Teori dan Konsep Pendidikan. doc

TEORI DAN KONSEP PENDIDIKAN
Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Pendidikan
Dosen Dr. Hj. Ihsana El Khuluqo,M.Pd

Disusun Oleh :
1. Muzita Ani (1308036039)
2. Novie Purwaningsih (1308036041)

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCA SARJANA PROF.DR.HAMKA JAKARTA
(UHAMKA)
2014

KATA PENGANTAR

1

Bismillahiirrohmanirrohim
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan hidayahNya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang berjudul “Teori dan Konsep
Pendidikan” tepat waktunya. Harapan kami semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kami

khususnya dan mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan pada umumnya.
Tidak lupa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Ibu Dr.
Hj. Ihsana El Khuluqo, M.Pd selaku dosen “Manajemen Keuangan Pendidikan” Magister
Administrasi Pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana UHAMKA yang banyak membantu dalam
tugas ini dan semoga ilmu yang kami dapatkan bisa terus berkembang.
Kami menyadari dalam pembuatan tugas ini, masih banyak kekurangan maupun
kesalahan. Oleh karena itu kami bersedia menerima kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan membantu untuk dijadikan bahan
referensi oleh peneliti berikutnya dengan masalah yang sama.

Jakarta,

November 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
I. KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
II. DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

2

III. BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................... 4
B. IDENTIFIKASI MASALAH ........................................................................ 5
C. PEMBATASAN MASALAH ........................................................................ 5
D. PERUMUSAN MASALAH .......................................................................... 5
E. TUJUAN PENULISAN MAKALAH ........................................................... 5
IV. BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................................... 6
A. HAKIKAT PENDIDIKAN ........................................................................... 6
B. HAKIKAT TEORI ......................................................................................... 7
C. TEORI PENDIDIKAN .................................................................................. 8
D. TEORI PENDIDIKAN DAN KONSEP PENDIDIKAN ............................ 17
V. BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 21
VI. BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 23
VII. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang bergelut secara intens denan pendidikan. Itulah
sebabnya manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal educandus secara sekalius,
yaitu sebagai makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Dengan kata lain, manusia
adalah makhluk yan senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan baik
3

yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri. Proses pendidikan
merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, karena dimanapun dan
kapanpun didunia terdapat pendidikan. Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala yang
umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun perbedaan filsafat dan pandangan hidup
yang dianut oleh masing-masing bangsa atau masyarakat dan bahkan individu menyebabkan
perbedaan penyelenggaraan kegiatan pendidikan tersebut. Dengandemikian selain bersifat
universal, pendidikan juga bersifat nasional. Sifat nasionalnya akan mewarnai
penyelenggaraan pendidikan bangsa tersebut.
Pendidikan sebagai upaya manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang
mampu disediakan setiap generasi manusia untuk kepentingan generasi muda agar
melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks sosio budaya. Oleh karena itu,
setiap masyarakat pluralistic di zaman modern senantiasa menyiapkan warganya yang terpilih
sebagai pendidik bagi kepentingan kelanjutan (regenerasi) dari masing-masing masyarakat
yang bersangkutan. Beragam permasalahan dalam pendidikan dalam pendidikan apabila

tidak dapat dihilangkan sama sekali, paling tidak hal itu perlu diperkecil, sehingga persoalanpersoalan yang muncul tidak menggangu tercapainya tujuan pendidikan umumnya, atau
tujuan pembelajaran khususnya.
Menurut Sukardjo (2009:3) salah satu cara untuk dapat menghilangkan atau
memperkecil permasalahan yang timbul adalah dengan berpijak pada teori-teori pendidikan.
Dengan demikian, penguasaan atas dasar-dasar pendidikan diharapkan menjadi cakrawala
yang memberikan bekal bagi pelaku pendidikan dalam rangka memperkecil persoalan
pendidikan dan memecahkan beragam permasalahan pendidikan pada umumnya, dan
pembelajaran pada khususnya
Menurut undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat
1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di dalam
pendidikan termuat usaha atau kegiatan yang dilakukan dengan sadar dan penuh perencanaan
yang bertujuan untuk mengembangkan segala potensi yang ada pada peserta didik.
Kegiatan pendidikan meliputi beberapa komponen. Komponen-komponen ini tidak
dapat dipisahkan satu sama lain dan harus berjalan seiring guna mencapai tujuan pendidikan.
Namun, sebelum memahami beberapa komponen penting ini, kita harus menggali lebih
dalam tentang teori-teori dan konsep-konsep pendidikan itu sendiri.
4


B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Apa saja teori-teori yang dapat diterapkan dalam pendidikan ?
2. Bagaimana konsep pendidikan yang ada di masyarakat ?
3. Apa peranan pendidikan dalam kehidupan masyarakat ?
C. Pembatasan Masalah
Melihat masih begitu luasnya permasalahan yang diidentifikasi, maka pembahasan
makalah ini dibatasi tentang teori dan konsep pendidikan yang dalam hal ini penerapannya
dicontohkan pada sebuah sekolah.
D. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari uraian di atas “Apa saja teori dan konsep pendidikan
yang dapat diterapkan di sebuah sekolah ?”
E. Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini bertujuan untuk :
1. Untuk memahami teori-teori dan konsep pendidikan yang ada
2. Untuk menambah wawasan mengenai konsep pendidikan yang merupakan aplikasi
dari teori-teori pendidikan
3. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Pendidikan.


