PERTUMBUHAN EMBRIO KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR IN-VITRO.

PERTUMBUHAN EMBRIO KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA
BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR IN-VITRO

SKRIPSI

Oleh :

SILTA RESLITA BR GINTING
0925010003

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

PERTUMBUHAN EMBRIO KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA
BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR IN-VITRO


SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Program Studi Agroteknologi

Oleh :

SILTA RESLITA BR GINTING
0925010003

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


PERTUMBUHAN EMBRIO KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA
BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR IN-VITRO
Disusun oleh :
SILTA RESLITA BR GINTING
NPM : 0925010003
Telah Ujian dan Diterima
Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada tanggal ......-...............-.......

Telah disetujui oleh :
Pembimbing :
1. Pembimbing Utama

Tim Penguji :
1. Ketua

Dr. Ir. Sukendah, MSc.


Dr. Ir. Sukendah, MSc.

2. Pembimbing Pendamping

2. Sekertaris

Dr. Ir. Pangesti Nugrahani, MSi.

Dr. Ir. Pangesti Nugrahani, MSi.
3. Anggota

Ir. Penta Suryaminasih, MP.
4. Anggota

Ir. Yonny Koentjoro, MM.

Mengetahui :
DEKAN
FAKULTAS PERTANIAN


KETUA PROGRAM STUDI
AGROTEKNOLOGI

Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MP

Ir. Mulyadi, MS

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Telah Direvisi
Tanggal : ........................... 2013

Dr. Ir Sukendah, MSc.
Dosen Pembimbing Utama

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya serta segala kuasa dan perlindungan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Embrio Kelapa
Kopyor (Cocos nucifera L.) Pada Berbagai Modifikasi Media Kultur In-Vitro.”
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agroteknologi pada Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat Dr. Ir. Sukendah, MSc. selaku Dosen Pembimbing
Utama dan Dr. Ir. Pangesti Nugrahani, M.Si. selaku Dosen Pembimbing
Pendamping, yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat berarti
bagi penulis selama penulisan skipsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis
sampaikan kepada :
1. Orang tua dan keluarga besar Ginting yang selalu mendukung penulis
dalam berbagai hal, khususnya dalam dukungan material dan spiritual.
Demikian juga pada Mas Mardi sekeluarga yang memberikan motivasi.
2. Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur.
3. Ir. Mulyadi, MS., selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas

Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.
4. Para Bapak dan Ibu Dosen serta teman-teman yang senantiasa memberi
dukungan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu.

viii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, untuk itu
penulis mengharapkan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sesuatu
yang berguna khususnya bagi penulis serta bagi para pembaca pada umumnya.

Surabaya, Mei 2013
Penulis

ix

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................

viii

DAFTAR TABEL ..................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

xiv


I. PENDAHULUAN...............................................................................

1

1.1. Latar Belakang .........................................................................

1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................

3

1.3. Tujuan Penelitian .....................................................................

3

II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................

4


2.1. Kelapa Kopyor .........................................................................

4

2.2. Kultur Embrio ...........................................................................

5

2.3. Media Kultur Embrio.................................................................

5

2.3.1. Komposisi Media Kultur ....................................................

6

2.3.2. Unsur Hara .......................................................................

7


2.4. Hipotesis ..................................................................................

14

III. METODE PENELITIAN ...................................................................

15

3.1. Waktu dan Tempat ..................................................................

15

3.2. Bahan dan Alat. .......................................................................

15

3.2.1. Bahan ...............................................................................

15


3.2.2. Alat ...................................................................................

15

3.3. Metode Penelitian ....................................................................

16

3.4. Pelaksanaan Penelitian ...........................................................

16

3.4.1. Sterilisasi Alat ...................................................................

16

3.4.2. Pembuatan Media ............................................................

17

3.4.3. Sterilisasi Media ...............................................................

18

3.4.4. Sterilisasi, Isolasi dan Penanaman Embrio ......................

18

3.4.5. Subkultur ..........................................................................

19

3.5. Variabel Pengamatan ..............................................................

19

3.5.1. Pengamatan Secara Deskriptif .........................................

19

3.5.2. Pengamatan Secara Kuantitatif........................................

20

3.5.2.a. Tahap Perkecambahan ............................................

20

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
dan menyebutkan sumber.
x

3.5.2.b. Tahap Pertumbuhan Planlet .....................................

21

3.6. Analisis Data ............................................................................

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................

24

4.1. Hasil Penelitian ........................................................................

24

4.1.1. Pertumbuhan Embrio pada Tahap Perkecambahan ........

24

4.1.2. Pertumbuhan Embrio pada Tahap Pertumbuhan Planlet .

28

4.1.3. Pertumbuhan Embrio dan Planlet Browning, Stagnan dan
mati ..................................................................................

33

4.2. Pembahasan ............................................................................

34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................

40

5.1. Kesimpulan ..............................................................................

40

5.2. Saran .......................................................................................

40

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

41

LAMPIRAN ..........................................................................................

44

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
dan menyebutkan sumber.
xi

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman
Judul

1.
3.

4.
5.
6.

Rata-rata panjang embrio pada berbagai media umur 14 HSI,
28 HSI, 42 HSI dan 56 HSI ....................................................

25

Rata-rata persentase embrio kelapa kopyor yang berkecambah
menjadi bakal tunas, akar dan tunas + akar (planlet sempurna)
pada berbagai media modifikasi.............................................

26

Rata-rata panjang tunas pada berbagai media perlakuan umur
10 sampai 16 MSI ..................................................................

31

Rata-rata panjang tunas pada berbagai media perlakuan umur
18 sampai 24 MSI ..................................................................

31

Persentase planlet kelapa kopyor yang mengalami browning,
stagnan dan mati pada fase pertumbuhan planlet berbagai
media modifikasi ....................................................................

33

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
dan menyebutkan sumber.
xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman
Judul

1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.
8.

Grafik pola pertumbuhan panjang embrio kelapa kopyor
pada umur 14 HSI, 24 HSI, 48 HSI dan 56 HSI ......................

26

Pertumbuhan embrio dalam perlakuan media pada tahap
perkecambahan .....................................................................

