Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

BAB II
MASYARAKAT PEKAL DI KECAMATAN KETAHUN

Bab II ini akan menguraikan tentang keadaan lingkungan masyarakat Pekal
di Kecamatan Ketahun seperti lokasi lingkungan alam dan demografi, asal-usul
masyarakat Pekal, mata pencaharian, sistem agama dan kepercayaan, sistem
kekerabatan, sistem bahasa, dan sistem kesenian. Hal-hal tersebut menurut penulis
juga penting untuk diuraikan, karena selain untuk mengenalkan daerah penelitian
penulis kepada pembaca, juga berhubungan dengan tradisi Gandai dalam konteks
upacara perkawinan masyarakatnya.
2.1 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi
Ketahun adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Bengkulu Utara,
Provinsi Bengkulu, Indonesia dengan luas 8216 hektar. Kecamatan Ketahun
berjarak ± 95 km dari kota Bengkulu yang merupakan ibukota provinsi dan dapat
di tempuh dengan menggunakan mobil, dengan lama perjalanan sekitar 2,5 jam
(jika kondisi arus lalu lintas dalam keadaan normal). Kecamatan Ketahun yang
berada 0-1500 m di atas permukaan laut ini terdiri atas 27 Desa yang terdiri dari
21 desa depinitif dan 6 lainnya merupakan desa persiapan (dapat dilihat pada
halaman 19).
Kecamatan Ketahun berbatasan dengan Kecamatan Napal Putih di sebelah
utara, Samudera Indonesia di sebelah selatan, sebelah barat berbatasan dengan

Kecamatan Putri Hijau, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Batik
Nau (Data Statistik Kecamatan Ketahun tahun 2013).

19
Universitas Sumatera Utara

TABEL 2.1
Perincian Nama Desa dan Luas Wilayah Kecamatan Ketahun
NO

NAMA DESA

LUAS WILAYAH
(Hektar)

1

Urai

300


2

Air Simpang

104

3

Air Sebayur

420

4

Air Sekamanak

132

5


Marga Bakti

250

6

Bukit Makmur

490

7

Pasar Ketahun (Ibukota

230

Kecamatan)
8


Bukit Indah

102

9

Giri Kencana

670

10

Bukit Harapan

300

11

Gunung Payung


270

12

Kualalangi

258

13

Talang Baru

200

14

Dusun Raja

250


15

Fajar Baru

250

16

Lubuk Mindai

270

17

Tanjung Muara

110

18


Sumber Mulya

300

20
Universitas Sumatera Utara

19

Bumi Harjo

130

20

Bukit Tinggi

150

21


Melati Harjo

120

22

Persiapan Sebayur Jaya

600

23

Persiapan Limas Jaya

750

24

Persiapan Simpang Batu


170

25

Persiapan Lembah Duri

320

26

Persiapan Alas Bangun

720

27

Persiapan Baru Manunggal

350


JUMLAH

8216

Sumber: Kantor Kecamatan Ketahun (November 2013)
Dari data nama-nama tersebut diatas, yang masih aktif sering
menggunakan tradisi Gandai adalah desa Urai, desa Pasar Ketahun, desa Bukit
Indah, desa Bukit Harapan, desa Gunung Payung, desa Kualalangi, desa Talang
Baru, dan desa Lubuk Mindai. Sedangkan desa Air Simpang, desa Air Sebayur,
desa Air Sekamanak, desa Marga Bakti, desa Bukit Makmur, desa Giri Kencana,
desa Fajar Baru, desa Tanjung Muara, desa Sumber Mulya, desa Bumi Harjo, desa
Bukit Tinggi, dan desa Melati Harjo merupakan desa-desa ekstransmigrasi dari
pulau Jawa. Lalu desa-desa yang masih dalam tahap persiapan merupakan desa
perambah yang kebanyakan masyarakatnya berasal dari Kabupaten Bengkulu
Selatan.
Saat ini 6 desa persiapan depinitif tersebut menjadi polemik bagi
Kecamatan Ketahun, dimana terjadi tarik ulur antara pihak pemerintahan dengan
pihak pemilik lahan yang selama ini menjadi pusat kegiatan desa seperti desa Alas


