Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

(1)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Zhamari A.S Jamal Usia : 61 Tahun

Peran : Budayawan Pekal Pekerjaan : Wiraswasta

2. Nama : Makmur Usia : 54 Tahun

Peran : Ketua BMA (Badan Musyawarah Adat) Pekerjaan : Wiraswasta

3. Nama : Herman Usia : 56 Tahun Peran : Pemain Sunai Pekerjaan : Buruh

4. Nama : Ali Bidin Usia :79 Tahun Peran : Pemain Edap Pekerjaan : Petani

5. Nama : Ratna Usia : 32 Tahun Peran : Penari

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

6. Nama : Syuraiani Usia : 35 Tahun Peran : Penari Pekerjaan : Guru


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adshead, Janet. 1988. Dance Analysis: Theory and Practice. London. Dance Book.

Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ginting, Seridah Rhita Gustina. 2011. Deskripsi Tari Lima Serangkai Pada Masyarakat Karo. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi FS USU. Green, Thomas A. 1997. Folklore: an Encyclopedia of Beliefs, Customs, Tales,

Music, and Art Volume 1. California: ABC-CLIO.

Haviland, William A; Prins, Harald E. L.; McBride. Bunny; and Walrath, Dana (2011). Cultural Anthropology: The Human Challenge (14th ed.). Belmont: Wadsworth, Cengange Learning.

Hutagalung, Flora. 2009. Analisis Pertunjukan Tari Piring Pada Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Minangkabau Di Kota Medan. Medan : Skripsi Sarjana Etnomusikologi FS USU.

Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika

Kaplan, David And Manners, Albert A. 1999. Teori Budaya. [Trans.] Landung Simatupang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. 1982. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan

---. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Kurath, Getrude Prokosch. 1986. Century of Dance Researc. Arizona: Cross

Cultural Dance Research.

Maleong, J Lexy. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Marcward, Albert H. 1990. Et al. (eds) Webster Comprehensive Dictionary (Vol. 2). Chicago: Ferguson.

Merriam, Alan .P. 1995. ”Beberapa Defenisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis”. Dalam: Supanggah, Editor. Etnomusikologi (terjemahan). Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. p. 40-55.

---. ( 1964 ), The Antropology of Music. North Western : University Press


(3)

Natalia, Desi Ari. 2008. Deskripsi Tari Guel Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Gayo di Kota Medan : Skripsi Sarjana Etnomusikologi FS USU.

Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Etnomusicology. New York: The Pree Press

Netrirosa, Arifni. 2006. Etnomudikologi: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni.

Volume 1, No 3, Januari.

Netrirosa, Arifni. 2011. Etnomusikologi: Jurnal Ilmu Pengetahuan Seni. Nomor 12, Tahun 6. Medan: USU Press.

Sachs, Curt, 1937. World History of Dance. New York: W.W. Norton.

Sinar, Tengku Luckman. 1996. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu.

Medan: Perwira.

Smith, Jacqueline, 1985. Komposisi Tari. Terj. Ben Suharto. Yogyakarta: Ikalisti Soedarsono. 1986. Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Jakarta:

Direktorat Kesenian. Supanggah, Rahayu. 1990.

Yulyati, Reny. 2013. Hubungan Struktur Tari, Musik Iringan, dan Fungsi Tari Galombang yang Dipertunjukan Sanggar Tigo Sapilin pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan. Medan: Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Sumber Internet:

http://id.wikipedia.org/ Bahasa_Pekal


(4)

BAB III

PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI DALAM KONTEKS UPACARA PERKAWINAN ADAT PADA MASYARAKAT PEKAL

3.1Asal Usul Tradisi Gandai

Tradisi Gandai merupakan tradisi masyarakat Pekal yang sudah menjadi adat istiadat mereka. Tradisi Gandai yang menjadi topik penulisan ini mengalami perubahan. Diduga hal ini berdampak dari berkembangnya teknologi pada masyarakat Pekal dan transmigrasi penduduk pulau Jawa ke Kecamatan Ketahun.

Dahulunya masyarakat Pekal berkumpul di balai desa setiap malam Jumat, biasanya dimulai dari pukul 7 malam hingga pukul 6 pagi. Mereka berkumpul untuk menyabut pembukaan lahan baru atau merayakan hasil panen mereka yang hampir seminggu mereka kerjakan di sawah atau ladang mereka tanpa ada waktu untuk bersantai. Dengan berkumpul mereka dapat berbagi suka cita dan menghilangkan rasa lelah. Mereka yang berkumpul tidak hanya sekedar saling bercerita namun mereka menari dan berbalas pantun. Tidak hanya para pemuda-pemudi yang hadir, para orang tua pun turut serta. Semua yang hadir harus mengenakan sarung.

Tradisi ini sekarang sudah tidak lagi dipertunjukan pada malam Jumat di balai desa. Menurut bapak Zhamari A.S Jamal,10

10

Wawancara pada tanggal 9 Juli 2014

ada beberapa faktor yang mempengaruinya. Pertama, masyarakat Pekal semakin berkurang yang bekerja sebagai petani. Mereka meninggalkan bahkan menjual lahan-lahan milik mereka,


(5)

karena lebih tertarik bekerja di perusahaan-perusahaan yang dahulunya banyak membuka lapangan pekerjaan. Kedua, berkembangnya hiburan seperti organ tunggal dan lingkuk pada masyarakat Pekal. Organ tunggal ini dibawa oleh masyarakat Jawa yang bertransmigrasi ke Kecamatan Ketahun.11

Hal yang yang serupa juga disampaikan oleh Ibu Syuraiani

Organ tungal yang berkembang tersebut menyajikan lagu-lagu dangdut yang iramanya lebih cepat dan membuat masyarakat Pekal lebih tertarik untuk menyaksikannya. Sedangan lingkuk sendiri merupakan kesenian berjoget antara perempuan dan laki-laki yang dibawa dari daerah Palembang. Kesenian ini kurang diterima oleh para orang-orang tua Pekal karena dari menarikannya berpasangan dengan antara perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim. Sehingga sekarang sukar dijumpai di Kecamatan Ketahun.

12

11

Program transmigrasi penduduk Jawa yang ada di Pulau Jawa ke Bengkulu dilakukan antara tahun 1980-1985. Pertama kali penduduk Jawa tersebut diletakkan di daerah Mangkurajo, yaitu suatu daerah pegunungan di Lebong yang dekat dengan daerah tambang emas. Mereka yang bertransmigrasi diberi lahan untuk diolah. Namun saat itu program transmigrasi tidak berjalan mulus, sebagian dari mereka berpindah ke daerah lainnya, salah satunya Kecamatan Ketahun. (sumber: Kantor Kecamatan Ketahun)

12

selaku penggiat tari. Beliau juga menambahkan bahwa pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang membuat kegiatan pertunjukan tradisi Gandai ini berkurang. Banyak anak-anak dan remaja bersekolah sehingga untuk keluar dan berkumpul di malam hari sangat terbatas dikarenakan belajar. Menurut beliau di tahun 1980-1990-an masih banyak sanggar-sanggar yang terus mempraktikkaan tradisi ini. Namun karena sanggar-sanggar tersebut terkendala dana dan semakin sedikitnya generasi muda yang tertarik masuk sanggar, maka sanggar-sanggar tersebut tutup dengan sendirinya. Sekarang hanya Karang Taruna Desa yang mempraktikkan tradisi ini.


(6)

3.2Perkawinan Pada Masyarakat Pekal

Melaksanakan perkawinan merupakan suatu keharusan bagi semua orang, baik pria maupun wanita untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Maka dari itu perkawinan diarahkan, diawasi, dan dilaksanakan sesuai dengan aturan-aturan adat untuk tercapainya sebuah kebahagiaan.

Perkawinan adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan yang diakui sah oleh masyarakat. Setiap masyarakat mempunyai tata cara tersendiri, maka suatu perkawinan dianggap sah berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Begitu pula dalam masyarakat Pekal bahwa masa perkawinan merupakan salah satu masa peralihan yang sangat penting. Pada masa inilah seseorang melepaskan diri dari keluarganya, lalu membentuk keluarga sendiri atau bisa diktakan sebgai titik awal proses pemekaran kelompok keluarga. Disini perkawinan memiliki fungsi sebagai sarana legalisasi hubungan seksual antara seorang pria dengan seorang wanita dimana dipandang dari sudut adat dan agama serta undang-undang negara. Juga terdapat penentuan hak dan kewajiban serta perlindungan atas suami istri dan anak-anak, memenuhi kebutuhan manusia akan teman hidup dan status sosial dan terutama untuk memperoleh ketentraman batin, serta memelihara kelangsungan hidup kekerabatan dan menghindari kepunahan (Amir M. S, 1997:23).

Perkawinan pada masyarakat Pekal bersifat eksogami yang berarti perkawinan harus diluar klan kelompoknya, walaupun tidak memiliki sistem pemargaan seperti yang ada di masyarakat Minangkabau. Perkawinan pada masyarakat Pekal ini bersifat religius, karena jalinan tersebut tidak hanya mengikat hubungan kedua belah pihak yang berkawin saja, tetapi juga mengikat


(7)

seluruh kerabat/keluarga dari kedua belah pihak. Dalam budaya Pekal, perkawinan merupakan persoalan bagi kaum kerabat, mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan, pertunangan dan perkawinan, bahkan sampai kepada segala urusan terjadinya perkawinan tersebut memerlukan penyesuaian dalam banyak hal.

Dari segi latar belakang kedua keluarga bisa sangat berbeda, baik kebiasaan hidup, pendidikan, asal-usul, tingkat sosial, bahasa, tata krama, dan lain sebagainya. Dengan demikian diperlukannya kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing pihak. Hal ini dapat dilakukan dengan mengenal watak masing-masing pribadi dan keluarganya penting sekali demi memperoleh keserasian ataupun keharmonisan dalam hubungan antar keluarga kedepannya. Tidak terlepas pada tanggung jawabnya seperti nafkah lahir batin, jaminan hidup, dan pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan nantinya.

3.3Jenis Pesta Perkawinan

Pesta perkawinan pada masyarakat Pekal dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu

bimbang gedang (pesta besar), bimbang senet (pesta kecil). Berikut ini dapat dilihat penjelasan lengkapnya.

1. Bimbang Gedang (Pesta Besar) menurut Bapak Makmur ditandai dengan hewan yang dipotong sebagai konsumsi. Untuk bimbang gedang

memotong kerbau sebagai konsumsi. Lalu bimbang gedang juga ditandai dengan memilih lebih dari satu acara setelah akad nikah. Orang yang melakukan bimbang gedang merupakan orang yang taraf ekonominya tergolong mampu. Beliau juga mengatakan bahwa tidak ada kriteria


(8)

tertentu untuk melaksanakan bimbang gedang kecuali dari segi kemampuan ekonominya. Pesta tetap diadakan di rumah pengantin tinu

dengan pengujung yang besar dari bimbang senet yang dapat menampung banyak undangan.

2. Bimbang Senet (Pesta Kecil) ditandai dengan memotong hewan kambing sebagai konsumsi. Mereka yang mengadakan bimbang ini biasanya yang memiliki taraf kemampuan ekonomi yang seadanya. Untuk upacara perkawinan adat yang penulis teliti melaksanakan bimbang senet ini.

