TUGAS MAKALAH Analisis Mata Kuliah Pendi
TUGAS MAKALAH
“Analisis Kesalahan Tataran Morfologi, Bidang Frasa, dan Penerapan EYD pada Karangan
Cerpen”
Mata Kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia
Disusun Oleh :
Shabila Hidayati (1204492)
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi. Penggunaan bahasa sehari-hari tentu tidak luput
dari kesalahan. Baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Kesalahan tersebut bervariasi
mulai dari kesalahan dari tingkatan paling rendah yaitu fonem hingga tingkatan paling tinggi
seperti wacana. Meskipun sudah sering dipelajari, namun kesalahan tersebut tetap akan
muncul.
Salah satu kesalahan yang umum dalam penggunaan bahasa adalah saat seseorang
menulis karangan. Karangan yang dimaksudkan bisa berupa paragraf deskripsi, narasi,
eksposisi dan yang lainnya. Namun yang akan kita bahas disini adalah khusus untuk
paragaraf narasi berupa sebuah bentuk karya sastra, yaitu sebuah cerpen.
Cerpen merupakan sebuah hasil pemikiran seseorang berupa cerita mengenai kehidupan
sehari-hari yang habis untuk sekali baca dan tidak bersambung. Cerpen sering menjadi bagian
dalam kehidupan. Banyak hal yang dapat diteladani dalam cerpen. Saking hebatnya cerpen,
sampai-sampai hampir setiap surat kabar selalu memuat mengenai cerpen. Entah dimuat
dalam kurun waktu setiap hari, mingguan, maupun bulanan.
Namun cerpen-cerpen ini belum tentu semuanya mengunakan bahasa yang benar. Pasti
terdapat beberapa kesalahan yang entah disadari
maupun tidak oleh orang yang
bersangkutan.
Analisis kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun
tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari
norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia
(Setyawati,2010:13). Penyebab kesalahan berbahasa menurut Setyawati (2010:15-16) pada
umumnya dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: (1) terpengaruh terhadap bahasa yang lebih dahulu
dikuasainya, (2) kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya, (3)
pengajaran bahsa yang kurang tepat atau kurang sempurna.
Adapun analisis kesalahan berbahasa yang akan saya bahas dalam karangan cerpen
diantaranya adalah mengenai tataran morfologi, tataran sintaksis, dan EYD. Pengguna
bahasa pada umunya sering melakukan kesalahan pada tataran-tataran tersebut. Sehingga
saya rasa cukup tepat bila saya membahas kesalahan berbahasa pada tataran-tataran tersebut.
Melihat permasalahan yang begitu banyak imbasnya, maka pentinglah penelitian ini saya
lakukan. Karena penelitian ini nanantinya diharapkan akan mampu membantu untuk
mengetahui mana penggunaan bahasa yang benar dan mana penggunaan bahasa yang salah.
Maka dari itu saya membuat peneltian dengan judul “Analisis Kesalahan Tataran Morfologi,
Bidang Frasa, dan Penerapan EYD pada Karangan Cerpen”.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah analisis kesalahan tataran morfologi, bidang frasa, dan penerapan EYD pada
karangan cerpen?
2. Bagaimanakah evaluasi dari kesalahan tataran morfologi, bidang frasa, dan penerapan EYD
pada karangan cerpen?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis kesalahan tataran morfologi, bidang frasa, dan penerapan EYD pada karangan
cerpen.
2. Mengevaluasi kesalahan tataran morfologi, bidang frasa, dan penerapan EYD pada karangan
cerpen.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat teoritis
a. Hasil pembahasan ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasan ilmu
pendidikan khususnya dalam analisis kesalahan berbahasa pada karangan cerpen.
b. Sebagai bahan untuk menambah kepustakaan.
2. Manfaat praktis
Bagi pembaca penelitian ini diharapkan akan menambah wawasan dan pengetahuan
akan analisis kesalahan pada tataran morfologi, bidang frasa, dan penerapan EYD pada
karangan cerpen.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KAJIAN TEORITIS
1. Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa
sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh
perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata.
Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata
yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam
morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah
morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi. Itulah sebabnya, dikatakan
bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
Pengafiksan
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau
imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu
satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk
kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:
1. Berbaju
2. Menemukan
3. Ditemukan
4. Jawaban.
Berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi menjadi
empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir
(sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).
Peluluhan Bunyi
Peluluhan
Kata dasar yang diawali
fonem pada
dengan huruf k, s, p, atau
kata majemuk t huruf pertamanya akan
meluluh jika ditambahkan
awalan me-.
kali >
mengali
seru >
menyeru
paku >
memaku
punya >
mempunyai,
bukan memunyai
patroli >
mempatroli,
bukan mematroli
panitia >
mempanitia[i],
bukan
memanitia[i]
terima >
menerima
pecundang >
mempecundang,
bukan
memecundang
Penyingkatan Morf
Salah satu morfem pembentuk kata kerja yang sangat produktif dalam bahasa
Indonesia adalah morfem meN-. Variasi atau alomorf morfem meN-adalah me-, men-, meny-,
mem-, meng-, dan mengetahui-. Dalam penggunaan bahasa, mungkin karena pengaruh
bahasa daerah, morf men-, meny-, meng-, danmenge- disingkat menjadi n, ny, ng, dan nge
dalam pembentukan kata kerja. Hal ini tentu menimbulkan kesalahan berbahasa dalam bidang
morfologi.
Berikut ini adalah sejumlah contoh pembentukan kata kerja yang salah karena
menyingkat morf men-, meny-, meng-, dan menge- menjadi n, ny, ng, dan nge.
SALAH
BENAR
nolong
Menolong
nari
Menari
natap
Menatap
ninggal
Meninggal
Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik
disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).
Contoh: berbulan-bulan, satu-satu, seseorang, compang-camping, sayur-mayur.
Penggabungan atau Pemajemukan
Proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal (Oka dan Suparno, 1994:181).
Contoh:
1. Sapu tangan
2. Rumah sakit
2. Frasa
Frasa atau frase adalah sebuah makanan linguistik. Lebih tepatnya, frasa merupakan
satuan linguistik yang lebih besar dari kata dan lebih kecil dari klausa dan kalimat. Frasa
adalah kumpulan kata nonpredikatif. Artinya frasa tidak memiliki predikat dalam strukturnya.
Itu yang membedakan frasa dari klausa dan kalimat.
Kesalahan frasa yang sering dijumpai dalam bahasa lisan maupun tulis. Menurut
Setyawati (2010: 76) kesalahan dalam bidang frasa dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain
adalah : (a) pengaruh bahasa daerah, (b) penggunaan preposisi yang tidak tepat, (c)
penggunaan unsur yang berlebihan, (d) penggunaan unsur superlative yang berlebihan, dan
(e) penjamakan ganda.
3. Penerapan EYD
Ejaan didefinisikan sebagai kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,
kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan serta penggunaan tanda baca (KBBI dalam
Setyawati, 2010: 155).
Sepasang Sepatu di Depan Pintu
Cerpen M. Arman AZ
Jangan anggap aku anak rajin kalau sering berangkat ke sekolah pagi-pagi. Apalagi
menganggapku pintar, itu salah besar. Sesungguhnya aku bodoh, berotak bebal. Tiap tahun,
lima ranking paling buncit di kelas, salah satunya pasti milikku. Jadi, kalau pun naik kelas,
kupikir karena nasib baik saja.
