Situasi dan Aliran Pendidikan Klasik Mau

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sebagai upaya manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik
yang mampu disediakan setiap generasi manusia untuk kepentingan generasi muda
agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks sosial budaya. Oleh
karena itu, setip masyarakat pluralistik di zaman modern senantiasa menyiapkan
warganya yang terpilih sebagai pendidik bagi kepentingan kelanjutan (regenerasi) dari
masing-masing masyarakat yang bersangkutan. Pada sisi itulah diperlukan pendidikan,
yang melampaui tata aturan di dalam keluarga untuk meningkatkan harkat dan
kepribadian individu agar menjadi manusia yang lebih cerdas.
Berdasarkan pemahaman di atas maka dapat dikatakan bahwa persoalan
pendidikan merupakan proses yang kompleks karena membutuhkan jalinan pemikiran
teoritis sebagai dasar pijak dalam pengambilan keputusan kependidikan serta
pemahaman beragam gejala yang faktual dan aktual yang melibatkan pembicaraan
berbagai unsur yang terkait langsung di dalam proses pendidikan.
Dengan demikian, banyak unsur yang terkait dalam pendidikan maka tidaklah
mengherankan apabila dalam proses pendidikan pada umumnya dan pembelajaran
khusus sering muncul beragam masalah. Masalah tersebut dapat muncul dari
kesalahan pelaku-pelaku pendidikan itu sendiri atau mungkin pula mengemuka karena
waktu begitu cepat bergulir yang beriringan dengan tantangan zaman yang berbeda

dengan waktu-waktu sebelumnya.
Ilmu pendidikan berasal dari berbagai ilmu seperti sosiologi, psikologi, dan
filsafat. Oleh karena itu, di dalam ilmu pendidikan ditemukan berbagai macam aliran.
Adanya beragam aliran ini disebabkan ilmu pendidikan berhubungan dengan manusia
yang terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Di sisi lain perkembangan
manusia itu sendiri menjadi objek studi para ahli, sehingga pendidikan tak pernak luput
dari pemikiran para ilmuan.
B. Rumusan Masalah
1. Kehidupan dan cara hidup pemuda dalam konteks sosial budaya
2. Kesalahan pendidik dalam memberikan dasar teoritis dan pemahaman dalam
pengambilan keputusan kependidikan
3. Aliran aliran dalam ilmu pendidikan

1

BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
A. SITUASI PENDIDIKAN
Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai kecendrungan untuk selalu
berkumpul dengan orang lain. Saat berkumpul dengan orang lain itulah kemudian

timbul berbagai keinginan untuk meniru, bertanya dan ingin tahu, kemudian kondisi ini
mengubah hubungan sosial biasa ke arah hubungan pendidikan (yang membedakan
hubungan siswa anak didik dengan pendidik).
Ciri anak didik (disebut peserta didik) antara lain adalah :



Pribadi yang selalu ingin berkembang, memerlukan bantuan, arahan, contoh dan
dari orang lain.
Pribadi yang unik (berbeda satu sama lain tidak sama)

Ciri-ciri anak di atas membawa konsekuensi terhadap peran pendidikannya yang
diharapka dapat menjadi :
(1) Komunikator artinya

: mampu mengkomunikasikan ilmu/pengetahuan dan
keterampilan dengan baik.

(2) Fasilitator artinya


: dapat menciptakan situasi dan kondisi yang baik
sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar
yang optimal ( situasi kondusif)

(3) Motivator artinya

: mampu memberi dorongan belajar

(4) Konselor artinya

: dapat menjadi pembimbing, pengasuh, pengarah, atau
membantu memecahkan masalah dengan ikhlas

(5) Administrator

: mempunyai catatan yang lengkap dari hasil kemajuan
siswa dari awal sampai akhir hingga tampak adanya
kelebihan atau kekurangan dari siswa.