27

Embrio pada media gandasil d 2 g/l + air kelapa 150 ml/l
yang mengalami browning setelah subkultur I........................

29

Pertumbuhan akar planlet kelapa kopyor dalam media perlakuan
y3 (a.) akar planlet setelah subkultur i, (b.) akar planlet setelah
subkultur II. ............................................................................

29

Planlet perlakuan media air kelapa 150 ml/l + santan 100 ml/l
setelah subkultur II .................................................................

30

Grafik pola pertumbuhan embrio kelapa kopyor terhadap
berbagai modifikasi media .....................................................

32

Pertumbuhan Planlet pada Berbagai Perlakuan Modifikasi
Media Setelah Subkultur II. ....................................................

32

Kondisi planlet yang mengalami browning pada media
modifikasi gandasil d 2 g/l + air kelapa 150 ml/l .....................

34

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
dan menyebutkan sumber.
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman
Judul

1.

Komposisi media kultur Eeuwens (Y3)....................................

44

2.

Komposisi media kultur Murashige dan Skoog (MS) ..............

45

3.

Komposisi Kimia Air Kelapa .................................................

45

4.

Komposisi Gandasil D............................................................

46

5.

Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa Segar pada 3 (Tiga)
Tingkatan Umur .....................................................................

46

6.

Hasil analisis ragam panjang embrio pada umur 14 HSI ........

46

7.

Hasil analisis ragam panjang embrio pada umur 14 HSI
setelah transformasi...............................................................

46

8.

Hasil analisis ragam panjang embrio pada umur 28 HSI ........

47

9.

Hasil analisis ragam panjang embrio pada umur 28 HSI
setelah transformasi...............................................................

47

10.

Hasil analisis ragam panjang embrio pada umur 42 HSI ........

11.

hasil analisis ragam panjang embrio pada Umur 42 HSI
setelah transformasi...............................................................

47

12.

Hasil analisis ragam panjang embrio pada umur 56 HSI ........

47

13.

Hasil analisis ragam panjang embrio pada umur 56 HSI
setelah transformasi...............................................................

47

14.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 10 MSI ..........

47

15.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 10 MSI
Setelah transformasi ..............................................................

48

16.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 12 MSI ..........

48

17.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 12 MSI
setelah transformasi...............................................................

48

18.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 14 MSI ..........

48

19.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 14 MSI
setelah transformasi...............................................................

48

20.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 16 MSI ..........

48

21.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 16 MSI
setelah transformasi...............................................................

48

22.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 18 MSI ..........

49

23.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 18 MSI
setelah transformasi...............................................................

49

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 20 MSI ..........

49

24.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
dan menyebutkan sumber.
xiv

25.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 20 MSI
setelah transformasi...............................................................

49

26.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 22 MSI ..........

49

27.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 22 MSI
setelah transformasi...............................................................

49

28.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 24 MSI ..........

49

29.

Hasil analisis ragam panjang tunas pada umur 24 MSI
setelah transformasi...............................................................

50

30.

Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam ...................................

50

31.

Rekapitulasi hasil perhitungan duncan 5% .............................

50

32.

Rata-rata pertumbuhan panjang embrio pada umur 14 sampai
56 HSI (Hari Setelah Inokulasi) ..............................................

33.

Rata-rata Pertumbuhan Panjang Tunas pada Umur 10 sampai
16 MSI (Minggu Setelah Inokulasi) .......................................

34.

51
51

Rata-rata Pertumbuhan Panjang Tunas pada Umur 18 sampai
24 MSI (Minggu Setelah Inokulasi) ........................................

