Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Bunga Kupu-Kupu Rambat (Bauhinia kockiana Lour.)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Bunga Kupu-kupu Rambat (Bauhinia kockiana Lour)

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Bunga Kupu-kupu Rambat (Herbarium Medanense,
2016)
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Class

: Dicotyledoneae

Ordo

: Fabales


Famili

: Caesalpineaceae

Genus

: Bauhinia

Spesies

: Bauhinia kockiana (Lour).

Nama Lokal

: Bunga kupu-kupu rambat

2.1.2 Morfologi dan Manfaat Tumbuhan

Tanaman bunga kupu-kupu rambat dapat diperbanyak dengan cara stek batang dan

membutuhkan tempat yang cukup luas untuk pertumbuhannya. Daunnya berwarna hijau
dengan lebar 6.5 cm dan panjang batang 6 m. Tanaman ini membutuhkan penyinaran
yang baik dan sedikit lembab untuk pertumbuhannya (Mathias, 1982).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Pada hakekatnya kimia bahan alam merupakan pengetahuan yang telah dikenal sejak
peradaban manusia tumbuh. Contohnya adalah pembuatan bahan makanan, pewarnaan
benda, obat-obatan atau stimulan, dan sebagainya.

Para kimiawan pada akhir abad ke delapan belas mulai mengakhiri kepercayaan
dunia mitos ke ilmu pengetahuan modern, dan diantara para ilmuan sangat antusias untuk
menguak sifat-sifat yang sebenarnya dari bahan ekstrak yang diperoleh dari alam. Mereka
mulai memisahkan, memurnikan, dan akhirnya menganalisis senyawa-senyawa yang
dihasilkan dari sel-sel hidup. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka
perkembangan kimia bahan alam tidak lagi diragukan hingga sekarang (Sastrohamidjojo,
1996).


Biogenesis dari produk alami, meskipun pada mulanya berkaitan dengan kimia
organik dan biokimia, menjadi berlainan karena mempunyai tujuan yang berlainan. Kimia
organik terutama mempelajari struktur, sifat-sifat kimia dan fisika, serta cara sintesisnya,
baik secara alami ataupun in vitro dari zat-zat kimia tetapi cenderung untuk mengabaikan
sifat-sifat khusus dari bahan alam, misalnya tentang cara pembentukan dan peran
biologisnya. Biokimia, berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling banyak
diajukan terutama tentang metabolisme primer, dan mengabaikan proses-proses sekunder
misalnya tentang pembentukan alkaloid, terpena dan lain-lain (Manitto, 1981).

Dengan meningkatnya jenis dan tipe senyawa yang ditemukan di dalam berbagai
bahan alam, berkembang juga sistem klasifikasi senyawa yang berasal dari bahan alam.
Ada 4 jenis klasifikasi yang digunakan (Nakanishi, et al, 1974).

Universitas Sumatera Utara

1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimia
Klasifikasi ini adalah klasifikasi formal berdasarkan kerangka struktur molekul, yaitu:
a. Senyawa lemak rantai terbuka atau alifatik, seperti asam-asam lemak, gula-gula, dan
hampir semua asam amino
b. Senyawa sikloalifatik atau alisiklik, seperti terpenoid, steroid, dan beberapa alkaloid

c. Senyawa benzenoid atau aromatik, seperti fenol dan kuinon.
d. Senyawa heterosiklik, seperti alkaloid, flavonoid, dan basa-basa nukleat.

2. Klasifikasi Berdasarkan Aktivitas Fisiologi
Pengembangan bahan alam didahului dengan pengamatan dan pengalaman empirik
khasiat bahan alam tersebut untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Oleh karena itu,
salah satu cara penyelidikan bahan obat dari tumbuhan atau bahan alam lainnya adalah
melalui ekstraksi dan penetapan khasiat farmakologi ekstrak, diikuti dengan isolasi
komponen murni.

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi
Klasifikasi ini didasarkan pada pengkajian morfologi komparatif atau taksonomi
tumbuhan. Di dalam hewan dan sebagian mikroorganisme metabolit akhir biasanya
diekskresikan ke luar tubuh, sedangkan di dalam tumbuhan, metabolit tersebut disimpan
di dalam tubuh tumbuhan. Walaupun beberapa metabolit selama ini diketahui spesifik
pada tumbuhan tertentu, tetapi sekarang telah diketahui tersebar di dalam berbagai
tumbuhan, misalnya alkaloid dan isoprenoid telah dapat diisolasi dari berbagai genus,
spesies, suku, atau ordo. Bahkan di dalam satu spesies terdapat sejumlah komponen yang
memiliki struktur dasar yang berkaitan.