Menurut Ki Hajar Dewantoro, fungsi pendidik hendaknya dapat :

a. Menjadi contoh atau teladan ( ing ngarso sun tulodo)
b. Menjadi penggerak bila berada di tengah-tengah siswa (ing madio mangun
karso)
c. Mengikuti sambil mengawasi dari belakang (tut wuri handayani)

2

Dalam aktivitas pendidikan terdapat faktor penting yang harus dimiliki oleh pendidik
yaitu : kewibawaan.
Kewibawaan adalah faktor diri yang dapat menimbulkan rasa segan dan percaya
sehingga siswa patuh mengikuti anjuran guru karena adanya rasa hormat dan perasaan
senang.
1. Macam-Macam Pendidik
Pendidik dapat digolong-golongkan bersama menjadi :
a. Pendidik kodrat atau non kodrat seperti : orang tua yang secara alamiah
harus bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya
b. Pendidik jabatan atau formal : ialah guru, pelatih, pembimbing yang karena
jabatannya harus bertanggung jawab terhadap pendidikan siswanya.
2. Perubahan Situasi Pergaulan Yang Bersifat Pendidik
Seperti yang telah dicantumkan di atas bahwa hakekatnya sebagai makhluk

sosial maka manusia selalu berada ditengah-tengah kelompoknya, seperti keluarganya
atau temannya.
Syarat minimal situasi pendidikan adalah, adanya guru dan siswa ( anak dan
pendidik). Hubungan guru dan siswa dalam konteks biasa disebut situasi pergaulan.
Situasi pergaulan segera dapat berubah menjadi situasi pendidikan bila muncul adanya
keinginan ( secara sadar) untuk merubah siswa dari hal negatif menjadi hal-hal positif.
Pergaulan pendidikan mempunyi dua syarat, yaitu :
a. Ada usaha untuk mempengaruhi, dan
b. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa ( dilingkungan rumah, sekolah dan
masyarakat) dengan usaha pendidikan. Artinya memberi bimbingan, dan
bantuan yang diperlukan.
Plato megatakan bahwa : pembentukan pribadi berjalan sepanjang hayat, ini
menunjukan bahwa manusia membutuhkan pengaruh baik seumur hidupnya (sesuai
GBHN). Dalam praktek sering kali dilihat seseorang yang belum dewasa dapat
mempengaruhi orang lain atau temannya untuk berbuat baik dan berhasil. Kondisi
seperti itu belum dapat disebut sebagai pendidikan, tetapi baru merupakan pendidikan
semu (pseudo-paedagogik).
Dari uraian di atas terdapat beberapa ciri pendidik yang perlu diketahui dan
diperhatikan, yaitu: bahwa
pendidik memiliki usaha atau prakarsa, pengaruh

perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak didik harus merupakan usaha
sendiri mendewasakan dirinya. Sikap pendidik yang lain perlu diketahui adalah :
menginginkan, menolak, memperbolehkan, melarang, mengharuskan, membiarkan,
memberantas dan memberi contoh, sesuai dengan situasi kondisi yang ada seperti :
3














Menginginkan


: Orang tua pasti punya harapan terhadap anaknya,
keinginan seperti dapat disampaikan secara
langsung
atau melalui cerita-cerita.
Menolak
: Bila anak meminta atau menginginkan sesuatu yang
“tidak baik” berbahaya atau menyimpang dari
norma
sebaiknya ditolak.
Memperbolehkan : apabila anak meminta izin untuk melakukan
kegiatan
yang bermanfaat sebaiknya diperbolehkan.
Melarang
: pada saat anak sedang melakukan kegiatan yang
berbahaya, sebaiknya segera dilarang dengan
alasan
yang masuk akal.
Mengharuskan
: untuk melakukan ritual keagamaan anak perlu diharuskan

melaksanakan sesuai dengan ajaran agama yang
dipeluknya.
Membiarkan
: aktivitas anak yang positif sebaiknya bahkan sedikit demi
sedikit dikembangkan.
Memberantas
: malas, tidak disiplin, membuang sampah sembarangan
dan segala bentuk adu domba harus diberantas.
Memberi contoh : makan pada tempatnya, bicara sopan, bersikap sosial dan
lain-lain secara tidak langsung akan dicontoh oleh
anak.