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
dan menyebutkan sumber.
xv

52

Silta Reslita Br Ginting, 2013. NPM.0925010003. Pertumbuhan Embrio Kelapa
Kopyor (Cocos nucifera L.) pada Berbagai Modifikasi Media Kultur In-Vitro.
Dibimbing oleh : Dr. Ir. Sukendah, MSc dan Dr. Ir. Pangesti Nugrahani, MSi
RINGKASAN
Kelapa kopyor mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi, karena memiliki daging
buah yang bertekstur gembur serta rasa yang gurih. Kelapa kopyor merupakan salah
satu kelapa yang spesifik di Indonesia, memiliki endosperm yang abnormal, yaitu
sebagian besar endospermnya (daging buah) terlepas dari tempurung yang
menyebabkan buah kelapa kopyor gagal untuk berkecambah, karena daging buah
(endosperm) yang merupakan sumber bahan makanan embrio kelapa cepat
membusuk jika ditanam dengan cara konvensional.
Adanya kondisi tersebut menyebabkan pengembangan produksi buah kopyor
sangat lambat dan terbatas. Salah satu alternatif metode untuk meningkatkan
persentase buah kopyor perpohon adalah dengan menyelamatkan embrio kelapa
kopyor dan menanamnya dalam media agar secara aseptik yang disebut teknik kultur
embrio mampu berbuah banyak yaitu 90-100%, sedangkan tanaman yang
diperbanyak secara konvensional hanya mampu menghasilkan beberapa % atau
hanya terdapat 1-2 butir pertandan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon pertumbuhan
embrio kelapa kopyor yang ditanam pada berbagai media kultur in vitro yang
dimodifikasi.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2012 sampai dengan Maret
2013 dan tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Bioteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 faktor
dengan 6 perlakuan yang diulang sebanyak 7 kali. Berikut ini adalah bentuk
perlakuan yang dilakukan Media 1 (M1) = Media Eeuwens (Media Padat)/(Kontrol),
Media 2 (M2) = Media Eeuwens + Air kelapa 150 ml/l + Grow Quick S (GQS) 2 ppm/l
+ Grow Quick R (GQR) 2 ppm/l (Media Padat), Media 3 (M3) = Gandasil D 2 g/l + Air
Kelapa 150 ml/l (Media Padat), 4). Media 4 (M4) = Air Kelapa 150 ml/l (Media Cair),
Media 5 (M5) = Air Kelapa 150 ml/l + Santan 100 ml/l (Media Padat), Media 6 (M6) =
Media MS (Media Padat)
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam
RAL. Apabila FHitung ≥ FTabel maka dilanjutkan uji perbandingan rata-rata hasil dengan
Uji Jarak Duncan 5% (UJD 5%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan embrio pada tahap
perkecambahan maupun tahap pertumbuhan planlet memberikan respon yang
berbeda-beda. planlet yang memberikan respon yang terbaik adalah media kimia
murni Eeuwens (Y3) dengan rata-rata panjang tunas mencapai 2.54 cm kemudian
disusul dengan media Murashige dan Skoog (MS) dengan rata-rata panjang tunas
mencapai 2.45 cm. Sementara itu, di dalam modifikasi media lain juga menunjukkan
kemampuan embrio untuk tumbuh dan berkecambah dengan rata-rata panjang tunas
0.85 - 1.33 cm. Selain itu, planlet yang tingkat browning paling tinggi adalah planlet
yang ditanam pada media Gandasil D 2 g/l + Air Kelapa 150 ml/l dengan persentase
sebesar 85.7%.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Silta Reslita Br Ginting, 2013. NPM.0925010003. Pertumbuhan Embrio Kelapa
Kopyor (Cocos nucifera L.) pada Berbagai Modifikasi Media Kultur In-Vitro.
Dibimbing oleh : Dr. Ir. Sukendah, MSc dan Dr. Ir. Pangesti Nugrahani, MSi
ABSTRAK
Penanaman embrio kelapa kopyor dalam media agar secara aseptik
dilakukan untuk menyelamatkan embrio kelapa kopyor yang sulit dikembangkan
dengan cara konvensional. Media aseptik yang sudah dikembangkan yaitu media
Eeuwens (Y3) dan Murashige dan Skoog (MS) yang merupakan media buatan yang
tersusun dari bahan kimia murni yang mahal harganya. Oleh karena itu, dibuat
media alternatif sebagai pengganti media yang ada, melalui modifikasi media
terhadap media yang telah ada dan membuat beberapa media baru dengan
komposisi lebih murah, sederhana dan mudah didapat. Embrio kelapa kopyor yang
digunakan berasal dari Pati, Jawa Tengah yang kemudian ditanam pada berbagai
modifikasi media yakni (Media 1). Eeuwens (Y3) (Kontrol), (Media 2). Eeuwens (Y3)
+ Air kelapa 150 ml/l + Grow Quick S (GQS) 2 ppm/l + Grow Quick R (GQR) 2
ppm/l, (Media 3). Gandasil D 2 g/l + Air Kelapa 150 ml/l, (Media 4). Air Kelapa 150
ml/l, (Media 5). Air Kelapa 150 ml/l + Santan 100 ml/l dan (Media 6). MS. Dari ke-6
perlakuan, embrio yang paling baik pertumbuhannya hingga tahap penumbuhan
planlet adalah embrio yang ditanam di dalam media Y3 dengan rata-rata panjang
tunas 2.54 cm dan MS 2.45 cm. Kedua media tersebut merupakan media tumbuh
buatan yang tersusun dari bahan kimia murni yang mengandung nutrisi lengkap
seperti makro, mikro, besi dan vitamin. Pada modifikasi media (Media 2). Y3+ Air
kelapa 150 ml/l + Grow Quick S (GQS) 2 ppm/l + Grow Quick R (GQR) 2 ppm/l
tidak lebih baik dari Y3 (Kontrol) menghasilkan rata-rata panjang tunas 1.33 cm.
Sedangkan modifikasi media (Media 3). Gandasil D 2 g/l + Air Kelapa 150 ml/l
menghasilkan 1.58 cm, (Media 4). Air Kelapa 150 ml/l menghasilkan 0.85 cm,
(Media 5). Air Kelapa 150 ml/l + Santan 100 ml/l menghasilkan 0.96 cm. Media
tersebut merupakan media yang sumber nutrisinya berasal dari pupuk daun
Gandasil D, air kelapa dan santan yang berbahan murah dan mudah untuk didapat.
Media tersebut juga menunjukkan respon embrio kelapa kopyor dapat tumbuh dan
berkecambah walaupun pertumbuhannya lambat, dengan demikian dapat diketahui
bahwa media modifikasi tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai media
kultur embrio kelapa kopyor.
Kata Kunci : embrio, kelapa kopyor, modifikasi media

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kelapa kopyor (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu kelapa yang
spesifik di Indonesia, memiliki endosperm yang abnormal, yaitu sebagian besar
endospermnya (daging buah) terlepas dari tempurung. Abnormalitas endosperm
ini bersifat genetik dan disebabkan oleh beberapa faktor genetik (Mashud, 2012).
Menurut Khoironi (2010), kelapa kopyor tidak dapat dikecambahkan seperti
kelapa pada umumnya, karena daging buah yang merupakan cadangan
makanan tidak dapat mendukung pertumbuhan embrionya. Hal itu disebabkan
karena sifat “kopyor” yang dalam bahasa jawa berarti antara daging dan air
kelapa bercampur menjadi satu, tetapi tidak larut sehingga masih terlihat ada
gumpalan-gumpalan daging kelapa yang menjadi satu dengan air kelapa. Sifat
kekopyoran itulah yang menyebabkan kelapa kopyor tersebut mempunyai nilai
ekonomi cukup tinggi, karena memiliki daging buah yang bertekstur lunak serta
rasa yang gurih.
Menurut Prasetyo dan Rachmad (2003) Buah kelapa kopyor ditandai
dengan tekstur daging buah yang lunak, berbutir dan mudah lepas dari
tempurungnya. Karakter daging buah yang demikian menyebabkan buah kelapa
kopyor gagal untuk berkecambah, karena daging buah (endosperm) yang
merupakan sumber bahan makanan embrio kelapa cepat membusuk jika
ditanam dengan cara konvensional.
Adanya kondisi tersebut menyebabkan pengembangan produksi buah
kopyor sangat lambat dan terbatas. Salah satu alternatif metode untuk
meningkatkan persentase buah kopyor perpohon adalah dengan menyelamatkan
embrio kelapa kopyor dan menanamnya dalam media agar secara aseptik yang
disebut teknik kultur embrio (Sukendah, 2009). Tanaman kelapa kopyor hasil
perbanyakan dengan kultur embrio akan menghasilkan buah kopyor yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

