TUGAS MATA KULIAH OSEANOGRAFI GEOLOGI Ba

TUGAS MATA KULIAH
OSEANOGRAFI GEOLOGI
“Bagian dan Pergerakan Lempeng Bumi”

Zufita Khairani
26020215130069
Oseanografi B
Dosen Pengampu :
Ir. Warsito Atmodjo, MSi
19590328 198902 1 001

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017

BAGIAN DAN PERGERAKAN LEMPENG BUMI
Bumi disebut juga “Planet Biru” karena tampak berwarna biru apabila dilihat dari luar
angkasa. Planet bumi sangat unik dalam Tata Surya karena terdapat air dalam tiga fasa (padat,
cair, dan gas) sehingga memiliki lautan dan kutub es serta terjadinya siklus hidrologi yang

berkesinambungan. Di bumi juga berlangsung proses geologis secara aktif, yaitu terjadinya
daur (siklus) geologi yang menyebabkan permukaan Bumi terus mengalami perubahan dan
peremajaan (rejufenation) sepanjang waktu (Mulyo,A., 2004: 33).
Menurut Mulyo,A.,(2004:38) berdasarkan pengukuran-pengukuran yang lebih akurat
menunjukkan bahwa Bumi itu tidak bulat benar-benar seperti bola, melainkan menyerupai
oblate spheroid, yaitu agak pepat pada kutub-kutubnya. Panjang jari-jari kutub 6.356,8 km
dan di ekuator 6.378,2 km dengan luas permukaan 510.100.954 km2 . Bentuk seperti ini
disebut Geoid, yaitu suatu bentuk yang berbeda dari bentuk planet- planet lainnya, dan hanya
dimiliki oleh Bumi (ellipsoid triaxial/krasovsky ellipsoid), dan tak dapat disamakan dengan
bentuk-bentuk geometris yang manapun. Secara teoritis pepatnya bola Bumi disebabkan
adanya rotasi sejak awal pembentukannya ketika Bumi belum padat. Akibatnya, pada bagian
yang searah dengan sumbu rotasi akan terjadi pemampatan, sedangkan yang tegak lurus, yaitu
yang searah dengan ekuator akan mengalami pengembangan

Gambar 1. Bentuk Bumi Bulat Pepat (Hidayat,P.,dkk.,1978:35)
A. Sejarah Terbentuknya Bumi
Bumi merupakan salah satu planet yang ada dalam sistem tatasurya kita yaitu pada
galaksi bimasakti. Banyak teori yang menyatakan asal mula pembentukan tata surya, salah
satunya yaitu teori nebula atau juga dikenal dengan teori kabut. Dalam teori ini diyakini
bahwa dahulu terdapat sekumpulan awan gas dan debu yang kemudian menyusut karena

adanya pengaruh gaya berat yang kemudian temperatur dan tekanannya bertambah sehingga
membentuk matahari. Matahari ini kemudian sambil berputar melepaskan materialnya yang
padat dan terbentuklah planet-planet (Iskandar, 2009).
Menurut Noor (2009), susunan interior bumi dapat diketahui berdasarkan dari sifat
sifat fisika bumi (geofisika). Sebagaimana kita ketahui bahwa bumi mempunyai sifat-sifat
fisik seperti misalnya gaya tarik (gravitasi), kemagnetan, kelistrikan, merambatkan

gelombang (seismik), dan sifat fisika lainnya. Melalui sifat fisika bumi inilah para akhli
geofisika mempelajari susunan bumi, yaitu misalnya dengan metoda pengukuran gravitasi
bumi (gaya tarik bumi), sifat kemagnetan bumi, sifat penghantarkan arus listrik, dan sifat
menghantarkan gelombang seismik. Sifat rambat kedua jenis gelombang ini sangat
dipengaruhi oleh sifat dari material yang dilaluinya. Gelombang P dapat menjalar pada
material berfasa padat maupun cair, sedangkan gelombang S tidak dapat menjalar pada materi
yang berfasa cair. Perpedaan sifat rambat kedua jenis gelombang inilah yang dipakai untuk
mengetahui jenis material dari interior bumi.