BAB II
KAJIAN TEORI
A. Hakikat Pendidikan
Definisi pendidikan telah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Berikut
definisi-definisi pendidikan yang penulis kumpulkan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1995:232) diyatakan bahwa pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Jadi, pendidikan merupakan sebuah proses, yakni proses perubahan
perilaku baik individu ataupun sekelompok orang, dengan tujuan untuk membuat individuindividu tersebut dewasa. Maksud dewasa di sini adalah bahwa individu itu mencapai
kematangan dalam pikiran dan pandangan. Dalam pengertian ini juga terkandung upaya atau
usaha yang dilakukan dalam kegiatan pendidikan, yakni melalui pengajaran dan latihan.

5

Sejalan dengan definisi di atas, Sukmadinata (2004:1) juga mengemukan pendidikan
sebagai upaya-upaya, yakni upaya mencerdaskan bangsa, menanamkan nilai-nilai moral dan
agama, membina kepribadian, mengajarkan pengetahuan, melatih kecakapan, ketrampilan,
memberikan bimbingan, arahan, tuntunan, teladan, dan lain-lain.
Pendidikan sebagai upaya juga dikemukakan oleh Soekidjo bahwa pendidikan secara
umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,

kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Sejalan dengan itu, Edgar Dalle juga menjelaskan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah
sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam
berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang. Demikian juga definisi
pendidikan menurut M.J. Longeveled. menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha,
pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada
kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas
hidupnya sendiri
Pendidikan sebagai proses dikemukakan oleh H. Horn, bahwa pendidikan merupakan
proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia
yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti
termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Sama halnya dengan John Dewey, mengartikan pendidikan sebagai proses, yakni suatu proses
pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau
pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan
dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan
pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia
hidup Dari beberapa definisi di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan adalah suatu

proses berkesinambungan dengan berbagai upaya atau usaha tertentu, seperti memberikan
pengajaran, pelatihan, dan bimbingan, guna mencapai apa yang diharapkan.
B. Hakekat Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan
menentukan hubungan antar variabel, dan bertujuan untuk menjelaskan fenomena
alamiah. Teori terdiri dari 3 elemen, yaitu concept (konsep), scope (lingkup),
6

dan relationship (hubungan). Sebuah teori harus memiliki konsep-konsep dengan lingkup
tertentu dan saling berhubungan
Pengertian teori juga dikemukakan oleh Kerlinger, yakni: a set of interrelated
constructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of
phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining and
predicting the phenomena (teori adalah seperangkat konstruksi {konsep}, definisi, dan
preposisi yang yang saling berhubungan yang menghadirkan suatu fenomena yang sistematis
dengan memerincikan hubungan antara variabel-variabel dengan tujuan untuk menjelaskan
dan meramalkan fenomena tersebut). Dengan demikian, sebuah teori terdiri atas konsep,
definisi, dan proposisi yang saling berhubungan, sehingga dapat menjelaskan dan
meramalkan suatu fenomena dengan memerinci terlebih dahulu hubungan antara konsep,

definisi, dan preposisi tadi
Definisi teori Kerlinger di atas juga dikemukan oleh Soetriono dan Hanafie
(2007:142-143) yang menyatakan bahwa teori bukanlah suatu spekulasi melainkan suatu
konstruksi yang jelas yang dibangun atas jalinan fakta-fakta secara keseluruhan. Fakta
mempunyai peranan dalam teori, yakni: (a) memulai teori; (b) menolak dan mereformasi teori
yang telah ada; serta (c) mendefinisikan kembali atau memperjelas definisi-definisi yang ada.
Dalam pengembangan ilmu, teori memiliki peranan sebagai berikut.
1. Teori sebagai orientasi, yakni memfokuskan cakupan fakta-fakta mana saja yang
diperlukan.
2. Teori sebagai konseptual dan klasifikasi, yakni dapat memberikan petunjuk kejelasan
hubungan antarkonsep atas dasar klasifikasi tertentu.
3. Teori sebagai generalisasi, yakni memberikan rangkuman terhadap generalisasi empirik
dari berbagai proposisi.
4. Teori sebagai peramal fakta, yakni membuat prediksi-prediksi tentang adanya fakta
dengan cara membuat ektrapolasi (ramalan) dari yang sudah diketahui kepada yang belum
diketahui.
5. Teori menunjukkan adanya kesenjangan dalam pengetahuan kita, sehingga memberi
kesempatan kepada kita untuk melengkapi, menjelaskan, dan mempertajamnya.
Mudyahardjo (2001:91) mengartikan sebuah teori dalam sosok teori yang terdiri dari
bentuk dan isi. Dilihat dari bentuknya, teori merupakan sistem konsep-konsep yang terpadu,

menerangkan, dan meramalkan (prediktif). Hal ini sejalan dengan definisi teori yang
dikemukan sebelumnya. Dilihat dari isinya, sebuah teori berisi konsep-konsep yang berfungsi