Universitas Sumatera Utara

Pengetahuan tentang kandungan komponen tumbuhan berkembang dengan sangat
pesat karena berkembangnya metode ekstraksi, isolasi dan karakterisasinya. Hal ini
mendorong berkembangnya suatu bidang baru yang disebut kemotaksonomi
(chemotaxonomy) atau sistematik kimia (chemosystematic) yang mengarah ke
pembagian kandungan tumbuhan berdasarkan taksa tumbuhan. Dengan kata lain, isi
kandungan tumbuhan dianggap sebagai tanda bagi evolusi dan kalsifikasi tumbuhan.

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis
Biogenesis dan biosintesis memiliki arti yang sama dan sering kali digunakan tanpa
perbedaan. Namun, istilah biogenesis biasanya digunakan untuk reaksi pembentukan
yang masih dalam taraf hipotesis, sedangkan jika reaksi tersebut telah dibuktikan secara
eksperimen, digunakan istilah biosintesis.

Sebagian besar bahkan hampir semua, senyawa kandungan kimia bahan alam
adalah senyawa organik, dan sumber utama senyawa karbon atau senyawa organik ini
adalah glukosa yang dibentuk melalui fotosintesis di dalam tumbuhan autotropik atau
diperoleh dari organisme heterotrof.


Berbagai teori tentang pembentukan senyawa metabolit primer dan metabolit
sekunder telah dikemukakan di dalam berbagai publikasi. Diawali dengan teori aturan
isoprena pada tahun 1930, yang menyatakan bahwa semua terpenoid dibentuk dari unit
isoprena 5-C, dilanjutkan dengan teori poliketometilena untuk senyawa fenolik, yang
merupakan saran pertama bagi biosintesis asetogenin (poliketida).

Universitas Sumatera Utara

Komponen pembangun utama untuk atom-atom karbon dan nitrogen di dalam semua
senyawa bahan alam berasal dari 5 kelompok prekursor, yaitu:
O

a. Asetil ko-A
Malonil ko-A

unit 2C(Me-C

b. asam sikimat

unit 6C-3C (6C-1C atau 6C-2C)


c. asam mevalonat

)

poliketida (asetogenin)
senyawa fenolik

isoprenoid

unit prenil
CH2=C-CH2-CH2
Me

d. unit asam amino seperti fenilanalina, tirosina, ornitina, lisina, dan triptofan
alkaloid

e. 5-5'-deoksiadenilmetionina

unit 1C


(Wiryowidagdo, 2008).

2.3 Metabolit Sekunder

Fisik tanaman sebagian besar terdiri atas air. Kandungan air mencapai lebih dari 90%
pada daun, bunga, buah (buah yang berair banyak), dan bagian tanaman yang berada di
bawah tanah. Pada jaringan yang miskin organ penyimpan, kandungan airnya menurun
hingga sekitar 50%, yaitu pada kulit dan kayu. Yang mengandung air paling sedikit adalah
biji, umumnya mengandung ±10%.

Senyawa kimia dari tanaman yang berbeda dapat disari dengan pelarut umum (air,
metanol, eter, benzena, eter minyak bumi); berupa senyawa kimia tanaman dengan
molekul kecil. Diantara senyawa kimia tanaman bermolekul kecil ini terdapat
sekelompok senyawa kimia yang khas untuk tanaman tertentu. Senyawa kimia tanaman
yang jumlahnya paling banyak adalah senyawa kimia bermolekul kecil dari kelompok
yang disebut terakhir dengan penyebaran terbatas; selanjutnya kelompok ini disebut
sebagai metabolit sekunder.

Universitas Sumatera Utara


Banyak senyawa kimia tanaman yang telah diisolasi dan dipublikasikan sebelum
diketahui strukturnya. Pengelompokan senyawa kimia tanaman berdasarkan sifat khas
yang dimilikinya (antara lain warna, rasa, bau, pH, kelarutan), merupakan hal penting
sehingga sampai sekarang masih banyak dipakai. Berikut ini contoh pengelompokan
senyawa kimia (Sirait, 2007)

A. Minyak Atsiri. Baunya khas dan dapat dipisahkan dari senyawa kimia tanaman
lainnya, karena sukar larut dalam air dan dapat menguap bersama uap air.

B. Alkaloid. Pertemuan dua sifat basa dan kerja farmakologi, pada umumnya dimiliki
oleh senyawa kimia yang mengandung N. Setelah empat puluh tahun sejak penemuan
Serturner, ditemukan lima puluh zat berkhasiat yang bersifat basa dari simplisia obat
penting. Fraksinasi senyawa kimia dari tanaman berdasarkan sifat farmakologi saja sesuai
percobaan dengan binatang mengalami banyak kesulitan. Penyebab sifat basa senyawa
kimia tanaman yang sangat erat kaitannya dengan kerja farmakologi pada tubuh binatang
dan manusia, belum diketahui dengan jelas.