Gambar 2. Ilustrasi perambatan gelombang primer (P) dan sekunder (S)
Teori cara terbentuknya bumi yaitu :
1. Teori Kabut (Nebula)


Gambar 3. Ilustrasi Teori Nebula
Diperkenalkan oleh Immanuel Kant pada tahun 1755 serta Piere de Lalace pada tahun
1796. Dimana mereka berdua terkenal dengan teori kabut kant laplace. Dalam teori
tersebut mengatakan bahwa di dalam jagat raya terdapat gas yang berkumpul menjadi
kabut atau nebula. Dimana gaya tarik menarik antara gas yang kemudian membentuk
kumpulan kabut yang sangat besar serta berputar semakin cepat.Dimana proses

perputaran yang sangat cepat ini, materi kabut dibagian khatulistiwa terlempar dan
terpisah serta memadat yang disebabkan karena pendinginan.
2. Teori Planetisima

Gambar 4. Ilustrasi Teori Planetisima
Forest Ray Moulton seorang ahli astronomi asal amerika serta rekannya Thomas
C.Chamberlain ahli geologi, mengemukakan teori planestisimal hypothesis, bahwa
matahari terbentuk dari massa gas yang bermassa sangat besar, disaat ada bintang lain
yang melintas dan sangat dekat dan hampir terjadinya tabrakan. Terlalu dekatnya
lintasan mempengaruhi antara gaya gravitasi dengan dua bintang yang mengakibatkan
tertariknya gas serta materi ringan yang ada pada bagian tepi.
3. Teori Pasang Surut Gas (Tidal)


Gambar 5. Ilustrasi Teori Tidal
Teori yang dikemukakan James Jeans dan Harold Jefferey tahun 1918, bintang besar
yang mendekati matahari dengan jarak pendek, yang pada akhirnya membuat pasang
surut pada badan matahari, pada saat matahari dalam keadaan gas. Penyabab
terjadinya pasang surut air laut adalah massa bulan serta jauhnya jarak antara bulan ke
bumi 60 kali radius orbit di bumi.
4. Teori Bintang Kembar

Gambar 6. Ilustrasi Teori Bintang Kembar
Teori yang dikemukakan seorang ahli astronomi R.A Lyttleton, teori ini menerangkan
bahwa galaksi berawal dari kombinasi bintang kembar.
Dimana satu dari bintang itu meledak membuat banyak material yang terlempar,
sedangkan bintang yang tidak meledak itu disebut matahari dan bintang yang meledak
itu menjadi planet-planet yang mengelilingi matahari.
5. Teori Big Bang

Gambar 7. Ilustrasi Teori Bintang Kembar
Teori big bang menjelaskan bahwa bumi berasal dari puluhan milyar tahun yang lalu.
Dimana ada gumpalan kabut yang sangat besar berputar pada porosnya. Putaran itu
memungkinkan bagian-bagian kecil terlempar sedangkan bagian besar menjadi satu

dan menjadi pusat pembentukan cakram raksasa.
B. Interior Bumi
Secara umum, bumi terdiri dari daratan (benua, pulau-pulau, lembah-lembah, dan
pegunungan) serta lautan (lembah, palung, dan pegunungan bawah laut). Puncak gunung
tertinggi 8,850 m dpl (Mount Everest, Pegunungan Himalaya), sedangkan palung yang
terdalam mencapai kedalaman 11.033 m di bawah permukaan laut (Palung Mariana). Susunan
interior bumi diketahui berdasarkan informasi seismologi. Berdasarkan penyelidikan H.
Jeffreys dan K. E. Bullen (1932-1942) yang mengacu pada penyelidikan E. Wiechert (1890-

an) dengan menggunakan cepat rambat gelombang P dan S, didefinisikan pembagian bentuk
dalam (lapisan-lapisan) dari interior bumi. Struktur dalam bumi dibedakan secara komposisi
dan rheologi (Rusman, 2016).
Bumi terdiri dari beberapa lapisan penyusun secara vertikal. Secara umum
komponen-komponen ini terdiri dari batuan cair pijar yang juga dikenal dengan sebutan
magma. Magma yang cair dan pijar ini mengakibatkan permukaan bumi terus bergerak seiring
berjalannya waktu. Sementara itu yang membedakan atau membuatnya menjadi berlapis-lapis
yaitu karena adanya pengaruh dari luar bumi yang mengakibatkan perbedaan kekerasan
lapisan (akibat pendinginan).

