Kewirausahaan

Makalah Kewirausahaan
Tanggal 13-15 November 2015
Bertempat Di Hotel Sapadia Parapat

Pada Kegiatan Character Building & Workshop Program Studi Ilmu
Administrasi Bisnis

Pembicara
Dra. Nurlela Ketaren, M.SP
NIP 195405021982032002

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapakan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelasaikan makalah inidengan baik.
Makalah ini dibuat sebagai salah satutujuan untuk memenuhi makalahpembicara padaseminar

kewirausahaan (Carachter Building & Workshop).
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada dekan fisip usu dan
kepada ketua jurusan ilmu administrasi bisnis fisip usu yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk berceramah atau sebagai pembicara pada acara seminar program character
building & workshop administrasi bisnis di hotel sapadia parapat pada hari jumat s/d minggu
tanggal 13 s/d 15 november 2015.
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak. Semoga makalah ini
dapatbermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Medan, 12 November 2015

Dra.NurlelaKetaren, M.SP
NIP 195405021982032002

i

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................i
Daftar isi .................................................................................................................ii
Bab I. Pendahuluan ...............................................................................................1

1.1.Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah .....................................................................................3
1.3.Tujuan Makalah .........................................................................................3
Bab II. Kerangka Teori ..........................................................................................4
II.1. Kewirausahaan .......................................................................................4
II.1.1. Pengertian Kewirausahan (Peggy A. Lambing dan Charles R,
Kuel, Raymond Kao, Thomas W Zimmerer dan Norman M.
Scharborought, Yaghoobi, Salarzehi, Jong dan Wennekers dan
Baldacchino) ..................................................................................4
II.1.2. Tujuan dan Manfaat Kewirausahaan ( Thomas W Zimmerer) .........5
\

II.1.3. Indikator Kewirausahaan (Alma) ....................................................7
II.1.4. Ciri dan Watak Kewirausahaan (Gooffrey G Meredith) .................7
II.1.5. Prinsip Kewirausahaan (Osborne dan Geabler) ...............................7
II.1.6. Ukuran Keberhasilan Kewirausahaan (Siagian) ..............................8
II.1.7. Faktor Penyebab Kegagalan Kewirausahaan
(Thomas W Zimmerer) ...................................................................9
II.2. Pedangang Kaki Lima (PKL) ...............................................................10
II.2.1. Pengertian Pedangan Kaki Lima (PKL) (Bustaman, Buchari Alma,

Damsar ) .......................................................................................10
II.2.2. Ciri – ciri Pedangang Kaki Lima (PKL) (Buchari Alma dan
Wirasardojo)

...............................................................................11

II.2.3. Kerakteristik Pedangan Kaki Lima (PKL)
(Tunjung, Subekti dan Jenny Ernawati) ........................................13
II.2.4. Jenis – jenis Pedangan Kaki Lima (Karafi dalam Umboh) ............13
ii

II.2.5. Penataan Ruang Pedangan Kaki Lima (Mc Gee dan Yeung) ........14
II.3. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

....................................18

II.3.1. Pengertian Usaha Kecil (UU UMKM No. 20 Tahun 2008) ..........18
II.3.2. Tujuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Asas
(UU UMKM No 20 Tahun 2008 Bab II Pasal 3) ........................18
II.3.3. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

(UU UMKM No 20 Tahun 2008 Bab IV Pasal 16) .....................19
II.3.4. Jenis – Jenis UMKM (Haeruman) ..................................................19
II.4. Organisasi Publik dalam Tanggung Jawab Sosial atau Corporate
Social Responsibility (CSR)

...................................................................21

II.4.1. Pengertian Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social
Responsibility (CSR) (Robbins dan Coulter, Kotler dan Nancy,

Forum CSR)

...............................................................................21

II.4.2. Manfaat Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social
Responsibility (CSR) ..................................................................22

II.4.3. Konsep Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social
Responsibility (CSR) (Yulianita : 2008) ......................................23


II.4.4. Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility
(CSR) PT. Telekomunikasi Indonesia, TBk (PT. TELKOM) .......24
Bab III. Penutup ..................................................................................................30
III.1. Kesimpulan ..........................................................................................30
Daftar Pustaka .....................................................................................................31

iii

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi dengan kondisi persaingan di segala bidang yang makin tajam,
pemerintah dituntut untuk mengubah paradigma orientasi lokal menjadi orientasi global
dimana pemerintah selaku pengayom masyarakat diharapkan menata organisasi birokrasinya
dari mindset birokratif ke mindset entrepreneurial. Pemerintah dengan Mindset entrepreurial
ini haruslah berdasarkan prinsip efektifitas, efisiensi dan penajaman fungsi pelayanan
masyarakat agar dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan harapan masyarakat. Disini
pemerintahan yang berjiwa kewirausahaan memberikan pelayanaan terbaiknya dan
memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk berusaha. Bagi pemerintah sendiri

inovasi adalah sesuatu yang masih terasa asing dikarenakan inovasi sendiri lebih sering
dilakukan oleh organisasi swasta. Untuk era globalisasi ini, organisasi publik tidak dapat
hanya melakukan aktivitasnya sesuai dengan kegiatan yang telah lampau tetapi pemerintah
sebagai organisasi publik yang hakekatnya adalah pelayan masyarakat harus memlakukan
perubahan diberbagai bidang yang salah satunya melakukan inovasi. Inovasi tidak hanya
merupakan perubahan didalam organisasi publik saja, tetapi disini innovasi itu harus bisa
memberikan perubahan kepada masyarakat dimana masyarakat disini diarahkan agar dapat
memamfaatkan tantangan menjadi sebuah peluang yang dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat menjadi lebih baik.
Pemerintahan wirausaha (goverment entrepreneurial) adalah pemerintah yang mampu
menghasilkan sebuah kebijakan yang berorientasi terhadap pada masyarakat dengan tekanan
utama bagaimana agar masyarakatnya berpikir strategis, tidak hanya menghasilkan ide – ide
baru tetapi juga harus dapat menjadikan ide tersebut menjadi sebuah kenyataan. Sesuai
dengna data Badan Pusat Statistik dimana Angkatan kerja Indonesia pada Februari 2015
sebanyak 128,3 juta orang, Penduduk bekerja pada Februari 2015 sebanyak 120,8 juta orang,
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2015 sebesar 5,81 persen menurun dibanding
TPT Agustus 2014 (5,94 persen), dan meningkat dibandingkan TPT Februari 2014 (5,70
persen). Besarnya tingkat pengagguran tersebut tidak sebanding dengan ketersediaan
lapangan pekerjaan yang tersedia. Untuk mengatasi permasalah tersebut disini pemerintah
mangajak masyarakat untuk menjalankan kewirausahaan. Serta dukungan pemerintah