7

sebagai asumsi (dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori)dan definisi (konotatif atau denotatif,
yang menyatakan makna dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori).
Dari definisi-definisi di atas, dapat penulis simpulakan bahwa teori adalah beberapa
atau kumpulan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain dan berfungsi untuk
menerangkan dan meramalkan suatu fenomena (gejala atau kejadian).
C. Teori Pendidikan
Menurut N.R. Campbell (dalam Sudjana, 1989:7), teori adalah perangkat proposisi
(pernyataan ilmiah) yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai alat untuk
menjelaskan, membedakan, meramalkan dan mengontrol fenomena yang dapat diamati.
Kemudian Snelbecker (dalam Miarso, 2011:103) mengemukakan bahwa teori adalah segala
aspek ilmuan tidak semata-mata bersifat empirik, dan yang sangat khusus adalah ringkasan
pernyataan yang melukiskan dan menata sejumlah pengamatan empirik.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, teori adalah pernyataan ilmiah yang berfungsi
sebagai alat untuk menjelaskan, membedakan, meramalkan, melukiskan dan menata sejumlah
fenomena melalui pengamatan yang terintegrasi secara sintaksis.

Kemudian menurut Mudyahardjo (2010:91) sebuah teori berisi konsep-konsep, ada
yang berfungsi sebagai sebagai: (1) asumsi atau konsep-konsep yang menjadi dasar/titik tolak
pemikiran sebuah teori, dan (2) definisi, konotatif atau denotative atau konsep-konsep yang
menyatakan makna dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori.
Kemudian selanjutnya Mudyahardjo (2010:91) sebuah teori pendidikan adalah sebuah
sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa
pendidikan.
Dalam pendidikan terdapat klasifikasi teori pendidikan yang akan dijabarkan lebih
luas lagi sehingga menambah referensi mengenai teori-teori pendidikan.
a.

Behaviorisme
Menurut Sukardjo (2009:33) Behaviorisme adalah posisi filosofis yang mengatakan

bahwa untuk menjadi ilmu pengetahuan, psikologi harus memfokuskan perhatiannya pada
sesuatu yang bisa diteliti lingkungan dan perilaku-dari pada fokus pada apa yang tersedia
dalam individu-persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, berbagai citra, perasaan-perasaan, dan
sebagainya. Kemudian Sukardjo (2009:33) melanjutkan bahwa kerangka kerja (frame work)
dari teori pendidikan Behaviorisme adalah Empirisme. Asumsi filosofis dari Behaviorisme
adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami).

8

Aliran Behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati.
Oleh karena itu, aliran itu, aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran
bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini
tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respons. Dalam aliran
behavior, faktor lain yang penting adalah reinforcement (penguatan), yaitu penguatan yang
dapat memperkuat respons. Tokoh aliran Behaviorisme antara lain (1) Pavlov; (2) Watson; (3)
Skinner; (4) Hull; (5) Guthrie; (6) Thorndike.
1) Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovic Pavlov atau lebih dikenal dengan nama singkat Pavlov, adalah seorang
lulusan sekolah kependetaan dan melanjutkan belajar ilmu kedokteran di Militery Medical
Academy, St. Petersburg. Untuk menjelaskan pemahaman konsepnya, penjelasan sederhana
konsepnya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pengkondisian Pavlov atau klasikal yang
membentuk gerak refleks dimulai dengan stimulus yang belum menjadi kebiasaan
(unconditioned stimulus) dan respons yang belum menjadi kebiasaan (unconditioned
response). Itulah menurut Pavlov sebagai gerak refeks.
Kemudian, Pavlov menjelaskan bahwa pada bagian berikutnya seseorang yang telah
memiliki gerak refleks itu menggabungkannya dengan stimulus netral dengan cara
mempresentasikannya bersama stimulus yang belum menjadi kebiasaan. Setelah melakukan
sejumlah pengulangan, stimulus netral dengan sendirinya akan mendapat respons. Pada titik
ini stimulus netral dinamakan kembali menjadi stimulus yang sudah menjadi kebiasaan
(conditioned stimulus) dan respons itu disebut respons yang sudah menjadi kebiasaan
(conditioned respons).
2) Burrhus Frederic Skinner
Menurut Sukardjo (2009:37) Asas Operant Conditioning B.F Skinner dimuai dalam
tahun 1930-an, yakni pada waktu keluarnya teori-teori Stimulus-Respons (S-R). Skinner tidak
sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan refleks bersyarat yang menyebutkan
“stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Terkait dengan
penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku, menurut Skinner merupakan hal
yang tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan
lingkungannya. Bukankah banyak tingkah laku yang menghasilkan perubahan atau
konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan
begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespons.
Menurut Skinner (dalam Uno, 2006: 9) respons yang diberikan oleh siswa tidaklah
sesederhana yang diungkapkan Watson,, sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan
9

berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respons yang
dihasilkan. Sedangkan respons yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi,
yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa.
Dengan dasar pemahamannya tentang belajar, tingkah laku, serta hubungannya yang
erat dengan lingkungan, Skinner menyampaikan asumsi-asumsinya yang membentuk
landasan untuk operant conditioning. Berdasarkan pemahaman kedua pendapat tersebut,
maka penulis menyimpulkan bahwa untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas,
diperlukan pemahaman terhadap respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang
diakibatkan oleh respons tersebut.
3) John Broadus Watson
Di dalam karangannya Pschology the behaviorist View it terbitan 1913, Watson
mempelajari tingkah laku manusia. Menurut pandangan Watson, Behaviorisme harus
menerapkan teknik-teknik penyelidikan binatang, yaitu conditioning untuk mempelajari
manusia. Oleh karena itu, ia mendefinisikan kembali konsep mental (yang menurut dia
sebetulnya tidak perlu) sebagai subvokal, dan perasaan diartikan sebagai reaksi kelenjar.
Watson (dalam Sukardjo, 2009:40) menyatakan bahwa kepribadian orang itu
berkembang melalui conditioning berbagai refleks. Ia berpendirian bahwa manusia waktu
lahir hanya memiliki tiga respons emosi, yaitu takut, marah dan sayang. Menurut Watson,
kehidupan emosi yang kompleks dari manusia dewasa itu merupakan hasil dari conditioning
tiga respons dasar tersebut pada berbagai keadaan.Kemudian Menurut Watson (dalam Uno,
2009:7) stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati
(observable). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Watson mengabaikan
perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor
yang tidak perlu diketahui.
4) Clark Leonard Hull
Hull (dalam Sukardjo (2009:42), berpendirian bahwa tingkah laku itu berfungsi
menjaga agar organisasi tetap bertahan hidup. Hull menyatakan bahwa kebutuhan
dikonsepkan sebagai dorongan (drive) seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan
sebagainya. Stimulus yang disebut stimulus dorongan (SD) dikaitkan dengan dorongan
primer dan karena itu mendorong timbulnya tingkah laku. Kemudian bagi Hull (dalam Uno,
2006:8), tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Kebutuhan
dikonsepkan sebagai dorongan (drive) seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan
sebagainya.

10

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa stimulus hampir selalu dikaitkan
dengan kebutuhan biologis ini, meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya.
5) Edwin Ray Guthrie
Suatu tantangan baru terhadap teori-teori yang ada pada masa itu diajukan oleh teori
kontiguiti, yaitu gabungan dari stimulus-stimulus yang disertai oleh suatu gerakan pada
waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama.
Guthrie membedakan gerakan dengan tindakan. Menurut Guthrie (dalam Sukardjo,
2009:44) Gerakan ialah pengurutan urat, sedangkan tindakan adalah gabungan dari gerakangerakan. Menurut Guthrie (dalam Sukardjo, 2009:45) tingkah laku bukan faktor yang
penting, karena belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus dan tidak ada respons lain yang dapat terjadi.
Guhtrie mendapati pentingnya hukuman dalam mengubah tingkah laku. Mengoasiasi
stimulus-respons secara tepat itu merupakan inti dari saran Guhtrie kepada para guru. Guthrie
(dalam Uno, 2006:9) menjelaskan bahwa suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat,
akan mengubah kebiasaan seseorang. Berdasarkan hal tersebut dalam mengelolan kelas, guru
diperingatkan agar tidak memberikan tugas atau perintah yang mungkin akan diabaikan anak.
6) Edward Lee Thorndike
Landasan teori Thorndike mula-mula diletakkan dalam eksperimen yang
dilakukannya dengan binatang. Penelitinnya dirancang untuk menentukan apakah binatang
itu memecahkan masalah dengan jalan berpikir ataukah melalui suatu proses yang begitu
mendasar sifatnya.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa apabila terkurung binatang itu sering melakukan
bermacam-macam kelakuan, seperti menggaruk-garuk, mengigit, mencakar, dan menggosokgosokkan badannya ke sisi-sisi kotak. Cepat atau lambat binatang itu akan tersandung palang
dan lepaslah ia ke tempat makanan. Kalau pengurungan itu berkali-kali, maka tingkah laku
yang tidak ada hubunganna dengan lepas dari kurungan berkurang. Tentu saja waktu yang
diperlukan untuk lepas menjadi lebih pendek.
Dalam penelitiannya, Thorndike menyimpulkan bahwa respons lepas dari kurungan
itu lambat laun diasosiasikan dengan situasi dalam belajar melalui coba-coba, by trial and
error. Respons benar lambat laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulangulang. Respons yang tidak benar diperlemah. Gejala ini disebut substitution response atau
dikenal dengan teori mental conditioning karena pemilihan suatu respons itu merupakan alat
atau instrument untuk memperoleh ganjaran.