Setelah lancar mengeja, menulis, menjumlah, dan cukup tahu sedikit tentang sejarah, tak ada
lagi manfaat yang kupetik dari sekolah. Di mataku, gedung itu malah menyerupai lintah.
Makin hari makin bengkak, saking rakusnya menghisap darah. Aku dipaksa membeli buku ini
itu atau membayar biaya ini itu. Kalau tak dituruti, siap-siaplah kena marah atau dipersulit di
kemudian hari.
Teman-temanku selalu mencemooh jika kuceritakan bahwa di luar sana banyak tempat bagus
untuk menambah ilmu dan pengalaman. Mereka malah menganggapku sok pintar. Aku
bahkan pernah disindir. Kata mereka, "Hei, Lela, kalo sudah bosen sekolah, kenapa masih
datang kemari?" atau "Memangnya mau ngapain kalo nggak sekolah?!"
Aku murid perempuan yang bodoh. Tapi, itu penilaian guru dan teman-temanku. Mereka tak
tahu bahwa aku adalah pengamat sepatu yang baik. Bukankah itu satu kelebihan tersendiri?
Entah sejak kapan aku punya kebiasaan aneh itu. Otakku cepat merekam berbagai jenis dan
bentuk sepatu yang melintas di dekatku. Kadangkala, sifat seseorang bisa kutebak lewat
sepatu yang dikenakannya. Rena, misalnya. Orang tuanya pasti borju. Hampir tiap hari alas
kakinya ganti-ganti. Kalau kemarin cokelat, hari ini merah, besok tunggu saja warna apa lagi
yang dipakainya. Ditambah lagaknya yang angkuh, tentu tebakanku jitu. Si Bengal Dodi lain
lagi. Dia duduk di depanku. Sepatu sebelah kirinya sudah robek. Kaos kakinya coklat kumal.
Jika angin berhembus, tercium aroma tengik dari bawah meja. Sementara, aku dan murid
lainnya cuma punya sepasang sepatu yang harus kami rawat baik-baik untuk dikenakan setiap
hari.
***
Kami, aku dan bapak, menghuni bedeng berdinding kayu. Letaknya masuk ke dalam gang
dengan liku menyerupai labirin. Berjejalan dengan bedeng-bedeng lainnya. Bau busuk got
mampat, aroma ikan asin digoreng, lalat hijau menari di atas gumpalan dahak, musik
dangdut, kata-kata kasar, tangis bayi, jalan becek, genteng bocor di musim hujan, perkakas
dapur beterbangan, adalah pemandangan biasa bagi kami. Kalau sudah garis tangan untuk
melarat sampai berkarat, mau diapakan lagi?
Aku besar di lingkungan yang keras. Kawasan tempat tinggal kami tersohor sebagai
kompleks pelacuran di kota ini. Ibarat akar pohon yang menancap kuat dalam tanah, julukan
itu tak bisa dirobohkan lagi. Sama seperti rasa benciku pada ibu. Janjinya cuma dua tahun
kerja di Malaysia. Begitu kontrak kerja sebagai TKW selesai, dia mau pulang. Membuka
usaha kecil-kecilan dengan uang simpanan. Nyatanya ibu berdusta. Sampai sekarang dia tak
pernah pulang. Malah dalam surat terakhirnya, ibu mengabarkan bahwa sudah kawin lagi di
seberang sana. Kurang ajarnya, dia menyuruh bapak menyusul jejaknya, mencari istri baru
demi kebaikanku, anak semata wayangnya. Ah, tahi kucing dengan ibu.
Meski ditinggalkan ibu, bapak tetap setia dengan kios kecilnya. Hasil dagangan dipakai untuk
menyumpal perut kami, juga membayar biaya sekolahku. Aku sudah kelas enam SD. Kata
tetangga, aku malah kelihatan seperti anak SMP. Penasaran dengan celetukan mereka, sekali
waktu aku bercermin. Tubuhku memang bongsor. Sepasang bukit telah muncul di dadaku.
Pinggangku juga ramping. Pantas bapak sering menasehati agar hati-hati bergaul di sekitar
tempat ini.
Di depan gang, ada seruas jalan yang selalu ramai bila malam membentangkan layar. Di sana
hingar-bingar, warna-warni, penuh tawa. Hampir di setiap rumah tergantung plang
bertuliskan "Wisma", "Losmen", atau "Karaoke". Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai
sambil ngobrol. Tua muda. Cantik jelek. Kadang-kadang mereka tertawa ngakak kalau ada
yang lucu menurut mereka. Dandanan mereka menor-menor. Aku pernah mencoba
berdandan, meniru gaya mereka. Tapi, aku tak berani merokok seperti mereka. Bapak bisa
menamparku kalau ketahuan merokok.
Sebelum membawa tamu lelaki masuk ke wisma, losmen, atau karaoke, mbak-mbak itu
memesan minuman ringan atau rokok. Bapak tak bisa meninggalkan kios begitu saja. Jadi,
tugaskulah untuk mengantar pesanan para tamu.
***
Aku duduk sendirian di pojok kelas. Teman-temanku menganggap siapa yang menghuni
bangku belakang, kalau bukan anak badung pasti anak bodoh. Karena itulah, aku nyaris tak
punya teman. Mereka kadang menghindar atau menatap curiga kalau aku mendekat.
Di sekolah tak diajarkan bagaimana membaca situasi dan memenangkannya. Teman-temanku
tak tahu apa yang kulakukan di pojok kelas. Mereka hanya duduk rapi dan tegang menyimak
pelajaran yang diberikan guru. Takut kena marah kalau ketahuan celingak-celinguk. Apalagi
kalau tiba-tiba dipanggil ke depan kelas, dan ternyata tak bisa mengerjakan soal-soal di papan
tulis. Wajah mereka mirip kerbau dungu saat berdiri dengan sebelah kaki terangkat.
Sepatu guru pun tak luput dari pengamatanku. Biasanya, ketika mereka berkeliling
mengawasi ulangan, aku suka mencuri pandang ke arah sepatu mereka. Kuselidiki warna,
bentuk, jenis, hingga perangai pemakainya. Nah, inilah yang membuatku heran. Dari dulu
sampai sekarang, sepatu guru-guruku tak berubah. Ada yang kulitnya terkelupas. Ada yang
dijahit berkali-kali. Bahkan ada yang sepatunya sudah tak muat lagi, tapi tetap saja dikenakan
hingga jemari kakinya membayang jelas.
Apakah guru-guruku tak punya sepatu cadangan? Atau gaji mereka tak cukup untuk membeli
sepatu baru?
***
Ini malam minggu. Malam yang panjang. Sore tadi, bapak mengingatkan agar lepas magrib
aku sudah membantunya di kios. Tempat ini lebih semarak ketimbang hari-hari biasa. Ramai
orang berarti ramai pembeli. Rokok, minuman ringan, bir, dan kacang kulit, pasti laku keras.
Isi kios berkurang. Isi dompet bapak bertambah. Hidup terasa lebih ringan. Aku dan bapak
bisa tersenyum sekejap.