C. Zat Pahit. Berpedoman pada rasa pahit adalah suatu metoda yang mudah untuk
memisahkan senyawa kimia tanaman, perlu waktu yang cukup hingga seluruh zat pahit

dalam sari menjadi zat yang dapat dikristalkan. Tidak jarang zat pahit yang ditemukan
secara bersamaan, kerja farmakologisnya dikenal mencolok. Contoh yang paling terkenal
adalah glikosida yang bekerja pada jantung. Cara untuk mengisolasi glikosida jantung ini
seperti pada zat pahit, jadi tidak dilakukan pengujian farmakologisnya terhadap jantung.

D. Zat Warna. Jumlah zat warna dari tanaman diperkirakan ±2000 jenis, 130 diantaranya
merupakan bahan perdagangan yang penting. Jumlah zat warna yang sekarang benarbenar dipakai (misalnya pewarna makanan) sangat kecil. Contohnya bisein, saran,
kuersetin. Pigmen tanaman mempunyai struktur kimia yang berlainan, begitu juga sifat
fisika, kelarutan, warna, fluoresens, dan sebagainya.
2.4 Senyawa Flavonoida

Universitas Sumatera Utara

Semua varian flavonoid saling berikatan karena alur biosintesis yang sama, yang
memasukkan prazat dari alur sikimat dan alur asetil-malonat, flavonoid pertama
dihasilkan segera setelah kedua alur ini bertemu. Sekarang, flavonoid yang dianggap
pertama kali terbentuk pada biosintesis ialah khalkon, dan semua bentuk lain diturunkan
darinya melalui berbagai alur.

2.4.1 Jalur Metabolisme Flavonoid


Prazat flavonoid sensiri sudah diketahui tanpa keraguan sebagai hasil dari banyak
percobaan penuntun, tetapi masih banyak pertanyaan yang belum terjawab mengenai
jalur yang diikuti. Seiring teramati bahwa dalam sesies tumbuhan tertentu semua
flavonoid yang berbeda-beda mempunyai pola hidroksilasi cincin yang sama, perbedaan
hanya pada metilasi, glikosilasi, dan struktu bagian C-3. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat senyawa antara C-15 yang umum yang diubah menjadi berbagai flavonoid
setelah pola hidroksilasi cincin terbentuk. Akan tetapi, tampaknya berbagai jenis hidroksil
ini sesungguhnya dimasukkan pada tahap yang berlainan dalam sintesis.

Beberapa segi metabolisme yang paling menarik ialah pengendaliannya oleh
pengatur tumbuh, seperti etilena, tanggapanya terhadap infeksi oleh fungus, dan kaitanya
dengan metabolisme asam nukleat. Beberapa pengganti flavonoid terjadi, kecuali
isoflavonoid pengganti ini sangat lambat. Bagan untuk jalur metabolisme secara
keseluruhan dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut (Robinson, 1995):

Universitas Sumatera Utara

O=COH
3CH2-CoA
O
malonil-CoA

HOOCOC=HC

OH

asam-p-kumarat

HO

OH
H

CO2

H

O

HO

CH

OH

H
H

OH

OH O

OH O
OH

HO

OH

OH O
Kalkon
HO

O

HO

O

OH

OH

H
OH
OH O flavononol

H
H
OH O
dihidrokalkon
O

HO

OH

H
H OHOH

HO

O

OH
leukoantosianidin

OH

O

HO
OH O
flavon

OH
OH

OH O

HO

+
O
OH
OH
Antosianidin

flavonol

O

HO
OH
OH

OH

H
H H OH

flobatonin

Gambar 2.1 Jalur Metabolisme Flavonoid (Robinson, 1995)

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Dalam tumbuhan, flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Keragaman struktur
flavonoid ini disebabkan karena perbedaan tahap modifikasi dari struktur dasar flavonoid,
antara lain:
1. Flavonoid O-glikosida
Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid-O-glikosida (Gambar 2.2), pada
senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula
(atau lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi
menyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih muda larut dalam air
(cairan); sifat terakhir ini memungkinkan penyimpanan flavonoid didalam vakuol
sel (disinilah biasanya flavonoid berada. Walaupun gugus hidroksil pada setiap
posisi dalam inti flavonoid dapat diglikosilasi, kenyataannya hidroksil pada
tempat tertentu mempunyai peluang yang lebih besar untuk terglikosilasi
ketimbang tempat-tempat lain, misalnya 7-hidroksil pada flavon, isoflavon dan
dihidroflavon, 3-(dan 7-)hidroksil dalam flavonol dan dihidroflavonol; dan 3-(dan
5-)hidroksil dalam antosianidin. Sudah diakui bahwa dalam tumbuhan Oglikosilasi (dan metilasi) terjadi sebagai salah satu tahap akhir pada biosintesis
dan katalisasi oleh enzim yang sangat khas. Ada kalanya glikosida mengalami
modifikasi lebih lanjut, yaitu asilasi. Glikosida terasilasi mempunyai satu gugus
hidroksil gula yang berkaitan dengan asam seperti asam asetat atau asam ferulat.
OH
ROH2C
HO