11

Thorndike (dalam Uno, 2006:7) proses interaksi antara stimulus antara stimulus (yang
mungkin berupa pikiran, perasaan, gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan). Berdasarkan hal tersebut, perubahan tingkah laku boleh berwujud
sesuatu yang konkret (dapat diamati) atau yang nonkonkret (tidak dapat diamati). Sukardjo
(2009:47) menyatakan terkait dengan belajar, Thorndike menyampaikan tiga hukum belajar
yang utama dan itu diturunkan dari hasil penelitiannya. Ketiga hukum tersebut adalah hukum
efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan.
Menurut Sukardjo (2009:48) yang terpenting bagi pendidikan ialah penelitian
Thorndike mengenai pengaruh jenis kegiatan belajar tertentu pada belajar berikutnya.
Pertama, serangkaian studi yang dilakukan oleh Thorndike dan Woodwoorth (1901)
menemukan bahwa berlatih dalam tugas tertentu memudahkan belajar di waktu kemudian
hana untuk tugas yang serupa, tidak untuk tugas yang tidak serupa. Hubungan ini dikenal
sebagai alih latihan, transfer of training.
Kedua, Thorndike (1924) menyelidiki konsep disiplin mental yang popular yang
mula-mula diuraikan oleh Plato. Menurut paham penganjur disiplin mental, mempelajari
kurikulum tertentu, terutama matematika dan bahasa-bahasa klasik dapat meningkatkan
fungsi intelek. Thorndike menguji konsep itu dengan cara membandingkan hasil belajar
siswa-siswa sekolah menengah. Setelah mengikuti pelajaran dalam kurikulum klasik dan
kurikulum vokasional ia menemukan bahwa ada perbedaan yang berarti dari keduanya.
Dalam tahun-tahun berikutnya, penelitian Thorndike ini disebut sebagai pembawa pengaruh
yang penting dalam mengalihkan pandangan pada perancang kurikulum konsep disiplin
mental dan mengarahkan pelaksanaan penyusunan kurikulum ke tujuan, keguruan
masyarakat.
b. Kognitivisme
Menurut Sukardjo (2009:50) Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori
pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis, yaitu
the way in which we learn. Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Inilah
yang disebut dengan filosofi Rasionalism. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh
kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa/kejadian yang terjadi dalam lingkungan.
Kemudian Sukardjo (2009:50) Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam
belajar bagaimana orang-orang berpikir. Menurut Uno (2006:10) teori ini menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Aliran ini menjelaskan bagaimana belajar terjadi dan
menjelaskan secara alami kegiatan mental internal dalam diri kira. Oleh karena itu dalam
12

aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri.
Tokoh aliran kognitivisme adalah Piaget, Bruner, dan Ausebel.
1) Jean Piaget
Sukardjo (2009:51) menyatakan bahwa Jean Piaget pernah mengatakan bahwa sejak
usia balita seorang telah memiliki kemampuan tertentu untuk menghadapi objek-objek yang
ada disekitarnya. Kemampuan ini memang sangat sederhana, yakni dalam bentuk
kemampuan sensor-motorik, namun dengan kemampuan inilah balita tidak akan
mengeksplorasi lingkungannya dan menjadikannya dasar bagi pengetahuan tentang dunia
yang akan dia peroleh kemudian, serta akan berubah menjadi kemampuan-kemampuan yang
lebih maju dan rumit. Kemampuan-kemampuan ini yang disebut Piaget sebagai Skema.
Menurut Piaget (dalam Uno (2006:10) proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga
tahapan, yakni asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Kemudian Piaget juga menyatakan
bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui
siswa, yang dalam hal ini Piaget membagina menjadi empat tahap yaitu tahap sensori-motor
(ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun), tahap pra-operasinal (2/3 sampat 7/8 tahun), tahap
operasional konkret (7/8 sampai 12/14 tahun) dan tahap operasional formal (14 tahun atau
lebih).
Berdasarkan tiga tahapan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa seorang guru
hendaknya memahami tahap-tahap perkembangan anak didiknya ini, serta memberikan
materi belajar dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.
2) Jerome Bruner
Menurut Bruner (dalam Sukardjo, 2009:53) derajat perkembangan kognitif itu ada
tiga tahap. Tahap pertama, enaktif, merupakan representasi pengetahuan dalam melakukan
tindakan. Tahap kedua, ikonik, yakni perangkuman bayangan secara visual. Dan tahap ketiga
yang paling maju adalah refresentasi simbolik, yaitu digunakan kata-kata dan lambanglambang lain untuk melukiskan pengalaman.
Dengan dasar tersebut, Bruner menyampaikan struktur yang mendasar dari mata
ajaran yang disebut konsep-konsep penatur harus diidentifikasi dan digunakan sebagai dasar
bagi pengembangan kurikulum. Cara seperti ini menurut Bruner memungkinkan orang
mengajarkan mata ajar apapun secara efektif dalam bentuk yang serba terang secara
intelektual kepada siswa siapapun pada tahap perkembangan manapun. Pengaturan ini
disebut kurikulum spiral yang dicontohkan dalam kurikulum ilmu pengetahuan sosial yang
dikembangkan oleh Bruner, Man: A course of study.
13

