Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Siklus 1 hidup manusia dimulai sejak menjadi janin dalam kandungan,
lahir, dewasa, perkawinan, memiliki anak, memasuki keorganisasian, kematian,
pasca kematian, dan seterusnya. Menurut William Haviland (2014: 200)
pernikahan atau perkawinan adalah kesatuan sosial atau ritual yang diakui atau
juga kontrak sah antara pria dan wanita yang saling menetapkan hak dan
kewajiban, antara mereka dan anak-anak mereka, dan antara mereka dan hukum.
Fungsi utama perkawinan adalah untuk melanjutkan keturunan. Sedangkan
gunanya adalah untuk memuaskan nafsu biologis manusia, menerima dan
memberi kasih sayang kepada pasangan hidup, membina keluarga, menyatukan
dua keluarga besar, dan sebagainya. Dimana terjadi suatu hubungan antara
seorang pria dan seorang wanita secara seksual yang nantinya perempuan yang
bersangkutan memenuhi syarat untuk melahirkan anak (Goodenough,1970:12 13).
Dalam menuju proses itu, harus terlebih dahulu mengikuti upacara
pengabsahannya yang sering disebut upacara perkawinan. Disini agama
memegang peran utama, karena dalam masyarakat tertentu perkawinan tidak
boleh bertentangan dengan ajaran agama dan norma-norma adat. Demikian juga
yang terjadi pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun.


1

Siklus adalah putaran waktu yg di dalamnya terdapat rangkaian kejadian yang berulang-ulang
secara tetap dan teratur (sumber: http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi).

1
Universitas Sumatera Utara

Pekal adalah salah satu suku yang mendiami wilayah Provinsi Bengkulu,
terutama di Kabupaten Bengkulu Utara. Suku Pekal merupakan proses asimilasi 2
antara suku Rejang dan suku Minangkabau. Masyarakat Pekal dalam sistem
kekerabatannya sama seperti dengan masyarakat Minangkabau yang menerapkan
sistem kekerabatan matrilineal (garis keturunan dari pihak ibu). 3
Dalam melaksanakan tata cara adat perkawinannya, masyarakat Pekal
harus menjalankan secara adat dan agama. Tata cara menurut adat sudah
dijalankan dari mulai betanyu (melamar), berasan,

4


akad nikah, pesta resepsi.

Pada tahap akad nikah, adat tetap berjalan bersamaan dengan agama. Disini Ketua
Badan Musyawarah Adat dan perwakilan dari Kantor Urusan Agama (KUA)
duduk berdampingan selama proses akad nikah berlangsung. Para majelis adat
dan keluarga kedua belah pihaklah sebagai saksi. Setelah itu pada malam harinya
malam begandai dimana ditampilkan pertunjukan Gandai. Dalam upacara
pernikahan masyarakat Pekal, malam begandai digunakan untuk berkumpul
dengan semua keluarga, tetangga, teman-teman dari kedua pengantin. Gandai
sendiri berarti tari yang ditarikan bersama-sama. Tradisi ini bisa dikatakan sebagai
pelengkap upacara adat, yang dilakukan oleh golongan masyarakat yang tingkat
perekonomiannya relatif baik. Jika tradisi ini atau acara malam begandai tidak
diadakan, pesta resepsi keesokan harinya tetap berlangsung.
2

Asimilasi adalah proses sosial yang timbul dari beberapa golongan-golongan manusia dengan
latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu
yang lama sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifat khasnya
yang lambat laun membentuk satu kebudayaan yang baru (budaya campuran).
3

Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu.
Matrilineal berasal dari dua kata, yaitu mater (bahasa Latin) yang berarti "ibu," dan linea
(bahasa Latin) yang berarti "garis". Jadi matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik
dari pihak ibu. (sumber: id.wikipedia.org/Wiki/Matrilineal).
4
Berasan adalah salah satu proses tata cara adat perkawinan yang dilaksanakan sehari sebelum
akad nikah. Pada malam berasan, kedua belah pihak meminta izin kepada Badan Musyawarah
Adat perihal upacara adat yang akan diadakan esok hari. Di sini disepakati waktu dan tempat akad
nikah dan penentuan kerja tiap orang yang terkait dalam upacara adat besok.