3.4Tahapan-tahapan Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Pekal

Tata cara upacara perkawinan adat masyarakat Pekal ada dua, yaitu adat dan agama.Pada tata cara menurut adat, dilakukan proses betanyu yang dilakukan oleh pihak laki-laki. Persiapan upacara Perkawinan adat dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya agarsemua berjalan dengan baik.

Ada pun tahapan-tahapan dalam upacara Perkawinan adatnya, yaitu: 1. Betanyu

2. Madak

3. Berasan

4. Negak pengujung

5. Persiapan bimbang

6. Akad nikah

7. Acara setelah akad nikah

8. Ngubak basu 9. Malam begandai


(9)

10. Pesta resepsi

3.4.1 Betanyu

Betanyu merupakan tahap paling awal dalam proses perkawinan masyarakat Pekal. Pada tahap ini pihak keluarga calon pengantin lanang (orang tua calon pengantin lanang dan sanak saudara lainnya) datang ke rumah calon pengantin tinu bersama dengan Ketua Badan Musyawarah Adat. Mereka akan mengutarakan maksud kedatangan untuk melamar atau menanyakan kesediaan calon pengantin tinu untuk dijadikan menantu bagi keluarga calon pengantin

lanang. Setelah lamaran diterima, langsung ditentukan uang hantaran dan mahar. Uang hantaran berkisar 5 juta hingga lebih, tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Begitu pula dengan maharnya, bisa berupa cincin emas atau seperangkat alat shalat bahkan keduanya. Di sini juga ditentukan waktu yang tepat untuk mengadakan bimbang, termasuk mengenai berasan. Biasanya jarak antara lamaran dengan bimbang sekitar satu bulan.

3.4.2 Madak

Madak dilakukan dua atau tiga hari sebelumnya bimbang. Disini pihak dari calon pengantin tinu (orang tua atau mamok) datang kesetiap rumah tetangganya yang ada di sekitar tempat acara untuk memberitahukan tentang adanya bimbang dan memberitahukan hal berkenaan dengan waktu dan tempat pelaksanaannya serta mengundang secara langsung kepala keluarga (laki-laki) dari setuiap rumah yang didatangi tersebut agar hadir pada malam berasan dan membantu untuk negak pengujung. Keluarga yang di padak akan merasa senang


(10)

karena diundang secara langsung tanpa menggunakan undangan tertulis. Menurut bapak Makmur

3.4.3 Berasan

Berasan dilakukan pada malam sebelum akad nikah. Biasanya dimulai pada pukul 8 malam sampai dengan selesai. Pada tahap berasan ini orang-orang yang datang ialah calon pengantin lanang beserta keluarga, majelis (orang-orang yang sebelumnya sudah di padak), dan Ketua Badan Musyawarah Adat. Setelah semuanya berkumpul dan lengguai nikah13

13

Lengguai nikah merupakan wadah yang berisi sirih, pinang, kapur , gambir, tembakau, dan rokok dari daun nipah. Lengguai nikah ini merupakan salah satu benda yang wajib ada pada malam berasan. Apabila benda ini belum dikeluarkan, berarti pihak calon pengantin tinu belum dipersilahkan menyampaikan maksud.

(lihat pada gambar 3.1) sudah diletakkan di depan Ketua Badan Musyawarah Adat, maka acara sudah bisa dimulai. Seorang perwakilan dari calon pengantin tinu langsung menyampaikan maksud dan tujuan mereka mengadakan berasan di hadapan majelis, Ketua Badan Musyawarah Adat, dan calon pengantin lanang beserta keluarga. Lalu ia minta izin serta menyampaikan kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilakukan besok hari kepada Ketua Badan Musyawarah Adat. Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan besok harus terperinci beserta dengan pembagian siapa-siapa saja yang bertugas hingga bimbang selesai. Seperti pemilihan tuo kerjo (pemimpin masak) beserta anggotanya, penyambut tamu, orang yang mendokorasi pengujung, dan sebagainya. Apabila ada kegiatan yang ditambah tanpa dirundingkan pada malam

berasan, maka pemilik acara akan dikenakan denda adat. Dan apabila ingin menambah lagi kegiatan tanpa denda adat, harus diadakan berasan kembali. Oleh karena itu, sebelum semua kegiatan dipaparkan, jauh-jauh hari kedua belah pihak


(11)

keluarga saling berembuk terlebih dahulu. Disini pihak calon pengantin tinu juga memberitahukan mengenai jenis pernikahan yang akan diselenggarakan besok. Untuk upacara perkawinan adat yang penulis teliti merupakan bimbang senet.

Setelah itu, salah seorang perwakilan dari calon pengantin lanang

menyampaikan juga maksud mereka. Mereka datang untuk menyerahkan uang hantaran beserta mahar yang telah dijanjikan. Mereka pun tidak lupa untuk membawa uang adat sebanyak 2% dari uang hantaran. Mereka biasanya juga meminta agar malam itu ditunangkan antara calon pengantin lanang dan calon pengantin tinu (disini calon pengantin tinu tidak dihadirkan). Sekarang ini banyak masyarakat Pekal mengadakan pertunangan pada malam berasan, karena dianggap paling baik daripada diadakan satu bulan sebelumnya. Menurut bapak Makmur selaku Ketua Badan Musyawarah Adat Pekal14

Setelah kedua belah pihak menyampaikan maksud dan tujuannya, maka mereka menunggu putusan dari Ketua Badan Musyawarah Adat mengenai apa yang diterima dan apa yang ditolak. Disini serawo (lihat pada gambar 3.3) wajib dihidangkan sebagai pemutus kata. Ketua Badan Musyawah Adat tidak akan memulai pembicaraan apabila serawo belum dihidangkan. Serawo adalah makanan dari beras pulut yang dimasak kering dan ditaburi kelapa yang sudah dicampur dengan gula merah di atasnya. Serawo merupakan simbol adat masyarakat Pekal. Pada malam berasan ini, pihak keluarga calon pengantin tinu

lah yang memasak menyediakannya. Biasanya disajikan dengan bolu koja. Setelah serawo dihidangkan, Ketua BMA sudah bisa menanggapi dan menyetujui hal ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan kedua belah pihak.

14


(12)

maksud tan tujuan dari kedua belah pihak tadi. Pada tahap ini pula disampaikan oleh pihak calon penganti tinu mengenai jenis bimbang yang akan dilaksanakan.

Gambar 3.1:

Lengguai Nikah

(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)

Gambar 3.2:

Lengguai Nikah yang Diletakkan di Hadapan Ketua Badan Musyawarah Adat (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)


(13)

Gambar 3.3:

Serawo

(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)

Gambar 3.4:

Bolu Koja yang Akan Dihidangkan Bersama Serawo


(14)

3.4.4 Negak Pengujung

Negak Pengujung dilakukan pada pagi hari, biasanya sudah dimulai dari pukul 7 pagi. Pada tahap ini, orang-orang yang telah di padak datang ke rumah calon pengantin tinu untuk mendirikan pengujung. Biasanya orang-orang yang bekerja telah ditentukan pada saat berasan walaupun tidak menutup kemungkinan yang tidak hadir pada saat berasan ikut membantu. Mereka mendirikan pengujung

sesuai dengan bahan-bahan yang disediakan pemilik pesta secara bergotong royong. Mereka yang membantu pun sangat dipersilahkan untuk meminjamkan bahan-bahan yang diperlukan untuk negak pengujung seperti papan, seng, kursi, dan lain sebagaianya. Disini serawo juga harus disediakan bagi orang-orang yang membantu mendirikan pengujung.

Setelah negak pengujung, pemilik pesta mengucapkan terima kasih dan memberitahukan mengenai waktu untuk akad nikah di siang harinya melalui Ketua Badan Musyawarah Adat.

3.4.5 Persiapan Bimbang

Dalam tahapan ini, dilakukan berbagai persiapan di rumah calon pengantin

tinu, seperti persiapan kamar pengantin, pelaminan dan dekorasinya, memasak, dan lain-lainnya sebelum akad nikahnya dilakukan. Mereka yang telah ditunjuk pada saat berasan lah yang bekerja pada tahap ini.

3.4.6Akad Nikah

Nikah, merupakan bersatunya dua orang untuk membentuk rumah tangga, yang diwujudkan dengan pernyataan yang disebut dengan Ijab Kabul atau Akad


(15)

Nikah. Persyaratan syahnya nikah, yaitu adanya wali pengantin perempuan, saksi, ijab kabul suatu pernyataan kedua pengantin dan uang hantaran. Pelaksanaan akad nikah dilakukan dirumah pengantin perempuan tepatnya di pengujung yang telah disediakan. Terlaksananya akad nikah kemudian disempurnakan dengan acara adat atau pesta perkawinan.

Akad nikah biasanya diadakan pada siang hari setelah Shalat Dzuhur, sekitar pukul 1 siang atau pukul 2 siang. Sebelumnya, calon pengantin lanang

bersama keluarga mempersiapkan diri dirumahnya. Calon pengantin mengenakan pakaian adat yang disediakan dari salon yang mereka sewa jasanya, ia pun mempersiapkan diri dengan menghapal ijab kabul yang akan diucapkan nantinya. Sedangkan keluarga besarnya berkumpul terlebih dahulu dan mempersiapkan mengenai apa-apa saja yang akan dibawa. Bagi para tetangga calon penganti

lanang pun dipersilahkan yang berkenan untuk ikut serta dalam rombongan. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, berangkatlah calon pengantin lanang

beserta keluraga dan partisipan lainnya. Biasanya bila jarak menuju rumah calon pengantin tinu cukup jauh, mereka menggunakan mobil.

Setelah sampai di tempat tujuan dan dipersilahkan masuk oleh pemilik acara melalui Ketua Badan Musyawarah Adat, mereka akan duduk di pengujung

yang telah disediakan. Hanya calon pengantin lanang dan orang tua yang menempati pengujung yang dijadikan tempat akad nikah. Setelah semuanya sudah duduk tenang, di persilahkanlah calon pengantin tinu untuk masuk dan duduk tidak jauh dari calon pengantin lanang sebagai tanda akad nikah akan dimulai. Wajah calon pengantin tinu ditutup oleh selendang.


(16)

Orang tua laki-laki dari calon pengantin tinu lah yang menikahkan putrinya. Namun apabila orang tua laki-laki calon pengantin tinu sudah meninggal, bisa digantikan dengan saudara laki-laki calon pengantin tinu atau wali yang telah ditunjuk. Pada saat mengucapkan Ijab Kabul, calon pengantin

lanang bersalaman dengan orang tua laki-laki calon pengantin tinu dan ditutup sapu tangan. Pengucapan Ijab Kabul ini di saksikan oleh Ketua Badan Musyawarah, Imam Mesjid setempat, perwakilan dari KUA, majelis, dan keluarga besar kedua belah pihak. Setelah Ijab Kabul diucapkan dan dinyatakan sah, selendang yang menutup wajah pengantin tinu sudah boleh dibuka dan sudah boleh duduk berdampingan dengan pengantin lanang. Setelah itu mereka menandatangi surat-surat dari pihak KUA dan saling menyematkan cincin.