c. Konstruktivisime
Menurut Von Glasersfeld (dalam Sukardjo, 2009:54) pengertian konstruktif kognitif
muncul pada abad ke-20 dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan
disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok
konstruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh Giambastissta Vico, seorang epistomolog
dari italia (Suparno dalam Sukardjo, 2009:54).
Pada tahun 1710, Vico mengungkapkan filsafatnya denggan berkata,
Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Terkait dengan
hal itu, dia menjelaskan bahwa mengetahui bermakna berarti mengetahui bagaimana
membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia dapat
menjelaskan unsur-unsur apa yang dapat membangun sesuatu itu. Menurut Vico, pengetahuan
tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari
pengamat yang berlaku.
Sukardjo (2009:55) menyatakan bahwa kaitannya dengan pembelajaran, menurut teori
konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena
keaktifan siswa itu sendiri. Kemudian Sukardjo melanjutkan bahwa konsep pembelajaran
menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengondisikan siswa
untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetauan
baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola
sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamanna sendiri
menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi dalam pandangan konstruktivisme sangat penting
peran siswa untuk dapat membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki
kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.
d. Teori Belajar Humanistik
Menurut Sukardjo (2009:56) Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan
belajar untuk memanusiakan manusia. Menurut Uno (2006:14) proses belajar harus berhulu
dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan
dan proses dalam belajar dalam bentuknya yang paling ideal yaitu memanusiakan manusia
(mencapai aktualisasi diri). Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si
pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, si
pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Kemudian Sukardjo (2009:56) menjelaskan bahwa menuru aliran humanistik, para
pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan
14

kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat
bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk menajdi lebih baik,
dan juga belajar. Secara singkat Sukardjo (2009:57) menyimpulkan bahwa pendekatan
humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang
berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka
punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Dalam teori humanistik, belajar dianggap
berhasil jika pembelajar memahami lingkungannya, dan dirinya sendiri. Terdapat beberapa
tokoh teori belajar Humanistik yaitu sebagai berikut.
1) Arthur W. Combs
Combs (dalam Sukardjo, 2009:58) menyatakan bahwa banyak guru membuat
kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun
dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal makna yang diharapkan siswa tidaklah
menyatu pada materi pelajaran itu. Dalam hal ini yang penting ialah bagaimana pembawa
persepsi siswa untuk memperoleh makna belajar bagi pribadinya dari materi pelajaran
tersebut yang menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupannya sehari-hari.
2) Abraham Maslow
Menurut Sukardjo (2009:58) Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam
diri individu ada dua hal (a) suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan (b) kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan. Maslow mengemukakan bahwa individu
berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis. Pada diri setiap
orang terdapat berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang,
takut untuk mengambil kesempatan, takut dengan apa yang sudah ia miliki, dan sebagainya.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hierarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia
dapat memenuhi kebutuhan yang terletak diatasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman
dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang
penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu mengajar. Ia mengatakan bahwa
perhatian dan motivasi belajar akan berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum
terpenuhi.
Emosi adalah karakteristik yang sangat kuat yang tampak dari para pendidik beraliran
humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringanm mengabaikan pendidikan
emosi sama dengan mengabaikan salah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar
menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama
seperti yang kita peroleh dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
15

Salah satu ciri utama pendekatan humanistik adalah bahwa yang dilihat adalah
perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaaan antara motivasi manusia
dan motivasi yang dimiliki binatang. Hierarki kebutuhan motivasi Maslow menggambarkan
motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetisi, dikenali,
aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motivasi dalam tingkat yang lebih rendah,
seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
3) Carl Rogers
Rogers (dalam Sukardjo, 2009: 61) membedakan dua tipe belajar, yaitu kognitif
(kebermaknaan) dan esperiental (pengalaman atau signifikansi). Sukardjo 2009:61)
menyatakan bahwa menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran. Dalam bukunya
Freedom to Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting di
antaranya ialah:
a) Manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami
b) Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksudnya.
c) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirina sendiri dianggap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e)

Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan

berbagai acara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f)

Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.

g) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h) Belajar secara inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya.
i)

Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai

terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri.
j)

Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar

mengenai proses belajar.
D. Teori Pendidikan dan Konsep Pendidikan
1. Teori Pendidikan