2
Universitas Sumatera Utara

Gandai ini merupakan salah satu tarian yang terdapat di Kecamatan
Ketahun, Provinsi Bengkulu. Diperkirakan sudah cukup lama ada dan
berkembang di dalam masyarakatnya dengan pola-pola tradisi. Tetapi tidak bisa
dipastikan siapa penciptanya dan kapan diciptakan. Menurut Soedarsono (1986 :
93) tari tradisional ialah semua tarian yang telah mengalami perjalanan sejarah
yang cukup lama, yang selalu bertumpu pada pola-pola tradisi yang telah ada.
Dengan mengacu pada pendapat yang dikemukakan di atas, jelas Gandai dapat

dikelompokan pada tari tradisional.
Gandai ini ditarikan selalu pada malam hari pada upacara perkawinan
masyarakat Pekal. Gandai ditarikan oleh dua orang atau lebih penari dan harus
dalam jumlah yang genap, karena menarikannya berpasangan, semakin banyak
penarinya semakin terlihat ramai dan semarak. Jumlah genap ini melambangkan
keseimbangan yang kokoh, misalnya keseimbangan baik-buruk, kiri-kanan,
pulang-pergi, dan sebagainya (Murni dalam Arifni, 2006: 340). Pada umumnya
penarinya adalah perempuan, hanya pada ragam ambat dan ejang baseluk penari
berpasangan (laki-laki dan perempuan). Gerak yang

sering disajikan dalam

upacara perkawinan adat masyarakat Pekal hanya ada berkisar enam sampai dua
belas dari tiga puluh enam ragam gerak saja, dari 26 ragam gerak yang ada. 5
Karena 6 ragam gerak ini dianggap sudah mewakili 20 ragm lainnya. Dalam
penyajiannya, para penari menari di atas pengujung. 6 Tradisi Gandai ini,
dipertunjukkan untuk menghibur pengantin lanang (laki-laki) dan pengantin tinu
(wanita) yang duduk bersanding di pelaminan, keluarga besar kedua pengantin,

5


Menurut wawancara dengan Ibu Ratna selaku penari Gandai pada tanggal 19 Pebruari 2014
Pengujung merupakan panggung yang didirikan khusus untuk upacara perkawinan. Pengujung
menempel dengan dinding rumah.
6

3
Universitas Sumatera Utara

dan masyarakat yang datang untuk menyaksikannya. Gerakan Gandai diatur oleh
gerakan kaki maupun gerakan tangan.
Peranan musik dalam Gandai ini sangat penting, karena bisa dirasakan
kehadiran Gandai tanpa musik terasa tidak menarik untuk ditonton. Musik iringan
Gandai sangat berkaitan dengan tarinya, musik menjadi pembentuk suasana dan
jembatan bagi perubahan gerak tari. Jadi, disini musik berperan sebagai
terbentuknya keindahan Gandai itu sendiri. Dalam mengiringi Gandai, musik
iringan telah memiliki struktur yang baku sesuai dengan ragam tarinya. Tarian ini
menggunakan dua alat musik, yakni edap (frame drum) sebagai pembawa tempo
dan pembawa ritem variabel dan sunai (end blown flute) sebagai pembawa melodi
dan penentu tempo. Musiknya disajikan dengan pantun yang dibawakan, bisa

dibawakan oleh penari, pemusik, bahkan masyarakat yang menyaksikannya.
Berikut beberapa syair pantun yang dibawakan dalam mengiringi Gandai ini:



Kalu aban mameli regen
(kalau kamu membeli harmonika)
Beli untuk di akui lak regen pecak
(belilah untuk aku harmonika yang pecah)
Kalu aban jadi pengaten
(kalau kamu jadi pengantin)
Enang lak akui basusak payak
(biarlah aku yang bersusah payah)

4
Universitas Sumatera Utara

Makna dari syair tersebut adalah pesan dari orangtua yang sangat gembira melihat
anaknya menikah sehingga mereka rela bersusah payah untuk mengadakan pesta.