terhadap masyarakat yang akan menjadi seorang wirausahan yaitu dengan menerbitkan UU
No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah. Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 40/KMK/No. 6 Tahun 2009 tentang pendanaan kredit usaha mikro,
kecil dan menengah. UU ini ada untuk mengatur tata cara agar masyarakat yang ingin
memulai usaha dapat diarahkan. Pemerintah juga berharap agar masyarakat dapat
menciptakan lapangan pekerjaan dari pada menjadi seorang karyawan yang bekerja pada
orang lain terutama instansi pemerintah. Dan juga mendorong untuk masyarakat yang tidak
bekerja agar mau berusaha dalam berusaha mandiri dengan berwirausaha ketimbang memilih
1

menganggur dan menunggu lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah. Pihak
pemerintah juga tidak dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakaat
karena tinggkat kelulusan dari instansi – instansi pendidikan setiap tahunnya selalu
meningkat ditambah masyarakat yang telah terdahulu lulus dari instansi pendidikan yang
belum juga mendapatkan pekerjaan serta mereka yang tidak memiliki latar belakang
pendidikan. Kalau lah masyarakat memilih untuk menunggu agar pemerintah menyediakan
lapangan pekerjaan bagi mereka, pasti akan membutuhkan waktu yang sangat lama dan
pemerintah juga pasti akan hanya memperkerjakan mereka yang memiliki wawasan,
keterampilan dan pendidikan yang terbaik.
Disisilain salah satu yang diharapkan dalam pengurangan angka pengangguran dan

kemiskinan diindonesia yaitu dengan adanya tanggung jawab social perusahaan yang dalam
hal ini lebih mengarah ke perusahaan atau organisasi public. Dalam UU Perseroan Terbatas
(PT) Nomor 40 Tahun 2007 pasal 1 ayat 3 tentang Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan
adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berlanjut
guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan
sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Dengan adanya tanggung
jawab social ini dimana organisasi public memiliki sebuah komitmen untuk berkontribusi
dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab
social perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antar perhatian terhadap aspek
ekonomi, social, dan lingkungan. Sebagai salah satu perusahaan BUMN PT. Telekomunikasi
Indonesia, Tbk memiliki kewajiaban ikut serta dalam pengembangan aspek ekonomi, social
dan lingkungan. Dengan adanya tanggung jawab social ini diharapakan dapat mengurangi
angka pengangguran dan juga dapat meningkatkan perekonomian di Indonesia.

2

I.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka yang menjadi bahasan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut ini :
1.

2.
3.
4.
5.

Apakah yang dimaksud dengan kewirausahaan?
Apakah yang dimaksud dengan pedangan kaki lima (PKL)?
Apakah yang dimaksud dengan usaha kecil menengah dan makro (UMKM)?
Apakah yang dimaksdu dengan tanggung jawab sosial?
Bagaimana tanggung jawab sosial PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk ?

I.3. Tujuan Makalah
Yang menjadi tujuan dari makalah ini sesuai dengan rumusan masalah diatas adalah
sebagai berikut ini :
1.
2.
3.
4.
5.


Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kewirausahaan.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pedangang kaki lima.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan usaha kecil menengah dan makro
(UMKM)
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial.
Untuk mengetahui tanggung jawab sosial PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.

3

BAB II
DASAR TEORI

II.1. Kewirausahaan
II.1.1. Pengertian Kewirausahaan
Dalam jurnal Strategi Menumbuhkan Wirausaha Kecil Menengah yang Tangguh oleh
Tejo Nurseto (Staf Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta),
pengertian kewirausahaan:
a. Menurut Peggy A. Lambing dan Charles R. Kuel dalam bukunya Entrepreneurship
(1999) adalah tindakan kreatif yang membangun suatu value dari sesuatu yang tidak
ada. Entrepreneurship merupakan proses untuk menangkap dan mewujudkan suatu

peluang terlepas dari sumber daya yang ada, serta membutuhkan keberanian untuk
mengambil risiko yang telah diperhitungkan.
b. Menurut Raymond Kao dalam buku berjudul Defining Entrepreneurship menyatakan
bahwa entrepreneur adalah orang yang menciptakan kemakmuran dan proses
peningkatan nilai tambah melalui inkubasi gagasan, memadukan sumber daya dan
membuat gagasan menjadi kenyataan, dan entrepreneurship (kewirausahaan) adalah
suatu proses melakukan sesuatu yang baru dan berbeda dengan tujuan menciptakan
kemakmuran Bagi individu dan memberi nilai tambah pada masyarakat
c. Menurut Thomas W. Zimmerer dan Norman M. Scharborough (1996)
mengatakan bahwa kewirausahaan adalah suatu usaha untuk menciptakan nilai lewat
pengenalan terhadap peluang bisnis, manajemen mengambil risiko yang cocok dengan
peluang yang ada dan lewat kemampuan komunikasi dan manajemen memobilisasi
manusia, keuangan, dan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk membawa suatu
proyek sampai berhasil.

Dalam jurnalKreativitas dan Inovasi Berpengaruh Terhadap Kewirausahaan Usaha
Kecil oleh Ernani Hadiyati (Fakultas Ekonomi, Universitas Gajayana Malang) pengertian
kewirausahaan:
a. Menurut Yaghoobi, Salarzehi, Aramesh dan Akbari (2010) menyatakan bahwa
wirausahawan adalah orang yang berani membuka kegiatan produktif yang mandiri.
4

b. Menurut Jong and Wennekers (2008) menyatakan bahwa kewirausahaan dapat
didefinisikan sebagai pengambilan risiko untuk menjalankan usaha sendiri dengan
memanfaatkan peluang-peluang untuk menciptakan usaha baru atau dengan
pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola berkembang menjadi besar
dan mandiri dalam menghadapi tantangan-tantangan persaingan.
c. Menurut Baldacchino (2009) menyatakan bahwa kewira-usahaan adalah kemampuan
kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari
peluang menuju sukses.

II.1.2. Tujuan dan Manfaat Kewirausahaan

Dalam jurnal kewirausahaan oleh Silfia Nurul Malinda Sifitika Anggraini,
tujuan dan manfaat kewirausahaan adalah sebagai berikut
a. Tujuan Kewirausahaan
a. Meningkatkan jumlah pengusaha yang berkualitas tinggi.
b. Meningkatkan kemampuan dan daya integritas tinggi untuk para

pengusaha

untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
c.