banyak, yaitu dapat mencapai 90%-100%. Sedangkan tanaman kelapa kopyor
hasil perbanyakan secara konvensional, yaitu membibitkan buah kelapa normal
yang berasal dari pohon berbuah kopyor, hanya menghasilkan buah kopyor
sebanyak 1-2 butir per tandan atau 10-20% untuk tipe Dalam dan 30%-40%
untuk tipe Genjah (BPTP, 2010).
Saat ini terdapat beberapa macam media kultur untuk tanaman kelapa
yang dikembangkan oleh PCA (Philippine Coconut Authority), CPCRI (Central
Plantation Crops Research Institute) India, UPLB (University of Philippines at Los
Banos) dan ORSTOM/CIRAD Perancis. Media tersebut umumnya menggunakan
media padat dan media cair selama tahap kultur. Media kultur yang digunakan
adalah media Y3 (Eeuwens) dan MS (Murashige dan Skoog) (Engelmann, 1997
dalam Batugal dan Engelmann, 1998).
Di Indonesia, media untuk embrio kelapa kopyor sudah banyak
dikembangkan yang sebagian besar merupakan hasil modifikasi dari medium
yang dikembangkan sebelumnya, yang telah terbukti sesuai untuk kultur embrio
kelapa kopyor. Komposisi media yang cocok adalah media Y3 yang kaya akan
unsur klor (Cl) dan besi (Fe) yang mungkin banyak dibutuhkan oleh tanaman
kelapa. Media Y3 memang dimodifikasi oleh Eeuwens khusus untuk tanaman
kelapa (Sukendah, 2002). Di Indonesia media untuk kelapa kopyor telah
dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor dengan
media dasar MS (Tahardi dan Warga-Dalem, 1982).
Berdasarkan uraian diatas, penulis melakukan penelitian ini untuk
mempelajari pertumbuhan dari kultur embrio kelapa kopyor yang berasal dari
daerah Pati, Jawa Tengah dengan menumbuhkan embrio ke dalam media
tumbuh buatan yang tersusun dari bahan kimia murni Eeuwens (Y3) dan
Murashige dan Skoog (MS). Namun, mengingat bahwa media tumbuh buatan
tersebut memiliki harga yang mahal dan sulit untuk melakukan pemesanan
dalam jumlah sedikit, penulis juga melakukan pembuatan media alternatif

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

sebagai pengganti media yang ada, melalui modifikasi media terhadap media
yang telah ada dan membuat beberapa media baru dengan komposisi lebih
murah, sederhana, mudah dijangkau oleh masyarakat.
Setiap media yang dimodifikasi mengandung air kelapa 150 ml/l, karena
berdasarkan hasil penelitian Sukendah (2009) embrio yang dikulturkan pada
media dengan air kelapa 150 ml/l lebih cepat berkecambah, yaitu kurang dari
satu bulan (29 hari) dan nyata berbeda dengan media tanpa bahan aditif. Selain
itu bahan media yang digunakan juga berupa Zat Pengatur Tumbuh Grow Quick
R, Grow Quick S, pupuk daun Gandasil D dan santan.
Pembentukan

media

baru

tersebut

didasarkan

pada

berbagai

pertimbangan antara lain; pencegahan stagnasi, pengendalian browning dan
pertumbuhan planlet yang lambat dengan harapan akan didapatkannya
modifikasi media serta rangkaian media baru dengan komposisi media yang
sesuai bagi pertumbuhan embrio kelapa kopyor.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pertumbuhan embrio kelapa kopyor dari berbagai media
kultur in vitro ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon pertumbuhan
embrio kelapa kopyor yang ditanam pada berbagai media kultur in vitro yang
dimodifikasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Kopyor
Buah kelapa kopyor diperoleh dari pohon kelapa yang memiliki sifat
kopyor (gen kopyor) sehingga sebagian buahnya normal dan sebagian
buahnya tidak normal (kopyor). Sifat kopyor dibawakan oleh pasangan gen
resesif (kk) yang merupakan gabungan dari dua gen kopyor yang berasal
dari pohon yang sama ataupun berbeda. Sifat tersebut tidak akan muncul
apabila gen kopyor yang resesif (k) berpasangan dengan gen kelapa biasa
(K) yang dominan. Jadi, buah kelapa kopyor hanya terbentuk apabila terjadi
persilangan antar buah yang memiliki sifat kopyor (Zuniga, 1953 dalam
Tahardi, 1997).
Perbanyakan tanaman kelapa kopyor dapat dilakukan dengan 2 (dua)
cara yaitu, secara alami atau secara konvensional dan secara kultur embrio.
Para

petani

biasanya

memperbanyak

tanaman

kelapa

kopyor

secara

konvensional yaitu menanam buah kelapa terpilih sebagai bibit yang dihasilkan
dari pohon kelapa yang memiliki gen kopyor (Sukamto, 2006). Secara alami
kelapa

kopyor

sulit

untuk

diperbanyak karena

daging

buah

sebagai

cadangan makanan untuk embrio mengalami kerusakan sehingga embrio tidak
dapat berkecambah (Tahardi, 1997).
Sukendah (2009) melaporkan bahwa perbanyakan tanaman kelapa
kopyor selama ini dikembangkan melalui kultur jaringan dengan menanam
embrio zigotik kelapa kopyor dalam media agar secara aseptik yang disebut
teknik kultur embrio. Teknik kultur embrio ini bertujuan untuk menyelamatkan dan
menumbuhkan embrio kelapa kopyor yang disebut embryo rescue. Meskipun
demikian, efisiensi dalam teknik kultur embrio ini masih diperlukan perbaikanperbaikan proses kultur embrio karena dalam menghasilkan planlet dan bibit
kelapa kopyor masih tergolong rendah.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