Racang samilu di tengak kebon
(iris kulit bambu di tengah kebun)
Asal tembak ngambik di batang
(asal-asaln ambil di batang)
Ati senang diam di dusun
(hati senang tinggal di dusun)
Enang akui di rantau uhang
(biar aku di rantau orang)

Syair pantun ini bermakna kerinduan masyarakat Pekal yang ada di perantauan
akan kampung halamannya. Mereka yang merantau akan sangat senang bila ikut
terlibat dalam malam begandai sehingga mereka dapat menyampaikan keluh
kesah mereka.



Bintang timur bamiak manis
(bintang timur berminyak manis)

Tagonang-gonang dalam tempian
(tergenang-genang dalam tampi)
Sedang tidoh ku bakik nangis
(sedang tidur aku bangkit nangis)
Mangenang utung dengan bagian
(mengenang untung dengan bagian)

5
Universitas Sumatera Utara

Makna dari syair tersebut adalah keluh kesah seorang janda yang merasa
hidupnya bernasib malang akibat ditinggal pergi suaminya.
Dahulunya Gandai adalah tarian masyarakat Pekal yang dipertunjukan saat
acara buka lahan atau pesta panen dan acara-acara adat lainnya. Masyarakat Pekal
mengapresiasikan suasana hati sekaligus ucapan terima kasih dengan cara menari.
Setiap malam Jumat para masyarakat desa baik yang tua maupun yang muda
berkumpul di balai desa. Namun dewasa ini penyajian Gandai lebih banyak
dipertunjukan pada upacara perkawinan, perpisahan sekolah, dan pengesahan
lembaga-lembaga saja dan sudah jarang dilihat pada kegiatan tanam dan panen,
hal ini dikarenakan sudah banyak masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun yang

tidak lagi bertani atau berladang walaupun masih ada sebagian. Mereka sekarang
lebih banyak bekerja di pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit dan
karet 7. Adapun yang mempunyai lahan sendiri kebanyakan mengupahkan
lahannya pada orang lain atau menggunakan mesin untuk membantu mereka.
Sehingga timbul pertanyaan bagaimana deskripsi pertunjukan tradisi Gandai,
mengapa ragam gerak gandai tersebut hanya tinggal dua puluh enam gerak saja
lagi dan apa-apa saja perubahan serta fungsi pada tradisi Gandai dalam konteks
upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun.
Untuk mengkaji deskripsi pertunjukan tradisi Gandai yang didalamnya
mencakup gerak tari digunakan pendekatan-pendekatan ilmu antropologi tari.
Dimana antropologi tari merupakan disiplin ilmu yang sebelumnya dikenal
sebagai etnologi tari (etnokoreologi). Penelitian terhadap tradisi ini memerlukan
7

Wawancara dengan bapak Zhamari A.S Jamal selaku budayawan Pekal pada tanggal 19 Februari
2014.

