun sesuatu berskala besar; dan bagaimana mervitalisasi dan
membersadayakan kembali institusi-institusi yang ada6.
Bagaimanapun, apa yang saat ini berkembang pesat dan menjadi
bagian sehari-hari generasi digital natives adalah hasil temuan dari
generasi digital immigrants. Kolaborasi adalah kata kunci baru
menggantikan kompetisi. Sulit akan membayangkan susasana penuh
kompetisi
di
dalam
membangun
jaringan-jaringan
sosial
yang
menguntungkan satu sama lain. Bukan tidak mungkin, seperti disinggung
deGraff di artikel tersebut bahwa ke depan, generasi setelah natives akan
berkarakter seperti karakter immigrants. Bukankan jaman melaju dengan
cara berputar?

Monetisasi
Monetisasi berasal dari kata di dalam bahasa Inggris 'monetize' yang

secara sederhana berarti mengkonversikan aset menjadi uang 7. Industri
media tradisional memonetisasi asset mereka berupa banyaknya jumlah
pengguna (pemirsa, pendengar, pembaca) sebagai nilai rating yang
menentukan nilai monetisasinya (rate card). Perkembangan media baru
membuka peluang monetisasi jumlah pengguna ini bisa dilakukan oleh
siapa saja di dalam jaringan. Besarnya jumlah aktor di dalam jaringan
tersebut akan menentukan besarnya jumlah aset yang bisa dimonetisasi.
Contoh paling sukses adalah Facebook yang tahun lalu ditaksir
memiliki nilai kapitalisasi pasar mendekati 200 miliar USD. Aset utama
Facebook adalah jumlah akun pengguna aktif yang menurut penghitungan
situs statista.com per bulan mencapai 1,44 miliar pengguna aktif 8. Begitu
besarnya jumlah ini, hingga seorang pengamat membuat penyimpulan
6

DeGraff, Jeff, 16 Juni 2014, Digital Natives vs. Digital Immigrants,
http://www.huffingtonpost.com/jeff-degraff/digital-natives-vs-digita_b_5499606.html
7
8

http://www.investopedia.com/terms/m/monetize.asp#ixzz3bKt37cto


Statista, 2015, Number of monthly active Facebook users worldwide as of 1st
quarter 2015 (in millions), http://www.statista.com/statistics/264810/number-ofmonthly-active-facebook-users-worldwide/

bahwa satu dari tiap lima penduduk dunia memiliki akun Facebook aktif 9.
Akun pengguna yang memuat informasi pribadi seseorang yang jumlahnya
menentukan besarnya nilai kapitalisasi dari jaringan sosial seperti Facebook
tersebut membenarkan apa yang ditulis oleh guru besar filsafat dari
University of Connecticut, Michael P Lynch bahwa akun aktif seseorang di
media sosial adalah mata uang baru untuk membeli keterbukaan dan
kebebasan arus informasi10.
Bagi praktisi maupun pegiat
bidang komunikasi, monetisasi
merupakan peluang untuk mendapatkan hasil kerja secara profesional.
Selain peningkatan kemampuan untuk menunjang profesionalitas,
tantangan ke depan adalah meraih hasil dari monetisasi komunikasi dengan
porsi hasil bagi pengguna yang lebih besar dibanding saat ini, bukan jauh
lebih besar bagi pihak seperti Google dengan YouTube dan Bloggernya,
atau Facebook.


Inovasi, Kolaborasi dan Pemerataan
Era industrialisasi kental dengan semangat kompetisi. Namun apakah
semangat itu masih relevan untuk ke depan? Merebaknya jaringan sosial
melalui media baru tampaknya kurang 'sreg’ dengan semangat itu. Bahkan
di dalam level makro semangat kompetisi cenderung memudar. Di dalam
pengembangan kerja sama luar negeri untuk pembangunan, beberapa
negara Eropa seperti Inggris saat ini memberikan penekanan lebih besar
terhadap semangat inovasi dan kolaborasi 11. Semangat persaingan yang
cenderung memusatkan aliran sumber daya ke pihak-pihak penguasa
ekonomi maupun politik semata rupanya bukan jawaban atas apa yang
menjadi filosofi dari pembangunan itu sendiri.
Indonesia sebagai negara yang tertinggal mendapati masalahmasalah pelik sebagai tantangan di bidang komunikasi ke depan. Alwi
Dahlan di dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar ilmu
komunikasi UI, memandang bahwa tantangan bidang komunikasi bagi
bangsa-bangsa seperti Indonesia adalah pemerataan. Mengingat bahwa
kesenjangan, lebih spesifik kesenjangan digital (digital divide) adalah salah
satu hambatan pemerataan informasi tersebut. Dengan pemerataan, yang
9

Halleck, Thomas, 30 Januari 2015, Facebook: One Out Of Every Five People On
Earth Have An Active Account, http://www.ibtimes.com/facebook-one-out-everyfive-people-earth-have-active-account-1801240
10

Lynch, Michael P, 7 Mei 2015, The philosophy of privacy: why surveillance reduces
us to objects, http://www.theguardian.com/technology/2015/may/07/surveillanceprivacy-philosophy-data-internet-things
11

Leach, Anna,14 April 2015, Collaboration not competition: could this be the future
of development? http://www.theguardian.com/global-development-professionalsnetwork/2015/apr/14/collaboration-not-competition-could-this-be-the-future-ofdevelopment

artinya bisa menjadi ladang subur berkembangnya jaringan sosial, maka
kesenjangan-kesenjangan ini bisa diminimalkan.
Alwi Dahlan melansir empat sasaran pemerataan komunikasi
tantangan yang harus diatasi oleh para praktisi dan pegiat bidang
komunikasi, yakni; pemertaan akses komunikasi bagi setiap orang;
pemerataan teknologi; pemerataan prasarana komunikasi dan informasi,
dan pemerataan kesempatan berkomunikasi 12. Digitilalisasi spektrum
televisi untuk digunakan sebagai saluran internet merupakan peluang untuk
meningkatkan pemerataan di seluruh wilayah Indonesia. Namun hambatan
politik dan ekonomi masih menghalanginya, meskipun pemerintah masih
tetap dengan komitmennya yakni pada 2018 nanti. Dan sesuai apa yang
diramalkan oleh Metzger, momen perubahan besar itu akan terjadi di tahun
tersebut.

12

Dahlan, Alwi, 5 Juli 1997, Pemerataan informasi, komunikasi dan pembangunan:
Pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap ilmu komunikasi FISIP UI, Jakarta