21
Universitas Sumatera Utara

Bangun, Limas Jaya, dan Sebayur Jaya terletak pada Hutan Produksi Tanah
(HPT) Air Urai dan Air Serangai. Hal ini menjadi polemik dikarenakan HPT
menjadi kewenangan Menteri Kehutanan, sementara 3 desa lainnya yaitu Baru
Manunggal, Lembah Duri dan Simpang Batu terletak di perkebunan PT Way
Sebayur yang umur HGUnya terlantar.
Selain suku Pekal sebagai suku yang mayoritas mendiami wilayah
Kecamatan Ketahun, ada suku-suku lainnya yang ada di Kecamatan Ketahun
yaitu, suku Minangkabau, suku Rejang, suku Batak, suku Jawa, suku Serawai,
suku Sunda, dan lain sebagainya. Mengenai keadaan penduduknya dan
pendidikan dapat dilihat pada tabel 2.2, 2.3 dan tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.2
Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Pria

Wanita

Jumlah (Jiwa)

22.948

22.773

45721

(Data Statistik Kecamatan Ketahun Tahun 2013)

Tabel 2.3
Distribusi Sarana Pendidikan
SMA/SMK/MA

SMP/MTS

SD/MI

Negeri

Swasta

Negeri

Swasta

Negeri

Swasta

3

2

13

2

32

6

(data statistik dari http://referensi.data.kemdikbud.go.id)

22
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4
Nama-nama Satuan Pendidikan di Kecamatan Ketahun
No