Mengembangkan kesadaran untuk berwirausaha untuk semua golongan,mulai
dari pelajar atau mahasiswa dan para masyarakat pada umumnya

b. Manfaat Kewirausahaan
Thomas W Zimmerer merumuskan manfaat kewirausahaaan sebagai berikut
a. Untuk memberi peluang dan kebebasan untuk mengendalikan nasib sensidiri.
Dengan memiliki usaha sendiri akan memberikan kebebasan dan peluang bagi
pebisnis

untuk

mencapai

tujuan

hidupnya.

Pebisnis

akan

berusaha

memenangkan hidup mereka dan memungkinkan mereka untuk memanfaatkan
bisnis untuk mewujudkan cita-cita mereka.
b. Untuk memberi peluang melakukan perubahan. Semakin banyak pebisnis yang
memulai usahanya karena mereka dapat menangkap peluang untuk melakukan
berbagai perubahan yang menurut mereka sangat penting. Mungkin dalam hal
penyediaan perumahan yang sederhana, sehat dan layak pakai untuk keluarga
atau mendirikan program daur ulang limbah untuk melestarikan sumber daya
alam yang terbatas. Pebisnis menemukan cara bagaimana mengombinasikan
wujud kepedulian mereka terhadap berbagai masalah sosial dan masalah
ekonomi dengan harapan akan menjalani kehidupan yang lebih baik.
5

c. Memberi peluang untuk mencapai potensi diri sepenuhnya. Banyak sekali
yang menyadari bahwa bekerja di suatu perusahaan kadang membosankan,
kurang menantang dan tidak ada daya tarik. Hal ini tentu tidak berlaku bagi
wirausaha. Bagi mereka tidak banyak perbedaan antara bekerja dan
menyalurkan hobi atau bermain, baik keduanya sama saja. Bisnis-bisnis yang
mereka miliki merupakan alat aktualisasi diri. Keberhasilan yang mereka dapat
merupakan sesuatu yang ditentukan oleh kreativitas, inovasi, sikap antusias
dan visi mereka sendiri. Seseorang yang memiliki usaha atau perusahaan
sendiri pada dasarnya memberikan kekuasaan kepadanya, kebangkitan
spiritual dan membuat dia mampu mengikuti minat atau hobinya sendiri.
d. Memiliki peluang untuk meraih keuntungan seoptimal mungkin. Walaupun
pada tahap awal uang bukan daya tarik bagi wirausaha, namun keuntungan
yang didapat dari berwirausaha merupakan sumber motivasi yang penting bagi
seseorang untuk membuat usaha sendiri. Kebanyakan dari para pebisnis tidak
memiliki keinginan untuk menjadi kaya raya, tetapi banyak diantara mereka
yang memang menjadi berkecukupan .
e. Memiliki peluang untuk berperan aktif dalam masyarakat dan mendapatkan
pengakuan atas usahanya. Penguasa kecil atau pemilik usaha kecil seringkali
merupakan warga masyarakat yang paling dihormati danpaling dipercaya. Ciri
dari pengusaha kecil adalah kesepakatan bisnis berdasarkan kepercayaan dan
saling menghormati. Pemeilik uasaha menyukai kepercayaan dan pengakuan
yang diterima dari pelanggan yang telah mereka layani denagn setia selam
bertahun – tahun. Peran yang dimainkan dalam sistem bisnis di lingkungan
setempat serta kesadaran bahwa kerja memiliki dampak nyata dalam
melancarkan fungsi sosial dan ekonomi nasional merupakan imbalan
f. Memiliki peluang untuk melakukan sesuatu yang disukai danmenumbuhkan
rasa senang dalam mengerjakannya. Hal ini yang diraskan oleh pengusaha
kecil atau pemilik perusahaan kecil, bahwa kegiatan usaha mereka
sesungguhnya bagi mereka bukanlah kerja. Kebanyakan dari para wirausaha
yang berhasil, mereka memilih untuk masuk dalam bisnis tertentu karena
meraka tertarik dan menyukai bisnis tersebut. Jadi pada intinya mereka
menyalurkan hobi atau kegemaran mereka menjadi pekerjaan, sehingga
mereka senang melakukannya. Wirausaha seharusnya mengikuti nasehat

6

Harvey Mckey yaitu carilah dan dirikan usaha yang anda sukai dan anda tidak
akan pernah merasa terpaksa harus bekerja sehari saja dalam kehidupan anda.

II.1.3. Indikator Kewirausahan

Dalam jurnal Perbedaan Jenis Kelamin Terhadap Minat Berwirausaha Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Surabaya oleh NOVITA DAMAYANTI
indikator kewirausahaan Menurut Alma (2013: 42) pengukuran minat wirausaha dapat
dilakukan dengan menggunakan 25 indikator dalam skala pengukuran minat berwirausaha,
yaitu : yakin pada diri sendiri, optimis, kepemimpinan, fleksibilitas, bisa mengelola uang,
imajinasi, bisa merencana, sabar, tegas, semangat, tanggung jawab, kerja keras, dorongan
mencapai sesuatu, integritas, percaya diri, realisme, organisasi, ketepatan, ketenangan,
memperhitungkan resiko, kesehatan fisik, komunikasi dengan orang lain, kebebasan, bisa
bergaul, dan membuat keputusan.

II.1.4. Ciri dan Watak Kewirausahaan

Dalam jurnal Kewirausahaan oleh Silfia Nurul Malinda Sifitika Anggraini,
Seorang Wirausaha yang handal dan mampu menjalankan roda perusahaan yang ia milih
harus mempunyai kharakteristik yang tertentu mulai dari sikap dan perilaku.Sikap dan
Perilaku sangat dipengaruhi oleh sifat dan watak yang dimiliki oleh seseorang. Sifat dan
watak yang baik, berorientasi pada kemajuan dan positif merupakan sifat dan watak yang
dibutuhkan oleh seorang wirausahawan agar wirausahawan tersebut dapat maju/sukses.

Gooffrey G. Meredith (1996; 5-6) mengemungkakan ciri-ciri dan watak
kewirausahaan seperti berikut :
Ciri-ciri

Watak

Percaya Diri.

Keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme.
Kebutuhan akan prestasi, berorientasi pada laba,
memiliki ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad

Berorientasikan tugas dan

yang kuat, suka bekerja keras, energik dan emiliki

hasil.

inisiatif.

Pengambil Resiko.