16

Teori pendidikan dapat dilihat dari 3 segi yaitu bentuk, isi, dan asumsi pokok
(Mudyahardjo, 2001:91-92). Dari segi bentuk, teori pendidikan adalah sebuah sistem konsepkonsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan. Isi
sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep tentang peristiwa pendidikan.
Konsep ini ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pendidikan dan ada yang
berperan sebagai definisi atau keterangan yang menyatakan makna. Sedang, asumsi pokok
pendidikan meliputi:
a) pendidikan adalah aktual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dari
individu yang belajar dab lingkungan belajarnya;
b) pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yan baik
atau norma-norma yang baik, dam
c) pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian
kegiatan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang belajar, tertuju pada
pencapaian individu yang diharapkan.
Klasifikasi Teori Pendidikan
Mudyahardjo (2001:100-110) mengklafikasikan teori pendidikan menjadi teori umum
pendidikan dan teori khusus pendidikan. Berikut penjelasan kedua teori tersebut.
1) Teori Umum Pendidikan
a) Teori Umum Pendidikan Preskriptif
Adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek pendidikan yang
bertujuan menerangkan bagaimana sebaiknya peristiwa-peristiwa pendidikan
diselenggarakan. Teori yang termasuk kelompok ini adalah Filsafat Pendidikan.
b) Teori Umum Pendidikan Deskriptif
Adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek pendidikan yang
bertujuan menerangkan bagaimana peristiwa-peristiwa pendidikan telah dan sedang terjadi
dalam masyarakat. Teori pendidikan yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:
a. Pendidikan luar negeri atau pendidikan internasional
b. Pendidikan perbandingan atau pendidikan komparatif
c. Pendidikan historis atau sejarah pendidikan
2) Teori Khusus Pendidikan
a)

Teori Khusus Pendidikan Preskriptif

adalah seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu aspek pendidikan yang bertujuan
menjelaskan bagaimana seharusnya sesuatu kegiatan pendidikan dilakukan. Teori yang
termasuk kelompok ini adalah Teknologi Pendidikan.
b)

Teori Khusus Pendidikan Preskriptif
17

adalah seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu aspek pendidikan yang bertujuan
menjelaskan bagaimana peristiwa-peistiwa pendidikan telah, sedang, dan diperkirakan terjadi
di masyarakat. Teori yang termasuk kelompok ini adalah ilmu-ilmu pendidikan, antara lain:
1)

Pedagogik: studi ilmiah tentang situasi pendidikan meliputi komponen pendidikan,

yakni: tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, metode pendidikan, isi pendidikan,
lingkungan pendidikan, dan sarana prasarana pendidikan
2)

Orthopedagogik: studi ilmiah tentang situasi pendidikan untuk anak dan remaja yang

berkebutuhan khusus, yakni menyandang kelainan fisik, mental, dan atau perilaku.
3)

Psikologi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek individu dalam pendidikan.

4)

Sosiologi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek sosial dalam pendidikan.

5)

Ilmu Pendidikan Demografis/Kependudukan: studi ilmiah tentang aspek demografis

dalam pendidikan atau hubungan penduduk manusia dengan lingkungan.
6)

Andragogi: studi ilmiah tentang membantu orang dewasa dalam belajar.

7)

Antropologi Pendidikan dan Etnografi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek budaya

dalam pendidikan.
8)

Ekonomika Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek ekonomi dalam pendidikan

9)

Politika Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek politik atau kebijaksanaan dalam

pendidikan.
10) Ilmu Administrasi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek cara mengatur
penyelenggaraan pendidikan.
2. Konsep Pendidikan
Mudyahardjo (2001:3-16) membagi definisi pendidikan menjadi 3, yaitu definisi luas,
sempit, dan luas terbatas. Hal tersebut dapat dijelaskan sabagai berikut.
1. Definisi Luas
Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Karakteristik konsep ini, yaitu:
(a) masa pendidikan seumur hidup selama ada pengaruh lingkungan; (b) lingkungan
pendidikan dapat diciptakan maupun ada dengan sendirinya; (c) kegiatan dapat berbentuk tak
sengaja ataupun yang terprogram; (d) tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar, tapi
terkandung dalam tiap pengalaman belajar, tidak terbatas, dan sama dengan tujuan hidup; (e)
didukung oleh kaum humanis romantik dan kaum pragmatik.
2. Definisi Sempit