Pendidikan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana anak dibesarkan (sosio
cultural), termasuk didalamnya kebiasaan, kebudayaan, peraturan, adat istiadat, norma,
dll. Anak akan terbiasa hidup teratur atau disiplin disekolahnya dan dimasyarakat .
3. Mengapa manusia perlu dididik
 Karena manusia perlu merealisasi seluruh hakekat yang melekat pada
dirinya
 Manusia ingin menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi
 Manusia ingin dapat menyelesaikan maslahnya

 Manusia mempunyai keinginan untuk tahu tentang segala sesuatu yang
“baru”

Apa hasil pendidikan?

4

Hasil pendidikan berupa perubahan sikap dan perilaku. Perubahan sikap dan
perilaku dapat berupa penambahan keterampilan, pengetahuan, cara bersosialisasi,
menerapkan aturan, tata karma dan nilai-nilai.
4. Proses pendidikan
Aktivitas pendidikan dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang unsur-unsur
atau komponennya adalah input, proses dan out put. Proses pendidikan merupakan
kegiatan utama pengubahan input (siswa) menjadi out put (keluaran) disinilah peran
utama pendidikan. Dalam aktivitas pendidikan tidak hanya melihat hasil, tetapi justru
yang penting adalah prosesnya, (perolehan ilmu pengetahuan dan keterampilanlearning proses). Anak didik yang hasil belajarnya baik (skore 80) belum tentu karena
adanya pemahaman ( in sight ) tentang materi, mungkin disebabkan adanya
kecurangan-kecurangan dalam mengikuti tes. Pengubahan input menjadi out put
disebut sebagai proses transformasi.
B. ALIRAN PENDIDIKAN KLASIK DI INDONESIA

Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan yang telah dimulai pada zaman Yunani
Kuno, dan dengan kontribusi berbagai bagian dunia lainnya, akhirnya berkembang
dengan pesatnya di Eropa dan Amerika Serikat. Oleh karena itu, baik aliran-aliran klasik
maupun gerakan-gerakan baru dalam pendidikan pada umumnya berasal dari kedua
kawasan itu. Pemikiran-pemikiran itu tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia,
dengan berbagai cara, seperti: dibawa oleh bangsa penjajah ke daerah jajahannya,
melalui bacaan (buku dan sejenisnya), dibawa oleh orang-orang yang pergi belajar ke
Eropa atau Amerika Serikat, dan sebagainya. Aliran-aliran klasik yang meliputi aliran
empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi merupakan benang-benang merah
yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini dan mungkin
yang akan datang.
Aliran-aliran klasik dalam pendidikan :
1. Aliran empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi
eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak
tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaaan tidak dipentingkan .
Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke
(1632-1704) yang mengembangkan teori “tabula rasa” : anak lahir di dunia bagaikan
kertas putih yang bersih. Pengalaman empiria yang diperoleh dari lingkungan yang
berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Menurut pandangan

empiris (biasa pula disebut environmentalisme) pendidik memegang peranan yang
5

sangat penting sebab pendidikan dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada
anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. Pengalamanpengalaman itu yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan
pengalaman yang di peroleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang
dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam
kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena berbakat, meskipun
lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya
kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa, kecerdasan atau kemauan
keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat
atau kemampuuan yang telah ada dalam dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran
ini masih nampak pada pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai
makhluk yang pasih dan dapat dimanipulasi, umpama melalui modifikasi tingkahlaku.