Aku tak pernah mengeluh meski terkadang kerja sampai larut malam. Selain bisa membantu
bapak, kadangkala aku juga dapat seseran dari orang-orang baik hati. Tapi mulai sekarang
aku harus lebih waspada. Jangan sampai kecolongan seperti malam Minggu kemarin. Ada
seorang lelaki mengelus pundak dan meremas bokongku. Dasar bajingan. Dipikirnya aku
sama seperti mbak-mbak menor itu.
"Lela, cepat kemari!" Kulihat wajah bapak terang diguyur cahaya petromaks. Tangannya
melambai ke arahku. Bergegas kuhampiri bapak. Aku membawa cerita bagus untuknya.
Barusan tadi aku mengantar dua botol bir hitam, kacang, dan lima bungkus rokok ke salah
satu rumah. Pembelinya orang bule, awak kapal yang siang tadi merapat di pelabuhan. Dia
memberiku uang lima puluh ribu rupiah. Mbak Sari yang menggelendot di pinggang bule
tinggi besar itu, mengedipkan matanya ke arahku. Dia bilang ambil saja kembaliannya
untukku. Tentu saja aku girang. Buru-buru kutinggalkan mereka. Tak kupedulikan wajah si
bule yang kebingungan, tak paham obrolan kami.
Bapak tertawa ngakak waktu kuceritakan kejadian barusan. "Hahaha, bagus Lela. Biar tahu
rasa dia. Sekali-kali orang macam itu memang harus dikerjain. Masak, dari dulu sampai
sekarang, kita dijajah terus-terusan sama mereka. Hahaha "
Bapak menyodorkan plastik hitam padaku. Isinya dua botol air mineral dan sebungkus rokok.
Aku harus mengantarnya ke rumah Tante Mila. "Pembelinya sudah mesan dari tadi," kata
bapak. Tanpa buang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak. Ini sudah keenam kali aku
pulang balik mengantar pesanan. Dengan uang di kantong, lelah jadi tak terasa. Rumah yang
kutuju seolah bisa dijangkau dengan sekali lompatan.
Aku terkejut melihat sepasang sepatu yang tergeletak serampangan di depan pintu. Sepatu
kulit tua model kuno itu mengingatkanku pada sesuatu. Pelajaran matematika yang
menjemukan dan gurunya yang menyebalkan. Ya, ya, Pak Songong, dia paling jago
membentak dan menghukum murid yang tak bisa mengerjakan soal. Ia juga suka membelaibelai punggung murid wanita, dan mencuri pandang ke arah kancing atas murid wanita yang
menunduk ketakutan di sebelahnya.
Aku yakin, sepatu ini milik Pak Songong, guru matematikaku. Aku hafal benar bentuk dan
jenisnya. Warnanya cokelat tua, mirip sepatu koboi yang yang kulihat di film-film. Jika
sedang menapak lantai, bunyinya klotak-klotak menyeramkan.
Apa yang dilakukan Pak Songong di sini? Bukankah tempat ini tak layak untuk didatangi
guru, orang yang katanya harus digugu dan ditiru? Aha, malam ini, di bawah keremangan
lampu, aku dapat ilmu tambahan. Moral seseorang tak bisa diukur dari jabatan atau gelar
yang disandangnya.
Jika Senin lusa kuceritakan apa yang kulihat malam ini pada seisi kelas, apakah mereka
percaya? Atau, lebih baik aku diam saja? Goblok! Buat apa berfikir sejauh itu?! Kalau pintu
ini kuketuk, lalu wajah Pak Songong menyembul di muka pintu, dia pasti kaget bukan main,
mengetahui pesanannya diantar muridnya. Apa yang akan dikatakannya? Apa yang harus
kulakukan? Ah, kami pasti sama-sama malu. ***
Bandar Lampung, Des 03
B. ANALISIS KESALAHAN TATARAN MORFOLOGI
Kesalahan pada bidnag morfologi menurut Setyawati (2010:49) dibagi menjadi (a)
penghilangan afiks, (b) peluluhan bunyi, dan (c) penyingkatan morf.
1. Penghilangan Afiks
a.
Penghilangan prefiks mengContoh:
Kesalahan
Jangan anggap aku anak rajin kalau sering berangkat ke sekolah pagi-pagi. (kalimat
pertama paragraf pertama cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu)
Pembetulan
Jangan menganggap aku anak rajin kalau sering berangkat ke sekolah pagi-pagi.
Kesalahan
Makin hari makin bengkak, saking rakusnya menghisap darah. (kalimat ketiga paragraf
pertama cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Makin hari makin membengkak, saking rakusnya menghisap darah.
Kesalahan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil ngobrol. (kalimat keempat paragraf
kesembilan cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil mengobrol.
Kesalahan
Selain bisa membantu bapak, kadangkala aku juga dapat seseran dari orang-orang baik
hati. (kalimat kedua paragraf keenam belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Selain bisa membantu bapak, kadangkala aku juga mendapat seseran dari orang-orang baik
hati.
Kesalahan
Tanpa buang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak. (kalimat kelima paragraf
kesembilan belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Tanpa membuang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak.
Kesalahan
Aha, malam ini, di bawah keremangan lampu, aku dapat ilmu tambahan. (kalimat ketiga
paragraf keduapuluh dua cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Aha, malam ini, di bawah keremangan lampu, aku mendapat ilmu tambahan.
b. Penghilangan prefiks berContoh:
Kesalahan
Kalau tak dituruti, siap-siaplah kena marah atau dipersulit di kemudian hari. (kalimat
kelima paragraf kedua cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Kalau tak dituruti, bersiap-siaplah kena marah atau dipersulit di kemudian hari.
Kesalahan
Hampir tiap hari alas kakinya ganti-ganti. (kalimat keenam paragraf kelima cerpen
Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Hampir tiap hari alas kakinya berganti-ganti.
Kesalahan
Aku tak pernah mengeluh meski terkadang kerja sampai larut malam. (kalimat pertama
paragraf keenam belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Aku tak pernah mengeluh meski terkadang bekerja sampai larut malam.
2. Peluluhan Bunyi
Contoh:
Kesalahan
Teman-temanku selalu menyemooh jika kuceritakan bahwa di luar sana banyak tempat bagus
untuk menambah ilmu dan pengalaman.(kalimat pertama paragraf ketiga cerpen Sepasang
Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Teman-temanku selalu mencemooh jika kuceritakan bahwa di luar sana banyak tempat bagus
untuk menambah ilmu dan pengalaman.
3. Penyingkatan Morf
Kesalahan
"Pembelinya sudah mesan dari tadi," kata bapak.(kalimat ketiga paragraf kesembilan belas
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
"Pembelinya sudah memesan dari tadi," kata bapak.
Kesalahan
Tanpa buang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak. (kalimat keempat paragraf
kesembilan belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Tanpa membuang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak.
Kesalahan
Dengan uang di kantong, lelah jadi tak terasa. (kalimat kelima paragraf kesembilan belas
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Dengan uang di kantong, lelah menjadi tak terasa.
Kesalahan
Aha, malam ini, di bawah keremangan lampu, aku dapat ilmu tambahan. (kalimat keempat
paragraf kedua puluh dua cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Aha, malam ini, di bawah keremangan lampu, aku mendapat ilmu tambahan.