Memiliki kemampuan mengambil resiko dan suka
7

pada tantangan.
Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul
dengan orang lain dan suka terhadap saran dan kritik
Kepemimpinan.

yang membangun.
Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel,

Keorisinilan.

serba bisa dan memiliki jaringan bisnis yang luas.
Persepsi dan memiliki cara pandang cara pikir yang

Berorientasi ke masa depan.

berorientasi pada masa depan.
Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan

Jujur dan tekun.

Kerja.

II.1.5. Prinsip Kewirausahaan

Menurut Osborne dan Gaebler (1992) dalam upaya mentransformasikan sektor
publik (birokrasi pemerintah), jiwa wirausaha dapat diterapkan melalui sepuluh prinsip yaitu :
1. Pemerintahan katalis. Mengarahkan ketimbang mengayuh.
2. Pemerintahan milik masyarakat. Memberi wewenang ketimbang melayani.
3. Pemerintahan yang kompetitif. Menyuntikan persaingan ke dalam pemberian
pelayanan.
4. Pemerintahan yang digerakkan oleh suatu misi. Mengubah organisasi yang
digerakan oleh aturan.
5. Pemerintahan yang berorientasi hasil. Membiayai hasil bukan masukan.
6. Pemerintahan yang berorientasi pelanggan. Memenuhi kebutuhan pelanggan,
bukan birokrasi.
7. Pemerintahan wirausaha. Menghasilkan ketimbang membelanjakan.
8. Pemerintahan antisipatif. Mencegah daripada mengobati.
9. Pemerintahan desntralisasi.
10. Pemerintahan berorientasi pasar. Mendongkrak perubahan melalui pasar.

II.1.6. Ukuran Keberhasilan kewirausahaan
Wirausaha yang berhasil dapat dilihat dari beberapa tolak ukur sebagai berikut
(Siagian) dalam jurnal Model penciptaan Wirausaha Mandiri oleh Sadeli yaitu
1. Kelangsungan hidup perusahaan
8

Keberhasilann wirausaha dapat dilihat seberapa lama usaha yang didirikannya mampu
bertahan dan berkembang. Kelemahan sering muncul dari banyak pengusaha pemula
adalah ingin cepat menikmati hasil jerih payahnya (Eko Tela-tela)
2. Penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya
3. Meningkatkan kesejahteraan
Dengan keterlibatan banyak orang yang mampu meningkatkan pendapatan jelas akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Meningkatkan kualitas hidup para pemakai produk
5. Memperbaiki kualitas lingkungan dari lokasi usahanya

II.1.7. Faktor Penyebab Kegagalan Wirausaha
Dalam jurnal Model Penciptaan Wirausaha Mandiri oleh Sadeli , yang
menjadi faktor kegagalan wirausaha menurut Zimmerer adalah sebagai berikut :
1. Tidak kompeten dalam menajerial tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan
dan pengetahuan mengelola usaha merupakan faktor utama yanng membuat
perusahaan kurang berhasil.
2. Kurang pengalaman baik dalam kemampuan memvisualisasikan usaha, kemampuan
mengkoordinasikan, keterampilan mengelola sumber daya manusia, maupun
kemampuan mengintregrasikan operasi perusahaan
3. Kurang dapat mengendalikan keuangan. Banyak kegagalan wirausaha baru, terutama
pengusaha – pengusaha kecil gagal karena tidak mampu membedakan mana uang
perusahaan dan mana uang keluarga. Pencanpuradukan dana yang dimiliki ini
menyebabkan pemilik akan kesulitan untuk memantau kemajuan perusahaan yang
dikelola. Terkadang “nafsu” untuk membelanjakan uang yang dimiliki yang notabene
dana perusahaan, jelas akan menggerogoti kesehatan keuangan perusahaan.
4. Gagal dalam perencanaan.
5. Lokasi yang kurang memadai.
6. Kurangnya pengawasan peralatan
7. Sikap yang kurang sungguh – sungguh dalam berusaha
8. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan.

9

II.2.Pedagang Kaki Lima (PKL)
II.2.1 Pengertian Pedagang Kaki Lima

Dalam Jurnal Analisis Pengaruh Motivasi, Kemampuan, Manajerial, Kompetensi,
Dan Lingkungan Terhadap Kinerja Usaha Pedagang Kaki Lima Di Bekas Oleh Wisda
Apriana (Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma), pengertian
pedagang kaki lima Menurut (Buchari alma,2011) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
pedagang kaki lima ialah orang (pedagang - pedagang) golongan ekonomi lemah, yang
berjualan barang kebutuhan sehari -hari, makanan atau jasa dengan modal yang relatif kecil,
modal sendiri atau modal orang lain, baik berjualan di tempat terlarang ataupun tidak. Istilah
kaki lima diambil dari tempat di tepi jalan yang lebarnya lima kaki (5 feet). Tempat ini
umumnya terletak ditrotoar, depan toko dan tepi jalan.
Sedangkan dalam jurnal Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan
Lokasi Usaha Pedagang Kaki Lima Di Pantai Penimbangan Kecamatan Buleleng, Kabupaten
Buleleng oleh I Wayan Sastrawan (Jurusan Pendidikan Ekonomi, Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja, Indonesia) pengertian pedagang kaki lima adalah sebagai berikut
1) Menurut Bustaman (2003: 120) PKL adalah pedagang yang berada di luar pasar, yang
berdagang dengan resmi oleh ijin dinas pasar yang keberadaannya

sangat

memprihatinkan sehingga dapat mengakibatkan kemacetan lalu lintas.
2) Menurut Buchari Alma (2005: 141), PKL ialah setiap orang yang melakukan kegiatan
usaha dengan maksud memperoleh penghasilan yang sah, dilakukan secara tidak tetap,
dengan kemampuan terbatas, berlokasi di tempat atau pusat-pusat konsumen, tidak
memiliki ijin usaha.
3) Menurut Damsar (2002: 231) PKL adalah mereka yang sering berdagang di suatu pasar
yang dianggap strategis untuk berdagang dan pedagang jenis ini cendrung akan selalu
berpindah – pindah tempat untuk melakukan dagang. Dalam perkembangan selanjutnya
PKL ini menjadi semakin luas, tidak hanya pedagang yang menempati trotoar atau
sepanjang bahu jalan saja.
PKL adalah pedagang yang memiliki modal dan omset yang kecil dengan latar
pendidikan yang rendah, cenderung menempati ruang publik (bahu jalan, taman, trotoar)
untuk berdagang, usia mereka umumnya berada pada usia produktif dan meskipun berjualan