2. Aliran Nativisme
Aliran nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan
kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan,
kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut
ditentukan oleh pembawaan yang sudah ada sejak kelahiran. Lingkungan kurang
berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Hasil pendidikan
tergantung pada pembawaan. Schoupenhauer (filsuf Jerman, 1788-1860) berpendapat
bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh
karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak
lahir. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak
itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik akan
menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik
tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri.
Istilah nativisme berasal dari kata native yang artinya adalah terlahir. Bagi
nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya
dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pendapat ini menyatakan bahwa
kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalu
anak mempunyai pembawaan baik maka dia akan menjadi orang baik. Pembawaan
buruk dan baik ini tidak dapat diubah oleh kekuatan dari luar. Meskipun dalam
kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan
anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu
bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
6

3. Aliran Naturalisme
Pandangan yang ada persamaan dengan nativisme adalah aliran naturalisme
yang dipelopori olehseorang filsuf Prancis J.J. Rousseau (1712-1778). Berbeda dengan
Schoupenhauer, Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan
mempunyai pembawaan yang baik. Namun pembawaan baik itu akan menjadi rusak
karena dipengaruhi oleh lingkungan. Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan
yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu.
Aliran ini juga disebut negativism, karena berpendapat bahwa pendidikan wajib
membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak
diperlukan. Yang dilaksanakan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar
pembawaan yang baik itutidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan
kegiatan pendidikan itu. J.J. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan
masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga kebaikan anak-anak yang
diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannyaitu dapat secara spontan dan bebas.
Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan
pembawaannya, kemampuan-kemampuannya dan kecenderungan-kecenderungannya.
Pendidikan, harus dijauhkan dalam perkembangan anak karena hal itu bearti dapat
menjauhkan anak dari segala hal yang bersifat dibuat-buat dan dapat membawa anak
kembalike alam untuk mempertahankan segala yang baik. Seperti diketahui, gagasan
naturalisme, yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini malahan terbukti
sebaliknya pendidikan makin lama makin diperlukan.

4. Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan
bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah
disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat
bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor
lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa
pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan
lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang
baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada
diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai
contoh hakekatnya kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah
juga hasil konvergensi. Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui
situasi lingkungannya anak belajar berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun
mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu
7

tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya, misalnya bahasa
Jawa, bahasa Sunda, bahasa Inggris dan sebagainya.
Karena itu teori William Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya
memusat ke satu titik). Jadi menurut teori konvergensi :
a. Pendidikan mungkin dilaksanakan
b. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak
didik untuk mengembangkan potensi yang baik
c. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan
yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang manusia.

C. ALIRAN PENDIDIKAN MODERN DI INDONESIA
Menurut Mudyahardjo (2001: 142) macam-macam aliran pendidikan modern di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Progresivisme
Progresivisme
adalah
gerakan
pendidikan
yang
mengutamakan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai
reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teachercentered) atau bahan pelajaran (subject-centered).
 Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja,
bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan
sepenuhnya bakat dan minat setiap anak.

 Kurikulum pendidikan Progresivisme adalah kurikulum yang berisi pengalamanpengalaman atau kegiatan-kegiatan belajar yang diminati oleh setiap peserta
didik (experience curriculum).



Metode pendidikan Progresivisme antara lain:
8

1. Metode belajar aktif.
2. Metode memonitor kegiatan belajar.
3. Metode penelitian ilmiah



Pendidikan berpusat pada anak.

Pendidikan Progresivisme menganut prinsip pendidikan berpusat pada anak.
Anak merupakan pusat dari keseluruhan kegiatan-kegiatan pendidikan. Pendidikan
Progresivisme sangat memuliakan harkat dan martabat anak dalam pendidikan. Anak
bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil. Anak adalah anak, yang sangat berbeda
dengan orang dewasa. Setiap anak mempunyai individualitas sendiri-sendiri, anak
mempunyai alur pemikiran sendiri, anak mempunyai keinginan sendiri, mempunyai
harapan-harapan dan kecemasan sendiri, yang berbeda dengan orang dewasa.
Dengan demikian, anak harus diperlakukan berbeda dari orang dewasa.