Nama

Alamat

Status

1

MAN Ketahun

Pasar Ketahun

Negeri

2

MAS Al Um

Bukit Harapan

Swasta

3

MAS Darun Naja

Urai

Swasta

4

MIN Ketahun

Giri Kencana

Negeri

5

MIS Al Hidayah

Simpang Batu

Swasta

6

MIS Al Iman

Bukit Indah

Swasta

7

MIS Al Um

Bukit Harapan

Swasta

8

MIS Darunanaja

Urai

Swasta

9

MIS Mimbarul Huda

Air Sebayur

Swasta

10

MTSN Ketahun

Giri Kencana

Negeri

11

MTSS Al Um

Bukit Harapan

Swasta

12

MTSS Darunnaja

Urai

Swasta

13

SD Negeri 01 Ketahun

Pasar Ketahun

Negeri

14

SD Negeri 02 Ketahun

Dusun Raja

Negeri

15

SD Negeri 03 Ketahun

Urai

Negeri

16

SD Negeri 04 Ketahun

Kualalangi

Negeri

17

SD Negeri 05 Ketahun

Talang Baru

Negeri

18

SD Negeri 06 Ketahun

Giri Kencana

Negeri

19

SD Negeri 07 Ketahun

Bukit Tinggi

Negeri

20

SD Negeri 08 Ketahun

Bumi Harjo

Negeri

23
Universitas Sumatera Utara

21

SD Negeri 09 Ketahun

Bukit Harapan

Negeri

22

SD Negeri 10 Ketahun

Sumber Mulya

Negeri

23

SD Negeri 11 Ketahun

Marga Bakti

Negeri

24

SD Negeri 12 Ketahun

Bukit Makmur

Negeri

25

SD Negeri 13 Ketahun

Bukit Makmur

Negeri

26

SD Negeri 14 Ketahun

Fajar Baru

Negeri

27

SD Negeri 15 Ketahun

Fajar Baru

Negeri

28

SD Negeri 16 Ketahun

Melati Harjo

Negeri

29

SD Negeri 17 Ketahun

Gunung Payung

Negeri

30

SD Negeri 18 Ketahun

Lubuk Mindai

Negeri

31

SD Negeri 19 Ketahun

Air Simpang

Negeri

32

SD Negeri 20 Ketahun

Air Sebayur

Negeri

33

SD Negeri 21 Ketahun

Air Sekamanak

Negeri

34

SD Negeri 22 Ketahun

Air Simpang

Negeri

35

SD Negeri 23 Ketahun

Kualalangi

Negeri

36

SD Negeri 24 Ketahun

Dusun Raja

Negeri

37

SD Negeri 25 Ketahun

Tanjung Muara

Negeri

38

SD Negeri 26 Ketahun

Limas Jaya

Negeri

39

SD Negeri 27 Ketahun

Tanjung Muara

Negeri

40

SD Negeri 28 Ketahun

Lembah Duri

Negeri

41

SD Negeri 29 Ketahun

Sebayur Jaya

Negeri

42

SD Negeri 30 Ketahun

Cakra

Negeri

43

SD Negeri No. 31 Ketahun

Gembung Raya

Negeri

24
Universitas Sumatera Utara

44

SDS Tunas Kita Pamor

Pamor Ganda

Swasta

45

SMAN 1 Ketahun

Bukit Indah

Negeri

46

SMKN 1 Ketahun

Pasar Ketahun

Negeri

47

SMP Negeri 01 Ketahun

Bumi Harjo

Negeri

48

SMP Negeri 02 Ketahun

Pasar Ketahun

Negeri

49

SMP Negeri 03 Ketahun

Bukit Makmur

Negeri

50

SMP Negeri 04 Ketahun

Limas Jaya

Negeri

51

SMP Negeri 05 Ketahun

Air Sebayur

Negeri

52

SMP Negeri 06 Ketahun

Bukit Harapan

Negeri

53

SMP Negeri 07 Ketahun

Urai

Negeri

54

SMP Negeri 08 Ketahun

Marga Bakti

Negeri

55

SMP Negeri 09 Ketahun

Air Simpang

Negeri

56

SMP Negeri 11 Ketahun

Dusun Raja

Negeri

57

SMP Negeri 12 Ketahun

Melati Harjo

Negeri

58

SMP Negeri Terbuka Ketahun

Bumi harjo

Negeri

(Data statistik dari http://referensi.data.kemdikbud.go.id)

Dari tabel distribusi pendidikan diatas, dapat dikatakan bahwa adanya
sarana pendidikan yang telah menyebar rata membuat masyarakat Pekal di
Kecamatan Ketahun banyak yang bersekolah daripada yang menganggur atau
hanya bekerja di ladang atau sawah, waktu mereka untuk berkumpul dan
melakukan kegiatan begandai terbatas dengan adanya kegiatan belajar ersebut.
Ketahun merupakan daerah yang subur dan sangat berpotensi dalam
bidang pertanian, kelautan, perkebunan sawit, dan pertambangan batu bara.
Masyarakat Ketahun ada yang bertani dan berladang untuk memenuhi kebutuhan
25
Universitas Sumatera Utara

sehari-hari dan tak sedikit pula sekarang yang telah memliki lahan pribadi untuk
perkebunan kelapa sawit dan karet. Banyak pengusaha-pengusaha yang
menanamkan modalnya untuk mendirikan perkebunan kelapa sawit atau
perkebunan karet di Kecamatan Ketahun. Perusahaan-perusahaan yang bergerak
dalam bidang perkebunan kelapa sawit yaitu PT Julang Oca Permana milik Bakrie
Group dan PTPN VII, sedangkan PT Pamor Ganda milik bapak D L Sitorus
bergerak dalam bidang perkebunan karet.
Untuk

sektor

pertambangannya,

dapat

dikelompokkan

menjadi

pertambangan mineral dan pertambangan batu bara. Pertambangan mineralnya
berupa pertambangan batuan. Pada sektor pertambangaan batu baranya ditujukan
untuk

pasar

ekspor.

Perusahaan-perusahaan

yang

bergerak

di

bidang

pertambangan batu bara seperti PT Injatama, PT Rekasindo Guriang Tandang, dan
PT Adi Bara Pratama. Banyak masyarakat Pekal yang bekerja di perusahaanperusahaan tersebut sehingga tingkat kesejahteraan masyarakatnya cukup baik,
tampak dari sedikitnya tindakan kriminal seperti curanmor (pencurian kendaraan
bermotor) dan pencurian lainnya. 8 Mereka pun juga ada yang melaut untuk
mencari ikan. Hasil tangkapan mereka bisa untuk di konsumsi secara pribadi atau
di jual.