O
O

O

HO
OH

OH

O

Gambar 2.2 Flavonoid-O-Glikosida (Markam, 1988)

Universitas Sumatera Utara

2. Flavonoid C-glikosida
Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula tersebut
terikat terikat langsung pada inti benzena dengan satu ikatan karbon-karbon yang
tahan asam (dibanding dengan O-glikosida). Glikosida yang demikian disebut Cglikosida (Gambar 2.3). Sekarang gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan
pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat ternyata
jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada O-glikosida, biasanya dari jenis
glukosa yang paling umum, dan juga galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa.
Jenis aglikon flavonoid yang terlibat pun sangat terbatas. Jadi, walaupun
isoflavon, flavanon, dan flavonol kadang-kadang terdapat dalam bentuk Cglikosida, sebegitu jauh hanya flavon C-glikosida yang paling lazim ditemukan.
HO
OH
CH2OH
OH

O

HO

O

HO

OH

O

Gambar 2.3 Flavonoid-C-Glikosida (Markam, 1988)

3. Flavonoid Sulfat
Golongan flavonoid lain yang mudah larut dalam air yang mungkin ditemukan
hanya flavonoid sulfat. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih, yang
terikat pada hidroksil fenol atau gula. Secara teknis senyawa ini sebenarnya
bisulfat karena terdapat sebagai garda, yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa
glikosida bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang
masih bebas atau pada gula.

Universitas Sumatera Utara

4. Biflavonoid
Seperti yang ditunjukkan oleh namanya, biflavonoid (Gambar 2.4) adalah
flavonoid dimer, walaupun prosianidin dimer biasanya tidak dimasukkan ke
dalam golongan ini. Flavonoid yang sering terlibat adalah flavon dan flavonon
yang secara biosintesis mempunyai pola oksigen yang sederhana dan ikatan antar
flavonoid berupa ikatan karbon-karbon atau kadang-kadang ikatan eter. Monomer
flavonoid yang digabungkan menjadi biflavonoid dapat berjenis sama atau
berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda.
OH

O

HO

OH

O

HO
OH

O

OH

O

Gambar 2.4 Biflavonoid (Markam, 1988)

5. Aglikon flavonoid yang aktif-optik
Aglikon flavonoid mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian
menunjukkan keaktifan optik (yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang
termasuk dalam golongan flavonoid ini adalah flavonon, dihidroflavonol, kafein,
pterokarpan, rotenoid, dan beberapa biflavonoid. Putaran aglikon flavonoid alam
berkaitan dengan stereokimia mutlak flavonoid.

O

HO

OH
H
H

OH

O

Gambar 2.5 Aglikon flavonoid yang aktif-optik (Markam, 1988)

Universitas Sumatera Utara

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman
pada rantai C3 yaitu :
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan
aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang
berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Larutan flavonol dalam suasana
basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa
pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.

O

OH
O

Flavonol

2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi
warnanya. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Jenis
yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada
gula melalui ikatan karbon.
Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida

O

O

Flavon

Universitas Sumatera Utara

3. Isoflavon
Isoflavon tidak begitu menonjol, tetapi senyawa ini penting sebagai fitoaleksin.
Senyawa yang lebih langka lagi ialah homoisoflavon. Senyawa ini biasanya larut
dalam air panas dan alkohol meskipun beberapa flavonoid yang sangat termetilasi
tidak larut dalam air.
O

O

Isoflavon

4. Flavanon
Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan
konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk ; dua glikosida yang
paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan
jeruk.

O

O

Flavanon

5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan
karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

O

OH
O

Flavanonol

Universitas Sumatera Utara

6. Antosianin
Antosianin adalah pigmen daun bunga merah sampai biru yang biasa, banyaknya
sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga. Antosianin terdapat juga dalam
bagian lain tumbuhan tinggi kecuali fungus. Antosianin selalu terdapat dalam
bentuk glikosida kecuali sesepora aglikon antosianidin. Hidrolisis dapat terjadi
selama autolysis jaringan tumbuhan atau pada saat isolasi, sehingga antosianidin
ditemukan sebagai senyawa jadian . Pada pH lebih rendah dari 2, antosianin
berada sebagai kation (ion flavilium). Tetapi pada pH yang sedikit asam akan
berbentuk kuinonoid.