Gambar 3.5:

Rombongan Calon Pengantin lanang Tiba (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)


(17)

Gambar 3.6:

Lengguai Nikah yang Dibawa Calon Pengantin Lanang

(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)

Gambar 3.7:

Irisan Daun Pandan dan Bunga yang Dibawa Calon Pengantin Lanang


(18)

Gambar 3.8:

Kue yang Juga Dibawa oleh Calon Pengantin Lanang

(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)

Gambar 3.9: Pengucapan Ijab Kabul (Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)


(19)

Gambar 3.10: Penyematan Cincin

(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)

3.4.7 Acara Setelah Akad Nikah

Acara yang dilakukan setelah akad nikah sudah pasti telah dibicarakan di saat berasan. Acara yang dimaksud merupakan acara wajib setelah akad nikah. Pemilik bimbang biasanya hanya memilih satu acara atau semua acara untuk dilakukan, seperti khatam kaji, belarak, batepung, dan bersanji. Mereka yang memilih semua acara untuk dilaksanakan sudah sangat jarang ditemui, biasanya hanya memilih satu atau dua acara. Biasanya bila memilih acara lebih dari satu, maka bimbang yang dilaksanakan harus bimbang gedang. Pada upacara perkawinan adat yang penulis teliti, pihak pengantin tinu memilih bersanji


(20)

sebagai acara setelah akad nikah. Adapun acara yang dimaksud adalah sebagai berikut

3.4.7.1 Khatam Kaji

KhatamKaji merupakan acara dimana pengantin tinu membaca Al Qur’an hingga tamat. Pengantin tinu membaca Al Qur’an dihadapan pengantin lanang

dan orang banyak. Biasanya acara ini dilakukan bagi pengantin tinu yang belum tamat membaca Al Qur’an. Menuru bapak Makmur biasanya dibaca dari surat Ad-Dhuha sampai dengan surat Annas. Setelah itu ditutup dengan doa khusus yang dipimpin oleh Imam yang telah ditunjuk.

3.4.7.2 Belarak

Belarak adalah acara pengantin lanang dan pengantin tinu berkeliling kampung. Mereka berkeliling kampung diiringi dengan rebana yang dimainkan. Dengan belarak ini mereka secara tidak langsung memberitahukan bahwa mereka telah sah menjadi suami istri. Setelah itu mereka kembali ke pelaminan.

3.4.7.3 Batepung

Batepung adalah salah satu acara setelah akad nikah dimana sebelum kedua pengantin masuk ke rumah diberikan nasihat. Kedua pengantin berdiri di halaman depan teras rumah pengantin tinu sambil memegang kain yang dialas dengan tikar. Keluarga pengantin tinu berdiri di teras menghadap ke arah pengantin. Pada acara ini didatangkan pemantun untuk berpantun sambil


(21)

menyampaikan nasehat-nasehat untuk kedua pengantin. Acara ini selalu mendatangkan haru bagi kedua pengantin.

3.4.7.4 Bersanji

Bersanji pada upacara perkawinan adat ini dipimpin oleh Imam Mesjid. Disini Imam Mesjid menyampaikan doa-doa, pujia-pujian dan kisah tentang riwayat Nabi Muhammad berdasarkan kitab Al-Barzanji yang ditulis Syekh Ja’far Al-Barzanji bin Hasan bin Abdul Karim lalu para majelis yang hadir termasuk kedua pengantin menyahutinya. Bersanji pada upacara perkawinan adat ini merupakan sebuah pengharapan agar upacara perkawinan tersebut lancar serta kedua pengantin kelaknya bisa hidup berdampingan secara rukun. Pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal yang penulis teliti, hanya acara bersanji ini yang dilakukan.

3.4.8 Ngubak Basu

Ngubak basu diadakan setelah gelaran acara akad nikah selesai. Acara ini diadakan dirumah pengantin tinu. Disini pengantin lanang diperkenalkan kepada seluruh keluarga pengantin tinu. Disini juga dijelaskan kepada pengantin mengenai hal-hal yang membantu terjadinya upacara, mulai dari orang-orang yang memasak, menyediakan makanan, menyambut tamu, barang-barang yang dipinjam dari tetangga, dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar kedua pengantin mengerti bahwa mereka nantinya harus saling tolong menolong terhadap sesama. Acara ini dihadiri oleh Ketua BMA, Kepala Desa dan perangkatnya, serta pihak yang berkepentingan. Setelah acara ini selesai biasanya Ketua Badan Musyawarah


(22)

Adat menyampaikan mengenai ada atau tidak adanya acara setelah ngubak basu

ini. Bila tidak mengadakan malam begandai dikenal dengan istilah gam yang artinya malam tanpa acara.

3.4.9 Malam Begandai

Malam begandai diadakan pada malam hari setelah ngubak basu, biasanya dimulai pada pukul 8 malam di rumah pengantin tinu, atau selesai Shalat Magrib dan Shalat Isya. Malam begandai ini dihadiri oleh Ketua BMA, kedua pengantin yang duduk bersanding di pelaminan, keluarga besar kedua pengantin, dan masyarakat Pekal yang ingin menyaksikannya. Malam begandai diawali dengan kata sambutan dari Ketua Badan Musyawarah Adat lalu dari keluarga pengantin

tinu, dan pertunjukan tadisi Gandai bisa dimulai.

Pertunjukan dimulai dengan menari yang pantunnya berisi nasehat-nasehat kepada kedua pengantin. Biasanya penarilah yang menyampaikan pantunnya. Lalu beristirahat sejenak sambil makan serawo dan makanan lainnya seperti bolu koja dan kue talam bersama-sama. Makanan ini disajikan dengan teh manis atau kopi. Serawo sendiri wajib dihidangkan bagi penari dan pemusik. Apabila serawo

tidak disajikan bagi penari atau pemusik, maka pihak pemilik pesta dikenai sangsi adat. Setelah itu pertunjukan dilanjutkan dengan menari lagi. Biasanya disini pantun yang dibawakan sudah bersifat bebas namun pemantun masih dikalangan penari atau pemusik. jika terasa sudah cukup lama, maka penari istirahat kembali. Setelah itu acara dilanjutkan lagi, namun bila ada dari penonton yang ingin menari dipersilahkan untuk naik ke pengujung dengan mengenakan sarung. Mereka yang naik untuk menari biasanya telah menentukan pasangan yang akan diajak menari.


(23)

Biasanya malam begandai berakhir pada pukul 1 pagi. Sesuai dengan permintaan pemilik acara yang sudah disampaikan pada saat berasan. Tradisi

Gandai yang ditampilkan diselingi dengan makan serawo bersama dan berbalas pantun. Bagi masyarakat yang ingin menari, bisa ikut serta menari dengan mengenakan sarung. Malam begandai merupakan salah bagian dari upacara perkawinan adat masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun yang bisa dikatakan sebagai pelengkap upacara perkawinan adat, yang dilakukan oleh golongan masyarakat yang tingkat perekonomiannya relatif baik. Jika malam begandai ini tidak diadakan, pesta resepsi keesokan akan harinya tetap berlangsung.

Untuk tradisi Gandainya, beberapa hari sebelum upacara perkawinan, biasanya pihak pengantin akan menghubungi pihak karang taruna desa melalui ketua Badan Musyawarah Adat Pekal untuk meminta menari dalam upacara perkawinan adat yang akan digelar nantinya. Setelah itu pihak karang taruna akan memilih penari dan pemusiknya. Kemudian penari dan pemusik yang sudah ditentukan akan dihubungi dan dikabari kapan pelaksanaan upacara akan digelar.

Pada saat hari pelaksanaan upacara perkawinan adatnya, tepatnya di sore hari setelah akad nikah, penari dan pemusik melakukan persiapan masing-masing seperti pengenaan kostum dan riasan sebelum malam begandai dimulai. Saat acara dimulai, para penari diposisikan di atas pengujung yang dapat dilihat pengantin, keluarga besar, dan masyarakat yang hadir. Acara ini selesai sesuai dengan kesepakatan waktu pada saat berasan dan ditutup dengan ucapan terimakasih dari pihak pemilik acara kepada semua yang terlibat serta doa bersama.


(24)

Gambar 3.11:

Pertunjukan tradisi Gandai pada Malam Begandai

(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)

3.4 Pesta Resepsi

Setelah akad nikah dan malam begandai digelar, keesokan harinya diadakan pesta resepsi. Disini para tamu yang hadir adalah tamu yang mendapatkan undangan secara tertulis seminggu sebelum perhelatan. Para tamu yang sudah berkeluarga biasanya mendapat kesempatan hadir di waktu pagi hari dan siang hari, sekitar pukul 9 sampai dengan pukul 4. Lalu untuk tamu muda-mudinya hadir di malam hari, biasanya setelah shalat Magrib hingga selesai.

Pada pesta resepsi ini, tamu yang datang dapat menikmati hidangan yang disediakan, hiburan musik, dan melihat pengantin duduk bersanding di pelaminan dengan pakaian yang mereka pilih. Hidangan yang disediakan berupa hidangan

prasmanan, para tamu yang hadir dapat mengambil sendiri makanan yang mereka inginkan yang telah disediakan. Mereka yang hadir dapat juga menikmati hiburan


(25)

musik yang disediakan pemilik acara, bahkan mereka diperkenankan untuk ikut menyumbangkan suaranya untuk bernyanyi di panggung. Hiburan musik yang disajikan biasanya berupaorgan tunggal. Selain itu mereka juga dapat menyaksikan pengantin yang duduk bersanding di pelaminan dengan mengenakan pakaian yang mereka pilih.

Pakaian yang kedua pengantin kenakan biasanya mereka sewa dari salon beserta tata riasnya yang terdiri dari 3 sesi. Untuk sesi yang pertama mereka mengenakan pakaian adat masyarakat Pekal. Untuk pakaian adat yang dikenakan oleh pengantin lanang terdiri atas jas (bisa wrana hitam, merah tua, dan biru tua), songket yang dililitkan di pinggang, celana panjang berwarna hitam, sepatu, tutup kepala. Dan sebuah keris. Sedangkan untuk pakaian adat yang dikenakan pengantin tinu, baju kurung berlengan panjang yang terbuat dari bahan beludru (umumnya berwarna merah tua, biru tua, atau hitam). Dihiasi corak-corak dan sulaman berbentuk lempengan uang logam yang berwarna emas. Lalu dilengkapi denga mahkota emas yang disematkan pada sanggul kepala dengan pita warna-warni yang menjuntai, serta anting-anting berukir dari emas (lihat pada gambar 3.10 Hal 54). Lalu sesi kedua mereka biasanya mengenakan pakaian adat dari suku pengantin lanang. Apabila sang pengantin lanang berasal dari suku yang sama, maka biasanya mereka akan mengenakan pakaian pengantin dalam 2 sesi. Serta yang terakhir yaitu mengenakan pakaian yang mereka kenal dengan istilah

slayer15

15

Slayer merupakan gaun panjang yang berwarna putih untuk pengantin tinu dan setelan jas untuk pengantin lanang. Slayer ini seperti pakaian yang dikenakan oleh pengantin eropa pada


(26)

BAB IV

DESKRIPSI PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI

Pada bab IV ini akan di uraikan tentang deskripsi pertunjukan tradisi

Gandai seperti pendukung pertunjukan, perlengkapan pertunjukan, deskripsi gerak, dan analisis musik.