6
Universitas Sumatera Utara


bantuan disiplin lainnya, seperti: antropologi, sejarah, psikologi, sosiologi, dan
lainnya seperti yang diungkapkan Janet Adshead (1988: 6). Disiplin-disiplin ini
membantu untuk memahami tari dan fungsi-fungsinya dalam kehidupan
masyarakat pendukungnya.
Tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan adat masyarakat Pekal
di Kecamatan Ketahun seperti terurai dalam latar belakang ini, dapat didekati
dengan pendekatan multidisiplin ilmu. Pertama untuk mengkaji deskripsi gerak
tari digunakan pendekatan etnokoreologi yang penerapannya dari sejumlah
disiplin ilmu seperti antropologi, musikologi, etnografi, dan lain-lain.
Kedua untuk mengkaji perubahan dan fungsinya digunakan pendekatan
sosiologi, fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu humaniora. Pada
pendekatan sosiologi, hampir semua kajian sosiologi berkaitan dengan perubahan
khususnya perubahan sosial yang menggambarkan realitas sosial. Dalam kajian
sosiologi, masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, tetapi
sebagai proses, bukan sebagai obyek semu yang kaku tetapi sebagai aliran
peristiwa yang terus menerus. Sehingga dapat dilihat perbedaan antara keadaan
sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. Lalu pada pendekatan
fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari
elemen-elemennya sepertinorma, adat, tradisi, dan institusi.
Berdasarkan fakta lapangan tersebut diatas, penulis memilih judul untuk

penelitian ini, sebagai berikut: “Tradisi Gandai dalam Konteks Upacara
Perkawinan Masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu
Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, dan Fungsi”.

7
Universitas Sumatera Utara

1.2 Pokok Permasalahan
Agar pembahasan lebih terarah maka ditentukan pokok permasalahan
sebagai berikut:
1.

Bagaimana deskripsi pertunjukan tradisi Gandai dalam konteks
upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun,
Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu?

2.

Bagaimana perubahan dan fungsi tradisi Gandai dalam konteks
upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun,
Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu?

1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Untuk mengetahui dan memahami bagaimana deskripsi pertunjukan
tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat
Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu.

2.

Untuk mengetahui dan memahami bagaimana perubahan dan fungsi
tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat
Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu.

1.3.2 Manfaat
Adapun manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam
skripsi ini adalah sebagai berikut:

8
Universitas Sumatera Utara

1.

Untuk memperdalam pengetahuan tentang tradisi Gandai dalam
konteks upacara perkawinan pada masyarakat Pekal dan menambah
referensi dan dokumentasi budaya (khususnya Gandai).

2.

Sebagai bahan informasi bagi pembaca dan masyarakat mengenai
kesenian Gandai agar dapat mengetahui penyajian Gandai dan musik
iringannya dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat Pekal
di Kecamatan Ketahun.

3.

Menambah pengetahuan bagi penulis dan peneliti-peneliti lain.
Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai materi dasar
atau awal untuk penelitian selanjutnya.

1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Tradisi adalah suatu kepercayaan atau perilaku yang diturunkan dalam
suatu kelompok atau masyarakat yang memiliki makna simbolik atau makna
khusus yang berasal dari masa lalu (Thomas A. Green, 1997:800). Kata tradisi
yang dimaksud dalam tulisan ini, yaitu tradisi Gandai yang diturunkan oleh nenek
moyang masyarakat Pekal kepada generasi sekarang ini. Dimana proses
pembelajarannya secara oral (tanpa tulisan).
Gandai berarti tari, tari adalah segala gerak yang berirama atau sebagai
segala gerak yang dimaksudkan untuk menyatakan keindahan ataupun keduaduanya (Tengku Luckman Sinar, 1996:5). Dalam tulisan ini yang penulis maksud
dengan Gandai adalah salah satu tradisi masyarakat Pekal yang digunakan pada
upacara Perkawinan adatnya. Tradisi Gandai ini memakai 4 orang atau lebih