2.2. Kultur Embrio
Kultur embrio adalah cara untuk menyelamatkan embrio kelapa kopyor,
mengecambahkan dan menumbuhkannya pada media kultur buatan dalam
kondisi yang aseptik (Catibog, 2001 dalam Prasetyo 2003). Dengan adanya
teknik kultur embrio pada embrio kelapa kopyor bertujuan untuk mendapatkan
tanaman kelapa kopyor dan mampu berbuah kopyor per pohon. Tanaman kelapa
hasil kultur embrio tersebut memiliki beberapa keunggulan yaitu keturunan yang
dibawa pasti membawa gen yang mengontrol sifat kopyor, presentase buah
kopyor yang dihasilkan tinggi dan kualitas buah kopyor lebih seragam
(Novarianto, 1999)
Wahyuni (2000) melaporkan perbanyakan kelapa kopyor secara kultur
embrio sangat menguntungkan karena tanaman kelapa merupakan tanaman
berbiji tunggal yang sampai saat ini tidak dapat dikembangbiakkan secara
cangkok atau stek. Selain itu hasil kultur embrio dapat menghasilkan kelapa
kopyor cukup tinggi yaitu dapat mencapai 90-100% berupa kelapa kopyor dari
keseluruhan buah kelapa dalam satu pohon.
2.3. Media Kultur Embrio
Dalam kultur jaringan dikenal ada 3 (tiga) jenis media yang digunakan
yaitu media padat, semi padat dan cair. Pertumbuhan kultur dan laju
pembentukan tunas sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik dari media ini
(Wattimena, 1992).
Media cair merupakan campuran komponen-komponen zat kimia (garam
mineral, sumber karbon, vitamin dan zat pengatur tumbuh) dengan air suling,
sedangkan media padat merupakan media cair yang terdiri dari komponenkomponen zat kimia (garam mineral, sumber karbon, vitamin dan zat pengatur
tumbuh) ditambah dengan zat pemadat agar (Hendaryono et al., 1994).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

2.3.1. Komposisi Media Kultur
Menurut Sukendah (2002), secara umum embrio kelapa membutuhkan
media dengan kandungan garam organik yang tinggi terutama unsur Klor (Cl)
dan Besi (Fe) dalam menunjang pertumbuhan media-media tersebut
antaranya media Murashige dan Skoog (MS) dan Eeuwens (Y3).
Menurut Eengelmann (1997) dalam Batugal dan Engelmann (1998)
media kultur yang sering digunakan untuk kultur embrio kelapa kopyor adalah
media yang diadaptasi dari Eeuwens (Y3) dan Murashige dan Skoog (MS). Del
Rosario (1997) dalam Batugal dan Eengelmann (1998) menjelaskan bahwa
media Eeuwens dan MS lebih sering digunakan untuk kultur embrio kelapa
kopyor

karena

terbukti

memberikan

pertumbuhan

yang

lebih

baik

dibandingkan dengan penggunaan media kultur yang lain.
Media Eeuwens (Y3) mempunyai komposisi media yang cocok untuk
nutrient tanaman kelapa (Sukendah, 2002). Hal ini dikarenakan media Y3
memang dimodifikasi oleh Eeuwens khusus untuk tanaman kelapa. Unsurunsur yang terdapat dalam median ini antara lain : NH4Cl, KNO3,
MgSO4.7H2O, COCl2. 2H2O, KCl, NaH2PO.2H2O, KI, H3BO3,MnSO4.4H2O,
ZnSO4.4H2O,

CuSO4.5H2O,

CoCl2.6H2O,

NaMoO4.H2O

dan

NiCl.6H2O

(Batugal et al., 1997).
Melalui pengujian berbagai protokol bentuk media (padat dan cair)
selama dua tahun (dua

kali

periode

pengujian), ternyata embrio kelapa

kopyor asal Sumenep Jawa Timur hanya bisa tumbuh baik pada serangkaian
media Eeuwens padat (fase perkecambahan; fase pertumbuhan planlet;
fase penguatan planlet) dengan persentase perolehan planlet sekitar 40%
(Sukendah, 2005).
Sedangkan media MS merupakan media dasar yang mempunyai
konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk
NO3- dalam bentuk NH4+ (Hendaryono et al., 1994). Media MS mengandung 40

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

mM dalam bentuk NO3 dan 29 mM dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, 5
(lima) kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali
lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant dan 19 kali lebih tinggi dari media
White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P 1,25 mM. Unsur
makro lainnya juga sedikit dinaikkan (Triandani, 2004).
2.3.2. Unsur Hara
Unsur-unsur esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif
besar diistilahkan sebagai unsur-unsur makro (Salisbury dan Ross, 1992).
Unsur-unsur makro karbon, hydrogen dan oksigen tersedia bagi tanaman
melalui air dan udara. Sementara itu, kebutuhan akan unsur-unsur makro
yang lain seperti nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium dan belerang
dipenuhi melalui medium tumbuh. Pada kultur in vitro, nitrogen diberikan
dalam jumlah terbesar dalam bentuk KNO3 atau NH4NO3. Kebutuhan akan
magnesium dan belerang dapat dipenuhi melalui pemberian MgSO4.7H2O.
Sementara itu fosfor dapat diberikan dalam bentuk NaH2PO4.H2O atau
KH2PO4. Sedangkan

CaCl2.2H2O,

Ca(NO3)2.4H2O,

atau

bentuk-bentuk

anhidrat dari kedua garam tersebut dapat diberikan untuk memenuhi
kebutuhan akan kalsium (Dodds dan Roberts, 1985).
Di samping unsur-unsur makro, sel-sel tanaman pun membutuhkan
unsur-unsur mikro tertentu. Unsur-unsur mikro yang dibutuhkan oleh semua
tanaman tingkat tinggi meliputi besi, mangan, seng, boron, tembaga, molibdat
dan klor. Walaupun natrium tidak umum dibutuhkan oleh tanaman tingkat
tinggi, unsur ini diperlukan oleh jaringan-jaringan yang mengandung klorofil,
seperti tanaman dengan lintasan fotosintesis C4 dan tanaman dengan
metabolisme asam craculacean (Crasulacean Acid Metabolism, CAM). Stok
besi disiapkan secara terpisah karena adanya masalah pada kelarutan unsur
ini. Biasanya, larutan besi disiapkan dalam bentuk kelat sebagai garam
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