10

di lokasi yang tidak resmi mereka juga dikenai pungutan atau retribusi meskipun sifatnya
tidak resmi (suka rela).
Pada Pasal 1 Peraturan Mentri Dalam Negeri Republik Indonesi Nomor 41 Tahun
2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan PKL adalah sebagai berikut.
1) Pedagang kali lima, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang
melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usahabergerak maupun
tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan
dan bangunan milik pemerintah dan atau swasta yang bersifat sementara atau tidak
menetap.
2) Penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui
penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan
penghapusan

lokasiPKL

dengan

memperhatikankepentingan

umum,

sosial,

estetika,kesehatan, ekonomi, keamanan,ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai
dengan peraturan perundang – undangan.
3) ) Pemberdayaan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim
usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan
berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya.
4) Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada di lahan dan
atau bangunan milik pemerintah daerah atau swasta.
5) Lokasi binaan adalah lokasi yang telah ditetapkan peruntukannya bagi PKL yang
diatur oleh pemerintah daerah, baik bersifat permanen maupun sementara.
6) Tanda Daftar Usaha, yang selanjutnya disebut TDU, adalah surat yang dikeluarkan
oleh pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti pendaftaran usaha.
II.2.2. Ciri – ciri Pedangan Kaki Lima (PKL)
Dalam Jurnal

Analisis Pengaruh Motivasi, Kemampuan, Manajerial,

Kompetensi, Dan Lingkungan Terhadap Kinerja Usaha Pedagang Kaki Lima Di Bekas
Oleh Wisda Apriana (Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma),
ciri – ciri pedangan kaki lima ( Buchari Alma, 2011) adalah sebagai berikut :
1) Kegiatan usaha, tidak terorganisir secara baik.
2) Tidak memiliki surat izin usaha.
11

3) Tidak teratur dalam kegiatan usaha, baik ditinjau dari tempat usaha maupun jam kerja.
4) Bergerombol di trotoar, atau tepi -tepi jalan protokol, di pusat -pusat di mana banyak
orang ramai.
5) Menjajakan barang dagangannya sambil beteriak, kadang -kadang berlari mendekati
konsumen.
Sedangkan dalam jurnal Pengaruh Akses Permodalan, Pengelolaan Bisnis Terhadap
Pemberdayaan Usaha Pedagang Kaki Lima Dengan Peran Pemerintah Daerah Sebagai
Variabel Intervening (Kasus Pkl Di Kabupaten Kebumen) oleh Sigit Wibawanto, Se.,
MmHendrawan Prasetyo, S.Sos. ciri – ciri pedagang kaki lima Menurut Wirosardjono (1985)
pengertian pedagang kaki lima adalah kegiatan sektor marginal (kecil-kecilan) yang
mempunyai ciri sebagai berikut:
a) Pola

kegiatan tidak

teratur

baik

dalam hal

waktu, permodalan

maupun

penerimaannya.
b) Tidak tersentuh oleh peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
oleh pemerintah (sehingga kegiatannya sering dikategorikan liar ).
c) Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan
dasar hitung harian.
d) Pendapatan mereka rendah dan tidak menentu
e) Tidak mempunyai tempat yang tetap dan atau keterikatan dengan usaha-usaha yang
lain.
f) Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpenghasilan
rendah.
g) Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus sehingga secara luas dapat
menyerap bermacam-macam tingkatan tenaga kerja.
h) Umumnya tiap-tiap satuan usaha yang mempekerjakan tenaga yang sedikit dan dari
lingkungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama.
i) Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan dan sebagainya.
j) Sebagai saluran arus barang dan jasa, pedagang kaki lima merupakan mata rantai
akhir sebelum mencapai konsumen dari satu mata rantai yang panjang dari sumber
utamanya yaitu produsennya(Ramli, 1984).

12

II.2.3.Karakteristik Pedangan Kaki Lima
Mengenai Karekteristik PKL dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Karakteristik PKL berdasarkan cara melakukan kegiatan :
Menurut Jenny Ernawati, Tunjung, Subekti (1995) berdasarkan cara melakukan
kegiatannya, kegiatan PKL dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu (1) Pedagang
Kaki Lima Menetap.(2) Pedagang Kaki Lima Berpindah. (3) Pedagang Kaki Lima
Berkeliling.
b. Karakteristik PKL berdasarkan sarana jual yang dipergunakan :
Menurut Jenny Ernawati, Tunjung, Subekti (1995) ditinjau dari alat atau sarana yang
dipakai,kegiatan PKL dapat dibagi menjadi lima tipe dasar, yaitu (1) Hamparan di
lantai. (2) Pikulan.(3) Meja. (4) Kios. (5) Kereta dorong.
II.2.4 Jenis – Jenis Pedangan Kaki Lima
Berdasarkan barang atau jasa yang diperdagangkan, menurut Karafi dalam Umboh
(1990), pedagang kaki lima dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Pedagang minuman;
2) Pedagang makanan;
3) Pedagang buahbuahan;
4) Pedagang sayur-sayuran;
5) Pedagang daging dan ikan;
6) Pedagang rokok dan obat-obatan;
7) Pedagang buku, majalah dan surat kabar;
8) Pedagang tekstil dan pakaian;
9) Pedagang kelontong;
10) Pedagang loak;
11) Pedagang onderdil kendaraan, bensin dan minyak tanah;
12) Pedagang ayam, kambing, burung dan
13) Pedagang beras serta;
14) Penjual jasa.