8

Keterangan bapak Ir. Budi Sampurno (camat Ketahun).

26
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1:
Peta Kecamatan Ketahun Dilihat Dari Provinsi Bengkulu

2.2 Asal-usul Masyarakat Pekal
Secara etimologi, Pekal berasal dari kata mengkal yang berarti belum
matang namun sudah tidak lagi mentah. Menurut legenda, nama ini diperoleh
karena suku Pekal merupakan bentuk mengkal dari suku Minangkabau dan suku
Rejang yang wilayahnya merupakan pemberian dari suku Minangkabau dan suku
Rejang. Dengan begitu, suku Pekal berkaitan dengan mitologi suku Rejang dan
hikayat

raja

Inderapura

dari

Minangkabau

(http://ms.wikipedia.org/wiki/

Minangkabau). Menurut bapak Makmur yang diamini oleh bapak Zhamari A.S
Jamal dahulunya dikisahkan putri Rindu Bulan yang merupakan satu-satunya
anak perempuan dari raja Rejang Lebong yang bernama menaruh hati dengan
pemuda biasa di kerajaannya, sehingga raja Rejang Lebong marah dan
memerintahkan keenam putranya untuk membunuh putrinya tersebut. Namun
keenam putranya tidak tega membunuh adiknya, sehingga mereka membawa putri
rindu Bulan ke tepi sungai besar dan membuatkannya sebuah rakit dari bambu
dengan dibekali beras dan ayam. Sungai ini berasal dari dua bukit yaitu bukit

27
Universitas Sumatera Utara

Tapus yang sungainya bermuara di muara Ketahun dan yang satunya lagi
bermuara ke Jambi.
Maka pergilah putri Rindu Bulan dengan rakitnya menelusuri sungai. Hari
demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan hingga setahun putri Rindu
Bulan menyelusuri sungai hingga rakitnya rusak di muara. Setelah sampai di
muara, ayam yang ia bawa berubah menjadi elang sedangkan beras yang ia bawa
tertumpah dan berubah menjadi senggugu. Inilah yang menjadi asal asul
penamaan sungai Ketahun yang dilewati putri Rindu Bulan selama setahun
Setelah rakitnya diperbaiki, ia melanjutkan perjalanannya sehingga sampai
di pulau Pagai (Sumatera Barat). Kemudian ia diselamatkan dan dirawat oleh
orang yang tinggal disana. Karena kecantikannya, ia mampu memikat hati anak
raja dari kerajaan Pagai, lalu ia dipinang oleh anak raja tersebut dan menikahlah
mereka. Putri Rindu Bulan kemudian mengatakan pada suaminya bahwa daerah
asalnya dari daerah Rejang Lebong. Ia dan suaminya memutuskan untuk kembali
ke Rejang Lebong.
Menurut sumber lainnya yang jalan ceritanya sedikit berbeda, 9 putri yang
dimaksud bernama Putri Lindung Bulan yang merupakan putri bungsu dari Rajo
Tiang Pat “Sultan Sarduni”, setelah ia menginjak remaja banyak sekali putra-putra
Raja, putra-putra Sultan, dan putra-putra sunan dari Aceh, Sulawesi, dan daerahdaerah lain yang menyukainya dan ingin meminangnya. Tapi anehnya, setiap ada
yang datang hendak melamar selalu saja secara tiba-tiba tubuh Putri Lindung
Bulan mendapat penyakit kulit yang menulir, dan hal inilah yang membuat

9

Dari blog http://rejang-lebong.blogspot.com

28
Universitas Sumatera Utara

pinangan

itu

batal.