Kesalahan
Jika Senin lusa kuceritakan apa yang kulihat malam ini pada seisi kelas, apakah mereka
percaya? (kalimat pertama paragraf kedua puluh tiga cerpen Sepasang Sepatu di Depan
Pintu).
Pembetulan
Jika Senin lusa kuceritakan apa yang kulihat malam ini kepada seisi kelas, apakah mereka
percaya?
Kesalahan
Selain bisa membantu bapak, kadangkala aku juga dapat seseran dari orang-orang baik
hati. (kalimat kedua paragraf keenam belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembenaran
Selain bisa membantu bapak, kadangkala aku juga mendapat seseran dari orang-orang baik
hati.
Kesalahan
Takut kena marah kalau ketahuan celingak-celinguk. (kalimat keempat paragraf kedua belas
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Takut terkena marah kalau ketahuan celingak-celinguk.
Kesalahan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil ngobrol. (kalimat keempat paragraf
kesembilan cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil mengobrol.
Kesalahan
Pantas bapak sering menasehati agar hati-hati bergaul di sekitar tempat ini. (kalimat ketujuh
paragraf kedelapan cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Pantas bapak sering menasehati agar berhati-hati bergaul di sekitar tempat ini.
Kesalahan
Janjinya cuma dua tahun kerja di Malaysia. (kalimat keenam paragraf ketujuh cerpen
Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Janjinya cuma dua tahun bekerja di Malaysia.
B. ANALISIS KESALAHAN BIDANG FRASA
Kesalahan yang sering dijumpai dalam bahasa lisan maupun tulis. Menurut Setyawati
(2010: 76) kesalahan dalam bidang frasa dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain adalah :
(a) pengaruh bahasa daerah, (b) penggunaan preposisi yang tidak tepat, (c) penggunaan unsur
yang berlebihan, (d) penggunaan unsur superlative yang berlebihan, dan (e) penjamakan
ganda.
1. Pengaruh bahasa daerah
Kesalahan
Kadang-kadang mereka tertawa ngakak kalau ada yang lucu menurut mereka. (kalimat
keenam paragraf kesembilan cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Kadang-kadang mereka tertawa terbahak kalau ada yang lucu menurut mereka.
Kesalahan
Sebelum membawa tamu lelaki masuk ke wisma, losmen, atau karaoke, mbak-mbak itu
memesan minuman ringan atau rokok. (kalimat pertama paragraf kesepuluh cerpen
Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Sebelum membawa tamu lelaki masuk ke wisma, losmen, atau karaoke, para wanita itu
memesan minuman ringan atau rokok.
Kesalahan
Takut kena marah kalau ketahuan celingak-celinguk. (kalimat keempat paragraf kedua belas
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Takut kena marah kalau ketahuan tengak-tengok.
Kesalahan
Tempat ini lebih semarak ketimbang hari-hari biasa. (kalimat empat paragraf kelima belas
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Tempat ini lebih semarak dari pada hari-hari biasa.
Kesalahan
Bapak tertawa ngakak waktu kuceritakan kejadian barusan. (kalimat pertama paragraf
kedelapan belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Bapak tertawa terbahak waktu kuceritakan kejadian barusan.
Kesalahan
orang yang katanya harus digugu dan ditiru? (kalimat ketiga paragraf kedua puluh dua
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
orang yang katanya harus ditaati dan di contoh?
2. Penggunaan preposisi yang tidak tepat
Tidak terdapat kesalahan penggunaan preposisi dalam cerpen Sepasang Sepatu di Depan
Pintu.
3. Penggunaan unsur yang berlebihan
Tidak ditemukan kesalahan penggunaan unsur yang berlebihan dalam cerpen Sepasang
Sepatu di Depan Pintu.
4. Penggunaan superlatif yang tidak tepat
Tidak ditemukan kesalahan penggunaan superlatif dalam cerpen Sepasang Sepatu di Depan
Pintu.
5. Penjamakan ganda
Kesalahan
Berjejalan dengan bedeng-bedeng lainnya. (kalimat ketiga paragraf keenam cerpen
Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Berjejalan dengan bedeng lainnya.
Kesalahan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil ngobrol. (kalimat keempat paragraf
kesembilan cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Banyak wanita duduk-duduk santai sambil ngobrol.
C. ANALISIS KESALAHAN PENERAPAN EYD
Ejaan didefinisikan sebagai kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,
kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan serta penggunaan tanda baca (KBBI dalam
Setyawati, 2010: 155).
1. Penulisan Huruf Kapital
Kesalahan
Ini malam minggu. (kalimat pertama paragraf kelima belas cerpen Sepasang Sepatu di
Depan Pintu).
Pembetulan
Ini malam Minggu.
Kesalahan
Sore tadi, bapak mengingatkan agar lepas magrib aku sudah membantunya di kios. (kalimat
kedua paragraf kelima belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Sore tadi, bapak mengingatkan agar lepas Magrib aku sudah membantunya di kios.
Kesalahan
Tak kupedulikan wajah si bule yang kebingungan, tak paham obrolan kami. (kalimat ketiga
belas paragraf ketujuh belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Tak kupedulikan wajah si Bule yang kebingungan, tak paham obrolan kami.
2. Penulisan Huruf Miring
Kesalahan
Kadang-kadang mereka tertawa ngakak kalau ada yang lucu menurut mereka. Dandanan
mereka menor-menor. (kalimat keenam paragraf kesembilan cerpen Sepasang Sepatu di
Depan Pintu).
Pembetulan
Kadang-kadang mereka tertawa ngakak (harusnya ditulis miring) kalau ada yang lucu
menurut mereka. Dandanan mereka menor-menor.
Kesalahan
Bukankah tempat ini tak layak untuk didatangi guru, orang yang katanya harus digugu dan
ditiru? (kalimat kedua paragraf kedua puluh dua cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Bukankah tempat ini tak layak untuk didatangi guru, orang yang katanya harus digugu dan
ditiru (harusnya dicetak miring)?
3. Penulisan ku-, kau-, mu-, dan nyaTidak ditemukan kesalahan penulisan ku-, mu-, kau-, dan nya- dalam cepen Sepasang Sepatu
di Depan Pintu.
4. Penulisan Preposisi
Tidak ditemukan kesalahan penulisan preposisi dalam cerpen Sepasang Sepatu di Depan
Pintu.
5. Penulisan Partikel
Tidak ditemukan kesalahan penulisan partikel dalam cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu.
6. Penulisan Unsur Serapan
Tidak ditemukan kesalahan penulisan usnsur serapan dalam cerpen Sepasang Sepatu di
Depan Pintu.
8. Penulisan Tanda Baca
Kesalahan
Rena(,) misalnya. (kalimat keempat paragraf kelima cerpen Sepasang Sepatu di Depan
Pintu).
Pembetulan
Rena misalnya.
Kesalahan
Kurang ajarnya, dia menyuruh bapak menyusul jejaknya(,) mencari istri baru demi
kebaikanku, anak semata wayangnya. (kalimat kedua belas paragraf ketujuh cerpen
Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Kurang ajarnya, dia menyuruh bapak menyusul jejaknya mencari istri baru demi
kebaikanku, anak semata wayangnya.