+

O

OH

Antosianin

7. Katekin
Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang mempunyai
banyak kesamaan. Semuanya senyawa tanpa warna, terdapat pada seluruh dunia
tumbuhan tetapi terutama dalam tumbuhan berkayu. Telah ditemukan satu
epikatekin glukosida, dan beberapa katekin yang terdapat sebagai ester asam galat.
Satuan katekin terdapat sebagai bagian dari berbagai senyawa oligomer dengan
jenis lain fenilpropanoid, misalnya pada proantosianidin.
OH
OH

HO

O

OH
OH

Katekin

8. Leukoantosianidin

Universitas Sumatera Utara

Merupakan monomer flavan 3,4-diol, leukoantosianidin jarang terdapat sebagai
glikosida, namun beberapa bentuk glikosida yang dikenal adalah apiferol, dan
peltoginol.
OH
OH

HO

O

OH
HO

OH

Leukoantosianidin

9. Auron
Berupa pigmen kuning emas terdapat dalam bunga tertentu dan bryofita. Dalam
larutan senyawa ini menjadi merah ros.
O
CH

O

Auron

10. Kalkon
Pada kenyataan, pengubahan kalkon menjadi flavanon terjadi dengan mudah
dalam larutan asam dan reaksi kebalikannya dalam basa. Reaksi ini mudah diamati
karena kalkon warnanya jauh lebih kuat daripada warna flavanon, terutama dalam
larutan basa warnya merah jingga. Oleh karena itu, hidrolisis glikosida kalkon
dalam suasana asam menghasilkan aglikon flavanon sebagai senyawa jadi, bukan
kalkon.

O

Kalkon

Universitas Sumatera Utara

2.5 Skrining Fitokimia

Banyak reagen yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan dari flavonoid,
meskipun beberapa juga akan bereaksi positif dengan senyawa polifenol. Reagen yang
biasa digunakan adalah :
1. Shinoda Test, yaitu dengan menambahkan serbuk magnesium pada ekstrak
sampel dan beberapa tetes HCl pekat, warna orange, pink, merah sampai ungu
akan terjadi pada senyawa flavon, flavonol, turunan 2,3-dihidro dan xanton.
Penggunaan zinc sebagai pengganti magnesium dapat dilakukan, dimana hanya
flavanonol yang memberikan perubahan warna merah pekat sampai magenta,
flavanon dan flavonol akan memberi warna merah muda yang lemah sampai
magenta.
2. H2SO4(p), flavon dan flavonol akan memberikan perubahan larutan kuning pekat.
Kalkon dan auron menghasilkan larutan berwarna merah atau merah kebirubiruan. Flavanon memberikan warna orange sampai merah (Cannell, 1998).
3. NaOH 10% , menghasilkan larutan biru violet
4. FeCl3 5% telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol,
tetapi tidak dapat digunakan untuk membedakan macam-macam golongan
flavonoid. Pereaksi ini memberi warna kehijauan, warna biru, dan warna hitambiru (Robinson, 1995).

2.6 Teknik Pemisahan

Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan
berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada
2 jenis teknik pemisahan:
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan
dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaanperbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk
dalam satu golongan (Muldja, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Biomassa
(tanaman, mikroba, laut)
Ekstraksi
Skrining
Isolasi zat aktif berdasarkan uji hayati
Skrining silang
Elusidasi Struktur
Gambar 2.6 Diagram Teknik Pemisahan Metabolit Sekunder
2.6.1 Ekstraksi

Sampel yang berasal dari tanaman setelah diidentifikasi, kemudian digolongkan menjadi
spesies dan famili, sampel kemudian dikumpulkan dari bagian arialnya (daun, batang,
kulit kayu pada batang, kulit batang, dan akar). Sampel ini kemudian dikeringkan dengan
cara diangin-anginkan untuk menghindari penguraian komponen oleh udara atau
mikroba.
Jika telah dikeringkan, biomassa kemudian digiling menjadi partikel-partikel kecil
menggunakan blender atau penggilingan. Proses penggilingan ini penting karena ektraksi
efektif pada partikel kecil, dikarenakan memiliki luas permukaan yang lebih besar.

Pemilihan pelarut ekstraksi sangat penting. Jika tanaman diteliti dari sudut pandang
etnobotani, ektraksi harus mengikuti pemakaiannya secara tradisional. Kegagalan
mengekstraksi biomassa dapat menyebabkan kehilangan akses untuk mendapatkan zat
aktif.
Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin
(dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi
pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi.
Keuntungan utama cara ini adalah merupakan metode ekstraksi yang mudah karena
ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam terurai. Penggunaan
pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan
alam berdasarkan kelarutannya (dan polaritasnya) dalam ektraksi. Hal ini sangat

Universitas Sumatera Utara

mempermudah proses isolasi. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa
terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut
ekstraksi pada suhu kamar (Heinrich , 2010).

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap
senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat, biasanya pelarut
ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator (Harborne, 1996).