Namun

setelah

yang

meminang

itu

kembali

kedaerah/kerajaannya, secara tiba-tiba pula penyakit Putri Lindung Bulan sembuh.
Melihat kejadian yang terus terjadi atas Putri Lindung Bulan, yang
menjadi aib bagi kerajaan khususnya bagi saudara-saudara Putri Lindung Bulan,
maka datanglah niat busuk dari saudaranya ki Geto untuk membunuh Putri
Lindung Bulan. Bermufakatlah saudara-saudaranya yaitu Ki Geto, Ki Tago, Ki
Ain, Ki Genain, dan Ki Nio untuk menyingkirkan dan membunuh Putri Lindung
Bulan.
Mereka memberikan alasan kepada Sultan Sarduni untuk mengobati Putri
Lindung Bulan ke hutan hingga sembuh. Maksud kelima bersaudara itu tidak
disetujui oleh Karang Nio (saudara Putri Lindung Bulan lainnya). Ia kalah suara
dan mendapat ancaman dari kelima saudara lainnya bahwa harus ia yang
membunuh adiknya tersebut. Akhirnya pada suatu hari setelah mendapatkan izin
dari ayahnya, berangkatlah Karang Nio denga Putri Lindung Bulan menuju hutan.
Sesampai mereka di sana, Karang Nio membawa Putri Lindung Bulan ke pinggir
sungai (yang sekarang dikenal dengan sungai Ketahun) dan ia menceritakan niat
buruk saudara-saudaranya yang lain. Ia pun berniat menyelamatkan Putri, ia
menyuruh putri untuk berakit mengikuti arus sungai itu. Namun sebelum Putri
berangkat, Karang Nio berencana untuk mengelabui ke-5 saudara lainnya dengan
cara menyayat sedikit kulit telinga Putri dengan mata pedangnya sebagai barang
bukti bahwa ia telah membunuhPutri Lindung Bulan.
Sebelumnya ia membekali Putri dengan secupak (ukurann 1½ kg) beras
dawai, sebuah kelapa, dan seekor ayam biring serta sepotong bambu sebagai
satang (pendayung rakit). Setelah tugas dilaksanakan, Karang Nio kembali ke

29
Universitas Sumatera Utara

Bandar Agung untuk melaporkan kepada saudara-saudaranya bahwa Putri
Lindung Bulan telah dibunuh dengan menunjukan barang bukti berupa pedang
yang berlumur darah. Kepada ayahnya ia mengatakan bahwa Putri sedang berobat
di tengah hutan.
Setelah beberapa lama Putri Lindung Bulan berakit, sampailah ia di muara
sungai. Karena muara sungai itu airnya tenang dan luas, ia membuang satang
yang ia gunakan untuk mendayung rakitnya. Ia juga membuang buah kelapa dan
ayam biring yang diberikan kakknya ke darat, lalu secupak beras dawai ia
hamburkan ke air muara sungai itu. Ia dan rakitnya hanyut hingga ke lautan
sampai ia terdampar di pagi hari di sebuah pulau yang ia beri nama pulau Pagai
(berasal dari bahasa Rejang yang berarti pagi). Satang bambu yang ia buang tadi
berubah menjadi aur kuning, buah kelapa berubah menjadi nibung kuning, ayam
biring berubah menjadi burung elang berantai, dan beras dawai berubah menjadi
segugu. Benda-benda tersebut masih bisa dilihat sekarang di muara sungai
Ketahun.

2.3 Mata Pencaharian
Kecamatan Ketahun merupakan daerah yang subur dan berpotensi tinggi
dalam bidang pertanian, kelautan dan perkebunan. Beberapa dari masyarakat
Pekal juga telah bekerja sebagai pegawai pada sektor swasta maupun sektor
pemerintahan, dan pedagang. Pada sektor perkebunan, masyarakat Pekal
mayoritas berkebun karet dan kelapa sawit.
Banyak juga masyarakat Pekal yang memanfaatkan hasil laut dengan
menjadi nelayan. Hal ini dikarenakan wilayah Ketahun berada di pesisir pantai.

30
Universitas Sumatera Utara

Adanya sektor tambahan lainnya yaitu sektor pertambangan batu bara.
Pertambangan batu bara yang digerakan pihak asing membuat semakin
bertambahnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun.