9
Universitas Sumatera Utara

penari dalam jumlah genap, yang gerakannya diambil dari kehidupan sehari-hari
masyarakat Pekal. Tradisi ini juga sudah satu kesatuan dengan musik iringannya,
dimana alat musiknya terdiri dari edap dan sunai.
Konteks adalah situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian.
Konteks yang dimaksud adalah pada upacara perkawinan dimana upacara
perkawinan itu sendiri adalah aktivitas yang dilakukan untik meresmikan ikatan
perkawinan dua orang yang berjanji secara norma agama, norma hukum, dan
norma sosial.
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh
suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat 1986:160). Masyarakat

yang

dimaksud dalam tulisan ini adalah masyarakat yang tinggal pada Kecamatan
Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Daerah ini sesuai
dengan daerah yang menjadi tempat penelitian penulis dimana daerah ini masih
terdapat pelaksanaan upacara perkawinan yang mempertunjukkan Gandai.
Deskripsi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:258) artinya
mengambarkan apa adanya. Deskripsi atau deskriptif berasal dari bahasa Inggris
yaitu descriptif, yang artinya bersifat menyatakan sesuatu dengan memberikan
gambaran melalui kata-kata atau tulisan. Seeger (1958:184) menyebutkan bahwa
deskriptif adalah penyampaian objek dengan menerangkan terhadap pembaca
secara tulisan maupun lisan dengan sedetil-detilnya. Deskripsi yang penulis
maksud adalah deskripsi pertunjukan tradisi Gandai pada masyarakat Pekal di
Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu, Bengkulu.

10
Universitas Sumatera Utara

Perubahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:1234) adalah
hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran. Menurut Yandianto dalam Bonggud
Sidabitar (2013:9) perubahan dalam bahasa inggris disebut change, misalnya
perubahan sosial atau sosial change, artinya perubahan dalam kemasyarakatan
yang mempengaruhi sistem sosial suatu masyarakat yang berhubungan dengan
nilai-nilai, dan perilaku di antara kelompok manusia. Perubahan yang dimaksud
penulis adalah suatu perubahan/peralihan yang terjadi pada tradisi Gandai dalam
konteks upacara masyarakat Pekal dan fungsi tradisi Gandai bagi hidup
masyarakat Pekal. Dimana akan dilihat bagaimana kedudukannya dalam
masyarakat Pekal, peranannya dalam masyarakat Pekal, dan aturan-aturan yang
membatasi peranan tradisi Gandai ini dalam masyarakat Pekal, serta akan dilihat
adakah perubahan terhadap tradisi Gandai tersebut yang berpengaruh pada
fungsinya dalam masyarakat Pekal khususnya dalam konteks upacara Perkawinan
adatnya.

1.4.2 Teori
Dalam meneliti keenam ragam gerak Gandai tersebut, penulis akan
mendeskripsikannya. Dalam teori komposisi tari, hadirnya gerak dapat
ditimbulkan karena beberapa faktor rangsang yaitu rangsang visual, kinestetik,
rabaan, dan gagasan (Ben Suharto, 1985: 20-21). Menurut pendapat tersebut
diatas, gerak-gerak dalam Gandai timbul dari rangsang visual dan rangsang
kinestetik. Rangsang visual bisa dilihat dari nama-nama gerak, contoh sementaro,
yang mengacu pada bagaimana kehidupan seseorang yang hanya bersifat
sementara. Sedangkan rangsang kinestetik bisa dilihat dari rangsang gerak.