natrium feriric ethylenediamine tetra-acetic (NaFeEDTA). Di samping unsurunsur mikro yang telah banyak dikenal, beberapa medium mengandung
unsur-unsur mikro kobalt dan iodium (Dodds dan Roberts, 1985) Sementara
itu, unsur-unsur lain, seperti nikel, titanium, berilium dan aluminium masih
belum banyak digunakan, kecuali untuk tujuan tertentu.
Menurut Wetter dan Constabel (1991), medium hara untuk kultur
jaringan tanaman mengandung 5 kelompok senyawa, yaitu :
a. Garam Organik
Kadar kalium dan nitrat masing-masing sekurang-kurangnya 20-25
mM. Amonium mungkin diperlukan juga, walaupun jumlah diatas 8 mM dapat
membahayakan. Kebutuhan untuk natrium atau klorida tidak nyata. Kadar
fosfat, sulfat, dan magnesium 1-3 mM tampaknya sudah mencukupi. Hara
mikro yang dianjurkan adalah iodide, asam borat dan garam mangan, seng,
molybdenum, tembaga, kobalt dan besi
b. Sumber Karbon
Sukrosa atau glukosa 2-4% merupakan sumber karbon yang paling
cocok. Berbagai asam organik digunakan bersama ammonium yang juga
mempercepat pertumbuhan sel yang dikultivasi pada rapatan rendah.
c. Vitamin
Tiamin merupakan satu-satunya vitamin yang penting. Peridoksin,
asam nikotinat dan mio-inositol seringkali dapat meningkatkan pertumbuhan
sel. Vitamin lainnya mungkin amat bermanfaat untuk kultur sel tunggal pada
rapatan rendah.
d. Pengatur Tumbuh
Pengatur tumbuh dibutuhkan untuk menginduksi pembelahan sel.
Senyawa yang paling sering digunakan adalah asam 2,4-diklorofenoksiasetat
(2,4-D) dan asam naftalenasetat (NAA). Senyawa ini digunakan pada kadar
0,1-50 µM. Asam indolasetat menginduksi pembelahan sel, tetapi senyawa ini

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

tidak stabil dan dapat diuraikan oleh enzim yang dibebaskan oleh sel
tumbuhan dan stabil pada pemanasan dengan autoklaf. Sitokinin seperti
kinetin atau benziladenin (0,1-10 µM) kadang-kadang dibutuhkan bersama
2,4-D atau NAA untuk mendapatkan pembentukan kalus yang baik.
e. Pelengkap Organik
Contohnya hidrolisat protein, ekstrak ragi, ekstrak tetes dan air kelapa
(endosperm cair). Ekstrak ini dapat memasok berbagai senyawa yang dapat
merangsang laju pertumbuhan sel, walaupun umumnya sel dapat tumbuh baik
dalam medium tanpa pelengkap ini apabila kadar garam cukup tinggi dan
metabolit ditambahkan.
Berikut ini adalah beberapa unsur hara tambahan yang digunakan oleh
penulis, antara lain:
-

Air Kelapa
Air kelapa merupakan endosperma cair yang berfungsi sebagai

sumber nutrisi (selain endosperma padat) bagi perkembangan embrio
kelapa. Komposisi air kelapa mengandung beberapa hormon seperti
auksin, sitokinin dan giberelin. Air kelapa juga mengandung bahan organik
gula dan vitamin; asam amino serta bahan anorganik seperti fosfat (P),
magnesium (Mg) dan kalium (K) (Raghavan, 1977 dalam Fitriswari 2011).
Air kelapa merupakan salah satu bahan aditif yang umumnya
digunakan

dalam

dimaksudkan

kegiatan

untuk

kultur

mendorong

jaringan.
induksi

Pemberian
tunas

air

adventif,

kelapa
karena

penambahan air kelapa dapat meningkatkan pembelahan sel (Steward,
1958 dalam Fitriswari 2011).
Berdasarkan hasil penelitian Sukendah dan Rachmad (2003),
ternyata dari berbagai bahan aditif yang diuji (sari tauge dan tomat, air
kelapa dan ekstrak ragi) hanya air kelapa yang dapat meningkatkan
persentase perkecambahan dan mempercepat pertumbuhan planlet kelapa

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

kopyor. Sukendah (2009) melaporkan embrio kelapa kopyor yang
dikulturkan pada media dengan air kelapa 150 ml/l lebih cepat
berkecambah yaitu kurang dari satu bulan (29 hari) dan nyata berbeda
dengan media tanpa bahan aditif.
Hasil penelitian Fitriswari (2011) menunjukkan bahwa lebih dari
50% eksplan belahan kecambah dapat tumbuh pada media perlakuan
mengandung air kelapa 150 ml/l, BAP 5 mg/l, BAP 5 mg/l + 2,4-D 2.5 mg/l
dan BAP 5 mg/l + 2.4-D 2.5 mg/l + air kelapa 150 ml/l. Namun, pada
perlakuan air kelapa 150 ml/l memberikan hasil lebih baik untuk
pertumbuhan embrio kelapa kopyor yang dibelah dengan prosentase
sebesar 65.63%.
Hasil penelitian Prihatmanti dan Mattjik (2004) bahwa penggunaan
bahan alami air kelapa pada konsentrasi 100 sampai 200 ml/l untuk
multiplikasi

tunas

Anthurium andreanum dapat

meningkatkan

daya

tumbuh biakan in vitro. Selanjutnya Bey, et al., (2006) mengemukakan
bahwa perlakuan air kelapa secara tunggal pada konsentrasi 250 ml/l
mampu menghasilkan daun dan akar lebih cepat pada kultur in vitro
anggrek (Phalaenopsis amabilis BL.).
-

Zat Pengatur Tumbuh Grow Quick
Menurut Widyastuti

dan

Tjokrokusumo

(2007)