“Analisis Kesalahan Tataran Morfologi, Bidang Frasa, dan Penerapan EYD pada Karangan
Cerpen”
Mata Kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia
Disusun Oleh :
Shabila Hidayati (1204492)
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi. Penggunaan bahasa sehari-hari tentu tidak luput
dari kesalahan. Baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Kesalahan tersebut bervariasi
mulai dari kesalahan dari tingkatan paling rendah yaitu fonem hingga tingkatan paling tinggi
seperti wacana. Meskipun sudah sering dipelajari, namun kesalahan tersebut tetap akan
muncul.
Salah satu kesalahan yang umum dalam penggunaan bahasa adalah saat seseorang
menulis karangan. Karangan yang dimaksudkan bisa berupa paragraf deskripsi, narasi,
eksposisi dan yang lainnya. Namun yang akan kita bahas disini adalah khusus untuk
paragaraf narasi berupa sebuah bentuk karya sastra, yaitu sebuah cerpen.
Cerpen merupakan sebuah hasil pemikiran seseorang berupa cerita mengenai kehidupan
sehari-hari yang habis untuk sekali baca dan tidak bersambung. Cerpen sering menjadi bagian
dalam kehidupan. Banyak hal yang dapat diteladani dalam cerpen. Saking hebatnya cerpen,
sampai-sampai hampir setiap surat kabar selalu memuat mengenai cerpen. Entah dimuat
dalam kurun waktu setiap hari, mingguan, maupun bulanan.
Namun cerpen-cerpen ini belum tentu semuanya mengunakan bahasa yang benar. Pasti
terdapat beberapa kesalahan yang entah disadari
maupun tidak oleh orang yang
bersangkutan.
Analisis kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun
tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari
norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia
(Setyawati,2010:13). Penyebab kesalahan berbahasa menurut Setyawati (2010:15-16) pada
umumnya dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: (1) terpengaruh terhadap bahasa yang lebih dahulu
dikuasainya, (2) kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya, (3)
pengajaran bahsa yang kurang tepat atau kurang sempurna.
Adapun analisis kesalahan berbahasa yang akan saya bahas dalam karangan cerpen
diantaranya adalah mengenai tataran morfologi, tataran sintaksis, dan EYD. Pengguna
bahasa pada umunya sering melakukan kesalahan pada tataran-tataran tersebut. Sehingga
saya rasa cukup tepat bila saya membahas kesalahan berbahasa pada tataran-tataran tersebut.
Melihat permasalahan yang begitu banyak imbasnya, maka pentinglah penelitian ini saya
lakukan. Karena penelitian ini nanantinya diharapkan akan mampu membantu untuk
mengetahui mana penggunaan bahasa yang benar dan mana penggunaan bahasa yang salah.
Maka dari itu saya membuat peneltian dengan judul “Analisis Kesalahan Tataran Morfologi,
Bidang Frasa, dan Penerapan EYD pada Karangan Cerpen”.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah analisis kesalahan tataran morfologi, bidang frasa, dan penerapan EYD pada
karangan cerpen?
2. Bagaimanakah evaluasi dari kesalahan tataran morfologi, bidang frasa, dan penerapan EYD
pada karangan cerpen?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis kesalahan tataran morfologi, bidang frasa, dan penerapan EYD pada karangan
cerpen.
2. Mengevaluasi kesalahan tataran morfologi, bidang frasa, dan penerapan EYD pada karangan
cerpen.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat teoritis
a. Hasil pembahasan ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasan ilmu
pendidikan khususnya dalam analisis kesalahan berbahasa pada karangan cerpen.
b. Sebagai bahan untuk menambah kepustakaan.
2. Manfaat praktis
Bagi pembaca penelitian ini diharapkan akan menambah wawasan dan pengetahuan
akan analisis kesalahan pada tataran morfologi, bidang frasa, dan penerapan EYD pada
karangan cerpen.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KAJIAN TEORITIS
1. Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa
sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh
perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata.
Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata
yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam
morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah
morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi. Itulah sebabnya, dikatakan
bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
Pengafiksan
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau
imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu
satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk
kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:
1. Berbaju
2. Menemukan
3. Ditemukan
4. Jawaban.
Berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi menjadi
empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir
(sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).
Peluluhan Bunyi
Peluluhan
Kata dasar yang diawali
fonem pada
dengan huruf k, s, p, atau
kata majemuk t huruf pertamanya akan
meluluh jika ditambahkan
awalan me-.
kali >
mengali
seru >
menyeru
paku >
memaku
punya >
mempunyai,
bukan memunyai
patroli >
mempatroli,
bukan mematroli
panitia >
mempanitia[i],
bukan
memanitia[i]
terima >
menerima
pecundang >
mempecundang,
bukan
memecundang
Penyingkatan Morf
Salah satu morfem pembentuk kata kerja yang sangat produktif dalam bahasa
Indonesia adalah morfem meN-. Variasi atau alomorf morfem meN-adalah me-, men-, meny-,
mem-, meng-, dan mengetahui-. Dalam penggunaan bahasa, mungkin karena pengaruh
bahasa daerah, morf men-, meny-, meng-, danmenge- disingkat menjadi n, ny, ng, dan nge
dalam pembentukan kata kerja. Hal ini tentu menimbulkan kesalahan berbahasa dalam bidang
morfologi.
Berikut ini adalah sejumlah contoh pembentukan kata kerja yang salah karena
menyingkat morf men-, meny-, meng-, dan menge- menjadi n, ny, ng, dan nge.
SALAH
BENAR
nolong
Menolong
nari
Menari
natap
Menatap
ninggal
Meninggal
Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik
disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).
Contoh: berbulan-bulan, satu-satu, seseorang, compang-camping, sayur-mayur.
Penggabungan atau Pemajemukan
Proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal (Oka dan Suparno, 1994:181).
Contoh:
1. Sapu tangan
2. Rumah sakit
2. Frasa
Frasa atau frase adalah sebuah makanan linguistik. Lebih tepatnya, frasa merupakan
satuan linguistik yang lebih besar dari kata dan lebih kecil dari klausa dan kalimat. Frasa
adalah kumpulan kata nonpredikatif. Artinya frasa tidak memiliki predikat dalam strukturnya.
Itu yang membedakan frasa dari klausa dan kalimat.
Kesalahan frasa yang sering dijumpai dalam bahasa lisan maupun tulis. Menurut
Setyawati (2010: 76) kesalahan dalam bidang frasa dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain
adalah : (a) pengaruh bahasa daerah, (b) penggunaan preposisi yang tidak tepat, (c)
penggunaan unsur yang berlebihan, (d) penggunaan unsur superlative yang berlebihan, dan
(e) penjamakan ganda.
3. Penerapan EYD
Ejaan didefinisikan sebagai kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,
kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan serta penggunaan tanda baca (KBBI dalam
Setyawati, 2010: 155).
Sepasang Sepatu di Depan Pintu
Cerpen M. Arman AZ
Jangan anggap aku anak rajin kalau sering berangkat ke sekolah pagi-pagi. Apalagi
menganggapku pintar, itu salah besar. Sesungguhnya aku bodoh, berotak bebal. Tiap tahun,
lima ranking paling buncit di kelas, salah satunya pasti milikku. Jadi, kalau pun naik kelas,
kupikir karena nasib baik saja.