Gambar 8. Ilustrasi Struktur Vertikal Bumi

Berdasarkan sifat fisisnya, interior bumi terdiri dari beberapa lapisan seperti yang
diilustrasikan pada gambar 3. Lapisan-lapisan tersebut memiliki sifat dan karakteristik
berbeda-beda satu sama lain. Lapisan tersebut dibagi atas (Cook, 1973) :
1. Lapisan terdalam dari bumi adalan inner core (inti dalam).
Inti dalam bumi merupakan zat padat yang dikelilingi oleh lapisan outer core (inti luar)
yang cair. Barisfer (Lapisan inti bumi atau core) Barisfer, yaitu lapisan inti bumi yang
merupakan bagian bumi paling dalam yang tersusun atas lapisan Nife (Niccolum atau
nikel dan ferrrum atau besi). Lapisan ini dapat pula dibedakan atas dua bagian yaitu inti
luar dan inti dalam. Inti luar (Outer Core) Inti luar adalah inti bumi yang ada di bagian
luar. Tebal lapisan ini sekitar 2.200 km, tersusun dari materi besi dan nikel yang bersifat
cair, kental dan panas berpijar bersuhu sekitar 3.900 0C. Inti dalam (Inner Core) 4 Inti
dalam adalah inti bumi yang ada di lapisan dalam dengan ketebalan sekitar 2.500 km,
tersusun atas materi besi dan nikel pada suhu yang sangat tinggi yakni sekitar 4.8000 C,
akan tetapi tetap dalam keadaan padat dengan densitas sekitar 10 gram/cm3 . Hal itu
disebabkan adanya tekanan yang sangat tinggi dari bagian-bagian bumi lainnya.

2. Lapisan mesosfer mengelilingi inti bumi. Mesosfer terdiri dari batu-batuan padat (besi dan
silikat magnesium) dan juga lapisan batuan leleh (magma) yang sebagian muncul ke
permukaan bumi pada saat letusan gunung api.
3. Lapisan asthenosfer, adalah lapisan atas dari mesosfer atau mantel bumi. Lapisan ini

mempunyai sifat panas, fluida, dan dapat bergerak. Astenosfer yaitu lapisan yang terletak
di bawah litosfir dengan ketebalan sekitar 2.900 km berupa material cair kental dan
berpijar dengan suhu sekitar 3.000 0C, merupakan campuran dari berbagai bahan yang
bersifat cair, padat dan gas bersuhu tinggi.
4. Lapisan lithosfer, adalah lapisan terluar dari bumi , tempat berpijaknya benua dan
samudera. Bersifat padat dan kaku dengan temperatur yang lebih dingin.
Menurut Mason, B dan C. B. Moore, 1982 dalam Hamblin (1985), Litosfir terbentuk dari
beberapa mineral yang disebut silikat (SiO2) yang merupakan gabungan antara oksigen dan
silikon. Selain itu terdapat senyawa lainnya yaitu Oksigen, Silikon, Alumunium, Besi,
Kalsium, Sodium, Potassium dll.