4.1 Pendukung Pertunjukan

Tradisi Gandai dalam penyajiannya dapat dikatakan sebuah pertunjukan. Sebuah pertunjukan tentunya harus didukung oleh beberapa hal agar dapat berjalan dengan baik. Beberapa pendukung pertunjukan, yaitu adanya penari, pemusik, dan penonton.

4.1.1 Penari

Penari merupakan bagian terpenting dalam pertunjukan tradisi Gandai ini, karena penari lah yang mempertunjukkan tarian tradisi Gandai ini. Penari akan menjadi pusat perhatian dari penonton. Untuk itu diperlukan penari yang memiliki kecakapan dan kemampuan menarikan Gandai ini di atas pengujung.

Setiap dalam pertunjukan tradisi Gandai ini biasanya komposisi penarinya berjumlah 4 orang atau lebih dalam jumlah yang genap; umumnya, semakin banyak penarinya semakin terlihat ramai dan bagus. Penarinya adalah perempuan semua. Pemilihan penari tidak berdasarkan pada syarat tertentu, tetapi pada kesanggupan dan kemahiran penari untuk dapat menari dan hadir sesuai waktu yang ditentukan oleh pemimpin karang taruna desa. Hal ini dikarenakan penari yang ada bukanlah penari profesional, dimana para anggotanya tidak hanya


(27)

bekerja sebagai penari melainkan ada yang pelajar dan harus sekolah, dan ada pula yang sudah bekerja di bidang yang lain. Para penari yang dipilih dan mempunyai waktu untuk berlatih lagi mempelajari gerakan sebelum hari pelaksanaan. Pada saat pertunjukan, penari akan saling berinteraksi antar sesama penari di lapangan dalam melakukan perubahan gerakan.

4.1.2 Pemusik

Tradisi Gandai ini menggunakan 2 orang pemusik, diantaranya 1 orang pemain edap dan 1 lagi pemain sunai. Menurut wawancara dengan Bapak Ali Bidin sebagai pemain sunai yang sudah cukup berumur, beliau yang selalu dipanggil pihak karang taruna untuk memainkan sunai dikarenakan hanya beliau yang bisa memainkannya lagi. Adapun yang memainkannya selain beliau merupakan warga kecamatan lain. Hal ini dikarenakan karena sulitnya memainkan

sunai ini. Dapat dilihat dari teknik permainannya yang rumit, yakni circular breathing, dimana sirkulasi pernapasan yang terus menerus tanpa berhenti. Sehingga memerlukan latihan yang cukup lama dan begitu melelahkan. Pada saat pertunjukan, pemusik akan saling berinteraksi juga antar sesama pemusik di lapangan dalam melakukan pergantian strukturnya, ada tanda-tandanya dalam musiknya.

4.1.3 Penonton

Penonton dalam setiap pertunjukan tradisi Gandai di setiap perkawinan masyarakat Pekal merupakan pengantin itu sendiri, keluarga besar kedua belah pihak dan masyarakat yang hadir untuk menyaksikannya pada malam begandai.


(28)

Akan tetapi acara yang dilaksanakan di rumah dengan membuat pengujung juga menjadi sebuah tontonan juga bagi orang-orang yang melewati daerah tersebut.

4.2 Perlengkapan Pertunjukan

Sebelum dimulainya pertunjukan tradisi Gandai, ada beberapa perlengkapan yang perlu dipersiapkan. Dimana perlengkapan yang dipersiapkan nantinya akan mendukung jalannya pertunjukan, serta dapat menambah daya tarik pertunjukannya. Persiapan harus maksimal dalam penyusunan dan penataannya, agar dapat menghasilkan pertunjukan yang terbaik. Perlengkapan dalam pertunjukan tradisi Gandai ini tergantung kesepakatan penari untuk menggunakan atau tidak menggunankan properti, kebanyakan pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal tidak menggunakan properti seperti sapu tangan, lampu teplok, dan lain-lain. Untuk pemusiknya mereka pun lebih sering mengenakan baju sehari-hari. Selain itu mereka memerlukan pengujung, serta alat musik yang digunakan dalam pertunjukan ini. Segala perlengkapan ini harus diperhatikan dengan teliti, agar dapat berjalan lancar nantinya.

4.2.1 Pengujung

Pengujung untuk pertunjukan tradisi Gandai ini merupakan tempat yang telah dibangun sebelumnya untuk akad nikah. Pengujung biasanya beralaskan papan yang disusun dengan luas yang telah ditentukan dan beratapkan seng yang dihiasi daun kelapa dipinggirnya, pengujung ini juga termasuk panggung di dalamnya. Pengujung yang disediakan untuk pertunjukan biasanya sisi yang berhadapan dengan pelaminan pengantin.


(29)

4.2.2 Kostum dan Tata Rias 4.2.2.1 Kostum Penari

Pada malam begandai, penari Gandai menggunakan kebaya serta kain panjang sebagai sarung dimana sarung ini berguna untuk menutup bagian tertentu sehingga sopan dan tertib dipandang mata,

1. Baju Kebaya berlengan panjang dengan warna yang telah disepakati sesama penari, biasanya berwrna kuning emas, merah,hijau, dan biru. 2. Kain Panjang, kain ini merupakan rok panjang yang longgar yang

warnanya disesuaikan dengan warna baju Kebaya yang dikenakan. Kain ini untuk menutup bagian tertentu sehingga sopan dan tertib dipandang mata

3. Samulung, ini merupakan selendang yang diletakan (dikalungkan) di bahu. Samulung ini digunakan penari saat gerakan Gandai

membutuhkan selendang.


(30)

Gambar 4.1: Penari Gandai

(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)

4.2.2.2 Tata Rias

Dalam pertunjukan tradisi Gandai ini juga harus diperhatikan tata riasnya. Mereka merias diri sendiri dan tidak perlu ke salon. Menurut ibu Ratna selaku penari bahwa penari Gandai harus bisa merias dirinya sendiri. Akan tetapi warna

make up dan segala perlengkapannya disesuaikan dengan kesepakatan bersama agar seragam. Tata rias ini terbagi 2, yaitu sebagai berikut.

(1) Tata rias wajah atau make-up, semua penari menggunakan warna

make-up yang sama sesuai dengan warna kostum. Dalam tata rias wajah yang

Samulung

Baju Kebaya


(31)

digunakan ada foundation/alas bedak, bedak, eye shadow, shading, blush on, celak, bulu mata palsu, lipstick.

Foundation yang digunakan penari adalah foundation yang bisa tahan lama. Bergerak banyak akan menghasilkan keringat yang berlebihan, agar polesan

make-up tidak luntur makanya menggunakan foundation yang tahan lama.

Bedak yang dipilih penari untuk digunakan biasanya warna bedak yang masuk dengan warna kulit. Eye shadow yang digunakan biasanya ada 3 tingkatan warna, pada tingkat pertama warna yang dipilih adalah warna yang serupa dengan warna pakaian yang dikenakan. Misalnya, jika pakaian yang digunakan adalah warna kuning keemasan, maka warna eye shadow tingkat pertamanya digunakan warna kuning keemasan. Jika warna pakaian yang digunakan warna merah muda, maka eye shadow tingkat pertamanya digunakan warna merah muda pula, begitu seterusnya. Pada eye shadow tingkat kedua biasanya menggunakan warna gelap, seperti hitam dan coklat, posisi ini dibuat di bagian sudut mata agar nampak pertegasan pada mata. Tingkat ke-3 atau paling atas di buat warna putih. Setelah 3 tingkatan tersebut ditempelkan bulu mata palsu agar terlihat lebih indah.

Shading yang digunakan untuk penegasan pada hidung, dan blush on

digunakan untik penegasan pada bagian pipi. Sedangkan celak digunakan untuk penegasan pada alis mata. Begitu juga pada bibir, dalam penegasannya digunakan

lipstick yang berwarna merah.

(2) Tata rias rambut, pada penataan rambut, masing-masing penari mengikat rambutnya menjadi satu. Setelah diikat dipasangkan sanggul, dan diberi sunting agar terlihat indah.


(32)

4.2.3 Alat Musik yang Digunakan 4.2.3.1 Edap

Alat musik edap ini merupakan alat musik membranophone, tergolong

frame drum yang berfungsi sebagai pembawa ritem variabel dan menjaga tempo -sunai. Dibuat dari kayu yang keras (dari batang nangka) dan dibagian atasnya ditutup dengan kulit kambing. Bentuknya mirip dengan gendang ronggeng yang ada di masyarakat Melayu Sumatera Utara. Edap dimainkan dengan cara dipegang dan dipukul dengan 2 tangan tanpa alat pukul lain dan mempunyai lobang dibagian belakang badannya.

Gambar 4.2:

Edap


(33)

Gambar 4.3: Cara Memainkan Edap

(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)

4.2.3.2 Sunai

Alat musik tiup tradisional Pekal ini masuk dalam klasifikasi aerophone, tergolong dalam end blown flute yang berfungsi sebagai pembawa melodi yang dikembangkan (improvisasi) dan dimainkan oleh satu orang.

Alat musik ini terbuat dari bambu serik, yaitu bambu yang hidup di tepi sungai yang menghadap ke arah matahari. Ukuran Sunai ini tidak memiliki patokan. Menurut bapak Mahmudin, sunai ini terdiri dari 9 ruas. Dimana ruas yang paling pertama (bawah) berukuran 1 jengkal (jarak dari telunjuk ke jempol tangan). Ruas kedua, ketiga, dan keempat berukuran 1 Jengkal dikurangi 2cm. Ruas kelima berukuran seperti ruas kedua ditambah lebar 1 jari telunjuk. Lalu


(34)

untuk ruas keenam, ketujuh, dan kedelapan berukuran sebesar lebar 1 jari jempol. Dan untuk ruas terakhir berukuran sebesar lebar 2 jari jempol. Sedangkan untuk bagian yang ditiup terbuat dari bulu ayam jago. Sunai ini diberi 6 lubang dan saat dimainkan ruas pertama diletakkan di atas telapak kaki pemusik. Hal ini dilakukan agar suara sunai lebih bagus.

Gambar 4.4:

Sunai


(35)

Gambar 4.5: Cara Memainkan Sunai

(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)

4.3 Deskripsi Gerak Gandai

Dalam bukunya yang berjudul History of The Dance, Curt Sachs mengemukakan tentang perkembangan tari sebagai seni yang tinggi yang sudah ada pada zaman prasejarah. Dimana awalnya kebudayaan tari telah mencapai tingkat kesempurnaan yang belum tercapai oleh seni atau ilmu pengetahuan lainnya. Di dalam penyajian Gandai ini menggunakan gerakan variatif yang bertema kehidupan sehari-hari ang ada pada masyarakat Pekal. Gerakan-gerakan yang terbentuk dalam Gandai telah terstruktur ataupun terpola di dalam aturan-aturan adat dan nilai keindahan setempat secara simbolis serta memiliki makna-makna tersendiri. Dimana kata struktur disini adalah bagian-bagian yang melengkapi Gandai dalam pertunjukannya saling berhubungan satu dengan yang lain, ataupun tahapan-tahapannya.