11
Universitas Sumatera Utara

Keenam ragam gerak Gandai tersebut penulis akan menggunakan teknik
kinisiologi. Kinesiologi tari yang dimaksud adalah ilmu yang mempelajari tentang
gerak-gerak tubuh manusia dalam tari yang ditata sesuai dengan musik dan
mengandung makna serta memiliki kekuatan otot, tulang, syaraf, dan sendi yang
dibutuhkan untuk melakukan gerakan tersebut (http://gitadanceq.blogspot.com).
Setelah itu juga akan dilihat bagaiman uraian mengenai ragam gerak, pola lantai,
motif gerak, frase gerak, busana tari yang digunakan masyarakat Pekal dalam
konteks adatnya.
Untuk mendeskripsikan musik Gandai ini, khususnya struktur melodi
sunai yang berfungsi secara musikal sebagai pembawa melodi utama, penulis
menggunakan teori “bobot tangga nada” (weighted scale), yang ditawarkan oleh
Malm (1977). Ia menawarkan delapan parameter untuk mendeskripsikan melodi,
yaitu: (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) interval, (5) distribusi
nada, (6) formula melodi, (7) pola-pola kadensa, dan (8) kontur.
Dalam suatu kebudayaan tradisi lisan atau oral suatu perubahan dapat
terjadi, karena proses pengajarannya dilakukan secara lisan. Menurut Alan P
Merriam (1964:303) mengemukakan bahwa perubahan dapat berasal dari dalam
lingkungan kebudayaan (internal), dan perubahan juga bisa berasal dari luar
kebudayaan (eksternal). Perubahan secara internal merupakan perubahan yang
timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri, dan
juga disebut inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang
timbul akibat pengaruh yang dilakukan oleh orang-orang dari luar lingkup budaya
tersebut atau akulturasi. Perubahan yang terjadi dalam tradisi Gandai merupakan

12
Universitas Sumatera Utara

hasil kreatifitas masyarakat Pekal itu sendiri yang diakibatkan oleh kebudayaan
barat.
Fungsi menurut Alan P Merriam

(1964) pada teori use and function

(penggunaan dan fungsi) yang berkaitan dengan tradisi Gandai adalah sebagai
berikut: (i) fungsi pengungkapan emosional, (ii) fungsi penikmatan estetika, (iii)
fungsi hiburan, (iv) fungsi komunikasi, (vii) fungsi validasi lembaga-lembaga
sosial dan ritual keagamaan, (viii) fungsi kontribusi demi kelangsungan dan
stabilitas budaya, dan (ix) fungsi pengintegrasian masyarakat.
Sementara itu pakar tari lndonesia yaitu Narawati dan R.M. Soedarsono
dalam Reny Yulyati (2013:22) membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1)
kategori fungsi tari yang besifat primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a)
fungsi tari sebagai sarana ritual, (b) fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c)
fungsi tari sebagai presentasi estetik, dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat
sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek komersial atau sebagai lapangan mata
pencaharian.
Berdasarkan teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka
fungsi tradisi Gandai, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder.
Di dalam kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan
mata pencaharian.

1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti Gandai pada upacara
perkawinan masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, penulis menggunakan

13
Universitas Sumatera Utara

metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk
Miller dalam Moleong (1990:3) yang mengatakan: “Penelitian kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada

pengamatan manusia

dalam

kawasannya

sendiri

dan

berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya”.
Pendekatan emik dan etik juga menjadi penting karena penulis adalah
“orang dalam” (insider). Dalam penelitian lapangan, pendekatan emik merupakan
identifikasi fenomena budaya menurut pandangan pemilik budaya tersebut,
sedangkan etik adalah identifikasi menurut peneliti yang mengacu pada konsep
konsep sebelumnya (Kaplan dan Manners 1999:256-8). Dalam penelitian ini
penulis akan menggunakan pendekatan emik dan etik untuk mendapatkan data
yang objektif.
Menurut

Curt

Sachs

dalam

Nettl

(1962:16)

penelitian

dalam

etnomusikologi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan
kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan
perekaman data dari aktivitas musikal dalam sebuah kebudayaan manusia,
sedangkan kerja laboratorium meliputi pentranskripsian, menganalisis data dan
membuat kesimpulan dari keseluruhan data.
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode yang diungkapkan
oleh Curt Sach, namun sebelum melakukan kerja lapangan (field work) dan kerja
laboratorium (deks work) penulis akan melakukan studi kepustakaan terlebih
dahulu. Adapun tujuan dari studi kepustakaan ini dalah untuk mengumpulkan
data-data awal dalam penelitian ini.