Zat

Pengatur

Tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrisi) tanaman
yang aktif dan dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat serta
dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Peranan ZPT sebagai
pendukung maupun penghambat pertumbuhan sangat ditentukan oleh
konsentrasinya, suhu, cahaya, kelembapan udara, cara penggunaan serta
pengaruh ZPT bergantung pada spesies tumbuhan. ZPT tidak bekerja
sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan,
pada umumnya keseimbangan kosentrasi dari beberapa ZPT yang akan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Dalam kultur in
vitro terdapat 2 (dua) golongan ZPT yang sangat penting yaitu auksin dan
sitokinin. ZPT ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam
kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan dalam ZPT yang
diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen
menentukan arah suatu kultur.
Media kultur jaringan berisi campuran berbagai nutrisi dan hormon
tanaman. Hormon yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah
kelompok dari sitokinin dan auksin. Hormon sintesis yang kerjanya mirip
sitokinin antara lain Benzyl Amino Purine (BAP), sedangkan yang mirip
auksin antara lain Naphtalen Acetic Acid (NAA).
Ada 2 (dua) Grow Quick yang digunakan yaitu Grow Quick R dan
Grow Quick S. Grow Quick R (GQR) mengandung Auksin, IBA dan NAA
sedangkan Grow Quick S (GQS) mengandung Sitokinin dan BAP.
Pada penelitian Rahmani (2008), menunjukkan bahwa pemberian
GQR 1 ml/l dan GQS 1 ml/l berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet
anggrek. Hal ini dapat diketahui dari pengamatan setiap bulannya terjadi
perubahan panjang planlet, jumlah daun dan jumlah akar. Hal ini sesuai
dengan fungsi dari hormon sitokinin yang berperan memacu pertumbuhan
daun dan fungsi dari hormon auksin yang berperan dalam memacu
pertumbuhan akar dan tinggi tanaman.


Auksin
Auksin merupakan salah satu golongan fitohormon yang tidak

terlepas dari perumbuhan dan perkembangan suatu tanaman (Abidin, 1982
dalam Fitriswari 2011). Aktifitas auksin dalam kultur jaringan dikenal
mampu berperan menginduksi kalus, mendorong proses morfogenesis
kalus membentuk akar dan tunas, mendorong proses embryogenesis dan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

dapat mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman (Santoso dan
Nursandi, 2003).
Golongan auksin lainnya seperti IBA dan NAA juga digunakan untuk
meningkatkan perakaran planlet in vitro khususnya pada komoditi kelapa.
Hal ini dikarenakan beberapa peneliti kelapa berpendapat bahwa akar-akar
lateral sangat penting untuk menunjang penyerapan unsur hara sehingga
planlet lebih biasa bertahan pada kondisi luar pada tahap aklimatisasi.
Untuk merangsang keluarnya akar lateral pada eksplan kelapa
kopyor konsentrasi IBA 2 mg/l dengan persentase 60% lebih efektif
daripada 1 mg/l atau 3 mg/l. Pada konsentrasi IBA 2 mg/l menghasilkan
jumlah akar lateral nyata lebih banyak daripada IBA 1 mg/l. Planlet yang
mempunyai akar primer dan akar lateral, maka persentase planlet yang
berhasil diaklimatisasi mencapai ± 75-80% (Sukendah, 2009).
• Sitokinin
Sitokinin merupakan hormon tumbuhan turunan adenine dan
berfungsi untuk merangsang pembelahan sel. Sitokinin mempunyai
kemampuan mendorong terjadinya pembelahan sel dan diferensiasi
jaringan mitosi dalam pembentukan tunas pucuk, pertumbuhan akar dan
traslokasi melalui pembuluh xilem. Sitokinin digunakan secara komersial
dalam kultur in vitro adalah Benzyl Adenin (BA), 6-Benzyl Aminopurine
(BAP) dan kinetin.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukendah (2009) menunjukkan
bahwa lebih dari 80% eksplan belahan embrio kelapa kopyor tumbuh pada
media
semakin

dengan BAP 2.5 mg/l. Eksplan belahan embrio yang tumbuh
menurun

konsentrasi 7.5

dengan

meningkatnya

konsentrasi

BAP,

pada

mg/l hanya sekitar 58% yang berhasil tumbuh. Tanpa

pemberian BAP, belahan embrio masih bisa tumbuh tetapi eksplan yang
berhasil tumbuh

hanya 37.5% yang terdiri dari 25% tumbuh tunas

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

dan sisanya 12.5%

tumbuh akar. Pada penelitian Fitriswari (2011)

menunjukkan pertumbuhan planlet kelapa kopyor pada perlakuan kontrol
dan BAP 2.5 mg/l planlet membentuk tunas dan akar dengan sempurna.
-

Pupuk Daun Gandasil D
Menurut Rachmad (2011) Gandasil D atau sering disebut sebagai

Gandasil Daun yang tergolong sebagai Pupuk NPK Majemuk / Pupuk Daun
dengan kandungan unsurnya sebagai berikut :
§

N - Nitrogen - 20 %

§

P2O5 - Fosfor - 15 %

§

K2O - Kalium - 15 %

§

MgSO4 - Magnesium - 1%.
Serta dilengkapi dengan unsur-unsur mikro seperti Mangan (Mn),

Boron (B), Tembaga (Cu), Kobalt (Co), dan Seng (Zn), serta vitaminvitamin untuk pertumbuhan tanaman seperti : Aneurine, Lactoflavine, dan
Nicotinic acid amide.
Jari (2005) melaporkan bahwa penggunaan Gandasil 0.5 g/l yang
dikombinasikan dengan vitamin dan air kelapa 10% pada media preservasi
ubi jalar, menghasilkan jumlah tunas yang tidak berbeda nyata dengan
penggunaan media MS dan vitamin. Media yang mengandung Gandasil 0.5
g/l + air kelapa 10 % dapat dijadikan media alternatif pada preservasi ubi
jalar.
Pembentukan tunas anggrek Dendrobium Kanayo dipengaruhi oleh
perlakuan konsentrasi Gandasil, air kelapa dan interaksi keduanya.
Pertumbuhan tunas yang paling banyak dihasilkan pada kombinasi media
Gandasil 1 g/l + air kelapa 100 ml/l hingga 8 MST (Afrianita, 2006).
-