Setelah lancar mengeja, menulis, menjumlah, dan cukup tahu sedikit tentang sejarah, tak ada
lagi manfaat yang kupetik dari sekolah. Di mataku, gedung itu malah menyerupai lintah.
Makin hari makin bengkak, saking rakusnya menghisap darah. Aku dipaksa membeli buku ini
itu atau membayar biaya ini itu. Kalau tak dituruti, siap-siaplah kena marah atau dipersulit di
kemudian hari.
Teman-temanku selalu mencemooh jika kuceritakan bahwa di luar sana banyak tempat bagus
untuk menambah ilmu dan pengalaman. Mereka malah menganggapku sok pintar. Aku
bahkan pernah disindir. Kata mereka, "Hei, Lela, kalo sudah bosen sekolah, kenapa masih
datang kemari?" atau "Memangnya mau ngapain kalo nggak sekolah?!"
Aku murid perempuan yang bodoh. Tapi, itu penilaian guru dan teman-temanku. Mereka tak
tahu bahwa aku adalah pengamat sepatu yang baik. Bukankah itu satu kelebihan tersendiri?
Entah sejak kapan aku punya kebiasaan aneh itu. Otakku cepat merekam berbagai jenis dan
bentuk sepatu yang melintas di dekatku. Kadangkala, sifat seseorang bisa kutebak lewat
sepatu yang dikenakannya. Rena, misalnya. Orang tuanya pasti borju. Hampir tiap hari alas
kakinya ganti-ganti. Kalau kemarin cokelat, hari ini merah, besok tunggu saja warna apa lagi
yang dipakainya. Ditambah lagaknya yang angkuh, tentu tebakanku jitu. Si Bengal Dodi lain
lagi. Dia duduk di depanku. Sepatu sebelah kirinya sudah robek. Kaos kakinya coklat kumal.
Jika angin berhembus, tercium aroma tengik dari bawah meja. Sementara, aku dan murid
lainnya cuma punya sepasang sepatu yang harus kami rawat baik-baik untuk dikenakan setiap
hari.
***
Kami, aku dan bapak, menghuni bedeng berdinding kayu. Letaknya masuk ke dalam gang
dengan liku menyerupai labirin. Berjejalan dengan bedeng-bedeng lainnya. Bau busuk got
mampat, aroma ikan asin digoreng, lalat hijau menari di atas gumpalan dahak, musik
dangdut, kata-kata kasar, tangis bayi, jalan becek, genteng bocor di musim hujan, perkakas
dapur beterbangan, adalah pemandangan biasa bagi kami. Kalau sudah garis tangan untuk
melarat sampai berkarat, mau diapakan lagi?
Aku besar di lingkungan yang keras. Kawasan tempat tinggal kami tersohor sebagai
kompleks pelacuran di kota ini. Ibarat akar pohon yang menancap kuat dalam tanah, julukan
itu tak bisa dirobohkan lagi. Sama seperti rasa benciku pada ibu. Janjinya cuma dua tahun
kerja di Malaysia. Begitu kontrak kerja sebagai TKW selesai, dia mau pulang. Membuka
usaha kecil-kecilan dengan uang simpanan. Nyatanya ibu berdusta. Sampai sekarang dia tak
pernah pulang. Malah dalam surat terakhirnya, ibu mengabarkan bahwa sudah kawin lagi di
seberang sana. Kurang ajarnya, dia menyuruh bapak menyusul jejaknya, mencari istri baru
demi kebaikanku, anak semata wayangnya. Ah, tahi kucing dengan ibu.
Meski ditinggalkan ibu, bapak tetap setia dengan kios kecilnya. Hasil dagangan dipakai untuk
menyumpal perut kami, juga membayar biaya sekolahku. Aku sudah kelas enam SD. Kata
tetangga, aku malah kelihatan seperti anak SMP. Penasaran dengan celetukan mereka, sekali
waktu aku bercermin. Tubuhku memang bongsor. Sepasang bukit telah muncul di dadaku.
Pinggangku juga ramping. Pantas bapak sering menasehati agar hati-hati bergaul di sekitar
tempat ini.
Di depan gang, ada seruas jalan yang selalu ramai bila malam membentangkan layar. Di sana
hingar-bingar, warna-warni, penuh tawa. Hampir di setiap rumah tergantung plang
bertuliskan "Wisma", "Losmen", atau "Karaoke". Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai
sambil ngobrol. Tua muda. Cantik jelek. Kadang-kadang mereka tertawa ngakak kalau ada
yang lucu menurut mereka. Dandanan mereka menor-menor. Aku pernah mencoba
berdandan, meniru gaya mereka. Tapi, aku tak berani merokok seperti mereka. Bapak bisa
menamparku kalau ketahuan merokok.
Sebelum membawa tamu lelaki masuk ke wisma, losmen, atau karaoke, mbak-mbak itu
memesan minuman ringan atau rokok. Bapak tak bisa meninggalkan kios begitu saja. Jadi,
tugaskulah untuk mengantar pesanan para tamu.
***
Aku duduk sendirian di pojok kelas. Teman-temanku menganggap siapa yang menghuni
bangku belakang, kalau bukan anak badung pasti anak bodoh. Karena itulah, aku nyaris tak
punya teman. Mereka kadang menghindar atau menatap curiga kalau aku mendekat.
Di sekolah tak diajarkan bagaimana membaca situasi dan memenangkannya. Teman-temanku
tak tahu apa yang kulakukan di pojok kelas. Mereka hanya duduk rapi dan tegang menyimak
pelajaran yang diberikan guru. Takut kena marah kalau ketahuan celingak-celinguk. Apalagi
kalau tiba-tiba dipanggil ke depan kelas, dan ternyata tak bisa mengerjakan soal-soal di papan
tulis. Wajah mereka mirip kerbau dungu saat berdiri dengan sebelah kaki terangkat.
Sepatu guru pun tak luput dari pengamatanku. Biasanya, ketika mereka berkeliling
mengawasi ulangan, aku suka mencuri pandang ke arah sepatu mereka. Kuselidiki warna,
bentuk, jenis, hingga perangai pemakainya. Nah, inilah yang membuatku heran. Dari dulu
sampai sekarang, sepatu guru-guruku tak berubah. Ada yang kulitnya terkelupas. Ada yang
dijahit berkali-kali. Bahkan ada yang sepatunya sudah tak muat lagi, tapi tetap saja dikenakan
hingga jemari kakinya membayang jelas.
Apakah guru-guruku tak punya sepatu cadangan? Atau gaji mereka tak cukup untuk membeli
sepatu baru?
***
Ini malam minggu. Malam yang panjang. Sore tadi, bapak mengingatkan agar lepas magrib
aku sudah membantunya di kios. Tempat ini lebih semarak ketimbang hari-hari biasa. Ramai
orang berarti ramai pembeli. Rokok, minuman ringan, bir, dan kacang kulit, pasti laku keras.
Isi kios berkurang. Isi dompet bapak bertambah. Hidup terasa lebih ringan. Aku dan bapak
bisa tersenyum sekejap.