(36)

Dalam penyajiannya seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya,

Gandai ini dipertunjukan pada awal acara, memakai minimal 4 orang penari atau lebih dalam jumlah genap, yang gerakannya diambil dari gerakan-gerakan sehari-hari dengan pola yang sudah tersusun dalam bagian-bagian ragamnya. Menarikannya penari harus tunduk, mata harus mengarah ke bawah. Karena bila melirik-liriik sana-sini dianggap sebagai penari yang menggoda orang lain.

4.3.1Ragam dan pola Gerak 4.3.1.1 Ragam

Ragam gerak berarti motif gerakan-gerakan yang tersusun dalam unsur kreatifitas gerak tari. Dalam wawancara dengan bapak Zhamari A.S Jamal selaku budayawan Pekal, mengungkapkan bahwa Gandai terdapat 36 ragam. Namun beliau hanya mengingat 26 ragam gerak, sedangkan 10 ragam gerak lainnya hanya diketahui oleh orang-orang sebelum generasinya. Hal ini dikarenakan ragam gerak tersebut sulit ditarikan. Dalam menarikannya Gandai ini bersifat pengulangan hingga sunai memberi tanda untuk berganti ragam.

Dari 26 ragam gerak yang ada, biasanya hanya 6 atau 12 ragam gerak saja yang dipergunakan pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal. Dua belas ragam gerak ini dianggap sudah dapat mewakili ke-26 ragam gerak lainnya. Enam ragam gerak yang lazim digunakan tersebut seperti nenet, sementaro, sumpaya, laluin, menjung, dan lampu. Enam ragam lainnya yang disertakan seperti sunai indai, retak kudo, lori, behang kakok behang, jek sayang, payung. Pemilihan ragam gerak yang akan dipergunakan ini tidak bisa disepakati oleh penari dan pemusik pada saat sebelum pertunjukan, karena hal ini bersifat spontan. Namun


(37)

ragam nenet merupakan ragam gerak yang wajib dan sebagai ragam pertama untuk mengawali Gandai. Berikut tabel ragam gerak Gandai beserta makna ragamnya.

Tabel 4.1

Nama Ragam Gerak Gandai

NO NAMA RAGAM GERAK

1 Nenet: merupakan ragam gerak yang wajib ada di awal tarian. Kata

nenet berasal dari suara sunai yang menurut masyarakat Pekal berbunyi net-net. Pada ragam ini tidak ada pantun yang disampaikan 2 Sementaro: menceritakan tentang kehidupan di dunia yang sementara.

Memberi pesan agar kita taat beribadah dan saling bertenggang rasa terhadap sesama.

3 Sumpaya (Cehai Kasiak): bercerita tentang tidak baiknya berpisah apalagi bagi yang sudah menikah. Memberi pesan agar kita dapat terus menjaga keharmonisan rumah tangga bagi yang sudah menikah dan bagi yang belum menikah untuk hormat kepada orang tua.

4 Laluine: menceritakan tentang sifat seseorang yang egois. Sifat ini sangat tidak disukai oleh banyak orang. Memberi pesan agar kita tidak bersifat egois terhadap keluarga dan tetangga.

5 Menjung: Gerakan bercerita tentang kehidupan yang tidak lurus-lurus saja. Dapat dilihat dari gerakannya yang selalu serong atau miring. Memberi pesan agar kita ikhlas menjalani hidup

6 Lampu: Bercerita tentang masyarakat Pekal yang masih banyak menggunakan lampu teplok (minyak tanah). Ini bermakna sindiran


(38)

terhadap pemerintah agar memperhatikan masyarakat Pekal

7 Sunai Indai: Menceritakan tentang tangisan seorang perempuan terhadap kekasihnya yang pergi meninggalkannya untuk menikah dengan orang lain.

8 Retak Kudo: Menceritakan tentang emansipasi wanita. Gerakan-gerakannya seperti rentak kuda saat berjalan yang tangguh dan kokoh. 9 Payung: Menceritakan tentang gadis-gadis Pekal yang harus menjaga

harga diri mereka. Disini payung dianggap pelindung.

10 Lori: Menceritakan tentang masyarakat Pekal di Napal Putih yang bekerja mencari emas di daerah Lebong Tandai dengan menggunakan kendaraan bernama lori. Lori beroda empat dan berjalan diatas rel seperti kereta api.

11 Behang Kakok Behang: Menceritakan tentang binatang seperti kucing yang hidup di aliran sungai Ketahun yang memakan ikan-ikan kecil. Hewan ini juga mereka sebut dengan istilah kucing air.

12 Kepal Tebang: Menceritakan tentang kapal terbang (pesawat) yang sering melintas di Kecamatan Ketahun. Masyarakat Pekal berkeinginan agar segera dapat menaikinya. Memberi pesan agar kita jangan malas belajar dan bekerja agar semua keinginan kita tercapai.

13 Piring: menceritakan tentang piring yang digunakan masyarakat Pekal untuk makan.

14 Tehong Tunjuk: Menceritakan tentang kemahiran masyarakat Pekal dalam mengolah Terong yang berukuran sebesar jari telunjuk tangan menjadi panganan. Terong ini berwarna hijau.


(39)

15 Kalebang: Menceritakan tentang penantian seseorang terhadap orang-orang yang dikasihinya yang pergi merantau.

16 Jek Sayang: Menceritakan tentang kisah percintaan yang berakhir dengan perpisahan akibat tidak adanya restu.

17 Kuau: Menceritakan tentang burung yang bernama Kuau yang hanya bunyi disiang hari. Kicaan burung ini memberikan tanda waktunya Shalat Dzuhur bagi masyarakat Pekal yang bekerja di sawah atau ladang.

18 Ambat: Ragam ini merupakan ragam yang ditarikan oleh perempuan dan laki-laki. Pengantin yang biasa menarikannya.

19 Sungai Ipuh: Menceritakan tentang sebuah sungai yang berada di daerah Mukomuko yang bernama sungai Ipuh.

20 Tok Ideng-ideng: menceritakan tentang humor-humor yang berkembang di masyarakat Pekal.

21 Tetirau: Menceritakan tentang burung yang bernama Tetirau yang keluar dari sarang hanya saat menjelang Maghrib. Burung ini memberikan tanda bahwa waktu untuk Shalat Maghrib akan tiba.

22 Ejang Baseluk: Merupakan salah satu ragam yang ditarikan antara laki-laki dan perempuan. Ragam ini juga ditarikan oleh pengantin (bagi yang hapal).

23 Kakelara: Menceritakan tentang seseorang yang bernama Kakelara

yang terbunuh pada saat pemberontakan PRRI di desa Urai. Dia terkenal pemalas namun pintar mengambil perhatian orang lain dengan kelucuannya.


(40)

24 Pono: Merupakan istilah untuk pantun bersenandung di masyarakat Pekal.

25 Poyik Belagu: Menceritakan tentang burung puyuh yang saling berkelahi dalam memperebutkan makanan. Memberikan pesan agar kita tidak seperti itu dalam berkehidupan.

26 Doyak Doyai: Mengisahkan tentang lenggang yang berirama dan selaras. Memberi pesan aar kita dalam berkehidupan untuk saling selaras dan seirama.

Pola gerakan yang dimaksud disini adalah gerakan-gerakan yang terkandung dalam tiap-tiap ragam yang terbentuk. Ragam gerak dan pola gerak sangat berhubungan, yakni bagaimana bagian-bagian dari gerakan Gandai saling berhubungan sehingga disatukan.

4.3.1.2 Pola Lantai

Pola lantai pada Gandai disini mengacu pada enam ragam gerak yang penulis amati di lapangan yang terdiri dari pola-pola sebagai berikut:

1) Pola lantai nenet, penari membentuk lingkaran dan menghadap ke dalam lingkaran. Pada pola ini penari terus bergerak melingkar, baik itu gerak maju maupun mundur.

2) Pola lantai sementaro, penari saling berhadapan degan bentuk pola lingkaran kecil. Motif gerakan yang ada sebanyak empat motif yang mengalami pengulangan. Setiap perubahan motif gerak, penari selalu bergerak ke arah kiri


(41)

(sesuai arah mata angin) mereka masing masing hingga sampai kembali ke posisi semula lagi.

3) Pola lantai sumpaya, dalam pola persegi, lalu penari saling mendekatkan diri dan berhadapan dan mundur lagi. Setelah itu penari maju lagi dan bertukar posisi dengan penari yang menjadi pasangannya tadi.

4) Pola lantai laluin, pola lantai penari masih membentuk lingkaran, arah badan pertama menghadap arah mata angin sambil terus bergerak mundur.

5) Pola lantai menjung, disini pola lantai penari masih seperti ragam sumpaya,

namun arah penari agak serong kiri dan saling mendekatkan diri dengan gerakan maju mundur hingga mereka saling bertukar posisi.

6) Pola lantai lampu, disini pola lantai berbentuk lingkaran. Penari menari melingkar dengan gerakan maju, mundur, dan berputar.


(42)

Tabel 4.2

Deskripsi Kinesiologis Tradisi Gandai

Ragam Gandai Deskripsi Gerak Penari Gandai

Hitungan Musik Iringan

Pola Lantai 1) Nenet: Terdiri dari 3

motif gerak Motif gerak pertama

Motif gerak pertama dari ragam nenet

yaitu berdiri melingkar saling menghadap kearah dalam lingkaran. Setelah sunai

memberi tanda masuk, penari menghadap kanan dengan kedua tangan melambai ke atas ke bawah di masing-masing sisi tangan. Lalu kaki kanan memulai melangkah mundur sebanyak delapan langkah. Pandangan: menghadap ke bawah

1 x 8 Diiringi dengan

edap dan

sunai dengan tempo lambat.


(43)

Motif gerak kedua Setelah itu berputar melalui arah kiri

tangan(arah dalam

lingkaran) dan kembali ke posisi awal. Pandangan: mata mengarah ke bawah.


(44)

Motif gerak ketiga Setelah itu tangan direntangkan dan maju sambil terus melingkari lingkaran dengan kaki kiri yang maju terlebih dahulu. Pandangan: menghadap ke bawah

2 x 8 Hitungan keseluru han ragam gerak

nenet ini: 4 x 8


(45)

2) Sementaro: terdiri dari 4 motif gerak Motif gerak pertama

Penari saling menghadap kanan, kedua tangan saling bergantian melambai ke atas dan ke bawah, lalu kaki kiri berhentak kecil di lantai. Setelah itu bergerak memutar melalui arah kiri. Hingga kembali ke posisi awal. Pandangan: menghadap ke bawah

8 x 8 Diiringi

edap dan

sunai

dengan tempo lambat


(46)

Motif gerak kedua Kedua tangan menutup di depan dada lalu di buka dan dibawa ke arah bawah masing-masing sisi tangan, dengan kaki kiri

berhentak kecil di lantai. Setelah itu berputar ke arah kiri. Pandangan: menghadap ke bawah


(47)

Motif gerak ketiga Tangan kanan melambai di samping kanan sejajar dengan pinggang (bergantian), sedangkan tangan kiri diletakkan di pinggang kiri dengan jari menghadap ke arah bawah. Kaki kiri berhentak kecil di lantai. Setelah itu berputar ke arah kiri. Pandangan: menghadap ke bawah


(48)

Motif gerak keempat Tangan kanan menghadap ke bawah dan tangan kiri menghadap ke atas secara sejajar lalu ditarik ke arah samping perut sebelah kiri (bergantian) dengan kaki kiri berhentak kecil di lantai. Setelah itu bergerak ke arah kiri. Pandangan: menghadap ke bawah.