2.6.2

Partisi

Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak
digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua pelarut tak
bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut, hal ini dapat dilakukan secara
terus menerus dengan menggunakan dua pelarut yang tak bercampur yang kepolarannya
meningkat. Partisi biasanya dilakukan melalui dua tahap:
1. Air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar di
lapisan organik
2. Air/diklorometan atau air/kloroform atau air/etil asetat untuk membuat fraksi agak
polar di lapisan organik. Ini merupakan metode pemisahan yang mudah dan
mengandalkan kelarutan bahan alam dan bukan interaksi fisik dengan medium
lain (Heinrich , 2010).
2.6.3 Hidrolisis

Bila flavonoid telah diisolasi dengan cara kromatografi, dan spektrum UV-tampak untuk
menentukan struktur telah dinilai sebagaimana mestinya, penentuan struktur glikosida
lebih lanjut dilakukan dengan usaha memutuskan gula dari aglikon dengan cara hidrolisis.
Dengan cara ini berbagai jenis glikosida dapat saling dibedakan dan bila terjadi
pemutusan, gula, aglikon, gugus basil, dan lain-lain dapat dipisahkan dan diidentifikasi.

2.6.3.1 Hidrolisis Asam

Universitas Sumatera Utara

Waktu yang diperlukan untuk memutuskan suatu gula dari suatu flavonoid O-glikosida
dengan hidrolisis asam tidak ditentukan hanya oleh kekuatan asam, tetapi juga oleh sifat
gula dan oleh tempat gula itu terikat pada inti flavonoid.

2.6.3.2 Hidrolisis Enzim

Hidrolisis enzim adalah cara yang berguna untuk menentukan sifat ikatan antara gula dan
flavonoid. Menurut teori, cara ini pun merupakan cara untuk memutus monosakarida khas
dari flavonoid O-glikosida, dan dengan demikian sekaligus merupakan cara untuk
mengidentifikasikannya. Tetapi, dalam praktek jarang terdapat sedemikian enzim niaga
yang kemurniannya memadai yang dapat menjamin kekhasannya.

2.6.3.3 Hidrolisis Basa

Hidrolisis basa jarang digunakan pada flavonoid glikosida, tetapi cara ini dapat digunakan
untuk memutuskan gula secara selektif dari gugus hidroksil pada posisi 7 atau 4’ bila juga
ada gula yang terikat pada posisi 3-hidroksi. Keselektifan ini adalah kebalikan dari
keselektifan yang ditunjukkan oleh hidrolisis asam. Perlakuan basa akan melepaskan
disakarida dari 7-hidroksi asal saja ikatan antarglukosida bukan 1-2 (Markam, 1988).
2.6.4 Kromatografi

Kromatografi disefenisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses
migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terjadi atas dua fase atau lebih. Salah satu
fase bergerak secara bersinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya, zat-zat terlarut
menunjukkan perbedaan mobilitas yang disebabkan oleh perbedaan absorpsi, partisi,
kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul, atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian,
masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik.

Teknik kromatografi yang umum digunakan dibidang farmasi adalah kromatografi
kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas dan kromatografi
cair kinerja tinggi.

Universitas Sumatera Utara

2.6.4.1 Kromatografi Lapis Tipis

Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) sangat bermanfaat untuk analisis obat dan bahan
lain dalam laboratorium karena hanya memerlukan peralatan sederhana, waktu cukup
singkat (15-60 menit), dan jumlah zat yang diperiksa cukup kecil (±0,01 g senyawa murni
atau 0,1 g simplisia). Selain itu, KLT tidak memerlukan ruang yang besar dan teknik
pengerjaannya juga sederhana.

Pelarut

Urutan pelarut sesuai dengan efek elusinya disebut deret eluotropik. Urutan pelarut dapat
dilihat pada tabel 2-1. Dalam urutan ini, kekuatan elusi bertambah bila pelarut makin
Polar (tetapan dialektis makin tinggi atau tegangan antarmuka dengan air makin rendah).
Kekentalan menentukan laju perambatan pelarut, yaitu makin kental, perambatan makin
lambat.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Urutan pelarut sesuai dengan efek elusinya
Pelarut (efek

Titik didih

Tetapan

Tegangan

Kekentalan,

elusi

(0C)

dialektis

antarmuka

cap (200C)

(200C)

dengan air,

bertambah
dari atas ke

dyne/cm

bawah)