Aku tak pernah mengeluh meski terkadang kerja sampai larut malam. Selain bisa membantu
bapak, kadangkala aku juga dapat seseran dari orang-orang baik hati. Tapi mulai sekarang
aku harus lebih waspada. Jangan sampai kecolongan seperti malam Minggu kemarin. Ada
seorang lelaki mengelus pundak dan meremas bokongku. Dasar bajingan. Dipikirnya aku
sama seperti mbak-mbak menor itu.
"Lela, cepat kemari!" Kulihat wajah bapak terang diguyur cahaya petromaks. Tangannya
melambai ke arahku. Bergegas kuhampiri bapak. Aku membawa cerita bagus untuknya.
Barusan tadi aku mengantar dua botol bir hitam, kacang, dan lima bungkus rokok ke salah
satu rumah. Pembelinya orang bule, awak kapal yang siang tadi merapat di pelabuhan. Dia
memberiku uang lima puluh ribu rupiah. Mbak Sari yang menggelendot di pinggang bule
tinggi besar itu, mengedipkan matanya ke arahku. Dia bilang ambil saja kembaliannya
untukku. Tentu saja aku girang. Buru-buru kutinggalkan mereka. Tak kupedulikan wajah si
bule yang kebingungan, tak paham obrolan kami.
Bapak tertawa ngakak waktu kuceritakan kejadian barusan. "Hahaha, bagus Lela. Biar tahu
rasa dia. Sekali-kali orang macam itu memang harus dikerjain. Masak, dari dulu sampai
sekarang, kita dijajah terus-terusan sama mereka. Hahaha "
Bapak menyodorkan plastik hitam padaku. Isinya dua botol air mineral dan sebungkus rokok.
Aku harus mengantarnya ke rumah Tante Mila. "Pembelinya sudah mesan dari tadi," kata
bapak. Tanpa buang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak. Ini sudah keenam kali aku
pulang balik mengantar pesanan. Dengan uang di kantong, lelah jadi tak terasa. Rumah yang
kutuju seolah bisa dijangkau dengan sekali lompatan.
Aku terkejut melihat sepasang sepatu yang tergeletak serampangan di depan pintu. Sepatu
kulit tua model kuno itu mengingatkanku pada sesuatu. Pelajaran matematika yang
menjemukan dan gurunya yang menyebalkan. Ya, ya, Pak Songong, dia paling jago
membentak dan menghukum murid yang tak bisa mengerjakan soal. Ia juga suka membelaibelai punggung murid wanita, dan mencuri pandang ke arah kancing atas murid wanita yang
menunduk ketakutan di sebelahnya.
Aku yakin, sepatu ini milik Pak Songong, guru matematikaku. Aku hafal benar bentuk dan
jenisnya. Warnanya cokelat tua, mirip sepatu koboi yang yang kulihat di film-film. Jika
sedang menapak lantai, bunyinya klotak-klotak menyeramkan.
Apa yang dilakukan Pak Songong di sini? Bukankah tempat ini tak layak untuk didatangi
guru, orang yang katanya harus digugu dan ditiru? Aha, malam ini, di bawah keremangan
lampu, aku dapat ilmu tambahan. Moral seseorang tak bisa diukur dari jabatan atau gelar
yang disandangnya.
Jika Senin lusa kuceritakan apa yang kulihat malam ini pada seisi kelas, apakah mereka
percaya? Atau, lebih baik aku diam saja? Goblok! Buat apa berfikir sejauh itu?! Kalau pintu
ini kuketuk, lalu wajah Pak Songong menyembul di muka pintu, dia pasti kaget bukan main,
mengetahui pesanannya diantar muridnya. Apa yang akan dikatakannya? Apa yang harus
kulakukan? Ah, kami pasti sama-sama malu. ***
Bandar Lampung, Des 03
B. ANALISIS KESALAHAN TATARAN MORFOLOGI
Kesalahan pada bidnag morfologi menurut Setyawati (2010:49) dibagi menjadi (a)
penghilangan afiks, (b) peluluhan bunyi, dan (c) penyingkatan morf.
1. Penghilangan Afiks
a.
Penghilangan prefiks mengContoh:
Kesalahan
Jangan anggap aku anak rajin kalau sering berangkat ke sekolah pagi-pagi. (kalimat
pertama paragraf pertama cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu)
Pembetulan
Jangan menganggap aku anak rajin kalau sering berangkat ke sekolah pagi-pagi.
Kesalahan
Makin hari makin bengkak, saking rakusnya menghisap darah. (kalimat ketiga paragraf
pertama cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Makin hari makin membengkak, saking rakusnya menghisap darah.
Kesalahan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil ngobrol. (kalimat keempat paragraf
kesembilan cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil mengobrol.
Kesalahan
Selain bisa membantu bapak, kadangkala aku juga dapat seseran dari orang-orang baik
hati. (kalimat kedua paragraf keenam belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Selain bisa membantu bapak, kadangkala aku juga mendapat seseran dari orang-orang baik
hati.
Kesalahan
Tanpa buang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak. (kalimat kelima paragraf
kesembilan belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Tanpa membuang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak.
Kesalahan
Aha, malam ini, di bawah keremangan lampu, aku dapat ilmu tambahan. (kalimat ketiga
paragraf keduapuluh dua cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Aha, malam ini, di bawah keremangan lampu, aku mendapat ilmu tambahan.
b. Penghilangan prefiks berContoh:
Kesalahan
Kalau tak dituruti, siap-siaplah kena marah atau dipersulit di kemudian hari. (kalimat
kelima paragraf kedua cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Kalau tak dituruti, bersiap-siaplah kena marah atau dipersulit di kemudian hari.
Kesalahan
Hampir tiap hari alas kakinya ganti-ganti. (kalimat keenam paragraf kelima cerpen
Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Hampir tiap hari alas kakinya berganti-ganti.
Kesalahan
Aku tak pernah mengeluh meski terkadang kerja sampai larut malam. (kalimat pertama
paragraf keenam belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Aku tak pernah mengeluh meski terkadang bekerja sampai larut malam.
2. Peluluhan Bunyi
Contoh:
Kesalahan
Teman-temanku selalu menyemooh jika kuceritakan bahwa di luar sana banyak tempat bagus
untuk menambah ilmu dan pengalaman.(kalimat pertama paragraf ketiga cerpen Sepasang
Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Teman-temanku selalu mencemooh jika kuceritakan bahwa di luar sana banyak tempat bagus
untuk menambah ilmu dan pengalaman.
3. Penyingkatan Morf
Kesalahan
"Pembelinya sudah mesan dari tadi," kata bapak.(kalimat ketiga paragraf kesembilan belas
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
"Pembelinya sudah memesan dari tadi," kata bapak.
Kesalahan
Tanpa buang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak. (kalimat keempat paragraf
kesembilan belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Tanpa membuang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak.
Kesalahan
Dengan uang di kantong, lelah jadi tak terasa. (kalimat kelima paragraf kesembilan belas
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Dengan uang di kantong, lelah menjadi tak terasa.
Kesalahan
Aha, malam ini, di bawah keremangan lampu, aku dapat ilmu tambahan. (kalimat keempat
paragraf kedua puluh dua cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Aha, malam ini, di bawah keremangan lampu, aku mendapat ilmu tambahan.