8 x 8 Hitungan keseluru han ragam gerak

sumpaya

ini: 32 x 8


(49)

3) Sumpaya: terdiri dari 4 motif gerak

Motif gerak pertama

Melenggang dengan arah menghadap ke depan (menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju

mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali

ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan

dengan hitungan 2 x 4.

Pandangan: menghadap ke bawah

5 x 4 Diringi dengan

edap dan

sunai

dengan tempo lambat


(50)

Motif gerak kedua Setelah bertukar tempat, bertepuk tangan dengan arah menghadap ke depan

(menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju

mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali

ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan

dengan hitungan 2 x 4.

Pandangan: menghadap ke bawah.


(51)

Motif gerak ketiga Setelah bertukar tempat lagi, tangan kiri diletakkan di pinggang dan tangan kanan disilahkan ke depan degan telapak tangan tengadah ke atas (bergantian). Arah badan menghadap ke depan (menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju

mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali

ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan

dengan hitungan 2 x 4.

Pandangan: menghadap ke bawah.


(52)

Motif gerak keempat Setelah bertukar tempat lagi, tangan kanan menepuk tangan kiri lalu dibuka demikian juga dengan tangan kiri secara bergantian. Arah badan menghadap ke depan (menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju

mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali

ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan

dengan hitungan 2 x 4.

Pandangan: menghadap ke bawah.

5 x 4 Hitungan keseluru han ragam gerak sumpaya

ini: 20 x 4


(53)

4) Laluine: terdiri dari 4 motif gerak

Motif gerak pertama

Melenggang dengan posisi menghadap pasangan sambil berjalan

mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kai kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan: menghadap ke bawah

4 x 4 Diringi dengan

edap dan

sunai

dengan tempo lambat


(54)

Motif gerak kedua Lalu bertepuk tangan sambil berjalan

mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kai kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan: menghadap ke bawah


(55)

Motif gerak ketiga Kedua tangan melenggang lagi sambil berjalan mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kai kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan: menghadap ke bawah


(56)

Motif gerak keempat Tangan kanan menghadap ke bawah dan tangan kiri menghadap ke atas, sejajar di depan perut. Lalu ditarik kesisi kiri dan sisi kanan secara bergantian sambil berjalan mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kaki kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan:

menghadap ke bawah

4 x 4 Hitungan keseluru han ragam

lauine

ini: 16 x 4


(57)

5) Menjung: terdiri dari 3 motif gerak

Motif gerak pertama

Kedua tangan berdekatan di depan perut menghadap ke bawah, lalu di buka

menghadap ke atas dan dibawa ke depan pinggang masing-masing. Posisi menghadap pasangan penari namun agak serong kiri sambil berjalan maju mendekatkan diri ke pasangan, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kaki kanan terlebih dahulu (1x 4), lalu mundur kembali ketempat semula dengan (1 x 4), lalu maju dan bertukar tempat dengan

pasangan

dengan hitungan 2 x 4.

Pandangan: menghadap ke bawah.

5 x 4 Diiringi oleh edap dan sunai dengan tempo lebih cepat daripada ragam nenet, sementaro,s umpaya,


(58)

Motif gerak kedua Setelah bertukar tempat, kedua tangan

melenggang (bergantian) dengan posisi menghadap pasangan penari namun agak serong kiri (1 x 4). Lalu penari melenggang maju

mendekatkan diri ke pasangan dengan (1 x 4). Setelah itu penari mundur kembali

ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan

dengan hitungan 2 x 4.

Pandangan: menghadap ke bawah.


(59)

Motif gerak ketiga Kedua tangan saling bertepuk di depan dada lalu di buka dan ditarik ke depan pinggang masing-masing dengan posisi menghadap pasangan penari namun agak serong kiri (1 x 4). Lalu penari melenggang maju

mendekatkan diri ke pasangan dengan (1 x 4). Setelah itu penari mundur kembali

ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan

dengan hitungan 2 x 4.

Pandangan: menghadap ke bawah.

5 x 4 Hitungan keseluru han ragam

menjung

ini: 15 x 4


(60)

6) Lampu: terdiri dari 3 motif gerak

Motif gerak pertama

Tangan kanan saling membuka dan menutup di sisi kanan sedangkan tangan kiri dilatakkan di atas pinggang. Kaki kanan berada di depan sambil

menghentak-hentak kecil sedangkan kaki kiri di belakang dengan posisi menghadap ke dalam lingkaran. Pandangan: menghadap ke bawah

1 x 8 Diiringi oleh edap dan sunai dengan tempo seperti tempo ragam gerak menjung.


(61)

Motif gerak kedua Lalu kedua tangan saling melenggang sambil berjalan maju mengitari lingkaran (1 x 8). Lalu mundur mengitari

lingkaran (1 x 8) dengan kedua tangan tetap melenggang

2 x 8 Diiringi oleh edap dan sunai

dengan tempo lebih cepat.


(62)

Motif gerak ketiga Bertepuk tangan sambil berjalan maju mengitari lingkaran (1 x 8). Lalu mundur mengitari

lingkaran (1 x 8) dengan kedua tangan tetap bertepuk tangan

2 x 8 Hitungan keseluru han ragam

lampu


(63)

4.4 Analisis Musik Iringan

Nettl (1964:98) mengemukakan adanya dua pendekatan untuk mendeskripsikan musik yaitu: (1) kita dapat mendeskripsikan dan menganalisis apa yang kita dengar; (2) kita dapat menuliskan berbagai cara keatas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dengan itu penulis melakukan transkripsi untuk memvisualisasikan musik iringan Gandai. Hal ini dilakukan agar lebih mudah menganalisisnya terutama tangga nada, motif, kadensa, dan lain-lain. hal ini dilakukan untuk dapat membantu kita mengkomunikasikan kepada pihak lain tentang apa yang kita dengar. Dalam pentranskripsian, ppenulis menggunakan notasi Barat untuk memperlihatkan bunyi musikal yang terdengar.

Musik dalam pertunjukan tradisi Gandai pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun merupakan hal yang sangat penting, karena gerak tari mengikuti musik. Musik iringan menjadi pembentuk suasana untuk memperjelas tekanan-tekanan gerakan begitu juga pergantian ragam dan pola-pola gerakan yang ada. Dalam mengiringi Gandai menggunakan 2 alat musik, yakni edap dan sunai. Pada ragam nenet tempo musik iringannya

4.4.1 Model Notasi

Dalam transkripsi musik iringan tradisi Gandai menggunakan notasi Barat, hal ini dilakukan agar dapat dipahami secara universal. Ada beberapa simbol yang digunakan, yaitu:


(64)

Garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi dengan tanda kunci G.

Merupakan not ½ yang bernilai dua ketuk.

Merupakan not ¼ yang bernilai satu ketuk.

Merupakan not 1/8 yang bernilai setengah ketuk.

Merupakan dua buah not 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk

4.4.2 Melodi Sunai dan Strukturnya

Berikut hasil transkripsi melodi sunai dalam musik iringan Gandai pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal:


(65)

(66)

(67)

4.4.2.1 Tangga Nada

Nettl (1964:1945) mengemukakan bahwa cara-cara untuk mendeskripsikan tangga nada adalah menuliskan nada-nada yang dipakai tanpa melihat fungsi masing-masing dalam musik. Tangga nada tersebut kemudian digolongkan menurut beberapa klasifikasi, yaitu menurut jumlah nada yang dipakai. Diatonic

(dua nada), tritonic (tiga nada), tetratonic (empat nada), pentatonic (lima nada),

hexatonic (enam nada), heptatonic (tujuh nada).

Dua nada yang mempunyai jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja. Tangga nada yang dimaksud dalam tulisan ini yaitu nada-nada yang terdapat pada melodi yang dihasilkan sunai. Hal ini dilakukan pada pembagian nada-nada mulai dari nada yang tertinggi hingga nada yang terendah.

Penulis mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam melodi sunai dari nada terendah sampai nada tertinggi. Terdiri dari tujuh nada, yaitu nada Gis-Ais-Bis-Cis-Dis-Eis-Fis. Oleh karena itu tangga nadanya disebut dengan Heptatonic.


(68)

4.4.2.2 Nada Dasar

Dalam menentukan nada dasar melodi sunai ini, penulis mengacu pada hasil rekaman video yang penulis dapatkan di lapangan saat pelaksanaan acara, yang telah ditranskripsikan ke dalam notasi Barat. Maka hasil nada dasar dalam melodi sunai yang didapatkan adalah nada dasar Cis.

4.4.2.3 Wilayah Nada

Metode untuk menentukan wilayah nada berdasarkan ambitus suara yang terdengar secara alami yang ditentukan oleh media penghasil bunyi itu sendiri, ialah dengan memperhatikan nada yang paling rendah hingga nada yang paling tinggi. Wilayah nada melodi sunai yang diurutkan dari nada terendah sampai nada tertinggi adalah :

Dari keterangan gambar di atas nada yang dihasilkan Gis ke Fis ada 7 nada dengan jarak intervalnya 7m.


(69)

4.4.2.4 Frekuensi Pemakaian Nada

Frekuensi pemakaian nada dapat dilihat dari banyaknya jumlah nada yangdipakai dalam suatu musik atau nyayian. Banyaknya jumlah nada yang terdapat dalam melodi sunai :

Jumlah Pemakaian nada-nada pada melodi sunai: 1. Nada Gis sebanyak 57

2. Nada Ais sebanyak 90 3. Nada Bis sebanyak 15 4. Nada Cis sebanyak 58 5. Nada Dis sebanyak 226 6. Nada Eis sebanyak 343 7. Nada Fis sebanyak 81

4.4.2.5 Jumlah Interval

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari interval naik maupun turun. Berikut adalah interval dari melodi sunai:

Interval Posisi Jumlah Total

1P - 286 286


(70)

139

2m 113

240 127

3M 4

7 3

4P 23

26 3

5P 1

4 3

5Dim 5

7 2

6M -

3 3

7M 3

5 2

4.4.2.6 Formula Melodik

Untuk memperjelas bagaimana bentuk dari melodi sunai, penulis menggunakan pendapat Nettl yang mengatakan bahwa ada beberapa karakter yang perlu diperhatikan untuk menentukan bentuk dari suatu komposisi, yaitu dengan memperhatikan unsur-unsur melodi yang terkandung berdasarkan pengulangan frasa, tanda diam, pengulangan pola ritem, transposisi, kesatuan dari teks yang ada dalam musik (1964:150). Formula melodik yang akan dibahas tulisan ini


(71)

meliputi bentuk dan frasa. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi. Secara garis besar, bentuk, frasa, dan motif yang terdapat dalam melodi sunai adalah sebagai berikut:

1. Bentuk pada melodi sunai memiliki 3 bentuk, yaitu: A, B dan C. 2. Frasa pada melodi sunai, yaitu:

a) A: 2 frasa b) B: 22 frasa c) C: 5 frasa


(72)

(73)

4.4.2.7 Pola Kadensa

Kadensa adalah nada akhir dari suatu bagian melodi lagu. Pola kadensa dapat dibagi atasa dua bagian, yaitu: semi kadens (half cadence) dan kadens penuh (full cadence). Semi kadens adalah suatu bentuk istirahat yang tidak lengkap atau tidak selesai (complete) dan memberi kesan adanya gerakan ritem yang lebih lanjut. Kadens penuh adalah suatu bentuk istirahat di akhir frasa yang


(74)

terasa selesai (complete) sehingga pola kadens seperti ini tidak memberikan kesan untuk menambah gerakan ritem.