14
Universitas Sumatera Utara

1.5.1 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan perlu dilakukan untuk mengumpulkan data-data atau
sumber bacaan untuk mendukung penelitian. Sumber bacaan ini dapat berupa
buku-buku, skripsi etnomusikologi, jurnal, maupun bacaan yang diperlukan untuk
mendukung penelitian.
Dalam hal ini penulis telah membaca skripsi sarjana Etnomusikologi yaitu
Reny Yulyati Br Lumban Toruan, Desi Ari Natalia S, Seridah Ritha Gustina
Ginting, dan Flora Hutagalung, serta skripsi lainnya yang berhubungan dengan
tulisan penulis. Penulis juga membaca buku-buku antropologi dan etnomusikologi
yaitu Pengantar Ilmu Antropologi, The Anthropology Of Music, Etnomusikologi,
dan beberapa buku lainnya. Untuk melengkapi tulisan ini, penulis melakukan
studi kepustakaan juga terhadap topik-topik lain yang berkaitan dengan penelitian
skripsi ini antara lain pendidikan, sosiologi, antropologi, sistem kekerabatan, dan
topik tentang kebudayaan masyarakat Pekal. Selajutnya hasil dari studi
kepustakaan tersebut akan dijadikan sebagai informasi tambahan dalam penulisan
skripsi ini.

1.5.2 Penelitian Lapangan
Penulis melakukan penelitian lapangan agar mengetahui keseluruhan
mengenai objek yang diteliti. Penulis juga dapat terlibat langsung dengan objek
yang sedang diteliti dan mendapat lebih banyak informasi. Oleh karena itu penulis
menggunakan dua teknik dalam pengumpulan data di lapangan yaitu:

15
Universitas Sumatera Utara

1.5.2.1 Wawancara
Wawancara diperlukan untuk mendukung penelitian tentang tradisi
Gandai dalam konteks upacara perkawinan adat masyarakat Pekal. Dalam
mengambil sumber data dilapangan penulis melakukan wawancara dengan
budayawan, beberapa tokoh adat, penari dan pemusik maupun orang-orang yang
pernah terlibat dalam penyajian tradisi Gandai ini. Serta informan lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
Teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus
(focus interview) yaitu melakukan pertanyaan selalu berpusat pada pokok
permasalahan. Selain wawancara berfokus peneliti juga melakukan wawancara
bebas (free interview) yaitu pertanyaan tidak selalu berpusat pada pokok
permasalahan tetapi pertanyaan dapat berkembang ke pokok permasalahan
lainnya dengan tujuan untuk memperoleh data yang beraneka ragam namun tidak
menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat 1985:139). Hal ini
penulis lakukan untuk mendukung data yang telah diperoleh dari kerja lapangan
maupun dari studi kepustakaan. Penulis menjadikan bapak Zhamari A.S Jamal
dan Bapak Makmur sebagai informan kunci mereka adalah budayawan Pekal
sekaligus orang yang paham mengenai adat perkawinan Pekal. Untuk informan
pangkal penulis menunjuk Ibu Ratna dan Bapak Mahmudin. Selain itu penulis
juga mewawancarai beberapa orang penonton.
1.5.2.2 Perekaman
Perekaman dalam penelitian sangat penting untuk mengumpulkan data di
lapangan. Perekaman yang dilakukan secara audi-visual. Perekaman secara audio
akan menggunakan Handphone Nokia C3 dan untuk perekaman adio-visualnya

16
Universitas Sumatera Utara

ini akan menggunakan kamera digital Sony Cyber-shot dan Hp. Penulis akan
merekam hasil wawancara dengan narasumber yang dilakukan di lapangan.
Narasumber-narasumber yang penulis wawancarai antara lain Zhamari A.S Jamal,
Makmur, Mahmudin, Ali Bidin, Ratna, dan Herman. Selain itu penulis juga akan
merekam materi musik yang akan menjadi di deskripsikan nantinya. Khusus fotofoto ragam gerak Gandai ini, didapat melalui rekonstruksi. Karena pencahayaan
panggung malam begandai yang penulis teliti kurang baik. Sehingga diambil pada
siang hari.