C. Material dan Susunan Kerak Bumi (Lithosfer)
Lithosfir atau bagian yang padat dari Bumi, berada dibawah Atmosfir dan Samudra.
Sebagian besar dari apa yang kita pelajari dan ketahui tentang bagian yang padat dari Bumi
ini, berasal dari apa yang dapat kita lihat dan raba diatas permukaan Bumi. Para ilmuwan Ilmu
Kebumian, umumnya berpendapat bahwa Bumi ini lahir pada saat yang bersamaan dengan
lahirnya matahari beserta planet-planet lainnya, berasal dari awan yang berputar yang terdiri
dari bahan-bahan berukuran debu, dan terjadi pada kurang lebih 5 hingga 6 milyar tahun yang
lalu. Bahan-bahan tersebut kemudian saling mengikat diri, menyatu dan membentuk Litosfir.
Beberapa saat setelah Bumi kita ini terbentuk, terjadilah proses pembentukan lelehan yang

menempati bagian intinya. Lelehan tersebut kemudian mengalami proses pemisahan, dimana
unsur-unsur yang berat yang terutama terdiri dari besi dan nikel akan mengendap, sedangkan
yang ringan akan mengapung diatasnya. Sebagai akibat dari proses pemisahan tersebut, maka
Bumi ini menjadi tidak bersifat homogen, tetapi terdiri dari beberapa lapisan konsentris yang
mempunyai sifat-sifat fisik yang berbeda (Noor, 2009).
Disamping bagian-bagian utama tersebut diatas, ada suatu zona terletak didalam
mantel-Bumi yang berada antara kedalaman 100 dan 350 Km, bahkan dapat berlanjut hingga
700 Km, dari permukaan Bumi. Zona ini mempunyai sifat fisik yang khas, yaitu dapat
berubah menjadi bersifat lentur dan mudah mengalir. Oleh para ahli geologi zona ini
dinamakan astenosfir. Adalah suatu zona yang lemah, panas dan dalam kondisi tertentu dapat

bersifat secara berangsur sebagai aliran. Diatas zona ini, terdapat lapisan Bumi yang padat
disebut litosfir (atau selaput batuan) yang mencakup bagian atas dari Mantel Bumi serta
seluruh lapisan Kerak Bumi (Noor, 2009).
Kerak bumi merupakan bagian terluar lapisan bumi dan memiliki ketebalan 5-80 km.
kerak dengan mantel dibatasi oleh Mohorovivic Discontinuity. Kerak bumi dominan tersusun
oleh feldsfar dan mineral silikat lainnya.
Kerak bumi dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
a.


Kerak samudra, tersusun oleh mineral yang kaya akan Si, Fe, Mg yang disebut sima.
Ketebalan kerak samudra berkisar antara 5-15 km (Condie, 1982) dengan berat jenis ratarata 3 gm/cc. Kerak samudra biasanya disebut lapisan basaltis karena batuan
penyusunnya terutama berkomposisi basalt.

b.

Kerak benua, tersusun oleh mineral yang kaya akan Si dan Al, oleh karenanya di sebut
sial. Ketebalan kerak benua berkisar antara 30-80 km . ata-rata 35 km dengan berat jenis
rata-rata sekitar 2,85 gm/cc. kerak benua biasanya disebut sebagai lapisan granitis karena
batuan penyusunya terutama terdiri dari batuan yang berkomposisi granit.
Pergerakan di mantel sendiri menurut hipotesa adalah karena adanya arus konveksi.

Arus konveksi di mantel dapat dianalogikan dengan arus konveksi pada zat cair yang bagian
bawahnya dipanaskan. Bagian air yang panas akan naik. Setelah mencapai permukaan terjadi
penurunan temperatur yang menyebabkan bagian air tersebut kembali turun. Setelah berada di
bawah, bagian air tersebut terkena panas lagi yang menyebabkan ia naik lagi (Hartini, 2009).
Menurut teori tektonik lempeng, lithosfer bumi tidak merupakan kesatuan melainkan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian disebut lempeng (plate) bumi.
Lempeng bumi terdiri dari dua jenis, yaitu lempeng benua (continental plate) dan lempeng
samudera (oceanic plate). Lempeng benua adalah lempeng yang menopang benua, tersusun

dari batuan ang relatif ringan seperti granit. Contohnya adalah lempeng Eurasia yang
menopang Benua Asia dan Eropa. Sedangkan lempeng samudera adalah lempeng yang
menopang samudera, tersusun dari material batuan yang relatif padat seperti basalt.
Contohnya adalah Lempeng Pasifik yang menopang Samudera Pasifik. Bagian tepian dari
lempeng ini yang saling bertemu dan melawan satu sama lain merupakan zona dengan
aktivitas geologi yang sangat tinggi. Ukuran lepeng ini sangat bervariasi mulai dari kecil
sampai sangat besar, lempeng-lempeng ini bergerak dengan arah dan kecepatan yang berbedabeda.