Pola kadensa melodi sunai yaitu : 1.

2.

3.

4.

5.


(75)

4.4.2.8 Kontur

Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam irawan 1997: 85) membedakan beberapa jenis kontur, yaitu:

1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.

3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya.

4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke nada yang lain baik naik maupun turun.

5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor.

7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai batas-batasan.

Garis kontur yang terdapat pada melodi sunai dalam tulisan ini pada umumnya adalah conjuct dan static. Pergerakan melodinya bergerak melangkah baik baik maupun turun, kemudian diikuti dengan bentuk static, lalu bergerak


(76)

naik dan turun (conjuct) lagi. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari gambar salah contoh melodi di bawah ini.

Grafik di atas menunjukkan terjadinya pergerakan melodi static, kemudian

conjuct, lalu static, kemudian conjuct lagi.

Grafik di atas menunjukkan terjadinya prgerakan melodi conjuct, kemudian static, lalu conjuct lagi


(77)

BAB V

FUNGSI DAN PERUBAHAN TRADISI GANDAI

Pada Bab ini, penulis akan mengkaji fungsi dan perubahan yang terjadi dalam aspek fungsi dan penggunaaan Gandai. Fungsi yang dimaksud disini adalah fungsi kegiatan atau pertunjukan tradisi Gandai dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam kehidupan sosial dan budayanya. Disini perubahan yang dibicarakan tidak terlepas pada kontinuitas, selain dari pada penggunaan Gandai, penulis juga menjelasakan kontinuitas pada aspek fungsi

Gandai tersebut. Sedangkan tentang perubahan yang terjadi, selain menyangkut perubahan konteks penyajian dan ragam gerak penulis juga menjelaskan masa peralihan penggunaannya.

5.1 Fungsi Gandai Sebagai Fenomena Kontinuitas

Di antara kesepuluh fungsi musik yang ditawarkan oleh Alan P. Merriam, dalam hal ini penulis hanya menitikberatkan fungsi gandai pada fungsi pengungkapan emosional, fungsi penghayatan estetika, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi reaksi jasmani, fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, dan fungsi pengintegrasian masyarakat dan semuanya merupakan wujud dari adanya kontinuitas yang masih tetap dipertahankan dan diterima di tengah-tengah masyarakat Pekal sampai sekarang.

Begitu pula seperti yang diungkapkan Narawati dan R.M Soedarsono adanya fungsi tari yang bersifat primer dan sekunder. Sifat sekunderlah yang menjadi wujud adanya kontinuitas.


(78)

5.1.1 Fungsi Pengungkapan Emosional

Tradisi ini berfungsi sebagai pengungkapan emosional dapat dilihat dari pantun, musik dan gerak yang disajikan. Untuk pantunnya banyak yang mengandung keluh kesah sehingga bagi yang menyaksikannya dapat ikut serta merasakan apa yang dirasakan pemantun. Hal ini juga sama dengan musik yang dibawakan. Perasaan sedih semakin terasa karena sunai dan edap yang dimainkan untuk mengiringinya,bahkan sampai mengangis.Pada penyajiannya dapat dilihat melalui teknik gerak Gandai itu sendiri, sehingga muncul suatu ungkapan untuk setiap ragam gerak Gandai yang disajikan. Pemusik pun sangat berpengaruh dalam menimbulkan emosi bagi penari maupun orang yang melihat Gandai

tersebut sehingga semangat untuk menari.

5.1.2 Fungsi Penghayatan Estetika

Dapat dikatakan bahwa semua yang terlibat dalam acara malam begandai

mampu menghayati Gandai yang disajikan. Dapat dilihat dari pemain sunai dan pemain edap yang dapat menyampaikan pesan yang mendalam mengenai musik yang mereka bawakan karena mereka menghayati permainan mereka. Bagi penari yang dapat menghayati musik yang dimainkan, maka akan tampak selaras antara gerakan tangan, kaki, dan badan saat begandai dengan irama yang dimainkan pemusik. Hal ini menunjukkan bahwa keselarasan itu muncul akibat adanya penghayatan estetis dari penari ketika mendengarkan alunan musik yang dimainkan.


(79)

5.1.3 Fungsi Hiburan

Tradisi ini merupakan sarana hiburan bagi masyarakat Pekal termasuk bagi pengantin dan keluarga kedua pengantin. Hal ini dapat dilihat dari setianya mereka menikmati malam begandai tersebut sampai selesai, padahal acara ini selesai tengah malam. Berarti tradisi Gandai memberikan rasa senang atau bahagia bagi masyarakat Pekal yang membutuhkan.

Tradisi ini berkaitan erat dengan upacara perkawinan adat masyarakat Pekal, walaupun tidak diwajibkan ada pada upacara perkawinan masyarakatnya.

5.1.4 Fungsi Komunikasi

Merriam mengatakan bahwa musik walaupun tanpa syair sebenarnya telah dianggap mengkomunikasikan sesuatu. Sejalan dengan pendapat tersebut, fungsi Gandai sebagai media komunikasi dapat dilihat ketika alat musik pengiringnya yaitu sunai dimainkan bersama dengan edap pada saat malam begandai di upacara perkawinan adat masyarakat Pekal dan acara lainnya. Dalam hal ini, fungsi tradisi Gandai sebagai media komunikasi dapat dilihat secara horizontal, yakni komunikasi antara sesama manusia. Bisa dilihat dari segi penarinya yang harus bisa berkomunikasi yang baik dengan pemusik agar setiap gerak dapat digerakkan dengan baik dan indah sesuai dengan musik yang dimainkan.

Selain iu juga dapat dilihat antara masyarakat Pekal yang melihat tradisi ini. Tradisi ini sebagai perantara bagi masyarakat Pekal yang menyaksikannya untuk menyampaikan pesan-pesan kepada pengantin dan pengungkapan keluh kesah lewat pantun.


(80)

5.1.5 Fungsi Reaksi Jasmani

Pada tradisi ini saat musik dimainkan, alunan musik itu tidak hanya membuat penarinya menari namun masyarakat yang menyaksikannya pun ikut bergerak mengikuti irama musik, baik falam keadaan duduk maupun ikut berdiri. Dapat diartikan bahwa fungsi tradisi Gandai sebagai reaksi jasmani sejalan dengan fungsinya sebagai pengungkapan emosional dan fungsinya sebagai penghayatan estetis. Sebab reaksi jasmani muncul ketika adanya penghayatan yang menghasilkan emosional, dan emosional itu pun kemudian diungkapkan melalui reaksi jasmani. Sebagai wujud dari fungsi reaksi jasmani dapat kita lihat apabila pemusik bermain dengan baik, maka penari akan sangat senang menarikannya, begitu pula sebaliknya.

5.1.6 Fungsi yang Berkaitan dengan Norma Sosial

Disini tradisi Gandai mempunyai fungsi yang berkaitan dengan norma-norma yang berlaku ada di masyarakat Pekal. Dapat dilihat dari syair-syair pantun yang bukan hanya berisi tentang pesan-pesan atau keluh kesah tetapi juga berisi tentang norma-norma yang berlaku di masyarakat, seperti contoh:

Baik-baik mengambik daun Baik ngambik daun kecundang Senang ati kamuy didusun Enang akui tetap pemalang


(81)

Syair pantun diatas berisi tentang nasehat agar bergaul dengan sepantasnya bagi para pemuda dan pemudi desa Pasar Ketahun. Masyarakat Pekal masih sangat menjaga kehidupan mereka agar sejalan sesuai dengan norma-norma yang ada.

5.5.7 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat

Tradisi ini jika dipertunjukan pada malam begandai dalam konteks upacara perkawinan adat masyarakat Pekal dapat menimbulkan rasa kebersamaan bagi semua yang terlibat. Dapat dilihat dari keluarga yang datang dari tempat yang jauh. Mereka dapat melepaskan rindu dan merasakan kebersamaan dengan berkumpul dengan keluarga mereka pada saat tradisi ini dipertunjukan. Begitu pula antara penari dan pemusik dengan masyarakat yang hadir untuk menyaksikan atau ikut serta terlibat. Orang-orang yang hadir dapat mengakrabkan diri dengan pemilik acara pada malam beganda tersebut atau berkenalan dengan orang baru.

5.5.8 Fungsi Berdasarkan Teori Narawati dan Soedarsono

Menurut Narawati dan R.M. Soedarsono dalam Reny Yulyati (2013:22) membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual, (b) fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi estetik, dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek komersial atau sebagai lapangan mata.

Berdasarkan teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka fungsi tradisi Gandai, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder. Di dalam kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan


(82)

mata pencaharian. Di dalam aktivitas tradisi Gandai, maka fungsi tradisi ini jelas sebagai sarana ritual, yang menjadi baagian penting dan diutamakan dalam setiap upacara memeriahkan perkawinan dalam kebudayaan Pekal. Tradisi ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari serangkaian upacara Perkawinan adat masyarakat Pekal. Selain itu di dalam tradisi ini juga terkandung fungsi presentasi estetik, artinya melalui tradisi ini, setiap penari mengekspresikan keindahan gerakan-gerakantari yang dipandang estetik menurut tata estetik Pekal, namun demikian tradisi ini memiliki fungsi sekundernya yaitu sebagai sarana ekonomis atau mata pencaharian. Walaupun bukan fungsi utama, di dalam setiap kegiatan Gandai

terdapat fungsi ekonomis, setiap penari atau pemusiknya mengharapkan imbalan ekonomis.

Menurut pengamatan yang penulis lakukan selama ini, seorang penari dalam rangka menarikan tradisi ini memerlukan dana yaitu untuk sanggul, menyewa pakaian tari, perlengkapan tata rias, serta kebutuhan hidupnya. Selain itu juga setiap penari tetap mengharapkan rezeki dari jasa ia menari di dalam sebuah pesta perkawinan. Dengan demikian, fungsi tradisi Gandai dalam kebudayaan masyarakat Pekal memang kompleks juga. Ini dapat ditelusuri melalui kaitan tradisi ini dengan berbagai konteks sosial dan budaya, seperti, religi, ekonomi, estetik, hiburan, sistem sosial, dan lain-lain.