(200C)

n-heksana

68,7

1,890

51,1

0,326

Heptana

98,4

1,924

50,4*

1,409

Sikloheksana

81,4

2,023

-

1,02

Karbon

46,8

2,238

45,1

0,969

Benzena

80,1

2,284

35,0

0,652

Kloroform

61,3

4,806

27,7

0,580

Detil eter

34,6

4,34

9,7

0,233

Etil asetat

77,1

6,02*

6,3^

0,455

Piridin

115,3

12,3*

#

0,974

Aseton

56,5

20,7*

#

0,316*

Etanol

78,5

24,30*

#

1,2

Metanol

64,6

33,62

#

0,597

Air

100

80,37

#

1,005

tetraklorida

*250C; ^300C
# Bercampur dengan air

Adsorben

Adsorben dapat digolongkan berdasarkan perbandingan aktivitas adsorpsinya terhadap
Alumindo. Menurut Brockmann, adsorben paling aktif diberi tanda I dan yang paling
rendah diberi tanda V. Silika gel Alumindo yang biasa digunakan untuk KLT mempunyai
aktivitas antara II dan III dengan kelembapan relatif antara 40-65%. Ukuran partikel dan
kepadatan lapisan adsorben juga menentukan laju perambatan, yaitu makin halus partikel
adsorben, perambatan makin lambat. Ukuran partikel dapat berkisar antar 0,1-40 µm.

Universitas Sumatera Utara

Adsorben yang umum digunakan yang umum digunakan antara lain silika gel,
Alumindo, tanah diatom, dan serbuk selulosa. Sephadex (dextran gel) atau resin penukar
ion digunakan untuk penggunaan khusus. Silika gel bersifat asam dan dapat digunakan
untuk kromatografi pembagian dan penyerapan. Alumindo bersifat basa dan terutama
digunakan untuk kromatografi penyerapan. Tanah diatom bersifat netral dan digunakan
sebagai penyangga untuk kromatografi pembagian. Bahan-bahan ini dapat langsung
digunakan atau dicampur dengan perekat atau pengikat (binder), misalnya kalsium sulfat
untuk membuat lapisan yang lebih kohesif.

2.6.4.2 Kromatografi Kolom

Pemisahan yang terjadi bergantung pada jenis fase gerak yang digunakan. Bila fase gerak
yang digunakan sekaligus merupakan larutan campuran yang dipisahkan, kecuali eluat
yang pertama, eluat berikutnya selalu mengandung komponen dari eluat sebelumnya.
Jadi, komponen yang dipisahkan tidak murni. Namun, dengan cara ini, jumlah komponen
dalam campuran masih dapat ditentukan.

Bila eluen berupa larutan dari zat yang lebih kuat terikat pada berupa larutan dari
zat yang lebih kuat terikat pada adsorben, komponen-komponen yang dipisahkan lebih
murni dan keluar secara beruntut dari kolom. Teknik ini disebut displacement analysis
dan digunakan untuk tujuan preparatif. Apabila eluen yang digunakan adalah pelarut
murni, komponen-komponen dapat terpisahdengan sempurna sehingga cocok untuk
tujuan analisis.

Universitas Sumatera Utara

Adsorben dan Pelarut
Adsorben yang digunakan hendaknya memenuhi persyaratan berikut:
1.

Tidak larut dalam pelarut yang digunakan

2.

Inert (tidak bereaksi dengan sampel)

3.

Cukup aktif sehingga memungkinkan perambatan sampel

4.

Tidak berwarna agar pemisahan dapat diamati

5.

Memungkinkan fase gerak mengalir dengan baik

6.

Dapat diproduksi dengan sifat konstan (Harmita, 2015).

2.7 Teknik Spektroskopi

Teknik analisis modern mencakup berbagai teknik analisis instrumen elektronika yang
dikembangkan untuk mengukur parameter fisika dan kimia alami yang khas dan tetap
dari atom atau molekul. Parameter khas yang bermakna untuk analisis adalah absorpsi
dan emisi energi radiasi elektromagnet oleh atom atau molekul.

Teknik analisis spektroskopi berasaskan antaraksi radiasi elektromagnet dengan
komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena bermakna sebagai parameter
analisis. Karena pada setiap teknik spektroskopi antaraksi radiasi elektromagnet dengan
komponen atom/ molekul khas dan tidak semuanya sama, uraian teknik analisis didahului
dengan mekanisme antaraksi tersebut, serta fenomena yang dipakai sebagai parameter
analisisnya (Satiadarma , 1995).

2.7.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)

Spektrum UV-Visibel merupakan hasil interaksi antara radiasi elektromagnetik (REM)
dan molekul. Karena bersifat sebagai gelombang, beberapa parameter perlu diketahui,
misalnya panjang gelombang, frekuensi, bilangan gelombang, dan serapan. REM
merupakan vektor elektrik dan vektor magnet yang bergetar dalam bidang-bidang yang
tegak lurus satu sama lain dan asing-masing tegak lurus pada arah perambatan radiasi
(Harmita, 2015).

Universitas Sumatera Utara

Senyawa polifenol memiliki dua karakteristik pita penyerapan Ultraviolet dengan
maksimal jarak 240 sampai 285 nm dan 300 sampai 550 nm. Berbagai macam golongan
flavonoid dapat dikenali dari spektrum UV mereka masing-masing, karakteristik spektra
UV dari masing-masing flavonoid yang mengandung jumlah dari golongan hidroksil
aglikon, pola substituen glikosida, dan golongan asil aromatik bahan alam.