Gambar 9. Lempeng-Lempeng Dunia
D. Pergerakan Lempeng Bumi
Tektonisme atau diatropisme merupakan tenaga dari dalam bumi yang mengakibatkan
perubahan letak (dislokasi) dan bentuk (deformasi) pada kulit bumi. Sudah Anda pahami
sebelumnya, bahwa permukaan bumi paling atas kulit bumi atau litosfir. Kulit bumi yang
bersifat keras dan kaku akibat tekanan dari dalam bumi, pada akhirnya kulit bumi terpecah
menjadi lempengan-lempengan besar yang tidak sama ukurannya kemudian disebut lempeng
tektonik. Lempeng- lempeng ini bergerak secara horizontal maupun vertikal karena pengaruh
cairan astenosfir yang panas di bawahnya.
Berdasarkan luas dan waktu kejadian, gerakan lempeng tektonik dapat dibedakan
menjadi, gerak Epirogenetik dan gerak Orogenetik. Gerak Epirogenetik merupakan
pergeseran lempeng tektonik secara perlahan dan meliputi wilayah yang luas, seperti

penenggelaman benua Gondwana menjadi Sesar Hindia. Gerak epirogentik dibedakan atas:
a. Epirogentik Positif, yaitu gerak turunnya daratan sehingga tampak permukaan air laut yang
naik. Contoh: turunnya pulau-pulau di Indonesia bagian timur (Kepulauan Maluku dari pulaupulau barat daya sampai ke pulau Banda).
b. Epirogentik Negatif, yaitu gerak naiknya daratan sehingga tampak permukaan air yang
turun. Contoh: naiknya Pulau Buton dan Pulau Timor.

Gambar 10. Gerak Epirogenetik Positif dan Negatif
Gerak Orogenetik merupakan proses pembentukan pegunungan yang meliputi luas
areal yang sempit dan waktu relatif singkat, dibandingkan epirogenesis, seperti pembentukan
rangkaian pegunungan yang ada sekarang. Gerak orogenetik disebabkan adanya tekanan
secara vertikal pada lempeng dan pecah, lempeng yang pecah mengalami pergeseran secara

horisontal. Pergeseran ini mengakibatkan terjadinya lapisan kulit bumi atau salah satu
lempeng terlipat dan patah.
Gambar 11. Proses
Sumber : Frank Press &
Proses
Lipatan
merupakan

kulit

Lipatan
Raymond, 1985
(Folded
Process),

bumi

berbentuk

yang

disebabkan

pergeseran

salah satu lempeng secara

horisontal

menumbuk

lempeng

gambar kalian bisa melihat

(gelombang)

lainnya. Pada

lipatan

puncak lipatan disebut antiklin jikab banyak disebut antiklinorium dan lembah disebut sinklin
jika banyak disebut sinklinorium. Berdasarkan bentuk dan puncak lipatan, maka lipatan ada
beberapa, seperti; Lipatan Tegak, Lipatan Miring, Lipatan Menggantung, dan Lipatan. Contoh
dari Pegunungan lipatan ini adalah Pegunungan seperti; Pegunungan Ural, Pegunungan
Mediteranian dan Sirkum Pasifik.