13

II.2.5. Penataan Ruang Kaki Lima
Menurut Mc Gee dan Yeung (1977:76) pola ruang aktivitas PKL sangat dipengaruhi
oleh aktivitas sek-tor formal dalam menjaring konsumennya. Lokasi PKL sangat dipengaruhi
oleh hubungan langsung dan tidak langsung dengan berbagai kegiatan formal dan kegiatan
informal atau hubungan PKL dengan konsumennya. Untuk dapat mengenali penataan ru-ang
kegiatan PKL, maka harus mengenal aktivitas PKL melalui pola penyebaran, pemanfaatn
ruang berdasarkan waktu berdagang dan jenis dagangan serta sarana berdagang.
Komponen penataan ruang sektor informal, antara lain meliputi :
1. Lokasi
Berdasarkan hasil studi oleh Ir. Goenadi Malang Joedo (1997: 6-3), penentuan lokasi
yang dimi-nati oleh sektor informal atau pedagang kaki lima adalah sebagai berikut :
a) Terdapat akumulasi orang yang melakukan kegiatan bersama-sama pada waktu yang
relatif sama, sepanjang hari.
b) Berada pada kawasan tertentu yang merupa-kan pusat-pusat kegiatan perekonomi
kota dan pusat non ekonomi perkotaan, tetapi sering dikunjungi dalam jumlah besar
c) Mempunyai kemudahan untuk terjadi hubu-ngan antara pedagang kaki lima dengan
ca-lon pembeli, walaupun dilakukan dalam ruang relatif sempit
d) Tidak memerlukan ketersediaan fasilitas dan utilitas pelayanan umum.
Mc.Gee dan Yeung (1977:108) menyatakan bah-wa PKL beraglomerasi pada simpulsimpul pada jalur pejalan yang lebar dan tempat-tempat yang sering dikunjungi orang dalam
jumlah besar yang dekat dengan pasar publik, terminal, daerah komersial.
2. Waktu berdagang
Menurut McGee dan Yeung (1977:76) dari pene-litian di kota-kota di Asia Tenggara
menunjuk-kan bahwa pola aktivitas PKL menyesuaikan terhadap irama dari ciri kehidupan
masyarakat sehari-hari. Penentuan periode waktu kegiatan PKL didasarkan pula atau sesuai
dengan perilaku kegiatan formal. Dimana perilaku kegiatan ke-duanya cenderung sejalan,
walaupun pada saattertentu kaitan aktivitas keduanya lemah atau tidak ada hubungan
langsung antara keduanya.

14

3. Sarana fisik perdagangan dan jenis dagangan
Sarana fisik perdagangan dan jenis dagangan menurut Mc Gee dan Yeung (1977:8283) sangat dipengaruhi oleh sifat pelayanan PKL.
A. Jenis Dagangan (McGee dan Yeung; 1977: 69).
a) Makanan dan minuman, terdiri dari pedagang yang berjualan makanan dan minuman
yang telah dimasak dan langsung disajikan ditempat maupun dibawa pulang. Hasil
analisis di be-berapa kota-kota di Asia Tenggara me-nunjukkan bahwa penyebaran
fisik PKL ini biasanya mengelompok dan homo-gen dengan kelompok mereka.
Lokasi penyebarannya

di tempat-tempat

strate-gis seperti di

perdagangan,

perkantoran, tempat rekreasi/hiburan, sekolah, ruang terbuka/taman, persimpangan
jalan uta-ma menuju perumahan/diujung jalan tempat keramaian.
b) Pakaian/tekstil/mainan anak/kelontong, pola pengelompokan komoditas ini cenderung berbaur aneka ragam dengan ko-moditas lain. Pola penyebarannya sama
dengan pola penyebaran pada makanan dan minuman.
c) Buah-buahan, jenis buah yang diperda-gangkan berupa buah-buah segar. Ko-moditas
perdagangkan cenderung beru-bah-ubah sesuai dengan musim buah. Pengelompokkan
komoditas cenderung berbaur dengan jenis komoditas lain-nya. Pola sebarannya
berlokasi pada pusat keramaian.
d) Rokok/obat-obatan, biasanya pedagang yang menjual rokok juga berjualan ma-kanan
ringan, obat, permen. Jenis ko-moditas ini cenderung menetap. Lokasi sebarannya di
pusat-pusat keramaian atau dekat dengan kegiatan-kegiatan sektor formal.
e) Barang cetakan, jenis dagangan adalah majalah, koran, dan buku bacaan. Pola
pengelompokkannya berbaur dengan je-nis komoditas lainnya. Pola penyebar-annya
pada lokasi strategis di pusat-pusat keramaian. Jenis komoditas yang diperdagangkan
relatif tetap.
f) Jasa perorangan, terdiri dari tukang membuat kunci, reparasi jam, tukang
gravier/stempel/cap, tukang pembuat pigura. Pola penyebarannya pada lokasi pusat
pertokoan. Pola pengelompokan-nya membaur dengan komoditas lain-nya.
B. Sarana fisik pedagang kaki lima
a) Berdasarkan hasil dari penelitian oleh Waworoentoe (1973:24) sarana fisik
perdagangan pedagang kaki lima dapat dikelompokkan sebagai berikut :
15

b) Pikulan/Keranjang, bentuk sarana ini digunakan oleh para pedagang yang keliling
(mobile hawkers) atau semi menetap (semi static). Bentuk ini di-maksudkan agar
barang dagangan mu-dah untuk dibawa berpindah-pindah tempat.
c) Gelaran/alas, pedagang menjajakan ba-rang dagangannya diatas kain, tikar, dan lainlain. Bentuk sarana ini didikate-gorikan PKL yang semi menetap (semi static).
d) Jongko/meja, bentuk sarana berdagang yang menggunakan meja/jongko dan beratap
atau tidak beratap. Sarana ini dikategorikan jenis PKL yang menetap.
e) Gerobak/kereta dorong, bentuk sarana terdapat dua jenis, yaitu beratap dan tidak
beratap. Sarana ini dikategorikan jenis PKL yang menetap dan tidak menetap.
Biasanya untuk menjajakan makanan dan minuman,rokok.
f) Warung semi permanen, terdiri dari beberapa gerobak yang diatur bereret yang
dilengkapi dengan meja dan bangku-bangku panjang. Bentuk sarana ini beratap dari
bahan terpal atau plastik yang tidak tembus air. PKL dengan bentuk sarana ini
dikategorikan PKL menetap dan biasanya berjualan maka-nan dan minuman.
g) Kios, pedagang yang menggunakan bentuk sarana ini dikategorikan peda-gang yang
menetap, karena secara fisik jenis ini tidak dapat dipindahkan. Bia-sanya merupakan
bangunan semi per-manen yang dibuat dari papan.
h) Masing-masing jenis bentuk sarana ber-dagang, memiliki ukuran yang berbeda-beda,
sehingga berbeda pula ukuran ruang yang diperlukan. Besaran ruang mempe-ngaruhi
dalam pengaturan dan penataan ruang untuk PKL.
4. Pola penyebaran PKL dan Pola Pelayanan PKL
A. Pola penyebaran
a) Menurut Mc Gee dan Yeung (1977:76) pola penyebaran PKL dipengaruhi oleh
aglomerasi dan aksesibilitas.
b) Aglomerasi, aktivitas PKL selalu akan memanfaatkan aktivitas-aktivitas di sek tor
formal dan biasanya pusat-pusat perbelanjaan menjadi salah satu daya tarik lokasi
sektor informal untuk me-narik konsumennya. Adapun cara PKL menarik konsumen
dengan cara ver-jualan berkelompok (aglomerasi). Para PKL cenderung melakukan
kerjasanadengan pedagang PKL lainnya yang sa-ma jenis dagangannya atau saling
mendukung seperti penjual makanan dan minuman. Pengelompokan PKL ju-ga
merupakan salah satu daya tarik bagi konsumen, karena mereka dapat bebas memilih
barang atau jasa yang diminati konsumen.