Kesalahan
Jika Senin lusa kuceritakan apa yang kulihat malam ini pada seisi kelas, apakah mereka
percaya? (kalimat pertama paragraf kedua puluh tiga cerpen Sepasang Sepatu di Depan
Pintu).
Pembetulan
Jika Senin lusa kuceritakan apa yang kulihat malam ini kepada seisi kelas, apakah mereka
percaya?
Kesalahan
Selain bisa membantu bapak, kadangkala aku juga dapat seseran dari orang-orang baik
hati. (kalimat kedua paragraf keenam belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembenaran
Selain bisa membantu bapak, kadangkala aku juga mendapat seseran dari orang-orang baik
hati.
Kesalahan
Takut kena marah kalau ketahuan celingak-celinguk. (kalimat keempat paragraf kedua belas
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Takut terkena marah kalau ketahuan celingak-celinguk.
Kesalahan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil ngobrol. (kalimat keempat paragraf
kesembilan cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil mengobrol.
Kesalahan
Pantas bapak sering menasehati agar hati-hati bergaul di sekitar tempat ini. (kalimat ketujuh
paragraf kedelapan cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Pantas bapak sering menasehati agar berhati-hati bergaul di sekitar tempat ini.
Kesalahan
Janjinya cuma dua tahun kerja di Malaysia. (kalimat keenam paragraf ketujuh cerpen
Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Janjinya cuma dua tahun bekerja di Malaysia.
B. ANALISIS KESALAHAN BIDANG FRASA
Kesalahan yang sering dijumpai dalam bahasa lisan maupun tulis. Menurut Setyawati
(2010: 76) kesalahan dalam bidang frasa dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain adalah :
(a) pengaruh bahasa daerah, (b) penggunaan preposisi yang tidak tepat, (c) penggunaan unsur
yang berlebihan, (d) penggunaan unsur superlative yang berlebihan, dan (e) penjamakan
ganda.
1. Pengaruh bahasa daerah
Kesalahan
Kadang-kadang mereka tertawa ngakak kalau ada yang lucu menurut mereka. (kalimat
keenam paragraf kesembilan cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Kadang-kadang mereka tertawa terbahak kalau ada yang lucu menurut mereka.
Kesalahan
Sebelum membawa tamu lelaki masuk ke wisma, losmen, atau karaoke, mbak-mbak itu
memesan minuman ringan atau rokok. (kalimat pertama paragraf kesepuluh cerpen
Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Sebelum membawa tamu lelaki masuk ke wisma, losmen, atau karaoke, para wanita itu
memesan minuman ringan atau rokok.
Kesalahan
Takut kena marah kalau ketahuan celingak-celinguk. (kalimat keempat paragraf kedua belas
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Takut kena marah kalau ketahuan tengak-tengok.
Kesalahan
Tempat ini lebih semarak ketimbang hari-hari biasa. (kalimat empat paragraf kelima belas
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Tempat ini lebih semarak dari pada hari-hari biasa.
Kesalahan
Bapak tertawa ngakak waktu kuceritakan kejadian barusan. (kalimat pertama paragraf
kedelapan belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Bapak tertawa terbahak waktu kuceritakan kejadian barusan.
Kesalahan
orang yang katanya harus digugu dan ditiru? (kalimat ketiga paragraf kedua puluh dua
cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
orang yang katanya harus ditaati dan di contoh?
2. Penggunaan preposisi yang tidak tepat
Tidak terdapat kesalahan penggunaan preposisi dalam cerpen Sepasang Sepatu di Depan
Pintu.
3. Penggunaan unsur yang berlebihan
Tidak ditemukan kesalahan penggunaan unsur yang berlebihan dalam cerpen Sepasang
Sepatu di Depan Pintu.
4. Penggunaan superlatif yang tidak tepat
Tidak ditemukan kesalahan penggunaan superlatif dalam cerpen Sepasang Sepatu di Depan
Pintu.
5. Penjamakan ganda
Kesalahan
Berjejalan dengan bedeng-bedeng lainnya. (kalimat ketiga paragraf keenam cerpen
Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Berjejalan dengan bedeng lainnya.
Kesalahan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil ngobrol. (kalimat keempat paragraf
kesembilan cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Banyak wanita duduk-duduk santai sambil ngobrol.
C. ANALISIS KESALAHAN PENERAPAN EYD
Ejaan didefinisikan sebagai kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,
kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan serta penggunaan tanda baca (KBBI dalam
Setyawati, 2010: 155).
1. Penulisan Huruf Kapital
Kesalahan
Ini malam minggu. (kalimat pertama paragraf kelima belas cerpen Sepasang Sepatu di
Depan Pintu).
Pembetulan
Ini malam Minggu.
Kesalahan
Sore tadi, bapak mengingatkan agar lepas magrib aku sudah membantunya di kios. (kalimat
kedua paragraf kelima belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Sore tadi, bapak mengingatkan agar lepas Magrib aku sudah membantunya di kios.
Kesalahan
Tak kupedulikan wajah si bule yang kebingungan, tak paham obrolan kami. (kalimat ketiga
belas paragraf ketujuh belas cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Tak kupedulikan wajah si Bule yang kebingungan, tak paham obrolan kami.
2. Penulisan Huruf Miring
Kesalahan
Kadang-kadang mereka tertawa ngakak kalau ada yang lucu menurut mereka. Dandanan
mereka menor-menor. (kalimat keenam paragraf kesembilan cerpen Sepasang Sepatu di
Depan Pintu).
Pembetulan
Kadang-kadang mereka tertawa ngakak (harusnya ditulis miring) kalau ada yang lucu
menurut mereka. Dandanan mereka menor-menor.
Kesalahan
Bukankah tempat ini tak layak untuk didatangi guru, orang yang katanya harus digugu dan
ditiru? (kalimat kedua paragraf kedua puluh dua cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Bukankah tempat ini tak layak untuk didatangi guru, orang yang katanya harus digugu dan
ditiru (harusnya dicetak miring)?
3. Penulisan ku-, kau-, mu-, dan nyaTidak ditemukan kesalahan penulisan ku-, mu-, kau-, dan nya- dalam cepen Sepasang Sepatu
di Depan Pintu.
4. Penulisan Preposisi
Tidak ditemukan kesalahan penulisan preposisi dalam cerpen Sepasang Sepatu di Depan
Pintu.
5. Penulisan Partikel
Tidak ditemukan kesalahan penulisan partikel dalam cerpen Sepasang Sepatu di Depan Pintu.
6. Penulisan Unsur Serapan
Tidak ditemukan kesalahan penulisan usnsur serapan dalam cerpen Sepasang Sepatu di
Depan Pintu.
8. Penulisan Tanda Baca
Kesalahan
Rena(,) misalnya. (kalimat keempat paragraf kelima cerpen Sepasang Sepatu di Depan
Pintu).
Pembetulan
Rena misalnya.
Kesalahan
Kurang ajarnya, dia menyuruh bapak menyusul jejaknya(,) mencari istri baru demi
kebaikanku, anak semata wayangnya. (kalimat kedua belas paragraf ketujuh cerpen
Sepasang Sepatu di Depan Pintu).
Pembetulan
Kurang ajarnya, dia menyuruh bapak menyusul jejaknya mencari istri baru demi
kebaikanku, anak semata wayangnya.