Santan
Santan adalah cairan yang diekstrak dari daging kelapa yang

dicampur air lalu diperas. Cairan yang berwarna putih susu ini diperoleh

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

dengan cara memeras campuran air dan daging buah kelapa yang diparut.
Santan ini kaya akan kandungan mineral, vitamin, elektrolit, potassium,
khlorida, kalsium juga protein. Level protein yang terkandung dalam santan
kelapa terhitung rendah. Jenis protein yang ditemukan dalam santan
antara lain alanin, sistin, arginin, dan serene (Anonymous, 2012).
Santan kaya akan kandungan asam laurat. Setengah dari
kandungan asam lemak jenuh terdiri dari bahan asam laurat ini yang
mempunyai khasiat untuk dijadikan sebagai anti bakteri, anti virus, anti
jamur, dan juga anti mikroba (Anonymous, 2012).
Beberapa penelitian menggunakan air santan yang diperoleh dari
endosperma padat buah kelapa untuk meningkatkan pertumbuhan kultur
in vitro (Al-Khayri et al. 1992; Boase dan Wright, 1993 dalam Sukendah,
2009). Air kelapa merupakan endosperma cair yang berfungsi sebagai
sumber nutrisi (selain endosperma padat) bagi perkembangan dan
perkecambahan embrio kelapa. Oleh sebab itu sangat menarik untuk
mengkaji jenis air kelapa yang mana yang lebih baik yaitu air kelapa biasa
atau

air

kelapa

dari

endosperma

padat

(santan)

untuk

proses

perkecambahan in vitro embrio kelapa kopyor (Sukendah, 2009).
2.4. Hipotesis
Embrio kelapa kopyor memberikan respon yang berbeda pada berbagai
komposisi bahan media kultur yang diuji.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2012 sampai dengan
Maret 2013 dan tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium
Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan
tanam, media dan penunjang lain. Bahan tanam yang digunakan sebagai
sumber eksplan adalah embrio kelapa kopyor yang berasal dari pohon kelapa
berbuah kopyor genjah yang berumur 11-12 bulan. Buah kelapa kopyor
diambil dari kebun kelapa petani di daerah Pati, Jawa Tengah.
Bahan media yang digunakan meliputi sukrosa 30 g/l, arang aktif 2,5
g/l, agar 7 g/l, bahan kimia murni penyusun media Y3 (Eeuwens) dan MS
(Murashige dan Skoog), dan unsur hara tambahan seperti, Growmore
Sitokinin dan Auksin serta bahan alami air kelapa, Gandasil D dan santan.
Bahan penunjang lain adalah alkohol 70% dan 90%, spiritus, klorox, aquadest
steril dan betadine.
3.2.2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, Laminar Air Flow
(LAF) sebagai tempat penanaman eksplan. Autoklaf digunakan untuk
mensterilkan alat-alat seperti botol kultur, dissecting kit dan media kultur.
Timbangan analitik sebagai pengukur bahan media dalam satuan kecil yaitu
milligram (mg). Magnetic stirrer digunakan untuk mengaduk dan kertas lakmus
digunakan untuk mengukur derajat kemasaman media.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

Alat-alat penting lain yang digunakan adalah kompor, oven, tabung
reaksi, erlenmeyer, gelas ukur, cawan petri, pipet, pengaduk, pinset, scalpel,
lampu bunsen, plastik penutup, karet, aluminium foil, penggaris dan kamera.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian

ini

merupakan

percobaan

yang

disusun

berdasarkan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 faktor dengan 6 perlakuan yang diulang
sebanyak 7 kali. Berikut ini adalah bentuk perlakuan yang dilakukan :
1). Media 1 (M1) = Media Eeuwens (Media Padat)
(Kontrol)
2). Media 2 (M2) = Media Eeuwens + Air kelapa 150 ml/l + Grow Quick S
(GQS) 2 ppm/l + Grow Quick R (GQR) 2 ppm/l
(Media Padat)
3). Media 3 (M3) = Gandasil D 2 g/l + Air Kelapa 150 ml/l (Media Padat)
4). Media 4 (M4) = Air Kelapa 150 ml/l (Media Cair)
5). Media 5 (M5) = Air Kelapa 150 ml/l + Santan 100 ml/l (Media Padat)
6)

Media 6 (M6) = Media MS (Media Padat)

3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Sterilisasi Alat
Alat-alat yang akan digunakan seperti gelas ukur, pinset, scalpel,
petridish, erlenmeyer, corong dan botol kultur dicuci terlebih dahulu dengan
air sabun hingga bersih kemudian ditiriskan hingga kering. Kemudian, seluruh
alat tersebut dibungkus dengan kertas bersih dan dimasukkan dalam autoklaf
atau oven untuk disterilkan selama ± 1 jam.
Alat bantu aseptik lain seperti scalpel dan pinset dapat disterilkan
dengan pencelupan ke dalam alkohol 96% kemudian dibakar di atas lampu
bunsen ketika ingin digunakan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

3.4.2. Pembuatan Media
Media tanam kelapa kopyor yang digunakan adalah media Y3
(Eeuwens), media MS (Murashige dan Skoog), modifikasi media Y3
(Eeuwens) serta modifikasi media sederhana dalam bentuk padat dan cair.
Setiap media mengandung sukrosa 30 g/l, arang aktif 2.5 g/l dan agar 7 g/l.
Khusus pada media cair tidak menggunakan agar sebagai pemadat.
Cara pembuatan 1 Liter Media 1 (M1) yaitu, mengambil unsur makro
100 ml, unsur mikro, besi dan vitamin 10 ml dari larutan stok Y3,
menambahkan sukrosa 30 g, arang aktif 2,5 g dan agar 7 g. Pembuatan 1
Liter Media 2 (M2) yaitu, mengambil unsur makro 100 ml, unsur mikro, besi
dan vitamin 10 ml dari larutan stok Y3, mengambil 2 ml growmore sitokinin dan
auksin dari masing-masing larutan stok, menambahkan air kelapa 150 ml,
sukrosa 30 g, arang aktif 2,5 g dan agar