2.4 Sistem Agama dan Kepercayaan
Mayoritas masyarakat Bengkulu beragama Islam, termasuk suku Pekal
yang ada di Kecamatan Ketahun. Walau sedikit terlambat perkembangannya dari
daerah lain yang sudah tersentuh pada abad ke-7. Hal ini dikarenakan letak
geografis Bengkulu yang berada di tepi Samudera Hindia bukan berada di antara
selat atau pulau, sehingga pelayaran mengalami kesulitan untuk berlayar menuju
Bengkulu. Islam sendiri masuk saat Bengkulu masih terbentuk dalam sistem
pemerintahan berupa kerajaan-kerajaan kecil yang berada di kawasan dataran
tinggi ataupun berada di wilayah pesisir Bengkulu.
Islam masuk ke Bengkulu melalui Minangkabau (1500) atau Palembang.
Masuknya Islam diperkirakan melalui lima pintu. Pertama melalui penyebaran
Islam oleh Tengku Malim Mukidim dari Aceh pada tahun 1471yang datang ke
kerajaan tertua di Bengkulu yaitu kerajaan Sungai Serut dengan raja pertamanya
Ratu Agung (1550-1570) yang berasal dari Gunung Bungkuk. Beliau berhasil
mengislamkan Ratu Agung. Kedua melalui perkawinan Perkawinan antara sultan
Muzafar Syah dengan putri Serindang Bulan (inilah awal Islam masuk ke tanah
Rejang pada pertengahan abad ke-17). Ketiga melalui datangnya Bagindo
Maharajo Sakti dari Pagaruyung ke kerajaan Sungai Lemau pada abad ke-17.
Lalu melalui dakwah yang dilakukan dai-dai dari Banten (bentuk kerjasama

31
Universitas Sumatera Utara

kerajaan Banten dengan kerajaan Selebar). Dan yang terakhir melalui kerajaan
Mukomuko.
Pada suku Pekal unsur Islami terlihat dari beberapa acara adat dan seni
budaya mereka. Walaupun mereka telah memeluk Islam, tetapi beberapa
kepercayaan terhadap hal-hal animisme dan dinamisme masih terlihat dalam
kehidupan masyarakat suku Pekal. Mereka mempercayai hal-hal gaib dan tempattempat keramat yang konon dapat mempengaruhi kehidupan dan kesehatan
mereka.
Masyarakat Pekal masih memberikan punjung (sesajian) kepada muara
(setiap tahun) dan jika tidak memberikan punjung ke muara, ada kepercayaan
bahwa laut akan marah dan memakan korban yang selalu merupakan pendatang
(bukan masyarakat Pekal). Agama Islam tidak dapat dipisahkan dari identitas
masyarakat Pekal. Masyarakat Pekal mempunyai pepatah yang sama dengan
pepatah masyarakat Minangkabau yaitu, adat besandi syara’, syara’ besandi
Kitabullah (adat Pekal bersendi hukum Islam dan hukum Islam bersendi Al
Qur’an). Sehingga dapat dilihat kesatuan antara adat masyarakat Pekal dengan
agama Islam yang saling membina masyarakatnya.

2.5 Sistem Kekerabatan
Masyarakat Pekal menggunakan sistem matrilinel, dimana silsilah
keturunan yang diperhitungkan melalui garis ibu. Hal ini dikarenakan pengaruh
budaya Minangkabau lebih kuat daripada budaya Rejangnya yang menganut
Patrilineal. Dalam sistem kekerabatan matrilineal terdapat tiga unsur yang paling
dominan, yaitu: Pertama, garis keturunan menurut garis ibu. Kedua, perkawinan

32
Universitas Sumatera Utara

harus dengan kelompok keluarga lain, di luar kelompok keluarga sendiri, yang
sekarang dikenal dengan eksogami matrilineal.

Ketiga, ibu memegang peran

sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan, dan kesejahteraan keluarga.
Dalam perkawinan masyarakat Pekal menganut sistem eksogami, dimana
yang artinya adalah sistem perkawinan di luar batas suatu lingkungan tertentu,
atau dengan kata lainnya perkawinan di luar kelompoknya.