1.5.3 Kerja Laboratorium (Desk Work)
Setelah semua data di lapangan diperoleh dan bahan dari hasil studi
kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan
tulisan. Untuk mendeksripsikan materi musik, terlebih dahulu dilakukan
pentranskripsian yang selanjutnya akan dideskripsikan.
Terdapat dua pendekatan yang diungkapkan oleh Bruno Nettl (1964:98)
dalam mendeksripsikan materi musik pada kerja laboratorium, yaitu (1) kita dapat
menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, dan (2) kita dapat dengan
cara menuliskannya apa yang kita dengar tersebut diatas kertas lalu
mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari kedua pendekatan tersebut penulis akan
menggunakan pendekatan yang kedua dalam mendeskripsikan musik iringan
Gandai. Untuk itu harus dilengkapi dengan analisis yang didasarkan atas materi
yang terlihat dalam bentuk notasi. Oleh karena itu dalam kerja laboratorium
penulis akan melakukan transkripsi. Transkripsi adalah proses memindahkan
bunyi (menotasikan), mengalihkan bunyi yang didengar menjadi simbol visual.

17
Universitas Sumatera Utara

1.5.3.1 Metode Transkripsi
Sebagai bahan transkripsi penulis mengambil langsung dari lapangan yaitu
saat malam begandai pada upacara perkawinan adat Maradona Johansyah dengan
Irayanti Putri. Musik iringan Gandai ini disajikan oleh bapak Ali Bidin selaku
pemain

sunai

dan

bapak

Herman

selaku

pemain

edap.

Dalam

mentranskripsikannya, penulis meminta bantuan kepada beberapa teman yang
mampu dalam hal pentranskripsian. Adapun alasan mengapa penulis tidak
mentranskripsikan sendiri dikarenakan kurangnya pengetahuan penulis akan
instrumen tiup serta keterbatasan penulis dalam mengidentifikasi setiap bunyi
instrumen yang dimainkan. Melalui bantuan tersebut proses pentranskripsian
musik tradisi Gandai dapat diselesaikan lebih cepat.
Setelah mendapatkan hasilnya (baik melodi maupun pola ritemnya)
penulis lalu memindahkannya ke dalam software musik sibellius, kemudian
mendengarkan kembali hasil yang telah dipindahkan tersebut.

1.6 Lokasi Penelitian
Untuk lokasi penelitian penulis meneliti tradisi Gandai pada upacara
perkawinan adat Maradona Johansyah dengan Irayanti Putri yang berlangsung di
Desa Pasar Ketahun pada tanggal 7 Februari 2014. Kecamatan ini masih
ditemukan upacara yang menyajikan Gandai, Kecamatan Ketahun merupakan
salah satu daerah tempat bermukimnya masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun
Provinsi Bengkulu. Selain itu Kecamatan Ketahun juga merupakan kampung
halaman penulis dan semua kerabat dekat penulis menetap disana, sehingga
mudah bagi penulis untuk mencari dan mendapatkan informan.

18
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Deskripsi Pertunjukan Tari Merak dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Sunda di Kota Medan

8 185 116

Tradisi Lisan pada Upacara Perkawinan Adat Tapanuli Selatan: Pemahaman Leksikon Remaja di Padangsidimpuan

6 108 278

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

2 37 141

PERUBAHAN TRADISI NGEMBLOK PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA (STUDI KASUS MASYARAKAT NELAYAN DI KECAMATAN KRAGAN KABUPATEN REMBANG).

2 17 100

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 0 14

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 1 2

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 0 20

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 0 2

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 0 1

PENGGUNAAN BAHASA KIASAN DALAM BAHASA PEKAL PADA MASYARAKAT PEKAL DI KABUPATEN BENGKULU UTARA

0 2 45