Gambar 12. Bentuk-bentuk Lipatan
Sumber : Mohh. Ma’mur, 1988
Selain membentuk lipatan, tenaga tektonik menyebabkan terjadinya patahan (sesar)
pada kulit bumi. Proses patahan ini cepat, sehigga kulit bumi tidak sempat terlipat.
Berdasarkan arah dan kekuatan tenaga tekanan, patahan dapat dibedakan, seperti berikut:
1) Tenaga tektonik dengan arah horisontal dan saling menjauh, maka pada bongkah batuan
terjadi retakan-retakan dan patah membentuk bagian yang merosot (graben dan slenk) dan
bagian yang menonjol (horst);
2) Tenaga tektonik yang berarah vertikal;
3) Dua tenaga tektonik secara horisontal dengan arah berlawanan, sehingga menimbulkan
pergeseran batuan, yang disebut Sesar Mendatar.

Gambar 13. Bentuk-bentuk patahan

Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift)
yang dikemukakan Alfred Wegener (1912), dan dikembangkan lagi dalam bukunya “The
Origin of Continents and Oceans” (1915). Ia mengemukakan bahwa benua-benua yang
sekarang ada dulu adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan
benua-benua tersebut dari inti bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis
rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.
Teori ini mengatakan bahwa kerak-kerak bumi tidak bersifat permanen, tetapi
bergerak secara mengapung, mulai diperkenalkan pada awal abad ke-20. Setelah melalui
berbagai perdebatan selama beberapa tahun, teori ini awalnya ditolak oleh sebagian besar ahli
ilmu bumi. Namun, selama periode tahun 1950-an hingga 1960-an banyak bukti-bukti yang
ditemukan oleh para peneliti yang mendukung teori tersebut, sehingga teori yang sudah
pernah ditinggalkan ini mulai diperhatikan kembali. Pada tahun 1968, teori tentang kontinen
mengapung telah diterima secara luas, dan selanjutnya disebut Teori Tektonik Lempeng
“Plate Tectonic”. Teori tektonik lempeng mempelajari hubungan antara deformasi dengan
keberadaan dan pergerakan lempeng di atas mantel atas yang plastis (Rusman, 2016).

Gambar 14. Jenis-jenis Pergerakan Lempeng

Ada tiga tipe batas-batas lempeng, yang masing-masing dibedakan dari jenis pergerakannya,
yaitu:
a.

Batas-batas divergen, dimana lempeng-lempeng bergerak saling menjauh, yang
menyebabkan naiknya material dari mantel bumi dan membentuk lantai samudera yang
luas.
Gerakan Divergen merupakan gerakan lempeng tektonik yang saling menjauh dan
bergerak secara perlahan. Akibatnya,terjadi retakan-retakan. Retakan-retakan yang terjadi
merupakan jalan keluarnya magma yang terus menerus mengalir. Aliran magma tadi lama
kelamaaan akan muncul sedikit sampai di permukaan bumi yang dapat menyebabkan
timbulnya pulau-pulau vulkanik yang baru. Sedangkan jika terjadi di dasar laut maka ini
akan menimbulkan yang disebut dengan Sea Floor Spreading atau hamparan dasar laut.
Tingkat pemekaran di daerah punggungan samudera ini diestimasikan sekitar 2
sampai 10 cm pertahun, dan rata-rata 6 cm (2 ichi) pertahun. Karena batuan yang baru
terbentuk jumlahnya sama di kedua sisi dari lempeng yang saling menjauh, maka tingkat
pertumbuhan dari lantai samudera adalah dua kali dari nilai tingkat pemekaran.
Akibat dari aktivitas ini adalah melengkungnya kerak kontinen ke arah atas di bagian
yang diintrusi tersebut. Hal ini disertai dengan timbulnya retakan-retakan di bagian
tersebut. Kemudian bagian litosfer yang terpecah-pecah tersebut akan tertarik secara
leteral ke arah yang berlawanan. Selanjutnya bagian yang pecah-pecah tersebut akan
jatuh dengan gerakan menggelincir. Lembah patahan turun yang bersekala besar yang
disebabkan oleh proses di atas, selanjutnya disebut celah atau lembah celah. Jika pusat

pemekaran terdapat atau terjadi di lempeng kontinen, maka kontinen akan terpecah-pecah
menjadi segmen-segmen yang lebih kecil. Fragmentasi dari kontinen ini disebabkan oleh
adanya pergerakan ke arah atas dari batuan yang panas (magma) yang berada di bawah.