Serta matrilokal

dimana suami tinggal di sekitar rumah kerabat isterinya, atau di dalam lingkungan
kekerabatan isterinya. Semua harta dan tanah yang dimiliki diwariskan kepada
anak perempuan.
Dalam keluarga Pekal, ayah tidak termasuk dalam anggota keluarga istri
dan anaknya, akan tetapi ia tetap menjadi anggota kaum warganya masingmasing, yaitu ibunya. Ayah dipandang sebagai pemberi keturunan. Di dalam
masyarakat Pekal ada sebutan atau nama panggilan yang digunakan keluarga.
Seperti seorang anak memanggil ibunya dengan panggilan amak, dan panggilan
abak untuk ayah.
Dalam masyarakat Pekal, terdapat sebutan atau nama panggilan yang
digunakan keluarga. Panggilan ini juga berlaku untuk semua masyarakat Pekal
dimana saja seperti seorang adik memanggil uwo kepada kakak perempuannya,
kelawai untuk panggilan adik perempuan. Panggilan untuk kakak laki-laki adalah
dang, adek dipanggil asek. Bagi laki-laki dalam satu kelompok keluarga
menyebut kakak atau adik perempuan mereka dengan istilah kelawai. Sedangkan
bagi perempuannya menyebut istilah manai kepada kakak maupun adik lakilakinya. Paman atau saudara laki-laki ibu dipanggil mamok, sedangkan bibi

33
Universitas Sumatera Utara

dipanggil pindoung, lalu memanggil sebai kepada nenek, dan memanggil ninik
kepada kakek.

2.6 Bahasa
Bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan
oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasi diri: percakapan (perkataan) yang baik , tingkah laku yang baik,
sopan santun (Kamisa, 1997:49). Bahasa Pekal merupakan bahasa ibu dari
masyarakat Pekal yang menetap disana. Hampir seluruh masyarakat Pekal
menggunakan bahasa Pekal sebagai media komunikasi dalam percakapan formal
maupun percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Pekal termasuk dalam
rumpun bahasa Melayu cabang dari rumpun bahasa Austronesia.
Kecamatan Ketahun merupakan salah satu daerah yang penduduknya
adalah mayoritas suku Pekal. Masyarakat Pekal ini sangat menjaga kelestarian
budaya mereka, termasuk bahasa yang mereka pakai. Mereka terbiasa memakai
bahasa Pekal dalam kehidupan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan sesama
mereka. Bahkan sebagian penduduk yang tidak bersuku Pekal pun mengerti dan
fasih menggunakan bahasa ini, karena bahasa Pekal lebih sering digunakan jika
dibandingkan dengan bahasa nasional (bahasa indonesia). Hal ini mengharuskan
mereka untuk beradaptasi dengan penduduk asli yang dalam kesehariannya
menggunakan bahasa Pekal. Masyarakat suku Pekal biasanya menyebut diri
mereka sendiri sebagai Uhang Aok atau orang Pekal sedangkan bahasa mereka
sering disebut mekal.

34
Universitas Sumatera Utara

Bahasa Pekal sendiri sama di seluruh Kecamatan Ketahun, namun beda
dialeknya. Sepanjang sungai Serut (Ketahun) bahasa Pekal banyak dipengaruhi
dialek Rejang. Seperti contoh untuk mengatakan “tidak” masyarakat daerah ini
menggunakan kata codo mirip dengan bahasa Rejang coa. Daerah Sebelat sudah
dipengaruhi dialek Minangkabau. Sebagai contoh untuk mengatakan tidak
menggunakan kata dodo mirip dengan bahasa Minangkabau indak ado. Meski
terdapat adanya perbedaan dialek dan kosakata dalam bahasa Pekal, namun
perbedaan tersebut tidak menjadi persoalan yang berarti dalam proses komunikasi
antar penutur bahasa Pekal. Perbedaan dialek dan kosakata tersebut menjadi
cerminan kayanya kandungan bahasa Pekal.
Berikut ini adalah contoh yang menunjukkan persamaan dan perbedaan
antara bahasa Pekal dengan beberapa bahasa Para-Melayu pada tabel 2.2.
Tabel 2.5
Perbedaan Bahas Pekal dengan Beberapa Bahasa Para-Melayu
Bahasa Pekal