18

Pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pembelajaran yang diselenggarakan di
sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa
pendidikan terbatas; (b) lingkungan pendidikan diciptakan khusus; (c) isi pendidikan tersusun
secara terprogram dalam bentuk kurikulum, kegiatan pendidikan berorientasi kepada guru,
dan kegiatan terjadwal; (d) tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar, terbatas pada
pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu, bertujuan untuk mempersiapkan hidup; (e)
didukung oleh kaum behavioris.
3. Definisi Luas Terbatas
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan
pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan, yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.
Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa pendidikan berlangsung seumur hidup yang
kegiatannya tidak berlangsung sembarang, tapi pada saat tertentu; (b) berlangsung dalam
sebagian lingkungan hidup {lingkungan hidup kultural}; (c) berbentuk pendidikan formal,
informal, dan nonformal; (d) tujuan pendidikan adalah sebagian dari tujuan hidup yang
bersifat menunjang terhadap pencapaian tujuan hidup; (e) didukung oleh kaum humanis
realistik dan realisme kritis.
Menurut Miarso (2004:9-10), ada beberapa konsepsi dasar pendidikan, yakni:
1. Pendidikan pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik yang
berakibat terjadinya perubahan pada diri pribadinya.
2. Pendidikan adalah proses yang berlangsung seumur hidup.
3. Pendidikan dapat berlangsung kapan dan dimana saja, yaitu pada saat dan tempat yang
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak didik.
4. Pendidikan dapat berlangsung secara mandiri dan dapat berlangsung secara efektif
dengan dilakukannya pengawasan dan penilikan berkala.
5. Pendidikan dapat berlangsung secara efektif baik di dalam kelompok yang homogen,
kelompok yang heterogen, maupun perseorangan.
6.

Belajar dapat diperoleh dari siapa dan apa saja, baik yang sengaja dirancang maupun

yang diambil manfaatnya.

19

BAB III
PEMBAHASAN

Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung
seumur hidup. Pendidikan biasa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan
oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan
dengan harapan ia akan bias (mengajar) bayi mereka sebelum di lahirkan. Banyak orang lain,
pengalaman, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti dari pendidikan formal. Seperti
kata Mark Twain, “Saya tidak pernah membiarkan sekolah menggangu pendidikan saya”.
Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering sekali lebih
mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara
tidak resmi.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia
yaitu ;
 Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan
Nasioanal, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.
 Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya
20

Di sekolah tempat penulis bertugas yaitu SMK Bina Bangsa Ciledug merupakan
kelompok Bisnis dan Manajemen yang terdiri dari program studi Akuntansi, Administrasi
Perkantoran dan Pemasaran ditambah dengan program studi Multimedia yang termasuk
kelompok Teknik dan Informasi Komputer mencoba menerapkan Konsep pendidikan
sebagaimana beberapa para ahli telah kemukakan.
Pada tahun ajaran 2013 / 2014 SMK Bina Bangsa menjadi salah satu sekolah yang
ditunjuk untuk melaksanakan Kurikulum 2013.
SMK Bina Bangsa memiliki visi dan misi pendidikan sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas organisasi dan manajemen sekolah dalam menumbuhkan
semangat keunggulan kompetitif.
2. Meningkatkan kualitas KBM dalam mencapai kompetensi siswa berstandar
nasional/international.
3. Meningkatkan kualitas kompetensi guru dan pegawai dalam mewujudkan standar
pelayanan minimal.
4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan dalam
mendukung penguasaan IPTEK.
5. Meningkatkan kualitas SDM dan kualitas pembinaan siswa dalam mewujudkan
IMTAQ dan sikap kemandirian
6. Meningkatkan kemitraan dengan DU/DI sesuai prinsip DEMAND DRIVEN.
7. Meningkatkan kualitas pengelolaan unit produksi dalam menunjang kualitas SDM.
8. Memberdayakan lingkungan pengelolaan sekolah dalam mewujudkan wawasan
WIYATA MANDALA.

Dari visi dan misi tersebut di atas dapat diketahui bahwa dalam menerpakan konsep
pendidikan di SMK Bina Bangsa ingin menerapkan bahwa sekolah adalah salah satu sumber
dalam meningkatkan kompetensi baik siswa maupun guru. Jadi, tidak hanya siswa yang
belajar, tetapi lingkungan pun dimana guru yang menjadi fasilitator pembelajaran menjadi
seorang individu yang turut belajar dan dapat dikatakan sebagai lingkungan yang pembelajar
“learning environment”.

21

BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat teori
pendidikan yaitu teori behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisime, dan humanistik.
Sedangkan untuk konsep pendidikan yang penulis simpulkan berdasarkan dari beberapa
pendapat yaitu Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan secara terencana melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar
sekolah untuk mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimiliki seseorang baik
itu pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk digunakan dalam memainkan peranan dalam
berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Teori pendidikan dapat dilihat dari 3 segi yaitu bentuk, isi, dan asumsi pokok. Dari segi
bentuk, teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu,
menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan. Isi sebuah teori
pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep tentang peristiwa pendidikan. Sedang,
asumsi pokok menyatakan pendidikan adalah aktual, normatif, dan proses.

22

2.

Konsep pendidikan meliputi pendidikan adalah kehidupan, pendidikan adalah sekolah,
dan pendidikan sekolah dan luar sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Mudyaharjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana
Miarso, Yusufhadi. Kuliah umum Dasar-dasar Teknologi Pendidikan program studi Magister
Teknologi Pendidikan Universitas Sriwijaya semester satu pada 2 September 2013.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Soetriono dan Rita Hanafie. 2007. Filasafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
Andi.
Sukardjo. 2009. Landasan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

23

Sukmadiata, N.S. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan
Kusuma Karya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Uno, Hamzah B. Orientasi dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

24