16

c) Aksesibilitas, para PKL lebih suka ber-lokasi di sepanjang pinggir jalan utama dan
tempat-tempat yang sering dilalui pejalan kaki
d) Menurut Mc.Gee dan Yeung (1977:37-38), pola penyebaran aktivitas PKL, ada dua
kategori, yaitu:
e) Pola penyebaran PKL secara menge-lompok (focus aglomeration), biasa ter-jadi pada
mulut jalan, disekitar ping-giran pasar umum atau ruang terbuka. Pengelompokkan ini
terjadi merupakan suatu pemusatan atau pengelompokan pedagang yang memiliki
sifat sama / berkaitan. Pengelompokan pedagang yang sejenis dan saling mempunyai
kai-tan, akan menguntungkan pedagang, karena mempunyai daya tarik besar terhadap calon pembeli. Aktivitas peda-gang dengan pola ini dijumpai pada ruang-ruang
terbuka (taman, lapangan, dan lainnya). Biasanya dijumpai pada para pedagang
makanan dan minuman.
f) Pola penyebaran memanjang (linier aglomeration), pola penyebaran ini dipengaruhi
oleh

pola

jaringan

jalan.

Pola

penyebaran

memanjang

ini

terjadi

di

sepanjang/pinggiran jalan utama atau jalan penghubung. Pola ini terjadi ber-dasarkan
pertimbangan kemudahan pencapaian, sehingga mempunyai ke-sempatan besar untuk
mendapatkan konsumen. Jenis komoditi yang biasa diperdagangkan adalah sandang /
paka-ian, kelontong, jasa reparasi, buah-buahan, rokok/obat-obatan, dan lain-lain.
B. Pola Pelayanan PKL
Menurut Mc Gee dan Yeung (1977:82-83) sifat pelayan PKL digolongkan menjadi :
a) Unit PKL tidak menetap,
Unit ini ditunjukkan oleh sarana fisik perdagangan yang mudah dibawa, atau dengan
kata lain ciri utama dari unit ini adalah PKL yang berjualan bergerak dari satu tempat
ke tempat lain. Biasa-nya bentuk sarana fisik perdagangan berupa kereta dorong,
pikulan / keran-jang.
b) Unit PKL setengah menetap
Ciri utama unit ini adalah PKL yang pada periode tertentu menetap pada suatu lokasi
kemudian bergerak setelahwaktu berjualan selesai (pada sore hari atau malam hari).
Sarana fisik ber-dagang berupa kios beroda, jongko atau roda/kereta beratap.
c) Unit PKL menetap
Ciri utama unit ini adalah PKL yang berjualan menetap pada suatu tempat tertentu
dengan sarana fisik berdagang berupa kios.

17

II.3.Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
II.3.1. Pengertian Usaha Kecil
Dalam jurnal Kreativitas dan Inovasi Berpengaruh Terhadap Kewirausahaan usaha
kecil oleh Ernani Hadiyati, pegertian Usaha Mikro, kecil dan Menengah di jelaskan dalam
UU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) No. 20 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang per-orangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan me-rupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.
II.3.2. Tujuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Tujuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menurut UU Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) No. 20 Tahun 2008 Bab II pasal 3 adalah sebagai Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah bertujuan menumbuhkan danmengembangkan usahanya dalam rangka
membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
II.3.2. Asas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Asas Usaha Mikro, kecil dan Menengah UU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) No. 20 Tahun 2008 Babb II Pasal 2 adalah sebagai berikut
a. kekeluargaan;
b. demokrasi ekonomi;
c. kebersamaan;
18

d. efisiensi berkeadilan;
e. berkelanjutan;
f. berwawasan lingkungan;
g. kemandirian;
h. keseimbangan kemajuan; dan
i. kesatuan ekonomi nasional
II..3.3. Kriteria Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Berdasarkan UU Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) No. 20 Tahun 2008 pada
Bab IV pasal 16 menetapkan kriteria UMKM sebagai berikut:
1. Kriteria Usaha mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (Lima Puluh Juta
Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau;
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,- (Tiga Ratus
Juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: me-miliki kekayaan bersih lebih dari Rp
50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah) sampai paling banyak Rp 500.000.000,- (Lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki
hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah) samapi
dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,- (Dua miliar lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp.10.000.000,-(sepuluhmilyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,- (Dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,(Lima puluh milyar rupiah).
II.3.4. Jenis – Jenis UMKM
Secara garis besar jenis usaha UMKM dikelompokan menjadi:
1. Usaha Perdagangan


Keagenan: agen Koran/majalah, sepatu, pakaian, dan lain-lain; Pengecer: minyak,
kebutuhan pokok, buah-buahan, dan lain-lain;
19



Ekspor/Impor: produk lokal dan internasional; sektor Informal: pengumpul barang
bekas, pedagang kaki lima, dan lain-lain

2. Usaha Pertanian





Meliputi Perkebunan: pembibitan dan kebun buah-buahan, sayur- sayuran, dan lainlain;
Peternakan: ternak ayam petelur, susu sapi, dan
Perikanan: darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain.

3. Usaha Industri




Industri makanan/minuman;
Pertambangan; Pengrajin; Konveksi dan lain–lain.

4. Usaha Jasa








Jasa Konsultan; Perbengkelan;
Restoran; Jasa Konstruksi; Jasa
Transportasi, Jasa Telekomunikasi;
Jasa Pendidikan, dan lain-lain.