2. Esensialisme
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang
memprotes gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan
budaya atau sosial. Menurut esensialisme nilai-nilai yang tertanam dalam nilai budaya
atau sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur
dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun dan di dalamnya
berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu.
Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas.
 Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah
melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang
waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang.
Pengetahuan ini diikuti oleh ketrampilan. Ketrampilan, sikap-sikap dan nilai yang tepat,
membentuk unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan
bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau
kecerdasan.

9



Metode pendidikan:

a. Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).
b. Peserta didik dipaksa untuk belajar.
c. Latihan mental
 Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran
akademik yang pokok. Kurikulum sekolah dasar ditekankan pada pengembangan
ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika.Sedangkan kurikulum
pada sekolah menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran
matematika, ilmu kealaman, serta bahasa dan sastra.

3. Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme
memandang
pendidikan
sebagai
rekonstruksi
pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi
tempat utama berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari
kehidupan sosial di masyarakat


Tujuan pendidikan

Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk
melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. Tujuan
pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik
tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala
global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
 Kurikulum dalam pendidikan rekonstruksionalisme berisi mata-mata pelajaran yang
berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak
berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia. Yang
termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri, dan
program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah.

10

4. Perennialisme
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilainilai universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian
dan penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut. Guru mempunyai
peranan dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Menurut perennialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena
dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi dengan
berpikir, maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan
mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk
mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan
yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami faktor-faktor dan problema
yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.


Tujuan pendidikan

Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya
yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan
buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh
zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi,
matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, telah banyak memberikan
sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.
 Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cenderung menitikberatkan pada
sastra, matematika, bahasa dan sejarah.
5. Idealisme
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa
terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh
panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu
dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah
idea. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi
pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang
pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan
dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang
gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan
pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara
11

yang sangat penting. Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan
murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang
guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu
ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa
kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak
bermakna.
Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme.
Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan
masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut
paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk
masyarakat, dan campuran antara keduanya.


Tujuan Pendidikan

Agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna,
memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu
menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu
individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi
kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit
persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang
tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan
yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian
dan rasa saling menyayangi.


Kurikulum

Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus
lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak
daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya
senantiasa aktual.

12

BAB III
PENUTUP
A. Rangkuman
Dengan banyaknya aliran-aliran dalam ranah pendidikan bukan berarti akan
membuat semakin tidak jelasnya konstruksi filsafat pendidikan. Akan tetapi dalam
masing-masing aliran dapt menghasilkan titik temu yang harmonis, yang fungsinya
guna mendapatkan gambaran filsafat pendidikan yang harmonis. Seharusnya aliranaliran dalam pendidikan itu harus sejalan dengan sistem pendidikan yang baik juga,
karena dengan sistem yang baik aliran-aliran dalam pendidikan baik itu aliran klasik
atau pun aliran modern bias berjalan selaras, dengan demikian akan tercipta situasi
pendidikan yang di inginkan bersama.
B. Implikasi dalam Bimbingan dan Konseling
Kita sebagai konselor dapat menciptakan situasi dan kondisi yang baik sehingga
siswa dapat mendapatkan hasil belajar yang optimal. Kita sebagai konselor dapat
menjadi pembimbing/pengasuh/pengarah/membantu memecahkan masalah.
Sebagai konselor kita harus ikut serta membantu pemahaman peserta didik
tentang aliran-aliran pada pendidikan itu adalah semata-mata untuk menciptakan situasi
pendidikan yang diharapkan, karena dalam bimbingan dan konseling, faktor sangat
berperan aktif pada situasi pendidikan yang ada dan aliran-aliran pendidikan hanya
sebagai variasi dalam situasi pendidikan

13

Daftar Pustaka
Sukardjo M, Komarudin Ukim. 2009. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya.
Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
Nasution. 2010. Diktat Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Indraprasta PGRI.
Tim Pengembangan MKDK. 2011. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta : FIP UNJ.
Anonim. Aliran Pendidikan Modern di Indonesia. Dikutip dati http://wikipedia.com/aliranpendidikan-modern pada tanggal 04 November 2012 pukul 11.10 WIB

14