apo

lawik

Liek

kucing

alui

ulah

kehas

apo

lauik

caliak

kuciang

pai

ula

kareh

apo

laut

Liek

kucieng

paing

ula

kaqeh

(Bengkulu)
Bahasa
Minangkabau
(Sumatera
Barat)
Bahasa
Mukomuko

35
Universitas Sumatera Utara

(Bengkulu)
Bahasa Urak

nama

lawoi

Lihai

mi’aw

pi

ulal

kras

apa

laut

Lihat

kucing

pergi

ular

keras

Lawoi’
(Muangthai
Selatan)
Bahasa
Indonesia
(Dari http://id.wikipedia.org/ Bahasa_Pekal)

2.6 Kesenian
Kesenian adalah ekspresi manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan
suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraningrat, 1982:
395-397). Kesenian orang Pekal di Kecamatan Ketahun memiliki berbagai genre
kesenian, yang difungsikan di dalam kehidupan mereka seperti: gamat, dendang,
berzanji, mamecok, gandai, tari saputangan, tari kain panjang, tari piring, dan
lain-lain.Kesenian-kesenian ini hidup dan berkembang terus sampai sekarang.
Begamat merupakan salah satu kesenian menari sambil berbalas pantun
pada masyarakat Pekal yang biasanya digunakan dalam acara akikah dan sunatan.
Kata begamat merujuk pada alat musiknya yang bernama gamat (lihat pada
gambar 2.1). Alat musik ini tergolong klasifikasi kordofon sejenis kecapi dan
dimainkan hanya oleh perempuan saja dengan cara di petik dengan ukuran kurang
lebih 55 x 15 cm (p x l).

36
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2:
Gamat
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)

Dendang merupakan seni berbalas pantun dengan menggunakan biola.
Pantun yang dibawakan terdiri dari dua baris, empat baris, dan enam baris.
Penggalan pertama adalah sampiran dan penggalan kedua adalah isi pantun.
Antara sampiran dan isi pantun terjadi kesatuan, baik dari segi isi, tema, dan rima
(persajakan). Pantun empat baris merupakan pantun yang paling umum
dibawakan, dengan rima rata (aa-aa) maupun binari (a-b-a-b). Pantun dapat
disajikan dengan gaya bahasa sehari-hari.
Barsanji adalah seni berunsur Islam yang umum digunakan di dalam
upacara-upacara yang berkaitan dengan agama Islam, seperti perkawinan,
khitanan, mengantar calon dan menyambut haji, festival budaya Islam, dan lain-

37
Universitas Sumatera Utara

lain. Kesenian ini bersumber dari Kitab Al-Barzanji yang di dalamnya adalah
kisah tentang kehidupan Nabi Muhammad. Kitab ini dikarang oleh ulama Islam
ternama yaitu Syekh Ahmad Barzanji.
Mamecok merupakan kesenian pencak silat yang ada pada masyarakat
Pekal di Kecamatan Ketahun. Mamecok ini hanya dilakukan oleh pria yang
berjumlah 4 orang atau lebih dalam jumlah genap. Biasanya mereka mengenakan
peci serta sarung yang diikat di pinggang.

Gambar 2.3:
Mamecok
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Tari sapu tangan dan tari kain panjang adalah tarian masyarakat Pekal
yang hanya ditarikan oleh laki-laki saja. Namun sudah sukar ditemukan
masyarakat Ketahun yang cakap menarikannya.

38
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Deskripsi Pertunjukan Tari Merak dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Sunda di Kota Medan

8 185 116

Tradisi Lisan pada Upacara Perkawinan Adat Tapanuli Selatan: Pemahaman Leksikon Remaja di Padangsidimpuan

6 108 278

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

2 37 141

PERUBAHAN TRADISI NGEMBLOK PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA (STUDI KASUS MASYARAKAT NELAYAN DI KECAMATAN KRAGAN KABUPATEN REMBANG).

2 17 100

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 0 14

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 1 2

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 1 18

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 0 2

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 0 1

PENGGUNAAN BAHASA KIASAN DALAM BAHASA PEKAL PADA MASYARAKAT PEKAL DI KABUPATEN BENGKULU UTARA

0 2 45