II.3.5. Tantangan UMKM
Menurut Haeruman (2000), tantangan bagi dunia usaha, terutama pengembangan
UKM, mencakup aspek yang luas, antara lain :
1. Peningkatan kualitas SDM dalam hal kemampuan manajemen, organisasi dan
teknologi,
2. Kompetensi kewirausahaan,
3. Akses yang lebih luas terhadap permodalan,
4. Informasi pasar yang transparan,
5. Faktor input produksi lainnya, dan
6. Iklim usaha yang sehat yang mendukung inovasi, kewirausahaan dan praktek bisnis
serta persaingan yang sehat.
Penggolongan lain permasalahan yang sering dihadapi UKM dapat diperinci sebagai
berikut :

20

1. Permasalahan di bidang Manajemen/ SDM, berkaitan dengan tingkat pendidikan yang
rendah, motivasi rendah, penguasaan teknologi,
2. Permasalahan di bidang Produksi, meliputi sejak bahan baku, proses produksi,
maupun ketika output (hasil produksi).
3. Permasalahan Pasar atau pemasarannya, meliputi keterbatasanpasar, distribusi
maupun luas pasar yang dituju.
4. Permasalahan Keuangan, berkaitan dengan keterbatasan modal, sulit mencari
tambahan modal dan juga keterbatasan dalam administrasi pembukuan/keuangan.
5. Permasalahan iklim usaha yang kurang kondusif, berkaitan dengan peran pemerintah,
regulasi dan sebagainya.
Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dalam upaya pengembangan wirausaha
(pengusaha UKM) yang tangguh adalah pemilihan dan penetapan strategi (program) untuk
dua kondisi yang berbeda. Kondisi yang dimaksud adalah:
(1) mengembangkan pengusaha yang sudah ada supaya menjadi tangguh, atau
(2) mengembangkan wirausaha baru yang tangguh. Strategi (program) pengembangan
untuk kedua kondisi tersebut haruslah berbeda (spesifik).
Bahkan strategi pengembangan untuk pengusaha yang sudah ada pun tidak dapat
dilakukan dengan penyeragaman. Diperlukan suatu studi yang matang dan mendalam
(diagnosis) untuk mengetahui apa sebenarnya permasalahan yang dihadapi oleh UKM yang
akan dibina. Tanpa studi dan perencanaan yang matang, maka usaha program pengembangan
(meski dengan niat yang baik) akan menemui banyak kendala, misalnya :
(1) salah sasaran,
(2) sia-sia (mubazir), dan
(3) banyak manipulasi dalam implementasinya.

II.4. Organisasi Publik Dalam Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility
(CSR)
II.4.1. Pengertian Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR)

21

Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) (Nursaid, 2006) adalah tanggung
jawab moral suatu organisasi bisnis terhadapa kelompok yang menjad stakeholder-nya yang
terkena pengaruh baik langsung maupun tidak tidak langsung dari operasi perusahaan.
Menurut Robbins dan Coulter (2004), tanggung jawab social perusahaan adalah
kewajiabn perusahaan bisnis yang dituntut oleh hokum dan pertimbangan ekonomi untuk
mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Menurut Kotler dan Nancy (2005), Corporate Social Responsibility (CSR) adalah
komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktek bisnis
yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan.
Social Responsibility (CSR) forum mendefenisikan bahawa Corporate Social
Responsibility (CSR) sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta
berdasarkan pada nilai – nilai moral dan menjungjung tinggi rasa hormat kepada karyawan,
komunitas dan lingkungan (Wibinoso, 2007). Jadi, menurut para ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab social adalah
komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang terhadap suatu issue
tertentu dimasyarakat atau lingkungan untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik.
Dari defenisi Corporate Social Responsibility (CSR) diatas bahwa dapat disimpulkan
bahwa terdapat 5 pilar yang mencakup CSR yaitu :
1. Pengembangan kapasitas SDM di lingkungan internal perusahaan maupun
lingkungan masyarakat sekitarnya.
2. Penguatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan kerja perusahaan.
3. Pemeliharaan hubungan relasional antara korporasi dan lingkungan sosialnya yang
tidak dikelola dengan baik sering mengundang kerentanan konflik.
4. Perbaikan tata kelola perusahaan yang baik.
5. Pelestarian lingkungan, baik lingkungan fisik, social serta budaya.tian Tanggung
Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR)
II.4.2. Manfaat Tanggung jawab Sosial atau Corpotare Social Responsibility (CSR)
Komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi melalui
tanggung jawab social perusahaan dan menitik beratkan pada keseimbnagan terhadap aspek
ekonomi,social dan lingkungan memiliki manfaat sebagai berikut
22

1.

Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) bagi masyarakat
a.

Meningkatnya

kesejahteraan

masyarakat

sekitar

dan

kelestarian

lingkungan
b.

Adanya beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut

c.

Meningkatkan pemeliharaan fasilitas umum

d.

Adanya pembangunan desa/ fasilitas masyarakat bersifat social dan
berguna untuk masyarakat banyak khususnya masyarakat yang berada
disekitar perusahaan tersebut berada.

2.

Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) bagi perusahaan
a.

Meningkatkan citra perusahaan

b.

Mengembangkan kerja sama denga perusahaan lain

c.

Memperkuat brand merk perusahaan dimata masyarakat

d.

Membedakan perusahaan tersebut dengan para pesaingnya

e.

Memberikan inovasi bagi perusahaan.

II.4.3. Konsep Tanggung jawab Sosial atau Corpotare Social Responsibility (CSR)
Dalam jurnal ‘’Dampak Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) PT.
TELKOM Terhadap Kemampuan Masyarakat Dalam Mengakses Sumber Daya Di Kawasan
Punclut Bandung’’ Oleh Nurantono Setyo Saputro, bahwa Yulianita (2008) berpendapat
bahwa kegiatan CSR dilakukan untuk dapat merespon keadaan social yang terjadi
dilingkungan sekitar yang menjadi sasaran saja tapi juga perusahaan tersebut akan menerima
manfaat atas kegiatan yang mereka lakukan tersebut khususnya dalam penciptaan,
peningkatan, dan pemeliharaan citra perusahaan di mata masyarakat.
Pada dasarnya program CSR dari suatu perusahaan dapat dikategorikan dalam tiga
bentuk seperti berikut (Famiola dan Rudito, 2007)
1. Publik Relations
Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepda komunitas tentang kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan yang biasanya berbentuk kampanye yang tidak terkait sama sekali
dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaanyang bersangkutan. Bentuk ini lebih
ditekankan pada penanaman persepsi tentang perusahaan dengan mengadakan kegiatan –
kegiatan social maka akan tertanam dalam image masyarakat bahwa perusahaan tersebut
banyak melakukan kegiatan social hingga masyarakat atau komunitas tidak mengetahui
23

produk apa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Atau dapat juga terjadi sebaliknya
dimana masyarakat/komunitas mengetahui dari perusahaan tersebut akan tetapi masyarakat
/kominitas mengetahui bahwa perusahaan selalu menyisihkan sebagian dari keuntungannya
untuk kegiatan social.
2. Strategi Defensif
Usaha yang dilakukan oleh perusahaan yang bertujuan untuk menangkis anggapan negative
masyarakat/komunitas luas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perusahaan. Kegiatan
CSR yang dilakukan perusahaan merupakan bentuk perlawanan
negative

terhada