5.2 Perubahan Tradisi Gandai dalam Kebudayaan Masyarakat Pekal

Seperti telah diuraikan pada bab I skripsi ini, jelas dikatakan bahwa tradisi

Gandai ini awalnya dipertunjukan pada acara pembukaan lahan baru atau pesta panen. Masyarakat Pekal merasa bahwa tradisi ini merupakan bentuk rasa suka


(83)

cita mereka atas lahan yang akan di garap atau panen dari hasil kerja keras mereka. Karena hanya dengan pertunjukan tradisi inilah masyarakat pekal dapat berkumpul di balai desa sambil menghilangkan penat setelah bekerja. Pada saat itu hanya tradisi inilah yang menjadi hiburan masyarakat Pekal, musik Organ Tunggal belum ada.

Namun untuk dewasa ini tradisi ini sukar ditemukan pada acara buka lahan (tanam) atau pesta panen. Hal ini dikarenakan sudah semakin sedikit warga yang bercocok tanam. Sekarang mereka lebih banyak bekerja di perkebunan karet atau sawit milik negeri ataupun swasta serta bekerja di instansi pemerintahanan sebagai pegawai negeri sipil ataupun honorer. Bagi mereka yang memiliki lahan sendiri, kebanyakan mengupahkan kepada orang lain untuk mengolahnya atau menggunakan mesin yang dapat membantu. Hal itu juga dikarenakan adanya sarana pendidikan. Para pemuda-pemudi dahulunya tidak memiliki kegiatan atau menganggur sehingga mereka dapat berkumpul untuk menari di balai desa. Namun sekarang mereka lebih banyak yang bersekolah sehingga waktu mereka tersita untuk kegiatan belajar baik di sekolah maupun di rumah. Jadi waktu untuk berkumpul sangat terbatas.

Masuknya hiburan musik Organ Tunggal pada tahun 1985 juga sebagai salah satu penyebab tradisi ini tidak dipertunjukan pada pesta buka lahan atau pesta panen lagi. Musik Organ Tunggal ini dibawa para transmigran dari pulau Jawa ke Kecamatan Ketahun. Musik ini diterima sangat baik oleh masyarakat Pekal karena dapat membuat masyarakat Pekal bernyanyi dan bergoyang. Mungkin dikarenakan lagu yang disajikan merupakan lagu dangdut.


(84)

Tradisi ini sekarang banyak dipertunjukan pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal, perpisahan sekolah, dan acara pengesahan lembaga lainnya. Pada upacara perkawinan adatnya tradisi ini dipertunjukan pada malam begandai.

Sedangkan pada acara perpisahan sekolah merupakan cara pemerintah daerah untuk tetap melestarikan kebudayaan ini.

Dari segi ragam gerak tradisi ini, juga mengalami perubahan. Dahulunya yang terdiri dari 36 ragam gerak, sekarang hanya tinggal 26 ragam lagi. Menurut bapak Zhamari A S Djamal, hal ini dikarenakan 10 ragam yang hilang tersebut hanya diketahui oleh para orang-orang tua jaman dulu. Beliau juga menambahkan bahwa generasi sekarang kurang begitu tertarik untuk mempelajarinya, hanya segelintir saja.


(1)

lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah penulis anggap seperti keluarga selama proses perkuliahan. Tidak terasa sudah empat tahun kita bersusah senang bersama.

Penulis juga berterima kasih banyak kepada kak Reny Yulyati Br Lumban Toruan S.Sn yang sudah menjadi teman sekamar, teman menari, teman suka, dan teman duka penulis. Terima kasih banyak juga kepada teman-teman menari penulis di sanggar Tigo Sapilin yaitu teteh Riza, kak Dina Mayantuti Sitopu S.Sn, kak Jery Periance Saragih S.Sn, kak Chrismes Manik S.Sn, kak Sari Ramadhani S.E, Syafwan Arrazak, dan Friska Simamora. Serta terima kasih banyak kepada Sopandu Manurung dan Titi K Laoli,yang telah membantu penulis dalam proses pentranskripsian.

Penulis juga mengucapkan beribu-ribu maaf apabila ada kata yang kurang berkenan dalam hati dan beribu-ribu maaf pula apabila ada nama yang lupa penulis cantumkan. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga hasil penelitian dari skripsi ini dapat berguna bagi masyarakat Pekal, bagi pembaca dan juga kepada peneliti berikutnya.

Medan, Agustus 2014 Penulis

Frita Anjelina Pakpahan NIM: 100707018


(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... V ABSTRACT ... VI KATA PENGANTAR ... VII DAFTAR ISI ... X DAFTAR GAMBAR ... XII DAFTAR TABEL ... XIV

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 8

1.3.1 Tujuan ... 8

1.3.2 Manfaat ... 8

1.4 Konsep dan Teori... 9

1.4.1 Konsep ... 9

1.4.2 Teori ... 11

1.5 Metode Penelitian ... 13

1.5.1 Studi Kepustakaan ... 15

1.5.2 Penelitian Lapangan ... 15

1.5.2.1 Wawancara ... 16

1.5.2.2 Perekaman ... 16

1.5.3 Kerja Laboratorium (Desk Work) ... 17

1.5.3.1 Metode Transkripsi 18 1.6 Lokasi Penelitian ... 18

BAB II: MASYARAKAT PEKAL DI KECAMATAN KETAHUN ... 19

2.1 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi ... 19

2.2 Asal-usul Masyarakat Pekal ... 27

2.3 Mata Pencaharian ... 30

2.4 Sistem Agama dan Kepercayaan ... 31

2.5 Sistem Kekerabatan ... 32

2.6 Bahasa ... 34

2.7 Kesenian ... 36

BAB III: PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI DALAM KONTEKS UPACARA PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT PEKAL ... 39 3.1 Asal Usul Tradisi Gandai ... 39

3.2 Perkawinan Pada Masyarakat Pekal ... 41

3.3 Jenis Pesta Perkawinan ... 42

3.4 Tahapan-tahapan Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Pekal . 43 3.4.1 Betanyu ... 44

3.4.2 Madak ... 44

3.4.3 Berasan ... 45

3.4.4 Negak Pengujung ... 49


(3)

3.4.6 Akad Nikah ... 49

3.4.7 Acara Setelah Akad ... 54

3.4.7.1 Khatam Kaji ... 55

3.4.7.2 Belarak ... 55

3.4.7.3 Batepung ... 55

3.4.7.4 Bersanji ... 56

3.4.8 Ngubak Basu ... 56

3.4.9 Malam Begandai ... 57

3.4.10 Pesta Resepsi ... 59

BAB IV: DESKRIPSI PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI ... 61

4.1 Pendukung Pertunjukan ... 61

4.1.1 Penari ... 61

4.1.2 Pemusik ... 62

4.1.3 Penonton ... 62

4.2 Perlengkapan Pertunjukan ... 63

4.2.1 Pengujung ... 63

4.2.2 Kostum dan Tata Rias ... 64

4.2.2.1 Kostum ... 64

4.2.2.2 Tata Rias ... 65

4.2.3 Alat Musik yang Digunakan ... 67

4.2.3.1 Edap ... 67

4.2.3.2 Sunai ... 68

4.3 Deskripsi Gerak Gandai ... 70

4.3.1 Ragam dan Pola Gerak ... 71

4.3.1.1 Ragam ... 71

4.3.1.2 Pola Lantai ... 75

4.4 AnalisisMusik Iringan ... 98

4.4.1 Model Notasi ... 98

4.4.2 Melodi Sunai dan Strukturnya ... 99

4.4.2.1 Tangga Nada ... 102

4.4.2.2 Nada Dasar ... 103

4.4.2.3 Wilayah Nada ... 103

4.4.2.4 Frekuensi Pemakaian Nada ... 104

4.4.2.5 Jumlah Interval ... 104

4.4.2.6 Formula Melodik ... 105

4.4.2.7 Pola Kadensa ... 108

4.4.2.8 Kontur ... 110

BAB V: FUNGSI DAN PERUBAHAN TRADISI GANDAI ... 112

5.1 Fungsi Gandai Sebagai Fenomena Kontinuitas ... 112

5.1.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ... 113

5.1.2 Pengungkapan Penghayatan Estetika ... 113

5.1.3 Fungsi Hiburan ... 114

5.1.4 Fungsi Komunikasi ... 114

5.1.5 Fungsi Reaksi Jasmani ... 115

5.1.6 Fungsi yang Berkaitan dengan Norma Sosial ... 115


(4)

5.1.8 Fungsi Berdasarkan Teori Narawati dan Seodarsono ... 116

5.2 Perubahan Tradisi Gandai dalam Kebudayaan Masyarakat Pekal ... 117 BAB VI: PENUTUP ... 120

6.1 Kesimpulan ... 120

6.2 Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Kecamatan Ketahun Dilihat Dari Provinsi Bengkulu ...

27

Gambar 2.2 Gamat ... 37

Gambar 2.3 Mamecok .... 38

Gambar 3.1 Lengguai Nikah ... 47

Gambar 3.2 Lengguai Nikah yang Diletakkan di hadapan Ketua Badan Musyawarah Adat ... 47 Gambar 3.3 Serawo ... 48

Gambar 3.4 Bolu Koja yang Akan Dihidangkan Bersama Serawo ... 48 Gambar 3.5 Rombongan Calon Pengantin Lanang Tiba ... 51

Gambar 3.6 Lengguai Nikah yang Dibawa Calon Pengantin Lanang ... 52 Gambar 3.7 Irisan Daun Pandan dan Bunga yang Dibawa Calon Pengantin Lanang ... 52 Gambar 3.8 Kue yang Juga Dibawa oleh Calon Pengantin Lanang ... 53 Gambar 3.9 Pengucapan Ijab Kabul ... 53

Gambar 3.10 Penyematan Cincin ... 54

Gambar 3.11 Pertunjukan Tradisi Gandai pada Malam Begandai ... 59 Gambar 4.1 Penari Gandai ... 65

Gambar 4.2 Edap ... 67

Gambar 4.3 Cara Memainkan Edap ... 68

Gambar 4.4 Sunai ... 69


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perincian Nama Desa dan Wilayah Kecamatan Ketahun ...

20 Tabel 2.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 22 Tabel 2.3 Distribusi Sarana Pendidikan ... 22 Tabel 2.4 Nama-nama Satuan Pendidikan di Kecamatan

Ketahun ...

23 Tabel 2.5 Perbedaan Bahasa Pekal dengan Beberapa Bahasa

Para-Melayu ...

35 Tabel 4.1 Nama Ragam Gerak Gandai ... 72 Tabel 4.2 Deskripsi Kinesiologis Tradisi Gandai ... 77


Dokumen yang terkait

Deskripsi Pertunjukan Tari Merak dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Sunda di Kota Medan

8 185 116

Tradisi Lisan pada Upacara Perkawinan Adat Tapanuli Selatan: Pemahaman Leksikon Remaja di Padangsidimpuan

6 108 278

PERUBAHAN TRADISI NGEMBLOK PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA (STUDI KASUS MASYARAKAT NELAYAN DI KECAMATAN KRAGAN KABUPATEN REMBANG).

2 17 100

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 0 14

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 1 2

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 1 18

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 0 20

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 0 2

Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal Di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, Dan Fungsinya

0 0 1

PENGGUNAAN BAHASA KIASAN DALAM BAHASA PEKAL PADA MASYARAKAT PEKAL DI KABUPATEN BENGKULU UTARA

0 2 45