Gambar 15. Ilustrasi Divergensi

Gambar16. Mid Ocean Ridge
b.

Batas-batas konvergen, dimana lempeng-lempeng bergerak saling mendekati, yang
menyebabkan salah satu dari lempeng tersebut masuk ke mantel bumi dan berada di
bawah lempeng lainnya.
Jika dua lempeng saling bertabrakan/bertumbukan, maka bagian ujung dari salah satu
lempeng tersebut akan bergerak ke arah bawah dari lempeng lainnya. Bagian lempeng
yang di bawah ini akan masuk ke daerah astenosfer, akibatnya bagian tersebut akan
menjadi panas dan hilang rigiditasnya. Bergantung pada besarnya sudut kemiringan
bagian yang lengkung ke bawah tersebut, maka kedalaman penyusupannya bisa mencapai
700 km, sebelum bagian ini betul-betul terasimilasi dengan material mantel atas
(astenosfer). Tumbukan bisa terjadi antara dua lempeng samudera, satu lempeng
samudera dan satu lempeng kontinen, atau dua lempeng kontinen. Jika terjadi tumbukan
antara lempeng kontinen dan lempeng samudera, maka lempeng kontinen yang kecil
densitasnya akan berada di bagian atas, sedangkan lempeng samudera yang lebih besar
densitasnya akan menyusup ke bawah bagian astenosfer. Daerah dimana proses ini terjadi
disebut zona subdaksi.

Tumbukan Kontinen-Samudera
Sudut kemiringan lempeng samudera yang menyusup ke dalam astenosfer
umumnya sebesar 45 derajat atau lebih. Lempeng samudera ini, bersama-sama dengan
material sedimen serta cairan-cairan yang dikandungnya, akan larut dan bersatu dengan
cairan astenosfer yang panas. Magma baru yang terbentuk dari proses ini densitasnya
lebih kecil daripada densitas material disekitarnya, yaitu densitas penyusun mantel bumi,
konsekuensinya, jika jumlah magma baru ini sudah jenu, maka magma tersebut akan naik
secara perlahan. Sebagian besar magma yang naik ini akan sampai ke bagian atas dari
kerak kontinen, dimana dia akan menjadi dingin dan terkristalisasi pada kedalaman
beberapa kilometer. Sedangkan sebagian sisanya akan termigrasi ke permukaan dan
kadang-kadang membentuk erupsi volkanik yang eksplosif.
Pegunungan volkanik Andes merupakan pegunungan yang terbentuk dari proses
ini, dimana Lempeng Nazca mengalami peleburan pada saat menunjam di bawah
Lempeng Kontinen Amerika Selatan. Tingginya frekuensi gempa bumi di daerah Andes,
merupakan bukti dari proses tersebut. Pegunungan seperti Andes yang terbentuk akibat
asosiasi aktifitas volkanik dengan proses subdaksi, disebut busur volkanik.

Tumbukan Samudera-Samudera
Pada saat dua buah lempeng samudera saling bertumbukan, maka salah satunya
akan menunjam di bawah yang lain, yang juga akan diikuti oleh terjadinya aktivitas
volkanik, seperti pada tumbukan kontinen-samudera. Tetapi, dalam kasus ini volkanisma
akan terjadi di lantai samudera, bukan di daerah kontinen.
Tumbukan antara lempeng samudra dan lempeng benua ini dikategorikan menjadi
dua jenis :
a. Subduksi (Subduction)
Lempeng benua dengan lempeng samudera. Pada peristiwa ini, lempeng samudera
menunjam ke bawah dengan sudut 45° atau lebih, menyusup di bawah lempeng
benua. Contoh: palung (trench) yang memanjang dari Sumatra, Jawa, hingga ke Nusa
Tenggara Timur akibat tumbukan antara lempeng benua Asia Tenggara dengan
lempeng samudra Hindia– Australia.