Saat ini penggunaan Spektroskopi UV-Visible paling sering digunakan dalam
aplikasi untuk analisa kuantitatif, dan nilai dari metode ini dapat mengurangi
perbandingan informasi yang banyak dari teknik spektroskopi yang lainnya seperti NMR
dan MS (Andersen, 2006).

Ciri spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara
disajikan pada tabel 2.2 (Markam,1988) dibawah :

Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida
No

Pita II (nm)

Pita I (nm)

Jenis Flavonoida

1

250-280

310-350

Flavon

2

250-280

330-360

Flavonol (3-OH tersubstitusi)

3

250-280

350-385

Flavonol (3-OH bebas)

4

245-274

310-330 bahu

Isoflavon

5

275-295

300-330 bahu

Flavanon dan dihidroflavonol

6

230-270

340-390

Khalkon

380-430

Auron

465-560

Antosianidin dan antosianin

(kekuatan rendah)
7

230-270
(kekuatan rendah)

8

270-280

Perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada serapan pita
II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung lebih jelas tercermin
pada serapan pita I.

2.7.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)

Universitas Sumatera Utara

Spektrum infra merah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran
(vibrasi) yang berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami
getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation) dengan cara serupa dengan dua bola yang terikat
oleh suatu pegas.
Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan
kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada
dalam keadaan vibrasi tereksitasi , energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk
panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari absorpsi
oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena
itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-C, C=O, C=C, O-H, dan sebagainya) menyerap
radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan.
Dengan

demikian

spektrometri

inframerah

dapat

digunakan

untuk

mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Banyaknya energi yang
diserap juga beraneka ragam dari ikatan ke ikatan. Ini disebabkan sebagian oleh
perubahan dalam momen dipol (µ≠0) pada saat energi diserap. Ikatan nonpolar (seperti
C-H atau C-C) menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar (seperti misalnya
O-H, N-H, dan C=O) menunjukkan absorpsi yang lebih kuat.
Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi molekul.
Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:
1. Streching (vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi
perpanjangan atau pemendekan ikatan.
2. Bending (vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan
sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu
panjang gelombang. Contohnya, ikatan O-H menyerap energi pada frekuensi 3330 cm-1,
energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi regang ikatan O-H itu.
Suatu ikatan O-H itu juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1, energi pada panjang
gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi lentur. Tipe vibrasi yang berlain-lainan ini
disebut cara vibrasi fundamental (Supratman, 2010).
2.7.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Setelah spektroskopi inframerah, spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) adalah
yang metode yang paling penting digunakan dalam kimia organik. Dalam spektroskopi
inframerah mengandung infromasi mengenai adanya gugus fungsi pada molekul,
sedangkan spektroskopi NMR memberikan informasi mengenai jumlah dari masingmasing hidrogen.

Kemampuan terhebat resonansi inti magnetik timbul karena tidak semua proton
dalam molekul memiliki resonansi yang identik pada frekuensi yang sama. Hal ini sesuai
dengan fakta bahwa berbagai macam proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron dan
memiliki sedikit perbedaan dalam lingkungan elektronik dari satu dan yang lainnya.
Proton akan terlindungi oleh elektron yang mengelilingi mereka. Dalam daerah magnetik,
peredaran elektron valensi dari daerah penghasil proton yang bertentangan dengan daerah
magnetik yang berlaku. Pergeseran kimia dalam unit δ ditunjukkan dalam jumlah
resonansi proton yang bergeser dari TMS dalam bagian per juta (ppm) dari frekuensi
dasar spektroskopi

δ=

pergeseran dalam Hz
frekuensi spektrometer dalam MHz

Unsur dasar dari spektrometer nmr adalah ilustrasi skematis. Sampel dilarutkan
dalam pelarut yang tidak memiliki proton (biasanya CCl4) dan dalam jumlah yang kecil
dari TMS yang ditambahkan sebagai pusat referensi internal.

Semua proton dalam molekul yang identik dalam lingkungan kimia akan memiliki
pergerseran kimia yang sama. Dengan demikian, semua proton dari TMS atau semua

Universitas Sumatera Utara

proton dalam benzena, siklopentana, atau aseton memiliki nilai resonansi yang
berdekatan pada nilai δ. Masing-masing komponen akan memiliki penyerapan yang
tunggal dalam spektrum nmr. Proton ini dikatakan sama secara kimia. Pada
kenyataannya, spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa banyak tipe proton yang
berbeda pada molekul tersebut, tetapi dapat memperlihatkan berapa banyak jenis
perbedaan yang ada dalam molekul tersebut. Dalam spektrum nmr, daerah dibawah
masing-masing peak adalah proporsional dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada
peak tersebut (Pavia, 1979).

Universitas Sumatera Utara