Gambar 17. Ilustrasi Konvergensi Subduksi
b. Obduksi (Obduction)
Kenampakan dimana kerak benua menunjam di bawah kerak samudera. Ada beberapa
hipotesis tentang mula terjadi obduksi, yang paling memungkinkan adalah bahwa
diawali oleh penunjaman kerak samudera dengan kerak benua di belakangnya.
Penunjaman bisa terjadi karena perubahan dari batas lempeng divergen menjadi
konvergen. Kelanjutan penunjaman membawa kerak benua berbenturan dengan kerak
samudera dan pada awalnya, kerak samudera naik ke atas kerak benua, sebelum
akhirnya penunjaman di tempat itu berhenti dan berpindah ke tempat lain yang dapat
mengakomodasi konvergensi antar lempeng.
c. Tumbukan Kontinen-Kontinen (Collision)
Lempeng benua bertemu dengan lempeng benua. Kedua lempeng tersebut tidak ada
yang tertunjam karena keduanya memiliki massa jenis yang sama, hal ini
mengakibatkan pembentukan pegunungan lipatan yang biasanya sangat tinggi. Contoh
: pegunungan Himalaya yang diakibatkan dari interaksi antara lempeng Eurasia
dengan India. Tumbukan antara lempeng kontinen dengan kontinen dapat diambil
contoh tumbukan antara Lempeng India yang membentur Asia, dan membentuk
Pegunungan Himalaya, yang merupakan pegunungan yang terbesar dan terluas di
dunia. Pada saat terjadi tumbukan seperti ini, maka lempeng kontinen akan tertekuk,
terpecah-pecah dan umumnya menjadi lebih pendek.

Gambar18.. Ilustrasi Gerak Konvergensi (Collision)

Gambar 1. Ocean Trench

c. Batas-batas patahan transform, dimana lempeng-lempeng bergerak saling bergesekan
tanpa menyebabkan terjadinya penghancuran pada litosfer.
Istilah patahan transform ini pertama kali diusulkan oleh J. Tuzo Wilson dari
University of Toronto, pada tahun 1965. Wilson mengatakan bahwa patahan normal ini,
bersama-sama dengan proses konvergen dan divergen, merupakan suatu rangkaian proses
kontinyu yang membagi-bagi selubung luar bumi menjadi beberapa lempeng padat yang
terpisah-pisah.
Wilson memberikan istilah yang khusus pada patahan ini, yaitu patahan transform,
karena pergerakan relatif dari lempeng-lempeng tersebut dapat berubah atau
tertransformasi satu sama lainnya. Seperti telah diperhatikan atau dijelaskan pada contoh
terdahulu, bahwa proses divergen yang terjadi pada pusat pemekaran dapat
berubah/tertransformasi menjadi proses konvergen di zona subdaksi. Sebagian besar
patahan transform terjadi di kerak samudera, tetapi ada juga sedikit yang terjadi di kerak
kontinen, seperti di Patahan San Andreas di California.

Gambar 20. Ilustrasi Elastic Rebound Theory oleh Harry Fielding Reid

DAFTAR PUSTAKA

Cook. D.R. 1973. Guidance of Education in Resolution. Boston : Allyn and Bacon
Frank Press dan Raymond Siever. Understanding Earth 3th Ed., W.H. Freeman and Company,
USA, 2001
Hamblin, Kennet, W, 1985. The Earth’s Dynamic System. Burgess Publishing Company, USA.
Hamblin, W.K., 1992, Earth’s Dynamic System, Edisi keenam, Macmillan Publ. Co., New
York
Iskandar, 2009. Metodologi Pendidikan dan Sosial. Jakarta : Gaung Persada Press
Moh Ma’mur, A. 1988. Geologi Umum. Bandung: Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS-IKIP
Bandung.
Mulyo, Agung. (2004). Pengantar Ilmu Kebumian. Bandung: CV Pustaka Setia.
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor. Program Studi Teknik Geologi Fakultas
Teknik Universitas Pakuan
Tjasyono, B. HK.. (2006). Ilmu Kebumian dan Antariksa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Bekerja Sama dengan Program Pascasarjana UPI.